BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadinya masing-masing ketika menggunakan budi pekerti dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadinya masing-masing ketika menggunakan budi pekerti dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya selalu dihadapkan pada perbedaan sifat antara yang satu dengan lainnya. Hal ini mempengaruhi pembentukan pribadinya masing-masing ketika menggunakan budi pekerti dan hati nuraninya dalam menimbang rasa, memilih nilai-nilai yang berguna baginya dalam pergaulan hidup masyarakat. Pertentangan-pertentangan sifat inilah kiranya yang menimbulkan paradoks dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan, jika pada suatu saat berbicara hak dan mengenai hak-hak asasi manusia pada saat itu pula memikirkan kebaikannya, yaitu pembatasanpembatasan hak-hak asasi tersebut. Hal ini bukanlah disebabkan karena kekhawatiran hak-hak asasi tersebut dibatasi, tetapi justru disebabkan karena kebutuhan akan adanya pembatasan tersebut untuk menjaga keseimbangan ketertiban dalam masyarakat. Menurut Notonagoro, hak merupakan kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. 1 Bertolak dari pendapat Notonagoro tersebut dapat dikatakan bahwa hak adalah sesuatu yang diterima dan dituntut secara paksa dan 1 Nurul, Hak dan Kewajiban Warga Negara, diakses pada tanggal 25 Maret 2015.

2 2 pastinya dengan aturan juga batasan yang dimuat dalam suatu peraturan yang berdaulat dan tertulis. Hak tersebut sudah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang tentang HAM. Dalam pembahasan selanjutnya akan ditanyakan kembali apakah pembatasan terhadap hak tersebut dimaksudkan ke arah yang mana? Apakah pembatasan tersebut dimaksudkan untuk membatasi tingkah laku manusia ataukah untuk memberikan keseimbangan dalam menjalani hidup bernegara? Tentu saja saat berbicara mengenai hak juga harus menghubungkannya dengan kewajiban. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri seseorang. Sebagai seorang warga negara harus mengetahui antara hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus mengetahui antara hak dan kewajibannya dalam memerintah seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan undang-undang yang berlaku. Jika hak dan kewajiban sudah seimbang dan terpenuhi, maka keamanan dan kesejahteraan dalam masyarakat dapat terwujud. Oleh karena itu masyarakat demokrasi harus berjuang untuk mendapatkan keseimbangan hak dan tentu saja dengan memenuhi kewajiban sebagai warganegara. Tidak hanya mengenai keseimbangan dalam hukum tertulis, dalam hidup bermasyarakat selalu terdapat nilai-nilai abstrak yang dianut sebagai ketentuan atau kaidah yang ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan menjamin ketertiban dalam masyarakat yang biasanya disebut dengan norma. Agar norma dapat menjadi pedoman hidup dalam masyarakat, maka norma harus

3 3 diberikan sanksi. Salah satu norma dalam masyarakat yang memiliki sanksi yang bersifat tegas dan mengikat adalah norma hukum. Sanksi yang terdapat di dalam norma hukum antara lain berupa ancaman pidana yang ditetapkan oleh negara (penguasa) yang wajib ditaati oleh setiap anggota masyarakat apabila melakukan pelanggaran terhadap norma hukum tersebut. Dengan sanksi terhadap norma tersebut eksistensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya-bahaya yang mampu meresahkan kehidupan masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat merasa aman dan tentram karena memperoleh suatu perlindungan hukum. Tujuan hukum pidana diantaranya adalah preventif yaitu pencegahan dalam arti untuk menakut-nakuti seseorang agar tidak melakukan tindak pidana dan represif yaitu mengembalikan seseorang yang telah melakukan tindak pidana atau mendidik seseorang yang telah melakukan tindak pidana agar kembali menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat. 2 Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 mempunyai konsekuensi untuk menegakkan hukum, yang artinya setiap tindakan yang dilaksanakan oleh siapapun di negara ini serta akibat yang harus ditanggungnya harus didasarkan kepada hukum dan diselesaikan menurut 2 Feby, Tujuan dan Sanksi Hukum Pidana, diakses pada tanggal 26 Maret 2015.

4 4 hukum juga. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. 3 Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu agenda pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan menolak grasi para gembong narkotika. Penyalahgunaan narkotika bukan merupakan hal baru di Indonesia. Pemerintahan sebelumnya juga gencar dalam memberantas penyalahgunaan narkotika walaupun masih memberikan grasi terhadap para pelaku penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut merupakan kegagalan Indonesia dalam memerangi penyalahgunaan narkotika. 3 Agustina Wati Nainggolan, 2009, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan), Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm 21.

5 5 Diagram 1 Statistik Kasus Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya 4 S tatis tik K as us Narkotika, P s ikotropika, dan B ahan Adiktif L ainnya Narkotika B ahan Adiktif L ainnya P s ikotropika Berdasarkan Diagram 1 di atas dapat dilihat bahwa kasus narkotika memang merupakan kasus pidana yang masih sering dilakukan di Indonesia. Apabila dilihat dari tingkat kasus yang terdapat di provinsi, maka DKI Jakarta menempati posisi kedua dalam hal penanganan kasus narkotika sebagaimana terlihat dalam Diagram 2 di bawah ini. 4 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Statistik Kasus Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya, diakses pada tanggal 22 Maret 2015.

6 6 Diagram 2 Statistik Propinsi dengan Kasus Narkotika Terbesar 5 S tatis tik P rovins i deng an K as us Narkotika T erbes ar J awa Tengah S umatera Utara J awa B arat DK I J akarta J awa Timur Penyalahgunaan narkotika dapat menyebabkan kematian, ketagihan dan terkena berbagai penyakit, meningkatnya kekerasan dan kriminalitas serta hancurnya sebuah masyarakat atau hilangnya generasi (lost genearation) sehingga apabila masyarakat sudah ketagihan dan terkena berbagai penyakit dapat mengancam ketahanan nasional. Terlebih lagi, kemajuan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan peredaran gelap narkotika semakin meluas dan berdimensi internasional. 5 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Statistik Propinsi dengan Kasus Narkotika Terbesar, diakses pada tanggal 22 Maret 2015.

7 7 Penyalahgunaan narkotika mendorong adanya peredaran gelap narkotika, sedangkan peredaran gelap narkotika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan narkotika yang makin luas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Penyelenggaraan konferensi tentang narkotika pertama kali dilaksanakan oleh The United Nations Conference for the Adaption of Protocol on Psychotropic Substances mulai tanggal 11 Januari - 21 Februari 1971 di Wina, Austria telah menghasilkan Convention Psycotropic Substances Materi muatan konvensi tersebut didasarkan pada resolusi The United Nations Economic and Sosial Council Nomor 1474 (XLVIII) tanggal 24 Maret 1970 merupakan aturan-aturan untuk disepakati menjadi kebiasaan internasional sehingga harus dipatuhi oleh semua negara, bagi kepentingan pergaulan bangsabangsa yang beradab. Konvensi tersebut mengatur kerjasama internasional dalam pengendalian dan pengawasan produksi, peredaran dan penggunaan psikotropika, serta mencegah, pemberantasan penyalahgunaannya dengan membatasi penggunaan hanya bagi pengobatan dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya diadakan Konvensi Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika pada tahun 1988 (Convention Againts Illicit Traffic in 6 Siswanto Sunarso, 2004, Penegak Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 1.

8 8 Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988). 7 Konvensi ini membuka kesempatan bagi negara-negara yang mengakui dan meratifikasinya untuk melakukan kerjasama dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan pemberantasan peredaran gelap narkotika, baik secara bilateral maupun multilateral. Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran gelap narkotika. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika, telah dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah mendapat putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya penyalahgunaan narkotika, tetapi kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum semakin meningkat pula peredaran narkotika tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sanksi pidana terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika cukup berat, di samping dikenakan pidana badan, juga dikenakan pidana denda. Kenyataannya sanksi pidana tersebut tidaklah membuat jera pelakunya, bahkan semakin meningkat dan berulang-ulang sebab sesudah selesai menjalani pidananya tidak berapa lama menghirup udara bebas sudah berbuat lagi. Hal ini disebabkan oleh faktor 7 Ibid.

9 9 penjatuhan pidana yang tidak memberikan dampak atau different effect terhadap para pelakunya. 8 Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pidana maksimal berupa pidana mati. Pidana mati adalah suatu upaya yang radikal untuk meniadakan orang-orang yang tak dapat diperbaiki lagi, dan dengan adanya pidana mati ini maka hilanglah pula kewajiban untuk memelihara terpidana dalam penjara-penjara yang demikian besarnya. 9 Apabila ditinjau melalui pendekatan filosofis kemanusiaan, maka pidana mati sangat pantas dijatuhkan kepada para pelaku pidanacnarkotika tersebut, terutama terhadap jaringan dan para pengedarnya. Oleh karena akibat dari perbuatan tersebut sangat berat bobot kejahatannya, yang pada akhirnya dapat menghancurkan hampir kebanyakan generasi muda dari sebuah bangsa. 10 Penyalahgunaan narkotika merupakan tindak pidana khusus. Sebagaimana tindak pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok sekaligus, pada umumnya pidana penjara dan pidana denda. Pidana badan berupa pidana mati atau pidana penjara. Tujuannya agar pemidanaan itu memberatkan 8 Ibid., hlm Andi Hamzah, dkk, 1984, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm Moh. Taufik Makaro dkk, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 47.

10 10 pelakunya supaya tindak pidana dapat ditanggulangi di masyarakat, karena tindak pidana narkotika sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. 11 Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh para hakim terhadap para pelaku penyalahgunaan narkotika masih dinilai belum memberikan rasa takut dan dipengaruhi oleh norma-norma di luar norma hukum, tampaknya masih melekat dan menjadi kendala terhadap penegakan hukum secara konsekuen. 12 Disamping itu, otoritas hakim yang begitu besar dalam memutuskan perkara yang mengakibatkan banyak terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sejenis. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan secara substansial yang tajam antara putusan hakim Pengadilan Negeri yang satu dengan yang lain atau hakim Pengadilan Tinggi dan hakim Mahkamah Agung mengenai perkara yang sama, padahal semuanya mengacu pada peraturan yang sama. 13 Disparitas putusan hakim dalam kasus penyalahgunaan narkotika dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau sanksi pidana untuk pengedar lebih ringan daripada pemakai. Hakim dalam kedudukannya yang bebas diharuskan untuk tidak memihak (impartial judge). Sebagai hakim yang tidak memihak dalam menjalankan profesi, mengandung makna, hakim harus selalu menjamin pemenuhan perlakuan sesuai hak-hak asasi manusia khususnya bagi tersangka 11 Gatot Supramono, 2004, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm Siswato Sunarso, Op.cit., hlm Ibid., hlm. 9.

11 11 atau terdakwa. Hal demikian telah menjadi kewajiban hakim untuk mewujudkan persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap warga negara (equality before the law). 14 Dengan terjadinya disparitas pidana tersebut, ada penjelasan terhadap masyarakat umum sehingga berdampak munculnya rasa ketidakadilan di pihak terpidana sendiri maupun masyarakat yang tidak mengetahui latar belakang pemberian pidana tersebut. Keadaan ini akan menjadi dampak yang sangat buruk bagi kepastian hukum serta kepercayaan masyarakat terhadap hukum serta lembaga peradilan kita. Apalagi apabila disparitas pidana terjadi di dalam perkara yang mendapat perhatian publik/masyarakat, seperti disparitas yang terjadi antara terpidana mati narkotika Melisa Aprilia dengan orang yang mengendalikannya yaitu Merika Franola yang dijatuhi pidana seumur hidup. Penegakan hukum sebagai salah satu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Wayne La Favre dengan mengutip pendapat Roscoe Pound menyatakan bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit) Andy Hamzah dan Bambang Waluyo, 1988, Delik-Delik terhadap Penyelenggaraan Peradilan (Contempt of Court), Sinar Grafika, Jakarta, hlm Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.7.

12 12 Penyalahgunaan narkotika dewasa ini menjadi keprihatinan masyarakat. Ancaman yang sangat berbahaya bagi generasi penerus bangsa akan menjadi kenyataan apabila praktik tindak pidana tersebut tidak segera dibatasi dan dicari pemecahannya. Kasus penyalahgunaan narkotika dalam praktek peradilan kadangkadang menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Gejolak itu muncul ketika terdapat putusan hakim yang sangat jauh dari ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Putusan hakim tersebut seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dimana Hakim dalam mengambil keputusan sering berbeda dengan kasus yang sama. Hal tersebut disebabkan karena dalam aturannya hakim dapat mengambil keputusan dan pertimbangan dari putusan hakim terdahulu untuk memutuskan suatu perkara yang sama. Dalam praktiknya dapat dilihat terjadinya perbedaan putusan dengan perkara yang sama, dimana yang diputuskan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh para terdakwa memiliki kesamaan dalam dakwaan ataupun berat dan jenis dari narkotika yang dihadirkan dalam persidangan. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dalam penelitian tesis ini peneliti memilih judul yaitu DISPARITAS PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT.

13 13 B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas putusan pemidanaan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat? 2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh adanya disparitas putusan pemidanaan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas putusan pemidanaan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh adanya disparitas putusan pemidanaan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

14 14 D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Akademis Hukum Bagi akademisi hukum khususnya pada bidang pidana dan litigasi manfaatnya penting dalam memberikan analisis dan kritik secara mendalam sebagaimana tujuan hukum itu sendiri untuk memberikan keadilan bagi setiap manusia yang ada dalam lingkungan masyarakat. Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi para akedemisi untuk melihat penerapan hukum di Indonesia dalam pemberian pidana bagi warga negara. Indikasi yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini adalah pertimbangan para hakim dalam menerapkan putusan. Selain itu penilaian terhadap sistem hukum yang dipergunakan di Indonesia yaitu civil law system dapat dikritisi melalui penelitian ini, karena dalam civil law system yuriprudesi merupakan sumber hukum yang terendah dibandingkan undang-undang, sehingga disparitas terhadap satu putusan dengan putusan yang lainnya sangat mungkin terjadi. 2. Kegunaan Praktis Bagi praktisi manfaatnya penting dalam berinteraksi dengan manusia yang lain dengan menjalankan aturan-aturan yang diberlakukan dalam lingkungan bermasyarakat, karena tujuan hukum itu sendiri untuk memberikan keadilan bagi setiap manusia yang ada dalam lingkungan masyarakat. Dalam hal ini hukum diharapkan benar-benar ditegakkan dan diterapkan oleh para oknum penegak hukum, khususnya hakim. Bagi para para penegak hukum lainnya penelitian ini

15 15 bermanfaat sebagai acuan terhadap kritisan dalam penegakan hukum sebagai tujuannya dalam memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini berdasarkan pemikiran dari penulis sendiri dan belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya baik judul dan permasalahan yang sama. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan obyektif dalam menemukan kebenaran. Ada beberapa tulisan baik jurnal, skripsi ataupun tesis yang memiliki tema yang mirip dengan penelitian ini yaitu : 1. Penelitian yang berjudul Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di Pengadilan Negeri Yogyakarta. 16 Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 oleh Bernadinus Realino Leona Dion Charera dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah dari data yang digunakan oleh peneliti sebelumnya dimana dalam penelitian sebelumnya tidak menggunakan perbandingan terhadap beberapa putusan, sedangkan penelitian ini menggunakan beberapa putusan dalam meneliti. Dalam 16 Bernadinus Realino Leona Dion Charera, Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalagunaan narkotika di Pengadilan Negeri Yogyakarta, pdf, diakses pada tanggal 23 April 2015.

16 16 penelitian tersebut yang menjadi rumusan masalahnya adalah dasar pertimbangan hakim dalam membuat keputusan sehingga terjadi disparitas, sedangkan dalam penelitian ini membuat rumusan permasalahan mengenai faktor dan dampak dari disparitas putusan pemidanaan tersebut. 2. Penelitian yang diberi judul Disparitas Penjatuhan Pidana Dalam Perkara Penyalahgunaan Narkotika. 17 Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 oleh Vinny Elsa Della Riska dari Universitas Hasanudin Makassar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui faktor penyebab disparitas pada 2 putusan pidana narkotika, sedangkan dalam penelitian ini ingin melihat faktor penyebab terjadinya disparitas putusan pemidanaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dalam rumusan masalah yang kedua penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memberikan putusan yang diteliti, sedangkan dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui dampak akan terjadinya disparitas putusan pemidanaan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Disamping itu, data yang digunakan sebagai bahan penelitian yakni studi kasus terhadap 2 putusan pidana narkotika di Pengadilan Negeri Makassar, sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti dengan menggunakan 10 putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan pasal yang sama didakwakan. 17 Vinny Elsa Della Riska, Disparitas Penjatuhan Pidana dalam Perkara Penyalagunaan Narkotika, diakses pada tanggal 25 April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di masa sekarang ini Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang sedang merajalela di kalangan masyarakat beserta problematikanya. Dampak arus global pornografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika merupakan masalah yang kompleksitasnya memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh. Upaya penanggulangan tersebut dilakukan dengan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika akhir-akhir ini telah menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai implikasi dan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman reformasi sekarang ini, berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan jaminan kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah adalah mahluk sosial yang dianugrahkan suatu kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah adalah mahluk sosial yang dianugrahkan suatu kebebasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah adalah mahluk sosial yang dianugrahkan suatu kebebasan akan tetapi yang perlu dipertimbangkan kembali adalah kebebasan hakiki manusia adalah kebebasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2 PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 1 Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL *49090 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 116 TAHUN 1999 (116/1999) TENTANG BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK 1 PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK Penyalahgunaan narkoba sebagai kejahatan dimulai dari penempatan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang sangat pesat seperti pertumbuhan dan perkembangan tindak pidana juga semakin meningkat pula, salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Herwin Sulistyowati, SH,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ... yang melindungi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan cita-cita dari sebuah negara. Indonesia merupakan negara yang dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH.

Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH. SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : 1110121033 Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH. ABSTRACT Narcotics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT PENERAPAN VONIS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA (Study Kasus Pengadilan Negeri Denpasar Nomor. 304/Pid.Sus/2016/PN.Dps, Tentang Tindak Pidana Narkotika) OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati A.A Gde Oka Parwata

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kelas I A Padang Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika yang pada awal mula penggunaannya bertujuan untuk memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan, kini keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kepada setiap manusia akal budi dan nurani, dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

Lampiran Draff wawancara dengan Dosen Ilmu Pemerintahan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran Draff wawancara dengan Dosen Ilmu Pemerintahan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Lampiran Draff wawancara dengan Dosen Ilmu Pemerintahan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bapak Danang Wahyu Muhammad Dosen Fakultas Hukum 1. Bagaimana menurut bapak/ibu terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN. REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK) Oleh : Arkisman ABSTRAK Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: sering jadi pertimbangan khusus di mana penerapan sanksi pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: sering jadi pertimbangan khusus di mana penerapan sanksi pidana 55 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: 1. Penerapan hukum yang berupa sanksi pidana terhadap WNA yang menjadi pengedar psikotropika yang tertangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG

NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINSTILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINSTILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988 (KONVENSI PERSERIKATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman bahaya narkoba telah melanda sebagian besar negara dan bangsa di dunia. Kecenderungan peredaran narkoba sebagai salah satu cara mudah memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program rehabilitasi narkotika merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara, Tindak pidana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan pusat melainkan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan Negara yang kini berada di pundak para aparatur Negara (Pemerintah) bukanlah pekerjaan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 MUHAMMAD AFIED HAMBALI Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROCEDDING A. Latar Belakang. Penyalahgunaan narkoba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci