BAB IV STRUKTUR GEOLOGI
|
|
- Harjanti Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar pada daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar anjak yang berarah relatif Barat-Timur (NE-SW) dan sesar geser yang berarah relatif Barat Daya - Timur Laut (NW-SE). Penamaan sesar-sesar yang ada di daerah penelitian didasarkan atas nama geografis dimana sesar-sesar tersebut dijumpai Sesar Naik Cisokan Sesar naik ini teramati dari adanya lapisan terbalik pada satuan batupasir batulempung selain itu juga ditemukan adanya beberapa gejala - gejala sesar, seperti slicken side, gash fracture, shear fracture, serta adanya kenampakan air terjun (Foto 4.1). Sesar ini juga teramati dari kelurusan gawir dan juga lembah Sungai Cisokan pada Utara daerah penelitian. Sesar naik Cisokan dapat diklasifikasikan sebagai tipe sesar breaktrough fault propagation fold. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D) didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N58 0 E/35 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 30 0, N115 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Cisokan. Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Naik Menganan Cisokan ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Naik Menganan Cisokan ini memiliki orientasi 1 0, N124 0 E. 34
2 a b c d e Foto 4.1 Indikasi keberadaan sesar; a. slicken side pada CSK - C6, b &c. gash fracture dan shear fracture pada CSK C10, air terjun pada CPTR 4, dan lapisan tegak di CSK Sesar Naik Campaka Sesar ini ditafsirkan dari adanya urutan stratigrafi yang tidak normal, satuan batugamping yang berumur lebih tua berada di atas satuan batupasir batulempung yang berumur lebih muda. Sesar ini diprediksikan menerus hingga ke bagian Timur yang tertutupi oleh satuan breksi. Di beberapa tempat ditemukan adanya gejala 35
3 gejala sesar seperti keberadaan air terjun (Foto 4.2), gash fracture, dan shear fracture (Foto 4.3). Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N63 0 E/40 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 36 0, N123 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Campaka. Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Margaluyu ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 1 0, N135 0 E. Foto 4.2 Air terjun di CKRG
4 Foto 4.3 Gash fracture di CKRG 8 dan shear fracture CKRG Sesar Naik Cicadas Sesar ini teramati dari kelurusan lembah pada Cibale dan kelurusan Gawir pada Pasir Jubleg. Selain itu juga ditemukan adanya gejala gejala sesar berupa keberadaan air terjun (Foto 4.4) dan shear fracture (Foto 4.5). Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N68 0 E/38 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 36 0, N135 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Citalahab. Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Citalahab ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 1 0, N143 0 E. 37
5 Foto 4.4 Air terjun di lokasi CBL - 3 Foto 4.5 Shear Fracture di CMPR A9 38
6 4.1.4 Sesar Mendatar Campaka Sesar ini didapatkan dari adanye pergeseran (offset) dari satuan batugamping pada peta geologi (Lampiran III) selain itu sesar ini teramati dari kelurusan sungai yang tiba tiba berbelok dan menghasilkan kelurusan lebih kurang 1 km berarah Barat Laut Tenggara di Sungai Cisokan. Selain itu dijumpai juga adanya shear fracture dan gash fracture (Foto 4.6) yang dominan di lapangan. Foto 4.6 gash fracture dan shear fracture di CMPR - 1 Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N154 0 E/82 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 12 0, N154 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Campaka. Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Campaka ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Campaka ini memiliki orientasi 0 0, N20 0 E Sesar Mendatar Cinempel Sesar ini ditemui pada hulu sungai Cinempel. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan adanya slicken side (Foto 4.7), breksiasi dan juga shear fracture (Foto 4.8) di lapangan. 39
7 Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N340 0 E/82 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 24 0, N334 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Naik Cinempel Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Cinempel ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Cinempel ini memiliki orientasi 19 0, N19 0 E. Foto 4.7 slicken side di CNPL 3 40
8 Foto 4.8 Shear fracture di CNPL Sesar Mendatar Cilawang Sesar ini dijumpai pada hulu sungai Cilawang yang kehadirannya ditunjukkan dengan adanya shear fracture (Foto 4.9) dan juga ditemukan adanya pembelokan sungai citali secara tiba-tiba. Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N340 0 E/68 0 dengan kedudukan net-slip yaitu 14 0, N345 0 E dan pitch sebesar Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Naik Cilawang. Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Geser Menganan Naik Cilawang ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Cilawang ini memiliki orientasi 11 0, N216 0 E. 41
9 Foto 4.9 Shear fracture di CGT-4 dan shear fracture di CTL STRUKTUR LIPATAN Sinklin Girimulya Sinklin ini diinterpretasikan berada di perbatasan Desa Girimulya dan Desa Margaluyu yang sumbunya berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 32 0, N230 0 E (Lampiran D) Sinklin Cigintung Sntiklin ini berada di antara sungai Cigintung dan Sungai Cirangkuang dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 20 0,N E (Lampiran D) Sinklin Cihonje Sntiklin ini berada di antara Sungai Cihonje dengan Sungai Cipetir dengan sumbu berarah Barat Timur. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian 42
10 (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 11 0, N246 0 E (Lampiran D) Sinklin Campaka Sinklin ini berada di antara Desa Campaka dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 2 0, N255 0 E beserta sumbu lipatan N75 0 E/ 87 0 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam upright horizontal fold Sinklin Citali Sinklin ini berada di antara sungai Citali dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 17 0, N263 0 E beserta sumbu lipatan N98 0 E/ 48 0 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal fold Sinklin Bojongsalam Sinklin ini berada di antara sungai Cimahpar dan Sungai Cilawang dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 25 0, N90 0 E beserta sumbu lipatan N270 0 E/ 26 0 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal fold. 4.3 MEKANISME PEMBENTUKAN STRUKTUR Berdasarkan analisis struktur geologi tersebut di atas, daerah penelitian dapat diinterpretasikan berada pada zona foreland (Gambar 4.1) yang sangat berhubungan 43
11 dengan adanya pemendekan regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk suatu konfigurasi sesar naik yang dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Zona foreland disebut juga dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi plastis yang kurang dominan, tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesar anjak pada daerah penelitian berhubungan dengan tektonik thin-skinned yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi dengan besaran hanya mencapai puluhan kilometer serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (Mc Clay, 2000). Gambar 4.1 Zona foreland (area biru) pada tektonik back arc, lokasi pembentukan jalur anjakan-lipatan (Mc Clay, 2000) Sesar naik merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah penelitian, dengan komponen struktur penyerta terdiri dari sesar geser dan lipatan. Sesar geser merupakan compartmental faults (Brown, 1975 op. cit Davis, 1996) yang dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault) yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang berbeda (Gambar 4.2), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan. 44
12 Gambar 4.2 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan (McClay, 2000) Secara umum sesar anjak di daerah penelitian sangat berkesesuaian dengan adanya struktur lipatan yang ada, atau dinamakan dengan fault-related folds. Salah satunya pada lipatan yang bertipe fault propagation folds (Gambar 4.3), dimana terbentuknya suatu lipatan diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur (flexular bending) dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu bidang pensesaran (Suppe dan Medwedeff, 1984; Suppe, 1985 op. cit McClay, 2000). Pada tahap perkembangan lipatan, sesar dapat memotong melalui fault propagation folds, dengan mengubah geometri dari strukturnya. Bentuk dari struktur ini dipengaruhi oleh jalur sesar yang sering memotong melalui forelimb atau bagian atas dari detachment. Struktur ini dikenal dengan istilah breaktrough fault propagation fold (Gambar 4.4) yang berkembang di daerah penelitian. 45
13 Gambar 4.3 Tipe lipatan yang berhubungan dengan fault propagation fold (gambar dari Gambar 4.4 Breakthrough fault propagation folds (Suppe, 1984 op cit., Tearpock dan Bischke, 1991) Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada daerah penelitian merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak yang secara kinematik sangat berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah 46
14 penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran sesar utama dimana besar pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil sehingga besar dan arah pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom, 1969 op. cit Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam sesar anjakan leading (Gambar 4.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott, 1982). Hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai pergeseran Sesar Naik Cisokan yang berada paling utara daerah penelitian dan secara vertikal berada paling bawah diantara sesar anjak lainnya. Gambar 4.5 Fault propagation fold imbrikasi tipe leading (Boyer & Elliot, 1982; Mitra, 1986; Woodward et.al., 1989 op. cit McClay, 2000) Dari uraian diatas dan dari analisis struktur geologi dapat disimpulkan bahwa struktur geologi daerah penelitian berlangsung pada satu fasa deformasi dengan rezim kompresi yang membentuk suatu jalur anjakan lipatan dengan struktur penyerta berupa sesar sobekan (tear fault) dan lipatan. Umur struktur pembentukan geologi 47
15 diperkirakan berumur Pliosen yang dibuktikan dengan tidak terpengaruhnya lava andesit dan breksi 4.4 PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS-SECTION) Rekonstruksi penampang seimbang merupakan prosedur yang sangat penting dalam pembuatan penampang geologi yang baik untuk memperoleh penampang yang mendekati keadaan sebenarnya. Metode ini sangat berguna untuk menyampaikan konfigurasi struktur geologi daerah terkait secara lebih informatif dan komunikatif. Dalam pembuatan penampang seimbang, sangat dibutuhkan pemahaman mendalam mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay, 2003). Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri struktur yang dihasilkan, mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama dalam prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi sebelum mengalami proses deformasi Metode Kink Metode kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan dip domain sebagai batas dimana suatu kemiringan lapisan berubah. Lipatan yang terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus namun justru membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada (Usdansky & Groshong, 1984; Fail, 1969 op. cit Marshak dan Mitra, 1988). Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang sangat berperan penting karena memudahkan dalam perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan. Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi sebagai data dasar (Gambar 4.6). 48
16 Gambar 4.6 Penyajian data kedudukan pada penampang (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan Mitra, 1988) Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar 4.7). Gambar 4.7 Penentuan domain dip diantara dua data kedudukan (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan Mitra, 1988) Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan kemiringan lapisan kemudian tiap-tiap batas stratigrafi ditarik berdasarkan domain kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar 4.8). 49
17 Gambar 4.8 Profil lengkap struktur lipatan (Wotjal, 1988 op. cit Marshak dan Mitra, 1988) Perhitungan Kedalaman Detachment Penghitungan kedalam detachment merupakan tahap penting dalam rekonstruksi penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas dimana detachment berada berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan diatasnya. Dahlstrom (1969) op. cit Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep pemendekan regional dalam penentuan kedalaman detachment (Gambar 4.9). Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa besarnya nilai kedalam detachment berhubungan langsung dengan besarnya pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur dari suatu perlipatan (Ax) atau yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan yang ditemui yaitu jika ditemukan adanya sesar diantara satuan yang terlipat dengan detachment dikarenakan perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat (Marshak dan Mitra, 1988). Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan detachment yaitu menggunakan data penampang seismik dan stratigrafi regional. 50
18 Gambar 4.9 Perhitungan kedalaman detachment (Marshak dan Mitra, 1988) Restorasi Penampang Seimbang Berdasarkan hasil dari perhitungan kedalaman detachment kemudian dilakukan pembuatan tiga penampang-terdeformasi dengan menggunakan metode kink. Ketiga penampang tersebut yaitu penampang A-B dan penampang C-D. Dari metode perhitungan ini, diperoleh detachment untuk penampang A-B pada kedalaman m dan penampang C-D diperoleh detachment pada interval kedalaman m. Dari kedua penampang terdeformasi yang ada, yaitu penampang A-B, C-D (Gambar 4.10 dan 4.11), dilakukan proses restorasi penampang untuk menguji validitas penampang yang dihasilkan. Berdasarkan Marshak dan Mitra (1988), penampang dapat dikatakan seimbang jika telah memenuhi kriteria diantaranya: Prinsip keseimbangan panjang lapisan Prinsip keseimbangan luas, dan 51
19 Prinsip keseimbangan bentuk sesar Tahapan akhir dari proses restorasi penampang yaitu tahap evaluasi penampang yang bertujuan untuk mengurangi adanya kesalahan yang muncul pada saat restorasi dilakukan. Prinsip keseimbangan panjang lapisan dilakukan dengan menghubungkan titik-titik acuan yang diletakkan pada suatu level regional yang sama. Penampang yang sudah direstorasi dapat dikatakan seimbang jika panjang lapisan dimana titik acuan diletakkan berada pada satu level regional yang sama dan memiliki panjang lapisan yang sama dengan penampang terdeformasi. Prinsip keseimbangan luas dapat digunakan jika terdapat adanya perubahan ketebalan pada suatu lapisan yang akan direstorasi. Akan tetapi pada daerah penelitian ketebalan satuan dianggap konstan. Prinsip keseimbangan bentuk sesar merupakan salah satu faktor penting dalam rekonstruksi penampang seimbang. Interpretasi pola geometri ramp dan flat sangat berperan dalam rekonstruksi bentuk sesar pada keadaan sebelum terdeformasi, dikarenakan geometri dari suatu sesar sangat dipengaruhi oleh pergerakan sesar yang lebih muda. 52
20 Gambar 4.10 Penampang terdeformasi A-B 53
21 Gambar 4.11 Penampang terdeformasi C-D 54
22 Bagian akhir dari rekonstruksi penampang seimbang yaitu dilakukannya evaluasi penampang. Tahapan ini berguna untuk memastikan penampang berada dalam kondisi seimbang, dapat dipercaya, dan dapat mengilustrasikan keadaan bawah permukaan mendekati keadaan sebenarnya. Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama yang dapat membantu untuk menguji validitas dari suatu penampang. Dari penampang terdeformasi, loose line diletakkan pada bagian paling Selatan (berhimpit dengan B dan D) sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian paling Utara (berhimpit dengan A dan C). Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbang. Namun dari restorasi penampang diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah kemiringan lapisan (Lampiran E-V). Loose line yang miring dapat diterima asalkan pada bagian bawah berlawanan dengan arah transport energi (Marshak dan Mitra, 1988). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika hasil dari restorasi loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah satunya dapat diatasi dengan melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang terdeformasi. Pin line merupakan titik yang tidak mengalami pergerakan selama deformasi. Pin line dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat tegak lurus terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi sesar dan lokasi area tererosi (Lampiran E-V). Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B dan C-D kemudian dilakukan perhitungan pemendekan dan rasio kontraksi. Untuk penampang A-B diperoleh nilai pemendekan sebesar 35.7 % dengan rasio konstraksi (L /Lo) sebesar Untuk penampang C-D diperoleh nilai pemendekan sebesar 52 % dengan rasio konstraksi (L /Lo) sebesar
23 Dari rekonstruksi forward-model didapatkan bahwa sistem sesar anjak di daerah penelitian diklasifikasikan kedalam sistem imbrikasi tipe leading dikarenakan keseimbangan penampang dapat terbentuk setelah dilakukan restorasi pada sesar blind thrust yang berada paling Selatan daerah penelitian terlebih dahulu dan kemudian berturut-turut sesar yang berada di Utaranya. Rekonstruksi forward-model bertujuan untuk mengetahui runutan sejarah pembentukan struktur geologi di daerah penelitian, dan pada akhirnya dihasilkan suatu keadaan restorasi yang menunjukkan kondisi stratigrafi daerah penelitian sebelum deformasi terjadi. 56
Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.
Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW - ESE, sesar-sesar geser berarah NE - SW. Bukti-bukti
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
Lebih terperincimangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.
mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesarsesar mendatar yang umumnya berarah timurlaut baratdaya dan lipatan yang berarah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan
Lebih terperinciBAB IV STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar naik yang berarah relatif barat-timur (WNW-ESE) dan sesar geser yang berarah relatif
Lebih terperinciFoto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)
Foto 4.0 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 0) 4. LIPATAN Lipatan yang terjadi pada daerah ini pembentukannya berkaitan erat dengan sistem sesar anjak
Lebih terperinciBAB IV STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar (Gambar 4.1) yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar naik berarah relatif WNW-ESE, sesar geser berarah relatif utara-selatan dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 SESAR Sesar yang terjadi pada daerah ini pada umumnya mempunyai dua arah. Arah ertama adalah sesar yang memiliki arah relatif barat timur. Sesar yang memiliki arah
Lebih terperinciIV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian
Pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian sebagian besar dipengaruhi oleh pola Jawa dengan kompresi berarah utara-selatan karena terbentuk pola struktur dan kelurusan yang berarah relatif barat-timur.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar
Lebih terperinciBAB V PENAMPANG SEIMBANG
BAB V PENAMPANG SEIMBANG Penampang seimbang (balanced cross section) penting digunakan untuk membuat model penampang geologi yang mendekati keadaan sebenarnya. Dengan menggunakan metode penampang seimbang
Lebih terperinciA. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas
3.2.4 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.4.1 Penyebaran Satuan Batupasir-Batulempung menempati bagian selatan daerah penelitian (Gambar 3.6), meliputi + 10% dari luas daerah penelitian (warna hijaupada peta
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA
ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA Ida Bagus Oka Agastya Jurusan Teknik Geologi Institut Sains & Teknologi
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN.
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN. TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinciGEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani
GEOLOGI STRUKTUR PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan OSN PEDAHULUAN Geologi : Ilmu yang mempelajari bumi yang berhubungan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI Analisis Struktur 4.1 Struktur Lipatan 4.1.1 Antiklin Buniasih Antiklin Buniasih terletak disebelah utara daerah penelitian dengan arah sumbu lipatan baratlaut tenggara
Lebih terperinciFoto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama
Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).
Lebih terperinciUntuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :
Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses
Lebih terperinciSESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)
SESAR MENDATAR Pergerakan strike-slip/ pergeseran dapat terjadi berupa adanya pelepasan tegasan secara lateral pada arah sumbu tegasan normal terkecil dan terdapat pemendekan pada arah sumbu tegasan normal
Lebih terperinciJAWA BARAT TUGAS AKHIR. Di Program. Disusun oleh:
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTURR GEOLOGI MENGGUNAKAN METODE PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS SECTION) DAERAH KEMANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan
Lebih terperinciIdentifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.
Identifikasi Struktur Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. Dasar Analisis Macam keterakan berdasarkan gaya pembentuknya: Irrotational Strain (pure shear) disebabkan tegasan tekanan (model Moody & Hill, 1956)
Lebih terperinciStruktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat
Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat Iyan Haryanto, Faisal Helmi, Aldrin dan Adjat Sudradjat*) Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Abstrak Struktur geologi daerah Jonggol
Lebih terperinciBAB VI SEJARAH GEOLOGI
BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor
Lebih terperinciDAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.
DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1)
Lebih terperinciPRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU
1 ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU Data : Diketahui arah dip semu dari batuan yang sama pada dua singkapan batuan sedimen adalah 30, N 45 E dan 40, N 150 E dan tidak menunjukkan
Lebih terperinciBENTANG ALAM STRUKTURAL
BENTANG ALAM STRUKTURAL 1. PENGERTIAN BENTANG ALAM STRUKTURAL Bentang alam merupakan bentuk penampang (landform) suatu daerah di muka bumi yang mencakup ruang luas dan telah membentuk suatu sistem yang
Lebih terperinciGambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian
Gambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian DATA KELURUSAN LEMBAH DATA KELURUSAN BUKIT INTERVAL SUDUT (0) JUMLAH PERSENTASE INTERVAL SUDUT (0) JUMLAH PRESENTASE 0-10 7 10 0-10
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA
GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciStruktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).
9. Struktur Geologi 9.1. Struktur geologi Struktur geologi adalah gambaran bentuk arsitektur batuan-batuan penyusunan kerak bumi. Akibat sedimentasi dan deformasi. berdasarkan kejadiannya, struktur geologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan
Lebih terperinciSTRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)
Novia Dian Sundari STRIKE-SLIP FAULTS 12/39585 Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,
Lebih terperinciTabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.
Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan
Lebih terperinciBAB V SEJARAH GEOLOGI
BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinciBAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen
3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciBAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah
BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum
Lebih terperinciFoto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko.
Gambar 3.8 Analisis kinematika dan geometri sesar dari data bidang sesar, kekar gerus dan kelurusan sungai untuk Sesar Malekko 3 x Foto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko. 5. Sesar Naik Makkamma
Lebih terperinciGeologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27
memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciPENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH
PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas
Lebih terperinciGEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT
GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciGEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR
GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR Fracture & stress states Fracture orientations relative to the principal stress orientations Stress = Gaya per satuan area yang mengenai suatu bidang Kondisi stress yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Tugas akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Lebih terperinciLaporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR
BAB III TEORI DASAR 3.1 INTERPRETASI PENAMPANG SEISMIK 3.1.1 Metoda seismik Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KLABANG
GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di
Lebih terperinciGambar 1.2 Anatomi lipatan (Mc Clay, 1987)
ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI METODE STEREOGRAFIS Disusun Oleh : Eko Suko Wiratmoko 1. LIPATAN 1.1 Definisi Lipatan Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai
Lebih terperinciGEOLOGI DAN KARAKTERISTIK SESAR ANJAK DAERAH JATIGEDE DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT
GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK SESAR ANJAK DAERAH JATIGEDE DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT SKRIPSI Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik
Lebih terperinciANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT
Analisis kekar pada batuan sedimen klastika Formasi Cinambo di Sungai Cinambo Sumedang, Jawa Barat (Faisal Helmi) ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinciBab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat
41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.
Lebih terperinciGEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 5.1 Teori Dasar 5.1.1 Mekanisme Pembentukan Rekahan Rekahan adalah suatu bidang diskontinuitas pada batuan yang diinterpretasikan sebagai hasil dari
Lebih terperinciGeologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan
Lebih terperinciBab III Pengolahan Data
S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan
Lebih terperinciSekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus
BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus tektonik menjadi rift initiation,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia
Lebih terperinciBAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR
BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR Terdapat tiga domain struktur utama yang diinterpretasi berdasarkan data seismik di daerah penelitian, yaitu zona sesar anjakan dan lipatan di daerah utara Seram
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciFoto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono
Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG
BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,
Lebih terperinci