5 ANALISIS KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 ANALISIS KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP"

Transkripsi

1 63 5 ANALISIS KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP Analisis keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan melalui analisis pendugaan nilai indeks keberlanjutan terhadap kelima dimensi yaitu (1) Dimensi Ekologi, (2) Dimensi Ekonomi, (3) Dimensi Sosial, (4) Dimensi Kelembagaan dan Etika, serta (5) Dimensi Teknologi dan Insfastruktur. Hasil analisis terhadap kelima dimensi diperoleh sebanyak 50 atribut yaitu Dimensi Ekologi 9 atribut, Dimensi Ekonomi 9 atribut, Dimensi Sosial 10 atribut, Dimensi Kelembagaan dan Etika 11 atribut, dan Dimensi Teknologi 11 atribut. Setiap atribut yang telah disusun dan diisi dengan kondisi eksisting data yang ada kemudian dianalisis dengan menggunakan MDS maka diperoleh indeks keberlanjutan masing-masing dimensi. Untuk memperoleh indeks keberlanjutan multidimensi maka dilakukan pembobotan yang diperoleh dari pendapat pakar yang berkompeten dalam perikanan tangkap. Pembobotan dilakukan melalui scientific judgement sesuai dengan karakteristik spesifik perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan. 5.1 Dimensi Ekologi Analisis keberlanjutan dimensi ekologi perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap 9 atribut. Berdasarkan hasil pengolahan MDS dengan Rapfish diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan dari Dimensi Ekologi adalah 49,07 atau di bawah indeks 50,00. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan ekologi perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Sulawesi Selatan kurang berkelanjutan. Hasil analisis dengan Rapfish disajikan pada Gambar 23.

2 64 Gambar 23 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 24). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi ekologi diperoleh 2 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (3 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (6 atribut). a. Atribut yang berpengaruh sensitif Diperoleh 3 (tiga) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekologi) yaitu : (1) tingkat penutupan karang (RMS = 2,18); (2) Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap (RMS =1,45); dan (3) kecepatan arus laut (RMS =1,09).

3 65 1. Tingkat penutupan karang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis ekosistem terumbu karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk berlindung, mencari makan (feeding ground), pemijahan (spawning ground) dan pengasuhan (nursery ground). Fungsi ekologi terumbu karang terhadap populasi sumberdaya ikan karang penting karena ekosistem terumbu karang memiliki fungsi sebagai spillover yang berkontribusi terhadap penyediaan ikan muda/remaja di daerah tangkapan (fishing ground). Sedangkan secara ekonomi, ekosistem terumbu karang memiliki kontribusi terhadap penyediaan stok bagi perikanan tangkap. Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya pemanfaatan. Manfaat langsung yang dapat dirasakan dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah perikanan karang. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Lebih lanjut Caesar (1996) menyatakan bahwa terumbu karang yang termasuk dalam kategori sangat baik dapat menyumbangkan 18 ton ikan per km 2 per tahun, sedangkan yang termasuk dalam kategori baik dan cukup adalah sebesar 13 ton/km 2 /tahun dan 8 ton/km 2 /tahun. Apabila dikalkulasikan secara ekonomi, nilai terumbu karang yang ada adalah sebesar 4,2 milyar $US dari aspek perikanan, wisata dan perlindungan laut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat djelaskan, tingkat tutupan terumbu karang merupakan parameter yang merepresentasikan fungsi ekosistem terumbu karang. Tingkat penutupan karang di lokasi penelitian rata-rata sudah mengalami kerusakan, sehingga berpengaruh terhadap fungsi ekologis terumbu karang sebagai habitat ikan laut dan penyedia sumberdaya (provisioning service). Kondisi ini berpengaruh juga terhadap daya dukung lingkungan bagi pemanfaatan perikanan tangkap. Berdasarkan hasil pengamatan dari 13 stasiun yang dilakukan oleh Coremap, diperoleh data bahwa 40 stasiun sudah mengalami kerusakan, 36 stasiun kritis, 22 stasiun bagus, dan 2 stasiun sangat bagus. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar penutupan karang sebagai habitat ikan telah mengalami kerusakan. Kondisi tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi perikanan laut.

4 66 Berkurangnya penutupan terumbu karang berdampak negatif pada ekosistem dan kenyataannya dampak tersebut sering dilupakan dalam pembangunan perikanan berkelanjutan. Fauzi (2001) mengungkapkan bahwa pemanfaatan sumber daya haruslah tidak melebihi daya dukung ekologis. Untuk itu dilakukan sedemikian rupa untuk tidak merusak keberadaan sumber daya yang ada. Ikan merupakan organisme yang jumlahnya paling melimpah di daerah terumbu karang. Selain itu, komunitas ini merupakan penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang. Jenis dan kelimpahan ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan perairan, bentuk dan luasan terumbu karang hidup, substrat dasar, serta asosiasi dengan organisme bentik, sehingga dengan kondisi terumbu karang dan lingkungan perairan yang baik dalam pemanfaatan ruang dan penyediaan pakan, maka keanekaragaman jenis dan jumlah individu akan semakin tinggi (Tarigan et al. 2008). Lebih lanjut, dalam perikanan yang bergantung sepenuhnya pada ikan di terumbu karang, tingkat tangkapan mungkin berkurang dan komposisi hasil tangkapan dapat berubah menjadi jenis-jenis ikan herbivor. Ikan-ikan ini umumnya bernilai jual lebih rendah, sehingga pendapatan nelayan berkurang. Komunitas nelayan dengan sedikit pilihan sumber pendapatan akan mengalami kesulitan. Kegiatan perikanan tangkap yang menargetkan ikan besar dan mencari makanannya di dekat terumbu karang akan mengalami penurunan tangkapan jika jenis tersebut bermigrasi ke daerah yang lebih baik untuk mencari mangsanya. Untuk perikanan dengan target jenis ikan kecil dan menempati daerah terumbu karang pada kurun waktu tertentu dalam hidupnya, akan mengalami penurunan tangkapan saat terumbu karang menghilang. 2. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap Selama ini pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan ditekankan pada kepentingan jangka pendek dengan besaran manfaat yang sedikit dibandingkan dengan jangka panjang. Umumnya nelayan bersaing untuk mendapatkan ikan lebih banyak sehingga mengancam kapasitas lingkungan sumberdaya. Lebih lanjut, menurut Stergio et al (2007), penangkapan ikan memiliki pengaruh besar baik langsung maupun tidak langsung pada ekosistem pesisir dan laut. Pengaruh itu bisa diidentifikasi pada rentang waktu yang berbeda dan tingkat organisasi biologi contohnya populasi, komunitas dan ekosistem

5 67 Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan sudah mencapai 70,50% (KKP 2011). Produksi perikanan tangkap tahun 2010 mencapai ton terdiri dari perikanan laut ton, dan perairan umum sebesar ton. Lebih lanjut dijelaskan, tingkat produktivitas hasil tangkapan berdasarkan perhitungan tahun menunjukkan setiap tahun hasil tangkapan cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan kondisi perikanan tangkap di Sulawesi Selatan telah mengalami overcapacity, Rejim open access yang melekat pada perikanan tangkap, membiarkan jumlah dan teknologi alat tangkap berkembang tanpa kontrol telah mendorong percepatan terjadinya overcapacity di Sulawesi Selatan.Overcapacity yang juga dapat diartikan sebagai berlebihnya armada penangkapan atau tingginya teknologi penangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan ini telah menjadi isu dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang ada selama ini. Terkait dengan hal tersebut, kalau selama ini pengelolaan sumberdaya ikan hanya dikonsentrasikan pada upaya bagaimana mencapai hasil tangkapan yang optimum, maka pengelolaan perikanan yang perlu dilakukan sekarang sudah mempertimbangkan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan baik secara ekonomi, ekologi dan lingkungan. Alat tangkap ikan sebagai sarana utama dalam pemanfaatan ikan diatur sedemikian rupa sehingga tidak berdampak negatif baik pada pemanfaat dan pengguna sumberdaya ikan, biota, dan lingkungan perairan serta pengguna jasa perairan lainnya. Penggunaan alat tangkap ikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan harus benar-benar memperhatikan kesetimbangan dan meminimalkan dampak negatif bagi biota lain yang kurang termanfaatkan. Hal ini penting dipertimbangkan mengingat hilangnya biota dalam struktur ekosistem laut akan mempengaruhi secara keseluruhan ekosistem yang ada.

6 68 Gambar 24. Leverage factor pada dimensi ekologi perikanan tangkap Sulawesi Selatan 3. Tingkat kecepatan arus laut Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat hidup yaitu 1) yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, 2) sumber makanan yang banyak, 3) cocok untuk perkembangbiakan dan pemijahan. Tingkat kecepatan arus laut merupakan salah satu parameter kesesuaian bagi ikan untuk memiih habitat untuk melakukan perkembang biakan (nursery ground), pembesaran dan pendewasaan terhadap anakan ikan (spawning ground) maupun sebagai tempat tinggal. Kondisi tersebut ideal bagi produktivitas perkembangbiakan perikanan tangkap. Semakin tinggi kesesuaiannya maka kemampuan reproduksi akan dapat menjamin adanya ketersediaan populasi ikan dan tumbuh berkembang hingga usia tangkap. Perubahan kecepatan arus akan sangat berpengaruh terhadap fisiologi dan tingkah laku individu, populasi maupun komunitas. Kondisi ekstrim dengan menaiknya suhu air, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dan ph air, lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Lingkungan dengan kondisi yang tidak optimal dapat

7 69 menurunkan laju metabolisme, pertumbuhan dan kemampuan bertelur dari ikan, juga merubah metamorphosis, dan mempengaruhi sistem endokrin dan pola ruaya (Roessig et al. 2004). Semua perubahan ini secara langsung berpengaruh pada populasi dan struktur komunitas ikan, yang pada akhirnya berpengaruh pada stok perikanan. b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 6 (enam) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekologi), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekologi yaitu : (1) pencemaran air laut (RMS = 0,05). 1. Pencemaran air laut Peraturan Pemerintah No.19/1999 menjelaskan pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Lebih lanjut, UNCLOS III (United Nations Convention on the Law of the Sea) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya. Berdasarkan hal tersebut, atribut pencemaran air laut merupakan salah satu atribut penting terhadap penciptaan kondisi ekologi bagi perikanan tangkap. Meski demikian, atribut pencemaran air laut hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi. Pengaruh yang kecil atribut pencemaran air laut terhadap status keberlanjutan di Sulawesi Selatan disebabkan pada kawasan perairan Sulawesi Selatan memiliki kecepatan arus yang cukup tinggi. Kecepatan arus, menjadikan perairan Sulawesi Selatan memiliki flushing time yang tinggi sehingga pencemaran air laut yang ada tidak berpengaruh terhadap biota laut sekaligus terhadap keberlanjutan perikanan tangkap.

8 70 Keberadaan Laut Sulawesi yang sangat terbuka terhadap Samudera Pasifik memungkinkan terjadinya aliran arus Samudera Pasifik masuk ke laut Sulawesi melalui percabangan Selatan Mindanao ke arah Barat daya. Arus tersebut dibelokkan ke selatan kemudian ketika sampai di bagian tengah laut dibelokkan ke Timur dan kembali mengalir ke Timur di sepanjang pantai Utara Sulawesi. Di daerah baratlaut Halmahera arus pantai ini bertemu kembali dengan arus dari percabangan Mindanao yang datang dari utara antara Pulau Sangihe dan Talaut dan bertemu dengan air yang ke luar dari Laut Maluku, dan membentuk percabangan dari Arus Sakal (Counter Current). Sistem sirkulasi arus ini terjadi selama sepanjang tahun bahkan mungkin meluas ke arah Barat. Arus di Selat Makassar dari bulan Pebruari sampai dengan September hampir seluruhnya didukung oleh air dari sistem arus ini. Tetapi dari Oktober hingga Januari, ketika Angin Utara dominan bertiup di atas Laut Sulawesi, mengakibatkan arus Mindanao berbalik arah ke Timur, berganti ke Timur, dan air dari Laut Sulu mengalir melalui bagian Barat Laut Sulawesi masuk ke Selat Makassar. Di bagian Utara Laut Sulawesi air secara umum bergerak lemah dan tidak teratur, tetapi pergerakan masuk ke laut Sulu dominan dari bulan Maret hingga Juli dan pergerakan di bulan-bulan yang lain adalah bergerak ke arah Barat daya. 5.2 Dimensi Ekonomi Hasil analisis Rapfish Sulawesi Selatan terhadap 9 atribut dimensi ekonomi secara parsial, dihasilkan nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial sebesar 63,13 (berada di atas 50,00) berarti cukup berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekonomi disajikan pada Gambar 25. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 25). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi ekologi diperoleh 2 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (3 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (6 atribut).

9 71 a. Atribut yang berpengaruh sensitif Diperoleh 3 (tiga) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekonomi) yaitu : (1) Orientasi pasar produk hasil perikanan (RMS = 2,64), (2) Sumber pendapatan perikanan tangkap bagi nelayan (RMS =.2,28), dan (3) Kepemilikan peralatan tangkap (RMS = 0,64). Gambar 25 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan Gambar 26 Leverage factor pada dimensi ekonomi perikanan tangkap Sulawesi Selatan

10 72 1. Orientasi pasar Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai ekonomi suatu barang. Kotler, 2007 mengatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran menjadi penghubung antara produsen dan konsumen. Hasil tangkapan ikan tidak mempunyai nilai ekonomi sampai didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Aspek orientasi pasar sangat penting dalam pengembangan perikanan tangkap. Hal ini terkait dengan karakteristik sumberdaya ikan yang relatif cepat mengalami penurunan mutu. Oleh karena itu hasil tangkapan ini harus segera dipasarkan kepada konsumen untuk dikonsumsi atau menjadi bahan baku industri pengolahan. Disamping itu, orientasi pasar memainkan peranan yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pelakunya terutama nelayan. Hasil tangkapan yang dipasarkan dengan baik akan memberikan keuntungan yang besar kepada nelayan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Namun demikian dalam pelaksanaannya pemasaran hasil tangkapan di Sulawesi Selatan relatif kompleks. Kompleksitas tersebut pertama berkaitan dengan daerah pemasaran yang tidak hanya pemasaran antar daerah di dalam negeri, tetapi yang lebih memungkinkan adalah pemasaran luar negeri dengan pelaku usaha negara tetangga. Kedua, berkaitan dengan pola keterikatan nelayan dengan pihak lain. Orientasi pasar hasil perikanan tangkap di Sulawesi Selatan meliputi pasar lokal, kabupaten, provinsi maupun pasar nasional serta internasional. Ketersediaan pasar produk perikanan tangkap ini mampu mendorong tingkat eksploitasi jenis ikan komersial terutama ikan karang. Produksi ikan karang cenderung terus mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan produksi perikanan tangkap yang cenderung meningkat sesuai dengan tingkat permintaan pasar. Meskipun keberlanjutan ekonomi ditentukan oleh faktor pengungkit orientasi pasar namun tidak menjamin keberlanjutan ekologi, khusus terhadap sumberdaya ikan. Hal ini disebabkan bahwa kebutuhan pasar dipenuhi oleh suplai ikan yang tidak mempertimbangkan asal tempat hasil penangkapan

11 73 (fishing ground). Kebutuhan ikan dapat diperoleh dari berbagai tempat fishing ground dan termasuk juga berasal dari luar Sulawesi Selatan. Tingginya orientasi pasar ini, hendaknya diikuti dengan sistem kontrol sumberdaya yang baik. Pemanfaatan sumberdaya ikan karang hendaknya juga mempertimbangkan daya dukung pemanfaatan Berdasarkan hal tersebut, maka dalam upaya peningkatan produksi perikanan tangkap untuk memenuhi permintaan pasar, perlindungan terhadap ekosistem tetap diperlukan untuk menjamin ketersediaan stok sumber daya ikan 2. Sumber pendapatan nelayan Nelayan adalah orang/individu yang aktif dalam melakukan penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin juga besarnya pendapatan yang diterima oleh nelayan yang nantinya sebagian besar digunakan untuk konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Para nelayan melakukan pekerjaan ini dengan tujuan memperoleh pendapatan untuk melangsungkan kehidupannya. Sedangkan dalam pelaksanaannya dibutuhkan beberapa perlengkapan dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam guna mendukung keberhasilan kegiatannya. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal, jumlah perahu, pengalaman melaut,jarak tempuh melaut, jumlah tenaga kerja. Pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan,masih terdapat beberapa faktor yang lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi selain tersebut diatas. Di Selat Makassar hasil tangkapan di pengaruhi oleh musim angin Barat, angin Timur dan musim Pancaroba. Musim angin Barat terjadi sekitar bulan Januari sampai Maret dan biasanya diikuti musim penghujan dengan angin kencang yang dapat menimbulkan gelombang laut yang besar. Musim angin Timur terjadi pada bulan Juli sampai September yang diikuti oleh musim Kemarau dan ditandai dengan kurangnya kecepatan angin, sehingga gelombang laut agak tenang. Musim Pancaroba adalah musim peralihan, terjadi pada bulan April sampai Juni dan antara bulan Oktober sampai bulan Desember. Keadaan laut pada musim Pancaroba tidak dapat diduga karena sewaktu-waktu gelombang laut tenang dan di waktu lain menjadi besar.

12 74 Produksi perikanan sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim Barat yang di sebut musim paceklik, nelayan kurang atau bahkan tidak melaut karena besarnya ombak sehingga produksi perikanan pada uumumnya menurun. Sebaliknya, saat musim timur tiba para nelayan sangat bersyukur karena pada musim ini kondisi laut sangat bersahabat, sehingga para nelayan dengan semangat baharinya berbondong-bondong melaut untuk mengkap ikan, sehingga musim timur ini juga di sebut musim ikan karena produksi ikan sangat melimpah. Musim juga sangat mempengaruhi harga jual produk perikanan, pada saat musim barat harga ikan meningkat karena kurangnya aktivitas penangkapan, sedangkan pada musim timur harga ikan menurun akibat hasil yang melimpah. Peranan penghasilan dari kegiatan perikanan tangkap terhadap ekonomi rumah tangga merupakan penghasilan utama, sehingga nelayan berusaha maksimal untuk memperoleh hasil tangkap yang cenderung berlebih. Nilai ekonomi perikanan tangkap menjadi pendorong utama bagi masyarakat untuk melakukan tangkap ikan, disamping untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan sendiri. 3. Kepemilikan peralatan tangkap Kepemilikan usaha perikanan oleh nelayan dianalogkan dengan penguasaan luas areal lahan pada ekonomi rumahtangga pertanian. Usaha perikanan yang dimiliki menyangkut semua asset yang digunakan dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, seperti : kepemilikan alat tangkap, kapal penangkap ikan, mesin pendorong, alat penunjang dan personil armada penangkapan. Lama kepemilikan alat tangkap tergantung pada umur ekonomis dan daya beli nelayan terhadap alat tangkap yang baru. Menurut Mulyadi (2007), nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. Mengacu pada hal tersebut, nelayan juragan memiliki pendapatan yang lebih baik dibandingkan nelayan yang buruh nelayan dan buruh perorangan. Lebih lanjut, dapat dikatakan kepemilikan alat tangkap berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nelayan.

13 75 Nelayan tradisional pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini disebabkan ciri-ciri yang melekat pada mereka yaitu suatu kondisi yang subsisten, dengan modal yang kecil, teknologi yang digunakan dan kemampuan/skill serta perilaku yang tradisional baik dari segi keterampilan, psikologi dan mentalitas (Susilowati, 1991). Nelayan tradisional menggunakan perahu-perahu layar dalam aktivitasnya di pantai-pantai laut dangkal. Akibatnya, purata produktivitas dan pendapatannya adalah relatif rendah, di samping penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan (over-fishing) (Susilowai 2001). Nelayan yang menjadi sasaran TPI sendiri sepertinya terbatas kepada nelayan tradisional (peasant-fisher) dan post-fisher. Kepemilikan alat tangkap dapat menunjukkan tingkat pendapatan seorang nelayan. Pendapatan yang berbeda akan menghasilkan pola pikir yang berbeda dalam memandang suatu kebutuhan. Amanah et al. (2005) menyatakan bahwa masyarakat pesisir seringkali memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mengakses pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pendidikan, kesehatan dan pemenuhan sarana produksi usahanya sehingga terkadang kondisi sosial ekonominya relatif masih rendah. b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 6 (enam) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekonomi), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu : (1) penghasilan nelayan (RMS = 0,12); dan (2) penyerapan tenaga kerja (RMS = 0,10). 1. Penghasilan nelayan Penghasilan nelayan tradisonal di Sulawesi Selatan utamanya berasal dari kegiatan perikanan tangkap. Meski pada saat tertentu penghasilan yang didapat dari kegiatan perikanan tangkap dapat dijadikan penopang, namun pada saat tertentu dimana nelayan tidak melaut, memerlukan sumber pendapatan lainnya seperti pengolahan ikan dan berdagang ikan yang umumnya dilakukan oleh wanita. Menurut Wahyono et. al (2007), penghasilan usaha tangkap nelayan sangat berbeda dengan jenis usaha lainnya, seperti pedagang atau bahkan petani. Jika pedagang dapat mengkalkulasikan keuntungan yang diperolehnya setiap bulannya, begitu pula petani dapat memprediksi hasil panennya, maka

14 76 tidak demikian dengan nelayan yang kegiatannya penuh dengan ketidakpastian (uncertainty) serta bersifat spekulatif dan fluktuatif. Berangkat dari hal tersebut dalam menciptakan keberlanjutan dimensi ekonomi, diversifikasi sumber pendapatan diperlukan untuk meningkatkan penghasilan nelayan yang tidak menentu. Hal ini pula yang menjelaskan dalam perikanan tangkap yang berkelanjutan pada dimensi ekonomi, atribut penghasilan nelayan tidak berpengaruh terhadap naik atau turunnya keberlanjutan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan. 2. Penyerapan tenaga kerja Fenomena kesejahteraan nelayan yang rendah merupakan pemasalahan yang sering terjadi, terutama pada nelayan tradisional sehingga menghambat pembangunan subsektor perikanan khususnya perikanan tangkap. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan merupakan tantangan dalam mencapai tujuan pembangunan perikanan antara lain meningkatkan kesejahteraan nelayan, petani ikan, dan masyarakat pesisir lainnya (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/Men/2002). Faktor ekonomi mendasar bagi pengembangan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan adalah bagaimana memasarkan hasil perikanan tangkap. Harapannya melalui pemasaran hasil perikanan tangkap yang baik akan terdapat multiplier effect berupa munculnya kegiatan pendamping lainnya yang mendukung perikanan tangkap seperti penyediaan sarana prasarana perikanan tangkap. Munculnya kegiatan pendamping tersebut tentunya berpotensi terhadap penyerapan tenaga kerja di bidang pemasaran hasil perikanan tangkap. 5.3 Dimensi Sosial Hasil analisis terhadap 10 (sepuluh) atribut dimensi sosial secara parsial, diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial sebesar 60,82 (berada di atas 50,00) berarti cukup berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial disajikan pada Gambar 27. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 28). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi ekologi diperoleh 2

15 77 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (4 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (6 atribut). a. Atribut yang berpengaruh sensitif Diperoleh 4 (empat) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan sosial) yaitu : (1) Usia kepala keluarga nelayan (RMS=5,37); (2) Jumlah rumah tangga nelayan pemanfaatan sumberdaya perikanan (RMS=4,79); (3) Ketergantungan rumah tangga nelayan pada perikanan tingkap (RMS=4,79); dan (4) Pengetahuan nelayan tentang peralatan tangkap ramah lingkungan (RMS=3,75). 1. Usia kepala keluarga nelayan Umur atau usia merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam bidang usahanya. Umumnya seseorang yang masih muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dibanding dengan yang berumur tua. Seseorang yang masih muda lebih cepat menerima hal-hal yang baru, lebih berani mengambil resiko dan lebih dinamis. Sedangkan seseorang yang relatif tua mempunyai kapasitas pengelolaan yang matang dan memiliki banyak pengalaman dalam mengelola usahanya, sehingga ia sangat berhati-hati dalam bertindak, mengambil keputusan dan cenderung bertindak dengan hal-hal yang bersifat tradisional, disamping itu kemampuan fisiknya sudah mulai berkurang Selain berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang, usia juga mempunyai kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis. Dalam hal ini berarti semakin lanjut usia seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukan kematangan jiwa (dalam arti semakin bijaksana), semakin mampu berpikir secara rasional dan semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lainnya yang menunjukan kematangan intelektual dalam psikologis, sehingga semakin tua usia seseorang, motivasi yang dimiliki akan semakin tinggi. Usia dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, mempersepsi dan menyikapi sesuatu yang menjadi objeknya (Heryanto, 1998).

16 78 2. Jumlah rumah tangga nelayan Jumlah rumah tangga mencerminkan pengeluaran rumah tangga. Jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Demikian juga anggota keluarga yang lanjut usia. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung kepada kepala keluarga. Anak anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan dan biaya hidup lainnya. Jumalah anggota yang di tanggung baik yang tinggal bersama dalam satu rumah maupun di tempat lain tetapi masih menjadi tanggung jawab rumah tangga tersebut. Jumlah angka keluarga menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Setiap individu mempunyai kebutuhan sendiri, sehingga dalam keluarga yang mempunyai jumlah anggota keluarganya banyak maka kebutuhannya akan banyak pula. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Gambar 27 Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan

17 79 Gambar 28 Leverage factor pada dimensi sosial perikanan tangkap Sulawesi Selatan 3. Jumlah rumah tangga nelayan Jumlah rumah tangga mencerminkan pengeluaran rumah tangga. Jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Demikian juga anggota keluarga yang lanjut usia. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung kepada kepala keluarga. Anak anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan dan biaya hidup lainnya. Jumalah anggota yang di tanggung baik yang tinggal bersama dalam satu rumah maupun di tempat lain tetapi masih menjadi tanggung jawab rumah tangga tersebut. Jumlah angka keluarga menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Setiap individu mempunyai kebutuhan sendiri, sehingga dalam keluarga yang mempunyai jumlah anggota keluarganya banyak maka kebutuhannya akan banyak pula. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan.

18 80 4. Ketergantungan rumah tangga nelayan Nelayan dapat diartikan sebagai orang yang hasil mata pencaharian utamanya berasal dari menangkap ikan di laut. Menurut Setyohadi (1998), nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari pancing, jala dan jaring, bagan, bubu sampai dengan perahu atau jukung yang dilengkapi dengan alat tangkap ikan. Namun dalam perkembangannya nelayan dapat pula dikategorikan sebagai seorang yang profesinya menangkap ikan dengan alat yang lebih modern berupa kapal ikan beserta peralatan tangkapnya yang sekarang dikenal sebagai anak buah kapal (ABK). Di samping itu juga nelayan dapat diartikan sebagai petani ikan yang melakukan budidaya ikan di tambak dan keramba-keramba di pantai Pemberdayaan nelayan diperlukan untuk menciptakan keberlanjutan prikanan tangkap di Sulawesi Selatan. Menurut Sitorus (1999) dalam Ihromi (1999), strategi ekonomi keluarga nelayan miskin menunjuk pada alokasi potensi sumberdaya rumahtangga secara rasional kedua sektor kegiatan sekaligus, yaitu sektor produksi dan sektor non produksi. Di bidang produksi, rumahtangga nelayan miskin menerapkan pola nafkah ganda, yaitu melibatkan sebanyak mungkin potensi tenaga kerja rumahtangga di berbagai kegiatan ekonomi pertanian dan luar pertanian, baik dalam status berusaha sendiri maupun status memburuh. Sektor non produksi atau lembaga kesejahteraan asli merupakan bagian penting dalam strategi ekonomi rumahtangga nelayan miskin. Sekalipun sifatnya tidak rutin, keterlibatan anggota rumahtangga di lembaga kesejahteraan asli dapat memberikan manfaat ekonomi yang penting bagi rumahtangga, secara langsung maupun tidak langsung. Penerimaan dari lembaga arisan, memungkinkan rumah tangga nelayan miskin untuk dapat membiayai kebutuhan yang memerlukan biaya cukup besar, antara lain perbaikan rumah, biaya sekolah anak, dan modal usaha. Penerimaan tersebut tidak saja membantu rumahtangga nelayan miskin dalam mengatasi konsekuensi kemiskinan (berupa kekurangan konsumsi) tetapi pada tingkat tertentu juga dapat mengatasi penyebab kemiskinan berupa kekurangan modal produksi. Menurut Kusnadi (2000), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinana dapat dilakukan melalui:

19 81 o Peranan anggota keluarga nelayan (istri dan anak). Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup mereka o Diversifikasi pekerjaan Dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayan dapat melakukan kombinasi pekerjaan. o Jaringan sosial Melalui jaringan sosial, individu-individu rumah tangga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial memberikan rasa aman bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi setiap kesulitan hidup sehingga dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Jaringan sosial secara alamiah bisa ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan manifestasi dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan ekonomi yang di hadapi nelayan tidak direspon dengan sikap yang pasrah. Secara umum, bagi rumahtangga nelayan yang pendapatan setiap harinya bergantung sepenuhnya pada penghasilan melaut, jaringan sosial berfungsi sangat strategis dalam menjaga kelangsungan kehidupan nelayan. 5. Pengetahuan nelayan tentang peralatan tangkap ramah lingkungan Pendidikan yang rendah membatasi seseorang untuk terserap dalam akses sumber-sumber ekonomi yang lebih baik sehingga seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung mengalami kemiskinan dan ketertinggalan. Persoalan kemiskinan inilah yang menjadi penyebab ketidakmampuan nelayan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga inovasi dan transfer pengetahuan tidak terjadi (Dahuri 2002). Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Rendahnya pendidikan pula menyebabkan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang dilakukan oleh nelayan di Sulawesi Selatan seringkali tidak mengindahkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan. Kerusakan lingkungan yang terjadi diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap yang merusak.

20 82 Tingkat perekonomian yang kurang mapan/rendah karena rendahnya tingkat pendidikan nelayan, sehingga dalam memenuhi kehidupan sehari-hari lebih lanjut mengakibatkan nelayan di Sulawesi Selatan tidak menyadari telah melakukan kerusakan di lingkungan wilayah pesisirnya. Sifat dasar nelayan yang boros didalam membelanjakan kebutuhan sehari-hari yang tidak dipikirkan penting tidaknya barang tersebut dibeli sehingga menyebabkan pengeluaran yang banyak, hal tersebut mengakibatkan tidak adanya simpanan atau tabungan untuk kehidupan yang akan datang hal ini juga harus di pahami karena tingkat pendidikan rendah oleh sebagian besar para nelayan. Kurangnya kesadaran nelayan karena sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menyebabkan apapun akan dilakukan demi untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Sampai-sampai nelayan tidak menyadari kalau dalam menangkap ikan menggunakan alat tangkap yang dapat menyebabkan kerusakan dalam sumberdaya laut. b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 6 (enam) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan sosial), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan sosial yaitu : (1) jumlah anggota keluarga nelayan (RMS = 0,05) 1. Jumlah anggota keluarga nelayan Tanggungan keluarga adaiah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala kelaurga, yaitu istri, anak dan anggota keluarga lainnya. Lebih lnjut jumlah tanggungan keluarga secara langsung tidak mempengaruhi tingkat produksi, namun akan mempengaruhi produksi yang dilakukan (Asih 2008). Berdasarkan hal tersebut, atribut yang berpengaruh terhadap produksi perikanan tangkap merupakan atribut yang lebih penting dalam menciptakan keberlanjutan dimensi sosial. Lebih lanjut, Hamid dan Islamiah (2008) menyatakan jumlah tanggungan keluarga dengan bertambahnya tanggungan keluarga tidak meningkatkan pendapatan, malah justru memperkecil pendapatan perkapita (apalagi tanggungan keluarga tidak bekerja).

21 Dimensi Teknologi dan Infrastruktur Hasil analisis Rapfish terhadap perikanan Provinsi Selatan secara parsial pada dimensi Teknologi dan Infrastruktur terhadap 11 atribut diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan sebesar 48,35 (berada di bawah 50,00) berarti kurang berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi Teknologi dan Infrastruktur disajikan pada Gambar 29. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 30). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi Teknologi dan Infrastruktur diperoleh 2 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (3 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (8 atribut). a. Atribut yang berpengaruh sensitif Diperoleh 2 (dua) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan Teknologi dan Infrastruktur) yaitu : (1) Ketersediaan sarana prasarana (sarpras) dalam rangka penegakan hukum instansi pemerintah (RMS = 2,05); dan (2) Penggunaan teknologi atau alat tangkap ikan yang destruktif terhadap ekosistem kawasan perikanan tangkap (RMS = 1,16). Hasil analisis leverage disajikan pada Gambar Ketersediaan sarana prasarana penegakan hukum Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan di Sulawesi Selatan, perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan di bidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna. Ketersediaan sarana prasarana penegakan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan perikanan, sehingga pembangunan perikanan dapat berjalan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, adanya kepastian hukum merupakan suatu kondisi yang mutlak diperlukan. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan, maka di Sulawesi Selatan pelu diatur mengenai pembentukan pengadilan perikanan. Pengadilan perikanan tersebut bertugas

22 84 dan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. Mengingat perkembangan perikanan saat ini dan yang akan datang, maka di Sulawesi Selatan terkait pemenuhan sarana prasarana penegakan hukum, perlu dibuat regulasi dalam pengelolaan perikanan tangkap. Langkah langkah yang dapat dilakukan terdiri atas : a) pengawasan perikanan; b) pemberian kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada penyidik pegawai negeri sipil perikanan, perwira TNI-AL dan pejabat polisi negara Republik Indonesia; c) pembentukan pengadilan perikanan; dan d) pembentukan dewan pertimbangan pembangunan perikanan. Gambar 29. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi dan infrastuktur perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan 2. Penggunaan alat tangkap Tingkat teknologi penangkapan seharusnya juga menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan ppenangkapan ikan. Teknologi penangkapan akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas penangkapan yang dilakukan. Efisiensi mengacu pada penggunaan sumberdaya yang lebih kecil untuk mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih besar seperti penggunaan modal, sarana penangkapan dan penggunaan sumberdaya manusia. Sedang efektifitas mengacu pada besaran hasil tangkapan yang dapat

23 Attribute 85 diperoleh dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Penggunaan alat tangkap tertentu dapat dipengaruhi oleh karakteristik sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, karakteristik daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan yang ingin ditangkap, ketersediaan modal pendukung dan adanya permintaan pasar terhadap komoditas ikan tertentu. Leverage of Attributes Penggunaan teknologi atau alat yang destruktif 1,16 Ketersediaan sarpras penegakan hukum instansi pemerintah 2,05 Mobilitas alat tangkap 0,05 Penanganan pasca penangkapan sebelum dipasarkan Penanganan hasil ikan tangkapan di atas perahu/ kapal Jumlah ikan terbuang 0,37 0,50 0,56 Ketersediaan prasarana pendaratan ikan 0,53 Teknologi penanganan pascapanen 0,27 Tipe kapal 0,31 Selektivitas alat tangkap 0,98 Jenis alat tangkap 0,29 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) Gambar 30. Leverage factor pada dimensi teknologi dan infrastuktur perikanan tangkap Sulawesi Selatan b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 9 (sembilan) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan teknologi dan infrastuktur), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan teknologi dan infrastuktur yaitu : (1) mobilitas alat tangkap (RMS = 0,05). 1. Mobilitas alat tangkap Alat penangkapan ikan adalah alat sarana, perlengkapan, atau benda lain yang dipergunakan untuk menangkap ikan (DKP 2006). Jenis alat penangkap ikan sangat banyak ragamnya sesuai dengan beragam sifat dan perilaku sasaran tangkap. Jenis sasaran tangkap sangatlah beragam dengan kondisi yang

24 86 terkonsentrasi maupun menyebar di suatu lingkungan perairan. Lebih lanjut mobilitas alat tangkap wilayah operasi alat tangkap yang digunakan nelayan di Sulawesi Selatan berkisar pada jarak 0 4 mil dari pantai. Pada kondisi tersebut kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan hanya menggunakan teknologi alat penangkapan yang masih tradisional sehingga efektifitas dan efisiensi kegiatan penangkapan yang digunakan masih rendah. 5.5 Dimensi Kelembagaan dan Etika Hasil analisis Rapfish secara parsial terhadap dimensi kelembagaan dan etika perikanan tangkap di provinsi Sulawes Selatan terhadap 10 atribut diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan sebesar 46,93 (berada di bawah 50,00) berarti kurang berkelanjutan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis leverage factor diperoleh atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (Gambar 31). Nilai RMS (root means square) semakin besar maka semakin besar pula peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Hasil analisis leverage factor dari dimensi kelembagaan dan etika diperoleh 2 kelompok atribut, yaitu atribut yang berpengaruh sensitif (3 atribut) dan berpengaruh tidak sensitif (8 atribut). a. Atribut yang berpengaruh sensitif Diperoleh 2 (dua) atribut yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan kelembagaan dan etika) yaitu : (1) Koordinasi instansi pemerintah (RMS=3,55); dan (2) Tingkat pelanggaran hukum dalam perikanan tangkap (RMS=2,13). Hasil analisis leverage disajikan pada Gambar Koordinasi instansi pemerintah Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu merupakan suatu program terintegrasi yang meliputi berbagai sektor yang saling berpengaruh. Keberhasilan program pengelolaan tersebut sangat ditentukan oleh keterlibatan masingmasing sektor dalam mensukseskan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu di Sulawesi Selatan perlu adanya suatu kerangka koordinasi antar sektor yang saling mendukung untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan utama pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu adalah mengkoordinir kebutuhan berbagai stakeholders yang terlibat di kawasan tersebut untuk mencapai hasil kesejahteraan masyarakat yang optimal dan

25 87 berkelanjutan (Mascia 2003). Langkah pertama yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan adalah menyelesaikan konflik antar stakeholders dan memberikan jalan terbaik yang saling menguntungkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, karena pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sistem pengelolaan yang sangat kompleks dalam kaitan dengan banyaknya stakeholders yang terlibat. Gambar 31 Leverage factor pada dimensi kelembagaan dan etika perikanan tangkap Sulawesi Selatan 2. Tingkat pelanggaran hukum dalam perikanan Tingkat pelanggaran hukum terhadap aturan pemerintah masih tinggi hal ini ditunjukkan oleh tingginya jumlah kasus pelanggaran dalam bidang perikanan diantaranya berupa penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai, penggunaan bom maupun bahan beracun yang berdampak terhadap kerusaakan ekosistem terumbu karang setempat sebagai habitat ikan. Kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat tangkap trawl, bertentangan dengan kode etik penangkapan. Kegiatan ini umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan tetapi

26 88 memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan khususnya oleh nelayan tradisional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak, digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut, dan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 8 (delapan) atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan (nilai indeks keberlanjutan ekonomi), artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan kelembagaan dan etika yaitu : (1) kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan (RMS = 0,04). 1. Kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan Kapasitas instansi pemerintah mencakup hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas untuk memperkuat instansi pemerintah sehingga mampu berkontribusi terhadap kemampuan organisasi (dari kemampuan individual menjadi kemampuan kolektif institusi). Peninjauan kapasitas instansi pemerintah ini akan mencakup ulasan atas kerangka pengembangan kapasitas, penilaian kinerja,

27 89 maupun mekanisme manajerial lain yang memungkinkan instansi pemerintah mengembangkan kapasitas urusan perikanan dan kelautan secara baik. Berdasarkan hasil pengamatan di Sulawesi Selatan, belum memiliki kapasitas instansi pemerintah untuk perikanan dan kelautan. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya kebijakan yang mendukung bagi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, Lebih lanjut, melalui pelatihan pola pikir dan birokrasi kewirausahaan dalam rangka merubah pola pikir, pola laku dan pola tindak aparatur menjadi lebih inovatif, fasilitatif, dan berjiwa kewirausahaan diperlukan untuk menciptakan koordinasi antar instansi sebagai atribut penting dalam mewujudkan keberlanjutan kelembagaan dan etika. 5.6 Tingkat Keberlanjutan Multidimensi Perikanan Tangkap Berdasarkan hasil analisis Rapfish yang dilakukan secara parsial pada setiap dimensi diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing dimensi, sebagai berikut : a. Dimensi ekologi sebesar 49,07 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak antara 25,00-50,00). b. Dimensi ekonomi sebesar 53,13 berari cukup berkelanjutan (indeks di antara nilai 50,00-74,99). c. Dimensi sosial sebesar 60,92 berarti cukup berkelanjutan (indeks terletak antara 50,00-74,99). d. Dimensi kelembagaan dan etika sebesar 46,93 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak antara 25,00-49,99). e. Dimensi teknologi dan infrastruktur sebesar 48,35 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak antara 25,00-50,00). Dua dimensi secara parsial menunjukkan cukup berkelanjutan (Ekonomi dan dimens Sosial), dan tiga dimensi yang lain menunjukkan kurang berkelanjutan (dimensi Ekologi, Kelembagaan dan Etika, serta dimensi Teknologi dan Infrastruktur). Hasil analisis Rapfish perikanan tangkap Sulawesi Selatan secara parsial disajikan pada Gambar 32.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Menurut Rahardja (2006) dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN OLEH : Arif Satria Fakultas Ekologi Manusia IPB Disampaikan padalokakarya MENGARUSUTAMAKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM AGENDA PEMBANGUNAN, 23 OKTOBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan yang tinggal di pedesaan merupakan penyumbang terbesar jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada umumnya, petani

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu PENDAHULUAN Latar Belakang Guna meningkatkan pendapatan, pembudidaya rumput laut perlu mengembangkan kompetensinya. Kompetensi merupakan karakteristik mendalam dan terukur pada diri seseorang, dan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PELARANGAN PENGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Sumberdaya Maritim Indonesia Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem perairan ini merupakan seumber dari berbagai macam produk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN DAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HAYATI DI PERAIRAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA IKAN DAN LARANGAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT SETRUM, TUBA DAN BAHAN KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah Negara ini terdiri dari lautan dengan total panjang garis pantainya terpanjang kedua didunia.wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan lingkungan yang melimpah. Indonesia juga terkenal sebagai negara maritim dan merupakan

Lebih terperinci