EVALUASI SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG PERKANTORAN X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG PERKANTORAN X"

Transkripsi

1 EVALUASI SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG PERKANTORAN X Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Universitas Mercu Buana Oleh YAYAT SUPRIYATNA PROGRAM STUDI TEKNIK TENAGA LISTRIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI JAKARTA 2007

2 LEMBAR PENGESAHAN EVALUASI SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG PERKANTORAN X Oleh: Nama : Yayat Supriyatna NIM : Jurusan : Teknik Industri Skripsi ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana. Disetujui oleh: Pembimbing Koordinator Tugas Akhir Ir.Budi Yanto. Msc Yudhi Gunardi.ST.MT Ketua Program Studi Ir.Budi Yanto. Msc

3 ABSTRAK EVALUASI SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG PERKANTORAN X Sistem Instalasi Listrik pada sebuah gedung perkantoran merupakan sistem yang dapat memberikan suplai energi kesetiap bagian yang terdapat pada gedung perkantoran mencakup pengaman dan penghantar. Salah satu tujuan dari adanya sistem instalasi listrik pada sebuah gedung adalah mengontrol agar sebuah gedung perkantoran dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, baik daya listrik yang dibutuhkan maupun pengaman dan penghantar yang dipakai agar pada saat gedung tersebut beroperasi aman dan handal. Sistem tenaga bisa dikatakan handal kalau aman dari gangguan yang terjadi akibat dari arus hubung singkat dan beban lebih dengan pengaman dan penghantar yang dipakai sesuai dengan beban yang digunakan. Untuk mengetahui jenis pengaman dan penghantar yang digunakan perlu diketahui arus nominal, arus maksimal dan karakteristik beban yang dipakai. Penghantar adalah seutas atau pilinan kawat yang dapat menghantarkan arus listrik. Pengaman adalah peranti yang digunakan untuk mengurangi pengaruh yang diakibatkan dari arus hubung singkat dan arus beban lebih pada beban atau sistem yang diamankan. Bertitik tolak dari uraian diatas penulis tertarik untuk memahami dan meneliti lebih jauh mengenai penghantar dan pengaman yang terpasang pada gedung perkantoran. Dengan mengambil lokasi disebuah gedung perkantoran yang ada di jalan Sudirman. Adapun identifikasi masalah yang dibahas adalah apakah penghantar dan pengaman yang terpasang pada gedung tersebut masih layak untuk digunakan mengingat gedung tersebut sudah ada sejak 30 tahun yang lalu. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan membandingkan teori dengan praktek yang penulis dapatkan diperkuliahan, serta untuk mengetahui sejauhmana pengaruh yang ditimbulkan jika penghantar dan pengaman yang dipakai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam melakukan evaluasi penulis menggunakan metode deskriptif analitis dengan mengevaluasi suatu objek penelitian. Penulis memperoleh data penelitian dengan cara melakukan studi kasus dimana sekumpulan data dikumpulkan, diolah, dibandingkan, serta dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendukung pembahasan dalam poenulisan skripsi ini. Penulis menerangkan teori yang digukan sebagai bahan perbandingan dalam pengujian hipotesis pada bab IV. Bedasarkan penelitian ini penulis menghitung arus nominal, arus beban lebih, menentukan jenis penghantar dan pengaman pada setiap sistem beban tenaga yang digunakan dan seterusnya yang dapat dilihat pada hipotesis di bab IV. i

4 DAFTAR ISI ABSTRAKSI i DAFTAR ISI ii KATA PENGANTAR... iii BAB I PENDAHULUAN. I Latar Belakang Masalah.. I Perumusan Masalah. I Tujuan Penulisan... I Pembatasan Masalah I Sistematika Penulisan.. I.-3 BAB II LANDASAN TEORI.. II Pendahuluan. II Instalasi Tegangan menengah. II Instalasi tegangan Rendah... II Sistem Kelistrikan.. II Penghantar II a Jenis Penghantar..II Penghantar Berisolasi II Penghantar Tak Berisolasi II Jenis-jenis Isolasi II Pemilihan Luas Penampang Penghantar. II.-4

5 Kuat Hantar Arus (KHA) II Susut Tegangan.. II Sifat Lingkungan II Kemungkinan perluasan II Model Pemasangan Penghantar.. II Pemasangan Penghantar Langsung. II Pemasangan Pengahantar Dengan Jalur Kabel... II Pemasangan Penghantar Saluran Udara.. II Terminal (Bus Bare) II Pengaman. II Jenis-jenis Pengaman.. II Fuse. II Mini Circuit Breaker (MCB).. II Molded Case Circuit Breaker (MCCB).. II Air Circuit Breaker (ACB)..II Penentuan taring Arus Pengaman... II Kondisi Pemutusan. II Koordinasi Pengaman. II Pentanahan... II Elektroda Pentanahan..II Jenis-jenis Elektroda Pentanahan... II Resistansi Jenis Tanah II Metode Pemasangan Elektroda Tanah II.-26

6 BAB III KEADAAN KELISTRIKAN TERPASANG DI GEDUNG PERKANTORAN X... III Sistem Distribusi terpasang.. III Beban dan peralan utama terpasang.. III Pemakaian energi listrik... III.-6 BAB IV ANALISA.. IV Analisa Arus Beban Maksimum dan KHA kabel IV Analisa Chilled WP1 pada PP.M1. IV Analisa Chiller1 pada PP.M2 IV Analisa Blower1 pada PP.M3. IV Analisa Elevator pada PP.M4. IV Analisa Sump Pump pada PP.M1... IV Analisa Roof Fan pada PP.M7 IV Analisa handling Unit pada PP.M8 IV Analisa Fan kitchen pada PP.M9.. IV Analisa Cooling WP pada PP.M10. IV Analisa Cooling WP1 pada PP.M11 IV Analisa Chiller1 pada PP.M12. IV Analisa Elevator pada PP.M13. IV Analisa Springler pada PP.MS. IV Perhituang rating Pengaman IV.11

7 4.2.1 Pengaman Arus beban lebih PP.M1. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M2... IV Pengaman Arus beban lebih PP.M3. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M4..IV Pengaman Arus beban lebih PP.M6..IV Pengaman Arus beban lebih PP.M7. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M8. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M9..IV Pengaman Arus beban lebih PP.M10 IV Pengaman Arus beban lebih PP.M11. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M12. IV Pengaman Arus beban lebih PP.M13. IV Pengaman Arus beban lebih PP.MS... IV Perhitungan Susut Tegangan IV Pengaman Arus Hubung Singkat 3 Phasa IV Faktor Kebutuhan (Demand Factor)... IV Analisa dan Rekomendasi IV PP.M1.. IV PP.M2... IV PP.M3... IV PP.M4... IV PP.M6.. IV PP.M7... IV-25

8 4.6.7 PP.M8... IV PP.M9.. IV PP.M10 IV PP.M11.. IV PP.M12... IV PP.M13... IV PP.MS. IV-30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... V-1 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR GAMBAR Gambar. 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar. 2.5 Gambar. 2.6 Gambar. 2.7 Gambar. 2.8 Gambar. 2.9 Gambar fuse Diaxzed dan Neozed. II-13 Karakteristik MCB..... II-17 Arc Extinction is Air Circuit Breaker... II-18 Truck-mounted ACB. II-19 Karakteristik Arus dan Tegangan... II-19 Karakteristik Pengaman Fuse-Fuse.. II-22 Karakteristik Pengaman Circuit Breaker-Fuse. II-23 Karakteristik Pengaman Fuse-Circuit Breaker.. II-23 Karakteristik Pengaman Circuit Breaker -Circuit Breaker II-24

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah gedung perkantoran x yang ada di Jalan Jendral Sudirman dibangun sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Mengingat lamanya gedung tersebut maka penulis tertarik untuk mengevaluasi tentang sistem kelistrikan yang disajikan oleh pengelola gedung apakah masih sesuai atau diperlukan perubahan atau bahkan penggantian. Karena kenyamanan dan keamanan merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu jasa pelayanan yang disajikan pengelola oleh gedung perkantoran, untuk menarik para perusahaan agar mau menyewa perkantoran yang disediakan oleh gedung tersebut. Ketertarikan penulis dalam mengambil judul Evaluasi Sistem Instalasi Listrik di Gedung Perkantoran X karena penulis ingin mendalami pengetahuan tentang sistem kelistrikan dengan mengambil objek sebuah Gedung perkantoran yang ada di jalan Jendral Sudirman Jakarta Pusat sebagai studi evalusi sistem instalasi listrik. Sistem kelistrikan pada sebuah gedung perkantoran harus diperhitungkan dengan baik, agar pemenuhan kebutuhan energi disetiap tempatnya dapat terpenuhi dan dapat dipastikan aman bila terjadi gangguan, serta memenuhi peraturan instalasi listrik yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN I-1

11 1.2 Perumusan Masalah Gedung perkantoran x sudah ada sejak tiga puluh tahun yang lalu, beban sudah banyak berubah maka perlu dilakukan evaluasi sistem kelistrikan yang ada. 1.3 Tujuan Penulisan Evaluasi sistem kelistrikan pada gedung perkantoran x dalam rangka menjamin kehandalan penyaluran daya dan keamanan sistem kelistrikan. 1.4 Pembatasan Masalah Dalam upaya mempermudah dan memfokuskan pembahasan terhadap penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas sesuai dengan yang penulis rumuskan diatas, yang meliputi: 1. Penghantar Penulis akan membahas tentang besarnya nilai arus beban maksimum, kuat hantar arus (KHA), dan susut tegangan yang terjadi, untuk menentukan jenis dan ukuran hantaran yang dipakai pada beban tenaga saja. 2. Pengaman Pada pembahasan tentang pengaman, akan dievaluasi tentang arus nominal pengaman, rating dan jenis pengaman yang digunakan pada beban tenaga saja. BAB I PENDAHULUAN I-2

12 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metoda sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Berisi tentang uraian teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diangkat. BAB III : KEADAAN SISTEM KELISTRIKAN TERPASANG DI GEDUNG PERKANTORAN X. Berisi tentang: Sistem distribusi terpasang Bahan dan peralatan utama terpasang Pemakaian energi listrik BAB IV : ANALISA Berisi tentang analisa terhadap sistem kelistrikan yang meliputi: Arus beban maksimum Kuat hantar arus (KHA) Pengaman BAB I PENDAHULUAN I-3

13 Susut tegangan BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi ringkasan dari semua pembahasan dan saran-saran. BAB I PENDAHULUAN I-4

14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan 2.2. Instalasi Tegangan Menengah antara lain terdiri dari: Gardu PLN Panel Tegangan Menengah Transformator Kabel Tegangan Menengah dari gardu PLN sampai Trafo 2.3. Instalasi Tegangan Rendah antara lain terdiri dari Panel Distribusi utama Panel-panel Distribusi Cabang Kabel Tegangan Rendah dari Trafo sampai dengan Panel-panel Cabang Instalasi Peralatan Instalasi Kotak Kontak Instalasi Penerangan 2.4. Sistem kelistrikan Sistem kelistrikan adalah suatu sistem yang membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan listrik baik sumber listrik, beban listrik maupun jaringan listrik yang meliputi transmisi, distribusi, instalasi dll. Suatu sistem kelistrikan harus dirancang sedemikian rupa agar didapatkan efisiensi dan optimasi dari sebuah sistem yang dipasang. BAB II LANDASAN TEORI II-1

15 Dengan adanya tuntutan tersebut, maka diperlukan suatu sistem yang baik, aman, ekonomis dan fleksibel dalam pengembangannya di masa yang akan datang. Salah satu usaha untuk memenuhi point-point di atas, adalah pemenuhan dari aturanaturan tentang sistem instalasi listrik yang berlaku. Dalam hal ini instalasi yang ada harus mengacu pada Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) dan peraturan-peraturan lain yang tersebut dalam ayat 102.A.1. Perencanaan dan pelaksanaan suatu jaringan distribusi tenaga listrik disesuaikan pada kebutuhan pemakaian yang berdasarkan faktor-faktor : - fungsi dan jenis dari beban - besar tenaga yang dibutuhkan - lokasi beban 2.5. Penghantar Definisi : - Penghantar adalah zat dapat dialiri arus secara kontinu - Penghantar adalah seutas kawat / pilinan kawat, baik telanjang atau berisolasi sebagai kabel, yang cocok untuk mengalirkan arus. Perkembangan penghantar seiring dengan perkembangan bahan-bahan isolasi, sehingga muncul jenis penghantar yang baru. Untuk mempermudah identifikasi dari jenis kabel yang ada, maka diadakan suatu pengkodean dari huruf maupun angka. BAB II LANDASAN TEORI II-2

16 2.5.a. Jenis Penghantar Secara garis besar, jenis penghantar dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1. Hantaran berisolasi 2. Hantaran tak berisolasi Pengantar Berisolasi Penghantar berisolasi dapat berupa kawat berisolasi atau kabel. Batasan kawat berisolasi adalah rakitan satu penghantar, baik serabut maupun pejal yang diisolasi. Contoh kawat berisolasi : - NYA - NYAF Sedangkan batasan kabel adalah rakitan satu penghantar atau lebih, baik itu penghantar serabut ataupun pejal, masing-masing diisolasi atau keseluruhannya diselubungi bersama. Contoh kabel : - NYM - NYY - NYFGbY BAB II LANDASAN TEORI II-3

17 Penghantar Tidak Berisolasi Hantaran tidak berisolasi merupakan penghantar telanjang atau tidak berselubung isolasi. Contoh penghantar yang tidak berisolasi : - BC (Bare Conductor) - Penghantar Berlubang (Hollow Conductor) - ACSR ( Alumunium Conductor Stell Reinforced) - ACAR (Alumunium Conductor Alloy Reinforced) Jenis-jenis Isolasi Jenis-jenis isolasi yang dipakai pada penghantar listrik meliputi : - isolasi dari PVC (Poly Vinil Chlorid) - isolasi dari XLPE (Cross Linkage Poly Ethiline) - isolasi dari karet - isolasi dari Poly Ethiline - isolasi dari Yute - isolasi kertas Pemilihan Luas Penampang Penghantar Dalam pemilihan luas penampang penghantar untuk instalasi listrik harus mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini : - Kuat Hantar Arus (KHA) - Kondisi suhu BAB II LANDASAN TEORI II-4

18 - Kekuatan mekanis - Susut tegangan - Kemungkinan perluasan Kuat Hantar Arus (KHA) Untuk menentukan kuat hantar arus (KHA) dari penghantar yang digunakan terlebih dahulu harus diketahui besarnya arus maksimum yang diserap oleh beban. Untuk mengetahui arus maksimum yang diserap oleh beban, terlebih dahulu diketahui arus nominalnya. Penentuan arus nominal dapat dihitung dengan persamaan-persamaan berikut ini : Arus searah/ DC Arus bolak-balik/ AC 1Ф Arus bolak-balik / Ac 3 Ф : In P/V [A] : In = P/(V cos φ) [A] : In = P/( 3.V.cos φ) [A] Keterangan : In P V = Arus nominal (Ampere) = Daya yang diserap (Watt) = Tegangan (Volt) Cos φ = Faktor daya Semua penghantar harus mempunyai KHA sekurang-kurangnya sama dengan arus yang mengalir melaluinya, ialah sesuai dengan kebutuhan arus maksimum yang dihitung atau ditaksir. (PUIL A.2). BAB II LANDASAN TEORI II-5

19 Pada semua penghantar aktif saluran utama, sirkit cabang, atau sirkit akhir harus terdiri atas penghantar dengan penampang dan bahan yang sama. Pengecualian diadakan untuk hal sebagai berikut : Sirkit cabang fase tiga / sirkit akhir dapat terdiri atas penghantar yang berbeda penampangnya bila digunakan untuk mensuplai perlengkapan khusus seperti tungku listrik, aparat sinar X yang sejenis, yang mempunyai beban satu fasa yang besar, tetapi memerlukan arus yang relatif kecil dari fase lainnya untuk perlengkapan bantu, dengan ketentuan bahwa penghantar utama dan penghantar Bantu masing-masing tidak kurang dari 6 mm 2 dan 4 mm 2. Penghantar aktif dengan isolasi yang berbeda-beda dapat digunakan dengan ketentuan bahwa KHA penghantar yang mempunyai bahan isolasi yang terendah mutunya digunakan sebagai dasar perhitungan untuk semua perhitungan. Penghantar aktif dengan isolasi yang berbeda-beda dapat digunakan dengan ketentuan bahwa KHA penghantar yang mempunyai bahan isolasi yang terendah mutunya digunakan sebagai dasar perhitungan untuk semua perhitungan. Dari KHA ini dapat kita tentukan besarnya luas penampang dari penghantar yang dibutuhkan, sesuai dengan tabel KHA. (terlampir) Pemilihan luas penampang dan jenis penghantar juga harus memperhitungkan tegangan jatuh yang mengalir pada sirkit yang dilayani oleh penghantar tersebut. BAB II LANDASAN TEORI II-6

20 Untuk penghantar netral, ditetapkan dalam PUIL 2000 pasal 412. A4, bahwa : 1. Penghantar netral saluran dua kawat harus mempunyai KHA sama dengan penghantar fasa 2. Penghantar netral saluran fasa banyak harus mempunyai KHA sesuai dengan arus maksimumnya yang mungkin timbul dalam keadaan tidak seimbang yang normal Susut Tegangan Susut tegangan antara PHB utama dangan tiap beban, akan terjadi suatu perbedaan tegangan antara tegangan sumber dengan tegangan di beban. Tegangan di beban akan bernilai lebih kecil dari pada tegangan sumbernya. Hal ini disebabkan oleh adanya factor arus dan impedansi saluran. Perbedaan tegangan antara kedua titik tersebut disebut sebagai susut tegangan (Drop Voltage), biasanya dinyatakan dalam persen. Susut tegangan untuk sistem 1 fasa. V = I. L ( R cos φ + X L sin φ ) Susut tegangan untuk sistem 3 fasa. V = 3. I. L. ( R cos φ + X L sin φ ) Keterangan : V = Susut tegangan ( Volt ) I = Arus beban penuh pada saluran ( A ) L = Panjang penghantar ( m ) R = Resistansi saluran ( Ώ/m ) BAB II LANDASAN TEORI II-7

21 X L = Reaktansi saluran ( Ώ /m ) Cos φ = faktor daya Sifat Lingkungan Pada pemasangan penghantar kita harus memperhitungkan kondisi dan sifat lingkungan, tempat penghantar tersebut ditempatkan. Pemasangan penghantar beragam cara dan tempatnya. Jika penghantar dipasang atau ditanam dalam tanah maka harus memperhitungkan kondisi tanah tersebut, misal tanah basah, tanah lembab, ataupun tanah kering. Hal ini akan berhubungan dengan pertimbangan bahan isolasi penghantar yang akan dipergunakan. Begitupun dengan suhu lingkungan. Penghantar pada suhu berbeda dengan penghantar yang berada pada tempat atau ruang suhu tinggi, yang kemungkinan terjadi kebakaran lebih besar. Faktor lain yang harus diperhitungkan dalam pemilihan penghantar adalah kekuatan mekanis. Penghantar di bawah jalan raya atau jalan tol akan berbeda dengan pemasangan pada rumah tempat tinggal. Untuk penghantar yang terkena beban mekanis, harus dipasang di dalam pipa baja atau pipa beton, untuk pelindungnya. BAB II LANDASAN TEORI II-8

22 Kemungkinan perluasan Di setiap pemasangan instalasi listrik, harus disediakan atau diperhitungkan untuk faktor perluasan atau penambahan beban di masa yang akan datang. Ketika terjadi penambahan beban, maka akan terjadi kenaikan arus beban yang akan mengacu pada perhitungan kuat hantar arus (KHA) penghantar untuk memilih luas penampang penghantar yang digunakan. Oleh karena dalam pemilihan penghantar, dipilih satu atau dua tingkat nilai KHA penghantar di atas nilai nominal bebannya. Hal ini juga untuk mengantisipasi jatuh tegangan yang lebih besar. Susut tegangan maksimum yang diizinkan adalah dua persen untuk instalasi penerangan dan lima persen untuk instalasi daya Model pemasangan penghantar Pemasangan penghantar langsung ditanam di dalam tanah Pemasangan penghantar langsung ditanam di dalam tanah harus diusahakan sedemikan rupa sehingga kabel cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi. Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada umunya dianggap mencukupi bila penghantar itu ditanam : 1. Minimum 0,8 m di bawah permukaan tanah yang dilewati kendaraan. 2. Minimum 0,6 m di bawah permukaan tanah yang tidak dilewati kendaraan. BAB II LANDASAN TEORI II-9

23 Kabel tanah yang bertegangan lebih tinggi dipasang di bawah kabel tanah yang bertegangan lebih rendah Pemasangan penghantar dengan menggunakan jalur kabel (trench) Jalur penghantar adalah sarana untuk memegang atau menopang kawat, kabel atau rel yang direncanakan untuk digunakan keperluan tersebut. Jalur penghantar dapat terbuat dari logam atau bahan non logam (isolasi), yang diizinkan untuk digunakan oleh instansi yang berwenang. Jenis-jenis jalur penghantar : 1. Jalur penghantar permukaan (logam atau non logam) 2. Jalur penghantar bawah lantai 3. Jalur penghantar lantai logam berbentuk sel 4. Jalur penghantar kerangka 5. Jalur penghantar lantai betom berbentuk sel 6. Jalur penghantar kawat Penggunaan dari jalur penghantar tersebut telah diatur oleh PUIL 2000 pasal 731.C1 s.d pasal 731. C6. Syarat umum yang harus dipenuhi oleh jalur penghantar adalah sebagai berikut: 1. Dilindungi luar dan dalam terhadap korosi, khususnya yang terbuat dari besi. 2. Tidak dipasang ditempat dengan kemungkinan terjadinya kerusakan berat. 3. Tidak dipasang ditempat berbahaya. BAB II LANDASAN TEORI II-10

24 4. Secara mekanis harus tersambung secara kontinyu. Jumlah penghantar yang dipasang tidak boleh lebih dari yang telah ditetapkan dalam perencanaan Pemasangan Penghantar Saluran Udara Pemasangan pernghantar udara telah diatur pada PUIL 2000 pasal 750.B Terminal (Bus Bare) Terminal harus terbuat dari tembaga atau logam lain yang memenuhi persyaratan atau standard yang berlaku. Sedangkan kemampuan dari terminal itu sendiri sekurang-kurangnya harus sama dengan kemampuan sakelar dari sirkit yang bersangkutan. Penampang terminal atau rel harus diperhitungkan untuk besar arus yang akan mengalirinya, tanpa menyebabkan suhu yang lebih dari 65 0 C. Hal ini sesuai dengan peraturan di PUIL 2000 pasal 630A-F Pengaman Untuk mempertahankan kinerja, usia dan biaya yang efektif dari peralatan dan fasilitas, maka sistem pengamanan yang optimum harus disediakan. Sistem pengaman, tidak hanya menjamin kelancaran pengoperasian, tetapi juga harus menjadi aktif sebelum peralatan tersebut berada pada kondisi paling jelek, sehingga perlu sebuah pengaman atau proteksi untuk mencegah kerusakan. Dalam instalasi listrik, baik instalasi penerangan maupun instalasi daya harus memperhitungkan kapasitas pengaman yang dipasang dari adanya gangguan arus beban lebih dan arus hubung singkat. BAB II LANDASAN TEORI II-11

25 Jenis pengaman yang banyak dipakai pada seuah instalasi penerangan maupun instalasi daya adalah Cirkuit Breaker (CB) dan pengaman lebur (zekering). Pengaman CB sekarang ini lebih dipertimbangkan daripada pengaman lebur (zekering). Hal ini berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Circuit Breaker dibandingkan dengan pengaman lebur (zekering). Beberapa kelebihan Cirkuit Breaker adalah: 1. Circuit Breaker dapat berfungsi sebagai pengaman terhadap arus beban lebih dan arus hubung singkat. 2. Penggunaan Circuit Breaker pada sistem tiga fasa, dapat menghindari terjadinya hilang salah satu fasa, karena jika salah saru fasa dari sumber putus maka Circuit Breaker akan trip. 3. Untuk rating arus yang besar, sebelum gawai pengaman dapat diset. 4. Lebih praktis dan ekonomis. 5. Circuit Breaker dapat berfungsi sebagai sakelar Jenis-jenis pengaman Fuse Fuse adalah pengaman lebur yang fungsinya untuk mengamankan instalasi listrik dari gangguan arus beban lebih. Berdasarkan daerah pemakaiannya, fuse dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. D (Diazed) 2. DO (Neozed) 3. HRC (High Rupturing Capacity) atau NH (Niede Hochlestuup) BAB II LANDASAN TEORI II-12

26 Diazed dan Neozed adalah fuse jenis ulir, sedangkan HRC adalah fuse jenis plugin. Fuse jenis ulir: 1. Diazed Dalam penggunaannya, fuse Diazed dipasang bersama-sama pensusun lainnya sehingga tampak seperti gambar 2.1b. Bagian dasar dan atas fuse berfungsi sebagai penyalur arus, karena itu terbuat dari logam. Ukuran adaptor juga disesuaikan dengan arus kerja fuse, sehingga fuse yang mempunyai arus kerja yang lebih tinggi, bagian dasarnya tidak dapat masuk pada adaptor yang semestinya untuk fuse yang lebih kecil. 2. Neozed Kontruksi fuse jenis neozed sama seperti pada jenis diazed. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.1a. Gambar 2.1a Gambar 2.1b 1.Penutup 1.Penutup 2. Sekering Neozed 2. Element lebur 3.Pelindung 3.sekering Diazed 4.Element lebur 4. Pelindung 5. Adaptor 5. Adaptor 6. Dasar rumah sekering 6. Dasar rumah sekering BAB II LANDASAN TEORI II-13

27 Pada fuse neozed dan diazed rating arus kerja maksimum hanya pada nilai 100A. Ukuran Fuse Diazed Arus Kerja (A) Tanda Warna 2 Merah 4 Cokelat 6 Hijau 10 Merah 16 Abu-abu 20 Biru D II 25 Kuning 35 Hitam 50 Putih D III 63 Tembaga 80 Perak D IV 100 Emas Ukuran Fuse Neozed D 01 D 02 D 03 Table 2.1 Rating Arus Kerja Fuse Neozed dan Diozed 3. HRC Fuse Pemasangan dan pelepasan HRC/ NH fuse harus dilakukan oleh orang yang terampil dalam bidang kelistrikan karena harus menggunakan alat bantu. Sistem NH merupakan sistem plug-in yang tanpa pembatas untuk menjaga pemasangan rating fuse yang salah dan yang tidak dilengkapi dengan pengaman dari bahaya tegangan sentuh. Ukuran fuse HRC berdasarkan arus kerjanya dapat dilihat pada table sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II-14

28 Ukuran Arus Kerja (A) a Tabel 2.2 Rating Arus Kerja Fuse HRC Base yaitu tempat memasangkan sekering ditentukan menurut arus kerja sekering terbesar. Berdasarkan kelas kerjanya, fuse HRC dibedakan menjadi : gl : Pelindung jala-jala As : Pelindung saklar Gr : Pelindung rectifier gm : Pelindung instalasi tenaga Fuse yang digunakan untuk pengamanan instalasi listrik adalah fuse kelas kerja gl, yang digunakan untuk mengamankan hantaran terhadap gangguan arus hubungsingkat dan arus gangguan beban lebih. HRC fuse mempunyai rating atau kapasitas pemutusan yang lebih tinggi dibandingkan fuse yang lain Mini Circuit Breaker (MCB) Mini Circuit Breaker (MCB) merupakan alat pengamanan terhadap gangguan arus beban lebih dan arus hubung singkat. BAB II LANDASAN TEORI II-15

29 Berdasarakan konstruksinya MCB dilengkapi dengan komponen dwi logam yang digunakan untuk pengamanan arus beban lebih dan electromagnet untuk pengaman arus hubung singkat. Prinsip kerja MCB : - Thermis Prinsip kerjanya yaitu beroperasi berdasarkan pada pemuaian atau pemutusan dua jenis logam yang koefisien muai jenisnya berbeda. Kedua jenis logam tersebut dilas menjadi satu keping (bimetal) dan dihubungkan dengan kawat arus. Jika arus yang melalui bimetal tersebut melebihi arus nominal yang diperkenankan maka bimetal tersebut akan melengkung dan memutuskan aliran listrik. - Operasi magnetik Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan arus hubung singkat yang cukup besar untuk menarik saklar mekanik dengan prinsip induksi elektromagnetis. Semakin besar arus hubung singkat, semakin besar yang menggerakkan saklar tersebut sehingga lebih cepat memutuskan rangkaian listrik dan gagang operasi akan kembali pada posisi OFF. Busur api yang terjadi masuk ke dalam ruangan yang berbentuk plat-plat, tempat busur api dipisahkan, didinginkan dan dipadamkan dengan cepat. BAB II LANDASAN TEORI II-16

30 Gambar 2.2 Karakteristik MCB Molded Case CB (MCCB) Molded Case CB merupakan salah satu jenis alat pengaman yang dalam operasinya mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengaman dan sebagai alat penghubung. Sebagai pengaman, MCCB dapat berfungsi sebagai pengamanan terhadap gangguan arus hubung singkat dan arus beban lebih. Kelebihan MCCB adalah mempunyai rating arus yang relatif tinggi yang dapat diset sesuai kebutuhan. BAB II LANDASAN TEORI II-17

31 Air Circuit Breaker (ACB) Air circuit Breaker (ACB) merupakan jenis circuit breaker (CB) dengan rating arus yang tinggi. ACB banyak dipakai pada panel distribusi utama tegangan rendah (LVMDP), dimana dibutuhkan tingkat pengamanan yang tinggi dan kontinuitas pelayanan sumber daya listrik. Udara pada tekanan ruang atmosfer digunakan sebagai peredam bunga api yang timbul pada proses switching maupun gangguan. Pengoperasian dari mekanik ACB dapat dilakukan sebagi berikut : - Solenoid - Motor - Pneumatic Gambar 2.3 Arc Extinction is Air Circuit breaker 1. Main Contact 2. Arcing Contact 3. Arc rising in the direction of arrow 4. Arc getting split 5. Arc splitter plates 6. Current carrying terminal 7. Arc runner BAB II LANDASAN TEORI II-18

32 Gambar 2.4 Truck-mounted ACB 1. Isolating contact 8. Opeening mechanism 2. Insulating Bushing 9. Opening level 3. Carriage 10. Cover with vent 4. Arc runner 11. Link 5. Arc splitter 6. Contact 7. Opening solenoid Gambar 2.5 Karakteristik Arus dan Tegangan BAB II LANDASAN TEORI II-19

33 Perlengkapan lain yang diintegrasikan dengan Air Circuit Breaker adalah : 1. Over Current Relay (OCR) 2. Under Voltage Relay Pada Air Circuit Breaker terdapat dua buah kontak, yaitu : 1. Main Contact (Kontak Utama) 2. Auxilary Contact (Kontak Bantu) Air Circuit Braker dapat digunakan pada tegangan rendah dan tegangan menengah. Rating Air Circuit Breaker pada tegangan rendah dan tegangan menengah : 460 V A KA 3,3 KV A 13,1 31,5 KA 6,6 KV A 13,1 20 KA Penentuan Rating Arus Pengaman Pada instalasi penerangan, penentuan rating arus pengaman dapat dipilih satu sampai dua tingkat di atas nilai nominalnya. Sedangkan pada instalasi daya mengikuti aturan PUIL 2000 pasal 520.E. No. Jenis Motor Pemutus Daya 1 Motor sangkar serempak tiga phasa, dengan 250 %. In pengasutan bintang - segitiga, langsung pada jaringan, dengan reaktor atau resistor Motor satu phasa 2 Motor sangkar serempak, dengan pengasutan auto 200 %. In Trafo Motor sangkar reaktansi tinggi 3 Motor rotor lilit tiga phasa 150 %. In Motor arus searah (DC) Tabel 2.3 Rating Arus pengaman BAB II LANDASAN TEORI II-20

34 2.7.3 Kapasitas Pemutusan (Breaking Capacity) Dalam menentukan kemampuan pemutusan arus hubung singkat (breaking capacity) suatu peralatan switching, yang menjadi acuan adalah arus gangguan hubungsingkat tiga fasa, baik dengan tanah maupun tidak. Arus gangguan hubungsingkat tiga fasa mempunyai nilai arus gangguan hubungsingkat yang paling besar dan simetris jika dibandingkan dengan arus hubungsingkat satu atau dua fasa. Untuk menentukan besarnya nilai arus hubungsingkat tiga fasa, baik yang diketanahkan ataupun yang tidak dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini : I hs 3Ф = V/( 3. Z) Keterangan: I hs 3Ф = Arus hubungsingkat 3 fasa Z t = Impedansi total Koordinasi Pengaman Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengaturan atau pengkoordinasian pengaman adalah sebagai berikut : 1. Tidak ada elemen pengaman yang memutuskan rangkaian selama rangkaian bekerja dalam keadaan normal. 2. Jika terjadi gangguan, maka yang harus bekerja adalah pengaman terdekat dengan titik gangguan dan masih menjadi bagian dari arus gangguan tersebut. 3. Jika pengaman terdekat dari titik gangguan tidak dapat bekerja, maka pengaman pelindung yang harus bekerja. BAB II LANDASAN TEORI II-21

35 Berikut ini perbandingan pemakaian sekering dan MCB : Peralatan yang Gawai pengaman Perlindungan dilindungi Arus lebih Hubung singkat Kabel Sekering Baik Sangat baik MCB Baik Sangat baik Sekering dan MCB Sangat baik Sangat baik Motor MCB Baik Sangat baik Sekering dan MCB Baik Sangat baik Tabel 2.4 Perbandingan Pemakian MCB dan Sekering Beberapa grafik karakteristik selektivitas pengaman, dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 1. Fuse - Fuse Current I (r.m.s. value) Gambar 2.6 Karakteristik Pengaman Fuse- Fuse BAB II LANDASAN TEORI II-22

36 2. Circuit Breaker - Fuse Gambar 2.7 Karakteristik Pengaman Circuit Breaker- Fuse 3. Fuse Circuit Breaker Gambar 2.8 Karakteristik Pengaman Fuse - Circuit Breaker BAB II LANDASAN TEORI II-23

37 4. Circuit Breaker Circuit Breaker Gambar 2.9 Karakteristik Pengaman Circuit Breaker - Circuit Breaker 2.8 Pentanahan Pentanahan adalah pengamanan bagian aktif atau pengamanan bagian konduktif yang merupakan bagian dari sirkit suatu instalasi listrik yang dalam keadaan bekerja normal umumnya bertegangan dan dialiri arus listrik. Tujuan dari pentanahan adalah untuk menghindari kemungkinan terjadinya tegangan sentuh dan untuk mengurangi beda tegangan antara badan peralatan dengan tanah, sehingga didapatkan harga yang aman Elektroda Pentanahan Yang dimaksud elektroda pentanahan adalah yang sengaja ditanam di dalam tanah dan diusahakan kontak langsung dengan tanah sehingga terjadi kontak yang baik BAB II LANDASAN TEORI II-24

38 antara bagian-bagian tertentu dari sistem listrik atau bagian-bagian peralatan yang memerlukan pentanahan dengan tujuan agar tegangan sentuh tak langsung pada bagian konduktif terbuka (BKT) perlengkapan atau instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi dapat diatasi dengan pembumian langsung Jenis-jenis Elektroda Pentanahan 1. Elektroda Pita Elektroda pita adalah elektroda yang terbuat dari hantaran yang berbentuk pita atau berpenampang bulat, atau penghantar pilin yang umumnya ditanam secara dangkal ( 0,5 1 meter ). Elektroda ini dapat ditanam sebagai pita lurus, radial, melingkar, jala-jala, atau kombinasi dari bentuk tersebut. 2. Elektroda Batang Elektroda batang adalah elektroda dari besi, baja profil, atau batang logam lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah. 2. Elektroda Pelat Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan logam utuh atau berlubanglubang. Pada umumnya elektroda pelat ditanam secara dalam. 3. Elektroda Fasilitas Elektroda fasilitas adalah elektroda yang memanfaatkan failitas yang sudah ada. Bila persyaratannya dipenuhi, jaringan pipa air dari logam dan selubung logam kabel yang tidak diisolasi, dan langsung ditanam di dalam tanah, besi BAB II LANDASAN TEORI II-25

39 tulang beton atau konstruksi baja bawah tanah lainnya boleh dipakai sebagai elektroda tanah Resistansi Jenis Tanah Nilai tahanan dari berbagai tanah tentunya berbeda-beda, tergantung pada jenis tanahnya seperti yang ditunjukkan pada table di bawah ini : No Jenis Tanah Resistansi Jenis (Ohm-m) 1 Tanah rawa 30 2 Tanah liat Ladang Pasir basah Kerikil basah Pasir dan kerikil kering 3000 Tabel 2.5 Resistansi jenis tanah Penggunaan tahanan jenis tanah ini dihubungkan dengan tahanan pembumian, dimana dari tahanan pembumian ini diketahui jarak elektroda yang akan kita tanam Metoda Pemasangan Elektroda Tanah 1. Elektroda Pita Penanaman elektroda pita yang baik adalah dengan kedalaman 0,5 1 meter di bawah permukaan tanah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan elektroda pita adalah: - pengaruh kelembaban tanah terhadap resistansi pembumian. BAB II LANDASAN TEORI II-26

40 - panjang elektroda tanah agar disesuaikan dengan resistansi pentanahan yang diperlukan. - elektroda pita radial harus disusun simetris. 2. Elektroda Batang Elektroda batang ditanam tegak lurus ke dalam tanah dan panjangnya disesuaikan dengan resistansi pembumian yang diperlukan. Jika beberapa elektroda diperlukan untuk memperoleh resistansi pembumian yang rendah atau elektroda tersebut tidak bekerja efektif pada seluruh panjangnya, maka jarak antara elektroda tersebut harus dua kali panjangnya. 2. Elektroda Pelat Elektroda pelat ditanam tegak lurus dalam tanah, ukurannya disesuaikan dengan resistansi pembumian yang diperlukan dan pada umumnya cukup menggunakan pelat ukuran berukuran 1 m x 0,5 m. Sisi atas pelat harus terletak minimum 1 m di bawah permukaan tanah. Jika diperlukan beberapa pelat logam untuk memperoleh resistansi pembumian yang rendah, maka jarak antar pelat logam jika dipasang paralel dianjurkan minimal 3 meter. Metode pemasangan elekroda tanah seperti di atas sesuai dengan peraturan di PUIL 2000 pasal 321 A3 A5. BAB II LANDASAN TEORI II-27

41 BAB III SISTEM KELISTRIKAN TERPASANG DI GEDUNG PERKANTORAN X 3.1 Sistem Kelistrikan Terpasang Sistem distribusi tenaga listrik dimulai dari suplai tegangan menengah 20 KV, dari jaringan PLN yang terdekat dan diterima di panel TM yang ada di ruang Power House. Dari panel TM akan ditransfer ke Panel Distribusi utama tegangan rendah melalui transformator penurun tegangan dengan kapasitas 2X1250 kva. Bila tegangan PLN padam, maka sumber listrik disuplai oleh Diesel Genset dengan kapasitas 1500 kva. Sistem distribusi menggunakan tipe radial, dimana tiap pusat beban akan langsung disuplai dari panel utama melalui kabel daya. Khusus untuk beban pemadam kebakaran seperti pompa hydrant dan kebutuhan beban pada tangga kebakaran serta beban untuk fire lift menggunakan kabel tahan api (fire resistance cable) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Trafo 1(satu) mensuplai beban sebanyak 15(lima belas) buah yang terdiri dari 4(empat) beban tenaga, 9(sembilan) beban penerangan dan 2(dua) beban cadangan. A. Beban tenaga pada Trafo 1 antara lain: 1. Power Panel M12 terdiri dari: (Chiller1, Chiller2, Chiller3, Chiller4, Chiller5, dan Chiller6). 2. Power Panel M11 terdiri dari: Chilled WP1, Chilled WP2, Handling unit, dan Electrorall. Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-1

42 3. Power Panel M9 terdiri dari: (Fan kitchen, Fan toilet, Fan tee room, Supplus Room, dan Cooling tower). 4. Power Panel MS terdiri dari: (Springkler pump dan Air compressor). Trafo 2(dua) mensuplai beban sebanyak 14(empat belas) buah yang terdiri dari 9(sembilan) beban tenaga, 3(tiga) beban penerangan dan 2(dua) beban cadangan B. Beban tenaga pada Trafo 1 antara lain: 1. Power Panel M1 terdiri dari : (Chilled WP1, Chilled WP2, Cooled WP1, Cooled WP2, Cooled WP3, Package unit, Fan, Handling Unit1, Electrorall.1, Handling Electrorall, Electrorall2, Handling unit2, Electrorall3, Air Con. Control). 2. Power Panel M2 terdiri dari: (Chiller1, Chiller2). 3. Power Panel M8 terdiri dari: (Handling unit, Electrorall, Cooling tower café, Cooling tower, Propeller1, Propeller2, Cold water pump1, dan Cold water pump2). 4. Power Panel M13 terdiri dari: (Elevator1, Elevator2, Elevator3, dan Elevator4). 5. Power Panel M6 terdiri dari: (Sump pump1, Sump pump2, Lift pump1, Lift pump2, Fire pump, Chemical Fp1, Chemical Fp2, Well pump, dan Septic tank). 6. Power Panel M7 terdiri dari: (Roof fan1, Roof fan2 dan G1-L1 ). 7. Power Panel M4 terdiri dari: Elevator. Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-2

43 8. Power Panel M3 terdiri dari: (Blower1,Blower2, Sump pump1, Sump pump2, dan Form breaking pump). 9. Power Panel M10 terdiri dari: (Fan kitchen1, Package unit, Cooling WP, Coling tower, dan Fan kitchen2). Untuk diagram satu garis dari sistem distribusi terlampir. TABEL SISTEM DISTRIBUSI TERPASANG DI PERKANTORAN X NO TRAFO FEEDER DAYA BEBAN PENGAMAN (KVA) (A) PENGHANTAR 1 PP M NYFGbY 4 X 250 mm 2 PP M NYFGbY 3 X 100 mm 3 SDP NYFGbY 4 X 100 mm 4 SDP NYFGbY 4 X 100 mm 5 SDP NYFGbY 4 X 100 mm 6 SDP NYFGbY 4 X 100 mm 7 LVMDP 1 SDP NYFGbY 4 X 100 mm 8 SDP NYFGbY 3 X 100 mm 9 SDP NYFGbY 3 X 80 mm 10 PP M NYFGbY 3 X 38 mm 11 PP MS NYFGbY 3 X 100 mm 12 SDP NYFGbY 3 X 50 mm 13 SDP NYFGbY 3 X 100 mm 14 PP M NYFGbY 3 X 150 mm 15 PP M NYFGbY 3 X 100 mm 16 PP M NYFGbY 3 X 150 mm 17 PP M NYFGbY 3 X 200 mm 18 PP M NYFGbY 3 X 150 mm 19 PP M NYFGbY 4 X 60 mm LVMDP 2 20 PP M NYFGbY 4 X 50 mm 21 SDP NYFGbY 4 X 60 mm 22 PP M NYFGbY 4 X 50 mm 23 SDP NYFGbY 3 X 150 mm 24 PP M NYFGbY 3 X 38 mm 25 SDP NYFGbY 3 X 38 mm Tabel 3.1 Sistem Distribusi Terpasang di Perkantoran x Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-3

44 TABEL BEBAN TENAGA 1 PHASA DAN 3 PHASA DI GEDUNG PERKANTORAN X NO FEEDER NAMA PERALATAN TEGANGAN DAYA TOTAL (KW) 1 PHASA 3 PHASA 1 SUMP PUMP SUMP PUMP LIFT PUMP LIFT PUMP M2 FIRE PUMP CHEMICAL FEED CHEMICAL FEED WELL PUMP SEPTIC TANK SPRINGKLER MS 11 AIR COMPRESOR CHILLER WATER PUMP M11 13 COOLING WATER PUMP CHILLER WATER PUMP COOLING WATER PUMP COOLING WATER PUMP PACKAGE UNIT M1 FAN HANDLING UNIT ELECTRORALL HANDLING UNIT ELECTRORALL M11 I-M HANDLING UNIT M11 25 ELECTRORALL HANDLING UNIT M8 27 ELECTRORALL PROF FAN M7 ROFF FAN G1-L FAN KITCHEN FAN TOILET M9 FAN TEEROOM FAN (SUPPLAI ROOM) COOLING TOWER COOLING TOWER CAFETARIA COOLING TOWER COLD WATER PUMP M8 39 COLD WATER PUMP PROPELLER FAN PROPELLER FAN FAN KITCHEN M10 43 PACKAGE UNIT Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-4

45 44 COOLING WATER COOLING TOWER FAN KITCHEN BLOWER BLOWER M4 SUMP PUMP SUMP PUMP FORM BREAKING DAYA TOTAL (KW) Tabel 3.2 Beban Tenaga Terpasang di Perkantoran x 3.2 Beban dan Peralatan utama yang terpasang Kabel TM untuk tegangan kerja 20 KV menggunakan isolasi XLPE dengan jenis konduktor tembaga yang mempunyai ketahanan terhadap panas dengan temperatur maksimum 90 0 C. Pengaman jaringan TM untuk tegangan kerja 20 KV, 50 Hz, mempunyai kapasitas (rating) 600 A (OCB type),tp Busbar, dengan IP (Indek Protection) 52. Transformer yang dipasang memiliki kapasitas 2 x 1250 kva untuk tegangan kerja 20 kv/.38kv 50 Hz, dengan jenis Oil Immersed, jenis konduktornya tembaga yang memiliki nilai impedansi sekitar 7% dan 6%, serta vector groupnya Dyn 5. Kapasitas Diesel generator yang digunakan 1375 kva 8P dengan tegangan kerja 380/220 V, 3 phase + N 50 Hz,.8 Pf dengan jenis brush-less, memiliki putaran 750 rpm. Pengaman panel TR terpasang untuk tegangan kerja 380/220 V, 3 phasa + netral 50 Hz adalah 3000 A (ACB type) untuk masing-masing transformer dengan IP 51, penghantar yang digunakan adalah 4 x 500 mm 2 NYFGbY. Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-5

46 Kabel TR yang digunakan untuk tegangan kerja V adalah NYFGbY, NYY, NYA, NYM dengan isolasi PVC dan konduktornya adalah tembaga yang memiliki ketahanan terhadap panas sampai temperature maksimum 90 0 C. Kabel Tahan Api yang digunakan untuk tegangan kerja V adalah dengan isolasi PVC dan konduktornya adalah tembaga yang memiliki ketahanan terhadap panas sampai temperatur maksimum C selama 3 jam. 3.3 Pemakaian energi listrik Total pemakaian energi listrik periode Desember November 2005 sesuai dengan tabel PE pada bagian lampiran. LWBP WBP Total Jam nyala : 32,486 kwh : 5,185 kwh : 4,632 kwh : 3,116 Hour Tagihan : Rp 2,901,942,730 Total pemakaian energi listrik pada tanggal 27 maret 2006 Arus trafo 1 Arus trafo 2 R : 11,215 A R : 11,215 A S : 8,230 A S : 11,215 A T : 6,925 A T : 11,215 A Daya 1φ Trafo 1 Daya 1φ Trafo 2 R : 2,467.3 kva R : 2,467.3 kva Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-6

47 S : 1,810.6 kva S : 2,467.3 kva T : 1,523.5 kva T : 2,467.3 kva Total : 5,801.4 kva Total : 7,401.9 kva Total Daya 3φ adalah 12,665 kw Total pemakaian energi listrik pada tanggal 28 maret 2006 Arus trafo 1 Arus trafo 2 R : 15,710 A R : 6,966 A S : 13,740 A S : 6,966 A T : 11,980 A T : 6,966 A Daya 1φ Trafo 1 Daya 1φ Trafo 2 R : 3,456.2 kva R : 1,310.1 kva S : 3,022.8 kva S : 1,310.1kVA T : 2,636.6 kva T : 1,310.1 kva Total : 9,114.6 kva Total : 3,930.3 kva Total Daya 3φ adalah 12,720 kw Total pemakaian energi listrik pada tanggal 29 maret 2006 Arus trafo 1 Arus trafo 2 R : 14,680 A R : 5,960 A S : 12,360A S : 5,585 A T : 11,295A T : 6,695 A Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-7

48 Daya 1φ Trafo 1 Daya 1φ Trafo 2 R : 3,230 kva R : 1,311 kva S : 2,717 kva S : 1,229 kva T : 2,485 kva T : 1,253 kva Total : 8,432 kva Total : 3,792.8 kva Total Daya 3φ adalah 12,720 kw Keadaan Kelistrikan Terpasang disebuah Gedung Perkantoran X III-8

49 BAB IV ANALISA 4.1 Analisa arus beban nominal, dan KHA kabel Analisa Chilled WP1 pada PP.M1 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di Chilled WP1 = 30 KW. Arus beban nominal pada PP.Chilled WP1 dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I n = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I n = Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I n = A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.CHILLED WP x A A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 10 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 10 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Chilled WP1. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV.1. BAB IV ANALISA IV-1

50 4.1.2 Analisa Chiller1 pada PP.M2 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Chiller1 = 150 KW. Arus beben maksimum pada PP.Chiller1 dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I n = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I n = Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I n = A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.Chiller x A A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 150 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYFGbY 3 x 150 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Chiller1. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Blower1 pada PP.M3 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Blower1 = 3.7 KW. Arus beben maksimum pada PP. Blower1 dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I n = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I n = 3700 Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I n = 6.31 A BAB IV ANALISA IV-2

51 KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP Blower x 6.31 A 7.89 A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= 7.89 A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 1.5 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 1.5 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Blower1. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Elevator pada PP.M4 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Elevator = 75 KW. Arus beben maksimum pada PP. Elevator dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I n = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I n = VA /( 3 x 380 x.89) [A] I n = A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.Elevator 1.25 x A A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= A. BAB IV ANALISA IV-3

52 Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 50 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYFGbY 3 x 50 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Elevator. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Sump Pump pada PP.M6 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Sump Pump = 0.4 KW. Arus beben maksimum pada PP.Sump Pump dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I maks = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I maks = 400 Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I maks = 0.68 A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP. Sump Pump 1.25 x 0.68 A 0.85 A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= 0.85A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 1.5 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 1.5 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama BAB IV ANALISA IV-4

53 dengan perhitungan pada PP.Sump Pump. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Roof Fan pada PP.M7 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Roof Fan = 2.2 KW. Arus beben maksimum pada PP.M7 dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I maks = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I maks = Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I maks = 3.75 A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP. Roof Fan 1.25 x 3.75 A 4.69 A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= 4.69A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 1.5 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 1.5 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Roof Fan. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Handling Unit pada PP.M8 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Handling Unit = 90 KW. Arus beben maksimum pada PP.Handling Unit dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: BAB IV ANALISA IV-5

54 I maks = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I maks = VA / ( 3 x 380 x.89) [A] I maks = A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.Handling Unit 1.25 x A A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 70 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYFGbY 6 x 70 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Handling Unit. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Fan Kitchen pada PP.M9 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Fan Kitchen = 3.7 KW. Arus beben maksimum pada PP. Fan Kitchen dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I maks = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I maks = Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I maks = 6.31 A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.Fan Kitchen 1.25 x 6.31 A 7.89 A BAB IV ANALISA IV-6

55 Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= 7.89A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 1.5 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 1.5 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama dengan perhitungan pada PP.Fan Kitchen. Hasil perhitungan untuk grup yang lain disajikan pada Tabel Evaluasi IV Analisa Cooling WP pada PP.M10 Besar arus beban maksimum (tiga fasa) di PP.Cooling WP = 3.7 KW. Arus beben maksimum pada PP.Cooling WP dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: I maks = P/( 3 x V x Cos φ) [A] I maks = Watt / ( 3 x 380 x.89) [A] I maks = 6.31 A KHA = KHA = KHA = 1.25 x I n PP.Cooling WP 1.25 x 6.31 A 7.89 A Jadi penghantar yang dipasang, minimum harus mempunyai nilai KHA= 7.89A. Penampang penghantar minimum berdasarkan katalog yang tersedia (katalog terlampir) adalah: 1.5 mm 2, sehingga jenis penghantar dan luas penampang hasil perhitungan adalah NYY 3 x 1.5 mm 2. Untuk perhitungan I n, KHA, ukuran minimal luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang pada group lain, dapat menggunakan cara yang sama BAB IV ANALISA IV-7

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Sebagai seorang enjinering yang handal ia akan selalu mempertimbangkan mengenai pertumbuhan beban yang akan terjadi dimasa datang didalam perencanaan tenaga listrik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Umum Sistem distribusi listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi listrik bertujuan menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik atau pembangkit

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem distribusi listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi listrik bertujuan menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik atau pembangkit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 57 BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 4.1. Sistem Instalasi Listrik Sistem instalasi listrik di gedung perkantoran Talavera Suite menggunakan sistem radial. Sumber utama untuk suplai

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK 3.1 Tahapan Perencanaan Instalasi Sistem Tenaga Listrik Tahapan dalam perencanaan instalasi sistem tenaga listrik pada sebuah bangunan kantor dibagi

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB V PERHTUNGAN DAN ANALSA 4.1 Sistem nstalasi Listrik Sistem instalasi listrik di gedung perkantoran Dinas Teknis Kuningan menggunakan sistem radial. Sumber utama untuk suplai listrik berasal dari PLN.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Instalasi Listrik Instalasi listrik adalah saluran listrik beserta gawai maupun peralatan yang terpasang baik di dalam maupun diluar bangunan untuk menyalurkan arus

Lebih terperinci

BAB III KEBUTUHAN GENSET

BAB III KEBUTUHAN GENSET BAB III KEBUTUHAN GENSET 3.1 SUMBER DAYA LISTRIK Untuk mensuplai seluruh kebutuhan daya listrik pada bangunan ini maka direncanakan sumber daya listrik dari : A. Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) B.

Lebih terperinci

Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta

Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta Oleh Maryono SMK Negeri 3 Yogyakarta - Circuit Breaker (CB) 1. MCB (Miniatur Circuit Breaker) 2. MCCB (Mold Case Circuit Breaker) 3. NFB (No Fuse Circuit Breaker) 4. ACB (Air Circuit Breaker) 5. OCB (Oil

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KELISTRIKAN DI GEDUNG PT.STRA GRAPHIA TBK

BAB III SISTEM KELISTRIKAN DI GEDUNG PT.STRA GRAPHIA TBK BAB III SISTEM KELISTRIKAN DI GEDUNG PT.STRA GRAPHIA TBK 3.1. SISTEM KELISTRIKAN DI GEDUNG PT. ASTRA GRAPHIA TBK Sistem distribusi tenaga listrik dimulai dari suplai tegangan menengah 20 kv, dari jaringan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar MCB MCB (Miniature Circuit Breaker) atau pemutus tenaga berfungsi untuk memutuskan suatu rangkaian apabila ada arus yamg mengalir dalam rangkaian atau beban listrik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL). b. Letak titik sumber (pembangkit) dengan titik beban tidak selalu berdekatan.

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL). b. Letak titik sumber (pembangkit) dengan titik beban tidak selalu berdekatan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar Distribusi Dan Instalasi Secara sederhana Sistem Distribusi Tenaga Listrik dapat diartikan sebagai sistem sarana penyampaian tenaga listrik dari sumber ke pusat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR GANGGUAN OVERLOAD PADA GARDU DISTRBUSI ASRAMA KIWAL

LAPORAN AKHIR GANGGUAN OVERLOAD PADA GARDU DISTRBUSI ASRAMA KIWAL LAPORAN AKHIR GANGGUAN OVERLOAD PADA GARDU DISTRBUSI ASRAMA KIWAL Oleh : SEMUEL MASRI PONGKORUNG NIM : 13021003 Dosen Pembimbing Reiner Ruben Philipus Soenpiet, SST NIP. 1961019 199103 2 001 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI HASBULLAH, MT ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI PENGHANTAR BUMI YG TIDAK BERISOLASI YG DITANAM DALM BUMI DIANGGAP SEBAGI BAGIAN DARI ELEKTRODA BUMI ELEKTODA PITA,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 3.1 TAHAP PERANCANGAN DISTRIBUSI KELISTRIKAN Tahapan dalam perancangan sistem distribusi kelistrikan di bangunan bertingkat

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN 4.1 ANALISA SISTEM DISTRIBUSI Dalam menghitung arus yang dibutuhkan untuk alat penghubung dan pembagi sumber utama dan sumber tambahan dalam

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian dan fungsi dari elektrode bumi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN POMPA

BAB III PERENCANAAN POMPA 35 BAB III PERENCANAAN POMPA 3.1 Pemilihan Pompa PT. Wira Putra adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan gedung khususnya untuk pabrik-pabrik home industri. Pada pengambilan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang dilakukan mengenai analisis sistem suplai daya instalasi listrik tenaga. Sehingga, dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Perencanaan instalasi listrik membutuhkan analisis yang terus-menerus dan komprehensip untuk menilai keberhasilan sistem dan untuk menentukan kefektifan dalam pengembangan

Lebih terperinci

MENGENAL ALAT UKUR. Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat )

MENGENAL ALAT UKUR. Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat ) MENGENAL ALAT UKUR AMPER METER Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat ) Arus = I satuannya Amper ( A ) Cara menggunakannya yaitu dengan disambung

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA

BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA 32 BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA 4.1 Deskripsi Perancangan Dalam perancangan ini, penulis akan merancang genset dengan penentuan daya genset berdasar beban maksimum yang terukur pada jam 14.00-16.00 WIB

Lebih terperinci

INSTALASI CAHAYA. HASBULLAH, S.Pd. MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI

INSTALASI CAHAYA. HASBULLAH, S.Pd. MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI INSTALASI CAHAYA HASBULLAH, S.Pd. MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI JENIS INSTALASI LISTRIK Menurut Arus listrik yang dialirkan 1. Instalasi Arus Searah (DC) 2. Instalasi Arus Bolak-Balik (AC) Menurut Pemakaian

Lebih terperinci

BAB IV DESIGN SISTEM PROTEKSI MOTOR CONTROL CENTER (MCC) PADA WATER TREATMENT PLANT (WTP) Sistem Kelistrikan di PT. Krakatau Steel Cilegon

BAB IV DESIGN SISTEM PROTEKSI MOTOR CONTROL CENTER (MCC) PADA WATER TREATMENT PLANT (WTP) Sistem Kelistrikan di PT. Krakatau Steel Cilegon BAB IV DESIGN SISTEM PROTEKSI MOTOR CONTROL CENTER (MCC) PADA WATER TREATMENT PLANT (WTP) 3 4.1 Sistem Kelistrikan di PT. Krakatau Steel Cilegon Untuk menjalankan operasi produksi pada PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB IV HASIL PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB IV HASIL PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 4.1 Hasil 4.1.1 Proses Perancangan Diagram Satu Garis Sistem Distribusi Tenaga Listrik Pada Hotel Bonero Living Quarter Jawa

Lebih terperinci

STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV

STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV JENIS GARDU 1. Gardu Portal Gardu Distribusi Tenaga Listrik Tipe Terbuka ( Out-door ), dengan memakai DISTRIBUSI kontruksi dua tiang atau lebih

Lebih terperinci

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus :

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : 3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : R = Dimana : = tahanan jenbis tanah ( ) L = Panjang elektroda batang (m) A = Jari-jari

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat Bahan Listrik Bahan penghantar padat Definisi Penghantar Penghantar ialah suatu benda yang berbentuk logam ataupun non logam yang dapat mengalirkan arus listrik dari satu titik ke titik lain. Penghantar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN INSTALASI PENERANGAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN INSTALASI PENERANGAN BAB IV HASIL PERANCANGAN INSTALASI PENERANGAN 4.1 Hasil 4.1.1 Proses Perancangan Instalasi Penerangan Perancangan instalasi penerangan di awali dengan pemilian tipe lampu, penetapan titik lampu, penentuan

Lebih terperinci

Jenis Bahan Konduktor

Jenis Bahan Konduktor Jenis Bahan Konduktor Bahan bahan yang dipakai untuk konduktor harus memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut: 1. Konduktifitasnya cukup baik. 2. Kekuatan mekanisnya (kekuatan tarik) cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB III. CIRCUIT BREAKER DAN FUSE (SEKERING)

BAB III. CIRCUIT BREAKER DAN FUSE (SEKERING) BAB III. CIRCUIT BREAKER DAN FUSE (SEKERING) 3.1. Circuit Breaker Circuit breaker seperti halnya sekering adalah merupakan alat proteksi, walaupun circuit breaker dilengkapi dengan fasilitas untuk switching.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PADA BANGUNAN KANTOR 25 LANTAI. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat

TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PADA BANGUNAN KANTOR 25 LANTAI. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PADA BANGUNAN KANTOR 25 LANTAI Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA II.1 Umum 2 Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang saling berhubungan serta memiliki ciri terkoordinasi untuk memenuhi

Lebih terperinci

atau pengaman pada pelanggan.

atau pengaman pada pelanggan. 16 b. Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2.1). Sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI 167 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan

Lebih terperinci

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 BIDANG DISTRIBUSI No. SPLN No. JUDUL 1 SPLN 1 : 1995 TEGANGAN-TEGANGAN STANDAR 2 SPLN 3 :1978 PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 PEDOMAN PENERAPAN SISTEM DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Gardu Distribusi Pengertian umum Gardu Distribusi tenaga listrik yang paling dikenal adalah suatu bangunan gardu listrik berisi atau terdiri dari instalasi Perlengkapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Untuk menjaga agar faktor daya sebisa mungkin mendekati 100 %, umumnya perusahaan menempatkan kapasitor shunt pada tempat yang bervariasi seperti pada rel rel baik tingkat

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI PANEL DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PP-IB LABORATURIUM INSTALASI LISTRIK POLBAN MENURUT STANDAR SNI PUIL 2000

REKONSTRUKSI PANEL DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PP-IB LABORATURIUM INSTALASI LISTRIK POLBAN MENURUT STANDAR SNI PUIL 2000 REKONSTRUKSI PANEL DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PP-IB LABORATURIUM INSTALASI LISTRIK POLBAN MENURUT STANDAR SNI PUIL 2000 Fajar Septiansyah (091321076) Mahasiswa Diploma 3 Program Studi Teknik Listrik Jurusan

Lebih terperinci

PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR M. Hariansyah 1, Joni Setiawan 2 1 Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN. fasa dari segi sistim kelistrikannya maka dilakukan pengamatan langsung

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN. fasa dari segi sistim kelistrikannya maka dilakukan pengamatan langsung BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Umum Untuk menganalisa kegagalan pengasutan pada motor induksi 3 fasa dari segi sistim kelistrikannya maka dilakukan pengamatan langsung ( visual ) terhadap motor induksi

Lebih terperinci

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya SNI 0405000 Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya 6. Ruang lingkup 6.. Bab ini mengatur persyaratan PHB yang meliputi, pemasangan, sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN INSTALASI PENERANGAN

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN INSTALASI PENERANGAN BAB II DASARDASAR PERENCANAAN INSTALASI PENERANGAN II.. Syaratsyarat Umum Dalam melakukan perencanaan suatu instalasi baik itu instalasi rumah tinggal, kantorkantor, pabrikpabrik ataupun alatalat transport,

Lebih terperinci

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE I. TUJUAN 1. Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis saklar, pemakaian saklar cara kerja saklar. 2. Praktikan dapat memahami ketentuanketentuan instalasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat dalam sistem tenaga listrik antara lain hubung singkat 3 phasa,

Lebih terperinci

RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn.

RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn. RANCANGAN BUS BAR PERANGKAT HUBUNG BAGI (PHB) LISTRIK BANGUNAN IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 200 kci-prfn. Tukiman, Edy Karyanta Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir- BATAN Gedung 71, Kawasan PUSPIPTEK Serpong,Tangerang

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN. : SMK Negeri Nusawungu. KELAS / SEMESTER : XI /3 KOMP. KEAHLIAN : Teknik Instalasi Tenaga Listrik : Siswanta, S.

SOAL DAN PEMBAHASAN. : SMK Negeri Nusawungu. KELAS / SEMESTER : XI /3 KOMP. KEAHLIAN : Teknik Instalasi Tenaga Listrik : Siswanta, S. SOAL DAN PEMBAHASAN SEKOLAH : SMK Negeri Nusawungu MAPEL : MIPLBS KELAS / SEMESTER : XI /3 KOMP. KEAHLIAN : Teknik Instalasi Tenaga Listrik Oleh : Siswanta, S.Pd 1. Syarat-syarat instalasi listrik adalah...

Lebih terperinci

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP)

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) 3.1 Alat Ukur Listrik Besaran listrik seperti arus, tegangan, daya dan lain sebagainya tidak dapat secara langsung kita tanggapi dengan panca indra kita. Untuk

Lebih terperinci

INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK SESUAI PUIL 2000

INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK SESUAI PUIL 2000 INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK SESUAI PUIL 2000 34 Instalasi pemanfaatan tenaga listrik adalah instalasi listrik milik pelanggan atau yang ada di sisi pelanggan. Definisi umum : 1. Yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA INSTALASI TIE BREAKER MCC EMERGENCY 380 VOLT

BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA INSTALASI TIE BREAKER MCC EMERGENCY 380 VOLT BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA INSTALASI TIE BREAKER MCC EMERGENCY 380 VOLT 4.1 Deskripsi Perancangan Dalam perencanaan tie breaker ini secara umum yang menjadi pertimbangan dalam perancangannya diantaranya

Lebih terperinci

Distribution of Electrical Energy. Presented by: Diko Harneldo Firman Budiyanto Rengga A. Prasetyo Yudith Irawan

Distribution of Electrical Energy. Presented by: Diko Harneldo Firman Budiyanto Rengga A. Prasetyo Yudith Irawan Distribution of Electrical Energy Presented by: Diko Harneldo Firman Budiyanto Rengga A. Prasetyo Yudith Irawan Presentation Outline Distribution System Distribution System Consideration Type of Electrical

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI

ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI TUGAS AKHIR ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI Oleh Senando Rangga Pitoy NIM : 12 023 030 Dosen Pembimbing Deitje Pongoh, ST. M.pd NIP. 19641216 199103 2 001 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sistem distribusi tenaga listrik di gedung Fakultas Teknik UMY masuk pada sistem distribusi tegangan menengah, oleh karenanya sistim distribusinya menggunakan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 Umum BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Kehidupan moderen salah satu cirinya adalah pemakaian energi listrik yang besar. Besarnya pemakaian energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK Hendra Rudianto (5113131020) Pryo Utomo (5113131035) Sapridahani Harahap (5113131037) Taruna Iswara (5113131038) Teddy Firmansyah (5113131040) Oleh : Kelompok

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 PENGERTIAN Berdasarkan IEV (International Electrotechnical Vocabulary) 441-14-20 disebutkan bahwa Circuit Breaker (CB) atau Pemutus Tenaga (PMT) merupakan peralatan saklar /

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dari teknik perancangan yang

BAB IV IMPLEMENTASI. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dari teknik perancangan yang BAB IV IMPLEMENTASI Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dari teknik perancangan yang telah dijabarkan pada bab III yaitu perancangan sistem ATS dan AMF di PT. JEFTA PRAKARSA PRATAMA dengan mengambil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SISTEM DISTRIBUSI KELISTRIKAN Pengertian distribusi energy listrik adalah pengiriman dan pembagian energy listrik melalui suatu jaringan dan perlengkapannya mulai dari sumber

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI Oleh: OFRIADI MAKANGIRAS 13-021-014 KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI MANADO 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

BAB III KRITERIA PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

BAB III KRITERIA PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 36 BAB III KRITERIA PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK 3.1.Pendahuluan Sebagai gambaran untuk sistem listrik, proyek ini direncanakan dengan sistem yang mampu mengatasi segala kemungkinan terputusnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distributed Generation Distributed Generation adalah sebuah pembangkit tenaga listrik yang bertujuan menyediakan sebuah sumber daya aktif yang terhubung langsung dengan jaringan

Lebih terperinci

BAB IV JATUH TEGANGAN PADA PANEL DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB IV JATUH TEGANGAN PADA PANEL DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB IV JATUH TEGANGAN PADA PANEL DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 4.1. Sistem Distribusi Listrik Dalam sistem distribusi listrik gedung Emporium Pluit Mall bersumber dari PT.PLN (Persero) distribusi DKI Jakarta

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Perencanaan Instalasi Listrik Di Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT.Salim Ivomas Pratama

TUGAS AKHIR Perencanaan Instalasi Listrik Di Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT.Salim Ivomas Pratama TUGAS AKHIR Perencanaan Instalasi Listrik Di Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT.Salim Ivomas Pratama Diajukan guna melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

Oleh Asep Sodikin 1), Dede Suhendi 2), Evyta Wismiana 3) ABSTRAK

Oleh Asep Sodikin 1), Dede Suhendi 2), Evyta Wismiana 3) ABSTRAK EVALUASI PERENCANAAN KARAKTERISTIK INSTALASI LISTRIK DAN OPTIMALISASI DAYA TERPASANG PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN DAN PARKIR UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Oleh Asep Sodikin 1), Dede Suhendi 2), Evyta Wismiana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I (Pendahuluan) BAB II (Landasan Teori) Rizky Maulana S, 2014 Perencanaan Instalasi Listrik Hotel Prima Cirebon

DAFTAR ISI BAB I (Pendahuluan) BAB II (Landasan Teori) Rizky Maulana S, 2014 Perencanaan Instalasi Listrik Hotel Prima Cirebon DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pernyataan... ii Halaman Pengesahan... iii Abstrak... iv Kata Pengantar... v Daftar Isi... vi Daftar Gambar... ix Daftar Tabel... x BAB I (Pendahuluan)... 1 Latar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian 3.1.1. Metode Observasi Metode observasi dimasudkan untuk mengadakan pengamatan terhadap subyek yang akan diteliti, yaitu tentang perencanaan sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi Sistem distribusi merupakan keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang besar (seperti gardu transmisi)

Lebih terperinci

PRAKTIKUM INSTALASI PENERANGAN LISTRIK SATU FASA SATU GRUP

PRAKTIKUM INSTALASI PENERANGAN LISTRIK SATU FASA SATU GRUP Posted on December 6, 2012 PRAKTIKUM INSTALASI PENERANGAN LISTRIK SATU FASA SATU GRUP I. TUJUAN 1. Mampu merancang instalasi penerangan satu fasa satu grup. 2. Mengetahui penerapan instalasi penerangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN KOMPONEN DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV PEMILIHAN KOMPONEN DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV PEMILIHAN KOMPONEN DAN PENGUJIAN ALAT Pada bab sebelumnya telah diuraikan konsep rancangan dan beberapa teori yang berhubungan dengan rancangan ACOS (Automatic Change Over Switch) pada AC (Air Conditioning)

Lebih terperinci

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN 39 BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN 3.1 Sistem Distribusi Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP, dan PLTP dan yang lainnya, dengan tegangan yang

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TEORI KEJURUAN KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK

CONTOH SOAL TEORI KEJURUAN KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK CONTOH SOAL TEORI KEJURUAN KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK Pilih salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang ( X ) pada huruf A, B, C, D atau E pada lembar jawaban

Lebih terperinci

TEORI LISTRIK TERAPAN

TEORI LISTRIK TERAPAN TEORI LISTRIK TERAPAN 1. RUGI TEGANGAN 1.1. PENDAHULUAN Kerugian tegangan atau susut tegangan dalam saluran tenaga listrik adalah berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban, berbanding terbalik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah kumpulan atau gabungan dari komponenkomponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi,

Lebih terperinci

KOMPONEN INSTALASI LISTRIK

KOMPONEN INSTALASI LISTRIK KOMPONEN INSTALASI LISTRIK HASBULLAH, S.PD, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI 2009 KOMPONEN INSTALASI LISTRIK Komponen instalasi listrik merupakan perlengkapan yang paling pokok dalam suatu rangkaian instalasi

Lebih terperinci

BAB III CAPACITOR BANK. Daya Semu (S, VA, Volt Ampere) Daya Aktif (P, W, Watt) Daya Reaktif (Q, VAR, Volt Ampere Reactive)

BAB III CAPACITOR BANK. Daya Semu (S, VA, Volt Ampere) Daya Aktif (P, W, Watt) Daya Reaktif (Q, VAR, Volt Ampere Reactive) 15 BAB III CAPACITOR BANK 3.1 Panel Capacitor Bank Dalam sistem listrik arus AC/Arus Bolak Balik ada tiga jenis daya yang dikenal, khususnya untuk beban yang memiliki impedansi (Z), yaitu: Daya Semu (S,

Lebih terperinci

SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI TENAGA LISTRIK PADA GEDUNG DINAS TEKNIS - KUNINGAN

SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI TENAGA LISTRIK PADA GEDUNG DINAS TEKNIS - KUNINGAN SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI TENAGA LISTRIK PADA GEDUNG DINAS TEKNIS - KUNINGAN Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam melengkapi gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Dadi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK. TATAP MUKA IV. Oleh: Ir. Zulkarnaini, MT.

Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK. TATAP MUKA IV. Oleh: Ir. Zulkarnaini, MT. Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK TATAP MUKA IV. Oleh: Ir. Zulkarnaini, MT. 2011 1 CIRCUIT BREAKER DAN FUSE (SEKERING) Circuit Breaker Fungsi circuit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Daya Daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energi yang digunakan untuk melakukan kerja atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type GARPOL/GP6 di lokasi HOTEL AMARIS Jl. Cimanuk No. 14 Bandung, meliputi : 4.1.1 Tiang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar Distribusi Dan Instalasi Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik

Lebih terperinci

SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG TALAVERA SUITE JAKARTA

SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG TALAVERA SUITE JAKARTA SKRIPSI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK PADA GEDUNG TALAVERA SUITE JAKARTA Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam melengkapi gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Slamet Ariyanto

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN GENSET. Genset yang akan dipasang di PT. Aichitex Indonesia sebagai sumber energi

BAB III PERANCANGAN GENSET. Genset yang akan dipasang di PT. Aichitex Indonesia sebagai sumber energi BAB III PERANCANGAN GENSET 3.1 SPESIFIKASI GENSET Genset yang akan dipasang di PT. Aichitex Indonesia sebagai sumber energi listrik cadangan adalah terdiri dari 2 ( dua ) unit generating set yang memiliki

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK Lembar Informasi Tahanan (resistansi) isolasi dari kabel instalasi listrik merupakan salah satu unsur yang menentukan kualitas instalasi listrik, mengingat fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air dingin ( Chiller water ) merupakan air dingin yang di hasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air dingin ( Chiller water ) merupakan air dingin yang di hasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air dingin ( Chiller water ) merupakan air dingin yang di hasilkan oleh mesin pendingin ( mesin Chiller ) untuk didistribusikan ke unit unit mesin pendingin

Lebih terperinci

MEMASANG INSTALASI PENERANGAN SATU PASA

MEMASANG INSTALASI PENERANGAN SATU PASA KEGIATAN BELAJAR 1 MEMASANG INSTALASI PENERANGAN SATU PASA Lembar Informasi Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik nomor 023/PRT/1978, pasal 1 butir 5 tentang instalasi listrik, menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Dalam merancang jaringan listrik suatu bangunan atau area terlebih dahulu

BAB IV ANALISA. Dalam merancang jaringan listrik suatu bangunan atau area terlebih dahulu BAB IV ANALISA 4.1. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Listrik Dalam merancang jaringan listrik suatu bangunan atau area terlebih dahulu dilakukan penaksiran atas beban total seluruh bangunan. Beban total dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB 252 Oleh Vigor Zius Muarayadi (41413110039) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Sistem proteksi jaringan tenaga

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PADA PT. TELKOMSEL BSD-TANGERANG

TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PADA PT. TELKOMSEL BSD-TANGERANG TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DISTRIBUSI DAYA LISTRIK PADA PT. TELKOMSEL BSD-TANGERANG Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata Satu Disusun Oleh : NAMA : ALIF GHAZALI NIM :

Lebih terperinci

Sistem Listrik Idustri

Sistem Listrik Idustri Skema Penyaluran Tenaga Listrik Sistem Listrik Idustri Oleh: Tugino, ST, MT Jurusan Teknik Elektro STTNAS Yogyakarta Tugino, ST MT STTNAS Yogyakarta 2 Sistem Listrik Industri Meliputi Generator Pembangkit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Tenaga Listrik Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

Lebih terperinci

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH 216 217 Pekerjaan instalasi listrik yang telah selesai dikerjakan dan akan dioperasikan, tidak serta merta langsung boleh dioperasikan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 4 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 4 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 4 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa terampil membuat perencanaan instalasi penerangan rumah bertingkat. 2. Mahasiswa terampil melakukan pemasangan instalasi

Lebih terperinci

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad 23 BAB III PERALATAN PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH 3.1 Pendahuluan Gangguan tegangan lebih yang mungkin terjadi pada Gardu Induk dapat disebabkan oleh beberapa sumber gangguan tegangan lebih. Perlindunga

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI.

BAB III DASAR TEORI. 13 BAB III DASAR TEORI 3.1 Pengertian Cubicle Cubicle 20 KV adalah komponen peralatan-peralatan untuk memutuskan dan menghubungkan, pengukuran tegangan, arus, maupun daya, peralatan proteksi, dan control

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Mekanikal dan Elektrikal Dalam suatu bangunan atau gedung terdapat 1 unsur yang tidak kalah pentingnya selain arsitektur dan struktur, yaitu sistem mekanikal dan elektrikal.

Lebih terperinci