BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya karena manusia akan selalu tergantung pada orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring berlalunya waktu dalam perkembangan selanjutnya, seorang individu perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang-orang yang ada di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Dibutuhkan suatu kompetensi bagi seseorang agar mampu mengambil keputusan secara tepat, yaitu salah satunya menurut howard adalah kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi diri sendiri dan melakukan disiplin diri. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri. Diharapkan dengan kemampuan pengenalan diri sendiri remaja mampu mengambil keputusan yang tepat dan baik bagi dirinya. Individu yang cerdas memahami diri sendiri biasanya mengetahui sesuatu yang terbaik bagi dirinya dan bisa memprioritaskan apa yang lebih penting bagi dirinya. Karena individu yang memiliki kecerdasan intrapersonal selalu berintrospeksi dan mengevaluasi setiap keputusan yang diambilnya, apakah keputusan yang diambilnya baik bagi dirinya dan apakah yang penting bagi dirinya. 1

2 Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengambilan keputusan. Maka apabila dihubungkan dengan kecerdasan yang diungkapkan oleh Howard dapat diambil salah satu kecerdasan yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan. Kecerdasan yang akan diungkap yaitu kecerdasan intrapersonal karena kecerdasan intrapersonal itu sendiri menggambarkan keterampilan dan cara berfikir individu dalam memahami segala sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Oleh sebab itu, sangat berhubungan sekali dengan proses pengambilan keputusan yang menuntut individu untuk memiliki pemahaman terhadap kebutuhan dan tanggung jawab pribadi terhadap keputusan yang akan diambil. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini adalah bagaimana keterkaitan kecerdasan intrapersonal terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh remaja. Secara khusus rumusan masalah dalam makalah ini diuraikan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Konsep kecerdasan intrapersonal dan pengambilan keputusan? 2. Karakteristik kecerdasan intrapersonal dan pengambilan keputusan pada tahapan remaja? 3. Faktor-faktor yang mempengharuhi kecerdasan intrapersonal pada remaja? 4. Kaitan kecerdasan intrapersonal dengan pengambilan keputusan pada remaja? 5. Fenomena pengambilan keputusan pada remaja? 6. Upaya yang bisa dilakukan oleh Konselor di sekolah untuk mengatasi persoalan pengambilan keputusan yang dialami oleh siswa (pelajar)? 1.3 Pendekatan/pemecahan masalah Dalam penyusunan makalah ini, tim penulis menggunakan suatu metode yang disebut tinjauan kepustakaan, yang diambil dari berbagai literature, yaitu dengan mungumpulkan bahan dari berbagai macam sumber kepustakaan, kemudian mereview ulang dalam tim bahasan serta studi kasus 2

3 yang relevan dan tentunya biasa terjadi pada para pelajar dalam lingkup pendidikan. 1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, yang meliputi latar belakang permasalahan yang diangkat pada makalah, rumusan permasalahan sebagai batasan masalah yang dibahas, metode penyusunan makalah serta sistematika penulisan makalah. BAB II PENGARUH KECERDASAN INTRAPERSONAL TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN, mencakup pembahasan mengenai kecerdasan intrapersonal, pengambilan keputusan pada remaja serta kaitan antara kecerdasan intrapersonal dengan pengambilan keputusan pada remaja. BAB III PEMBAHASAN KASUS, mencakup fenomena pengambilan keputusan pada remaja, peranan dan intervensi layanan bimbingan dan konseling terhadap fenomena yang terjadi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari keseluruhan yang telah dibahas dan saran. DAFTAR PUSTAKA 3

4 BAB II PENGARUH KECERDASAN INTRAPERSONAL TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN 2.1 Kecerdasan Intrapersonal Konsep Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi diri sendiri dan melakukan disiplin diri. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri Orang yang mempunyai kecerdasan intrapersonal akan sangat mampu memahami diri sendiri dari segi kekuatan, kelemahan, hasrat dan keinginan, termasuk kemahiran membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan mengetahui bagaimana menjaga perasaan dari orang lain. Potensi yang tinggi pada kecerdasan ini akan membantu seseorang dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri sehingga muncul pemahaman tentang tujuan hidupnya. Hal ini akan membantunya dalam mengontrol arah dimana akan melangkah. Mereka yang memiliki kecerdasan ini akan mempunyai suatu tingkatan percaya diri yang sangat tinggi, memiliki prinsip yang sangat kuat dan mandiri Karakteristik Kecerdasan Intrapersonal Individu yang memiliki Kecerdasan Intrapersonal dapat digambarkan dalam beberapa karakteristik, yaitu: 1. Mampu menyadari dan mengerti arti emosi diri sendiri dan emosi orang lain 2. Mampu mengungkapkan dan menyalurkan perasaan dan pikiran 3. Mengembangkan konsep diri yang baik dan benar 4. Termotivasi untuk menentukan dan mengejar suatu tujuan hidup 4

5 5. Menetapkan dan hidup dengan system nilai yang sesuai dengan etika 6. Mampu bekerja secara mandiri 7. Sangat tertarik dengan pertanyaan arti hidup, tujuan hidup, dan relevansinya dengan keadaan saat ini 8. Mampu mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan meningkatkan diri 9. Tertarik menerjuni karir sebagai pelatih, konselor, filsuf, psikolog atau memilih jalur spiritual 10. Mampu menyelami dan mengerti kerumitan suatu psibadi dan kondisi manusia pada umumnya 2.2 Pengambilan keputusan Konsep pengambilan keputusan Jalaludin Rahmat (1991:71), keputusan merupakan satu pilihan dari dua atau berbagai alternatif sebagai dasar dalam melakukan tindakan. Sedangkan menurut Evans dan Ibnu Syamsi, keputusan merupakan hasil dari proses pemikiran berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau melakukan tindakan. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan hasil dari suatu proses berfikir untuk menentukan pilihan sebagai dasar melakukan tindakan yang nyata. Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan. ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana seseorang mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui perkembangan pemikirannya Pengambilan keputusan pada remaja Masa remaja adalah saat meningkatnya pengambilan keputusan mengenai masa depan, teman yang akan dipilih, keputusan tentang apakah melanjutkan kuliah setelah tamat SMA atau mencari kerja, mengikuti bimbel atau tidak dan seterusnya. Dibandingkan dengan anak-anak, 5

6 remaja muda cenderung menciptakan pilihan-pilihan, menelaah situasi dari berbagai sudut pandang, memperkirakan konsekuensi dari suatu keputusan dan mempertimbangkan kredibilitas sumber (Mann, Harmoni, & Power). Dalam beberapa tulisan, remaja yang berusia lebih tua digambarkan lebih kompeten dari yang lebih muda, sekaligus lebih kompeten dari anak-anak. Suatu penelitian mencatat bahwa remaja yang berusia lebih tua memiliki kemampuan mengambil keputusan yang lebih baik daripada yang berusia lebih muda. Ringkasnya, remaja yang lebih tua seringkali mengambil keputusan yang lebih baik daripada yang lebih muda, yang tentunya lebih baik daripada kemampuan anak-anak. Namun keterampilan mengambil keputusan yang dimiliki remaja yang berusia lebih tua masih jauh dari sempurna, seperti halnya keterampilan orang dewasa. Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat tidaklah menjamin bahwa hal tersebut akan selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dimana keluasan pengalaman juga ikut berperan (Jacobs & Potenza, 1990; Keating, 1990a). Misalnya, kursus mengemudi mobil meningkatkan keterampilan kognitif dan motorik remaja sampai setara dengan, atau kadangkala lebih baik, daripada keterampilan orang dewasa. meskipun demikian, kursus mengemudi mobil tidak efektik dalam menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi di kalangan remaja (Potvin, Champange & Laberge-Nadau, 1988). Remaja membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk melatih dan membahas pengambilan keputusan yang realistis. Banyak keputusan dalam dunia nyata diambil dalam situasi stress yang mengandung faktorfaktor keterbatasan waktu dan pelibatan emosional. Suatu strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan pada remaja mengenai berbagai pilihan dunia nyata, seperti seks, obat-obatan, dan tawuran adalah mengusahakan agar sekolah memberi kesempatan lebih banyak bagi remaja untuk terlibat dalam kegiatan bermain peran dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pilihan-pilihan seperti di atas. Strategi lain adalah agar orang tua melibatkan remaja dalam kegiatan mengambil 6

7 keputusan yang tepat. dalam penelitian terhadap lebih dari 900 remaja muda dan sebagian orang tua mereka, remaja akan cenderung lebih aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan bila beranggapan bahwa mereka dapat mengendalikan hal-hal yang terjadi pada mereka dan bahwa masukan yang mereka berikan akan berpengaruh pada hasil dan proses pengambilan keputusan (Liprie, 1993). Dalam membuat keputusan, kita memilih dari beberapa alternatif, bukan memilih mana yang salah atau mana yang benar. Jadi, tidak ada keputusan yang salah atau benar. Tapi keputusan yang diambil bisa saja hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Jadi, kita tidak perlu menyesali keputusan yang telah diambil, apa lagi terpaku pada penyesalan yang berlarut-larut ketika keputusan yang kita ambil ternyata tidak memberikan hasil yang kita harapkan. 2.3 Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Terhadap Pengambilan Keputusan Pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya terlebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif-alternatif yang disajikan. Diperlukan kecerdasan bagi seseorang agar dirinya mampu mengambil keputusan yang tepat dan terbaik bagi dirinya. Menurut howard terdapat 10 jenis kecerdasan, salah satunya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan adalah kecerdasan intrapersonal. Orang yang memilki kualitas kecerdasan intrapersonal yang baik biasanya mampu memahami apa yang terbaik bagi dirinya, sehingga ketika proses pengambilan keputusan yang diambilnya pun selalu disesuaikan dengan keadaan diri, baik itu menyangkut potensi, kesempatan, tantangan dan 7

8 kelemahan yang dimilikinya. Sedangkan individu dengan kualitas kecerdasan intrapersonal yang rendah akan cenderungn berbuat semaunya tanpa memikirkan konsekuensi yang akan dihadapinya, kurang mampu memprioritaskan sesuatu berdasarkan kepentingannya dan keputusan yang diambilnya pun cenderung kurang tepat bagi kehidupannya. 8

9 BAB III PEMBAHASAN KASUS 3.1 Fenomena Fenomena ini kami temukan berasal dari salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung. Fenomena ini diceritakan oleh salah satu guru bidang studi ketika kami melakukan observasi untuk salah satu mata kuliah yaitu Praktikum Konseling Individual. Guru tersebut pada awalnya bercerita mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa di sekolah. Dimana efek dari banyaknya kegiatan yang ada disekolah tersebut membuat sebagian siswa lebih tertarik pada kegiatan ekstrakurikuler dan cenderung mengabaikan kegiatan utama di sekolah yaitu belajar. Pembicaraan kami berlajut pada penerangan guru terhadap masalah pribadi-sosial salah seorang siswa di sekolah tersebut, yang belum mampu mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri. Permasalahan itu dimulai ketika siswa yang bernama Yocky (nama disamarkan) ketika duduk di bangku kelas 2 memperoleh hasil belajar yang kurang dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, karena Yocky pada awalnya adalah siswa yang aktif dalam kegiatan keorganisasian dan dapat dikatakan cukup pandai dalam bidang pelajaran. Kemudian setelah naik ke kelas 3 dan pensiun dari keorganisasiannya prestasi belajar Yocky kian hari kian menurun. Setelah diamati lebih lanjut, ternyata Yocky lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan ekstrakurikuler terutama basket dan sepak bola bahkan diapun mengikuti sekolah sepak bola untuk lebih menyalurkan hobinya, sehingga waktu untuk belajar pun nyaris tersita. Tentu saja beberapa guru menyayangkan hal tersebut, karena seharusnya setelah naik ke kelas 3 semua siswa lebih fokus terhadap kegiatan belajarnya. Hal itu tentu saja perlu ditindaklajuti oleh konselor, agar kondisi Yocky yang terlalu mementingkan kegiatan ekstrakurikuler dibandingkan kegiatan belajarnya, segera tertangani dengan sebaik-baiknya agar tidak menghambat dirinya dalam menghadapi ujian kelulusan yang akan segera dilaksanakan. Kekurang mampuannya dalam menentukan pilihan yang tepat antara tetap menjadi siswa 9

10 yang baik dan berprestasi dengan pilihan tetap mengikuti berbagai kegiatan untuk menyalurkan hobinya. Hal tersebut disayangkan oleh guru dan orang tuanya karena tentu saja akan sangat merugikan dirinya secara pribadi. Karena apabila hal itu tidak segera ditangani akan berdampak kepada kelanjutan studinya, salah satunya adalah ancaman tidak lulus ujian akhir. 3.2 Intervensi BK Pendekatan teori konseling Pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, kemampuan yang dapat dipelajari dan dipraktekkan. Pengambilan keputusan membantu seseorang untuk mengenal diri sendiri, baik diluar komunitasnya maupun di dalam lingkungannya. Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Erikson yang membagi tahapan siklus hidup manusia menjadi 8 tahapan dan tahapan remaja berada pada tahapan ke lima yang digambarkan sebagai identity vs identity diffusion, pada masa ini remaja dihadapkan kepada pilihan dan pengambilan keputusan. Keputusan remaja yang diambil saat ini akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Respon guru dan dalam hal ini konselor terhadap peran yang dilakukan remaja mempunyai daya yang kuat untuk mendukung atau menghambat pembentukan identitas remaja. Untuk hal ini kami berpendapat bahwa eksplorasi-komitmen dalam rangka pembentukan identitas remaja di sekolah, tergantung pada respon guru yang positif (enabling), yang mau menghargai pendapat dan kemampuan remaja peserta didiknya, mendorong remaja menjadi individu yang kompeten dalam melakukan eksplorasi berdasarkan motivasional dari dalam dirinya sendiri, serta dapat mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas tindakan-tindakan atau keputusan yang dilakukannya (memiliki kemandirian). Teknik yang paling mendasar dalam bimbingan dan konseling adalah konsultasi dengan wawancara yang mendalam. Konselor menggunakan teori client-centered saat melaksanakan wawancara konseling, sehingga konseli 10

11 mengungkapkan seluruh pikirannya secara terbuka. Siswa tersebut pada awalnya belum menyadari bahwa ia memiliki masalah dengan peran barunya. Setelah konselor mendapatkan cukup banyak informasi tentang siswa yang bersangkutan dari guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua, konselor pun melakukan konsultasi dengan siswa yang bersangkutan. Setelah siswa tersebut menyadari bahwa ada yang salah dengan sikapnya selama ini, ia kembali mengalami kebingungan. Kebingungannya dalam menentukan pilihan yang tepat antara tetap menjadi siswa yang baik dan berprestasi dengan pilihan tetap mengikuti berbagai kegiatan untuk menyalurkan hobinya. Gagasan praktis yang melatar belakangi client centered terapi sangat menarik bagi kebanyakan orang. Pendekatan client centered terapi kini mendominasi bidang konseling. Salah satu alasan kepopuleran pendekatan yang berpusat pada individu ini adalah kesederhanaannya. Pendapat-pendapat Rogers relatif mudah untuk dipahami (walaupun tidak mudah untuk dipraktekkan), sehingga bagi yang mempelajarinya tidak memerlukan studi yang terlalu akademis. Client centered terapi, tidak diragukan lagi, akan berhasil apabila diterapkan secara tepat. Konseling yang berpusat pada individu sama efektifnya dengan pendekatan terapi lain, dan lebih berhasil daripada tanpa perawatan sama sekali. Client centered terapi sangat sesuai untuk tipe-tipe klien tertentu. Konseling yang berpusat pada individu paling cocok untuk klien yang menderita bermacam-macam gejala, bukan gejala-gejala yang sangat spesifik. Tiga alasan client centered terapi sangat cocok bagi klien tertentu. Klien harus merasa tertarik pada pengalaman batinnya. Orang yang tidak suka berbicara mandalam tentang dirinya, tidak cocok dengan jenis terapi ini. Klien juga harus sangat pandai bergaul (highly socially skilled). Orang yang tidak bisa mengenal kondisi-kondisi utama tadi tidak akan memberikan respon terhadap kondisi-kondisi tersebut. Alasan selanjutnya, klien harus merasa membutuhkan hubungan dekat. Client centered therapy melibatkan hubungan yang dekat. 11

12 Pendekatan konseling client-centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah bagi dirinya, yang paling penting dalam kualitas hubungan konseling adalah pembentukan suasana hangat, permisif dan penerimaan yang dapat membuat klien untuk menjelajahi struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalaman yang unik. Konsep pokok yang mendasari konseling client-centered adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian Rogers, dan hakekat kecemasan. Rogers berpendapat bahwa konstruk inti konseling client centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Konfigurasi persepsi yang dimaksud terdiri atas unsur-unsur persepsi tehadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan, kualitas nilai yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan objek, dan tujuan dan cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan negatif. Diri (self) merupakan atribut yang dipelajari yang membentuk gambaran diri individu sendiri. Diri manusia dapat dipandang sebagai subjek yaitu saya ( I ), dan objek yaitu ku ( me ). Konsep aktualisasi diri Rogers mendefinisikan kecenderungan yang melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dalam cara-cara yang dapat menjamin untuk memelihara dan meningkatkan organisme dengan aktualisasi diri berarti bahwa manusia terdorong oleh dorongan pokok yaitu mengembangkan diri dan mewujudkan potensinya. Orang yang dikatakan sehat adalah yang dirinya dapat berkembang penuh (the fully funtioning self), dan dapat mengalami proses hidupnya tanpa hambatan. Individu terdorong untuk menjadi diri sendiri. Kecemasan akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara pengalaman dengan konsep 12

13 diri dan penyesuaian diri akan tercapai apabila ada persesuaian antara pengalaman dengan konsep diri Layanan bimbingan dan konseling untuk melatih pengambilan keputusan Cara penanganan fenomena diatas lebih menekankan pada pengembangan kemampuan siswa tersebut untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan konselor sebagai fasilitator. Konseli mampu mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambilnya berserta segala konsekuensinya. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Dengan mengacu pada teori tentang proses pengambilan keputusan diatas, siswa tersebut diperkenalkan beberapa tahapan pengembilan keputusan oleh konselor, antara lain : a. Pengumpulan dan penganalisisan data Siswa tersebut dibantu oleh konselor, mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya berdasarkan informasi yang tersedia. Pada awalnya memang siswa tersebut tidak menyadari permasalahan yang dihadapinya. Namun dengan mengacu pada informasi yang dimiliki oleh konselor, baik dari guru bidang studi yang mengeluhkan kemerosotan prestasi, wali kelas dan orang tua siswa yang bersangkutan tentang perubahan prestasi yang dialaminya, maka ia pun menyadari bahwa permasalahan memang tengah terjadi pada dirinya. Maksud dari penganalisisan data disini adalah konsultasi antara konselor dan konseli tentang permasalahan yang dihadapinya setelah konseli telah memiliki pemahaman mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya beserta sumber permasalahan tersebut. b. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan yang kemudian dijadikan alternatif keputusan dengan memperhatikan situasi lingkungan 13

14 Alternatif-alternatif kebijakan disini dimaksudkan sebagai pilihan alternatif yang ditemukan dari hasil konsultasi antara konselor dan konseli. Konseli yang sebelumnya telah memiliki pemahaman tentang permasalahan yang dihadapinya, mulai merumuskan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya tersebut, dibantu oleh konselor. Karena konselor menggunakan pendekatan teori client-centered, pilihan-pilihan alternatif tersebut berada sepenuhnya di tangan konseli untuk memutuskan yang terbaik baginya. Sedangkan konselor hanya membantu dalam merumuskan alternatif-alternatif yang tersedia beserta penyampaian kelemahan dan kelebihan setiap alternatif yang ada. c. Memilih satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan Alternatif-alternatif yang tersedia dalam pengambilan keputusan tersebut secara garis besar terbagi atas dua bagian, yaitu siswa tersebut tetap menjalani kegiatan ekstrakurikulernya yang cenderung menyita waktu belajarnya dengan konsekuensi prestasi belajar yang menurun. Atau keputusan untuk tetap menjalani kegiatan ekstrakurikulernya dengan catatan lebih memprioritaskan kegiatan belajarnya agar prestasi belajarnya kembali meningkat dan mampu menghadapi ujian akhir nasional dengan baik. Kemungkinan pada mulanya, siswa tersebut memilih alternatif dimana ia tidak akan mengurangi kegiatan ekstrakurikulernya akan tetapi ia berusaha untuk dapat terus mengikuti kegiatan belajarnya secara lebih intensif. Akan tetapi alternatif itu kemungkinan tidak akan terlaksana sesuai harapan, dikarenakan kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya tersebut, terlalu menyita banyak waktu dan pemahaman serta ketertarikannya terhadap kegiatan belajar itu cenderung rendah. Hingga pada akhirnya, setelah adanya pertimbangan yang matang, siswa itu memutuskan untuk lebih memprioritaskan kegiatan belajar daripada kegiatan ekstrakurikulernya. d. Melaksanakan keputusan Pada awalnya mungkin akan berat bagi siswa itu untuk melaksanakan keputusan yang dipilihnya tersebut. Akan tetapi, konselor 14

15 yang berkoordinasi dengan orang tua siswa tersebut secara perlahan-lahan membantu konseli agar mampu untuk kembali fokus dan lebih memprioritaskan kegiatan belajarnya daripada kegiatan ekstrakurikulernya. Setelah beberapa waktu, ia pun mulai mengikuti kegiatan belajarnya dengan baik sehingga prestasi belajarnya pun berangsur naik dan diharapkan ke depannya siswa tersebut mampu mengikuti ujian akhir nasional dengan hasil yang tidak mengecewakan Evaluasi Evaluasi pelaksanaan keputusan dilakukan oleh konseli dan konselor secara bersama-sama. Konseli belajar untuk bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya beserta segala konsekuensinya. Dan ketika tahap akhir konseling ini, siswa mampu membandingkan keadaan sebelumnya dimana ia lebih mengutamakan kegiatan ekstrakurikulernya dengan keadaan sekarang ketika siswa tersebut lebih memprioritaskan kegiatan belajarnya yang ternyata jauh lebih bermanfaat bagi kelancaran kegiatan akademiknya. 15

16 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Permasalahan dimulai ketika siswa yang bersangkutan memperoleh hasil belajar yang kurang dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, karena siswa tersebut pada awalnya adalah siswa yang aktif dalam kegiatan keorganisasian dan dapat terbilang cukup pandai dalam bidang pelajaran. Akan tetapi, setelah diamati lebih lanjut, akhir-akhir ini siswa yang bersangkutan sedikit demi sedikit menjauh dari pergaulannya di sekolah, prestasi belajar yang cenderung menurun. Tentu saja hal tersebut menimbulkan pertanyaan di kalangan guru-guru di sekolah. Setelah ditelaah lebih lanjut, kemunduran siswa tersebut dimulai saat ia mengikuti ekstrakurikuler. Ada banyak teori konseling dalam upaya bantuan dari konselor untuk konseli, salah satunya adalah teori 'client-centered'. Pendekatan dari teori ini pula yang kami gunakan sebagai dasar upaya bantuan yang diberikan kepada konseli dalam fenomena diatas. Teori konseling ini menekankan peran konseli sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori konseli ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar tentang martabat manusia bahwa bila seseorang mengalami masalah, yang bisa menyelesaikan masalah adalah diri sendiri. Apapun keputusan yang diambil oleh konseli adalah hak konseli. Dalam berbagai konseling, seseorang konselor berperan sebagai pemberi alternatif solusi, sedangkan pengambilan keputusannya diserahkan kepada remaja. Peran konselor lebih banyak membantu remaja untuk mengambil keputusan bukan sebagai pengambil keputusan. Selain itu dari fenomena diatas, kami pun menggaris bawahi tentang keterampilan mengambil keputusan yang dimiliki oleh remaja. Menurut Siagian (Ibnu Syamsi 1989 : 6), pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang tepat. Oleh karena 16

17 itu, pengambilan keputusan diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Proses pengambilan keputusan melewati beberapa tahap, yaitu : a. pengumpulan dan penganalisisan data b. pembuatan alternatif-alternatif kebijakan yang kemudian dijadiak alternatif keputusan dengan memperhatikan situasi lingkungan c. memilih satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan d. melaksanakan keputusan e. memantau dan mengevaluasi hasil pelaksanaan keputusan Teknik yang paling mendasar dalam bimbingan dan konseling adalah konsultasi dengan wawancara yang mendalam. Konselor menggunakan teori client-centered saat melaksanakan wawancara konseling, sehingga konseli mengungkapkan seluruh pikirannya secara terbuka. Siswa tersebut pada awalnya belum menyadari bahwa ia memiliki masalah dengan peran barunya. Setelah konselor mendapatkan cukup banyak informasi tentang siswa yang bersangkutan dari guru bidang studi, wali kelas, dan orang tua, konselor pun melakukan konsultasi dengan siswa yang bersangkutan. Setelah siswa tersebut menyadari bahwa ada yang salah dengan sikapnya selama ini, ia kembali mengalami kebingungan. Kebingungan yang terjadi terletak pada ketakutannya ditinggalkan oleh pacarnya akan tetapi ia pun menyadari bahwa peran sosialnya sebagai siswa mulai terganggu. Karena konselor menggunakan pendekatan teori client-centered, pilihanpilihan alternatif tersebut berada sepenuhnya di tangan konseli untuk memutuskan yang terbaik baginya. Sedangkan konselor hanya membantu dalam merumuskan alternatif-alternatif yang tersedia beserta penyampaian kelemahan dan kelebihan setiap alternatif yang ada. 4.2 Rekomendasi Rekomendasi ini ditujukan kepada guru pembimbing sekolah dalam hal ini konselor agar lebih peka terhadap berbagai permasalahan yang dialami oleh konseli, misalnya dalam hal ini masalah pengambilan keputusan yang dialami 17

18 oleh seorang siswa, konselor harus lebih mengerti dan memahami mengapa peserta didiknya sampai membuat keputusan seperti di atas, apa yang melatarbelakangi salah satu peserta didiknya lebih asyik dengan kegiatan ekstrakurikulernya dari pada kegiatan belajarnya, apakah ada yang salah dengan kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini, atau disebabkan kurangnya layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor kepada siswanya tentang pemahaman pentingnya kegiatan belajar dan kurangnya pemberian pemahaman akan tugas mereka sebagai pelajar. Dalam hal pemberian layanan bimbingan dan konseling pun seharusnya konselor membiasakan siswanya untuk berperan secara lebih aktif dalam mengambil suatu keputusan berdasarkan pemahaman para siswa terhadap potensi/kesempatan, tantangan, kelebihan, dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga siswanya mampu mengambil keputusan dalam hal ini memilih sesuatu secara tepat tanpa merugikan dirinya sendiri. 18

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok dari generasi muda yang sedang belajar atau menuntut ilmu di perguruan tinggi, dengan jurusan atau program tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa Sekolah Menengah Atas adalah siswa yang berada pada rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. keputusan, yaitu keputusan untuk tidak melakukan apa-apa.

BAB I PENDAHULUAN. keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. keputusan, yaitu keputusan untuk tidak melakukan apa-apa. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Pengambilan keputusan sangat diperlukan dalam beberapa bidang dan dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan-keputusan tersebut biasanya didasarkan pada alternatif-alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan dan modal untuk menentukan masa depan bangsa. Pendidikan juga erat kaitannya dengan bagimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilakukan seorang remaja. Menurut Havighurst (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Konsep diri yang dimiliki remaja akan mengalami perkembangan secara terus menerus. Semakin luas pergaulan remaja dalam mengenal lingkunganya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Diadakannya layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja yaitu ketika sudah menginjak usia 14-18 tahun. Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

Model-model Bimbingan

Model-model Bimbingan Model-model Bimbingan Urutan Presentasi Bimbingan Model Parsons Bimbingan Identik dengan Pengajaran Bimbingan Penyaluran dan Penyesuaian Bimbingan Sebagai Proses Klinis Bimbingan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan penelitian dikemukakan secara sistematis sesuai dengan pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan adalah serangkaian proses progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980: 2). Manusia selalu dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah dan persaingan yang tidak kunjung habis. Masalah tersebut umumnya tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mendominasi sekitar 41,8% dari total jumlah penduduk (bps.go.id, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mendominasi sekitar 41,8% dari total jumlah penduduk (bps.go.id, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi di Indonesia pada tahun 2010 mencapai angka lebih dari 237 juta jiwa dan 99,49 juta terdiri dari usia 15-19 tahun yang artinya penduduk usia remaja

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

1. Periode 18/ 19 tahun 20/ 21 tahun yaitu mahasiswa semester I s/ d semester IV. Pada periode ini tampak karakteristik sebagai berikut : Stabilitas

1. Periode 18/ 19 tahun 20/ 21 tahun yaitu mahasiswa semester I s/ d semester IV. Pada periode ini tampak karakteristik sebagai berikut : Stabilitas 1. Periode 18/ 19 tahun 20/ 21 tahun yaitu mahasiswa semester I s/ d semester IV. Pada periode ini tampak karakteristik sebagai berikut : Stabilitas kepribadian mulai meningkat Pandangan lebih realistis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu. Pada fase ini terdapat sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui, untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi diri yang dimiliki seseorang, pada dasarnya merupakan sesuatu yang unik. Artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Tujuan dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari anak didik. Dengan demikian setiap proses pendidikan harus diarahkan pada tercapainya

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembuatan keputusan karir dapat mengakibatkan seseorang mengalami gejala depresi (Walker & Gary, 2012). Gejala depresi muncul akibat disfunctional pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Dasar Person-Centered Group Therapy 1

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Dasar Person-Centered Group Therapy 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konseling merupakan suatu kegiatan profesional dan ilmiah, sehingga pelaksanaannya bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Teori merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan belajar terhadap siswa-siswa berinteligensi tinggi semakin meningkat, hal ini ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, definisi Perguruan Tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan pada hakekatnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati diri ini diperlukan kemandirian, yang merupakan tugas perkembangan yang harus dicapai

Lebih terperinci