BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI"

Transkripsi

1 BAB V SMULAS PERHTUNGAN NTERFERENS 4.1 nterferensi Kanal yang Berfrekuensi Sama (ochannel nterference) ochannel nterference merupakan gangguan interferensi yang berasal dari sel-sel lain yang menggunakan frekuensi yang sama (ochannel cell) sebagai akibat penggunaan ulang frekuensi (frequency reuse). Bila interferensi ini terjadi maka akan menutup (memblok) kanal sehingga akan mengganggu pengguna. Parameter untuk mengukur pengaruh ochannel nterference terhadap kinerja sistem komunikasi bergerak seluler GSM adalah dengan mengetahui perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi atau disebut dengan arrier To nterference Ratio (/). Nilai / minimum untuk menghindari ochannel nterference ditentukan lebih besar dari 9 db untuk sistem digital GSM dengan menggunakan frekuensi hopping dan 12 db tanpa menggunakan frekuensi hopping. Pada pembahasan ini akan dihitung parameter perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi (arrier To nterference Ratio) pada desain antena omnidirectional yang meliputi : kasus 1 (keadaan normal/normal case), kasus 2 (keadaan terburuk/worst case), kasus 3 (keadaan khusus/special case), serta pada desain antena directional yang meliputi : antena directional yang menggunakan sektorisasi dan 60 0 dengan menggunakan persyaratan / minimum sebesar 12 db. Perhitungan parameter menggunakan rumus yang bersumber dari buku referensi dan dengan program simulasi perhitungan yang telah dibuat menggunakan software Visual Basic Hasil Simulasi Perhitungan Parameter / ochannel nterference arrier To nterference Ratio merupakan perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi sebagai sebuah fungsi. Untuk menganalisis nilai /, diberikan sebuah daerah pelayanan menggunakan pola pengulangan (reuse pattern) dengan i = 2 dan j = 0, pada pola ini, maka perhitungan / dijelaskan sebagai berikut : 38

2 39 Untuk memperoleh nilai /, terlebih dahulu mencari jumlah sel dalam satu kelompok (luster) yaitu dengan menggunakan rumus 2.3, sebagai berikut : N N N = i 2 = 2 = j ( i. j) + (2x0) Nilai N sama dengan 4 berarti banyaknya sel dalam sebuah kelompok sel adalah 4. Setelah diperoleh nilai N, maka faktor pengurang interferensi (q) dapat dicari dengan menggunakan rumus 3.1, sebagai berikut : Setelah faktor pengurang interferensi diperoleh, maka nilai / untuk masingmasing kondisi dapat dihitung sebagai berikut : 1. BTS mengunakan antena omnidirectional a. Kasus 1 (keadaan normal / Normal ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.22, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : q q = 3x4 = 3, = 4 6x(3,4641) = 24 atau = 13,802 db Menggunakan program simulasi perhitungan

3 40 Analisis Gambar 4.1 Perhitungan / ochannel nterference kasus Normal ase Pada keadaan normal (normal case) dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 tidak terjadi gangguan cochannel interference karena nilai / yang diperoleh sebesar 13,802 db. Nilai ini lebih besar dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db. b. Kasus 2 (keadaan terburuk / Worst ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.25, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 2 1 ( ) 4 3,4641 2( 3,4641 1) 4 2( 3, ) 4

4 41 = 13,666 atau = 11,356 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. Analisis Gambar 4.2 Perhitungan / ochannel nterference kasus Worst ase Keadaan terburuk terjadi pada saat MS menerima sinyal yang paling lemah dari BTS yang menanganinya (cell site) sendiri, tetapi mendapat interferensi yang kuat dari semua sel yang memiliki frekuensi yang sama (cochannel cell). Pada keadaan ini dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 terjadi gangguan cochannel interference karena nilai / yang diperoleh sebesar db. Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db.

5 42 c. Kasus 3 (keadaan khusus / Special ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.28, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 6 1 ( 3,4641 1) 4 = 6,144 atau = 7,885 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. Gambar 4.3 Perhitungan / ochannel nterference kasus Special ase

6 43 Analisis Pada keadaan paling buruk diasumsikan bahwa pemancar yang menggangu semuanya berjarak yang paling kecil. Pada keadaan ini dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 nilai / yang diperoleh sebesar 7,885 db, nilai ini jauh lebih kecil dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga terjadinya gangguan cochannel interference sangat besar. 2. BTS mengunakan antena directional a. Sektorisasi (Tiga Sektor / Three Sector) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.32, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 3, (3, ) 4 = 97,367 atau = 19,884 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan

7 44 Analisis Gambar 4.4 Perhitungan / ochannel nterference BTS menggunakan antena 3 sektor Penggunaan antena directional dapat meningkatkan nilai / yang diperoleh. Pada daerah pelayanan yang menggunakan kelompok sel (cluster) 4 dengan sektorisasi antena BTS 3 sektor akan menghasilkan nilai / sebesar 19,884 db. Nilai ini jauh diatas nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga terjadinya gangguan cochannel interference akan sangat kecil. b. Sektorisasi 60 0 (Enam Sektor / Six Sector) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.35, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut :

8 45 = 1 (3, ) 4 = 397,133 atau = 25,989 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan Gambar 4.5 Perhitungan / ochannel nterference BTS menggunakan antena 6 sektor Analisis Pada daerah pelayanan yang menggunakan kelompok sel (luster) 4 dengan sektorisasi antena BTS 6 sektor akan menghasilkan nilai / sebesar 25,989 db. Nilai ini jauh diatas nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga dapat mengatasi gangguan cochannel interference.

9 Hasil Simulasi Perbandingan / Parameter yang dibandingkan adalah penggunaan jumlah sel dalam satu kelompok (N) yang berbeda. Parameter lain seperti konstanta propagasi dan jarijari sel diasumsikan sama, dengan masing-masing bernilai 4 dan 2 Km. Hasil perhitungan program aplikasi ditampilkan sebagai berikut : 1. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 3 Gambar 4.6 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 3

10 47 2. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 4 Gambar 4.7 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 4 3. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 7 Gambar 4.8 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 7

11 48 4. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 9 Gambar 4.9 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 9 5. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 12 Gambar 4.10 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 12

12 49 6. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 19 Gambar 4.11 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = Tabel perbandingan nilai N terhadap Q, D dan / untuk keenam kondisi yang berbeda. Hasil dari perbandingan perhitungan di atas ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.1 Perbandingan ochannel nterference

13 Analisis Perbandingan / Untuk Menghindari ochannel nterference Nilai / yang diperoleh dari perhitungan berbagai kondisi dengan nilai N yang beragam menunjukkan perbedaan yang signifikan. Salah satu nya pada penggunaan N berjumlah 3 yaitu nilai / yang diperoleh untuk memenuhi / yang dipersyaratkan sebesar 12 db hanya terjadi pada kondisi BTS menggunakan teknik sektorisasi 3 sektor dan 6 sektor yaitu sebesar 17,525 db dan 24,082 db. Sedangkan untuk BTS yang menggunakan antena omnidirectional nilai / yang diperoleh jauh dibawah / yang dipersyaratkan yaitu 11,383 db, 8,027 db, 4,260 db masing-masing untuk keadaan normal, terjelek dan keadaan khusus. Nilai / ini menunjukkan penggunaan N sama dengan 3 tidak bisa mengatasi permasalahan cochannel interference untuk antena omnidirectional. Pada penggunaan kelompok sel (N) sama dengan 4 nilai yang memenuhi / yang dipersyaratkan sebesar 12 db untuk BTS yang menggunakan antena omnidirectional hanya terjadi pada keadaan normal yaitu sebesar 13,802 db, sedangkan keadaan terjelek (worst case) dan keadaan khusus (special case) masing-masing sebesar 11,356 db dan 7,885 db. Nilai ini sedikit dibawah nilai / yang dipersyaratkan, sehingga masih mungkin terjadi cochannel interference. Untuk antena bersektor cochannel interference tidak terjadi karena nilai / yang diperoleh sebesar 19,884 db dan 25,989 db, masing-masing untuk antena tiga sektor dan enam sektor. Nilai ini jauh lebih besar dari yang dipersyaratkan, sehingga pada keseluruhan sel sistem dapat dirancang dengan baik. Pada penggunaan kelompok sel (N) lebih dari 4 nilai / yang yang diperoleh untuk berbagai kondisi antena omnidirectional dengan ketiga kasus yaitu keadaan normal, terjelek dan keadaan khusus serta antena directional yang menggunakan 3 sektor dan 6 sektor sudah memenuhi nilai / dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga pada keseluruhan sel, sistem dapat dirancang dengan baik karena dapat menghindari masalah cochannel interference. Hasil analisis di atas menjelaskan bahwa perbaikan / dengan sektorisasi 120º maupun 60 0 dapat mencapai persyaratan minimum nilai / sebesar 12 db dengan mudah yaitu dengan hanya menggunakan jumlah kelompok sel atau pola perulangan 3 sel, dibandingkan dengan pola perulangan 7 sel untuk keadaaan

14 51 yang paling buruk yang memungkinkan terjadi dalam kondisi penggunaan sel yang tidak bersektor. Dengan demikian, teknik penyektoran memperkecil terjadinya interferensi. Dari data yang ditampilkan pada tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa nilai / berbanding lurus dengan nilai Q yang merupakan perbandingan penggunaan ulang frekuensi terhadap ukuran kelompok sel, atau faktor pengurang interferensi pada kanal yang sama, sedangkan Q berbanding lurus juga dengan penggunaan kelompok sel (N) dan nilai reuse distance (D). Hubungan ini mengandung pengertian bahwa semakin besar kelompok sel yang digunakan maka nilai faktor pengurang interferensi (Q), Jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama / reuse distance (D) dan / semakin besar. Pengertian lain dari tabel 4.1 di atas, bahwa semakin jauh jarak pisah dari sel yang menggunakan frekuensi yang sama, maka nilai / akan semakin besar. Nilai Q yang kecil akan memberikan kapasitas yang lebih besar pada sistem, karena ukuran kelompok N bernilai kecil. Sementara nilai Q yang besar akan memperbaiki kualitas transmisi, disebabkan oleh interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah karena nilai / yang diperoleh semakin besar dan jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama disebut reuse distance semakin jauh. Pertimbangan kelebihan dan kekurangan dari keduanya harus dilakukan secara cermat dalam menetapkan nilai N dan Q tersebut. Dengan persyaratan / minimum sebesar 12 db maka secara analisis rumus, ukuran jumlah kelompok sel yang mungkin untuk keadaan normal dapat ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan 3.1 ke dalam persamaan 3.23 sebagai berikut : Persamaan 3.1 sama dengan :

15 52 Persamaan 3.22 sama dengan : Substitusi persamaan 3.1 ke dalam persamaan 3.23 dan menganggap konstanta propagasi sebesar 4, diperoleh hasil : / sebesar 12 db ekuivalen dengan angka nominal 16 (hasil pembulatan dari 15,85), sehingga diperoleh jumlah kelompok sel minimum yang diperlukan : Dari perhitungan di atas angka enam menunjukkan jumlah sel penginterferensi. Untuk merancang agar sistem memiliki kinerja yang masih dapat diterima pada kondisi yang paling buruk, perlu untuk menaikkan N ke ukuran berikutnya yang lebih besar. Seperti halnya pada penggunaan N sama dengan 7 yakni dengan i = 2, dan j = 1. keadaaan ini dengan jelas menyebabkan penurunan yang berarti dalam hal kapasitas sistemnya, karena penggunaan ulang frekuensi 7 sel menghasilkan penggunaan spektrum (jatah keseluruhan spektrum frekuensi yang diberikan

16 53 kepada sebuah operator seluler) sebesar 1/7 untuk setiap selnya, sementara penggunaan ulang frekuensi 4 sel menghasilkan penggunaan spektrum 1/4. Kondisi pengurangan kapasitas sebesar 4/7 tidak akan ditoleransi untuk diakomodasikan dalam kondisi situasi yang paling buruk yang kemungkinannya jarang terjadi. Analisis perbandingan masing-masing parameter, dijelaskan melalui grafik berikut ini : 1. Grafik perbandingan jumlah cluster (N) terhadap carrier to interference (/) Gambar 4.12 Grafik Jumlah luster terhadap nilai / Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3 nilai, / terbesar diperoleh pada BTS yang menggunakan antena dengan sektorisasi 6 sektor, sedangkan / terkecil terjadi pada BTS yang menggunakan antena omnidirectional yaitu pada keadaan terburuk (Worst ase). Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai / yang diperoleh semakin besar. 2. Grafik perbandingan jumlah cluster (N) terhadap faktor pengurang interferensi (Q )

17 54 Gambar 4.13 Grafik Jumlah luster terhadap nilai Q Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3, nilai faktor pengurang interferensi sebesar 3. Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai faktor pengurang interferensi yang diperoleh semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada penggunaan jumlah cluster sama dengan 19, nilai / yang diperoleh lebih besar dari 7 atau sekitar 7,5. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah, namun kapasitas tiap sel akan semakin berkurang. 3. Grafik perhitungan perbandingan jumlah cluster (N) terhadap reuse distance (D) Gambar 4.14 Grafik Jumlah luster terhadap pemisahan ochannel ell

18 55 Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3, nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 6 Km. Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama akan semakin jauh, seperti yang ditunjukkan pada penggunaan jumlah cluster sama dengan 19, nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 15 Km. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama disebut reuse distance semakin jauh, namun kapasitas tiap sel akan semakin berkurang. 4. Grafik perhitungan perbandingan jarak ochannel ell terhadap nilai / Gambar 4.15 Grafik pemisahan ochannel ell terhadap nilai / Grafik di atas menunjukan bahwa untuk pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 6 Km, nilai / yang diperoleh sebesar 11. Semakin jauh pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama, maka nilai / akan semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 15,1 Km, nilai / yang diperoleh sebesar 27,33. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah.

19 nterferensi Kanal Yang Berdekatan (Adjacent hannel nterference) Adjacent hannel nterference merupakan interferensi yang disebabkan oleh pengaruh dari frekuensi kanal yang berdekatan yang disebabkan karena filter pada sistem penerimaan yang tidak sempurna, sehingga memungkinkan frekuensi disebelahnya dapat diterima atau menginterferensi sinyal utama. Untuk mencegah atau mengurangi pengaruh dari Adjacent hannel nterference dapat dilakukan dengan pengaturan alokasi kanal frekuensi yaitu dengan mengatur spasi kanal operasi dalam satu cakupan yang sama. Untuk dapat menghitung jarak pemisahan kanal minimum dari sebuah wilayah cakupan sebuah sel dimana terdapat MS pertama yang aktif, berjarak 10 Kilometer dari BTS. Sementara MS kedua yang frekuensi kanalnya berdampingan dengan frekuensi kanal MS pertama, berada pada posisi dengan jarak 0,25 Kilometer dari BTS yang sama. Jika sistem filter kanal memiliki kemiringan 24 db/oktaf dan kemiringan redaman lintasan bernilai 4. Perhitungan pemisahan kanal minimum dijelaskan sebagai berikut : Menghitung Nilai / Untuk menentukan besarnya nilai / digunakan persamaan 3.36 sebagai berikut : Menghitung Pemisahan Kanal Minimum Untuk menentukan pemisahan kanal minimum digunakan persamaan 3.37 sebagai berikut :

20 57 Dengan menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : 1. Perhitungan Gambar 4.16 Perhitungan / dan pemisahan Adjacent hannel 2. Tabel perbandingan nilai d 0 /d 1 untuk enam perbandingan jarak MS yang berbeda, dengan mengasumsikan MS pertama yang jauh dari BTS jaraknya tetap, ditunjukan sebagai berikut :

21 58 Tabel 4.2 Perbandingan Adjacent hannel nterference Analisis Nilai / yang diperoleh dari perhitungan dan simulasi menunjukkan angka sebesar -64,082 db, sehingga pemisahan kanal minimum untuk menghindari adjacent channel interference sebesar 6,365 B. Angka sebesar 6,365 B (Bandwidth / lebar pita) menunjukkan bahwa jarak pemisahan kanal minimum antar kanal yang bersebelahan sebesar 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan 6,365). Pemisahan sejauh itu bertujuan untuk mencapai pelemahan (atenuasi) sebesar 64,082 db. Strategi pemisahan kanal yang lebih besar dari 7 kali frekuensi kanal diterapkan supaya interferensi kanal sebelah dapat diusahakan tetap bisa masuk ke suatu taraf yang masih bisa diterima. Jika pemisahan kurang dari 7 kali frekuensi kanal, maka sistem filter yang ada di BTS perlu dipertajam. Dari data yang ditampilkan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa nilai / berbanding terbalik dengan nilai perbandingan jarak MS yang jauh dari BTS dengan MS yang dekat dengan BTS. Hubungan ini mengandung pengertian bahwa semakin kecil perbandingan jarak MS yang jauh dari BTS dengan MS yang dekat dengan BTS, maka nilai / akan semakin besar, sehingga pemisahan kanal minimum akan semakin kecil.

22 59 Analisis perbandingan masing-masing parameter, dijelaskan melalui grafik berikut ini : 1. Grafik perhitungan perbandingan jarak terhadap nilai pemisahan kanal ditunjukan sebagai berikut : Gambar 4.17 Grafik perbandingan jarak terhadap spasi kanal Grafik di atas menunjukan bahwa untuk perbandingan jarak MS-1 (jauh dari BTS) terhadap MS-2 (dekat dengan BTS) dengan menganggap jarak MS-1 sebagai acuan tetap, untuk nilai 40 diperoleh pemisahan / spasi kanal yang berdekatan sejauh 6,365 B atau 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan). Semakin kecil perbandingan jarak MS-1 terhadap MS-2, maka pemisahan / spasi kanal yang berdekatan akan semakin kecil, seperti yang ditunjukkan pada perbandingan jarak MS-1 terhadap MS-2 sebesar 2,22, nilai pemisahan / spasi kanal sejauh 1,49 B atau 2 kali frekuensi kanal. 2. Grafik perhitungan perbandingan nilai / terhadap nilai pemisahan kanal ditunjukan sebagai berikut :

23 60 Gambar 4.18 Grafik nilai / terhadap spasi kanal Grafik di atas menunjukan bahwa nilai / untuk -64,082 db diperoleh pemisahan / spasi kanal yang berdekatan sejauh 6,365 B atau 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan). Semakin besar nilai /, maka pemisahan / spasi kanal yang berdekatan akan semakin kecil, seperti yang ditunjukkan pada nilai / sebesar -13,871 db, nilai pemisahan / spasi kanal sejauh 1,49 B atau 2 kali frekuensi kanal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sistem komunikasi bergerak seluler GSM (Global System For Mobile Communication) merupakan sebuah sistem komunikasi dengan daerah pelayanan dibagi menjadi daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI SEL

BAB III INTERFERENSI SEL BAB NTEFEENS SEL Kinerja sistem raio seluler sangat ipengaruhi oleh faktor interferensi. Sumber-sumber interferensi apat berasal ari ponsel lainya ialam sel yang sama an percakapan yang seang berlangsung

Lebih terperinci

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER 6:59 DTGG Konsep Dasar Sistem Seluler by : Dwi Andi Nurmantris DEFINISI Sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan

Lebih terperinci

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016 Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016 2G Frequency Allocation http://telcoconsultant.net 2 2G 900 Mhz & 1800 Mhz

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Pengaruh Interferensi Interferensi antar sel merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi,

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1351, 2014 KEMENKOMINFO. Frekuensi Radio. Telekomunikasi Khusus. Televisi. Ultra High Frequency. Rencana Induk. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Seluler Konsep dasar dari suatu sistem selular adalah pembagian pelayanan menjadi daerah-daerah kecil. Hal ini digunakan untuk memastikan bahwa frekuensi dapat meluas

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER 2 OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL PARAMETER

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari jaringan GSM yang ada, Kemudian ditindak lanjuti dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler Global System for Mobile communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group standarisasi

Lebih terperinci

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana : Frekuensi Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Terbatasnya spektrum frekuensi

Lebih terperinci

ANALISA CO-CHANNEL INTERFERENCE RATIO (CCIR) PADA SISTEM KOMUNIKASI SELULER MENGGUNAKAN ANTENA OMNI-DIREKSIONAL PADA DAERAH URBAN DAN SUB-URBAN

ANALISA CO-CHANNEL INTERFERENCE RATIO (CCIR) PADA SISTEM KOMUNIKASI SELULER MENGGUNAKAN ANTENA OMNI-DIREKSIONAL PADA DAERAH URBAN DAN SUB-URBAN ANALISA O-HANNEL INTEFEENE ATIO (I) PADA SISTEM KOMUNIKASI SELULE MENGGUNAKAN ANTENA OMNI-DIEKSIONAL PADA DAEAH UBAN DAN SUB-UBAN Windy Transka Budy, Ari Wijayanti, Hani ah Mahmudah Jurusan Teknik Telekomunka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler telah berkembang seiring dengan kebutuhan pengguna. Dapat diketahui dari data International Telecommunication Union dan Analysys Mason

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia modern telah menjadikan keberadaan telepon seluler sebagai bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan manusia di mana dan kapan saja. Hingga akhir tahun 2007

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2

Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2 STUDI ANALISIS PENGARUH INTERFERENSI CO-CHANNEL BCCH (BROADCAST CONTROL CHANNEL) TERHADAP KUALITAS SEL SISTEM JARINGAN DCS (DIGITAL CELLULAR SYSTEM) 1800 Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2 Jurusan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT KONSEP DASAR SELULER TEKNIK TRANSMISI SELULER (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT A. Pendahuluan Yang mendasari perkembangan Keterbatasan spektrum frekuensi Efisiensi penggunaan spektrum frekuensi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Seluler Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi bergerak adalah sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yaitu sistem komunikasi radio lengkap dengan

Lebih terperinci

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kemajuan teknologi terus meningkat dalam penggunaan perangkat telekomunikasi, terutama telekomunikasi selular. Beberapa operator telekomunikasi selular gencar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Bergerak Seluler GSM Sistem komunikasi bergerak seluler adalah sebuah sistem komunikasi dengan daerah pelayanan dibagi menjadi daerah-daerah kecil yang disebut

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, standar 3GPP-LTE hadir dikarenakan tingginya kebutuhan jaringan seluler dimanapun dan kapanpun. Terbukti, sejak 2010, peningkatan mobile data meningkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Trafik Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi komunikasi digital saat ini dituntut untuk dapat mentransmisikan suara maupun data berkecepatan tinggi. Berbagai penelitian sedang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS.1 Karakteristik Kanal Nirkabel Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak

BAB II DASAR TEORI. Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HANDOVER CELL YANG BERMASALAH Pada saat pengambilan data di ramayana Tambun terdeteksi bahwa ada sinyal dengan (CI) cell identity 31373 yang mempunyai ARFCN 749 lokasi BTSnya tidak jauh

Lebih terperinci

ABSTRACT I. PENDAHULUAN. Jom FTEKNIK Volume 4 No. 1 Februari

ABSTRACT I. PENDAHULUAN. Jom FTEKNIK Volume 4 No. 1 Februari Analisis Potensi Interferensi Sistem LTE Dengan EGSM Di Pita 800 MHz Abdul Muttaqin*, Yusnita Rahayu** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5

Lebih terperinci

Sistem Komunikasi Modern Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta

Sistem Komunikasi Modern Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta Sistem Komunikasi Modern Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta Pokok Bahasan Komponen Dasar Akses Nirkabel Sistem Seluler sebagai Teknologi Akses Operasi Sistem Seluler Komponen

Lebih terperinci

Alasan-Alasan Operator GSM Mengadopsi Frekuensi Hopping (SFH)

Alasan-Alasan Operator GSM Mengadopsi Frekuensi Hopping (SFH) Alasan-Alasan Operator GSM Mengadopsi Frekuensi Hopping (SFH) (Julitra Anaada 01 Apr 1 2009) Jika tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi operator GSM tidak ditinjau kembali oleh Pemerintah, ada kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sinyal paling tinggi. Metode ini memperlihatkan banyaknya handover yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sinyal paling tinggi. Metode ini memperlihatkan banyaknya handover yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Algoritma handover paling sederhana adalah algoritma berdasarkan kekuatan sinyal dimana algoritma ini bekerja berdasarkan tes kekuatan sinyal yang relatif terhadap

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 18 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Konsep Perencanaan Sistem Seluler Implementasi suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan

Lebih terperinci

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR MENGATASI ADJACENT CHANNEL INTERFERENCE 3G/WCDMA PADA KANAL 11 & 12 MILIK OPERATOR AXIS DENGAN MENGUNAKAN BAND PASS FILTER STUDI KASUS SITE PURI KEMBANGAN Diajukan guna melengkapi sebagian

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Analisis Aspek-Aspek Perencanaan pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Rika Sustika LIPI Pusat Penelitian Informatika rika@informatika.lipi.go.id Abstrak Telah dilakukan analisis terhadap aspek-aspek

Lebih terperinci

Bab 7. Penutup Kesimpulan

Bab 7. Penutup Kesimpulan 121 Bab 7. Penutup Disertasi ini termotivasi oleh keinginan untuk mengimplementasikan sistem komunikasi nirkabel pita lebar gelombang milimeter di daerah tropis, khususnya Surabaya, Indonesia. Sistem komunikasi

Lebih terperinci

Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan

Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan Optimalisasi Jumlah BTS pada Sistem Telekomunikasi Bergerak untuk Daerah Urban Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan lisian14.ls@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha PENINGKATAN KAPASITAS MENGGUNAKAN METODA LAYERING DAN PENINGKATAN CAKUPAN AREA MENGGUNAKAN METODA TRANSMIT DIVERSITY PADA LAYANAN SELULER AHMAD FAJRI NRP : 0222150 PEMBIMBING : Ir. ANITA SUPARTONO, M.Sc.

Lebih terperinci

BAB III PROSES HANDOVER DAN PENYEBAB TERJADINYA HANDOVER FAILURE

BAB III PROSES HANDOVER DAN PENYEBAB TERJADINYA HANDOVER FAILURE BAB III PROSES HADOVER DA PEEBAB TERJADIA HADOVER FAILURE 3.1 Proses Handover Mobile Station (MS) bergerak menjauhi suatu BTS maka daya yang diterima oleh MS akan berkurang. Jika MS bergerak semakin menjauhi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE JURNAL INFOTEL Informatika - Telekomunikasi - Elektronika Website Jurnal : http://ejournal.st3telkom.ac.id/index.php/infotel ISSN : 2085-3688; e-issn : 2460-0997 Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimana proses perancangan dan realisasi band pass filter square open-loop, mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

Cell boundaries (seven cell repeating pattern) Dr. Risanuri Hidayat Cell boundaries (seven cell repeating pattern) All the cell sites in a region are connected by copper cable, fiber optics, or microwave link to a central office called a mobile switching

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER

STUDI PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER STUDI PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER Beni Afnora Ganda, Rahmad Fauzi Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Jl.

Lebih terperinci

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc Topologi WiFi Jika dalam jaringan konvensional dikenal berbagai jenis topologi jaringan, seperti starring, dan bus, pada WiFi hanya dikenal 2 jenis topologi jaringan yatu ad hoc dan infrastructure. Topotogi

Lebih terperinci

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM 3.1 Umum terjadi pada panjang gelombang yang terpisah dan telah di filter (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran tertentu (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal yang digunakan oleh berbagai macam teknologi komunikasi seluler. Salah satu fasilitas dalam komunikasi

Lebih terperinci

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG ISSN : 2442-5826 e-proceeding of Applied Science : Vol.1, No.2 Agustus 2015 Page 1322 PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG Interference Problem Solving On 2G

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya sistem komunikasi bergerak seluler, yang terwujud seiring dengan munculnya berbagai metode akses jamak (FDMA, TDMA, serta CDMA dan turunan-turunannya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi sudah menjadi kebutuhan pokok saat ini. Dengan demikian, sudah selayaknya setiap personal saling terhubung satu dengan yang lain dimana pun berada, guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB IV PEMODELAN SIMULASI BAB IV PEMODELAN SIMULASI Pada tugas akhir ini akan dilakukan beberapa jenis simulasi yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sebagian sistem Mobile WiMAX dengan menggunakan model kanal SUI. Parameter-parameter

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

Fundamental Sistim Komunikasi Nirkabel dan Konsep Seluler

Fundamental Sistim Komunikasi Nirkabel dan Konsep Seluler istim Komunikasi irkabel Fundamental istim Komunikasi irkabel dan Konsep eluler OLITKIK LKTROIKA GRI URABAYA 2016 By: rima Kristalina Apakah sistim komunikasi nirkabel? istim komunikasi nirkabel menyatakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 TENTANG RENCANA INDUK (MASTERPLAN) FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN TELEVISI SIARAN DIGITAL TERESTRIAL PADA

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS. Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS. Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS 2.1 Pendahuluan Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh perusahaan Bell Telephone di Amerika, yang sebelumnya menggunakan pemancar berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat untuk berkomunikasi senantiasa meningkat, baik wicara, pesan, dan terlebih komunikasi data. Mobilitas masyarakat yang tinggi menuntut agar teknologi

Lebih terperinci

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE Pitkahismi Wimadatu 1), Uke Kurniawan Usman 2), Linda Meylani 3) 1),2),3 ) Teknik Telekomunikasi, Telkom University

Lebih terperinci

Dasar Sistem Transmisi

Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Dasar Sistem Transmisi Sistem transmisi merupakan usaha untuk mengirimkan suatu bentuk informasi dari suatu tempat yang merupakan sumber ke tempat lain yang menjadi tujuan. Pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi GSM Salah satu teknologi komunikasi bergerak yang sampai saat ini masih menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) yang merupakan komunikasi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara Stephen Sanjaya Mulyanto 1, Eva Yovita Dwi Utami 2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer,

Lebih terperinci

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access?? Teknik multiplex untuk menyalurkan banyak kanal ke dalam sebuah medium transmisi yang sama. Teknik Multiple Akses merupakan penggunaan medium transmisi yang sama oleh banyak user secara simultan. Apa perbedaan

Lebih terperinci

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing Destya Arisetyanti 2208 100 118 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng, Ph.D

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG FDMA (Frequency Division Multiple Access) melakukan pembagian spektrum gelombang dalam beberapa kanal frekuensi. Setiap panggilan hubungan akan memperoleh kanal tersendiri.

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL Aksto Setiawan [1], Imam Santoso, ST, MT [2], Ajub Ajulian Zahra, ST, MT [2] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 2.1 Umum Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM),

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE Rizal Haerul Akbar 1, Arfianto Fahmi 2, Hurianti Vidyaningtyas

Lebih terperinci

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN) Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN) Mengapa Disain MAN Menjadi Penting? Salah satu penyebab utama mengapa hancurnya jaringan Wireless LAN yang dikembangkan untuk WARNET di Jogyakarta &

Lebih terperinci

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA OVERVIEW Dalam sistem komunikasi wireless, efisiensi pemakaian lebar bidang frekuensi diusahakan diantaranya melalui teknik multiple akses, agar dalam alokasi frekuensi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI Pada pengerjaan tugas akhir ini akan memodelkan dan mensimulasikan beberapa femtocell acces point (FAP) yang disebar pada suatu area. Penyebaran FAP pada area tersebut akan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI Bab ini akan membahas tentang hasil analisa dari proses pengukuran Drive Test dengan menggunakan TEMS Investigation 8.0.4, akan dibahas juga hasil analisa coverage plot dengan

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO ANALYSIS AND OPTIMIZATION OF TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) NETWORK QUALITY IN

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER Pada bab ini akan dibahas proses perancangan dan realisasi Bandstop filter dengan metode L resonator, yaitu mulai dari perhitungan matematis, perancangan ukuran,

Lebih terperinci

Teknik Modulasi dan Frekuensi GSM

Teknik Modulasi dan Frekuensi GSM Teknik Modulasi dan Frekuensi GSM Isa Falaq Albashar, 31285-TE Umar Sidiq An Naas, 31768-TE Rezky Mahendra, 31789-TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta 1.1 PENDAHULUAN Komunikasi bergerak (mobile

Lebih terperinci

Sistem Komunikasi Bergerak Seluler

Sistem Komunikasi Bergerak Seluler Modul 3 Sistem Komunikasi Bergerak Seluler Revisi Juli 003 Modul 3 EE 47 Sistem Komunikasi Bergerak Sistem Komunikasi Bergerak Seluler Oleh : Nachwan Mufti A, ST Organisasi Modul 3 Sistem Komunikasi Bergerak

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang

BAB II DASAR TEORI. digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G Berdasarkan tujuan dan batasan penelitian yang telah dijelaskan pada Bab Pendahuluan, penelitian yang akan dilaksanakan adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi[1].

BAB II DASAR TEORI. komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi[1]. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua buah terminal dengan salah satu atau kedua terminal

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG SITE JARINGAN GSM 900 DAN 1800 DI KOTA SEMARANG

PERENCANAAN ULANG SITE JARINGAN GSM 900 DAN 1800 DI KOTA SEMARANG PERENCANAAN ULANG SITE JARINGAN GSM 900 DAN 1800 DI KOTA SEMARANG Sukiswo Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pihak penyedia jasa layanan telekomunikasi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH INTERFERENSI PADA KAPASITAS MAKRO/MIKROSELULAR CDMA DENGAN PENGATURAN PERBANDINGAN DAYA

ANALISA PENGARUH INTERFERENSI PADA KAPASITAS MAKRO/MIKROSELULAR CDMA DENGAN PENGATURAN PERBANDINGAN DAYA ANALISA PENGARUH INTERFERENSI PADA KAPASITAS MAKRO/MIKROSELULAR CDMA DENGAN PENGATURAN PERBANDINGAN DAYA TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 (S1) Program

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz 4.1 Umum Setelah melakukan proses perancangan dan pembuatan antena serta pengukuran atau pengujian antena Omnidirectional 2,4 GHz,

Lebih terperinci

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM) Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009 33 Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM) Ulfah Mediaty Arief Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci