BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bali saat ini menjadi salah satu tujuan wisatawan mancanegara, pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan tersebut dilaksanakan dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada, tidak terkecuali di bidang pariwisata dan transportasi. Hal tersebut merupakan salah satu andil yang dilakukan Kota Denpasar untuk turut serta dalam mensukseskan program Nasional di bidang Industri Kepariwisataan. Dengan tumbuhnya pariwisata khususnya di Kota Denpasar. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata tentunya saja banyak pengunjung yang datang dari berbagai pelosok tanah air bahkan tidak hanya pengunjung dari tanah air tetapi juga pengunjung dari manca negara. Untuk memperlancar perjalanan para wisatawan tersebut, diperlukan adanya suatu sarana penunjang yaitu sarana di bidang transportasi. Dalam memberikan pelayanan dan mempermudah para wisatawan di bidang transportasi, di daerah Kecamatan Denpasar banyak berdiri dan berkembang tempat penyewaan mobil yang menyediakan berbagai jenis mobil untuk disewakan dengan harga sewa yang bervariasi, sehingga para wisatawan tersebut tinggal memilih mana yang diminati serta harga 1

2 2 sewanya yang terjangkau. Didirikannya tempat persewaan mobil ini diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang sering terjadi dan timbul di dalam masyarakat khususnya di bidang transportasi. Seseorang yang membutuhkan jasa transportasi dapat menyewa mobil di tempat persewaan mobil. Sebelum menyewa, terlebih dahulu dibuatlah perjanjian antara kedua belah pihak, yaitu antara penyewa dan yang menyewakan, dalam hal ini adalah perjanjian sewa menyewa mobil. Menurut Subekti yang dimaksud dengan sewa meyewa: Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. 1 Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas terdapat tiga unsur yang terkandung di dalam sewa-menyewa, yaitu: benda, harga, dan waktu. Unsur itu yang penting benda yang dinikmati, harga sewa yang dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Untuk menentukan waktu dan besarnya sewa kendaraan tersebut maka di sini diperlukan adanya perjanjian sewa-menyewa antara pihak yang satu dengan yang lainnya, apabila si penyewa tidak melaksanakan 1 R.Subekti, 1984, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti 1) h. 39.

3 3 kewajiban dalam hal ini mengembalikan kendaraan sesuai dengan tepat waktu dan tidak membayar uang sewa sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan, sesuai dengan pasal 1234 KUHPer menyebutkan bahwa memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu isi perjanjian tersebut dengan prestasinya dalam sewa menyewa mobil adalah berbuat sesuatu yaitu mengembalikan mobil yang disewa tepat pada waktunya, dan membayar uang sewa sesuai dengan yang diperjanjikan. Namun dalam menyatakan sewa menyewa mobil debitur tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini dapat digolongkan kedalam wanprestasi. Perjanjian sewa-menyewa bertujuan untuk memberikan hak pemakaian saja, bukan hak milik atas suatu benda,oleh karena itu pihak yang menyewakan tidak usah seorang pemilik atas benda yang disewakan itu, cukuplah misalnya ia seorang yang mempunyai hak pakai atau vruchtgebruik atas benda tersebut. Dalam setiap perjanjian masing-masing pihak diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib untuk memenuhi prestasinya. Prestasi ini dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Apabila isi dari perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka hal ini menimbulkan wanprestasi. Kalau kita telusuri maka dari perikatan dan perjanjian, maka didalamnya terdapat makna adanya persetujuan, jadi tidak akan ada

4 4 perikatan, bila tidak ada kesepakatan sebagai wujud yaitu adanya hak dan kewajiban, maka hal itu akan membawa suatu konsekuensi hukum bagi para pihak, dalam bagian ini menjelaskan tentang perjanjian kredit perbankan pada umumnya seperti yang telah dikemukakan terlebih dahulu tentang perjanjian yang akan dikaji dari segi pengertiannya. Sedangkan R. Setiawan, SH. Mengutip pendapat sarjana yang bernama Pitlo menjelaskan pengertian perikatan : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua atau lebih atas dasar pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatuprestasi (debitur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. 2 Mengenai wanprestasi banyak sarjana hukum atau ahli hukum yang memberikan pendapatnya, diantaranya adalah : Menurut A.A.N.G. Dirksen, S.H wanprestasi mengandung arti tidak dipenuhinya suatu prestasi yang diwajibkan bagi debitur sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat dengan pihak kreditur. Tidak dipenuhinya kewajibannya tersebut dapat terjadi karena datang dalam debitur sendiri dan dapat juga karena datangnya dari luar debitur. 3 Menurut A. Ridwan Halim, S.H yang dimaksud dengan wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya 2 R.Setiawan, 1986, Pokok pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, h A.A.N.G. Dirksen, 1998, Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 56.

5 5 terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat. 4 Menurut Abdulkadir Muhammad wanprestasi berasal dari sitilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu : 1. Karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. 2. Karena keadaan memaksa (force majeure) jadi diluar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah. 5 Akibat hukum yang timbul terhadap debitur yang mengalami wanprestasi dalam suatu perjanjian dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya, secara nyata dapatlah dilihat bahwa akibatnya tidak dapatnya perjanjian dipenuhi atau dilaksanakan secara benar, maka seorang kreditur tidak mendapat pemenuhan hak-haknya yang semestinya didapatkan sesuai dengan adanya perjanjian tersebut. Secara yuridis, akibat hukum dari wanprestasi dalam suatu perjanjian tidaklah sederhana itu, sebab perjanjian sebagai ikatan dalam bidang hukum harta benda antara dua subjek atau lebih, dimana satu pihak berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk Jakarta, h A. Ridwan Halim,1982, Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahlia Indonesia, 5 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I) h. 54

6 6 melakukannya. Meletakan suatu akibat yang diatur oleh hukum jikalau terjadi keadaan wanprestasi itu sendiri. Menurut Purwahid Patrik, akibat hukum terhadap perjanjian karena wanprestasi, maka debitur harus : 1. Mengganti kerugian; 2. Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggungjawab dari debitur; 3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (putusan) perjanjian Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan, maka ruang lingkup penulisan perlu dibatasi hubungan hukum antara penyewa dengan pihak ketiga dan Upaya upaya apa yang ditempuh terhadap mobil yang disewa kemudian digadaikan. Bandung, h.11 6 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,

7 Orisinalitas Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi atau disertai terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2 skripsi yang pembahasannya berkaitan dengan Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Pihak Ketiga Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor Di Kabupaten Badung I Wayan Iwan Indrawan (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun Bagaimanakah bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung? 2. Bagaimanakah penyelesaian akibat wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung 2 Tanggung Jawab Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Di Kota Denpasar I.G.A.Ayu Mirah Novia Sari (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun Bagaimana tanggung jawab penyewa apabila pihak penyewa wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar?

8 8 Tabel 1.2. Daftar Penelitian Penulis No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Kadek Wahyu Cahayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? Pihak Ketiga 2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan pokok dari penyusunan skripsi ini dapat dibedakan menjadi 2 antara lain : a. Tujuan umum 1. Untuk melatih didalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. 4. Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan masyarakat. 5. Untuk pembulat studi di bidang ilmu hukum. 6. Untuk mengetahui sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa. 7. Untuk mengetahui tanggung jawab penyewa terhadap mobil yang disewa di gadaikan pada pihak ketiga.

9 9 b. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa. 2. Untuk memahami tanggung jawab penyewa terhadap mobil yang disewa di gadaikan pada pihak ketiga Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapatmenambah ilmu pengetahuan hukum mengenai perjanjian khususnya sewa menyewa mobil. 2. Untuk memberikan referensi kepada adik kelas sebagai bahan untuk menelesaikan permasalahan yang sejenis. b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam menyelesaikan permasalahan yang sejenis khususnya dalam perjanjian sewa menyewa mobil Landasan Teoritis dan Hipotesis a. Landasan Teoritis Bahwa sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang menyerahkan barang, oleh karena dalam hal sewa menyewa, pihak yang menyewakan diwajibkan menyerahkan barangnya kepada si penyewa, sedang pihak yang menyewa ini diwajibkan membayar

10 10 harga sewa, akan tetapi sifat penyerahan barang. Dalam perjanjian sewa menyewa, bahwa si pemiliki barang (yang menyewakan), hanyalah menyerahkan pemakaian/menggunaan dari barang yang disewakan kepada si penyewa, dengan menerima pembayaran berupa harga sewa dan hak milik atas barang tersebut adalah tetap berada di tangan si pemilik. Jadi barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki, melainkan hanya untuk dipakai atau dinikmati penggunanya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang disewa tersebut. Untuk menunjang pembahasan permasalahan tersebut di atas, ada beberapa teori yang berhubungan dengan judul dari skripsi tersebut di atas antara lain : Menurut Subekti: Meskipun sewa menyewa itu suatu perjanjian konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan. 7 Menurut Subekti Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya tersebut (Pasal 1576 KUHPer). 8 7 R.Subekti, 1989, Hukum Perjanjian, cet. VI, PT. Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II), h R.Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, cet. VII, Alumni Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Subekti III), h. 48.

11 11 Pasal 1552 ayat 1 KUHPer mengatakan : Pihak yang menyewakan harus menanggung, bahwa pada barang yang disewa tiada cacat, yang berakibat menghalangi si penyewa memakai barang, meskipun pihak yang menyewakan, pada waktu persetujuan sewa menyewa itu diadakan, tidak tahu adanya cacat itu. 9 Ayat 2 pasal tersebut menegaskan : Apabila si penyewa mendapat rugi sebagai akibat dari cacat itu, maka pihak yang menyewakan harus memberi ganti kerugian. 10 Pasal 1550 KUHPer menyebutkan tiga macam kewajiban pokok dari pihak yang menyewakan yaitu : Ke-1 : Untuk menyerahkan (leveran) barangnya kepada si penyewa. Ke-2 : Untuk memelihara barangnya sedemikian rupa, sehingga barangnya dapat dipakai secara yang dimaksudkan. Ke-3 : Untuk berusaha supaya si penyewa selama persetujuansewa menyewa berjalan, selalu secara tenteram dapatmemakai dan menikmati barang yang disewa itu( Rusting genot ). 11 Hak pihak yang menyewakan adalah : - Uang sewa harus dibayar oleh pihak penyewa tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian. 9 Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perjanjian tentang Persetujuan- Persetujuan Tertentu, cet. VII, Sumur Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I) h Ibid, h Ibid, h. 54.

12 12 - Pihak yang menyewakan berhak untuk menuntut ganti rugi kepada pihak penyewa apabila barang yang disewakan rusak. Pasal 1560 KUHPer menyebutkan dua kewajiban pokok dari si penyewa tersebut : Ke-1 Ke-2 : Untuk memakai barang sewaan secara yang sangat berhati-hati( Alsengoed huisvader ) dan menurut tujuan dan maksud dari persetujuan sewa menyewa. : Untuk membayar uang sewa pada waktu-waktu yang ditentukan dalam persetujuan sewa-menyewa. 12 Hak dari pihak penyewa adalah : - Penyerahan barang yang disewa harus dalam keadaan terpelihara sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan yang dimaksudkan. - Adanya jaminan dari pihak yang menyewakan akan kenikmatan, ketentraman dan tidak adanya cacat dari barang yang disewa. Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, dalam bukunya menulis bahwa menurut pasal 1553 KUHPer dalam sewa menyewa resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. 13 Tentang pengertian dari resiko dapat diketahui dari bagian umum hukum perjanjian yang diatur dalam buku KUHPer yaitu 12 Ibid 13 Joko Prakosa dan Bambang Riyadi Lany, 1987, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, PT. Bina Ksara, Jakarta, h. 68.

13 13 resiko adalah merupakan kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Peraturan tentang resiko dalam sewa menyewa tidak begitu jelas diterangkan oleh pasal 1553 KUHPer. Dalam pasal ini disebutkan bahwa apabila barang yang disewa musnah karena suatu peristiwa perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan Gugur demi Hukum, ini disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut suatu apa-apa dari pihak lawannya. Menurut Abdulkadir Muhammad jika tidak dilaksanakannya kewajiban perjanjian dapat menimbulkan berbagai kemungkinan akibat, baik yang berkenaan dengan perjanjiannya sendiri maupun yang berkenaan dengan kewajiban pihak-pihak. 14 Kewajiban-kewajiban para pihak sebaiknya dimuat di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Abdulkadir Muhammad juga mengatakan bahwa perjanjian sewa menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara tidak tertulis. 15 Menurut Subekti perbedaan antara sewa tertulis dan tidak tertulis yang diadakan oleh Pasal 1570 dan Pasal Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II) h Ibid, h. 77.

14 14 KUHPer(yang tertulis secara otomatis apabila diadakan dengan jangka waktu, setelah lewatnya waktu itu sedangkan yang tidak tertulis memerlukan pemberitahuan penghentian) tidak perlu dipertahankan. Cukuplah diadakan perbedaan antara sewa yang diadakan dengan tenggang waktu dan yang tanpa waktu tertentu. 16 Sesuai dengan bunyi dari Pasal 1573 KUHPeryang menyatakan bahwa: Jika, Setelah berakhirnya suatu penyewaan yang dibuat dengan tulisan, si penyewa tetap menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah dengan ini suatu sewa baru, yang akibatnya diatur dalam pasal-pasal yang mengenai penyewaan-penyewaan dengan lisan. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat diartikan bahwa suatu perjanjian kendaraan lebih lanjut agar dalam mengadakan suatu sewa-menyewa itu diperjanjikan sehingga nantinya tidak menyulitkan kedua belah pihak. Menurut Subekti mengemukakan bahwa dalam sewa menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan. 17 Jadi disini berarti bilamana salah satu pihak yang terikat dalam perikatan tersebut melaksanakan suatu perbuatan atau tidak menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu yang ditentukan. 16 R.Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti IV) h Subekti 1, Op.Cit, h. 44.

15 15 Memang dengan tidak tepat pada waktunya debitur belum juga melaksanakan prestasinya sudah dianggap lalai, tetapi ada pelaksanaan prestasi yang tidak ditentukan secara pasti bagaimana nantinya mempersoalkan tidak tepat waktu dalam perjanjian. Mariam Darus Badrulzaman, menyebutkan bahwa ada tiga bentuk wanprestasi yaitu : a. Debitur sama sekali tidak berprestasi b. Debitur salah berprestasi c. Debitur terlambat berprestasi ad.a. Debitur sama sekali tidak berprestasi Dalam hal ini debitur tidak perlu dinyatakan lalai oleh kreditur, karena dalam hal ini diharapkan debitur dapat berprestasi percumalah memberi dorongan kepada debitur agar melaksanakan perikatan yang ia tidak mampu melaksanakannya. ad.b. Debitur salah berprestasi Dalam hal debitur berprestasi salah, apakah debitur dinyatakan lalai lebih dahulu oleh kreditur agar nantinya iada dapat menuntut pembatalan perikatan dengan tambahan ganti rugi, biaya atau bunga.

16 16 ad.c. Debitur terlambat berprestasi Disini berarti tidak berprestasinya debitur tepat pada waktunya yang disepakati dengan kreditur akan tetapi debitur berprestasi lebih dari waktunya. 18 R. Subekti, dalam bukunya tentang aneka perjanjian menguraikan bahwa wnaprestasi (Kelalaian dan kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh diakukannya. 19 b. Hipotesis Berdasarkan pada kerangka teori yang telah diuraikan maka terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di atas dapat dikemukakan hipotesa sebagai berikut: 1. Hubungan hukum yang terjadi antara penyewa dengan pihak ketiga, saling keterkaitan, karena penyewa mendapatkan uang dari pihak ketiga dan pihak ketiga menerima mobil sebagai benda jaminan atas uang yang di keluarkan. 18 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, h R. Subekti I, loc. cit.

17 17 2. Upaya yang ditempuh para pihak Motor dalam penyelesaian wanprestasi adalah secara kekeluargaan, apabila secara kekeluargaan tidak dapat diselesaikan, maka akan dilakukan upaya hukum yaitu melakukan gugatan perdata ke pengadilan. 5. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi lagi menjadi beberapa jenis.prof. Abdulkadir Muhammad membaginya menjadi 3 (tiga) yaitu penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris, penelitian hukum empiris. 20 Ketiga jenis penelitian tersebut dapat menggunakan studi kasus hukum.dalam hal ini, kasus hukum dikonsepkan sebagai peristiwa hukum dan produk hukum. Lebih lanjut penjelasan mengenai ketiga jenis penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normative berfokus pada inventarisasi hukum fositif, asas-asas dan doktrin 20 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. I, PT.Citra Aditya Bhakti,Jakarta, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad III), h. 52.

18 18 hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. 2. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research), menggunakan studi kasus hukum normatif-empiris berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji implementasi perjanjian kredit.pokok kajiannya adalah pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) bermula dari ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concretodalam masyarakat, sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian yaitu : a. Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang berlaku b. Tahap kedua adalah penerapan pada peristiwa in concretoguna mencapai tujuan yang telah ditentukan.penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan menciptakan pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan ketentuan hukum normatif yang dikaji telah dijalankan secara patut atau tidak, karena penggunaan kedua tahapan tersebut,

19 19 maka penelitian hukum normatif-empiris membutuhkan data sekunder dan data primer. 3. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat.pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. 21 Dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu melakukan penelitian terhadap suatu permasalahan yang ditinjau dari segi hukum dan kemudian dihubungkan dengan praktek penerapannya di lapangan. Penelitian dilakukan untuk dapat mengetahui perjanjian dalam sewa menyewa mobil dan penyelesaian wanprestasi yang paling efektif yang nantinya akan dipergunakan di SC.Rent car. b. Sifat penelitian Sifat penelitian ini dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif, yakni penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk dapat menentukan ada 21 Ibid, h.54

20 20 tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala laindalam masyarakat. Yang nantinya hasil dari pada penelitian ini bersifat deskriptif analisis, artinya hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan adanya hubungan atau keterkaitan fakta-fakta yang ada di lapangan dengan permasalahan yang akan diteliti. c. Sumber data Untuk menunjang permasalahan yang diajukan, maka data harus melalui suatu penelitian.sedangkan, arti kata penulisan itu adalah suatu penyelidikan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian metode penelitian adalah suatu jalan yang ditempuh untuk mengadakan penyelidikan yang bersifat ilmiah. Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber dari: 1. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui teknik wawancara (interview), teknik ini dilakukan tanpa mengajukan daftar pertanyaan tetapi sebelum wawancara dilakukan sudah membuat catatan-catatan pertanyaan untuk menjadi pegangan dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan Data Sekunder Data skunder bersumber kepustakaan, text book, kamus hukum. Data skunder dibidang Hukum meliputi: Jakarta, h Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, cet. IV PT. Rineka Cipta,

21 21 a. Bahan hukum primer Data yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti Kitab Undang undang Hukum Perdata b. Bahan hukum sekunder Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis.contoh,buku karangn R.Subekti, Abdulkadir Muhammad, Wijono prodjodikoro, dan lain-lain. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Contoh, Koran Kompas, artikel dari website,dan lain sebagainya. d. Teknik pengumpulan data Di dalam pengumpulan data menggunakan teknik : 1. Teknik wawancara Wawancara atau interview, yakni suatu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka dan mendengarkan, yang lain dengan telinganya sendiri dan suaranya sebagai alat informan yang langsung tentang beberapa data sosial baik yang terpandang maupun yang bermanfaat. Informan adalah orangorang yang memberikan data atau keterangan dimana ia mengalami langsung permasalahan yang dibahas.

22 22 2. Teknik kepustakaan Teknik kepustakaan didapatkan dengan membaca beberapa literatur berkaitan dengan permasalahan dengan menggunakan teknik telaahan dokumen yaitu membaca serta menganalisa bahan-bahan bacaan yang terkait dan relevan dengan skripsi ini. e. Teknik pengolahan dan analisis data Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar grafika, Palu, h. 107.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. hukum tidak terkecuali kegiatan bisnis. 1. Buku Kesatu tentang Orang. 2. Buku Kedua tentang Kebendaan.

Bab I. Pendahuluan. hukum tidak terkecuali kegiatan bisnis. 1. Buku Kesatu tentang Orang. 2. Buku Kedua tentang Kebendaan. Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang dengan begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan pilar

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemenuhan akan sarana transportasi saat ini merupakan kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemenuhan akan sarana transportasi saat ini merupakan kebutuhan pokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemenuhan akan sarana transportasi saat ini merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Transportasi sendiri dikelompokkan menjadi jalur darat, laut, dan udara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa banyak di. sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa.

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa banyak di. sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada era reformasi ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dalam kerjasama di bidang jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha tersebut muncul karena banyak orang yang membutuhkannya. tetapi tidak mampu membeli mobil. Kemudian banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha tersebut muncul karena banyak orang yang membutuhkannya. tetapi tidak mampu membeli mobil. Kemudian banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu lain dan dengan itu membentuk kelompok manusia yang hidup bersama.

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR)

UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR) 119 UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR) Oleh: A. A. Pradnyaswari, S.H.,M.H. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Denpasar Abstract

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat !1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat melakukan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan dari orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dalam kehidupan masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa maupun Kota baik sebagai rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Dan Diajukan untuk melengkapi Tugas Tugas Dan Syarat Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA A. Tinjauan Perjanjian 1. Definisi Perjanjian Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasioanal merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Globalisasi mendorong perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 1.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis saat ini semakin berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, berbagai kegiatan dapat dilakukan oleh seseorang dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci