ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM"

Transkripsi

1 ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PENERIMA PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB) IPB SUCI NURHAYATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kecerdasan Emosional, Kematangan Sosial, Self-Esteem, dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) IPB adalah karya saya pribadi dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Januari 2011 Suci Nurhayati NIM I

3 RINGKASAN SUCI NURHAYATI. Analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) IPB. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH dan NETI HERNAWATI. Salah satu strategi kebijakan pembangunan pendidikan tahun adalah perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara (Kemendiknas 2010). Sejalan dengan kebijakan di atas, Kementerian Agama RI mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri, untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi yang dinamakan dengan program beasiswa santri berprestasi (Kemenag 2009). Pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Megawangi (2008) mengklasifikasikan aspek potensi-potensi manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, diantaranya aspek emosi, sosial dan akademik. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis perbedaan karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada mahasiswa PBSB dan non PBSB, (2) menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB, (3) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem mahasiswa PBSB dan non PBSB, (4) menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kematangan sosial dengan self-esteem mahasiswa PBSB dan non PBSB, (5) menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan selfesteem dengan prestasi akademik mahasiswa PBSB dan non PBSB, (6) menganalisis pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik mahasiswa PBSB dan non PBSB. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dipilih secara purposive. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret hingga Oktober Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa PBSB dan mahasiswa non PBSB IPB. Contoh diambil secara acak sistematis pada 100 orang mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa PBSB dan 50 mahasiswa non PBSB. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan jumlah yang memenuhi syarat untuk uji statistik. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem, yang diperoleh melalui teknik wawancara dan laporan diri (self report) dengan alat bantu kuisioner. Data sekunder meliputi jumlah mahasiswa dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Jaminan Mutu Pendidikan IPB, serta data mengenai mahasiswa PBSB yang diperoleh dari Direktorat Kerja Sama dan Program Internasional IPB. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensial. Proporsi terbesar contoh berada pada kisaran usia tahun di kelompok PBSB, dan tahun di kelompok non PBSB. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan. Urutan contoh pada kedua kelompok

4 menyebar merata sebagai anak sulung dan anak tengah. Sebagian besar contoh kelompok PBSB mengikuti kegiatan kemahasiswaan lebih dari lima kegiatan, sementara pada kelompok non PBSB kegiatan kemahasiswaan yang diikuti menyebar pada kurang dari sama dengan dua kegiatan, tiga sampai lima kegiatan, dan lebih dari lima kegiatan. Kelompok PBSB memiliki usia yang nyata lebih kecil dan kegiatan kemahasiswaan yang nyata lebih besar dari kelompok non PBSB. Tingkat pendidikan ayah contoh di kelompok PBSB tersebar pada tamat SD dan SMA/Sederajat, sementara pada kelompok non PBSB hampir separuh ayah contoh telah menamatkan pendidikan hingga Perguruan Tinggi dan SMA/Sederajat. Tingkat pendidikan ibu contoh di kelompok PBSB menyebar merata pada SMA/Sederajat dan tamat SD, sementara pada kelompok non PBSB adalah SMA/Sederajat dan perguruan tinggi. Pekerjaan ayah contoh pada kelompok PBSB tersebar merata sebagai petani dan wiraswasta, sementara ayah contoh pada kelompok non PBSB tersebar merata sebagai Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta, dan pegawai swasta. Hampir separuh ibu contoh di kedua kelompok adalah tidak bekerja. Pendapatan orangtua contoh pada kelompok PBSB tersebar pada kisaran kurang dari sama dengan Rp hingga Rp , sementara pada kelompok non PBSB pendapatan orangtua contoh berada pada kisaran yang lebih tinggi yaitu Rp hingga Rp Proporsi terbesar di kedua kelompok termasuk ke dalam tipe keluarga sedang. Pendidikan dan pendapatan orangtua di kelompok PBSB nyata lebih kecil dari non PBSB, dan besar keluarga kelompok PBSB nyata lebih besar dari non PBSB. Lebih dari separuh contoh di kedua kelompok memiliki tingkat kecerdasan emosional yang sedang. Sebagian besar contoh kelompok PBSB dan lebih dari separuh contoh kelompok non PBSB memiliki kematangan sosial (kesadaran sosial dan fasilitas sosial) pada kategori sedang. Terdapat perbedaan yang nyata pada aspek fasilitas sosial, dimana contoh pada kelompok PBSB memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dari kelompok non PBSB. Lebih dari separuh contoh kelompok PBSB dan sebagian besar contoh kelompok non PBSB memiliki selfesteem dengan kategori sedang. Proporsi terbesar contoh pada kedua kelompok memiliki IPK yang berada pada kategori baik yaitu antara 2.75 hingga Kegiatan kemahasiswaan berhubungan nyata dan positif dengan kecerdasan emosi, kematangan sosial, dan self-esteem pada kelompok non PBSB. Terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan orangtua dengan kesadaran emosi diri pada contoh PBSB. Besar keluarga pada contoh PBSB memiliki hubungan negatif dan nyata dengan pengelolaan emosi. Pada contoh PBSB terdapat hubungan negati dan nyata antara besar keluarga dengan kesadaran sosial dan kematangan sosial. Terdapat hubungan yang nyata antara kelima aspek kecerdasan emosional (kecuali pengelolaan emosi pada contoh non PBSB) dan kematangan sosial dengan self-esteem pada kedua kelompok contoh. Sementara itu kematangan sosial pada contoh PBSB memiliki hubungan yang nyata negatif dengan prestasi akademik. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik contoh kelompok PBSB adalah kecerdasan emosional dan kematangan sosial. Sementara pada kelompok non PBSB, faktor yang berpengaruh nyata terhadap prestasi akademik adalah kegiatan kemahasiswaan. Kata kunci : Program beasiswa santri berprestasi (PBSB), kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, prestasi akademik.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 ANALISIS KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PENERIMA PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB) IPB SUCI NURHAYATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 Judul Nama NIM : Analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) IPB. : Suci Nurhayati : I Disetujui, Dosen Pembimbing Ir. Melly Latifah, M.Si. Pembimbing I Neti Hernawati SP, M.Si. Pembimbing II Diketahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Tanggal ujian : 21 Desember 2010 Tanggal lulus :

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk, dan kemudahan yang diberikan, sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggitingginya penulis sampaikan kepada : 1. Ir. Melly Latifah, M.Si dan Neti Hernawati, SP., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas saran, arahan, waktu, kesabaran, dan ilmu pengetahuan yang begitu luas yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal yang pahalanya tidak terputus. 2. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan kritik bermanfaat guna menyempurnakan skripsi ini. 3. Alfiasari, SP., M.Si selaku dosen pemandu seminar atas masukan, saran, dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis. 4. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat selama masa perkuliahan di IKK. 5. Direktorat Administrasi Pendidikan serta Direktorat Kerjasama dan Program Internasional IPB yang telah memberikan bantuan informasi dan data terkait penelitian sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan dengan baik. 6. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian dan penulisan skripsi dapat terlaksana dengan baik. 7. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama masa perkuliahan di IPB. 8. Keluargaku tercinta; orangtua dan adik-adik, keluarga besar: Kakek, Nenek, Mang Lukman, Mang Ayi, Mang Ahmad, Bi Iyun (almh.), Mang Furqon, Bi Mia, Mang Idik, Mang Arif, dan Mang Ade, atas semua doa, nasehat-nasehat bijak, dorongan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

9 9. Teman-teman IKK 42 dan 43, khususnya: Rani, Eka, Tri, Avi, Gita, Dinar, Fetty, Uut, Shanti, Yuli, Rusni, dan Simau yang memberikan semangat, bantuan, perhatian, serta keceriaan kepada penulis. Sahabat terbaik; Ely dan Eny yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan mendengarkan keluh kesah penulis. Robit Nafsik atas do a, perhatian, semangat, serta bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Teman-teman CSS MORA 42 yang selalu membantu di saat sulit. CSS MORA 44 terutama yang telah membantu dalam pengambilan data di lapang. Sahabat-sahabat di FRAME 05 atas kenangan dan kebersamaan yang indah. 10. Para dosen dan teman-teman yang tergabung dalam Tim Relawan Peduli Merapi atas kebersamaan, perhatian, kesan terindah, dan pengalaman terbaik yang penulis dapatkan menjelang penyelesaian skripsi ini. 11. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan semuanya dengan hal yang lebih baik. Amiin. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menambah pengetahuan para pembaca. Bogor, Januari 2011 Suci Nurhayati

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Mei Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Dedi Mulyana dan Siti Ulyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Tespong Raya Sukabumi pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Al-Fatah Lampung dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di MA Al-Fatah Lampung, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementrian Agama RI. Pada tahun kedua di IPB penulis masuk ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di CSS MORA (Community of Santri Scholar, Ministry of Religious Affairs) IPB. Pada tahun pertama kuliah penulis aktif di Rohis B-9 TPB. Penulis juga menjadi salah satu staf pengajar di lembaga bimbingan belajar Karisma Prestasi pada tahun , dan aktif sebagai pengajar privat pada tahun Penulis merupakan penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi tahun

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 7 Kegunaan Penelitian... 8 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Remaja... 9 Kecerdasan Emosional Kematangan Sosial Self-Esteem Prestasi Akademik KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Individu Jenis Kelamin dan Usia Urutan Anak dalam Keluarga Kegiatan Kemahasiswaan Karakteristik Keluarga Contoh Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua Pendapatan Orangtua Besar Keluarga Kecerdasan Emosional Kesadaran Emosi Diri Pengelolaan Emosi Motivasi Diri Empati Seni Membina Hubungan Kematangan Sosial Kesadaran Sosial Fasilitas Sosial... 48

12 Self-Esteem Prestasi Akademik Hubungan antar Variabel Karakteristik Individu dan Kecerdasan Emosional Karakteristik Individu dan Kematangan Sosial Karakteristik Individu dan Self-esteem Karakteristik Keluarga dan Kecerdasan Emosional Karakteristik Keluarga dan Kematangan Sosial Karakteristik Keluarga dan Self-esteem Kecerdasan Emosional dan Self-esteem Kematangan Sosial dan Self-esteem Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Kematangan Sosial dan Prestasi Akademik Self esteem dan Prestasi Akademik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xviii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis dan cara pengumpulan data Cara pengkategorian variabel Sebaran contoh berdasarkan jalur masuk ke IPB Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga Sebaran contoh berdasarkan kegiatan kemahasiswaan Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional Sebaran contoh berdasarkan kesadaran emosi diri Sebaran contoh berdasarkan pengelolaan emosi Sebaran contoh berdasarkan motivasi diri Sebaran contoh berdasarkan empati Sebaran contoh berdasarkan seni membina hubungan Sebaran contoh berdasarkan tingkat kematangan sosial Sebaran contoh berdasarkan kesadaran sosial Sebaran contoh berdasarkan fasilitas sosial Sebaran contoh berdasarkan tingkat self-esteem Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan kecerdasan emosi Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan kematangan sosial Hasil uji korelasi Spearman karakteristik individu dan self-esteem Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dan kecerdasan emosional Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dan kematangan sosial Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluaraga dan self-esteem Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan self-esteem xix

14 29 Hasil uji korelasi Spearman kecerdasan emosional dan self-esteem Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan self-esteem Hasil uji korelasi Spearman kematangan sosial dan self-esteem Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional dan prestasi akademik Hasil uji korelas Spearman kecerdasan emosional dan prestasi akademik Sebaran contoh berdasarkan kematangan sosial dan prestasi akademik Hasil uji korelasi Spearman kematangan sosial dan prestasi akademik Hubungan antara self-esteem dan prestasi akademik Analisis uji Collinearity Statistics Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa PBSB Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa non PBSB xx

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pengaruh faktor karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik Cara pemilihan contoh xxi

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil uji reliabilitas kuesioner kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan Self-esteem Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok PBSB Hasil uji korelasi Spearman pada berbagai variabel di kelompok non PBSB Hasil uji beda T-test Hasil uji beda Mann Whitney Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk pada berbagai variabel Hasil uji regresi linier xxiii

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar universal bermutu dan berkesetaraan gender, 3) perluasan dan pemerataan akses pendidikan menengah bermutu, berkesetaraan gender, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, 4) perluasan dan pemerataan akses pendidikan tinggi bermutu, berdaya saing internasional, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan bangsa dan negara, 5) perluasan dan pemerataan akses pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, serta 6) penguatan tata kelola, sistem pengendalian manajemen, dan sistem pengawasan intern (Kemendiknas 2010). Perhatian pemerintah pada perluasan dan pemerataan akses pendidikan, mengisyaratkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan. Kebijakan tentang peningkatan mutu dan tata kelola juga merupakan upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia yang diselenggarakan oleh setiap satuan pendidikan sehingga berjalan sesuai dengan rel tujuan yang dirumuskan. Demikian pentingnya masalah yang berkenaan dengan pendidikan ini, maka diperlukan suatu aturan baku mengenai pendidikan yang dipayungi dalam sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional (Daulay 2004). Upaya agar tujuan pendidikan nasional tercapai dirumuskan dalam Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

18 2 mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Soedijarto 2008). Hal tersebut sudah berlaku dan diimplementasikan di lembaga pendidikan di Indonesia salah satunya yaitu di pesantren, yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren: 1) pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, 2) pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta 3) pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara (Fatah et al 2005). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai pendidikan yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (Fatah et al 2005). Menurut Azra (2002), pendidikan berbasis masyarakat sebenarnya telah lama diselenggarakan kaum muslimin Indonesia, bahkan bisa dikatakan setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara. Selain itu, pesantren dianggap berada dalam posisi yang sangat strategis, khususnya di tingkat perluasan akses. Sejarah membuktikan bagaimana kebijakan pemerintah yang menuntut partisipasi yang bersifat masal berhasil dilakukan melalui gagasan partisipasi pesantren. Keberhasilan partisipasi ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa pesantren mempunyai posisi strategis dalam konteks pengembangan masyarakat (Kemenag 2009). Kendati pun pesantren merupakan kenyataan yang sudah lama ada dalam masyarakat Indonesia, namun perhatian dan intervensi dari pemerintah untuk pengembangan dan pemberdayaan pesantren (madrasah) belum signifikan. Kebijakan pemerintah dalam upaya perluasan pemberian kesempatan mendapatkan pendidikan masih terpusat pada sekolah/madrasah negeri, sementara pada sekolah/madrasah swasta masih sangat kurang. Data Kementrian Agama RI pada tahun 2000 menyebutkan bahwa pada tingkat Sekolah Dasar, jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) swasta mencapai 95.2 persen sementara MI Negeri 14.8 persen. Keadaan ini terbalik dengan SD Negeri yang berjumlah 93.1 persen, sementara SD swasta 6.9 persen. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama,

19 3 jumlah Madarasah Tsanawiyah (MTs) adalah 75.7 persen, sedangkan MTsN adalah 24.3 persen. Adapun SLTPN berjumlah 44.9 persen dan SLTP swasta 55.9 persen. Pada tingkat selanjutnya, terdapat 70 persen Madrasah Aliyah (MA) swasta dan 30 persen MAN. Sementara SMUN berjumlah 30.5 persen dan SMU swasta sebanyak 69.4 persen (Azra 2002). Sumber lain menyebutkan bahwa ada perbedaan kualitas antara madrasah dibanding sekolah umum, karena sebagian besar madrasah dikelola swasta, yakni 91.5 persen dan hanya 8.5 persen yang dikelola negeri (Anonim 2009). Rendahnya perhatian dan intervensi dari pemerintah terhadap pesantren menjadikan pesantren tumbuh dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu sendiri (Fatah et al 2005). Kondisi tersebut mendorong Kementrian Agama RI untuk mulai menata kembali manajerial pesantren agar lebih terarah pada tujuan yang diharapkan. Kementrian Agama RI juga mengupayakan pemberian beasiswa bagi santri Madrasah Aliyah (MA) di pondok pesantren yang memiliki kemampuan akademik, kematangan pribadi, kemampuan penalaran, dan potensi untuk dapat mengikuti program pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi santri berprestasi dan meningkatkan kualitas pendidikan Islam (Kemenag 2009). Pendidikan formal sampai ke perguruan tinggi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan suatu negara. Bangsa yang memiliki sumberdaya manusia yang bermutu tinggi akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Megawangi (2008) menyatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang berkarakter, mempunyai spirit kerja tinggi, dan mandiri, adalah bekal yang membawa kejayaan bangsa di masa depan. Mahasiswa sebagai aset bangsa yang memiliki potensi sebagai agent of change and social control dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari masyarakat biasa dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya. Megawangi (2008) mengklasifikasikan aspek potensi-potensi manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, di antaranya aspek emosi, sosial dan

20 4 akademik. Aspek emosi menyangkut aspek kesehatan jiwa; mampu mengendalikan stress, mengontrol diri (self-discipline) dari perbuatan negatif, percaya diri, berani mengambil resiko, dan empati. Aspek sosial tergambar dari perilaku untuk belajar menyenangi pekerjaan, bekerja dalam tim, pandai bergaul, peduli terhadap masalah sosial dan berjiwa sosial, bertanggung jawab, menghormati orang lain, mengerti akan perbedaan budaya dan kebiasaan orang lain, serta mematuhi segala peraturan yang berlaku. Aspek lain yang perlu dikembangkan adalah aspek akademik yang tercermin dari kemampuan untuk berpikir logis, berbahasa, dan menulis dengan baik, serta dapat mengemukakan pertanyaan kritis dan menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang diketahui. Kemampuan pada aspek emosi dapat mengarahkan seseorang khususnya remaja dalam membangun potensi diri. Berbeda dengan kemampuan akademik yang lebih ditentukan oleh faktor keturunan, kemampuan pada aspek emosi atau kecerdasan emosional lebih mungkin untuk dikembangkan kapan saja dan siapa saja yang memiliki keinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Goleman (2004) beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20 persen ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif. Hasil penelitian George Borggs (Jefferson Center 1997 dalam Megawangi 2008), juga menunjukkan bahwa ada 13 indikator penunjang keberhasilan seseorang di dunia kerja, dimana 10 diantaranya adalah kualitas karakter seseorang, sementara hanya tiga indikator saja yang berkaitan dengan faktor kecerdasan (IQ). Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksinya dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial. Kemampuan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan tersebut. Hal lain mengenai pandangan seseorang terhadap dirinya, yang sering dikenal dengan self-esteem, turut menentukan perilaku dan keberhasilannya dalam membina suatu hubungan sosial. Self-esteem menunjuk pada sejauh mana seseorang memiliki penghargaan diri dan mempunyai pandangan yang positif mengenai dirinya (Johnson & Swidley 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) mengenai persepsi gaya pengasuhan orangtua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self-esteem

21 5 mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan self-esteem. Hubungan yang nyata dan positif juga terdapat pada hubungan antara gaya pengasuhan authoritative dengan self-esteem dan keterampilan sosial remaja. Menurut Fatimah (2006), perkembangan sosial di pengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan inteligensi. Megawangi (2007) menegaskan beberapa aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan anak di sekolah adalah rasa percaya diri, rasa ingin tahu, motivasi, kemampuan kontrol diri, kemampuan bekerjasama, mudah bergaul dengan sesamanya, mampu berkonsentrasi, rasa empati dan kemampuan berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pencapaian prestasi. Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka penting untuk dilakukan analisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Perumusan Masalah Pemberian beasiswa kepada santri berprestasi dari pondok pesantren di berbagai provinsi, yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Agama RI, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan. Kementrian Agama RI memberikan beasiswa kuliah hingga lulus kepada santri yang telah melalui beberapa tahapan seleksi, dan sebagai konsekuensinya setelah lulus dan menjadi sarjana dengan berbagai kompetensi keilmuannya, mereka wajib kembali ke daerah untuk mengabdikan ilmu dan keterampilan yang didapat demi mengembangkan pesantren dan membina masyarakat sekitarnya. Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya, yang biasa disebut santri, tinggal bersamasama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Seorang santri, dengan latar belakang pendidikan religius yang kuat, diharapkan dapat menjadi aset penting bagi pembangunan di segala bidang. Namun interaksi santri dengan dunia yang

22 6 terus melaju pesat, tidak mampu hanya dihadapi dengan pola pengajaran keagamaan semata, tetapi juga penting dibekali dengan ilmu-ilmu keahlian yang dapat mendukung kehidupan mereka. Menurut Megawangi (2007), bekal yang paling penting bagi seseorang adalah kematangan emosi-sosialnya, karena dengan kematangan emosi dan sosial tersebut seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Aspek kecerdasan emosi seseorang dapat membantu di dalam mengembangkan potensi-potensi lainnya secara lebih optimal. Kecerdasan emosi juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi seseorang untuk belajar dan mencapai kesuksesan dalam bidang akademik, begitu pun kematangan seseorang di lingkungan sosialnya dan penghargaan diri (self-esteem) yang dimilikinya turut andil dalam pencapaian prestasi. Di masa depan, sumberdaya yang handal sangat membantu pengembangan pesantren agar senantiasa bisa bertahan di era global tanpa harus meninggalkan nilai-nilai tradisi baik yang telah dimiliki. Program beasiswa santri berprestasi diharapkan mampu mencetak generasi-generasi yang tidak hanya memiliki kecerdasan spiritual, namun juga memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang tinggi sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk terjun ke masyarakat dengan baik dan optimal. Program beasiswa santri berprestasi (PBSB) di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang selama ini dilakukan, memberikan kesempatan bagi santri untuk dapat mengembangkan keilmuan tidak hanya pada bidang keagamaan saja, tetapi juga keilmuan lain. Akan tetapi dalam perjalanannya, terdapat beberapa santri (mahasiswa penerima PBSB) yang tidak dapat bertahan (drop out) pada saat mengikuti pendidikan di IPB. Sebagai contoh, dari 25 mahasiswa angkatan 42 (tahun 2005) penerima program beasiswa santri berprestasi di IPB, 6 orang (24%) di antaranya mengalami drop out, begitu pun pada angkatan-angkatan berikutnya, walaupun jumlah mahasiswa yang mengalami drop out tidak sama. Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya prestasi akademik mahasiswa PBSB, akibat perbedaan sistem dan metode pembelajaran di IPB dengan sistem pembelajaran sebelumnya di pesantren.

23 7 Latar belakang pendidikan yang bukan dari sekolah umum, diduga menyebabkan kemampuan dasar yang dimiliki mahasiswa PBSB pada mata kuliah umum, terutama bidang eksakta, berbeda dengan mahasiswa regular lainnya. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mahasiswa PBSB mengikuti pendidikan di IPB, yang berdampak pada rendahnya prestasi akademik yang diperoleh. Selain itu, beberapa literatur menyebutkan bahwa prestasi akademik berkaitan dengan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem. Oleh karena itu, perlu diteliti apakah benar prestasi akademik yang diperoleh mahasiswa PBSB lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa non PBSB pada umumnya, dan apakah prestasi akademik dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem yang dimiliki seseorang. Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah karakteristik individu dan karakteristik keluarga pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 2. Bagaimanakah kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 3. Bagimanakah hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, selfesteem dan prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? 4. Bagaimanakah pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik pada mahasiswa PBSB dan non PBSB? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecerdasan emosional, kematangan sosial, self esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB). Tujuan Khusus 1. Menganalisis perbedaan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, urutan anak, kegiatan kemahasiswaan) dan karakteristik keluarga (tingkat pendidikan

24 8 orangtua, pekerjaan orangtua, tingkat pendapatan orangtua, besar keluarga) pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 2. Menganalisis perbedaan tingkat kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem dan prestasi akademik pada mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 4. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dan kematangan sosial dengan self-esteem mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 5. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem dengan prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. 6. Menganalisis pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, kecerdasan emosional, kematangan sosial, dan self-esteem terhadap prestasi akademik mahasiswa kelompok PBSB dan non PBSB. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam rangka mengembangkan kompetensi diri dan memperluas pengetahuan serta wawasan tentang perkembangan remaja. Bagi mahasiswa penerima program beasiswa santri berprestasi, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik yang diperoleh sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi. Bagi pihak penyelenggara beasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional, kematangan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik mahasiswa peserta program beasiswa santri berprestasi di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya dapat menjadi bahan masukan bagi pihak penyelenggara beasiswa tersebut dalam merumuskan dan menyusun kebijakan yang terkait dengan penerima program beasiswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.

25 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang umumnya dimulai pada usia dua belas atau tiga belas tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia, Olds & Feldman 2008). Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008), peralihan dari anak-anak menuju dewasa meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan kepribadian dan sosial. Tugas utama seorang remaja adalah pencarian identitas atau jati diri yang meliputi kepribadian seksual dan pekerjaan. Secara umum masa remaja ditandai dengan fase pubertas, yaitu suatu proses saat seseorang mencapai kematangan seksual dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Matangnya sistem reproduksi pada remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah (noctoral emissions) dan pada remaja perempuan mengalami menstruasi pertama (menarche). Perubahan ini biasanya terjadi tiga tahun lebih cepat pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki. Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orangtua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan dan harapanharapan pada orangtua (Santrock 2007). Papalia, Olds dan Feldman (2008) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus resiko. Para remaja berada di pertigaan antara kehidupan cinta, pekerjaan, dan partisispasi dalam masyarakat dewasa. Tugas

26 10 penting yang dihadapi para remaja ialah mengembangkan persepsi identitas diri (sense of individual identity). Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal ini mencakup juga perasaan harga diri dan kompetensi diri (Atkinson et al 1983). Atkinson juga mengemukakan suatu studi yang menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi tahun pertama masih berjuang dengan masalah pembentukan identitas, tetapi dalam tahun terakhir banyak masalah yang dapat diatasi. Kecerdasan Emosional Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman 2004). Menurut Goleman (2004), emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, atau emosi sedih yang mendorong seseorang untuk berperilaku menangis. Shapiro (1998) menyatakan bahwa istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan Salovey (1990) untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain adalah empati, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Menurut Salovey dan Mayer (1990) dalam Shapiro (1998), kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Perkembangan kecerdasan emosional dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya seperti keluarga, lingkungan bermain, sekolah, dan sebagainya. Menurut Goleman (2004), kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi

27 11 kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Lebih lanjut Goleman (2004) menjelaskan, dengan kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang ia harus mampu menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, mengatur suasana hati, mengatur kehidupan emosi dengan inteligensi, serta menjaga keselarasan emosi dengan pengungkapannya. Selanjutnya Goleman (2004) membagi kecerdasan emosional ke dalam lima kemampuan utama, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, kemampuan memotivasi diri, kemampuan empati, dan seni membina hubungan. Kesadaran Emosi Diri Kesadaran emosi diri adalah kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Kesadaran diri merupakan kemampuan mengenali perasaan dan menyusun kosakata untuk perasaan itu dan melihat kaitan antara gagasan, perasaan dan reaksi, mengetahui kapan pikiran atau perasaan menguasai keputusan, melihat akibat pilihan alternatif dan menerapkan pemahaman ini pada keputusan tentang suatu masalah. Kesadaran diri juga dapat berupa kemampuan mengenali kekuatan serta kelemahan dan melihat diri sendiri dalam sisi yang positif tetapi realistis (Goleman 2004). Pengelolaan Emosi Diri Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, dimana hal ini sangat bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Pengelolaan emosi ini juga berarti kemampuan menahan diri terhadap kepuasan berlebihan dan dapat mengendalikan dorongan hati (Goleman 2004). Kemampuan Memotivasi Diri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri serta untuk berkreasi. Seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam

28 12 menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya, menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif, dan bertindak secara efektif apabila memiliki kemampuan untuk memotivasi diri. Individu yang memiliki kemampuan memotivasi tinggi akan memiliki daya juang atau semangat yang lebih tinggi dalam mencapai citacita dan tidak mudah putus asa serta memiliki kepercayaan yang tinggi dalam menghadapi dan memecahkan masalah (Goleman 2004). Kemampuan Empati Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Menurut Goleman (2004), kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri semakin terampil membaca perasaan. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Goleman (2004) menyatakan, berempati lebih dari sekedar bersimpati pada orang lain, berempati adalah menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional. Empati juga digunakan sebagai salah satu syarat untuk membangun hubungan dengan orang lain. Seni Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Kemampuan sosial memungkinkan seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Kemampuan membina hubungan ditandai dengan kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan

29 13 lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia (Goleman 2004). Kematangan Sosial Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun kelompok sekunder (masyarakat). Proses sosialisasi dan interaksi sosial dimulai sejak manusia lahir dan berlangsung terus hingga ia dewasa atau tua. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin dewasa dan bertambah usia, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks (Fatimah 2006). Teori psikologi telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah, tahapan, dan jenjang. Kehidupan seseorang pada dasarnya merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial budayanya. Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang sangat penting. Proses sosial tersebut merupakan proses sosialisasi yang menempatkan anak-anak sebagai individu yang secara aktif melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang di dalam konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologis (Fatimah 2006). Menurut Goleman (2007), kematangan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Terdapat dua unsur kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya. Kemampuan kesadaran sosial meliputi empati dasar, kemampuan mendengarkan, ketepatan empatik, dan

30 14 pengertian sosial. Sementara itu fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasilitas sosial meliputi sinkroni, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian. Sinkroni memungkinkan seseorang untuk bergerak atau berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Goleman menjelaskan bahwa singkroni adalah batu fondasi yang menjadi landasan dibangunnya aspek-aspek lain. Presentasi diri merupakan kemampuan menampilkan diri sendiri untuk menghasilkan kesan yang dikehendaki. Pengaruh melibatkan pengungkapan diri dengan cara yang menghasilkan hasil sosial yang diinginkan, seperti membuat orang merasa nyaman. Sementara kepedulian adalah merasa peduli terhadap kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Hatch dan Gardner (Goleman 2006) mengemukakan dasar-dasar kecerdasan sosial terdiri dari kemampuan mengorganisir kelompok, merundingkan perpecahan, mengelola hubungan pribadi, dan kemampuan analisis sosial. Goleman (2007) menjelaskan bahwa keterampilan sosial seseorang akan matang apabila memiliki kemampuan empati dan manajemen diri yang baik. Kemampuan untuk mendapat perhatian melalui cara yang secara sosial diterima merupakan kematangan sosial sebagai prestasi perkembangan sosialnya. Kemampuan untuk bersama-sama dalam suatu pertemanan dan kelompok merupakan manifestasi kematangan emosional dan sosial. Hal tersebut merupakan hasil dari serangkaian keterampilan mengetahui dan memenuhi harapan-harapan sosial yang diembankan kepadanya, disertai dengan kemampuan mengelola emosi yang tepat kepada orang-orang di sekitarnya (Sunarti 2004). Erikson dalam Fatimah (2006) mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai jenjang usia dewasa melalui delapan tahapan. Perkembangan remaja berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu masa menemukan jati diri. Dalam hal ini, Erikson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Kebutuhan untuk dapat diterima oleh lingkungan bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial. Kelley et al dalam Sears et al (1985) mengemukakan beberapa faktor yang berhubungan dengan suatu hubungan, yaitu keyakinan, perasaan, dan perilaku.

31 15 Studi-studi kontemporer tentang remaja menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif. Menurut Fatimah (2006), pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Penetapan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai pertimbangan, seperti moral, ekonomi, minat, dan kesamaan bakat dan kemampuan. Masalah yang umum dihadapi oleh para remaja dan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri. Sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi masing-masing. Sekalipun demikian di dalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan dan rasa solidaritas yang kuat yang diikat oleh nilai dan norma kelompok yang telah disepakati bersama. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan kelompok. Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja yang di dalamnya termasuk mahasiswa ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring dengan masalah pribadi yang dialaminya (Fatimah 2006). Keadaan ini oleh Erikson (Lefton 1982 dalam Fatimah 2006) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri merupakan sesuatu yang kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya. Sears et al (1985) menyatakan bagi banyak mahasiswa, ketegangan yang muncul pada awal kuliah di perguruan tinggi yang bercampur dengan kesepian sementara disebabkan perpisahan dengan teman dan keluarga, serta kecemasan tentang kehidupan sosial yang baru. Mahasiswa memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengatasi kesepian bila mereka memulai tahun kuliahnya dengan harapan positif bahwa mereka akan berhasil mendapatkan teman dan bila mereka mempunyai penilaian yang baik mengenai kepribadian dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, optimisme dan harga diri yang tinggi merupakan unsur signifikan dalam usaha menciptakan kehidupan sosial yang memuaskan di perguruan tinggi. Perkembangan sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA LULUSAN PESANTREN

KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA LULUSAN PESANTREN Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2011, p : 66-73 Vol. 4, No. 1 ISSN : 1907-6037 KECERDASAN EMOSIONAL, KEMATANGAN SOSIAL, SELF-ESTEEM, DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA LULUSAN PESANTREN Melly Latifah 1*),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 12-21 tahun. Pada masa ini individu mengalami berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya kesadaran manusia tentang pentingnya pendidikan maka di zaman saat ini, negara kita mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan sebagai investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang yang memiliki nilai strategis atas kelangsungan peradaban manusia di dunia. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman pemerintahan Ir. Soekarno, ada tiga hal penting yang menjadi tantangan. Pertama adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila dikategorikan melalui karakteristik dan tatanan kehidupan masyarakatnya dikenal sebagai bangsa yang memangku

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran cukup penting untuk mencetak masyarakat yang cerdas dan berwawasan yang luas. Sebagaimana dengan tujuan dan fungsi pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecerdasan emosional menjadi bahan pembicaraan yang semakin hangat diperbincangkan. Dalam berbagai teori, kecerdasan emosional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar sebagai tahap pertama pendidikan, seyogyanya dapat memberikan landasan yang kuat untuk tingkat selanjutnya. Dengan demikian sekolah dasar harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah karakter merupakan salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan. Pertanyaan dalam dunia pendidikan adalah apakah pendidikan saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat belajar demi kelangsungan hidupnya. Bagoe (2014, h.1) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap perkembangan yang merupakan suatu pross alamiah yang menjadikan manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai fungsi yang penting bagi kehidupan manusia. Manusia dalam melaksanakan aktivitasnya membutuhkan pendidikan sebagai kebutuhan yang harus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

KELUARGA HARAPAN. Judul Esai PERAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KELUARGA (INFORMAL) DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA HARAPAN

KELUARGA HARAPAN. Judul Esai PERAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KELUARGA (INFORMAL) DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA HARAPAN KELUARGA HARAPAN Judul Esai PERAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KELUARGA (INFORMAL) DALAM MENCIPTAKAN KELUARGA HARAPAN Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi LOMBA ESAI NASIONAL PENDIDIKAN NONFORMAL 2016 Diusulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka pembentukan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas vital dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai kehidupan guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, secara berturut-turut akan diuraikan tentang hal-hal berikut : latar belakang penelitian; identifikasi masalah; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PENGARUH PERSEPSI MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN MAHASISWA DAN MOTIVASI MENGIKUTI PERKULIAHAN TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN AKADEMIK

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan peningkatan mutu sumber daya manusia pada masa yang akan datang, bangsa Indonesia telah berusaha meningkatkan mutu sumber daya manusia

Lebih terperinci

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21 IMPLEMENTASI K-13 TERHADAP PENGEMBANGAN EQ PADA SISWA KELAS IV SDN 7 KUTOSARI TAHUN AJARAN 2017/2018 Yuni Latifa, Resti Nur Azilah, Trianah Agustin, Rizki Amalia Universitas Sebelas Maret yunilatifa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan 7 TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

2015 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung melalui tahaptahap berkesinambungan

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah kini telah ramai membicarakan penekanan untuk merencanakan pendidikan berkarakter pada siswa. Pendidikan berkarakter akan mengantarkan warganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Industri garmen merupakan salah satu bentuk usaha di bidang busana yang memproduksi pakaian jadi dalam jumlah yang banyak. Industri garmen di Indonesia terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci