EVALUASI DAYA HASIL TUJUH JAGUNG HIBRIDA DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIKNYA SITI HAPSHOH A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI DAYA HASIL TUJUH JAGUNG HIBRIDA DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIKNYA SITI HAPSHOH A"

Transkripsi

1 EVALUASI DAYA HASIL TUJUH JAGUNG HIBRIDA DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIKNYA SITI HAPSHOH A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii EVALUASI DAYA HASIL TUJUH JAGUNG HIBRIDA DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIKNYA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SITI HAPSHOH A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 iii ABSTRACT SITI HAPSHOH. Yield Evaluation and Genetic Parameter Estimation of Seven Hybrid Maize (Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI). The objective of this research was to evaluate yield potential of seven hybrid maize genotypes from Balai Penelitian Serealia (BALITSEREAL) Maros (Maros Centre for Cereal Research) with five commercial varieties and to estimate the heritability value of the hybrid maize characteristics. The genotypes used in this experiment were B11-126/Mr15, CA00102-BBB/Mr15, E54-2-BBB/Mr15, N153/Mr15, N226/Mr15, (161/Nei9008-2)Mr15, (161/Nei9008-1)/Mr15, while comparing varieties were Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16 and P21. The research was conducted on-farm at Pabuaran Village, Bogor on September 2009 to January This research used Randomized Complete- Block Design, single factor using four replications. The result showed that genotype N153/Mr15 produced higher total dry kernel weight and total dry grain weight than comparing varieties. Meanwhile, there were two genotypes with potential vegetative and yield characteristics, i.e. CA00102-BBB/Mr15 and E54-2-BBB/Mr15. Three of them were recommended to be evaluated in other locations (multi-location trial). Characteristics with high heritability values were days to anthesis, days to receptive, plant height, ear height, stem diameter, middle ear diameter, end ear diameter, base ear diameter, ear length, number of kernel rows, number of kernel/ear, total dry ear weight, total dry kernel weight and kernel/ear weight. Characteristics with medium heritability values were days to physiological maturity, total weight of wet ear, ear weight, and 1000 kernel weight, whereas low heritability value was found in total ear harvest characteristic.

4 iv RINGKASAN SITI HAPSHOH. Evaluasi Daya Hasil Tujuh Jagung Hibrida dan Pendugaan Parameter Genetiknya. (Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI). Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil tujuh genotipe jagung hibrida hasil pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL) terhadap lima varietas jagung hibrida komersial sebagai varietas pembanding dan mengetahui nilai heritabilitas dari karakter jagung hibrida yang diuji. Genotipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah B11-126/Mr15, CA00102-BBB/Mr15, E54-2-BBB/Mr15, N153/Mr15, N226/Mr15, (161/Nei9008-2)/Mr15, (161/Nei9008-1)/Mr15, sedangkan sebagai pembandingnya adalah varietas Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P21. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani di Desa Pabuaran, Bogor pada September 2009 sampai Januari Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe N153/Mr15 menghasilkan bobot tongkol kering total dan bobot biji kering total lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding. Sementara terdapat dua genotipe yang memiliki karakter vegetatif dan karakter hasil yang potensial. Kedua genotipe tersebut adalah CA00102-BBB/Mr15 dan E54-2-BBB/Mr15. Karakter yang memiliki nilai heritabillitas tinggi adalah umur anthesis, umur reseptif, tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter batang, diameter tongkol tengah, diameter tongkol ujung, diameter tongkol pangkal, panjang tongkol, jumlah baris biji, jumlah biji/tongkol, bobot tongkol kering total, bobot biji kering total, dan bobot biji/tongkol. Nilai heritabilitas yang sedang terdapat pada karakter umur masak fisiologis, bobot basah tongkol total, bobot satu tongkol, dan bobot 1000 biji sedangkan nilai heritabilitas yang rendah pada karakter jumlah tongkol panen.

5 v LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : EVALUASI DAYA HASIL TUJUH JAGUNG HIBRIDA DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIKNYA : SITI HAPSHOH : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Sriani Sujiprihati, MS NIP Dr. Andi Takdir M. NIP Mengetahui: Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.ScAgr NIP: Tanggal lulus :

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis, 29 Juli 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Yunus dan Ibu Cartini. Penulis memulai studi pertama di SD Negeri 03 Panulisan Barat pada tahun 1995 sampai tahun Kemudian penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 2 Dayeuhluhur dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 1 Majenang dan menyelesaikan studi sampai tahun Setelah itu, pada tahun yang sama penulis diterima menjadi salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pemilihan mayor dilakukan pada tahun 2007 dan penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, dengan minor Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi, diantaranya menjadi anggota BKIM aktif tahun Selanjutnya, tahun 2007 menjadi Ketua Departemen Keputrian Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM). Pada tahun yang sama penulis menjabat sebagai Ketua Biro Kajian Departemen Pertanian BEM Fakultas Pertanian. Penulis menjadi Kepala Departemen Keputrian Lembaga Studi Islam Faperta (elsifa) pada tahun Selain itu, penulis menjadi asisten beberapa mata kuliah. Pada tahun 2008 menjadi Asisten Praktikum Sosiologi Umum Semester Genap, selanjutnya pada tahun yang sama menjadi Asisten Praktikum Metode Statistik untuk Departemen Agronomi dan Hortikultura. Tahun 2009 menjadi Asisten Praktikum Rancangan Percobaan untuk Departemen Agronomi dan Hortikultura sampai penulis menyusun skripsi ini. Tahun 2010 penulis terpilih sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga aktif di beberapa kepanitian baik yang diadakan oleh lembaga yang diikuti atau tidak serta mengikuti forum-forum ilmiah seperti seminar, workshop, talkshow dan training dari berbagai lembaga internal maupun eksternal kampus selama studi di Institut Pertanian Bogor. Selama masa studinya, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).

7 vii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan rahmatnya sehingga penulisan skripsi berjudul Evaluasi Daya Hasil Tujuh Jagung Hibrida dan Pendugaan Parameter Genetiknya dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu rangkaian penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Sereal (BALITSEREAL), Maros, Sulawesi Selatan oleh Dr. Andi Takdir M. Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan genotipe jagung hibrida yang memiliki daya hasil yang sama atau lebih unggul dari varietas hibrida komersial yang dibandingkan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Andi Takdir M. dari BALITSEREAL selaku pembimbing II dan peneliti utama penelitian ini yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan wawasan serta bimbingan selama skripsi. 3. Dr. M. Syukur, SP. MSi. selaku dosen penguji atas arahannya dalam perbaikan skripsi. 4. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor selaku dosen pembimbing akademis atas bimbingan, semangat, serta nasehat yang diberikan selama penulis menjalani studi di Agronomi dan Hortikultura. 5. Pak Sunarto, Ibu Eha, Pak Untung, Pak Satpam dan Kepala Kebun Cikeumeuh Balai Besar Biogen sebagai praktisi lapang atas bantuannya di lapangan dan bimbingan secara teknis. 6. Willy Bayuardi, SP. MSi., Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS., dan Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi. yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dalam pengolahan dan interpretasi data.

8 viii 7. Keluarga tercinta atas dorongan moral dan spiritual yang tidak berhenti selama hidup. 8. Suami tercinta Windu Purnomo atas pembelajaran dan kasih sayang yang tercurah. 9. Teman-teman AGH 43 atas bantuannya dalam pengamatan khususnya Ana, Lia, Nida, Via, Litta, Imel, Hendi, Nazrie, Ma il, Ahmad, Bani, dan Dodo, serta Myta atas editannya. 10. Teman-teman satu pembimbing skripsi Adi dan Cika atas dukungan dan bantuannya. 11. Teman-teman di laboratorium pemuliaan khususnya Kak Arif, Kak Avi, Kak Abdul, Mba Tia, Mba Cici dan Teh Nay atas bantuan dan semangatnya. 12. Teman-teman Kostan Wisma Agung (Uni Mufida, Mba Cicin, Teh Isni, Citra, Hani, Uni Zikra, Mba Nindira, Ka Uci, Teh Nengki), Jamilah (Teh Pera, Indah, Najwa, Nana, Fitria, Lintang, Neneng, Mba Mulya, Uni Lesi), Wisma Al Kautsar dan Kilimanjaro atas curahan semangat dan kasih sayang selama studi. 13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Semoga skripsi ini dapat menjadi amal sholih bagi penulis. Bogor, Maret 2010 Penulis

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Tanaman Jagung... 3 Pengaruh Iklim terhadap Pertumbuhan Jagung... 4 Pemuliaan Tanaman Jagung... 5 Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan Heritabilitas... 7 BAHAN DAN METODE... 8 Tempat dan Waktu... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Penelitian... 9 Pelaksanaan Penelitian... 9 Pengamatan Analisis Data PEMBAHASAN Keadaan Umum Karakter Agronomi Umur Anthesis dan Umur Reseptif Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol, dan Diameter Batang Panjang Tongkol, Jumlah Baris Biji, dan Jumlah Biji per Tongkol Diameter Tongkol Ujung, Pangkal, dan Tengah Komponen Hasil Koefisien Keragaman Genetik dan Heritabilitas Korelasi antar Karakter Tanaman KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x xi xii

10 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sidik Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam Hasil Sidik Ragam Karakter Agronomi, Komponen Hasil, dan Hasil Jagung Hibrida Nilai Rataan Karakter Umur Anthesis, Umur Reseptif dan Anthesis Silking Interval (ASI) Jagung Hibrida yang Diuji Nilai Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol, dan Diameter Batang Jagung Hibrida yang Diuji Nilai Rataan pada Karakter Panjang Tongkol, Jumlah Baris, dan Jumlah Biji per Tongkol Jagung Hibrida yang Diuji Nilai Rataan pada Karakter Diameter Tongkol Ujung, Pangkal dan Tengah Nilai Rataan pada Karakter Bobot Tongkol Kering Total, Bobot Biji Kering Total dan Bobot Biji/Tongkol Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan Heritabilitas dalam Arti Luas pada Beberapa Karakter yang Diuji Rekapitulasi Koefisien Korelasi Antar Karakter Jagung... 27

11 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Warna Kelobot pada saat Jagung Mencapai Masak Fisiologis Cara Pengukuran Tinggi Tanaman Cara Pengukuran Tinggi Tongkol Cara Pengukuran Diameter Batang Beberapa Serangan Hama Pertanaman Jagung... 16

12 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Deskripsi Varietas Bisi Deskripsi Varietas Bima-2 Bantimurung Deskripsi Varietas Bima-3 Bantimurung Deskripsi Varietas Bima Deskripsi Varietas Pioneer Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot Tongkol Kering Total (BTKT) Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot Biji Kering Total (BBKT) Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot Biji/Tongkol (BB) Rekapitulasi Koefisien Korelasi Antar Karakter Jagung Data Suhu Rata-rata Bulanan Wilayah Darmaga Bogor... 36

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung adalah tanaman yang dimanfaatkan bijinya sebagai pangan, pakan, benih, atau kebutuhan industri lainnya. Perkembangan industri peternakan di Indonesia menyebabkan jagung menjadi komponen utama (60 %) dalam ransum pakan. Menurut perkiraan, lebih dari 55 % kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30 %, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lain serta benih. Dengan demikian, peran jagung sudah berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan (Kasryno et al., 2007). Data Deptan dalam Purna dan Hamidi (2010) menunjukkan bahwa produktivitas jagung Indonesia pada tahun 2008 sebesar 4.08 ton/ha sedangkan produksi jagung sebesar juta ton pipilan kering (PK) dengan konsumsi sebesar juta ton PK. Konsumsi jagung untuk pakan 4.23 juta ton PK, konsumsi langsung sebagai pangan 0.96 juta ton PK, benih juta ton PK, susut 1.63 juta ton PK dan lainnya 7.75 juta ton. Swasembada jagung tercapai pada tahun 2007 dengan surplus sebesar ton PK. Arah pengembangan jagung Indonesia menuju pada swasembada dan ekspor. Langkah perwujudan arah pengembangan jagung Indonesia salah satunya dengan peningkatan produksi melalui perluasan penggunaan benih hibrida dan komposit unggul dengan benih berkualitas, disertai dengan penerapan teknologi budidaya maju (Deptan, 2005). Kelebihan jagung hibrida dari jagung bersari bebas adalah berpotensi hasil lebih tinggi karena memiliki gen-gen dominan yang favourable untuk berproduksi tinggi. Selain itu, lebih tahan terhadap hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, penampakan tanaman dan tongkol lebih seragam, jumlah biji lebih banyak, dan bobot biji lebih tinggi (Puslitbangtan, 2007) Penggunaan benih jagung hibrida di Indonesia sebesar 43.7 % dari total areal pertanaman jagung di Indonesia, masih cukup rendah jika dibandingkan negara-negara Asia lainnya (Lukita, 2008). Lambatnya pengembangan jagung

14 2 hibrida antara lain disebabkan oleh mahalnya harga benih sehingga banyak petani yang menanam benih hibrida turunan kedua (F2) sampai keempat (F4) sehingga hasilnya menurun sangat tajam dari musim ke musim (Puslitbangtan, 2007). Peningkatan ketersediaan jagung hibrida dapat dilakukan dengan adanya perakitan varietas jagung hibrida baru melalui program pemuliaan. Program pemuliaan untuk merakit jagung hibrida yang dilakukan oleh BALITSEREAL di Maros, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu upaya untuk mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai produsen jagung yang berkualitas yang mampu berswasembada dan ekspor. Tahap akhir pemuliaan sebelum varietas dikomersialkan adalah evaluasi daya hasil yang bertujuan untuk melihat kelayakan dari segi potensi hasil hibrida tersebut. Menurut Allard (1960) hasil evaluasi berguna untuk mengetahui genotipe sehingga dapat diketahui genotipegenotipe yang dapat dijadikan varietas budidaya, genotipe-genotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut, dan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan sebagai tetua dalam hibridisasi selanjutnya. Tujuan Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji daya hasil dan mengetahui nilai heritabilitas dari tujuh genotipe jagung hibrida hasil pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL) terhadap lima varietas jagung hibrida komersial. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat beberapa genotipe jagung hibrida yang memiliki daya hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas hibrida komersial 2. Terdapat karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi, sedang, dan rendah

15 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan bagian kedua untuk pertumbuhan generatif. Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L. (Iriany et al., 2007) Perakaran jagung termasuk perakaran serabut dengan tinggi tanaman normal 2-3 m (Berger, 1962). Jagung termasuk tanaman menyerbuk silang karena tanaman ini termasuk tanaman berumah satu (monoecious) dengan bunga jantan dan bunga betina terpisah pada bunga yang berbeda tetapi masih pada satu tanaman yang sama. Peluang penyerbukan silang sebesar 95 % dan sisanya 5 % peluang menyerbuk sendiri (Poehlman dan Borthakur, 1969). Bunga jantan mampu menghasilkan 25 juta polen atau rata-rata lebih dari polen untuk menyerbuki satu rambut sehingga menghasilkan satu biji. Polen menyebar satu sampai tiga hari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama telah siap diserbuki sampai beberapa waktu setelah bunga betina siap diserbuki (Poehlman dan Borthakur, 1969). Bunga jantan jagung berbentuk malai, terdiri atas kumpulan bunga tunggal dan terletak pada ujung batang. Masing-masing bunga jantan memiliki tiga stamen dan satu pistil rudimenter. Bunga betina keluar dari buku-buku batang berupa tongkol. Tangkai putik pada bagian betina berbentuk seperti rambut yang

16 4 bercabang-cabang kecil. Bagian atas putik keluar dari tongkol untuk menangkap serbuk sari. Bunga betina mempunyai pistil tunggal dan stamen rudimenter. (Habibah, 2005). Pengaruh Iklim terhadap Pertumbuhan Jagung Jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa karakter diantaranya lingkungan tempat tumbuh dan umur panen. Jenis jagung berdasarkan lingkungan tempat tumbuh meliputi jagung yang tumbuh di dataran rendah tropik (<1.000 mdpl), dataran rendah subtropik dan mid-altitude ( mdpl), dan dataran tinggi tropik (>1.600 mdpl). Jenis jagung berdasarkan umur panen dikelompokkan menjadi dua yaitu jagung umur genjah dan umur dalam. Jagung umur genjah adalah jagung yang dipanen pada umur kurang dari 90 hari sedangkan jagung umur dalam dipanen pada umur lebih dari 90 hari (Iriany et al., 2007). Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30.5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot. Adanya keadaan tercekam (stres) karena kekurangan air menyebabkan keluarnya rambut tongkol tertunda tetapi tidak berpengaruh terhadap keluarnya malai. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi (Subekti et al., 2007). Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26ºC sampai 30ºC dan ph tanah 5,7-6,8 (Subandi dalam Iriany et al., 2007). Intensitas cahaya matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang baik. Tanaman jagung membutuhkan cahaya matahari secara langsung bukan di tempat-tempat terlindung karena dapat mengurangi hasil (Sudjana et al., 1991).

17 5 Pemuliaan Tanaman Jagung Jagung berasal dari Amerika, tepatnya pertama kali ditemukan di Meksiko. Karakteristik yang selalu ditingkatkan adalah ukuran dan produktivitas. Peningkatan ukuran dan produktivitas dapat dilakukan dengan adanya pemuliaan tanaman (Poehlman dan Borthakur, 1969). Komposisi genetik jagung sangat dinamis karena cara penyerbukannya silang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot akan berakibat inbreeding depresion yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot. Shull yang pertama kali menemukan bahwa silangan sendiri tanaman jagung mengakibatkan terjadinya inbreeding depresion, dan silangan dua tetua yang homozigot menghasilkan F1 yang sangat vigor (Takdir et al., 2007). Jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetik yang heterozigot homogenous, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik heterozigot heterogenous. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct), seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung. Menurut perkiraan di seluruh dunia terdapat lebih dari varietas jagung (Iriany et al., 2007). Jagung merupakan tanaman menyerbuk silang. Jika penyerbukan tidak terkontrol maka akan menghasilkan jagung open pollinated. Jagung jenis ini memiliki variabilitas genetik yang sangat tinggi karena genetiknya heterozigot dan menyerbuk secara bebas. Secara fenotipik jagung jenis ini memiliki penampakan berbeda-beda karena genotipenya berbeda. Penyerbukan secara terencana dapat menghasilkan jenis jagung hibrida. Jagung ini adalah keturunan pertama F1 dari dua tetua galur murni (inbred lines) yang memiliki genotipe yang sama sehingga penampakan secara fenotip seragam (Poehlman dan Borthakur, 1969). Persilangan dua tetua homozigot atau disebut galur murni menghasilkan jagung hibrida yang lebih baik dibanding tetuanya dengan adanya teori heterosis. Definisi heterosis menurut Shull (1948) adalah peningkatan ukuran, hasil,

18 6 vigoritas, dan lain lain. Jika tidak ada peningkatan maka bukan heterosis. Hal ini diperkuat oleh Puslitbangtan (2007) bahwa jagung hibrida berpotensi hasil lebih tinggi jika dibandingkan dengan jagung bersari bebas, karena memiliki gen-gen dominan yang favourable untuk berproduksi tinggi. Kelebihan jagung hibrida lainnya lebih tahan terhadap hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, penampakan tanaman dan tongkol lebih seragam, jumlah biji lebih banyak, dan bobot biji lebih tinggi. Langkah-langkah pembentukan varietas hibrida yaitu: 1) Membentuk galur inbrida, secara normal dengan melakukan beberapa generasi silang dalam (inbreeding) pada spesies tanaman menyerbuk silang, 2) Penilaian galur inbreed berdasarkan uji daya gabung umum dan daya gabung khusus untuk menentukan kombinasi-kombinasi varietas hibrida. 3) Menyilangkan pasangan galur murni yang tidak berkerabat untuk membentuk varietas hibrida F1 (Takdir et al., 2007). Jenis jagung hibrida berdasakan persilangannya yaitu jagung hibrida silang puncak, silang tunggal, modifikasi silang tunggal, silang tiga jalur dan silang ganda. Hibrida silang ganda memiliki hasil lebih rendah dan fenotipe tanaman kurang seragam dibanding silang tunggal. Hibrida silang tunggal memiliki hasil dan daya adaptasi lingkungan yang tinggi. Hibrida silang tiga jalur dan modifikasi silang tunggal lebih banyak dipasarkan. Perakitan hibrida silang ganda memerlukan dua hibrida silang tunggal dari empat galur inbrida yang berbeda dan hasilnya tinggi. Berbeda dengan pembentukan hibrida silang ganda, hibrida silang tiga jalur memerlukan satu hibrida silang tunggal dan satu inbrida (Takdir et al., 2007). Jagung hibrida yang berasal dari silang tunggal (single-cross) memiliki tingkat heterosis yang tinggi. Selain itu memiliki korelasi yang kuat antara karakter hasil dan komponen hasil (Sujiprihati, 1996). Namun, mempunyai interaksi genotipe dengan lingkungan yang lebih besar dari silang ganda maupun silang tiga jalur dan benih hasil silang tunggal sedikit karena produktivitas galur inbridanya rendah dan harga benih menjadi lebih mahal (Takdir et al., 2007).

19 7 Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan Heritabilitas Karakter yang mempunyai nilai sebaran rata-rata yang relatif luas umumnya diharapkan memiliki hubungan yang lebih luas dengan standar deviasi daripada karakter dengan sebaran rata-rata yang rendah. Selanjutnya sejak karakter yang berbeda dapat dihitung pada bagian yang berbeda, KKG berguna untuk membandingkan variabilitas relatif pada semua genotipe yang diuji (Stansfield, 1983). Kriteria KKG relatif pada jagung adalah rendah (0 < x < 25 %), agak rendah (25 % < x < 50 %), cukup tinggi (50 % < x < 75 %), dan tinggi (75 % < x <100 %) (Moedjiono dan Mejaya dalam Herawati et al., 2009). Aminasih (2009) menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai KKG menunjukkan tinggi rendahnya nilai keragaman genetik suatu karakter agronomi. Nilai KKG yang tinggi untuk karakter tertentu menunjukkan gambaran yang baik untuk mengadakan seleksi pada karakter tersebut. Gambaran yang lengkap tentang keragaman genetik perlu disertai nilai heritabilitas. KKG dipadu dengan heritabilitas akan mendapatkan gambaran tentang kemajuan yang diharapkan dari seleksi. Penggolongan kriteria heritabilitas tinggi, sedang dan rendah berdasarkan kriteria Stansfield (1983) yaitu < 0.2 tergolong heritabilitas rendah, tergolong heritabilitas sedang dan > 0.5 tergolong memiliki heritabilitas tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hallauer (1992) hasil biji jagung mempunyai heritabilitas lebih rendah daripada tinggi tanaman dan jumlah hari untuk tanaman berbunga. Jumlah faktor genetik yang mempengaruhi hasil biji lebih banyak dibandingkan tinggi tanaman. Selain itu efek lingkungan pada tanaman dan tinggi tongkol lebih kecil dibandingkan hasil biji Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh dan interaksi antara genotipe dengan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dengan lingkungan (G L). Pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi dari genetik dalam penampilan akhir (Gomez dan Gomez, 1995).

20 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2009 sampai Januari Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari tujuh genotipe dengan lima pembanding dari varietas komersial. Genotipe tersebut adalah B11-126/Mr15, CA00102-BBB/Mr15, E54-2-BBB/Mr15, N153/Mr15, N226/Mr15, (161/Nei9008-2)/Mr15, dan (161/Nei9008-1)/Mr15. Genotipe ini adalah genotipe hibrida hasil pemuliaan BALITSEREAL, Maros, Sulawesi Selatan. Pembandingnya adalah Bima-2, Bima-3 dan Bima-5 yang berasal dari BALITSEREAL, serta Bisi-16 dan P21 yang berasal dari perusahaan swasta. Selain itu bahan yang digunakan adalah pupuk kandang, urea, KCl, SP-36, dan pestisida. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman dengan pemberian pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang kambing sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl. Dosis pupuk kandang 500 karung/ha, Urea 300 kg/ha dengan dua kali aplikasi, SP kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Pestisida yang digunakan adalah Carbofuran 3G dengan dosis 8-16 kg/ha sekitar empat butir tiap lubang. Alat yang digunakan adalah alat pertanian, seed moisture tester, meteran kayu panjang, meteran plastik, penggaris, jangka sorong, timbangan digital, kamera digital, dan alat tulis.

21 9 Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal, yaitu genotipe tanaman. Percobaan ini terdiri dari empat kelompok dan masing-masing kelompok menyatakan ulangan. Setiap kelompok terdiri dari 12 genotipe yang ditempatkan secara acak sehingga dalam percobaan ini terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 100 individu tanaman yang ditanam dalam empat baris sehingga keseluruhan percobaan terdiri dari individu tanaman. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + α i + β j + ε ij i = 1, 2, 3,...,12 dan j = 1, 2, 3, 4 Keterangan : Y ij = respon pengamatan dari satuan percobaan genotipe ke-i µ = nilai tengah populasi α i β j ε ij = pengaruh genotipe ke-i = pengaruh kelompok ke-j = pengaruh galat percobaan genotipe ke-i dan kelompok ke-j Perbedaan genotipe yang dievaluasi diuji dengan uji F, bila hasil uji perlakuan berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunnet pada taraf nyata 5 %. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan Jarak tanam yang digunakan adalah 70 cm 20 cm dan ukuran petakan 3 m 5 m. Jarak antar ulangan 80 cm sehingga lahan yang diperlukan m 2. Pengolahan tanah menggunakan cangkul dengan menggunakan metode pengolahan tanah minimal. Lahan dibagi menjadi empat petakan besar dengan masing-masing petak menyatakan ulangan. Jarak antar ulangan berfungsi untuk memudahkan pengamatan.

22 10 Penanaman Penanaman dilakukan pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal sedalam ± 3 cm dan masing-masing lubang ditanami 2 benih. Setiap lubang diberikan Carbofuran 3G untuk mencegah serangan lalat bibit. Pemupukan Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang yang diaplikasikan seluruhnya setelah pengolahan tanah. Urea diaplikasikan setengah dosis pada saat tanam sedangkan SP-36 dan KCl diaplikasikan seluruhnya pada saat penanaman. Aplikasi urea setengah sisanya pada 4 minggu setelah tanam (MST). Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiangan gulma, penjarangan, pembumbunan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Penjarangan dan pembumbunan dilakukan pada umur 4 MST bersamaan dengan pemupukan urea kedua. Pengairan dilakukan dengan penyiraman yang intensif setelah penanaman karena musim kemarau sedangkan fase pertumbuhan awal sangat membutuhkan air untuk tumbuhnya benih. Pengamatan Karakter yang diamati meliputi : A. Data Tanaman Pengamatan dilakukan pada lima tanaman dari dua baris yang berada di tengah petakan. Jadi, total pengamatan setiap genotipe adalah 10 tanaman. a. Umur anthesis (hari) Umur anthesis dihitung bukan pada saat tassel muncul tetapi pada saat setelah diproduksinya serbuk sari (pollen) 50 % dari populasi dua baris tengah pada plot. b. Umur reseptif (hari) Umur reseptif dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang > 2 cm 50 % dari populasi dua baris tengah pada plot.

23 11 c. Umur masak fisiologis (hari) Umur masak fisiologis dihitung ketika terbentuk black layer pada biji jagung dengan melihat warna kelobot yang telah berubah menjadi warna kuning kecoklatan seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Warna Kelobot pada Saat Jagung Mencapai Masak Fisiologis d. Tinggi tanaman (cm) Tanaman jagung tidak akan bertambah tinggi setelah stadia pembungaan. Pengukuran dapat dilakukan pada saat menjelang panen. Pengukurannya dari dasar tanaman di permukaan tanah sampai pangkal terakhir bunga jantan (daun bendera) seperti terlihat pada gambar 2. Gambar 2. Cara Pengukuran Tinggi Tanaman e. Tinggi kedudukan tongkol (cm) Pengukurannya bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman. Pengukuran dari permukaan tanah sampai dasar kedudukan tongkol seperti terlihat pada Gambar 3. Bila tanaman mempunyai dua tongkol, maka diambil tongkol yang teratas atau tongkol yang lebih normal perkembangannya.

24 12 Gambar 3. Cara Pengukuran Tinggi Tongkol f. Lingkar batang (cm) Pengukurannya dilakukan pada ruas batang 10 cm di atas permukaan tanah setelah tassel muncul. Sebelum dilakukan pengukuran kelobot daun yang menempel dilepaskan terlebih dahulu seperti pada Gambar 4.. Gambar 4. Cara Pengukuran Diameter Batang B. Data Tongkol a. Jumlah tongkol yang dipanen Seluruh tongkol yang dipanen pada dua baris tengah kecuali tongkol-tongkol yang sangat kecil dan hanya mempunyai beberapa biji tidak dihitung. b. Bobot tongkol basah Menimbang bobot tongkol yang dipanen pada dua baris bagian tengah atau sebanyak 50 tanaman tanpa kelobot. Setelah ditimbang bobot kotor tongkol diambil 10 tongkol tanaman sampel per petak kemudian dipipil bijinya dua baris. Setelah itu biji yang dipipil dicampurkan dan diukur kadar air dengan alat ukur Seed Moisture Tester. Pengukuran data kadar air (KA) air biji waktu

25 13 panen harus dilakukan pada hari yang sama dengan pengukuran Bobot Tongkol Kupasan. c. Bobot tongkol kering Menimbang bobot tongkol yang sudah dijemur pada dua baris bagian tengah kemudian dilakukan pengukuran kadar air yang kedua untuk faktor konversi menjadi bobot kering pada kadar air 15 %. d. Bobot per tongkol Bobot per tongkol diukur pada 10 tongkol contoh dari dua baris tengah setiap petak. e. Panjang tongkol (cm) Panjang tongkol diukur pada pangkal munculnya biji sampai dengan ujung tongkol setelah dikeringkan pada tongkol contoh. f. Diameter tongkol Diameter tongkol diukur pada tiga bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung tongkol setelah dikeringkan pada tongkol contoh. g. Jumlah baris biji per tongkol Jumlah baris dalam tongkol dohitung dengan melihat baris yang mendekati penuh satu baris atau setengahnya. Jumlah baris jagung selalu genap. h. Jumlah biji per tongkol Jumlah biji dihitung dengan mengalikan jumlah biji dalam satu baris dan jumlah baris dalam tongkol. i. Bobot 1000 biji dalam kadar air 15 % Menghitung ini tidak harus menunggu pengukuran KA 15 %. Biji yang telah dipipil sejumlah 1000 butir dapat langsung ditimbang dan diukur KA biji pada saat ditimbang kemudian dikonversi pada KA 15 %. j. Bobot biji pipilan kering Penghitungan bobot biji pipilan kering dilakukan pada dua baris tanaman bagian tengah per plot. k. Bobot biji per tongkol Bobot biji per tongkol didapatkan dari 10 tongkol contoh dari dua baris tengah.

26 14 Analisis Data 1. Analisis data diawali dengan melakukan uji normalitas terhadap data. Data yang diolah adalah data rata-rata dari 10 contoh setiap satuan percobaan dalam setiap ulangan. 2. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis sidik ragam dengan uji F pada data yang menyebar normal dan homogen (Tabel 1). Tabel 1. Sidik Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam (Poespodarsono, 1988) Sumber Keragaman Derajat bebas Kuadrat Tengah (KT) E (KT) Genotipe a 1 KT g σ 2 e + b σ 2 g Ulangan b 1 KT u σ 2 e + a σ 2 u Error (a 1)(b 1) KT e σ 2 e Keterangan : b = jumlah ulangan, a = jumlah perlakuan (genotipe), σ 2 g = ragam genotipe, σ 2 u = ragam ulangan, σ 2 e = ragam lingkungan 3. Jika analisis ragam menunjukkan nilai berbeda nyata maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji lanjut Dunnet pada taraf 5 %. 4. Heritabilitas pada tanaman yang dihitung adalah heritabilitas dalam arti luas yaitu perbandingan antara ragam genotipe dan fenotipe. Keterangan : h 2 2 G 2 P V ( G) V ( P) 2 G = ragam genotipe 2 P = ragam fenotipe (Weber and Wrickle, 1986) 5. Cara menghitung ragam genotipe dan fenotipe menurut Liu (1998) KTg KT 2 e 2 G ; E KTe ; b E P G b Keterangan : b = jumlah ulangan

27 6. Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dihitung dengan rumus (Sings dan Chaudhary, 1977) sebagai berikut. Keterangan : KKG KKG X 2 g 100% = koefisien keragaman genetik 2 g = ragam genetik X = nilai tengah populasi 7. Koefisien korelasi Pearson dihitung dengan rumus (Sings dan Chaudhary, 1977) : r xy Cov( x, y) V ( x) * V (( y) 15 Keterangan : r xy = koefisien korelasi peubah x dan y Cov ( x, y) = peragam antara sifat x dan y V (x) = ragam sifat x V ((y) = ragam sifat y

28 16 PEMBAHASAN Keadaan Umum Penanaman dilakukan pada bulan September 2009 dan panen pada awal Januari Curah hujan rata-rata pada bulan September Desember 2009 adalah sebesar mm dengan kelembaban udara sebesar 70 % dan suhu ratarata 26.6ºC (BMKG, 2009). Tanaman jagung membutuhkan lingkungan dengan suhu 30-32ºC untuk perkecambahan. Pertumbuhan kecambah akan muncul lebih cepat pada keadaan lembab dengan suhu di atas 21ºC. Suhu yang dibutuhkan untuk pembentukan biji berkisar antara ºC. Keadaan curah hujan rata-rata yang dibutuhkan jagung sebesar mm (Sudjana et al., 1991). Keadaan tempat penelitian cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan jagung. Hama yang menyerang tanaman jagung adalah belalang (Oxya spp.) dan ulat grayak (Spodoptera litura F.). Hama lainnya adalah penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Penggerek batang menyerang pada saat tanaman berusia 5 MST dan penggerek tongkol pada saat tongkol sudah muncul dan berbiji. Gejala serangan terlihat pada Gambar 5. A B C Gambar 5. Beberapa Serangan Hama Pertanaman Jagung. (A) Serangan ulat grayak (Spodoptera litura); (B) Serangan belalang (Oxya spp.); (C) Serangan penggerek batang (Ostrinia furnacalis); (D) Serangan penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) D

29 17 Penyakit pada jagung yang diamati hanya menyerang beberapa tanaman saja seperti cendawan dan busuk tongkol. Selain hama dan penyakit terdapat serangan gulma yaitu Rotboelia exaltata, babadotan (Ageratum conyzoides), dan Boreria laevis. Karakter Agronomi Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata di antara genotipe-genotipe yang diuji pada karakter umur anthesis, umur reseptif, tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter batang, diameter tongkol tengah, diameter tongkol ujung, panjang tongkol, jumlah biji/tongkol, jumlah baris biji, dan bobot biji kering total (pipilan kering). Selain itu, terdapat juga perbedaan nyata di antara genotipe-genotipe yang diuji pada karakter diameter tongkol pangkal, bobot tongkol kering total dan bobot biji/tongkol (Tabel 2). Tabel 2. Hasil Sidik Ragam Karakter Agronomi, Komponen Hasil, dan Hasil Jagung Hibrida No Karakter F-Hitung KK ( %) 1 Umur Anthesis 4.46** Umur Reseptif 3.70** Umur Masak Fisiologis 1.84 tn Tinggi Tanaman 4.34** Tinggi Tongkol 9.55** Diameter Batang 3.53** Diameter Tongkol Tengah 6.37** Diameter Tongkol Ujung 3.38** Diameter Tongkol Pangkal 2.58* Panjang Tongkol 6.17** Jumlah Tongkol Panen 0.96 tn Jumlah Biji/Tongkol 3.00** Jumlah Baris Biji 8.37** Bobot Tongkol Kering Total 2.49* Bobot Basah Tongkol Total 1.69 tn Bobot Satu Tongkol 1.58 tn Bobot Biji Kering Total 3.29** Bobot Biji/Tongkol 2.79* Bobot 1000 biji 1.73 tn 5.39 Keterangan : * berbeda nyata, ** berbeda sangat nyata, tn tidak berbeda nyata

30 18 Umur Anthesis dan Umur Reseptif Umur anthesis pada genotipe yang diuji berkisar HST. Pada varietas pembanding umur anthesis berkisar antara HST. Umur reseptif adalah saat tongkol mulai muncul biasanya terjadi ± 5 hari setelah anthesis (HSA). Umur reseptif pada genotipe yang diuji berkisar antara HST sedangkan untuk varietas pembanding berkisar antara HST (Tabel 3). Menurut PPVT (2006) umur anthesis dan reseptif genotipe dan pembanding termasuk umur anthesis yang lambat (>59 HST). Tabel 3. Nilai Rataan Karakter Umur Anthesis, Umur Reseptif dan Anthesis Silking Interval (ASI) Jagung Hibrida yang Diuji Genotipe Jagung Hibrida Umur Anthesis (HST) Umur Reseptif (HST) Anthesis Silking Interval (Hari) (161/Nei9008-1)/Mr e e 4.75 (161/Nei9008-2)/Mr e de 6.00 N153/Mr a N226/Mr e e 4.25 B11-126/Mr e e 4.50 E54-2-BBB/Mr a CA00102-BBB/Mr a Rata-rata Bima Bima Bima Bisi P Rata-rata Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, d, dan e berturut-turut berbeda nyata dengan Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P-21 berdasarkan uji Dunnett taraf 5 %. Pada data ASI tidak dilakukan pengujian statistik. Pada karakter umur anthesis genotipe CA00102-BBB/Mr15 (60 HST), N153/Mr15 (61.5 HST), dan E54-2-BBB/Mr15 (61.5 HST) nyata lebih cepat terjadi anthesis dibanding dengan varietas pembanding Bima-2 (65.5 HST). Pada genotipe N226/Mr15 (63.5 HST), B11-126/Mr15 (63.75 HST), (161/Nei9008-2)/Mr15 (63.75 HST), dan (161/Nei9008-1)/Mr15 (64.00 HST) nyata lebih lambat terjadi anthesis dibandingkan dengan varietas pembanding P21 (59.00 HST) (Tabel 3).

31 19 Hasil uji lanjut pada karakter umur reseptif genotipe (161/Nei9008-2)/Mr15 (69.75 HST) nyata lebih lama terjadi reseptif dibandingkan dengan varietas pembanding Bisi-16 (64.50 HST). Pada genotipe N226/Mr15 (67.75 HST), B11-126/Mr15 (68.25 HST), (161/Nei9008-1)/Mr15 (68.75 HST), dan (161/Nei9008-2)/Mr15 (69.75 HST) nyata lebih lama terjadi reseptif dibandingkan dengan varietas pembanding P21 (61.50 HST) (Tabel 3). Umur reseptif berlangsung sampai 21 hari setelah muncul rambut pertama kali, sedangkan ketika anthesis, polen tetap hidup hanya beberapa jam sesudah lepas dari malai dan proses ini biasanya terjadi 8-10 hari (Sudjana et al. 1991). Umur anthesis dan reseptif yang semakin cepat maka penyerbukan dan pembentukan biji terjadi lebih cepat. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi (Subekti et al., 2007). Jadi, genotipe yang berpotensi memiliki umur reseptif dan anthesis yang lebih cepat dengan jarak yang lebih pendek adalah genotipe N153/Mr15, E54-2-BBB/Mr15 dan CA00102-BBB/Mr15. Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol, dan Diameter Batang Karakter vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, tinggi tongkol dan diameter batang. Tinggi tanaman pada setiap genotipe yang diuji berkisar antara cm sedangkan varietas pembanding memiliki tinggi tanaman antara cm. Karakter tinggi tongkol pada varietas pembanding memiliki tinggi antara cm sedangkan dari genotipe yang diuji antara cm. Karakter terakhir adalah diameter batang, besarnya pada genotipe yang diuji antara cm sedangkan dari varietas pembanding antara cm (Tabel 4).

32 Pada karakter tinggi tanaman genotipe N153/Mr15 ( cm) nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Bima-3 ( cm), Bima-2 ( cm), Bima-5 ( cm), dan Bisi-16 ( cm). Pada genotipe CA00102-BBB/Mr15 ( cm), N226/Mr15 ( cm), B11-126/Mr15 ( cm), dan (161/Nei9008-1)/Mr15 ( cm) nyata lebih rendah dibandingkan varietas pembanding P21 ( cm) (Tabel 4). Tabel 4. Nilai Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol, dan Diameter Batang Jagung Hibrida yang Diuji Genotipe Jagung Hibrida Tinggi Tanaman Tinggi Tongkol Diameter Batang..cm... (161/Nei9008-1)/Mr e e 1.50 (161/Nei9008-2)/Mr e 1.49 N153/Mr abcd abcd 1.71 acd N226/Mr e e 1.41 B11-126/Mr e e 1.49 E54-2-BBB/Mr CA00102-BBB/Mr e e 1.41 Rata-rata Bima Bima Bima Bisi P Rata-rata Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, d, dan e berturut-turut berbeda nyata dengan Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P-21 berdasarkan uji Dunnett taraf 5 %. Pada karakter tinggi tongkol genotipe N153/Mr15 (89.80 cm) nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Bisi-16 (63.75 cm), Bima-3 (66.60 cm), Bima-2 (66.90 cm), dan Bima-5 (67.75 cm). Pada genotipe (161/Nei9008-1)/Mr15 (57.53 cm), (161/Nei9008-2)/Mr15 (61.73 cm), CA00102-BBB/Mr15 (62.78 cm), N226/Mr15 (64.68 cm), dan B11-126/Mr15 (65.78 cm) nyata lebih rendah dibandingkan varietas pembanding P21 (82.63 cm) (Tabel 4). 20

33 21 Pada karakter diameter batang genotipe N153/Mr15 (1.71 cm) nyata lebih besar dibandingkan varietas pembanding pertama, ketiga dan keempat yaitu Bima-2 (1.44 cm), Bima-5 (1.47 cm), dan Bisi-16 (1.48 cm). Jadi, genotipe yang memiliki tinggi tanaman dan tinggi tongkol yang lebih tinggi serta diameter tanaman yang lebih besar dibandingkan varietas pembanding adalah genotipe N153/Mr15 (Tabel 4). Panjang Tongkol, Jumlah Baris Biji, dan Jumlah Biji per Tongkol Karakter tongkol yang diamati antara lain panjang tongkol, jumlah baris biji, dan jumlah biji per tongkol. Panjang tongkol pada genotipe yang diuji berkisar antara cm sedangkan varietas pembanding berkisar antara cm. Jumlah baris pada genotipe yang diuji berkisar baris, sedangkan dari varietas pembanding berkisar antara baris. Jumlah biji pada genotipe yang diuji berkisar antara biji sedangkan pada varietas pembanding berkisar antara biji (Tabel 5). Tabel 5. Nilai Rataan pada Karakter Panjang Tongkol, Jumlah Baris, dan Jumlah Biji per Tongkol Jagung Hibrida yang Diuji Genotipe Jagung Hibrida Panjang Tongkol Jumlah Baris Jumlah Biji..cm... (161/Nei9008-1)/Mr cde de a (161/Nei9008-2)/Mr de e a N153/Mr de abcde N226/Mr abcde a B11-126/Mr de de E54-2-BBB/Mr de e CA00102-BBB/Mr a de a Rata-rata Bima Bima Bima Bisi P Rata-rata Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, d, dan e berturut-turut berbeda nyata dengan Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P-21 berdasarkan uji Dunnett taraf 5 %.

34 22 Hasil analisis uji lanjut yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan panjang tongkol genotipe CA00102-BBB/Mr15 (14.94 cm) nyata lebih pendek dibandingkan varietas pembanding pertama Bima-2 yaitu cm. Hal ini berbeda dengan genotipe E54-2-BBB/Mr15 (16.62 cm), N153/Mr15 (16.74 cm), B11-126/Mr15 (17.47 cm), (161/Nei9008-2)/Mr15 (17.64 cm), dan (161/Nei9008-1)/Mr15 (18.08 cm) yang menunjukkan sebaliknya yaitu nyata lebih panjang dibandingkan varietas pembanding keempat Bisi-16 (14.60 cm) dan kelima P21 (14.52 cm). Pada karakter jumlah baris genotipe N226/Mr15 yaitu baris dan N153/Mr15 yaitu baris nyata lebih sedikit dibandingkan dengan semua pembanding Bima-3 (12.70 baris), Bima-5 (12.70 baris), Bima-2 (12.80 baris), Bisi 16 (13.15 baris), dan P21 (14.20 baris). Sementara pada karakter jumlah biji genotipe (161/Nei9008-1)/Mr biji, CA00102-BBB/Mr15 ( biji), (161/Nei9008-2)/Mr15 ( biji), dan N226/Mr15 ( biji) nyata lebih sedikit dibandingkan dengan pembanding pertama yaitu Bima-2 ( biji). Jadi, genotipe yang memiliki panjang tongkol yang lebih panjang dibandingkan varietas pembanding adalah E54-2-BBB/Mr15, N153/Mr15, B11-126/Mr15, (161/Nei9008-2)/Mr15, dan (161/Nei9008-1)/Mr15. Berbeda halnya dengan karakter jumlah baris dan jumlah biji, tidak ada yang menunjukkan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas pembanding. Diameter Tongkol Ujung, Pangkal, dan Tengah Pengukuran diameter tongkol dilakukan pada tiga bagian yaitu pada bagian tengah, ujung dan pangkal. Diameter tongkol ujung pada genotipe yang diuji berkisar antara cm dan pada varietas pembanding berkisar antara cm. Besar diameter tongkol pangkal pada genotipe yang diuji berkisar antara cm dan pada varietas pembanding berkisar antara cm. Besar diameter tongkol tengah pada genotipe yang diuji berkisar antara cm sedangkan pada varietas pembanding berkisar antara cm. Diameter tongkol ujung, pangkal dan tengah pada genotipe yang diuji lebih kecil dibandingkan dengan varietas pembanding (Tabel 6). Menurut PPVT (2006) karakter diameter tongkol tengah termasuk kriteria sangat kecil (< 5 cm).

35 23 Tabel 6. Nilai Rataan pada Karakter Diameter Tongkol Ujung, Pangkal dan Tengah Genotipe Diameter Diameter Jagung Hibrida Ujung Pangkal DiameterTengah.....cm... (161/Nei9008-1)/Mr bce 3.94 ce 3.94 abcde (161/Nei9008-2)/Mr bce 4.00 ce 4.05 bce N153/Mr e N226/Mr B11-126/Mr e E54-2-BBB/Mr e CA00102-BBB/Mr e Rata-rata Bima Bima Bima Bisi P Rata-rata Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, d, dan e berturut-turut berbeda nyata dengan Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P-21 berdasarkan uji Dunnett taraf 5 %. Komponen Hasil Komponen hasil yang dijadikan sebagai faktor evaluasi daya hasil adalah bobot tongkol kering total, bobot biji kering total (pipilan kering), dan bobot biji/tongkol. Bobot tongkol kering total pada genotipe yang diuji berkisar antara g sedangkan pada varietas pembanding bobotnya antara g. Bobot biji kering total (pipilan kering) pada genotipe yang diuji berkisar antara g sedangkan pada varietas pembanding berkisar antara g (Tabel 7). Bobot tongkol kering total genotipe N153/Mr15 sebesar g nyata lebih besar bobotnya dibandingkan dengan varietas pembanding pertama yaitu Bima-2 seberat g. Genotipe N226/Mr15 seberat g nyata lebih kecil bobotnya dibandingkan varietas pembanding ketiga dan kelima yaitu Bima-5 ( g), dan P21 ( g) (Tabel 7).

36 Tabel 7. Nilai Rataan pada Karakter Bobot Tongkol Kering Total, Bobot Biji Kering Total dan Bobot Biji/Tongkol Genotipe Jagung Hibrida Bobot Tongkol Kering Total (g) Bobot Biji Kering Total (g) Bobot Biji /Tongkol (g) 24 Rendemen ( %) (161/Nei9008-1)/Mr ae (161/Nei9008-2)/Mr e ae N153/Mr a ab N226/Mr ce e B11-126/Mr e E54-2-BBB/Mr CA00102-BBB/Mr Rata-rata Bima Bima Bima Bisi P Rata-rata Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, d, dan e berturut-turut berbeda nyata dengan Bima-2, Bima-3, Bima-5, Bisi-16, dan P-21 berdasarkan uji Dunnett taraf 5 %. Data rendemen tidak dilakukan pengujian statistik. Bobot biji/tongkol pada genotipe yang diuji antara g sedangkan pada varietas pembanding berkisar antara g. Genotipe (161/Nei9008-1)/Mr15 seberat g, dan (161/Nei9008-2)/Mr15 seberat g nyata lebih kecil bobotnya dibandingkan dengan pembanding pertama dan kelima yaitu Bima-2 seberat g, dan P21 seberat g (Tabel 7). Genotipe yang memiliki panjang tongkol yang panjang tetapi hasilnya rendah adalah (161/Nei9008-2)/Mr15, (161/Nei9008-1)/Mr15, dan B11-126/Mr15. Hal ini disebabkan oleh penyerbukan yang tidak sempurna sehingga biji pada tongkolnya banyak yang hilang sehingga potensi hasilnya tidak maksimal. Faktor yang mempengaruhinya adalah nilai anthesis silking interval (ASI) ketiga genotipe tersebut termasuk besar dibandingkan dengan genotipe yang lainnya sehingga penyerbukannya tidak sempurna. Selain itu rendemen dari ketiga genotipe tersebut termasuk rendah dibandingkan dengan genotipe yang lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Manis LASS Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas jagung sintetik bernama Srikandi. Varietas LASS juga merupakan hasil

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI Oleh : Rina Yunita A24053094 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung Taksonomi jagung yang dikutip dari Rubatzky dan Yamaguchi (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Monocotyledone

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persiapan Lahan X Penanaman X Penjarangan X Pemupukan X X Aplikasi Pupuk Hayati X X X X Pembubunan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH:

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH: PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH: DESY MUTIARA SARI/120301079 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Rukmana (1997) jagung merupakan tanaman berumah satu (monocieus), letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Dalam sistematika

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida TUGAS KULIAH TEKNLGI PRDUKSI BENIH Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida leh : Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PRGRAM STUDI AGREKTEKNLGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian (serealia). Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus untuk tumbuh. Iklim yang dikehendaki

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 Lampiran 1. Bagan Penelitian a Blok I Blok II Blok III V 2 P 0 b V 1 P 1 V c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 e d V 3 P 1 V 4 P 0 V 3 P 1 V 2 P 1 V 1 P 0 V 2 P 1 V 3 P 0 V 5 P 1 V 5 P 0 V 4 P 1 V 3 P 0 V

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23 TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN PUPUK ANORGANIK

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23 TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN PUPUK ANORGANIK TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23 TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN PUPUK ANORGANIK SKRIPSI Oleh : EFRIDA SARI NASUTION 080301089 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada bulan Januari

Lebih terperinci

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial (Gomez dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 2009 sampai bulan Januari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 2009 sampai bulan Januari III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung, Desa Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 009 sampai bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung di Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI Oleh: SERI WATI SEMBIRING 050307003 / BDP-PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan

Lebih terperinci

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg = LAMPIRAN 1 Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kebutuhan pupuk kandang/ha = 2 ton Kebutuhan pupuk kandang/polibag Bobot tanah /polybag = Dosis Anjuran Massa Tanah Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kemiringan lahan 15 %. Tanah Latosol Darmaga/Typic Dystrudepts (Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm) dipilih sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang sangat penting. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah padi. Sedangkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir, BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh:

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh: UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI Oleh: DEWI JULITA SITANGGANG 050307012/ BDP- PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI Yudiwanti 1), Sri Gajatri Budiarti 2) Wakhyono 3), 1) Dosen pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Jl. Meranti Kampus IPB Darmaga

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales,

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Tjitrosoepomo (2004) taksonomi jagung adalah sebagai berikut : kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Poales, family Poaceae, genus Zea,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput rumputan. tanaman jagung (Zea mays L) dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. kingdm: plantae, divisio: Spermathopyta, class: Monocotyledoneae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. kingdm: plantae, divisio: Spermathopyta, class: Monocotyledoneae, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (2002) taksonomi tanaman jagung diklasifikasikan dalam kingdm: plantae, divisio: Spermathopyta, class: Monocotyledoneae, Ordo: Graminales, Famili: Gramineae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung (Zea mays. L) merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledoneae, bangsa Poales, suku Poaceae/graminea, marga Zea, spesies Zea mays L. (Sharma 2002) dan merupakan tanaman semusim (annual).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA

EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA EVALUASI KARAKTER BERBAGAI VARIETAS KEDELAI BIJI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) AZRISYAH FUTRA 060307012 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 EVALUASI

Lebih terperinci

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Prasyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR B.Murdolelono 1), H. da Silva 1), C.Y.Bora 1) dan M. Azrai 2) 1) Balai Penelitian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur, Jl.Timor

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci