BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit kronis saluran napas yang patogenesis. dasarnya adalah oleh proses inflamasi dan merupakan salah satu
|
|
- Suharto Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit kronis saluran napas yang patogenesis dasarnya adalah oleh proses inflamasi dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia. Proses inflamasi kronik yang berlangsung di saluran pernapasan pasien asma, melibatkan banyak sel inflamasi dan elemennya. Kondisi ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga menimbulkan gejala klinis yang berlangsung secara periodik, terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk, yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversibel secara spontan. Gejala ini berhubungan dengan luasnya proses inflamasi yang sedang berlangsung, yang akan memicu terjadinya berbagai kondisi (edema, bronkokonstriksi, hipersekresi kelenjar, dan lainlain). Kondisi ini menyebabkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan, yang akan menimbulkan sesak napas sebagai manifestasi klinis utama, yang sangat mengganggu aktivitas, produktivitas dan kualitas hidup pasien asma (GINA, 2011). Prevalensi penyakit asma terus mengalami peningkatan, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang (GINA, 2011), meskipun obat yang sesuai untuk penatalaksanaan asma (inhalasi
2 kombinasi corticosteroid dan agonis β2 bekerja lama/laba) telah tersedia. Saat ini, jumlah pasien asma diperkirakan mencapai 300 juta orang, dan jumlah pasien yang meninggal karena serangan asma mencapai orang (WHO, 2005). Penyakit sistem pernapasan, merupakan penyebab 17.4% kematian di dunia, dengan urutan sebagai berikut: infeksi paru (7.2%), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (4.8%), tuberkulosis (TB) (3%), kanker paru (2.1%) dan asma (0.3%) (WHO, 2005). Di Indonesia, prevalensi asma belum didukung oleh data yang pasti (Sundaru, 2007; Mangunegoro, 2004). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asma di Indonesia sangat bervariasi. Yunus dkk (2011) melakukan penelitian prevalensi asma di Jakarta dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in chilhood/isaac pada tahun 2001 dan 2008 dengan prevalensi kumulatif 11.5% tahun 2001 dan 12.2% tahun Selain itu, hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, menyatakan bahwa prevalensi asma di Jakarta mencapai 2.9%, sedangkan di Sumatera Utara, prevalensi penyakit asma berkisar antara 3-6.4% (Dinas Kesehatan, 2007). Penyakit asma memberi dampak yang luas terhadap aktivitas, produktivitas, dan berbagai kondisi sosial masyarakat khususnya di kalangan pasien asma, yang sudah barang tentu akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan dan beban ekonomi masyarakat. Mereka akan mengalami kehilangan hari kerja, ketidakhadiran di sekolah, serta gangguan aktivitas sosial lainnya (Mangunegoro, 2004, Sundaru 2002).
3 Salah satu penelitian di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pasien asma pada anak kehilangan 10 juta hari sekolah atau dua kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak menderita asma (Taylor, 1992). Selain itu, penyakit asma juga menyebabkan 13 juta kunjungan ke dokter dan perawatan rumah sakit untuk pasien pertahun. Di kalangan pasien dewasa, jumlah pekerja yang tidak masuk kerja lebih dari 6 hari pertahun mencapai 19.2% (asma derajat sedang/berat), dan 4.4% (asma derajat ringan). Centers for Disease Control and Prevention/CDC Amerika Serikat juga melaporkan bahwa ada sekitar 2 juta pasien asma yang mengunjungi Unit Gawat Darurat (UGD), dan dari padanya harus dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Ditinjau dari sisi pembiayaan, biaya pengobatan asma di negara maju berkisar antara juta US$/tahun. Di Amerika biaya yang dikeluarkan untuk menangani perawatan penyakit asma di rumah sakit (eksaserbasi asma) sekitar 11 juta dollar pertahun (Putman, 2004). Di Australia, biaya untuk perawatan asma berkisar di antara juta dollar/tahun, dan asma adalah satu dari sepuluh alasan pasien mengunjungi dokternya (Bauman, 2005). Penatalaksanaan asma yang benar memerlukan obat yang sesuai (appropriate treatment) dan tepat (adequate treatment), yaitu tepat dosis, tepat durasi, tepat waktu, tepat cara/teknik pemberian terapi inhalasi, dan lain-lain). Penatalaksanaan asma terus berkembang, dan saat ini pedoman penatalaksanaan asma yang standar dijabarkan dalam Global Initiative for Asthma (GINA 2011). Prinsip penatalaksanaan asma yang
4 benar menurut GINA 2011, adalah melakukan penanggulangan patogenesis dasar penyakit asma, yaitu proses inflamasi yang terjadi pada saluran pernapasan. Penatalaksanaan asma yang sesuai (appropriate teratment), dilakukan dengan memberikan inhalasi kombinasi anti inflamasi (controller) dan bronkodilator/pelega (reliever) jangka panjang, yang tetap diberikan pada saat stabil (tidak sedang dalam serangan). Pemberian terapi inhalasi kombinasi kedua obat ini harus disertai dengan penilaian objektif terhadap kemampuan aliran udara yang dapat melalui saluran pernapasan, yang secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan peak flow meter, sehingga dapat diketahui pencapaian kemajuan terapi. Pengukuran fungsi saluran pernapasan, dengan peak flow meter sebelum penggunaan obat, perlu dilakukan untuk mengetahui derajat keparahan penyakit asma yang sedang dialami seorang pasien asma. Terapi inhalasi kombinasi yang dianjurkan untuk penatalaksanaan asma saat ini adalah inhalasi kombinasi corticosteroid dengan agonis β 2 kerja lama (Long Acting β 2 Agonist/LABA) (GINA, 2011). Kombinasi corticosteroid dengan agonis β 2 kerja lama ini menghasilkan kerja sinergisme yang membuat masing-masing reseptor kedua obat tersebut menjadi siap ( on and on phenomena ). Oleh karena itu, penggunaan inhalasi kombinasi kedua obat ini telah terbukti meningkatkan asma terkontrol dan sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien asma (Syafiuddin, 2007). Pencapaian dan mempertahankan asma terkontrol merupakan tujuan utama dari penatalaksanaan asma, yaitu kondisi optimal yang
5 memungkinkan pasien asma dapat melakukan aktivitas kehidupannya seperti orang sehat lainnya. Indikator asma terkontrol adalah tidak adanya gejala, tidak ada keterbatasan aktivitas, tidak ada gejala pada malam hari, tidak perlu obat pelega, fungsi paru normal dan tidak ada serangan asma sepanjang tahun (GINA, 2011). Penatalaksanaan yang efektif untuk mencapai asma terkontrol, tidak saja menyebabkan pasien asma kembali pada kehidupan normal dengan kualitas hidup yang baik, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi, baik bagi keluarga, masyarakat luas, maupun negara (Sundaru, 2007). Penatalaksanaan asma yang sesuai (appropriate treatment) dan tepat (adequate treatment) sangat tergantung pada perilaku penatalaksanaan yang dilakukan oleh pasien asma maupun dokter yang merawatnya, dan sangat memerlukan komunikasi efektif di antara pasien asma dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya. Perilaku pengobatan pasien secara sederhana sering disebut kepatuhan (compliance). Compliance adalah kepatuhan pasien dalam mengikuti anjuran dokter (Smet, 1994), tetapi kepatuhan pasien pada compliance, tidak disertai dengan pemahaman tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pengobatan/penatalaksanaan penyakitnya. Bila pengobatan gagal, maka pasienlah yang disalahkan. Di sisi lain Bauman (2005) mengemukakan konsep adherensi (adherence), yang dapat digunakan sebagai terobosan yang tepat dalam penatalaksanaan asma. Adherensi pada prinsipnya berbeda dengan compliance, meskipun keduanya samasama mengekspresikan kepatuhan pasien dalam mengikuti anjuran
6 dokternya. Adherensi adalah perilaku kepatuhan pasien terhadap anjuran dokternya, yang disertai pemahaman tentang seluk beluk penyakitnya berkaitan dengan penatalaksanaan penyakitnya, sehingga ia mengikuti anjuran dokter secara konsisten (Bauman, 2005). Tanggung jawab penerapan adherensi dalam penatalaksanaan asma bukan hanya terletak pada pasien, tetapi juga pada dokternya melalui komunikasi yang baik dan efektif di antara pasien dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya (WHO, 2003; Bauman, 2005). Untuk itu, dokter perlu mengembangkan teknik komunikasi kesehatan yang efektif antara dokter dan pasien (Sarwono, 2004). Penerapan konsep adherensi pada penatalaksanaan/pengobatan pasien asma sangat penting dikembangkan, untuk mengatasi permasalahan perilaku pengobatan pada pasien asma. Pada konsep adherensi ini, ditekankan komitmen yang tinggi di antara dokter dan pasien, dalam mencapai tujuan asma terkontrol (Bauman, 2005). Komitmen yang tinggi dari dokter untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap perilaku pengobatan pasien asma dapat dilaksanakan dengan mengembangkan pendidikan kesehatan tentang penyakit asma dan patogenesisnya, pemberian motivasi pengobatan, empati, pengawasan dan pengontrolan penyakit, penjelasan tentang tata cara penggunaan obat, dan akibat yang ditimbulkan jika pasien tidak adheren dengan pengobatannya. Hal ini harus dilakukan dokter secara terus menerus dan berkesinambungan (continue), karena tanggung jawab keberhasilan
7 penatalaksanaan juga terletak pada dokter yang merawat pasien tersebut (Sarwono, 2004). Bauman, (2005) dan Mangan (2007) menyatakan bahwa adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan sikap dari pasien mengenai penyakitnya, prioritas kesehatan dalam kehidupan pasien, faktor kepercayaan (health believes), pengalaman sebelumnya, kesulitan dalam hal konsultasi, pemahaman tentang penyakit, dan efektifitas diri (self-efficacy). Faktor perilaku adherensi dalam penatalaksanaan asma terdiri dari dua bagian: yaitu masalah dalam penggunaan obat, seperti kompleksnya penatalaksanaan, efek samping obat, biaya pengobatan, dan ketidaknyamanan terhadap pengobatan, dan masalah di luar penatalaksanaan, seperti instruksi dokter yang kurang dipahami, ketidakpuasan terhadap tenaga kesehatan, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, kurangnya pengawasan dari dokter dan keluarga, perkiraan yang salah tentang risiko penyakit, masalah budaya, stigmatisasi yang salah, lupa, dan masalah agama/keyakinan (Mangan, 2007). Hasil penelitian Wells (2008) menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor ras dengan adherensi pengobatan yang menggunakan Inhaled Corticosteroid (ICS). Demikian pula halnya pada pasien asma dari ras Kaukassian, yang menunjukkan adanya hubungan antara kebutuhan akan ICS, pengetahuan tentang obat ICS, perilaku dokter dalam mengontrol pasien asma, dan kesiapan untuk menggunakan obat dengan adherensi
8 pengobatan pasien. Kondisi ini mungkin dipengaruhi oleh faktor budaya di kalangan komunitas tertentu. Blum (1974) menyatakan bahwa faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, keluarga dan individu (dikutip dari: Maulana, 2009). Perilaku merupakan hasil dari seluruh kegiatan manusia, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati (Notoatmodjo, 2007). Secara teoritis, ranah perilaku manusia terdiri dari 3 aspek yaitu: pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Green (1980) menguraikan bahwa ada 3 aspek yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors) (dikutip dari: Notoatmodjo, 2007, Maulana 2009). Faktor predisposisi terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sosiodemografi. Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana seperti obat-obatan, kemampuan membayar, sedangkan faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dokter yang menangani penyakit), dorongan keluarga, dan kelompok referensi masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan konsep yang ada, dinyatakan ada pengaruh langsung dari berbagai faktor seperti sosiodemografi pasien, pengetahuan dan sikap, kemampuan membayar dan jarak pengobatan, serta dorongan keluarga, terhadap adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan
9 penyakitnya. Pasien yang mengerti dan paham tentang penyakitnya, akan meningkatkan adherensi pengobatan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jarry (2004). Pada pasien asma yang mengerti dan paham tentang penyakitnya, akan terbentuk sikap dan perilaku yang baik terhadap penatalaksanaan penyakitnya. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor edukasi kesehatan yang diberikan secara berkesinambungan oleh dokter yang merawatnya (Soetjiningsih, 2002). Adherensi yang baik dari pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, akan mencapai asma yang terkontrol, yang dengan sendirinya akan meningkatkan fungsi paru dan kualitas hidup pasien asma. Pont (2004), mendapatkan skor pasien asma yang adheren adalah 5.8 sedangkan pada kelompok yang non adheren adalah 5.2. Pont juga menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok adherensi dengan yang non adherensi terhadap pengobatan asma, dari aspek aktivitas, gejala klinis dan emosional pasien asma. Syafiuddin (2007) telah membuktikan bahwa kualitas hidup pasien asma semakin baik, bila penerapan konsep adherensi dilaksanakan pada penggunaan kombinasi inhalasi corticosteroid dengan agonis β 2 kerja lama (Long Acting β 2 Agonis/LABA) yang diberikan secara berkesinambungan selama 1 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari, dibandingkan dengan pemberian bronkodilator saja (salbutamol/saba). Di sisi lain, pencapaian kualitas hidup yang prima bagi seorang pasien, adalah konsep yang mencakup karakteristik fisik, mental, sosial, emosional, yang mencakup efek dan komplikasi terapi penyakit secara
10 luas, yang menggambarkan kemampuan individu untuk berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang dilakukannya (CDC, 2000). Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan menggambarkan tingkat kesehatan seseorang yang mengalami suatu penyakit tertentu dan mendapat penatalaksanaan sesuai dengan pedoman penatalaksanaan penyakit tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan sebagai hasil pengukuran yang meliputi berbagai aspek, yang menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya, misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi (Hyland, 1997). Studi yang dilakukan oleh Spiric (2004), menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien asma. Adapun faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien adalah: berat penyakit, tempat tinggal dan kondisi cuaca (p< 0.05). Suharto (2005) juga menemukan adanya hubungan antara derajat penyakit, sosial ekonomi, kepadatan rumah dengan kualitas hidup anak. Pengembangan instrumen untuk menilai kualitas hidup pasien asma telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Salah satu instrumen tersebut adalah Asma Quality of Life Questioner (AQLQ). yang telah dikembangkan untuk mengukur gangguan fungsional yang dialami oleh pasien asma > 17 tahun. Kuesioner ini memiliki 32 item dalam empat domain (gejala, aktivitas, keterbatasan emosional dan rangsangan lingkungan) (Junifer, 2005). Namun di Indonesia alat ukur ini belum lazim
11 digunakan, dan belum ada penelitian mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur kualitas hidup untuk pasien asma. Pada umumnya pengukuran kualitas hidup pasien asma di Indonesia sering disamaartikan dengan terkontrol atau tidaknya penyakit asma dengan menggunakan alat ukur Asthma Control Test (ACT). Meskipun tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur ini cukup tinggi yaitu 0.85 (Schatz, 2006), namun materi dari ACT hanya mengukur aspek klinis semata. Hal ini tentu akan menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi terhadap makna kualitas hidup pasien asma yang sebenarnya. Untuk memperbaiki kualitas penatalaksanaan/pengobatan pasien asma, perlu ditetapkan indikator yang dapat mengukur adherensi pengobatan dan kualitas hidup pasien asma yang bersifat lebih menyeluruh/komprihensif. Namun sampai saat ini belum ada penelitian untuk menetapkan berbagai indikator yang dapat membentuk adherensi terhadap penatalaksanaan pasien asma. Karena itu, diperlukan pengembangan instrumen yang akan menelaah dan menetapkan berbagai indikator yang dapat mempengaruhi terbentuknya adherensi, yang akan mampu memberikan informasi lebih luas/menyeluruh dalam mengekspresikan tingkat adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, sehingga lebih memudahkan/ memungkinkan para dokter dalam upaya pencapaian asma terkontrol dan kualitas hidup yang prima bagi pasien asma. Determinan adherensi pasien dan kaitannya dengan kualitas hidup pasien asma akan jelas terlihat apabila dikaji dengan analisis yang tepat. Structural Equation Modelling (SEM) adalah suatu analisis terintegrasi
12 antara analisis faktor, model struktural dan analisis jalur (path analysis) (Wibowo, 2006; Santoso, 2007). Dengan menggunakan analisis ini peneliti dapat menemukan faktor determinan perilaku, model struktural dan model pengukuran perilaku adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya. Konsep yang jelas akan menghasilkan model perilaku adherensi yang jelas. Hal ini tentu dapat meningkatkan pemahaman tentang adherensi pengobatan pasien asma dan dapat memperbaiki penatalaksanaan asma di masa yang akan datang. Disamping itu perlu ada kajian yang cermat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan penatalaksanaan penyakit asma yang tepat dan benar, terkait dengan target kurikulum pendidikan dokter (Standar Kompetensi Dokter Indonesia/ SKDI, 2006), yang menetapkan target pembelajaran untuk penyakit asma pada level 4. Hal ini berarti kelak setiap dokter umum harus mampu menatalaksana penyakit asma mulai dari kemampuan mendiagnosis sampai dengan pemberian terapi asma secara tuntas. Saat ini setiap Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib menerapkan sistim KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), sehingga adanya instrumen yang akan mengekspresikan tingkat adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran tentang asma pada KBK, yang akan memudahkan aplikasinya untuk pencapaian asma terkontrol dan kualitas hidup yang prima di kalangan pasien asma, khususnya di Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, penatalaksanaan asma yang tepat dan benar, memerlukan/melibatkan
13 berbagai faktor yang ada dalam kehidupan pasien dan lingkungannya, dan pencapaian asma terkontrol tidak semata-mata tergantung dari obat yang tersedia. Dampak buruk penyakit asma yang sangat merugikan dapat terjadi karena melalaikan keterlibatan faktor-faktor pembentuk adherensi, sehingga penatalaksanaannya menjadi tidak tepat. Rabe (2004) menyatakan bahwa penggunaan obat pengontrol (inhalasi cortikosteroid) pada pasien asma persisten, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropah Barat masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 18-26%. Hasil survei yang dilakukan oleh Asthma Insight and Reality in Asia Pacific (AIRAPI) di berbagai kota besar Asia pada tahun 2003, menunjukkan bahwa penatalaksanaan penyakit asma belum maksimal dan belum mencapai target yang diinginkan. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa dalam 4 minggu terakhir pengobatan, 51.4% pasien asma masih menunjukkan gejala asma di siang hari, 44.3% mengalami gangguan tidur/terbangun malam hari karena asma. Gangguan aktivitas dan mangkir sekolah di kalangan pasien asma mencapai 36%, dan kunjungan ke unit gawat darurat (UGD) atau perawatan di rumah sakit dijumpai pada 43.6%, dan 56.3% pasien masih memerlukan agonis β2 kerja singkat, paling tidak tiga kali dalam seminggu. Sementara itu, inhalasi corticosteroid hanya digunakan oleh 13.6% pasien asma (Lai, 2003). Fakta ini juga terjadi di kalangan pasien asma di Indonesia, penatalaksanaan asma pada umumnya tidak tepat (inappropiate treatment) dan tidak adekuat (inadequate treatment). Hasil penelitian Tamsil (2005) yang dilaksanakan di poliklinik alergi imunologi penyakit
14 dalam Rumah Sakit Muhammad Husni Palembang, menemukan hanya 51.9% pasien asma yang menggunakan obat pengontrol. Pasien asma sering hanya menggunakan bronkodilator saja, tanpa pemberian inhalasi steroid sebagai pengontrol (Marliza, 2005; Syafiuddin, 2007). Dengan demikian, penatalaksanaan asma sering sekali hanya memberikan terapi simptomatik, tanpa mengontrol proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasarnya (Syafiuddin, 2007), sehingga pengobatan asma sering sekali tidak mencapai target yang diharapkan, yaitu asma terkontrol (controlled asthma). Selain itu, hasil penelitian Marliza (2005) di Kota Medan, juga menemukan bahwa 60% pasien asma masih menggunakan obat oral dan 40% sisanya menggunakan obat inhalasi. Dari penggunaan obat inhalasi, hanya 40% pasien yang patuh, 65% dengan teknik penggunaan terapi inhalasi yang benar, 42.5% dengan dosis obat inhalasi yang sesuai, dan 67.5% menghentikan pengobatan segera setelah keluhan subjektif hilang. Kondisi ini menunjukkan ketidak pahaman pasien asma terhadap penatalaksanaan asma yang sesuai dan tepat, karena kurangnya komunikasi efektif yang sangat diperlukan di antara dokter pasien asma dan keluarganya. Padahal komunikasi efektif ini merupakan unsur mendasar untuk mencapai kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan asma yang diberikan kepadanya, karena mereka memahami kepentingan berbagai faktor/unsur yang diperlukan untuk mencapai adherensi pasien terhadap penatalaksanaan asma yang sesuai dan tepat. Rendahnya perilaku adherensi pengobatan (adherensi pasien asma terhadap
15 penatalaksanaan penyakitnya) perlu ditatalaksana dengan baik. Dengan demikian, diperlukan penelaahan terhadap berbagai faktor/unsur yang mempengaruhi pencapaian adherensi pada aplikasi komunikasi efektif di antara dokter-pasien dan juga keluarganya. Melalui penelaahan ini, akan diwujudkan suatu instrumen untuk mengetahui tingkat adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, sehingga sangat membantu dan memudahkan dokter untuk mengetahui dan memperbaiki penatalaksanaan asma yang belum adekuat. Penelitian mengenai instrumen/model perilaku adherensi penatalaksanaan asma belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor adherensi pada penatalaksanaan/ pengobatan asma, dan keterkaitannya dengan pencapaian asma terkontrol dan kualitas hidup pasien asma yang prima Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, yaitu bagaimanakah instrumen/model perilaku adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, khususnya di Kota Medan, dan bagaimanakah hubungan adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya dengan kualitas hidup pasien asma.
16 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mendapatkan instrumen/model perilaku adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya, dan mengetahui hubungan adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya dengan kualitas hidup pasien asma Tujuan Khusus a. Untuk mendapatkan instrumen pengukuran adherensi dan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan b. Untuk menganalisis adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya, dan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan. c. Untuk menganalisis perbedaan adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya berdasarkan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, penghasilan dan suku) di Kota Medan d. Untuk menganalisis perbedaan kualitas hidup pasien asma berdasarkan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, penghasilan dan suku) di Kota Medan e. Untuk mendapatkan faktor-faktor yang membangun konstrak/model pengukuran adherensi penatalaksanaan pasien asma di Kota Medan f. Untuk menganalisis model pengukuran adherensi penatalaksanaan pasien asma di Kota Medan
17 g. Untuk menganalisis model pengukuran kualitas hidup pasien asma di Kota Medan h. Untuk mendapatkan model struktural adherensi terhadap penatalaksanaan dengan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai: a. Masukan kepada praktisi medis yaitu dokter umum dan dokter spesialis penyakit paru untuk dapat mengetahui dan memahami indikator adherensi penatalaksanaan/pengobatan asma yang sangat diperlukan pada penatalaksanaan asma yang sesuai (appropriate) dan tepat (adequate), erat kaitannya dengan perilaku dokter dan pasien asma. b. Masukan bagi berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk Departemen Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi, dalam peningkatan mutu pelayanan penatalaksanaan penyakit asma. c. Masukan bagi institusi pendidikan terutama Fakultas Kedokteran dalam mengembangkan kurikulum khususnya untuk penatalaksanaan penyakit asma. d. Dasar untuk mengembangkan teori adherensi penatalaksanaan/ pengobatan pasien asma khususnya di Kota Medan e. Masukan bagi instansi kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dalam menentukan kebijakan untuk penatalaksanaan asma.
18 f. Sumber informasi untuk rencana pembuatan software model adherensi dan kualitas hidup pasien asma di kota Medan pada khususnya, dan di seluruh Indonesia pada umumnya Potensi HAKI Potensi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) pada penelitian ini adalah: a. Menemukan indikator pengukuran perilaku adherensi penatalaksanaan /pengobatan pasien asma b. Menemukan model prediktif perilaku adherensi penatalaksanaan/ pengobatan pasien asma c. Menemukan indikator pengukuran kualitas hidup pasien asma d. Menemukan model prediktif adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya terkait dengan kualitas hidup pasien asma.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee
Lebih terperinciDr. Masrul Basyar Sp.P (K)
Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Global Initiative For Asthma (GINA) menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari asma sedunia. Semakin meningkatnya jumlah penderita asma di dunia membuat berbagai badan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus asma meningkat secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian
Lebih terperinci2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma
2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperincikekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari 60 tahun arah pembangunan dibidang kesehatan selama ini menekankan terhadap pengendalian penyakit menular. Kondisi yang sepenuhnya belum tertanggulangi ini
Lebih terperinciStudi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan
Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh Bapak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Manifestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah
Lebih terperinciDI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. S DENGAN MASALAH ASMAPADA Ny. L DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013
ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah keadaan progresif lambat yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, 2004).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee and
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
I. PENDAHULUAN Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG Anita Mayasari 1, Setyoko 2, Andra Novitasari 3 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Rancangan Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif
56 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk megevaluasi mutu pelayanan kasus Asma Bronkial Anak di Unit Gawat Darurat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP
43 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Elvira Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 17 April 1993 Agama : Kristen Protestan Alamat : Jl. Sentosa Km.12 No.88 Riwayat Pendidikan : 1. TK Yayasan Pendidikan Swasta Andreas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciM.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.
Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa sesak di dada dan mengi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik yang menyerang antara 100-150 juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian utama secara global dalam kesehatan. Setiap tahun terjadi peningkatan kasus dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan yang menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut (Nelson, 2007). Sedangkan menurut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun
Lebih terperinciGambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup dan merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10
Lebih terperinciPrevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.
L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciTingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru
Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru Setyoko 1, Andra Novitasari 1, Anita Mayasari 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi asma di berbagai negara sangat bervariasi, namun perbedaannya menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan dunia dimana morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran
Lebih terperinci