BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Penelitian oleh Suyanto dengan judul Analisa Frekuensi kerja Pada Komunikasi Radio HF Model Propagasi Near Vertical Incidence Skywave (Nvis) Sirkuit Pekanbaru-Kototabang dengan menggunakan NVIS sebagai propagasi perambatan gelombang radio HF. Dengan melakukan analisa perbandingan hasil uji komunikasi antara stasiun ALE Pekanbaru ke stasiun ALE Kototabang dengan pengamatan menggunakan ionogram. Dari perbandingan tersebut akan dihasilkan kecocokan antara uji komunikasi stasiun ALE dengan hasil pengamatan radar ionosonda yang menunjukkan karakteristik dari propagasi angkasa. Sehingga dari observasi yang dilakukan menggunakan dua buah data perbandingan ini akan diketahui nilai frekuensi kerja yang optimal antara stasiun ALE Pekanbaru dengan stasiun ALE Kototabang, frekuensi yang digunakan adalah 3 MHz hingga 10 MHz dengan frekuensi yang lebih dominan di frekuensi 7 MHz dengan waktu optimum berkisar antara pukul hingga Penelitian oleh Kuspriyanto dan Azdy Elfistoni dengan judul Pemanfaatan Radio HF sebagai Alternatif Komunikasi Data pada Sistem Komunikasi Pemerintah dengan meggunakan peralatan yang berupa seperangkat peralatan Radio SSB, soundcard yang telah dimodifikasi sehingga dapat berfungsi sebagai modem radio serta PC yang telah dikonfigurasi untuk dapat menjalankan program aplikasi khusus komunikasi data melalui radio HF. Dari penelitian ini disebutkan komunikasi data dengan memanfaatan Radio HF dapat menjadi solusi alternatif bagi level Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan dalam upaya memanfaatan kemajuan teknologi informasi. Penelitian oleh Varuliantor Dear dengan judul penelitian Telaah Perbandingan Hasil Uji Komunikasi Menggunakan Sistem Automatic Link Establisment (ALE) Dengan Data Ionosonda Tanjungsari Untuk Sirkuit Komunikasi Bandung- Watukosek dengan menggunakan metode perbandingan hasil uji komunikasi menggunakan automatic link establishment (ALE), terhadap data ionosonda Tanjungsari untuk sirkuit komunikasi Bandung-Watukosek. Hasil penelitian menyebutkan bahwa antara data sistem ALE sirkuit Bandung-Watukosek dengan batas frekuenai kerja terendah dan tertinggi menunjukkan kesesuaian sehingga pengujian menggunakan sistem ALE untuk komuikasi radio HF sirkuit Bandung-Watukosek layak untuk digunakan. II-1

2 2.2 Pengertian Komunikasi Radio HF Komunikasi radio adalah komunikasi tanpa kabel yang memanfaatkan ionesfer sebagai media pemantul gelombang radio dan ruang angkasa sebagai pembawa sinyal informasi atau sebagai media perambatan gelombang radio (Nancy, 2013:3). Gelombang radio yang dipancarkan dari suatu stasiun yang merambat sampai ke ionosfer akan dipantulkan oleh ionosfer apabila frekuensi radio yang yang dipancarkan sama dengan frekuensi plasma di ionosfer, yang kemudian diterima oleh stasiun penerima pada jarak tertentu, tergantung daya yang dibangkitkan oleh pemancar radio. Sistem komunikasi radio adalah suatu teknologi komunikasi yang mentransmisikan gelombang elektromagnetik sebagai sinyal pembawa yang dilewatkan melalui media udara menuju penerima. Secara umum sistem komunikasi radio terdiri atas dua bagian utama, yaitu pemancar dan penerima. Pada bagian pemancar terdiri dari modulator dan antena pemancar, sedangkan di penerima terdiri dari demodulator dan antena penerima. Modulator berfungsi mengubah sinyal informasi menjadi sinyal digital yang akan dipancarkan melalui antena pemancar. Sedangkan demodulator berfungsi merubah sinyal digital menjadi sinyal informasi. Antena berperan sebagai pengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik. Sinyal elektromagnetik akan dipancarkan melalui udara atau ruang bebas menuju penerima. Gambar 2.1. Blok diagram Komunikasi Radio sederhana High Frekuensi (HF) merupakan gelombang radio pada frekuensi 3 30 MHz yang digunakan pada radio komunikasi jarak jauh. Untuk band frekuensi ini propagasi gelombang elektromegnetik tidak dapat menembus lapisan ionosfer, tetapi dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Sehingga atmosfer berfungsi sebagai repeater secara alami. Lapisan ionosfer merupakan lapisan atmosfer bumi yang memiliki sifat dapat memantulkan gelombang elektromagnetik. Dengan bantuan ionosfer maka jangkauan komunikasi radio dapat mencapai jarak yang lebih jauh. II-2

3 Dalam prakteknya, pemahaman mengenai perambatan gelombang radio digunakan dalam pemilihan frekuensi, tipe antena, tinggi antena maupun daya maksimum yang digunakan. Semua hal tersebut memerlukan pertimbangan jarak komunikasi dan bagaimana perambatan gelombangnya. Perambatan gelombang radio dibagi menjadi tiga cara, yaitu perambatan di permukaan bumi ( ground wave), perambatan langsung ( line of sight), dan perambatan angkasa atau antariksa ( sky wave). Ilustrasi mengenai tiga jenis perambatan gelombang radio tersebut ditunjukan gambar 2.2. Gambar 2.2. Perambatan Gelombang Radio HF Ground wave merupakan model perambatan gelombang radio yang merambat dari stasiun pemancar menuju penerima melalui proses pemantulan oleh benda-benda di permukaan bumi berupa tanah, bangunan, tebing dan pepohonan. selain tergantung pada daya pancar dan antena, jarak rambat gelombang juga sangat tergantung dari jenis permukaan bumi (pantulan). Berikut ini merupakan jenis konduktivitas untuk jenis permukaan bumi. Tabel 2.1. Sifat konduktivitas permukaan bumi terhadap gelombang radio Permukaan Lautan Tanah liat Daerah genangan air luas Tanah berbatu Padang pasir Hutan rimba Konduktivitas Relatif Bagus Cukup bagus Cukup bagus Kurang bagus Kurang bagus Tidak dapat digunakan (Sumber: Nancy, 2013) II-3

4 Line of sight adalah perambatan gelombang secara langsung dari pemancar ke penerima tanpa mengalami pantulan. Jarak jangkauan gelombang ini tergantung dari dayanya dengan syarat antara pemancar dan penerima harus saling melihat. Namun pada faktanya bumi berbentuk bulat sehingga menyababkan perambatan gelombang terbatas dikarnakan kelengkungan bumi. misalnya pada jarak jangkauan komunikasi radio untuk penerbangan menggunakan kanal VHF ( MHz) dengan line of sight hanya menjangkau jarak sekitar 240 km (Igran, 1999) dan salah satu cara untuk menjangkau lebih jauh maka menggunakan repeater ( Nancy dkk, 2013). Sky wave merupakan gelombang radio yang merambat dari pemancar menuju penerima melalui pembelokan lapisan ionosfer. Jarak jangkauan gelombang ini lebih jauh jika dibandingkan dengan perambatan ground wave atau line of sight. Biasanya kominukasi ini menggunakan frekuensi HF sekitar 3-30 MHz, ketika gelombang radio memasuki lapisan ionosfer yang mengandung ion bermuatan listrik gelombang radio akan mengalami pembelokan karena adanya perubahan kecepatan. Besarnya pembelokan dipengaruhi oleh tiga factor utama yaitu: a. Kerapatan ion dalam lapisan ionosfer b. Frekuensi gelombang radio c. Sudut datang gelombang radio 2.3 Pengertian Ionosfer Dari sudut pandang pengguna komunikasi radio, ionosfer adalah media pemantul gelombang radio yang membuat komunikasi jarak jauh dapat dilakukan dengan frekuensi HF. Lapisan ionosfer atau termosfer merupakan bagian penyusun lapisan atmosfer. Lapisan ini mengalami ionisasi yang disebabkan oleh radiasi energi matahari. Tidak ada batasan yang memastikan antara lapisan ionosfer dengan lapisan lain. Hanya saja pada sumber referensi yang ada lapisan ionosfer terletak pada ketinggian 50 km 1000 km dari permukaan bumi (Nancy Ristanti dkk, 2013). II-4

5 Gambar 2.3. Lapisan Penyusun Atmosfer Bumi (Sumber: Rosmalia, 2012) Ionosfer terbentuk ketika radiasi ultra violet dari matahari memberikan energy kepada atom atau molekul netral yang terdapat di atmosfer bumi, sehingga satu elektronnya terlepas hingga menyebabkan atom atau molekul menjadi bermuatan positif. Proses ini disebut foto ionisasi (pembentukan) dan proses ini tentu saja hanya dapat berlangsung pada siang hari, ketika ada sinar matahari. Keberadaan ion-ion positif dan negative inilah yang membuat lapisan tersebut dinamakan ionosfer. Proses lain yang terjadi di ionosfer adalah proses rekombinasi (peng gabungan). Pada proses ini electron yang terlepas bergabung kembali membentuk atom atau molekul netral. Selain proses pembentukan dan penggabungan, ada proses lain yang juga berpengaruh pada perilaku lapisan ionosfer, yaitu proses perpindahan partikel yang terjadi misalnya karena pengaruh perubahan medan listrik atau medan magnet bumi. Perpindahan partikel ini juga berpengaruh pada karakteristik lapisan ionosfer secara umum. Keberadaan jumlah elektron di ionosfer berkaitan dengan kemampuan sebagai media pantul gelombang radio. Semakin banyak jumlah elektronnya, itu berarti semakin tinggi frekuensi yang dapat dipantulkan. Hubungan antara frekuensi (f) dengan jumlah elektron dapat kita lihat pada persamaan berikut: = 80,5 (2-1) dengan f dalam Hz dan N dalam satuan elektron per m 3 (Mc Namara,1992) Ionosfer memiliki sifat yang tidak pernah konstan. Ionosfer sangat rentan terhadap cuaca yang terjadi diantariksa. Hal ini mempengaruhi lapisan penyusun dari ionosfer II-5

6 sendiri. Dimana pada kondisi siang hari berbeda pada malam hari dalam hal media pantulan gelombang radio. Lapisan ionosfer ini terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.4. Lapisan ionosfer pada siang dan malam hari (Sumber : jiyo, 2013) Gambar penyusun lapisan ionosfer diatas menunjukkan terdapat empat lapisan ionosfer yang terdiri: (Sumber: LAPAN, hal ) Lapisan D : 50 km sampai 90 km. Lapisan E : 90 km sampai 140 km Lapisan F1: 140 km sampai 210 km Lapisan F2 : diatas 210 Perbedaan pembentukan lapisan ionosfer dipengaruhi matahari. Terlihat bahwa pada siang hari lapisan terbentuk sempurna yaitu lapisan D, E, F1 dan F2. Sedangkan pada kondisi malam hari jumlah elektron menurun sehingga hanya lapisan F2 dan E sporadis yang terjadi. Kemunculan lapisan E-sporadis disebabkan oleh peristiwa wind shear dan memiliki hubungan dengan peristiwa hujan meteor (varuliantor, 2013). Ionosfer bukanlah suatu lapisan yang keberadaannya konstan. Ionosfer sangat dipengaruhi oleh cuaca antariksa, seperti halnya cuaca bumi, diantariksa juga bisa terjadi badai yang akan berdampak pada gangguan di ionosfer, dan pada gilirannya juga akan menganggu kinerja system komunikasi radio di bumi. Sifat ionosfer yang selalu berubah setiap saat karena pengaruh berbagai fenomena alam yang tidak dapat dihindarkan, membuat ketergantungan komunikasi radio HF pada alam sangat tiggi. Hal ini merupakan kelemahan system komunikasi radio HF. Meskipun demikian variasi jangka pendek (harian), musiman, maupun jangka panjang (variasi karena siklus matahari 11 tahunan) II-6

7 dapat dipelajari, sehingga kondisi rata-rata lapisan ionosfer dapat diprediksikan. Berdasarkan inilah prediksi frekuensi komunikasi radio HF dibuat. Gangguan ionosfer yang sering kali terjadi secara mendadak sulit untuk diperkirakan, dan tentu saja hal ini bisa membuat prediksi menjadi kurang tepat Pengamatan Ionosfer Sifat paling penting dari ionosfer dalam kaitannya dengan komunikasi radio adalah kemampuannya untuk memantulkan gelombang radio HF. Rentag frekuensi yang dapat dipantulkan ini tergantung kepada bayak factor dan alat pengamatan yang paling banyak digunakan untuk mengamati aktivitas ionosfer yaitu ionosonda. Ionosonda adalah suatu RADAR aktif (pemancar sekaligus penerima ) dengan frekuensi pada band HF, yang memancarkan pulsa sangat pendek dengan arah tegak lurus ke atas menuju lapisan ionosfer. Ionosonda tidak hanya memancarkan sinyal gelombang arah verikal saja, namun ada pula ionosonda yang memancarkan gelombang secara miring (oblique). System pengamatan ionosfer dengan jenis oblique ini mengharuskan pemisahan lokasi pemancar dan penerima. Ionosonda ini juga digunakan untuk memantau perambatan gelombang dari lokasi pemancar hingga lokasi penerima, serta dapat digunakan untuk mempelajari berbagai model perambatan gelombang Variasi Ionosfer Lapisan ionosfer memiliki sifat tidak stabil terhadap radiasi matahari. Lapisan ini cenderung berubah ubah tergantung kondisi pada saat itu. Radiasi matahari menjadi peran penting dalam kelangsungan perambatan gelombang radio. Hal ini tentu saja menjadi kelemahan sistem komunikasi radio HF karena ketergantungan terhadap alam sangat tinggi. Namun aktivitas radiasi matahari dapat diamati menggunakan variasi lapisan ionosfer. Variasi yang digunakan yaitu variasi harian, variasi musiman, variasi jangka panjang dan variasi lokasi. a. Variasi harian Banyaknya electron di ionosfer, berkaitan dengan kemampuan ionosfer memantulkan gelombang radio. Semakin banyak jumlah elektronnya, semakin tinggi frekuensi yang dapat dipantulkan. Karakteristik lapisan-lapisan ionosfer diteliti menggunakan alat yang disebut ionosonda. Besarnya frekuensi yang dapat dipantulkan ketika gelombang radio dipancarkan tegak lurus ke atas, digambarkan dalam hasil pengamatan ionosfer yang disebut ionogram. Telah dijelaskan lapisan ionosfer dapat II-7

8 memantulkan gelombang radio dipengaruhi radiasi matahari. Hal ini jelas bahwa variansi harian merupakan pengamatan keberhasilan lapisan ionosfer memantulkan gelombang radio pada siang hari dan malam hari. Pada kondisi siang hari dan malam hari terjadi perbedaan dalam pemantulan gelombang radio HF. Ini disebabkan karena jumlah elektron yang mengalami ionisasi meningkat sejalan dengan radiasi matahari. Sedangkan pada saat malam hari, elektron yang mengalami ionisasi terhenti. Dibawah ini adalah gambar variansi harian prediksi frekuensi antara kota Biak-Banjarmasin. frekuensi (MHz) frekuensi kerja LUF OWF MUF waktu (WIB) Gambar 2.5. Variasi harian (Sumber : Nancy Ristanti dkk, 2013) Dari gambar diatas mereprentasikan bahwa kondisi penggunaan frekuensi tiap waktu mengalami perubahan. Pada jam 00:00 WIB -08:00 WIB memiliki rentang frekuensi kerja berkisar 3 MHz, ini dikarenakan kandungan elektron yang terdapat dilapisan ionosfer mengalami penurunan. Sehingga menyebabkan frekuensi gelombang radio yang dapat dipantulkan sangat kecil. Ini berbeda pada saat jam 08:00 WIB -18:00 WIB dimana aktifitas relatif tinggi dengan frekuensi 9 MHz, ini terjadi karena elektron yang dihasilkan dilapisan ionosfer masih tinggi sehingga frekuensi gelombang radio yang dapat dipantulkan lebih tinggi. Namun pada saat jam 19:00 WIB -23:00 WIB frekuensi kerja mulai menurun dengan nilai 3 MHz. II-8

9 b. Varian musiman Posisi matahari setiap saat menentukan besarnya radiasi yang sampai di ionosfer, yang akan dipakai sebagai sumber energy pembentukannya. Variasi frekuensi kritis lapisan F 2 selama 1 tahun. Variasi musiman merupakan pengamatan lapisan atmosfer yang dilakukan dalam waktu permusim. Pada tiap musim, posisi matahari berbeda beda terhadap bumi. pada tanggal 23 September dan 21 Maret posisi matahari tepat berada di ekuator, pada tanggal 21 Desember matahari berada posisi selatan, sedangkan pada 21 Juni berada di sebelah utara. Posisi inilah yang menentukan besarnya radiasi yang sampai di ionosfer, yang akan berpengaruh dalam pembentukannya. Variasi musiman selama 1 tahun dapat dilihat pada gambar berikut fof2 (MHz) Gambar 2.6.Variansi musiman (Sumber: Sri suhartini, 2013) Dari Gambar 2.6 dapat diketahui bahwa pada saat bulan Maret-April, dan September - Oktober terlihat bahwa frekuensi lapisan f 2 lebih besar dibandingkan pada saat bulan Juni - Juli dan Desember- Januari. Hal ini dikarnakan pada bulan maret-april dan september-oktober posisi matahari berada disekitar katulistiwa. c. Variasi Jangka Panjang Variasi jangka panjang merupakan siklus aktifitas matahari dalam kurun waktu 11 tahun. Dalam kurun waktu tersebut matahari mengalami aktifitas yang secara aktif dan secara tenang. Ketika kondisi secara aktif, energi yang dipancarkan matahari akan sangat besar, sehingga aktifitas di ionosfer dapat mengionisasi lebih banyak partikel netral. Sehingga jumlah elekron meningkat dan lapisan ionosfer dapat memantulkan gelombang radio dengan frekuensi lebih tinggi. Setelah mencapai puncak, aktifitas matahari kembali II-9

10 tenang sehingga energi juga menurun, sehingga produksi elektron juga menurun. Hal ini mengakibatkan gelombang radio yang dipantulkan juga mengalami penurunan frekuensinya. Indeks aktivitas matahri fof2 (MHz) Indeks akt. matahari Tahun fof2 Tanjungsari Gambar 2.7. Variansi jangka panjang (Sumber: Sri suhartini, 2013) Dari gambar diatas terlihat bahwa aktifitas matahari selalu berubah. Pada tahun 97, indeks matahari segaris dengan aktifitar matahari pada tahun Itu artinya rentang aktifitas matahari akan mengalami perubahan selama 11 tahun. Aktifitas matahari berada pada puncaknya terlihat ditahun 2000 dan mengalami penurunan sampai tahun d. Variasi lokasi Ionosfer dibentuk karena adanya dua komponen yang menentukan yaitu partikel netral yang akan terionisasi dan matahari sebagai sumber energi. Perubahan posisi matahari terhadap bumi menyebabkan variasi musiman. Pada suatu waktu kondisi ionosfer pada tempat yang berbeda akan berbeda pula. Ionosfer pada saat posisi dekat dengan matahari akan berbeda dengan ionosfer di tempat lain yang jauh dari matahari. Hal ini menyababkan terjadinya variasi lokasi. 2.4 Moda Penjalaran Gelombang Antariksa Lapisan ionosfer dapat membelokkan gelombang radio pada frekuensi 3-30 MHz dan bahkan bisa mencapai frekuensi 50 MHz. karena dipantulkan oleh lapisan ionosfer, gelombang radio tersebut bisa menjangkau jarak ribuan kilometer tanpa repeater. Oleh sebab itu, jangkauan perambatan gelombang angkasa sangat bergantung pada perilaku lapisan ionosfer. Pembentukan lapisan ionosfer sangat tergantung terhadap aktivitas II-10

11 matahari, sehingga lapisan ini mempunyai variasi harian, musiman, siklus matahari, dan lintang (McNam ara, 1991). Adanya variasi harian menyebabkan perambatan gelombang radio pada malam hari, siang dan pagi hari berbeda sehingga frekuensi kerja suatu stasiun radio yang dapat digunakan pada malam hari akan berbeda dengan frekuensi kerja siang hari. Pada umumnya, frekuensi kerja malam dan pagi lebih rendah dari frekuensi kerja siang hari. Dari hasil penelitian aktivitas matahari, diketahui bahwa aktivitas matahari bervariasi dan mempunyai periode 9-11 tahun. Dalam waktu 9-11 tahun tersebut aktivitas matahari akan bergerak naik untuk mencapai puncaknya selama paruh pertama ( -5 tahun pertama) dan kemudian turun menuju aktivitas minimum pada paruh kedua. Jadi dengan adanya variasi siklus matahari, perambatan gelombang angkasa akan berbeda saat matahari tenang dengan pada saat matahari aktif Moda Penjalaran (Single, Double, dan Mixed Reflection) Banyak cara gelombang antariksa merambat dari pemancar ke penerima. Moda dimana gelombang dipantulkan oleh lapisan tertentu yang memerlukan paling sedikit satu pantulan dari pemancar ke penerima disebut moda tingkat pertama ( single). Moda yang memerlukan satu pantulan tambahan disebut moda tingkat kedua (double), dan seterusnya. Untuk sirkuit dengan jarak 5000 Km, mode pertama F memerlukan dua kali pantulan (2F), sedangkan moda kedua F memerlukan tiga kali pantulan. Moda lapisan E tingkat pertama memiliki jumlah pantulan yang sama dengan moda lapisan F tingkat pertama. Jika hasil dari pantulan lebih besar dari 2050 Km, dengan sudut elevasi 0 0, maka tidak mungkin menggunakan moda lapisan E. Moda sederhana adalah moda dimana propagasi hanya dipantulkan oleh satu kali oleh lapisan ionosfer. Gambar 2.8 menunjukan moda sederhana, sedangkan moda campuran dimana gelombang dipantulkan oleh lapisan E dan lapisan F ditunjukan oleh gambar 2.9 II-11

12 Gambar 2.8. Moda pemantulan gelombang radio sederhana terjadi ketika gelombang dipantulkan sekali oleh masing-masing lapisan ionosfer ( Moda penjalaran juga tidak terlepas dari jarak yang dapat ditempuh gelombang dalam perambatannya. Jarak pantul adalah jarak di bumi yang mampu dijangkau oleh sinyal gelombang radio setelah dipantulkan sekali oleh lapisan ionosfer. Jarak jangkau maksimal ditentukan oleh ketinggian ionosfer dan kelengkungan bumi. Untuk ketinggian lapisan E dan F sekitar 100 Km dan 300 km, jarak pantulan maksimal sekitar 1800 km dan 3200 km ( berdasarkan sudut elevasi -4 0 ). Untuk jarak yang lebih jauh, butuh lebih dari satu kali pantulan, sebagai contoh untuk jarak 6100 km dibutuhkan 4 kali pantulan oleh lapisan E (4E) dan 2 kali lapisan F (2F). Gambar 2.9. Moda pemantulan gelombang radio campuran terjadi ketika gelombang dipantulkan beberapa kali oleh masing-masing lapisan ionosfer. II-12

13 2.4.2 Komunikasi Jarak Dekat (NVIS) Near vertical incidence sky wave adalah sebutan komunikasi radio untuk jarak dekat dengan berkisar jarak antara km. Komunikasi jenis ini pada umumnya digunakan dalam komunikasi militer dan penggunaan radio HF untuk pemerintahan (Gatot Wikanto, dkk. 2013). RF dipancarkan pada sudut elevasi tinggi (> 70 derajat). Jika frekuensi RF berada di bawah frekuensi kritis, akan dibiaskan kembali ke permukaan bumi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut. Gambar Propagasi NVIS (Sumber : Varuliantor Dear, 2013) Keuntungan NVIS tidak memerlukan infrastruktur seperti repeater atau satelit. Dua stasiun menggunakan teknik NVIS dapat membangun komunikasi yang dapat diandalkan tanpa dukungan pihak ketiga. Komunikasi radio NVIS cocok untuk komunikasi darurat regional, dengan bantuan lapisan ionosfer, komunikasi yang handal untuk jarak sekitar 300 kilometer dapat terciptakan. Komunikasi NVIS ini sangat berguna untuk komunikasi radio di daerah pegunungan dimana propogasi langsung, frekuansi UHF, dan VHF tidak efektif atau ketika jarak komunikasi di luar jangkuan gelombang permukaan ( lebih dari 80 km) dan kurang dari gelombang angkasa ( km). konfigurasi antena komunikasi NVIS adalah terpolarisasi lurus (pararel dengan permukaan bumi) dengan elemen radiasi berkisar antara 1/20-1/8 χ diatas permukaan tanah. Jaraknya yang terlalu dekat dengan tanah inilah yang memaksa sebagian besar radiasi yang dipancarkan tegak lurus keatas. II-13

14 2.5 Daerah Bisu Daerah bisu adalah daerah yang tidak terjangkau oleh gelombang radio dengan frekuensi tertentu, baik melalui proses perambatan secara langsung, perambatan di permukaan bumi, maupun perambatan diantartika (McNamara, 1992; Silver, 2004). Perambatan secara langsung dibatasi oleh kelengkungan bumi. Hasil analisis terdahulu menunjukan bahwa jarak terjauh perambatan langsung antara stasiun radio di Bandar udara Sukarno-Hatta dengan pesawat udara yang terbang pada ketinggian 10 km adalah sekitar 239 km (Jiyo, 2009). Daerah bisu juga dipengaruhi oleh kemampuan pantul lapisan ionosfer, maka keberadaan daerah ini juga tergantung kepada besarnya frekuensi maksimum lapisan tersebut. Frekuansi maksimum lapisan ionosfer bervariasi terhadap waktu sehingga keberadaan daerah bisu juga tergantung kepada waktu. Selanjutnya perambatan gelombang permukaan bergantung kepada konduktivitas dan permitivitas relative dari permukaan bumi yang dilewatinya. Dengan demikian suatu daerah bisa juga bergantung kepada jenis permukaan yang dilewati oleh gelombang radio tersebut Jarak Rambat Gelombang Permukaan Jarak rambat gelombang permukaan adalah jarak maksimum yang dapat dicapai oleh gelombang radio dengan frekuensi tertentu yang merambat dipermukaan bumi. Jarak rambat gelombang bergantung kepada jenis permukaan. Dalam hal ini jenis permukaan menentukan nilai permitivitas relative dan konduktivitasnya. Berdasarkan hasil yang telah dilakukan (Jiyo, 2010) diketahui bahwa semakin tinggi nilai permitivitas relative dan konduktivitasnya, maka jarak rambat gelombang permukaan juga semakin jauh. Tabel 2.2 Tabel Permitivitas realtif dan konduktivitas berdasarkan jenis permukaan Jenis Permukaan Permitivitas Relatif Konduktivitas Permukaan kering Permukaan lembab Permukaan basah Perairan Lautan S/m S/m S/m S/m S/m II-14

15 Pada tabel diatas menunjukan variasi jarak rambat gelombang permukaan yang dipancarkan oleh suatu stasiun radio di Jakarta pada bulan maret, pukul WIB, yang dihitung menggunakan paket program GWPS (Ground Wave Prediction System). Pada panel (a) pada jangkauan rambat gelombang paling dekat dibandingkan dengan permukaan yang basah dan perairan. Sedangkan untuk permukaan lautan jangkauan rambat gelombangnya paling jauh. Glombang radio yang merambat di permukaan laut bisa mencapai lebih dari 100 km. gelombang radio dengan frekuensi 3-4 MHz mampu mengjangkau jarak 600 hingga 700 km Jarak Rambat Terdekat Gelombang Antariksa Jarak rambat terdekat gelombang antariksa terjadi jika frekuensi keja (f k ) lebih besar dari frekuensi kritis lapisan ionosfer ( fof2) (Jiyo,2010). Jika frekuensi kerja lebih rendah dari frekuensi kritis, maka jarak rambat terdekat sama dengan 0. Artinya, frekuensi kerja yang lebih rendah dari frekuensi kritis lapisan ionosfer tidak mempunyai daerah bisu dan akan dapat diterima di radius yang dekat sekalipun. Sebaliknya, jika frekuensi kerja lebih besar dari frekuensi kritis lapisan ionosfer, maka akan ada wilayah yang cukup dekat dengan stasiun pemancar yang tidak dapat menerima gelombang radio yang dipancarkannya. Nilai fof2 bervariasi sepanjang hari, sepanjang tahun, dan sepanjang siklus aktivitas matahari. Oleh karenanya, kejadiannya daerah bisu dan radiusnya juga bervariasi sepanjang selang waktu tersebut. Hasil kajian yang telah dilakukan menunjukan bahwa jarak rambat terdekat gelombang antariksa pada malam hari lebih besar dibandingkan siang hari (Jiyo, 2006). Frekuensi kerja yang lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar akan menghasilkan jarak rambat terdekat lebih jauh. Demikian pula pada saat metahari aktif akan menyebabkan jarak rambat terdekat lebih kecil Menyiasati Daerah Bisu Terjadinya daerah bisu akan menimbulkan masalah pada kelancaran komuniksi radio. Oleh karena itu, komunikasi dengan stasiun lain yang terletak pada daerah bisu bisa dihindari. Untuk menghindari daerah bisu terdapat dua cara yaitu frekuensi kerja yang tepat dan pengaturan waktu operasi. Pada saat mengajukan izin penggunaan frekuensi kepada lembaga yang berwenang, stasiun radio dapat menyertakan hasil daerah bisu. Informasi ini dapat diperoleh dari proses analis terhadap jarak stasiun radio yang akan dijangkau dan data ionosfer. Informasi frekuensi yang diperoleh dapat dijadikan II-15

16 pertimbangan oleh lembaga regulator untuk memberikan alokasi frekuensi yang paling dekat dengan frekuensi hasil analisis. Jika personil stasiun radio tidak melakukan analisis dimaksud, maka perlu bantuan konsultan seperti LAPAN. 2.6 Prediksi Frekuensi Komunikasi Radio HF Keberhasilan komunikasi radio HF sangat bergantung kepada kondisi lapisan ionosfer antara pemancar dan penerima. Lapisan ionosfer merupakan lapisan yang tidak stabil dan sangat dipengaruhi oleh variansi harian, variansi musiman, aktivitas matahari dan lokasi. Oleh karena itu, satu kanal frekuensi tidak dapat digunakan sepanjang hari atau real time. Cara yang mungkin dilakukan adalah memilih frekuensi yang sesuai dengan kondisi ionosfer pada waktu tersebut. Prediksi komunikasi radio HF merupakan panduan secara umum berdasarkan kondisi rata-rata dalam satu bulan, yang memberikan informasi tentang rentang frekuensi yang dapat digunakan untuk komunikasi radio setiap jam pada bulan tertentu. Untuk memanajemen frekuensi kerja pada komunikasi radio HF, maka digunakan perhitungan nilai MUF, OWF dan LUF yang menyatakan pada waktu dan frekuensi berapa saja dapat digunakan Maximum usable Frequency (MUF) MUF (maximum Usable Frequency) adalah frekuensi tertinggi antara dua stasiun radio (pemancar dan penerima) sehingga ge lombang radio dapat dipantulkan (Nancy Ristanti, 2013). Nilai dari MUF diperoleh berdasarkan kondisi lapisan ionosfer dan jarak antara pemancar ke penerima. Frekuensi yang libih tinggi dari nilai MUF akan diteruskan ke angkasa dengan kata lain gelombang radio tidak akan sampai kepenerima. Untuk menentukan frekuensi kerja MUF pada Radio HF, digunakan model persamaan rumus dibawah ini: MUF fof 2. 1 / 4 d ' h ' 2 h ' 2 (2-2) fo/fv = frekuensi kritis/ frekuensi vertikal lapisan ionosfer d = jarak semu sirkit komunikasi h = ketinggian lapisan ionosfer Tx Rx = Stasiun Pemancar = Stasiun Penerima II-16

17 2.6.2 Optimum Working Frequency (OWF) OWF (optimum working Frequency) adalah formula umum yang digunakan untuk menentukan frekuensi operasi optimal adalah menghitung 80-90% dari nilai MUF. Untuk memastikan komunikasi antara stasiun pemancar dengan stasiun penerima berjalan lancar, biasanya frekuensi dipilih dibawah frekuensi maximum. Rumus persamaan yang digunakan: OWF = 0,85 x MUF (2-3) Lowest Useble Frequency (LUF) LUF (lowest Usable Frequency) merupakan frekuensi terendah yang dapat dipantulkan oleh ionosfer. LUF ini terjadi pada saat elektron yang terdapat dilapisan ionosfer menurun akibad tidak adanya radiasi matahari. Dengan kata lain, peristiwa LUF ini terjadi di sepanjang malam hari sampai menjelang pagi pada saat matahari mulai terbit. 2.7 Automatic Link Establishment (ALE) Radio HF Sistem komunikasi radio HF telah berkembang dengan mengadopsi komunikasi data digital. Penerapan ini dapat dilakukan dengan menambah perangkat utama yaitu modem radio atau interface. Seperti yang telah diterapkan pada jaringan automatic link establishment (ALE). Sistem ALE ialah sistem yang melakukan pengukuran terhadap pemilihan frekuensi kerja pada komunikasi radio secara otomatis. Dengan memasukkan frekuensi kerja yang dimiliki pada kanal yang disediakan, sistem ALE akan melakukan pengujian dari tiap-tiap kanal untuk mencari frekuensi yang dapat digunakan dari waktu ke waktu. Dalam pengukuran tersebut, pemilihan frekuensi kerja ditentukan dari hasil kualitas frekuensi kerja yang paling baik di setiap stasiun masing-masing (Varuliantor Dear, 2012) Antena Dengan spesifikasi antena yang digunakan sebagai berikut: Merk antena : CDW-230 jenis Dipole Frequency range : 1,8 30 MHz Input impedance : 50 ohm Max. Input power : 500 W Antena length : 25 m (82 ft) Wight : approx 3 kg (antena body) II-17

18 Coax cable : 30 m Gambar Model Jenis Antena CDW Radio Transceiver Radio transceiver berfungsi sebagai output dan input berupa suara. Sebelum meningkatkan system komunikasi radio konvensional menjadi system komunikasi data digital, sebaliknya dipastikan bahwa system radio konvensional telah stabil dan bekerja dengan baik. Pengiriman data digital tetap menggunakan suara untuk menumpangkan informasi yang akan dikirimkan sehingga kestabilan system komunikasi radio/kestabilan system sebelumnya akan mendukung berlangsungnya komunikasi data digital dengan baik. Pada dasarnya, hampir semua radio transceiver dapat digunakan untuk komunikasi data digital. Namun, beberapa transceiver yang relatif baru dikeluarkan pabrik memiliki desain/rancangan khusus yang diperuntukkan bagi komunikasi data digital. Gambar Radio Transceiver Modem Modem merupakan perangkat interface antara komputer dan radio transceiver. Peran utama modem adalah mengontrol perangkat transceiver pada saat menerima atau mengirim informasi dari komputer ke transceiver. Modem menggunakan gelombang audio sebagai informasi memanfaatkan fungsi soundcard pada komputer sebagai pengolah data suara untuk diubah ke dalam digital PC/Laptop PC/laptop merupakan perangkat yang berfungsi monitoring secara visual berupa text dan gambar. PC terhubung ke modem melalui port USB ataupun port yang tersedia tergantung jenis modem. II-18

19 2.7.5 Perangkat Software Software dalam komunikasi data digital sangat penting. Dengan adanya software ini perintah-perintah dapat dijalankan sehingga antara modem/tnc dan radio tranciever dapat saling terhubung dalam mengirimkan informasi yang dapat ditampilkan melalui PC. Salah satu software yang digunakan oleh sistem jaringan ALE adalah MixW. MixW dibuat oleh Nick Fedoseev dan timnya. Piranti lunak MixW memanfaatkan soundcard sebagai modem untuk menerima dan mengirim informasi, oleh karena itu seting audio RX level sangatlah penting dilakukan. II-19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Varuliantor Dear (2012) dengan judul Jaringan Stasiun ALE LAPAN Untuk Mendukung Komunikasi Darurat Di Indonesia dengan perangkat komunikasi data digital menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terkait Penelitian mengenai pengamatan lapisan ionosfer terhadap komunikasi radio HF sebelumnya telah dilakukan beberapa peneliti dari Indonesia. Di antara penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terkait Penelitian yang terkait dengan tugas akhir ini sebelumnya telah dilakukan beberapa peneliti dari Indonesia. Di antara penelitian yang dilakukan yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Komunikasi Radio HF Sistem komunikasi radio adalah suatu teknologi komunikasi yang mentransmisikan gelombang elektromagnetik sebagai sinyal pembawa yang dilewatkan melalui

Lebih terperinci

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK Berita Dirgantara Vol. 10 No. 3 September 2009:64-71 PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN RINGKASAN

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf Sutoyo 1, Andi Putra 2 1 Dosen Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU Jl HR Soebrantas KM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu. Menurut Sri Suhartini Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi LAPAN tentang Komunikasi Radio HF untuk Dinas Bergerak disampaikan bahwa: komunikasi

Lebih terperinci

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN   RINGKASAN Berita Dirgantara Vol. 13 No. 1 Maret 2012:28-37 TELAAH PERBANDINGAN HASIL UJI KOMUNIKASI MENGGUNAKAN SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) DENGAN DATA IONOSONDA TANJUNGSARI UNTUK SIRKUIT KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan penelitian dengan menganalisis fonomena ionosfer berdasarkan pengolahan dari data ALE. Oleh karena

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN e-mail : Varuliant@bdg.lapan.go.id RINGKASAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER Berita Dirgantara Vol. 12 No. 3 September 2011:110-117 MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER Jiyo, Sri Suhartini, Varuliantor Dear

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU

ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU Analisis Propagasi Gelombang Radio HF dan Radius Daerah Bisu (Jiyo) ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN ABSTRACT In this

Lebih terperinci

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL Penentuan Rentang Frekuensi Kerja Sirkuit...(Varuliantor Dear) PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL Varuliantor

Lebih terperinci

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. 3 September 2009 : 11-122 KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL Varuliantor Dear Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi Pusat Sains Antariksa,

Lebih terperinci

Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau

Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau Sutoyo 1, Rika Susanti 2, Vici Novia Vendlan 3 Dosen Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU 1,2 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Sri Suhartini, Jiyo, Nina Kristin Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi, LAPAN srilpnbdg@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011: 60-67 KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI Sri Suhartlni Penetiti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN Ketergantungan penggunaan frekuensi HF (High Frequency

Lebih terperinci

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan   ABSTRACT Analisis Propagasi Gelombang Radio pada Sirkit Komunikasi...(Jiyo) ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO PADA SIRKIT KOMUNIKASI DISTRIK PAMEUNGPEUK-BANDUNG DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 6 No. 1 Maret 2011 : 12-17 KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT Sri Suhartini Peneliti Bidang Ionosfer dan telekomunikasi, LAPAN email : sri_s@bdg.lapan.go.id

Lebih terperinci

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Sri Suhartinii, Jiyo, Nina Kristini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunlkasi, LAPAN srilpnbdg@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK SIRKUIT PEKANBARU-PONTIANAK BERDASARKAN DATA SISTEM ALE TUGAS AKHIR

ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK SIRKUIT PEKANBARU-PONTIANAK BERDASARKAN DATA SISTEM ALE TUGAS AKHIR ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK SIRKUIT PEKANBARU-PONTIANAK BERDASARKAN DATA SISTEM ALE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Teknik

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO PROPAGASI UMUM Apabila kita berbicara tentang propagasi maka kita menyentuh pengetahuan yang berhubungan dengan pancaran gelombang radio. Seperti kita ketahui bahwa apabila kita transmit, pesawat kita

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, rangkaian receiver dan transmitter dibuat dengan prinsip kerjanya menggunakan pantulan gelombang. Penggunaannya, rangkaian transmitter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan langkah-langkah ataupun tahapan yang dilakukan dalam penelitian. Selain itu pada bab ini juga dijelaskan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan langkah-langkah ataupun tahapan yang dilakukan dalam penelitian. Selain itu pada bab ini juga dijelaskan kegiatan dan prosedur yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id ANALISIS EFEK FENOMENA EQUINOKS TERHADAP KOMUNIKASI ALE PADA DAERAH EQUATOR (THE ANALYSIS EFFECTS EQUINOX PHENOMENON WITH COMMUNICATION

Lebih terperinci

PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF

PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF I Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi, LAPAN t i RINGKASAN Komunikasi radio HF (3-30 MHz) dapat mencapai jarak jauh dengan bantuan

Lebih terperinci

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE Varuliantor Dear Peneliti Ionosfer dan Telekomunikasi e-mail : varuliant@yahoo.com

Lebih terperinci

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW Metode Pembacaan Data Ionosfer Hasil Pengamatan Menggunakan... (Jiyo) METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN

Lebih terperinci

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F Mumen Tarigan

Lebih terperinci

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ PROPAGASI Oleh : Sunarto YB0USJ UMUM Apabila kita berbicara tentang propagasi maka kita menyentuh pengetahuan yang berhubungan dengan pancaran gelombang radio. Seperti kita ketahui bahwa apabila kita transmit,

Lebih terperinci

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS Kajian Hasil Uji Prediksi Frekuensi HF pada Sirkit Komunikasi... (Jiyo) KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan   ABSTRACT Kemampuan Pantul Lapisan Ionosfer di atas Manado...(Jiyo) KEMAMPUAN PANTUL LAPISAN IONOSFER DI ATAS MANADO BERDASARKAN RENTANG FREKUENSI MINIMUM-MAKSIMUM (REFLECTIVE ABILITY OF THE IONOSPHERE OVER MANADO

Lebih terperinci

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. No. Juni 009 : 0- TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN REKUENSI, DAN 15, PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK J i y o Peneliti

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang referensi untuk penelitian yang Penulis kerjakan dalam tugas akhir ini. Dengan membaca sejumlah referensi, Penulis akan lebih memahami secara mendalam tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu pendek dan skala waktu panjang (misalnya siklus Matahari 11 tahunan). Aktivitas dari Matahari

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI Berita Dirgantara Vol. 10 No. 3 September 2009:86-91 KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI Prayitno Abadi Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T ) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 7 No. 1 Maret 2012 :38-46 38 PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T ) Sri Suhartini, Septi Perwitasari, Dadang Nurmali

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1814, 2017 BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN. Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 19 TAHUN 2017

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi Radio, LAPAN e-mail : varuliant@yahoo.com RINGKASAN Pada makalah

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. Juni :-9 DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari hasil akuisisi data yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Merupakan suatu bentuk komunikasi modern yang memanfaatkan gelombang radio sebagai sarana untuk membawa suatu pesan

Lebih terperinci

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

PEMANCAR&PENERIMA RADIO PEMANCAR&PENERIMA RADIO Gelombang elektromagnetik gelombang yang dapat membawa pesan berupa sinyal gambar dan suara yang memiliki sifat, dapat mengarungi udara dengan kecepatan sangat tinggi sehingga gelombang

Lebih terperinci

ALOKASI FREKUENSI RADIO (RADIO FREQUENCY) DAN MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANGNYA. Sinyal RF ( + informasi)

ALOKASI FREKUENSI RADIO (RADIO FREQUENCY) DAN MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANGNYA. Sinyal RF ( + informasi) IV. LOKSI FREKUENSI RDIO (RDIO FREQUENCY) DN MEKNISME PERMTN GELOMNGNY Sinyal RF ( + informasi) Rx Gbr.IV.1: Sinyal RF sebagai pembawa informasi dari ke Rx Frekuensi radio (radio frequency : RF) adalah

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi LAPAN RINGKASAN Pengamatan ionosfer di Stasiun Pengamat Dirgantara LAPAN Tanjungsari - Sumedang (6,5 LS,

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:72-79 POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,

Lebih terperinci

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH Indah Kurniawati 1*, Irwan Syahrir 2 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di Antariksa bukan berupa hujan air atau salju es seperti di Bumi, melainkan cuaca di Antariksa terjadi

Lebih terperinci

PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO PROPAGASI DAN KELAS EMISI PROPAGASI UMUM Apabila kita berbicara tentang propagasi maka kita menyentuh pengetahuan yang berhubungan dengan pancaran gelombang radio. Seperti kita ketahui bahwa apabila kita

Lebih terperinci

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA SISTEM (ALE) UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN email: varuliant@yahoo.com RINGKASAN Sistem Automatic Link Establishment

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON CARA KERJA PENERIMA RADIO Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN   RINGKASAN CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Cuaca antariksa meliputi kopling antara berbagai daerah yang terletak antara matahari

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF SIRKIT PEKANBARU-WATUKOSEK BERBASIS JARINGAN SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE)

ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF SIRKIT PEKANBARU-WATUKOSEK BERBASIS JARINGAN SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF SIRKIT PEKANBARU-WATUKOSEK BERBASIS JARINGAN SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER Prosiding SNaPP1 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 9-35 VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER 1 Mumen Tarigan 1 Peneliti Bidang Teknologi Pengamatan, Pussainsa LAPAN Jl. DR. Junjunan No.

Lebih terperinci

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO DAHLAN ABDULLAH dahlan@unimal.ac.id APA DIPELAJARI?? Prinsip Umum Propagasi Ruang Bebas Propagasi Antar Dua Titik di Bumi Gelombang Permukaan Efek Ketinggian Antena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan

Lebih terperinci

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg 6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi)

Lebih terperinci

Pemancar&Penerima Televisi

Pemancar&Penerima Televisi Pemancar&Penerima Televisi Pemancar Bagian yg sangat vital bagi stasiun penyiaran radio&tv agar tetap mengudara Pemancar TV dibagi 2 bagian utama: sistem suara&sistem gambar Diubah menjadi gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik Pusat Sains Antariksa, LAPAN jiyolpnbdg@yahoo.com

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO

SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO Sistem Pengolah Prediksi Parameter Komunikasi Radio (Jiyo) SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN Email : jiyo@bdg.lapan.go.id; jiyolpnbdg@yahoo.com

Lebih terperinci

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS WIRELESS COMMUNICATION Oleh: Eko Marpanaji INTRODUCTION Seperti dijelaskan pada Chapter 1, bahwa komunikasi tanpa kabel menjadi pilihan utama dalam membangun sistem komunikasi dimasa datang. Ada beberapa

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band Ultra High Frequency (HF).

Lebih terperinci

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas ATMOSFER ATMOSFER Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan bumi. Atmosfir

Lebih terperinci

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO AnwAr Santoso Peneliti Bidang Aplihasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, LAPAN ABSTRACT Phenomena of ionospherics irregularities such as process

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI DTG1E3 DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI Klasifikasi Sistem Telekomunikasi By : Dwi Andi Nurmantris Dimana Kita? Dimana Kita? BLOK SISTEM TELEKOMUNIKASI Message Input Sinyal Input Sinyal Kirim Message Output

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio TKE 2102 TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR Kuliah 9 Komunikasi Radio Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 B A

Lebih terperinci

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE Pengamatan Kuat Sinyal Radio Menggunakan... (Varuliantor Dear) PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN e-mail : varuliant@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007 ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007 Dwi Pujiastuti 1, Sumi Daniati 1, Badrul Mustafa 2, Ednofri 3 1 Laboratorium Fisika Bumi Jurusan Fisika Universita Andalas 2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Atmosf s e f r e B umi

Atmosf s e f r e B umi Atmosfer Bumi Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan

Lebih terperinci

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH Pertemuan 9 SISTEM ANTENA DAHLAN ABDULLAH dahlan.unimal@gmail.com http://www.dahlan.web.id PENDAHULUAN Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

Optimasi Prediksi High Frekuensi Untuk Komunikasi Jarak Jauh Guna Pemantauan Laut Wilayah Indonesia

Optimasi Prediksi High Frekuensi Untuk Komunikasi Jarak Jauh Guna Pemantauan Laut Wilayah Indonesia T E S L A VOL. 18 NO. 1 MARET 2016 Optimasi Prediksi High Frekuensi Untuk Komunikasi Jarak Jauh Guna Pemantauan Laut Wilayah Indonesia Fahraini Bacharuddin 1, Setiyo Budiyanto 1 dan Hadi Wuryanto 1 Abstact:

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 1 Maret 2010 : 40-53 PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN

Lebih terperinci

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan   ABSTRACT Implementasi Software Filter Teks untuk...(varuliantor Dear) IMPLEMENTASI SOFTWARE FILTER TEKS UNTUK MENGOLAH DATA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DARI JARINGAN STASIUN AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (IMPLENTETATION

Lebih terperinci

ANCAMAN BADAI MATAHARI

ANCAMAN BADAI MATAHARI ANCAMAN BADAI MATAHARI 1. Gambaran Singkat Badai Matahari (Solar Storm) adalah gejala terlemparnya proton dan elektron matahari, dan memiliki kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya. Badai Matahari

Lebih terperinci

NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA

NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA Integrasi Perangkat Monitoring Ionosfer Near (Varuliantor Dear) INTEGRASI PERANGKAT MONITORING IONOSFER NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA Varuliantor Dear Peneliti Bidang

Lebih terperinci

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA LAPISAN E IONOSFER INDONESIA Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi, LAPAN RINGKASAN Karakteristik lapisan ionosfer, baik variasi harian, musiman, maupun variasi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 2. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI

KEGIATAN BELAJAR 2. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI KEGIATAN BELAJAR. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI A. Pendahuluan Kegiatan belajar ini akan mengajak peserta untuk menganalisis frekuensi gelombang radio pada aplikasi sistem

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA LUCKY FATHMA TRISNANTI 2206100062 TELEKOMUNIKASI MULTIMEDIA TEKNIK ELEKTRO INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA Pemanfaatan kanal radio HF dengan range frekuensi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000

OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000 Optimalisasi Pengamatan Data Uji Komunikasi Radio...(Deden R.H. et al.) OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000 Deden R. H., Varuliantor Dear

Lebih terperinci