BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Tanah Tanah penyusun kerak bumi secara garis besar menjadi dua kategori yaitu tanah (soil) dan batuan (rock). Batuan merupakan agregat mineral yang satu sama lainnya diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen. Sedangkan tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahanbahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1991). Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir butirnya seperti tanah berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butirbutirnya, contohnya tanah lempung. Tanah merupakan komposisi dari tiga fase yang berbeda. Jika tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut. 7

2 ( a ) ( b ) Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969) Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume - berat dari tanah berikut: (2.1) (2.2) Dimana : : volume butiran padat (cm 3 ) : volume pori (cm 3 ) : volume air di dalam pori (cm 3 ) : volume udara di dalam pori (cm 3 ) Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan : (2.3) Dimana: : berat butiran padat (gr) : berat air (gr) 8

3 2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah Angka Pori (Void Ratio) Angka Pori atau Void Ratio (e) adalah perbandingan antara volume rongga ( ) dengan volume butiran ( ) dalam tanah. Angka Pori dinyatakan dalam bentuk desimal. Berikut adalah rumus dari Angka Pori: (2.4) Dimana: : angka pori : volume rongga (cm 3 ) : volume butiran (cm 3 ) Porositas (Porosity) Porositas atau Porosity (n) diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga ( ) dengan volume total ( ) dalam tanah. Porositas biasanya dikalikan dengan 100% dengan demikian Porositas dapat dinyatakan dalam bentuk persen, atau : (2.5) Dimana: : porositas (%) : volume rongga (cm 3 ) : volume total (cm 3 ) 9

4 Hubungan antara Angka Pori dan Porositas adalah : (2.6) (2.7) Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (S) adalah perbandingan antara volume air ( ) dengan volume total rongga pori tanah ( ). S = 0 bila tanah dalam keadaan kering dan sebaliknya bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 100% atau 1. Derajat Kejenuhan suatu tanah ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan: ( ) (2.8) Dimana: : derajat kejenuhan (%) : berat volume air (cm 3 ) : volume total rongga pori tanah (cm 3 ) Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan Tanah kering 0 Tanah agak lembab > 0-0,25 Tanah lembab 0,26-0,50 Tanah sangat lembab 0,51-0,75 Tanah basah 0,76-0,99 Tanah jenuh 1 Sumber : Hardiyatmo,

5 Kadar Air (Moisture Water Content) Kadar Air atau Water Content (w) adalah persentase perbandingan berat air ( ) dengan berat butiran ( ) dalam tanah, atau : ( ) (2.9) Dimana: (%) (gr) (gr) Berat Volume (Unit weight) Berat Volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume. γ (2.10) Para ahli tanah kadang-kadang menyebut Berat Volume (Unit Weight) sebagai Berat Volume Basah (Moist Unit Weight). Dimana: : berat volume basah (gr/cm 3 ) : berat butiran tanah (gr) : volume total tanah (cm 3 ) Berat Volume Kering (Dry Unit Weight) Berat Volume Kering ( ) adalah perbandingan antara berat butiran tanah ( ) dengan volume total tanah ( ). Berat Volume Kering ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan : 11

6 (2.11) Dimana: : berat volume kering (gr/cm 3 ) : berat butiran tanah (gr) : volume total tanah (cm 3 ) Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight) Berat Volume Butiran Padat ( ) adalah perbandingan antara berat butiran tanah ( ) dengan volume butiran tanah padat ( ). Berat Volume Butiran Padat ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.12) Dimana: : berat volume padat (gr/cm 3 ) : berat butiran tanah (gr) : volume total padat (cm 3 ) Berat Jenis (Specific Gravity) Berat Jenis atau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah ( ) dengan berat volume air ( ) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat Jenis ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan: (2.13) 12

7 Dimana: : berat volume padat (gr/cm 3 ) : berat volume air(gr/cm 3 ) : berat jenis tanah Batas-batas besaran Berat Jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65-2,68 Pasir 2,65-2,68 Lanau tak organik 2,62-2,68 Lempung organik 2,58-2,65 Lempung tak organik 2,68-2,75 Humus 1,37 Gambut 1,25-1,80 Sumber : Hardiyatmo, 1992 Hasil-hasil penentuan Berat Jenis dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat. Nilai-nilai Porositas, Angka Pori dan Berat Volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut. 13

8 Tabel 2.3 Nilai n, e, w, d dan b Untuk Tanah Keadaan Asli Lapangan. n w d b Macam Tanah (%) E (%) (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) Pasir seragam, tidak padat Pasir seragam, padat Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis Sumber : Das, ,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3, ,43 1,75 1,59 1,86 1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1, Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi (Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Soedarmo, 1997) 14

9 Batas Cair (Liquid Limit) Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah oleh Grooving Tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3 Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool (Hardiyatmo, 1992) 15

10 Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997) Batas Plastis (Plastic Limit) Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah Batas Plastis Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus. 16

11 Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan dalam persamaan : { ( ) ( ) } (2.14) dengan : = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) = berat tanah kering oven (gr) = volume tanah basah dalam cawan ( ) = volume tanah kering oven ( ) = berat jenis air Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah. (2.15) 17

12 Dimana : IP = Indeks Plastisitas (%) LL = Batas Cair (%) PL = Batas Plastis (%) Tabel 2.4 Indeks Plastisitas Tanah PI Sifat Macam Tanah Kohesi 0 Non-Plastis Pasir Non Kohesif < 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif > 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif Sumber : Hardiyatmo, Indeks Kecairan (Liquidity Index) Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks Plastisitasnya. Berikut persamaannya: (2.16) Dimana : LI = Liquidity Index (%) W N = kadar air asli (%) 18

13 Gambar 2.5 Hubungan Antara W P, W L dan W N Dalam Menghitung LI atau I L (Bowles, 1991) Dapat dilihat bahwa jika W N = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika W N = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > W N > PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan W N > LL akan mempunyai LI > Klasifikasi Tanah Sistem Klasisfikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1991). Sistem Klasisfikasi Tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah. Kebanyakan Klasifikasi Tanah menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. 19

14 Beberapa Sistem Klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Klasifikasi Tanah Sistem USCS 2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Casagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487). Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi: 1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil) Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir. 2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil) Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan 20

15 O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus). 2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200). Simbol G S C M O Pt Tabel 2.5 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS Nama Klasifikasi Tanah Kerikil (gravel) Pasir (sand) Lempung (clay) Lanau (silt) Lanau atau lempung organik (organic silt or clay) Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity), (LL < 50) H Plastisitas tinggi (high plasticity), ( LL > 50) W P Bergradasi baik (well graded) Bergradasi buruk (poor graded) 21

16 Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem Unified (Das, 1991) Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami 22

17 beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut : 1. Analisis Ukuran Butiran. 2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung. 3. Batas Susut. Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar

18 Gambar 2.7 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991) Sifat-Sifat Mekanis Tanah Pemadatan Tanah (Compaction) Pemadatan Tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah. Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain : 1. Mempertinggi kuat geser tanah 2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas 24

19 4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya. Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah. Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu: - Usaha pemadatan - Jenis tanah - Kadar Air tanah - Berat Isi Kering tanah (Bowles, 1991). Hubungan berat volume kering ( ) dengan berat volume basah ( ) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan : (2.17) Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compaction tanah dipadatkan dalam 25

20 3 lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan. Perbedaan antara pengujian Pemadatan Standard Proctor dan pengujian Pemadatan Modified Proctor dapat dilihat dalam Tabel 2.6. Tabel 2.6 Pengujian Pemadatan Proctor Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557) Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb) Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in) Jumlah lapisan 3 5 Jumlah tumbukan per lapisan Volume cetakan 1/30 ft 3 1/30 ft 3 Tanah Saringan no 4 Saringan no 4 Energi pemadatan 595 kj/ m 3 (12400 lb ft/ft 3 ) 2698 kj/ m 3 (56250 lb ft/ft 3 ) Sumber : Bowles, 1991 Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut. Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang 26

21 lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.8. Gambar 2.8 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah (Hardiyatmo, 1992) Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test). 27

22 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT) Nilai Kuat Geser Tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya. Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser. Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ø = 0 dan S = c. Parameter Kuat Geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (Bearing Capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (Earth Preassure) dan kestabilan lereng (Slope Stability). Kuat Geser Tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh : Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya. Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus : ( ) (2.18) Dimana: 28

23 : kekuatan geser tanah (kg/cm 2 ) c : kohesi tanah efektif (kg/cm 2 ) : tegangan normal total (kg/cm 2 ) u : tegangan air pori (kg/cm 2 ) : sudut perlawanan geser efektif ( 0 ) Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain : o Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test) o Pengujian Triaksial (Triaxial Test) o Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) o Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test) Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.9 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test. Gambar 2.9 Skema Pengujian Tekan Bebas (Hardiyatmo, 1992) 29

24 Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ 3 = 0, maka: (2.19) Dimana: = Kuat geser (kg/cm 2 ) = Tegangan utama (kg/cm 2 ) = kuat tekan bebas tanah (kg/cm 2 ) = kohesi (kg/cm 2 ) Pada Gambar 2.10 menunjukkan Lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT). Gambar 2.10 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan q u di Atas Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 1995) Hubungan Konsistensi dengan Kuat Tekan Bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel

25 Tabel 2.7 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Konsistensinya Konsistensi q u (kg/cm 2 ) Lempung keras >4,00 Lempung sangat kaku 2,00 4,00 Lempung kaku 1,00 2,00 Lempung sedang 0,50 1,00 Lempung lunak 0,25 0,50 Lempung sangat lunak < 0,25 Sumber : Hardiyatmo, Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb Teori keruntuhan berguna untuk menguji hubungan antara Tegangan Normal dengan Tegangan Geser Tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser. ( 2.20) dimana : c = kohesi (kg/cm 2 ) Ø = sudut geser internal ( 0 ) Gambar 2.11 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser (Das, 1995) 31

26 Sensitivitas Tanah Lempung Pengujian Kuat Tekan Bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada Uji Tekan Bebas yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap Kuat Tekan Bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang diperoleh maka akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai Sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar. Gambar 2.12 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995) Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

27 Gambar 2.13 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995) Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut Sensitivitas (Sensitivity). Tingkat Sensitivitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, Sensitivitas dinyatakan dalam persamaan: (2.21) Umumnya, nilai Rasio Sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai Sensitivitas berkisar antara 10 sampai 80. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai Sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel

28 Tabel 2.8 Sensitivitas Lempung Tidak Sensitif S t < 2 Agak Sensitif 2 < S t < 4 Sensitif 4 < S t < 8 Sangat Sensitif 8 < S t < 16 Sumber : Bowles, 1991 Cepat S t > 16 Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 2% per menit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah : a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut. b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama. c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit. Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : (2.22) Dimana : ε = Regangan axial (%) L Lo = Perubahan panjang (cm) = Panjang mula-mula (cm) Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : (2.23) 34

29 Dimana : A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm 2 ) Ao = Luas mula-mula (cm 2 ) Besarnya tegangan normal : (2.24) Dimana : σ = Tegangan (kg/cm 2 ) P = Beban (kg) k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div) Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : (2.25) Dimana : S t = Nilai sensitivitas tanah σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm 2 ) σ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm 2 ) 2.2 BAHAN-BAHAN PENELITIAN Tanah Lempung (Clay) Beberapa definisi tanah lempung antara lain: 1. Terzaghi (1987) 35

30 Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 2. Das (1991) Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 3. Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila lebih dari 50 %. 4. Hardiyatmo (1992) Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. 36

31 Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (AASHTO, USCS). Dibeberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikelpartikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida Lempung dan Mineral Penyusun Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991). Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas 37

32 merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakanretakan atau terpecah-pecah. Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa Hydrous Aluminium dan Magnesium Silikat dalam jumlah yang besar. Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM) dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung : Felspar Ortoklas Felspar Plagioklas Mika (Muskovit) Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonite dan Illite) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group, Serpentinite Group). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika Tetrahedron dan Aluminium Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran. 38

33 Unit-unit Silika Tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran Silika (Silica Sheet) dan unit-unit Oktahedra berkombinasi membentuk lembaran Oktahedra (Gibbsite Sheet). Bila lembaran Silika itu ditumpuk di atas lembaran Oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka. Gambar 2.14 Struktur Atom Mineral Lempung (a) dan (b) Silica Tetrahedra ; (c) Aluminium Oktahedra ; (d) Magnesium Oktahedra ; (e) Silika ; (f) Gibbsite ; (g) Brucite (Lambe dan Whitman, 1969). 39

34 a. Kaolinite Istilah Kaolinite dikembangkan dari kata Kauling yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1991). Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Struktur unit Kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran Silika Tetrahedral yang digabung dengan lembaran Alumina Oktahedran (Gibbsite). Lembaran Silika dan Gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral Kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000 Å sampai Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m 2 /gr yang memiliki rumus kimia: (OH) 8 Al 4 Si 4 O 10 Keluarga mineral Kaolinite 1:1 yang lainnya adalah Halloysite. Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan Kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut. (OH) 8 Al 4 Si 4 O 10. 4H 2 O Gambar dari struktur Kaolinite dapat dilihat dalam Gambar

35 (a) (b) Gambar 2.15 Struktur Kaolinite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol Struktur (Lambe dan Whitman, 1969) b. Illite Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois. Mineral Illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena Illite mempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral Illite memiliki rumus kimia sebagai berikut: (OH) 4 K y (Si 8-y. Al y )(Al 4. Mg 6.Fe 4. Fe 6 )O 20 Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan Montmorillonite. Perbedaannya ada pada : Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan. Terdapat ± 20% pergantian Silikon (Si) oleh Aluminium (Al) pada lempeng Tetrahedral. 41

36 Struktur mineral Illite tidak mengembang sebagaimana Montmorillonite. Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran Oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran Oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut Gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut Brucite. Struktur mineral Illite dapat dilihat dalam Gambar (a) (b) Gambar 2.16 Struktur Illite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol Struktur (Lambe dan Whitman, 1969) 42

37 c. Montmorillonite Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia: (OH) 4 Si 8 Al 4 O 20. nh 2 O Dimana nh 2 O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral Montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng Silika Tetrahedral mengapit satu lempeng Alumina Oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al 2 O 3 diantara dua lempeng SiO 2. Inilah yang menyebabkan Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm). Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (nh 2 O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Gambar dari struktur Montmorillonite dapat dilihat di dalam Gambar

38 (a) (b) Gambar 2.17 Struktur Montmorillonite. (a) Struktur Atom ; (b) Simbol Struktur (Lambe dan Whitman, 1969) Sifat Umum Tanah Lempung Bowles (1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah: 1. Hidrasi Partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, hal ini disebabkan karena lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi (adsorbed water). Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Sehingga disebut sebagai lapisan difusi ( d i f f u s e l a y e r ),lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 44

39 2. Aktivitas Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan: (2.26) Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuk nilai A (Aktivitas), A > 1,25 : tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif 1,25 < A < 0,75 : tanah digolongkan normal A < 0,75 : tanah digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari Aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Aktivitas Tanah Lempung Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas Kaolinite 0,4 0,5 Illite 0,5 1,0 Montmorillonite 1,0 7,0 Sumber : Bowles, Flokulasi dan Dispersi Pengertian Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai ph>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H + ), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi 45

40 dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. 4. Pengaruh Zat Cair Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.18a). Hal ini berarti bahwa satu molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.18b). Gambar 2.18 Sifat Dipolar Molekul Air (Hardiyatmo, 1992) Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu: 1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung 46

41 dengan ujung positif dari dipolar. 2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif. 3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding). Mekanisme 1 Mekanisme 2 Mekanisme 3 Gambar 2.19 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda (Das,1991) Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik Exchangeable Cation. Exchangeable Cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik Exchangeable Cation yang lebih besar daripada Kaolinite. Kalsium dan magnesium merupakan Exchangeable Cation yang paling dominan pada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Exchangeable Cation, yaitu valensi kation, 47

42 besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut: Al +3 >Ca +2 >Mg +2 >NH +4 >K + >H + >Na + >Li + Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008). Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi gaya antar partikel. Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi muatannya. Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.20). 48

43 Gambar 2.20 Kation dan Anion Pada Partikel (Das,1991) Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan semen yang dicampurkan dengan abu vulkanik dengan variasi yang berbeda-beda Semen Umum Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Semen juga merupakan perekat hidrolis dimana senyawasenyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Semen hidrolik Semen hidrolik adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil di dalam air setelah mengeras. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen 49

44 pozzolan, semen alumina, semen portland-pozzolan, semen terak, semen alam dan lain-lain. 2. Semen non-hidrolik. Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh dari semen non hidrolik adalah kapur Semen Portland Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. Unsur penting dalam semen portland yaitu: a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO 2 ) atau C 3 S b. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO 2 ) atau C 2 S c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al 2 O 3 ) atau C 3 A d. Tetrakalsium Aluminoferit (4CaO.Al 2 O 3. Fe 2 O 3 ) atau C 4 AF e. Kalsium Sulfat Dihidrat (Gypsum) (CaSO 4.2H 2 O) Hidrasi Semen Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia dalam semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru. Proses kimia untuk reaksi hidrasi dari unsur C 2 S dan C 3 S dapat ditulis sebagai berikut: 2 C 3 S + 6 H 2 O C 3 S 2 H Ca (OH) 2 50

45 2 C 2 S + 4 H 2 O C 3 S 2 H 3 + Ca (OH) 2 Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi sekitar 20 % dari berat semen (Nugraha, 2007) Jenis-Jenis Semen Portland Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen saat ini, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain: 1. Semen Portland Biasa Semen ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai Tipe I. 2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO 3 ) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai Tipe II. 3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi Semen portland ini mengandung Trikalsium Silikat (C 3 S) lebih banyak dibanding Semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding Semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai Tipe III. 51

46 4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah Semen jenis ini memiliki kandungan Trikalsium Silikat (C 3 S) dan Trikalsium Aluminat (C 3 A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C 3 S yang lebih banyak dibanding Semen Portland biasa dan memiliki sifatsifat : a. Panas hidrasi rendah b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan Semen Portland biasa c. Susut akibat proses pengeringan rendah d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai Tipe IV. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai Tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO 3 ) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air. Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C , seperti terlihat pada Tabel

47 Tabel 2.10 Persyaratan Standar Komposisi Kimia Portland Cement Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure, Abu Gunung Vulkanik (AGV) Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar. Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan material batu. Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang 53

48 disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina. Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash). Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu: - Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur. - Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan bangunan. 54

49 Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton. Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel Tabel 2.11 Komposisi Kimia Abu Vulkanik No. Parameter Hasil Metode 1. SiO 2 84,0797 % Gravimetri 2. Fe 2 O 3 0,0027 % Spektrofotometri 3. Al 2 O 3 9,9338 % Gravimetri 4. CaO 0,1364 % Titrimetri Sumber : Hasil Percobaan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Dari data di atas terlihat unsur Silika adalah unsur yang paling dominan (terbanyak). Seperti kita ketahui bahwa silika adalah unsur pembentuk utama dalam pembuatan semen. 2.3 STABILISASI TANAH Ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah. 55

50 Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kepadatan tanah. 2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah. 3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah. 4. Merendahkan permukaan air tanah. 5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu : 1. Mekanis Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 56

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : GIOVANNI RAMADHANY GINTING

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : GIOVANNI RAMADHANY GINTING KAJIAN EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ABU VULKANIK DAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) DAN DITINJAU DARI NILAI CBR TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa 1.1 Umum Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I 1 Pembagian Kelompok Tanah Tanah Khusus: Quick Clay: Tanah yang sangat peka terhadap gangguan. Apabila terganggu kekuatannya berkurang drastis. Kadar kepekaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pembangunan jalan dimana tanah dasar merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah kelempungan dengan mempunyai kembang susut yang sangat besar, maka ilmu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah) KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah) I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fakultas Teknik Universitas Islam Al-Azhar Mataram ABSTRAK Tanah merupakan material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar Tanah dasar merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lainlain. Tanah yang akan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS) ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN Simposium Nasional RAPI XIII - 214 FT UMS ISSN 1412-9612 PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN Qunik Wiqoyah 1, Renaningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Tanah merupakan pijakan terakhir untuk menerima pembebanan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, jembatan, landasan, gedung, dan lain-lain. Tanah yang akan dijadikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO Arie Wahyu Aprilian, Yulvi Zaika, Arief Rachmansyah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK DENGAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS

TUGAS AKHIR STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK DENGAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS TUGAS AKHIR STABILISASI TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK DENGAN PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi

Lebih terperinci

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF Tanah ekspansif atau tanah kembang susut adalah tanah yang mempunyai potensi swelling yang tinggi, sehingga sering menimbulkan masalah pada struktur bangunan di atasnya. Hasil

Lebih terperinci

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Tanah Dasar Tanah dasar atau suhgrade adalah permukaan tanah semula, tanah galian atau tanah timbiman yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian

Lebih terperinci

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe,

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe, BABV ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Lempung Asli (remolded) Sifat fisik dari lempung asli (remolded) sebagaimana yang dapat dilihat dari hasil pengujian pada bab sebelumnya yakni indeks kompresi (Cc) sebesar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa Kampung Baru Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan karung dan cangkul

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI % FLY ASH DAN % SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING MAKALAH JURNAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Upaya stabilisasi yang dapat diambil salah satunya adalah dengan menstabilisasi tanah lempung dengan cara kimia sehingga kekuatan dan daya dukung tanah dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilisasi Tanah dengan Abu Sekam Padi dan Kapur Abu sekam padi (rice husk ash) merupakan sisa pembakaran tanaman padi dan salah satu bahan pozzolan yang memiliki potensi sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah Menurut Bowles (1986), cara untuk melakukan stabilisasi dapat terdiri dari salah satu tindakan sebagai berikut: 1. menambah kerapatan tanah 2. menambah material

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 2 SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Sifat-sifat indeks (index properties) menunjukkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN STABILIZING AGENTS SERBUK KACA DAN SEMEN

TUGAS AKHIR KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN STABILIZING AGENTS SERBUK KACA DAN SEMEN TUGAS AKHIR KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN STABILIZING AGENTS SERBUK KACA DAN SEMEN Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Disusun Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN DAN ABU CANGKANG SAWIT

PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN DAN ABU CANGKANG SAWIT PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN DAN ABU CANGKANG SAWIT Hasoloan H P Sinaga 1, Roesyanto 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH KLASIFIKASI UMUM TANAH BERDASARKAN UKURAN BUTIR Secara Umum Tanah Dibagi Menjadi 4 : Gravel (Kerikil) Sand (Pasir) Silt (Lanau) Clay (Lempung) Tanah Sulit : Peats (Gambut)

Lebih terperinci

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) Ilham Idrus Staf Pengajar Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi,

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi, 30 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi, Lampung Timur 2. Air yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Pengujian sifat fisik tanah ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung) KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung) TUGAS AKHIR Oleh : I GEDE PUTU SUGALIH ARTA 1104105057 JURUSAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah. Gambar 3. Denah Lokasi

Lebih terperinci

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I KOMPOSISI TANAH 2 MEKANIKA TANAH I UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI NORMA PUSPITA, ST. MT. Komposisi Tanah Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara 1 Komposisi Tanah Sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di III. METODE PENELITIAN Pekerjaan Lapangan Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di lapangan. Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3. Zat additif yaitu berupa larutan ISS 2500 (ionic soil stabilizer).

METODE PENELITIAN. 3. Zat additif yaitu berupa larutan ISS 2500 (ionic soil stabilizer). 27 III. METODE PENELITIAN A. BAHAN BAHAN PENETILIAN 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung Selatan. 2. Air yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah secara umum didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT Shinta Pramudya Wardani 1), R. M. Rustamaji 2), Aprianto 2) Abstrak Perubahan cuaca mengakibatkan terjadinya siklus pembasahan

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM 2.1.1 Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan umum 2.1.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada alur lalu lintas maupun bahu. Dengan demikian tanah dasar merupakan

Lebih terperinci

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( )

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( ) PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI BAHAN KIMIA (FLY ASH, KAPUR DAN BIO-BAKTERI) TERHADAP PARAMETER FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK AKIBAT SIKLUS PEMBASAHAN-PENGERINGAN PADA TANAH RESIDUAL DI DAERAH LERENG Oleh:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN

STUDI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 STUDI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN Parea Russan Ranggan 1, Hendrianto Masiku 2, Marthen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Tanah ekspansif merupakan tanah yang memiliki ciri-ciri kembang susut yang besar, mengembang pada saat hujan dan menyusut pada musim kemarau (Muntohar,

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Stabilisasi tanah adalah suatu cara yang digunakan untuk mengubah atau memperbaiki sifat tanah dasar sehingga diharapkan tanah dasar tersebut mutunya dapat lebih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa yosomulyo, Kota Metro Timur. Sampel tanah yang diambil adalah tanah terganggu (disturbed soil)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah berbutir halus dari Yoso Mulyo,

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah berbutir halus dari Yoso Mulyo, III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah berbutir halus dari Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Pengambilan sampel dilakukan pada cuaca cerah, sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari 27 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung

Lebih terperinci

PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN

PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN Renaningsih 1, Tedi Agung S 2 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. :

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. : Institut Teknologi Medan (ITM) 222 Institut Teknologi Medan (ITM) 223 TINJAUAN PEMANFAATAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN STRUKTUR TANAH Ramlan Tambunan Surta Ria N. Panjaitan Jurusan Teknik Sipil - Institut

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. :

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. : Institut Teknologi Medan (ITM) 278 Institut Teknologi Medan (ITM) 279 PENGARUH PEMERAMAN TERHADAP NILAI CBR TANAH MENGEMBANG YANG DISTABILISASI DENGAN FLY ASH Surta Ria N. Panjaitan Teknik Sipil - Institut

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH MODUL 3. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH MODUL 3. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 3 KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KLASIFIKASI TANAH Pada awalnya, metode klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena itu, tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perencanaan seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena itu, tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perencanaan seluruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah Tanah adalah material yang selalu berkaitan dengan konstruksi. Oleh karena itu, tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perencanaan seluruh konstruksi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGUJIAN CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK

TUGAS AKHIR PENGUJIAN CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK TUGAS AKHIR PENGUJIAN CBR (CALIFORNIA BEARING RATIO) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN SEMEN PORTLAND TIPE I DAN ABU VULKANIK Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tanah asli dan tanah campuran dengan semen yang dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Nama : Salmon Atmaja Tarigan NRP. : 9821064 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah timbunan yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau perekat gypsum

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG

ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA SABILISASI ANAH (Farhan - anjung) ANALISA PENGARUH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA SABILISASI ANAH LEMPUNG oleh: Farhan Asmoro riputro eknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G) Agus Susanto 1, Dhamis Tri Ratna Puri 2 dan Jalu Choirudin 3 1,2,3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan penting dalam ilmu teknik sipil, karena tanah sebagai pendukung kekuatan konstruksi dasar bangunan. Berdasarkan letak geografis suatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH Reffanda Kurniawan Rustam 1 dan Amiwarti 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas PGRI Palembang E-mail: reffandakurniawan@yahoo.com Abstrak. Tanah lunak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa III. METODE PENELITIAN A. Pekerjaan Lapangan Lokasi pengambilan sampel tanah organik ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak tiga buah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Dalam perencanaan pekerjaan, diperlukan tahapan-tahapan atau metodologi yang jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada, bagaimana

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG Melisa Haras, Turangan A. E., Roski R.I. Legrans Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Tanah secara umum terdiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latar Belakang 2.1.1. Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah. Sampel tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak terganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika tanah dalam keadaan kering maka terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan

Lebih terperinci

2.2. Klasifikasi Tanah berdasarkan UNIFIED SYSTEM

2.2. Klasifikasi Tanah berdasarkan UNIFIED SYSTEM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Stabilisasi tanah adalah suatu cara yang digunakan untuk mengubah atau memperbaiki sifat tanah dasar sehingga diharapkan tanah dasar tersebut mutunya dapat lebih

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah. Sampel tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak terganggu

Lebih terperinci