WAYANG SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN IN FORMAL DAN NON FORMAL Anak Agung Ngurah Sumantri (Pamong Belajar SKB Kota Denpasar)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WAYANG SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN IN FORMAL DAN NON FORMAL Anak Agung Ngurah Sumantri (Pamong Belajar SKB Kota Denpasar)"

Transkripsi

1 Edisi 7 ISSN : PEMBERDAYAAN PEREMPUAN TANI MELALUI PEGUATAN JARINGAN PEMBELAJARAN (Studi Kasus pada KSU Annisa Lombok) Dr. Safuri, M.Pd (Dosen STKIP Siliwangi Bandung) WAYANG SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN IN FORMAL DAN NON FORMAL Anak Agung Ngurah Sumantri (Pamong Belajar SKB Kota Denpasar) MENGEMAS SENI TRADISIONAL NTB UNTUK MEDIA KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN SOSIAL Dr. Kadri, M.Si ( Dosen Ilmu Komunikasi IAIN Mataram dan Akademisi BPPNFI Regional VII Mataram) PELATIHAN PENDIDIK PAUD DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (STUDI DI UPT SKB KLUNGKUNG) I Wayan Sudiadnyana, S.Pd (Pamong Belajar SKB Klungkung) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI NONFORMAL DAN INFORMAL BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMALDAN INFORMAL (BPPNFI) REGIONAL VII MATARAM TAHUN 2011

2 Edisi 7 Jurnal ISSN : Pengarah Rony Gunarso, M.M.Pd. Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab Khairuddin, SH. Redaktur Pelaksana Ahmad Bawazir, SH. Haryanto, M.Pd Dr. Kadri, M.Si Penyunting/Editor H. Rusli Nursalam H. Abdul Muis Desain Grafis dan Fotografi Doni Erfan Rieza Bayu Putra, ST Sekretariat Dewi Amalia, ST, MM Ahmad Hari Tamrin Indah Septia Perdana, SE Alamat Redaksi Jln. Gajah Mada No.173 Telp./Fax. (0370) / Kode Pos Mataram, bppnfi.reg7@gmail.com Website

3 PENGANTAR Suatu kebahagiaan tak ternilai bagi seluruh tim jurnal Aksa Sriti ketika telah merampungkan seluruh proses penerbitan jurnal ini, mulai dari upaya permintaan tulisan, pengeditan, penerbitan, hingga pendistribusian jurnal ini sehingga sampai di tangan pembaca. Kebahagian itu cukup beralasan di tengah kesibukan para kru jurnal menyelesaikan beragam tugas lainnya. Ternyata kami masih bisa mempertahankan eksistensi jurnal yang telah dirintis lebih dari tiga tahun silam ini. Sebagai wujud konsistensi pengelola jurnal untuk mempertahankan karakter jurnal Aksa Sriti sebagai jurnal berhaluan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI), kami sedapat mungkin berikhtiar maksimal untuk memuat seluruh tulisan yang terkait dengan bidang PAUDNI dengan beragam variasi tema di dalamnya. Tulisan yang dimuat dalam jurnal ini antara lain merupakan hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh pamong belajar yang ada di wilayah BPPNFI Regional VII, seperti tulisan I Wayan Sudiadayana dari SKB Klungkung tentang Pelatihan Pendidikan PAUD dengan Pendekatan Kontekstual dengan setting kasus di SKB nya sendiri. Tulisan Dr. Safuri, M.Pd, tentang hasil pengamatannya tentang praktek pemberdayaan perempuan tani melalui penguatan program pembelajaran, juga telah memberi warna pendidikan nonformal dan informal dari isi jurnal ini. Masih terkait dengan bidang PAUDNI, dua dari empat tulisan dalam jurnal ini mengupas eksistensi dan peran kesenian tradisional dalam pendidikan nonformal dan informal. Hal ini secara eksplisit diuraikan oleh Anak Agung Ngurah Sumatri dalam tulisannya berjudul Wayang sebagai media pendidikan informal dan nonformal dan dalam tulisan tentang Optimalisasi peran kesenian tradisonal NTB sebagai media komunikasi dan pendidikan sosial dari Dr. Kadri, M.Si. Jurnal ini telah memadukan antara ulasan hasil studi atau pengembangan dengan pokok-pokok pikiran (artikel populer) terkait dengan pengembangan PAUDNI ke depan, baik dari pamong maupun dari kalangan akademisi, dengan harapan semoga menjadi catatan berharga bagi setiap pembaca sehingga komitmen untuk terus mengembangkan PAUDNI makin terus terjaga dan selalu ditingkatkan. Selamat membaca... Mataram, Juni 2011 Pimpinan Redaksi/Penanggungjawab H. Khairuddin, SH. ii

4 J u r n a l A k s a S r i t i Edisi 7 DAFTAR ISI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN TANI MELALUI PEGUATAN JARINGAN PEMBELAJARAN (Studi Kasus pada KSU Annisa Lombok) hal 1-11 Dr. Safuri, M.Pd (Dosen STKIP Siliwangi Bandung) WAYANG SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN IN FORMAL DAN NON FORMAL hal Anak Agung Ngurah Sumantri (Pamong Belajar SKB Kota Denpasar) OPTIMALISASI PERAN KESENIAN TRADISIONAL NTB SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN SOSIAL hal Dr. Kadri, M.Si ( Dosen Ilmu Komunikasi IAIN Mataram dan Akademisi BPPNFI Regional VII Mataram) PELATIHAN PENDIDIK PAUD DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (STUDI DI UPT SKB KLUNGKUNG) hal I Wayan Sudiadnyana, S.Pd (Pamong Belajar SKB Klungkung) iii

5 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN TANI MELALUI PEGUATAN JARINGAN PEMBELAJARAN (Studi Kasus pada KSU Annisa Lombok) Oleh Dr. Safuri, M.Pd (Dosen STKIP Siliwangi Bandung) Abstrak : Kondisi factual Perempuan tani di Nusa Tenggara Barat dan di Indonesia pada umumnya adalah suatu kelompok masyarakat yang selama ini masih tergolong terbelakang dan rentan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan, baik secara ekonomi pendidikan, politik, budaya maupun sosial. Melalui Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa dengan dukungan UNESCO sejak Oktober 1999 yang telah melakukan upaya pemberdayaan perempuan tani melalui penguatan jaringan pembelajaran yang ada di masyarakat. Sebagai lokasi kegiatan program ini dilaksanakan di dusun Ketapang Orong desa Gegerung dan di dusun Montong Tangar desa Batu Kumbung. Kriteria penempatan program perempuan tani di dua desa tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain : (1) tingkat buta hurufnya tinggi, (2) tingkat pendapatannya rendah, (3) belum ada aliran listrik, (4) relatif terbelakang kehidupan sosial budayanya dan (5) tersedia sumber daya alam yang dapat dikembangkan bagi kegiatan usaha ekonomi produktif. Melalui program ini telah dirasakan manfaatnya mengikuti kegiatan belajar, antara lain mulai berani mengunjungi sarana kesahatan, dapat memahami pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan anggota keluarga serta lingkungan sekitarnya, memiliki keterampilan dalam membuat beberapa obat-obatan tradisional, mengenal makanan yang memiliki kandungan gizi yang diperlukan bagi tubuh, suami perempuan tani sudah mulai membantu kegiatan rumah tangga, walaupun demikian perempuan tani masih merasakan kesulitan dalam memasarkan produk yang dihasilkannya. Kata kunci : perempuan, pemberdayaan, jaringan, pembelajaran, Pendahuluan Perempuan tani di Nusa Tenggara Barat dan di Indonesia pada umumnya adalah suatu kelompok masyarakat yang selama ini masih tergolong terbelakang dan rentan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan, baik secara ekonomi, pendidikan, politik, budaya maupun sosial. Mencermati kondisi faktual tersebut salah satu lembaga swadaya masyarakat yaitu Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa dengan dukungan UNESCO sejak Oktober 1999 telah melakukan upaya pemberdayaan perempuan tani melalui penguatan jaringan pembelajaran yang ada di masyarakat. 1

6 Sebagai lokasi kegiatan program ini dilaksanakan di dusun Ketapang Orong desa Gegerung dan di dusun Montong Tangar desa Batu Kumbung. Tulisan ini merupakan hasil survey yang pernah dilakukan penulis untuk memperoleh informasi secara komprehensif mengenai perkembangan dan dampak program pemberdayaan perempuan tani melalui penguatan jaringan pembelajaran yang dilaksanakan KSU ANNISA. Gambaran Umum Lokasi Survey KSU adalah sebuah Koperasi perempuan yang beranggotakan perempuan golongan ekonomi menengah kebawah yang memiliki kegiatan usaha produktif maupun yang ingin melakukan usaha produktif yang berlandaskan kesetaraan dan kesejajaran gender untuk memberdayakan ekonomi masyarakat dalam rangka memerangi kemiskinan di Propinsi Nusa Tenggara Barat. KSU Annisa dirintis tahun 1984, saat itu terdapat tiga kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang terdiri dari 53 orang perempuan yang berada di kelurahan Karang Baru kec Mataran Kota Mataram. Kelompok ini keberadaannya cukup diminati, pada saat dilakukan survey anggotanya 325 orang yang tergabung kedalam 18 kelompok dan tersebar pada 3 kecamatan (Ampenan, Mataram, dan Cakranegara). KSU Annisa menjadi badan hukum sejak 18 Maret 1989 (Badan Hukum No.790a/BH/XXII). Jumlah anggota KSU Annisa tidak kurang dari orang, yang tergabung dalam 100 kelompok dan diantaranya termasuk 31 kelompok Pendidikan Fungsional yang tersebar di 15 Desa yang meliputi 9 Kecamatan. Selain itu KSU Annisa juga telah mendampingi 13 kelompok belajar pendidikan Fungsional dan 4 kelompok pra koperasi dan 1 koperasi binaan Plan International pada 4 desa di Lombok Timur, serta menghubungkan 242 kelompok lainnya dengan 7 BPR yang ada di Kota Mataram, Lombok Barat dan Lombok Tengah. Adapun jumlah asset yang dikelola berasal dari modal sendiri maupun dari simpanan anggota. Visi yang diusung KSU Annisa adalah tercapainya kesetaraan dan kesejahteraan hidup bagi penduduk wanita miskin di NTB. Adapun misinya adalah: 1) Membentuk sebuah Koperasi Wanita yang kuat, mandiri dan berlandaskan pada kesetaraan dan kesejajaran gender di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. 2) Menumbuhkan dan mengkritisi kesadaran masyarakat tentang manfaat dan pentingnya keberadaan Koperasi sebagai wadah pengembangan ekonomi yang memperhatikan nilai-nilai keterbukaan, demokrasi dan rasa saling tolong menolong. 3) Memfasilitasi beberapa koperasi dan LSM yang ada di NTB agar pengembangan ekonomi yang dilakukan berperspektif gender dan pengembangan program yang terintegrasi. 2

7 Bidang kegiatan KSU Annisa mencakup: (a) usaha (simpan pinjam dan perdagangan), (b) pengembangan masyarakat (pendidikan, latihan pendampingan, konsultasi usaha, study banding, magang dan dialog terbuka), (c) mendampingi kelompok binaan LSM lainnya dalam pengembangan koperasi dan pendidikan fungsional dan (d) advokasi melalui kerjasama dengan LSM-LSM lain dan pihak lainnya yang terkait. Kerjasama yang telah dilakukan KSU Annisa dalam mengembangkan programnya antara lain adalah dengan AWID Forum (1996), YASPPUK (1997), ALTRABAKU (1996), APIK (1996), KOALISI PEREMPUAN (1998), INKOWAN (1995), UNESCO (1999), Diknas, BPKB dan SKB. Aktivitas usaha anggota KSU Annisa tergolong pada kegiatan pertanian, perdagangan dan jasa. Misalnya agribisnis, peternakan, perikanan, warung makan, sayuran, bakso, kios, perbengkelan dan jasa jahit. Program pemberdayaan perempuan tani yang dilaksanakan KSU ANNISA kerjasama dengan UNESCO dilaksanakan di desa Batu Kumbung dan Gegerung Kecamatan Lingsar. Berikut ini dipaparkan profil kedua desa lokasi program. 1) Desa Batu Kumbung Desa Batu Kumbung memiliki tujuh dusun, sedangkan yang dijadikan lokasi program adalah dusun Montong Tangar, tepatnya di Sesaot dan Pekarangan. Jumlah penduduk Desa Batu Kumbung adalah 6036 orang, yang terdiri dari laki-laki 2904 orang dan perempuan 3132 orang. Tingkat pendidikan penduduk desa dapat digambarkan sebagai berikut. Pada saat dilakukan survey penduduk yang belum sekolah 785 orang, usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 1126 orang, tidak tamat SD 890 orang, tamat SD 2190 orang, tamat SLTP 97, tamat SLTA 421 orang dan PT 29 orang. Mata pencaharian pokok penduduk adalah sebagai petani 3226 orang, buruh tani 3478 orang, peternak 2716 orang, pengrajin 70 orang, pedagang 46 orang. Data ini masih perlu dilacak lebih lanjut karena data yang diperoleh tim diperoleh dari data sekunder. Hasil pertanian dari desa Batu Kumbung yang berupa buah-buahan misalnya rambutan, manggis dan pisang. Perkebunan tembakau juga terdapat di desa ini dengan luas 3,5 ha yang memproduksi 10 ton/ha atau 35 ton dari luas lahan yang ada. Sedangkan peternakan yang ada terdiri dari: sapi 973 ekor, babi 90 ekor, ayam 3860 ekor, kuda 19 ekor, dan kambing 80 ekor. Lahan perikanan yang ada kurang lebih 75 ha dengan rata-rata produksi 1 ton/ha. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mujair, lele dan karper. Potensi alam lain yang terdapat di desa adalah pasir dan batu apung. Sementara itu potensi air diperoleh dari air irigasi 4,30 M 2 /detik, mata air 2,10 M 2 /detik, sumber air minum dari mata air 5 unit (130 KK), sumur gali 73 umit (176 3

8 KK), sumur pompa 20 unit (136 KK), hidran umum17 unit (513 KK), pipa 2 unit (533 KK) dan sungai 5 unit (130 KK), dan sungai 5 aliran. 2) Desa Gegerung Jumlah penduduk Gegerung adalah 4221 orang dengan 1159 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki adalah 2020 orang dan perempuan 2201 orang. Pada saat awal diluncurkan program pemberdayaan perempuan tani ini tidak ada satupun dari penduduk desa yang pernah mengenyam pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Sementara yang tamat SLTA berjumlah 1 (satu) orang dan SLTP 10 (sepuluh) orang dan tamat SD berjumlah 200 orang dan sisanya yang hampir mendekati 500 (lima ratus) jiwa perempuan dan laki-laki dewasa adalah tidak tamat SD dan tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Sebagian besar dari mereka adalah kaum perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa di dusun Ketapang Orong kaum laki-laki jauh mendapat prioritas dalam hal pendidikan dibandingkan perempuan. Pada sisi lain tergambar juga betapa rendahnya perhatian para orang tua terhadap masalahmasalah pendidikan putra-putri mereka. Mata pencaharian sebagian besar penduduk di dusun ini adalah sebagai petani dimana ada 56 orang adalah petani yang memiliki lahan sendiri, 21 orang petani penggarap, 53 orang buruh tani, 15 orang peternak, 50 orang pengrajin, 19 orang pedagang dan 10 orang tukang dengan rata-rata pendapatan per hari berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,-. Kondisi masyarakat yang demikian terbelakang diperparah lagi dengan tidak adanya sumber air bersih. Masyarakat kebanyakan menggantungkan kebutuhan akan air untuk kebutuhan MCK (Mandi Cuci Kakus) mereka dari 3 (tiga) kali yang melintasi dusun ini, didusun ini hanya ada 11 buah WC atau jamban pribadi. Karena dusun Ketapang Orong ini berada pada daerah dataran tinggi maka masyarakat mendapat kesulitan untuk membangun sumur galian untuk mendapatkan air bersih. Dusun ini hanya memiliki 3 (tiga) buah sumur galian. Pada beberapa waktu yang lalu masyarakat dusun memiliki pipa air yang dialirkan dari sumber 3 (tiga) mata air yang berada di dalam hutan ditempat yang lebih tinggi namun karena musim hujan yang datang beberapa bulan terakhir membuat beberapa pipa yang dibangun masyarakat menjadi tersumbat dan ada beberapa saluran pipa yang putus. Masyarakat di dusun Ketapang Orong masih terpola pada nilai-nilai patrilineal (patriakhat) yang kental dimana laki-laki lebih memainkan peran dalam hubungan antara keluarga dengan kelembagaan masyarakat yang ada ini menyebabkan rendahnya peran perempuan dalam hal keterlibatan mereka pada organisasi masyarakat yang ada. Perempuan lebih banyak terlibat dalam urusan domestik rumah tangga dan hanya keluar sesekali waktu pada kegiatan posyandu. Didusun ini hampir tidak ditemukan adanya kelompok-kelompok atau organisasi 4

9 perempan walaupun hanya untuk sekedar arisan. Hal yang sangat memperihatinkan di dusun ini adalah masih tingginya angka perceraian dan angka perkawinan pada usia muda. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap rendahnya perhatian para orang tua terhadap anak-anak mereka. Dari beberapa sisi keterbelakangan di atas, ada beberapa catatan yang menggembirakan khususnya pada tatanan nilai sosial, ekonomi dan budaya yang masih kuat di pertahankan oleh masyarakat di dusun. Hal ini dapat dikatakan sebagai kearifan-kearifan lokal, diantaranya ngadas, besiru, banjar dan nyakapang. Ngadas adalah sebuah sistem bagi hasil yang khususnya ditujukan pada usaha-usaha peternakan. Sistem bagi hasil dialamatkan kepada sang pemilik dan individu yang menawarkan diri untuk memelihara ternak seperti sapi dan kambing. Besiru adalah suatu bentuk kerjasama yang memiliki lingkup yang lebih luas yaitu suatu upaya saling bantu antara satu individu dengan individu lainnya dengan menggunakan patokan waktu sebagai standar pembayaran atas bantuan tenaga yang sebelumnya diberikan oleh individu lainnya. Begae/bederep adalah suatu bentuk pengupahan atas suatu jasa atau tenaga yang diberikan oleh individu dengan memberikan sejumlah tertentu dari hasil panen yang telah dilakukan misalnya untuk panen kelapa para pemanjat kelapa mendapat porsi tertentu dari jumlah hasil kelapa panjatan yang mereka lakukan. Banjar adalah bentuk kekerabatan yang masih kuat di dusun ini khususnya pada saat masyarakat mengadakan acara-acara tertentu atau menghadapi kematian, perkawinan, dan acara-acara keagamaan lainnya. Nyakapang adalah bentuk kerjasama antara petani pemilik lahan dengan petani penggarap lahan dengan kontribusi masing-masing dan adanya kesepakatan dimuka yang dibuat untuk sistem bagi hasil atas suatu usaha pengolahan lahan untuk jangka waktu tertentu. Semua bentuk kearifan-kearifan lokal tidak selalu dilihat dari segi ekonomi walaupun sesungguhnya kental sebagai usaha ekonomi, tetapi lebih kental sebagai kegiatan usaha yang disemangati kekeluargaan. Pada kenyataannya ternyata sistem ini sangat kuat dalam membangun kekerabatan dan keakraban antara satu individu dengan individu yang lain. Pada sisi sosial budaya masyarakat di dusun ini memiliki khasanah cerita-cerita dan lagu-lagu rakyat yang sering di dendangkan manakala menemani anak-anak mereka tidur. Ini adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Potensi alam yang ada di desa adalah lahan yang diperuntukan untuk pekarangan seluas 166,180 ha, perkebunan 13,00 ha, persawahan seluas 82,06 ha, ladang atau tegalan seluas 8,00 ha, hutan seluas 18,00 ha dan lahan untuk keperluan yang lainlainnya seluas 11,95 ha. 5

10 Program Pemberdayaan Perempuan Tani Program pemberdayaan perempuan tani melalui penguataan jaringan pembelajaran di Desa Gegerung dan Batu Kumbung telah dirintis KSU Annisa sejak tahun Saat itu yang menjadi sasaran program adalah 30 orang di dusun Ketapang Orong Desa Gegerung dan 20 orang di dusun Pekarangan dan Sesaot Desa Batu Kumbung. Sebagai program rintisan pihak KSU meemukan sejumlah kendala, diantaranya pengkondisian warga belajar, masyarakat/keluarga dari warga belajar, tokoh-tokoh masyarakat, penyiapan motivator/fasilitator dan kader. Kriteria penempatan program perempuan tani di dua desa tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain : (1) tingkat buta hurufnya tinggi, (2) tingkat pendapatannya rendah, (3) belum ada aliran listrik, (4) relatif terbelakang kehidupan sosial budayanya dan (5) tersedia sumber daya alam yang dapat dikembangkan bagi kegiatan usaha ekonomi produktif. Proses partisipatif telah dilakukan KSU Annisa dalam kaitan menganalisis situasi dan kebutuhan belajar. Aspek-aspek kebutuhan belajar yang teridentifikasi antara lain yang berkenaan dengan: (1) baca tulis dan hitung, (2) pendidikan agama, (3) gender, (4) kesehatan, (5) lingkungan, (6) keterampilan produktif, dan (7) kehidupan keluarga. Materi pembelajaran yang dibelajarkan bagi warga belajar di dusun Pekarangan dan Sesaot (Montong Tangar Batu Kumbung) antara lain yang berkenaan pendidikan agama misalnya rukun Islam, cara bersuci, nama-nama 25 nabi, syarat syah puasa, hadas besar dan kecil serta salawat Nabi. Yang berkenaan dengan gender antara lain kekerasan terhadap perempuan, hak anak terhadap orang tua, kewajiban orangtua terhadap anak dan tugas suami-istri. Yang berkenaan dengan calistung antara lain membaca koran, membaca buku cerita, cara membuat surat, cara mengirim surat, menghitung dagangan, perkalian, ekonomi rumah tangga, menghitung rugi laba, membuat buku kas, nama-nama bulan Masehi, hari besar nasional dan cara menggunakan telepon. Yang berkenaan dengan bidang kesehatan misalnya tentang kebersihan pribadi, kesehatan keluarga dan lingkungan, berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Sedangkan keterampilan ekonomi produktif yang diajarkan misalnya membuat roti kukus, membuat naga sari pepaya, cake singkong, kacang telur dan membuat telur asin. Pada dusun Ketapang Orong desa Gegerung, materi yang dibelajarkan pada bidang agama misalnya doa bangun dan akan tidur, doa keluar masuk wc, cara berwudhu/ praktek, rukun Islam, syarat syah sembahyang dan shalawat nabi. Materi tentang gender misalnya tentang kekerasan terhadap istri dan kewajiban orangtua terhadap anak. Keterampilan produktif yang dibelajarkan misalnya cara menanam seledri, praktek membuat kripik talas, membuat dodol nangka, membuat telur asin 6

11 dan membuat putu ayu. Pengetahuan umum yang dibelajarnya misalnya hari besar nasional dan nama-nama bulan. Calistung yang dibelajarkan misalnya cara membuat cara membuat dan mengirim surat, membaca buku cerita, latihan membaca resep dokter, membaca koran, mengisi buku kas, menghitung belanja dan pendapatan, ekonomi rumah tangga (penghasilan dan pengeluaran), menghitung hutang, menghitung rugi laba. Bidang kesehatan yang dibelajarkan misalnya praktek meramu obat tradisional, berobat ke Puskesmas dan rumah sakit, merawat kehamilan, kebersihan pribadi/sehari-hari dan kebersihan lingkungan. Secara umum penyelenggaraan program dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: (1) tahap pertama disebut dengan tahap penumbuhan berlangsung antara 6 bulan s.d 1 tahun akan tetapi tergantung pada tingkat kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, bahasa Indonesia dan perkembangan tingkat pengetahuan lainnya; (2) tahap pengembangan 6-1 tahun dan (3) tahap pemandirian (penyapihan), tahapan ini untuk mempersiapkan warga belajar menuju kemandirian baik dari sisi membaca, menulis, berhitung, pengetahuan bahasa Indonesia dan perkembangan tingkat kesadaran kesehatan peserta dan kewirausahaan. Proses penyelenggaraan program dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) need assesment yaitu menggali kebutuhan belajar masyarakat, potensi pembelajaran yang ada (Calon Kader, tempat-tempat belajar, dll) need assesment ini dilakukan secara partisipatif oleh motivator KSU ANNISA bersama-sama masyarakat calon kelompok sasaran; (2) analisis kebutuhan; (3) penyiapan program pembelajaran; (4) pelatihan bagi para Kader selama satu minggu; (5) pelaksanaan program materi belajar dikelompokan terdiri dari kelompok materi keaksaraan (baca, tulis, hitung dan bahasa Indonesia), upaya peningkatan ekonomi dan praktek keterampilan, kesehatan (kesehatan diri, keluarga dan lingkungan), gender; agama (6) pemantauan dilakukan oleh motivator (KSU ANNISA) kepada Kader dan warga belajar pemantauan yang dilakukan oleh motivator KSU Annisa frekwensinya ditentukan oleh tahapan pembelajaran dengan kata lain setiap tahapan (penumbuhan, pengembangan dan penyapihan) frekwensinya tidak sama tetapi pemantauan minimal dilakukan satu bulan sekali, (7) tugas motivator (KSU ANNISA) dalam penyelenggaraan program adalah pengkoordinasian kader, menjadi fasilitator dalam pelatihan bagi kader, melakukan need assesment, analisis kebutuhan, penyiapan program dan bahan belajar, pelaksanaan program, pemantauan, evaluasi dan pelaporan; (8) tugas kader: mengajar, penyiapan bahan mengajar (membuat inventaris materi), pembinaan terhadap warga belajar, menyusun laporan bulanan baik yang terkait dengan pembelajaran maupun keuangan dilakukan setiap satu bulan sekali, dalam persiapan program terlibat dalam hal; melakukan need assesment, analisis kebutuhan, penyiapan program dan bahan belajar. 7

12 Evaluasi penyelenggaraan program yang dilakukan adalah: (1) proses evaluasi dilakukan sebulan sekali baik untuk materi membaca, menulis, berhitung; (2) evaluasi tahunan, setiap kegiatan evaluasi selalu menggunakan instrumen berupa soal, panduan wawancara dan observasi, hasilnya untuk memilah warga belajar sehingga pada setiap penyelenggaraan memiliki kelompok warga belajar dengan tingkatan/ kelas A, B dan C. Proses Pemeberdayaan Perempuan Tani Kelembagaan KSU Annisa telah melakukan upaya-upaya yang strategis dalam melakukan program perempuan tani. Tidak hanya karena mengemban visi dan misi bagi peningkatan keberdayaan perempuan tani, melainkan juga kebutuhan faktual di lapangan pada dua desa yang dijadikan pilot project. Pengurus dan tenaga lapangan pada KSU Annisa telah dimobilisasi untuk melaksanakan program ini. Beberapa kader telah dilahirkan untuk mendukung operasional program. Bahkan patut dicontoh upaya KSU Annisa untuk membangun jaringan dan lembaga donor lain selain UNESCO untuk keberhasilan program Multichannel Learning. Lembaga tersebut misalnya UNICEF, LIPI, Diknas dan Puskat. Tidak dapat disangkal bahwa dengan jumlah sasaran program yang tadinya terbatas (10 orang) perkelompok, setelah masyarakat melihat langsung manfaat mengikuti kegiatan pembelajaran di kelompok, jumlah warga belajar terus bertambah. Dipihak lain kondisi ini merupakan parameter keberhasilan program, tetapi justru pihak KSU Annisa dan fasilitator/motivator menjadi agak kewalahan dalam memberikan pelayanan pembelajaran. Pelayanan pembelajaran menjadi lebih kearah kuantifikasi, jumlah peserta yang makin besar, sementara warga belajar yang lama menjadi agak jenuh belajar. Karena orientasi belajarnya lebih menekankan pada keaksaraan sedangkan pada upaya peningkatan keterampilan usaha maupun peningkatan pendapatan menjadi kurang dikembangkan. KSU Annisa telah berupaya memberikan wawasan gender, kehidupan ekonomi, khsusnya melalui wadah koperasi, kesehatan, pendidikan dan kehidupan rumah tangga. Hal ini menjadi catatan positif dari kegiatan pemberdayaan perempuan tani. Penyadaran gender yang dilakukan kepada perempuan tani sebagi warga belajar antara lain berkenaan dengan akses dalam berorganisasi, keterlibatannya dalam kegiatan sosial, mendapatkan informasi, melakukan komunikasi dan lain-lain. Kasus kawin cerai relatif masih sangat tinggi khususnya di dusun Kerapang Orong sebagai akibat dari budaya patriarkhi dan penafsiran agama yang keliru, khususnya pada bagian yang membenarkan laki-laki untuk boleh mempunyai istri lebih dari satu. Disamping itu tingkat pendidikan perempuan relatif lebih rendah dibandingkan laki-laki. 8

13 Tingkat pendapatan masyarakat yang tergolong sangat rendah dengan ratarata pendapatan perkapita Rp ,- s.d. Rp ,- membuat kehidupan warga berada dalam ketidakberdayaan. Terbatasnya akses kepemilikan lahan baik lahan ladang maupun sawah dan terbatasnya sarana prasarana ekonomi serta kondisi topografi daerah yang berbulit-bukit khususnya di dusun Ketapang Orong tidak menguntungkan bagi tanaman semusim seperti padi dan palawija sehingga masyarakat hanya bergantung pada tanaman menahun yang berakibat pada terbatasnya penghasilan masyarakat untuk jangka waktu yang panjang. Masalah yang berkenaan dengan bidang kesehatan antara lain masih tingginya angka penderita penyakit menular seperti muntaber dan penyakit kulit. Sarana dan prasarana kesehatan yang terbatas, seperti kurangnya sarana MCK (Mandi Cuci Kakus), tidak adanya petugas kesehatan atau dukun terlatih. Masalah lainya adalah Masyarakat masih mempercayai mitos tentang tehnik pengobatan dan penyembuhan penyakit yang dipraktekan para dukun serta keterampilan dalam hal perawatan kehamilan dan pemeliharaan bayi bagi masyarakat desa masih sangat kurang. Perhatian para orang tua terhadap pendidikan putra-putri relatif kurang. Sebagian besar masyarakat terutama kaum perempuan hanya tamat SD, tidak tamat SD dan tidak pernah mengenyam pendidikan formal sama sekali. Dipihak lain masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan di kedua desa tersebut. Selain itu sarana prasarana pendidikan informal seperti tempat mengaji, mushola atau langgar juga masih terbatas. Rata-rata masyarakat baik laki-laki maupun perempuan mempunyai keterampilan yang masih sangat rendah khususnya keterampilan yang dibutuhkan untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Di pihak lain tidak tersedianya wadah dan tempat belajar yang memungkinkan bagi terasahnya keterampilan masyarakat.juga didukung oleh kemampuan tulis baca masyarakat yang masih terbatas. Walaupun program pemberdayaan perempuan tani ini sudah dilaksanakan masih dijumpai usia perkawinan dibawah usia 18 tahun. Perangkat desa dan unsur yang terlibat dalam proses perkawinan juga belum menjalankan peraturan dan tata cara perkawinan secara optimal. Tingginya angka perceraian khususnya di Dusun Ketapang orong antara lain disebabkan oleh system sosial yang tidak memberikan sanksi khusus bagi mereka yang melakukan perceraian. Bagi para istri yang di ceraikan kurang mendapatkan pembagaian harta gonogeni. Para suami yang melakukan perceraian tidak di kenakan sangsi untuk membayar mut ah bagi pelaksanaan perceraian. 9

14 Dampak Program Dampak program pemberdayaan perempuan tani jika dilihat dari peningkatan kecakapan keaksaraan terdapat perkembangan secara signifikan, baik dilihat dari kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga belajar sehigga secara keseluruhan warga belajar yang tadinya berada pada kelas C (kategori warga belajar yang tidak bisa baca, tulis dan hitung) meningkat menjadi kelas B (kategori warga belajar yang sudah mulai bisa baca, tulis dan hitung) dan A (kategori warga belajar yang sudah cakap baca, tulis dan hitung). Pada saat dilakukan survey masih ditemukan warga belajar yang baru bergabung kurang dari 6 bulan sehingga masih berada pada kelas C. Kecakapan warga belajar terhadap akses pelayanan kesehatan, mereka pada umumnya sudah berani meminta pelayanan yang memadai dari puskesmas, posyandu, ada penataan kesehatan lingkungan keluarga dan perawatan kebersihan diri dan anggota keluarga. Kesadaran agama nampak meningkat dengan indikator mulai menjalankan perintah agama. Demikian pula kesadaran tentang kesetaraan gender dan keterlibatannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan nampak dirasakan oleh warga desa. Pada kegiatan produksi, warga belajar telah memiliki sejumlah keterampilan pembuatan makanan jajanan, berkebun, berdagang dan kerajinan. Demikian pula kesadaran gotong royong meningkat. Simpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil survey antara lain adalah keberdayaan perempuan tani yang menjadi subyek pemberdayaan pada umumnya merasakan manfaatnya mengikuti kegiatan belajar, mulai berani mengunjungi sarana kesahatan, seperti Posyandu, Polindes dan Puskesmas, dapat memahami pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan anggota keluarga serta lingkungan sekitarnya, telah memiliki keterampilan dalam membuat beberapa obat-obatan tradisional, mengenal makanan yang memiliki kandungan gizi yang diperlukan bagi tubuh, suami perempuan tani sudah mulai membantu kegiatan rumah tangga, seperti mengambil air untuk keperluan masak dan minum serta merawat anak, sebagian dari warga belajar telah mulai memanfaatkan bantuan pinjaman modal dari KSU Annisa untuk belajar bisnis kecil-kecilan, misalnya membuka warung dan membuat kue/jajanan, dalam melakukan keiatan usaha, walaupun demikian perempuan tani masih merasakan kesulitan dalam memasarkan produk yang dihasilkannya. DAFTAR PUSTAKA Arif., S. (1998). Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan. Jakarta : CIDES. Borg, W.R. and Gall,M.D.(1983). Educational Research : An Introduction. New York : Longman. 10

15 Chamber, R.(1987). Pembangunan Desa : Mulai dari Belakang. Terjemahan Pepep Sudrajat. Jakarta : LP3ES. Cross,K.P.(1984). Adult As Learner. San Francisco : Jossey-Bass Publishers. Davies, I.K. (1986). Pengelolaan Belajar (terjemahan). Jakarta : CV.Rajawali. Havelock,G.R.(1975). The Change Agent s Guide to Innovation in Education. New Jersey : Educational Technology Publications. Juliantara,D.ed. (2000). Menggeser Pembangunan, Memperkuat Rakyat. Yogyakarta Manuwoto,S. (1996). Pembangunan dan Fenomena Kemiskinan : Kasus Profil Propinsi Riau.Jakarta : PT. Grasindo eville, B. et al. (1994). Qualitative Research in Adult Education. Underdale SA : University of South Australia. Porter, D.B.and Hernacki.M. (1999). Quantum Learning. Bandung : Kaifa. Russell,B.(1993). Pendidikan dan Tatanan Sosial (terjemahan). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Sarman,M.dan Sajogyo. (2000). Masalah Penanggulangan Kemiskinan : Refleksi Dari Kawasan Timur Indonesia. Jakarta : Puspa Swara. Sumodiningrat,G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Suwarsono dan So,A.Y.(1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta : LP3ES. 11

16 WAYANG SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN IN FORMAL DAN NON FORMAL Oleh Anak Agung Ngurah Sumantri (Pamong Belajar SKB Kota Denpasar) Abstraksi : Suatu media yang pernah pada masa lalu dipakai sebagai media pendidikan tentu bukanlah tabu kalau dimanfaatkan kembali sebagai media belajar masa kini dengan inovasi dan kreasi disesuaikan dengan kondisi pada masa kini. Tentunya media ini lebih dapat dikendalikan karena pengendalinya adalah seorang dalang yang secara fisik langsung berhadapan dengan sasaran didik. Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Ajaran moral yang terkandung dalam wayang merupakan kristalisasi sistem budaya yang pernah berlaku dalam perjalanan sejarah kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai moral menurut agama Hindu, Budha, Islam, dan juga pada peradaban Barat, semuanya diserap, kemudian diolah dan diromabak oleh para dalang dan diungkapkan berdasarkan kedewasaan jiwanya dengan menggunakan bahasa sastra yang menjadi kaidah seni pedalangan. Kata kunci : Media, Wayang, Seni, Moral. Latar belakang. Era globalisasi pada masa kini disertai dengan kemajuan teknologi terutama teknologi informasi (IT) seperti internet sangatlah luar biasa. Setiap orang dengan mudah memperoleh segala informasi dalam hitungan detik dalam sekali klik pada suatu tempat dan suatu wujud benda canggih yang bernama komputer. Apapun yang merupakan keduniawian apalagi buatan manusia termasuk kemajuan teknologi selalu diiringi dampak positif di satu sisi dan juga dampak negatif disisi lainnya. Ibaratkan mata uang antara sisi satu dan lainnya tak dapat dipisahkan. Berbagai informasi tersebut untuk menambah wawasan juga merupakan proses pendidikan baik formal, informal maupun nonformal. Sayangnya pemanfaat teknologi saat ini terutama IT sebagai media belajar pengetahuan tidak disertai suatu teknologi apakah itu suatu bentuk aplikasi yang bersifat memproteksi materi-materi atau sumber belajar yang bersifat negatif dan mempengaruhi moral para user dalam konteks ini adalah sasaran didik tentunya. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan menawarkan suatu alternatif media pendidikan yang nampaknya sudah ditinggalkan oleh generasi kini sebagai media pendidikan. Padahal dalam sejarahnya, media ini pernah menjadi sebuah media pendidikan terutama sebelum dikenalnya pendidikan formal seperti sekarang ini yakni pada masa Hindu-Budha dan juga masa penyebaran agama Islam terutama di Pulau Jawa oleh para Walisongo. 12

17 Suatu media yang pernah pada masa lalu dipakai sebagai media pendidikan tentu bukanlah tabu kalau dimanfaatkan kembali sebagai media belajar masa kini dengan inovasi dan kreasi disesuaikan dengan kondisi pada masa kini. Tentunya media ini lebih dapat dikendalikan karena pengendalinya adalah seorang dalang yang secara fisik langsung berhadapan dengan sasaran didik. Sehingga ada timbal balik saling mengawasi dan mengingantkan agar tidak keluar dari rel materi yang sarat dengan pesan moral dan sopan santun tata krama. Beda halnya jika media informasi elektronik-digital yang online dimana si penyumbang materi dari identitas ada yang misterius bahkan sebagian besar tidak dikenal karena nickname sehingga mereka dapat sesuka hatinya menyebarkan informasi yang secara moral tidak bertanggungjawab. Tulisan ini hanyalah sumbangan pemikiran dan ide dari penulis sebagai peneliti yang berharap banyak dapat menggugah para pendidik, institusi pendidik, serta mereka yang perduli dengan dunia pendidikan terutama tentunya produk pendidikan yang berkualitas dan yang lebih penting pendidikan moral yang akhir-akhir ini kian memprihatinkan. Media Belajar dalam Pendidikan Informal dan Nonformal Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir, menurut Gagne (dalam Sadiman, 2002: 6). Sedangkan menurut Brigs (dalam Sadiman, 2002: 6) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Jadi, media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2002: 6). Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005: menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diberikan, maka media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna. Wayang Kulit dan Asal Usulnya Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni 13

18 peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabadabad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia. Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahliahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India. 14

19 Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain. Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan ( ), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung ( ), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri ( ). Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawayang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang. Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine- Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987. Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewayangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakangerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah ceritacerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan. 15

20 Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem. Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa. Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo. Wayang Sebagai Warisan Budaya Apabila wayang akan difungsikan sebagai sarana pendidikan, baik informal maupun nonformal, kita perlu memahami dan menyadari benar bahwa wayang memang memiliki keunggulan tertentu. Wayang sarat dengan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan acuan sikap dan perilaku serta sebagai tuntunan hidup dunia akhirat. Wayang adalah karya seni yang diciptakan oleh para empu dengan landasan pengabdian jiwa secara total. Wayang mengandung berbagai cabang seni yang terpadu dalam bentuk seni pertunjukan, meliputi seni drama, seni sastra, seni gerak/tari, seni karawitan, seni kriya dll. Bagi para empu karya seni secara lahiriah merupakan tujuan berkarya, sedangkan secara rohaniah berkarya merupakan wahana untuk mendekatkan jiwanya dengan Sang Maha Pencipta, karena keindahan yang sempurna hanya ada pada-nya. Dengan sikap demikian itulah dimungkinkan terciptanya berbagai bentuk karya seni yang adiluhung dan dikenal sebagai seni klasik. Betapapun dewasa ini telah berkembang kreativitas di bidang seni pedalangan dikalangan para seniman muda, namun masih banyak unsur karya seni klasik yang tetap bertahan. Antara lain perangkat wayang kulitnya, tata panggungnya, gendinggending karawitan sulukan. Antara lain perangkat wayang kulitnya, tata 16

21 panggungnya, gending-gending karawitan sulukan, dodogan dan keprakan, janturan, bahasa pedalangannya dll. Tetap dilestarikan dengan mengalami penggarapan baru menurut citarasa seniman yang mengolahnya. Sejauh para seniman generasi muda masih bersikap menghargai seni pedalangan klasik wayang akan tetap dapat mengemban fungsinya sebagai tontonan dan tuntunan. Sebaliknya kalau dalam pengembangan kreativitasnya semata-mata hanya bertujuan komersial untuk memenuhi selera penonton yang kurang apresiatif terhadap karya seni adiluhung maka fungsi utama wayang sebagai sarana penserahan jiwa akan terkikis. Dan pergelaran wayangpun lalu menjadi sarana hiburan murahan sebagai pelengkap acara hura-hura semata-mata. Dewasa ini meskipun wayang sudah banyak mengalami perombakan yang justru mendatangkan mutu seninya, namun masih belum terlambat untuk dijadikan sarana pendidikan, dengan mengutamakan kandungan nilai-nilai moral dalam bentuk sanggit garapan yang bisa mempesona dan menyentuh rasa para penontonnya. Pada hakekatnya nilai moral itu bersifat universal dan abadi, hanya cara pengungkapannya dapat beranekaragam. Wayang Sebagai Ajaran Moral Ajaran moral yang terkandung dalam wayang merupakan kristalisasi sistem budaya yang pernah berlaku dalam perjalanan sejarah kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai moral menurut agama Hindu, Budha, Islam, dan juga pada peradaban Barat, semuanya diserap, kemudian diolah dan diromabak oleh para dalang dan diungkapkan berdasarkan kedewasaan jiwanya dengan menggunakan bahasa sastra yang menjadi kaidah seni pedalangan. Sedemikian seksama dan indahnya pengungkapan gubahan itu sampai tidak dapat dikenali lagi darimana sumbernya. Apabila pengungkapan ajaran moral dalam pergelaran wayang itu menggunakan bahasa Bali misalnya, maka bagi penonton masyarakat Bali tidak lagi jelas sumbernya, apakah dari ajaran Hindu, Budha, Islam atau dari sumber peradaban Barat karena semuanya sudah luluh menjadi satu sistem nilai budaya. Nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, kesetiakawanan, kesucian, keikhlasan berkorban, kepahlawanan dll, dalam pergelaran wayang diungkapkan sebagai nilai universal. Itulah sebabnya pergelaran wayang purwa yang paling populer di kalangan masyarakat Bali dapat dinikmati oleh semua golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan agama, suku, kedudukan sosial dll. Dalam pergelaran wayang banyak ajaran moral yang diungkapkan oleh para dalang yang bersumber dari karya sastra yang pada hakikatnya pada masa silam adalah implementasi dari ajaran Agama Hindu. Memang sejak jaman dahulu antara para dalang dengan para sastrawan atau pujangga telah terjalin pengaruh secara timbal balik. Banyak sastrawan yang mengembangkan karya sastranya dari sumber cerita wayang atau lakon yang dipergelarkan oleh dalang. Sebaliknya dalang juga banyak yang menyanggit cerita atau lakon yang dipergelarkan dengan memanfaatkan sumber dari karya para sastrawan atau pujangga. 17

22 Baik dalang maupun sastrawan tentu mendambakan agar karyanya dapat dinikmati oleh khalayak penonton atau pembacanya. Selain kedua karya seni itu dapat memberikan rasa kepuasan dalam menikmati keindahannya, juga dapat menjadi sarana pencerahan jiwa. Dalam kitab kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Raja Airlangga abad ke-11 sang pujangga pada bagian akhir gubahannya mengungkapkan harapannya agar setelah selesai membaca karyanya, si pembaca diharapkan menjadi jernih hatinya, bagaikan kesucian hati seorang pendeta. Demikian pula sehabis menonton pergelaran wayang semalam suntuk, si penonton diharapkan mengalami pencerahan jiwa bagi pengembangan kepribadiannya berkat ajaran moral yang dijalin rapi dan lembut dalam garapan sanggit sang dalang, sehingga penonton tidak merasa digurui sama sekali. Nilai moral yang terjalin dalam sanggit cerita, sehingga penonton tidak merasa digurui sama sekali. Nilai moral yang terjalin dalam sanggit cerita ki dalang akan menjadi bahan renungan bagi para penonton dan merupakan kenikmatan tersendiri. Dengan demikian pergelaran wayang benar-benar bisa menjadi tuntunan hidup. Disinilah letaknya fungsi wayang sebagai sarana pendidikan moral yang universal sifatnya. Semakin teballah keyakinan kita bahwa wayang sebagai warisan budaya leluhur memang perlu dilestarikan dan dikembangkan sebagai karya seni adiluhung. Peran Wayang Sebagai Media Pendidikan Informal dan Nonformal Wayang telah tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat kita selama berabad-abad. Tradisi wayang diwariskan dari generasi kepada generasi penerusnya secara lisan, dalam format pendidikan informal dan nonformal. Lembaga pendidikan yang bersifat formal dalam bentuk pengajaran di sekolah dengan kurikulum dan sistem pengukuran kecakapan, baru ada pada jaman pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan sekolah-sekolah mulai dari sekolah rakyat sampai pada lembaga perguruan tinggi, dan selanjutnya setelah kita merdeka pendidikan formal tetap dilestarikan dan dikembangkan sampai sekarang. Seni pedalanganpun juga diajarkan di lembaga pendidikan seni. Di jaman kebudayaan etnis Bali masih homogen dan masyarakat. Tiap keluarga Bali hampir dapat dikatakan semua menjadi pendukung budaya wayang. Anak-anak sejak kecil gemar melihat pergelaran wayang, dan biasanya memilih duduk di samping kotak di sisi dalang sampai tidur-tidur. Dan sekali-sekali terbangun jika adegan yang ditampilkan merupakan tontonan yang menarik minatnya. Anak-anak, terutama yang laki-laki ada yang punya koleksi wayang mainan, terbuat dari kertas karton. Sesekali dia mencoba mendalang dengan wayang mainannya itu, menirukan dalang yang sering disaksikan pada pergelaran wayang sebenarnya. Begitulah anak-anak belajar mendalang dengan caranya sendiri sebagai bentuk pengajaran yang sifatnya informal. 18

23 Di dalam rumah sering dijumpai gambar tokoh-tokoh wayang tertentu yang menjadi favoritnya sebagai hiasan dinding. Bagi anak-anak situasi rumah yang terhias dengan tokoh-tokoh wayang itu lalu menjadikan mereka akrab dengan wayang. Mereka juga bisa memahami cerita dalang dalam bahasa Bali meskipun gaya bahasanya termasuk gaya klasik yang khusus untuk pergelaran wayang. Dalam hal tatakrama di lingkungan keluarga juga terpelihara dengan baik sehingga anakanak dengan sendirinya mudah menentukan sikap, perilaku dan tutur bahasanya sebagai kaidah-kaidah yang berlaku dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Lingkungan keluarga sebagai lembaga sosiaslisasi pendidikan moral secara nonformal bagi anak-anak di masa lampau cukup kuat dan efektif. Di lingkungan sekolah ada guru yang memanfaatkan cerita wayang sebagai pendidikan budi pekerti dengan pengantar bahasa daerah. Di lingkungan keluargapun orang tua yang menggemari wayang sering menuturkan cerita wayang kepada anak-anaknya dalam rangka pembentukan watak dengan contoh teladan yang baik-baik dari dunia pewayangan. Kesamaan pola pendidikan di sekolah dan di rumah itu memudahkan anak didik untuk mengikuti kaidah sosial dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat yang menjadi lingkungannya. Bahkan dimanapun warga masyarakat itu berada, sejauh masih di lingkungan budaya etnis, akan dijumpai pola perilaku dan adat sopan santun yang homogen. Wayang sebagai sarana pendidikan nonformal sering tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan masyarakat sendiri. Dalang disuatu daerah yang tergolong laris biasanya memiliki perangkat wayang dan gamelan. Para tetangga yang menaruh minat untuk belajar mendalang atau menabuh gamelan datang ke rumahnya pada waktu senggang di malam hari sebagai selingan setelah bekarja berat pada siang harinya. Bagi anakanak biasanya hari latihan ditetapkan pada hari minggu atau hari libur, agar tidak terganggu pejalarannya. Bila sang dalang mempunyai anak laki-laki seorang atau lebih, biasanya sejak kecil sudah tertanam bakatnya untuk mengikuti jejak ayahnya menjadi dalang. Kesempatan belajar mendalang bagi para anak dalang cukup longgar dengan bantuan dan bimbingan para nayaga kelompok ayahnya yang memiliki pengetahuan mendalang yang cukup memadai. Proses belajar mendalang bagi nak-anak dalang biasanya berlangsung dengan lancar, karena didukung oleh sarana dan kondisi lingkungannya. Wayang Sebagai Sarana Pendidikan Yang Efektif Kita menyadari benar betapa berat tugas para dalang dewasa ini sebagai tokoh pendidik masyarakat (masayarakat Informal dan NonFormal). Banyak kendala yang dialami ketika mempergelarkan wayang. Berbagai reaksi yang bernada mencemoohkan dari penonton sering dirasakan mengganggu konsentrasi pergelarannya. Sewaktu mendalang dengan gaya klasik untuk menampilkan seni adiluhung sering dianggap oleh kalangan generasi muda kurang dinamis, kuno, dan kurang mengikuti perkembangan modern serta selera penonton remaja sebagai tuntunan jaman. Penonton wayang telah dimanjakan oleh kesenian pop dan hiburan 19

24 murahan, yang hanya mengutamakan kegembiraan sesaat dan kepuasan lahiriah, tanpa ada kedalaman nilai-nilai yang sebenarnya dapat meningkatkan kedewasaan kepribadiannya. Pergelaran wayangpun lalu dijadikan ajang penampilan hiburan nyanyi dan lawak, bahkan tidak jarang dengan menampilkan penari yang bergoyang pinggul untuk merangsang birahi penonton. Sangat sulit bagi dalang untuk mempertahankan keadiluhungan seni pedalangan, bahkan sebaliknya banyak yang terpaksa memenuhi pesan sponsor dengan melayani selera yang menaggap dan masyarakat penonton setempat dan pergelaran wayang menjadi arena pesta hura-hura tanpa ada bobot seni dan ungkapan nilai-nilai luhur. Jika tidak dapat memenuhi selera yang menanggap maka akan tersumbat atau terkurangilah pendapatan atau matapencariannya yang pokok sebagai seorang dalang. Untunglah bahwa pada dewasa ini masih ada sejumlah dalang yang berpendirian kuat untuk tetap memahami kaidah-kaidah seni pedalangan sebagai seni klasik. Di lain pihak juga banyak kelompok masyarakat yang lama-lama bosan dengan pergelaran wayang yang hanya merupakan pesta hura-hura tanpa bobot seni pewayangan. Mereka kembali mendambakan pergelaran klasik dan ingin mendengarkan ajaran-ajaran yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tersanggit dalam cerita wayang yang dipergelarkan dalang. Ternyata dambaan para pecinta wayang pada pergelaran klasik dapat terpenuhi oleh sejumlah dalang yang sependirian dengan para pecinta wayang tadi. Dalang dapat bersikap tegas untuk mempertahankan keadiluhungan wayang dan mencegah berbagai unsur negatif yang timbul dari selera murahan sebagian penonton. Kalau sikap tegas ini dipertahankan terus, masyarakat penontonpun akan terbina kembali untuk menikmati pergelaran wayang gaya klasik. Pergelaran wayang dapat memenuhi fungsinya sebagai tontonan dan sekaligus tuntunan hidup yang bermartabat bagi masyarakat. Selanjutnya wayang tetap diharapkan oleh penggemarnya sebagai karya seni adiluhung. Akan sangat disayangkan apabila seni klasik itu sampai rusak oleh unsur-unsur hiburan yang tidak bermutu dan yang sebenarnya berada di luar seni pedalangan. Ada lagi jenis pergelaran wayang yang sudah memasyarakat sejak lama dan masih tetap marak sampai sekarang yaitu yang disebut pakeliran padat. Waktu pergelaran tidak perlu semalam suntuk, cukup membutuhkan waktu sekitar satu atau dua jam saja. Meskipun singkat waktunya tetapi dapat menampilkan satu lakon utuh yang menuntut penonton untuk mengikutinya dengan cermat. Terlewat sedikit saja bagian dari pakeliran padat penonton akan ketinggalan alur ceritanya. Bukan saja pertunjukan wayangnya yang digarap padat tetapi juga semua garapan yang mendukungnya, meliputi suluk, janturan, narasi, dialog dan juga gending-gending karawitan yang mengiringinya. Dengan demikian pakeliran padat tidak mungkin dipergelarkan tanpa persiapan yang matang dan memerlukan latihan berkali-kali untuk menjaga kekompakan semua komponen yang tercakup di dalam pakeliran padat tersebut. 20

25 Dengan kepadatan garapan yang dipusatkan pada cerita atau lakon secara ensensial itu tidak ada lagi waktu untuk diisi dengan materi lain yang berada di luar konteks pakeliran padat. Jadi benar-benar dituntut bentuk garapan seni yang bermutu dan muatan pesan yang benar-benar berbobot. Dalam pakeliran padat juga dimungkinkan garapan baru dengan menggunakan unsur-unsur teknologi modern, namun tetap perlu dijaga keserasiannya dengan unsur-unsur klasik. Kaidah-kaidah konvensional pergelaran gaya klasik dalam pakeliran padat dapat digarap agak bebas namun tidak menyimpang dari tuntutan mutu seni pedalangannya. Pertunjukkan wayang Ceng Blong adalah salah satu contoh pakeliran padat yang unsur-unsurnya banyak yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konvensional wayang klasik, namun ternyata dapat mempesona penonton dari kalangan generasi muda yang tidak akrab lagi dengan pergelaran wayang. Tatacahaya yang marak dan bervariasi menggunakan system penatacahaya modern dan serta sound system berbasis teknologi canggih menghidupkan suasana adegan yang sedang ditampilkan menjadi daya pesona bagi penonton. Sisipan kumpulan sinden dan tak jaran berkolaborasi dengan penari serta pelawak yang dijalin sebagai pengisi alur cerita, berseling dengan adegan wayang kulitnya, merupakan penyegaran baru bagi pentas wayang. Apalagi dalangnya menyisipkan hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa yang actual sehingga dapat lebih komunikatif dengan penonton generasi muda yang tidak lagi memahami bahasa sansekerta. Juga bagi penonton yang non-bali pakeliran wayang joblar dapat mejembatani minatnya dengan dunia pewayangan. Ditinjau dari pihak penyelenggaraan pergelaran juga jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyelenggaraan wayang semalam suntuk. Pesan moral yang disampaikan lebih terpusat dan efektif. Sayangnya gaya pakeliran padat ini masih sangat jarang dijumpai dalam kegiatan berkesenian di kalangan masyarakat. Selama ini penonton umum masih lebih senang menyaksikan pergelaran wayang semalam suntuk dengan selingan hiburan ringan bergaya hura-hura. Sebenarnya bila dikaji lebih seksama banyak jenis pergelaran wayang klasik, baik wayang kulit, wayang beber, ataupun wayang orang, yang cukup berpotensi untuk diaktualisasikan dengan garapan baru yang sesuai dengan masyarakat masa kini yang sudah tergolong modern. Hanya untuk memperoleh hasil yang memadai kiranya diperlukan seniman-seniman kreatif yang berpandangan luas dan matang dalam berolah seni penuh jiwa inovatif. Itu semua sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan. Siapa menduga bahwa gending Puspawarna yang klasik Bali dapat digarap dalam proyek Megalitikum Quantum, bukan saja untuk konsumsi bangsa sendiri tetapi juga oleh pecinta musik di seluruh dunia, bahkan untuk konsumsi ruang angkasa luar. Dalam memenuhi tugas dalang sebagai pendidik masyarakat dalang perlu memiliki kepekaan terhadap berbagai unsur yang menjadi kendalanya. Di samping itu dalang juga harus pandai memanfaatkan faktor-faktor yang dapat menunjang upayanya agar tugas pendidikan moral masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. 21

26 Tugas yang mulia ini tentunya tidak hanya berlaku bagi dalang wayang kulit tradisional Bali saja, tetapi juga bagi semua dalang untuk semua jenis pertunjukan wayang yang ada di Indonesia. Peran Dalang Sama Seperti Guru Anak-anak lain yang bukan keluarga dalang ada juga yang berminat menjadi dalang. Maka yang ditempuh adalah sistem nyantrik. Ia tinggal di rumah dalang yang dipilih sebagai guru pembimbingnya. Ia diperlakukan sebagai anggota keluarga dan pembantu pekerjaan rumah tangga gurunya. Kemanapaun gurunya pergi bersama rombongan untuk memenuhi tanggapan, si cantrik selalu ikut dan membantu mengangkut wayang dan gamelan. Di tempat pergelaran ia juga membantu menata panggung lengkap dengan gamelannya. Pada setiap kesempatan seperti itu si cantrik sempat menekuni gaya pedalangan gurunya. Di rumah ia dengan tekun berlatih sendiri meningkatkan ketrampilan mendalang, dan biasanya dibantu oleh orang dewasa yang sudah bisa mendalang, sehingga proses pembelajaran mendalang berlangsung lebih lancar. Setelah agak mahir biasanya si cantrik diberi kesempatan oleh gurunya untuk mempergelarkan wayang pada siang hari, atau jika pada waktu malam ketika sedang ada tanggapan bagi gurunya, ia biasa disuruh tampil di panggung, namun sebatas pada bagian awal, sampai seberapa jauh kemampuan yang dicapai. Dan bila sang guru selanjutnya menilai bahwa anak didiknya sudah cukup mahir maka lalu diijinkan untuk mandiri dan menerima tanggapan serta tampil sebagai dalang profesional. Banyak warga masyarakat tergolong kaya dan menjadi penggemar berat pada seni pedalangan. Untuk menyalurkan kecintaannya pada seni pedalangan lalu memberi seperangkat wayang dan gamelan. Selanjutnya mendirikan sanggar dengan peserta didik yang terdiri dari warga lingkungan, pada usia anak-anak dan juga dewasa. Jika di lingkungannya ada yang ternyata sudah bisa mendalang walaupun belum mahir benar dilibatkan sebagai pengurus sanggar. Cukup banyak sanggarsanggar yang dikelola dengan baik. Terbukti dari banyaknya peserta didik yang mengikuti latihan mendalang, dan biasanya ada beberapa di antaranya yang memiliki bakat sehingga proses pembelajarannya juga menjadi lebih cepat. Ada sanggar yang memberikan kesempatan kepada anggotanya dengan Cuma- Cuma karena semua keperluan sudah dipenuhi oleh pemilik sanggar. Apabila kalau anak-anak yang menjadi peserta didik sanggar tidak mampu membayar iuran karena orang tuanya berpenghasilan rendah. Asalkan para peserta didik mau belajar dengan tekun dan bergairah untuk nantinya bisa berhasil memiliki ketrampilan mendalang meskipun tidak sampai menjadi dalang professional. Bagaimanapun kondisi sanggar dalam hal pembeayaan, asal saja telah disiapkan perlengkapan latihan berupa wayang dan gamelan, berikut pelatihan pedalangan dan tenaga karawitan yang biasanya terdiri dari warga kampung di lingkungan tsb. proses pembelajaran akan bisa berlangsung dengan baik. 22

27 Pada umumnya sanggar mengutamakan ketrampilan dan kemahiran mendalang dengan cara menirukan segala gerak dan yang diucapkan gurunya sebisabisanya. Namun ada pula yang berlatih sendiri dengan menyimak pergelaran wayang yang sempat disaksikan. Untuk memperlancar proses belajarnya tidak jarang peserta didik yang menggunakan kaset rekaman pergelaran wayang kulit dari tokoh dalang kondang. Dengan cara inipun hasilnya cukup lumayan, namun masih harus mendapat bimbingan langsung dari sang guru, terutama dalam hal sabetan wayang caking pakeliran yang memerlukan contoh dari pelatihannya, kecuali jika ada alat audio visual berupa video yang sangat membantu melihat ketrampilam. Aspek-aspek lain seperti filsafat wayang, filsafat seni, bahasan nilai-nilai dan ajaran moral, dll biasanya, tidak menjadi perhatian sanggar walaupun aneka pengetahuan tsb sangat menunjang kemahiran seorang calon dalang. Materi yang diajarkan pada tiap sanggar secara garis besarnya ada keseragaman, dan biasanya ada buku tuntunan pedalangan tertentu yang dipilih sebagai patokan pengajaran. Dalam berbagai hal tiap sanggar mempunyai kekhasan yang tidak dijumpai di sanggar lain. Sampai sekarang memang tiap sanggar bebas mengatur sistem pengajarannya sendiri. Pelajaran Mendalang Sebagai Program Ekstrakurikuler Beberapa sekolah menyelenggarakan pelajaran mendalang sebagai program ekstrakurikuler dan merupakan pendidikan dalam format informal. Di antara peserta didik ada yang berhasil mencapai taraf kemahiran tertentu, namun biasanya masih harus dibantu dengan kegiatan pembelajaran di luar sekolah di bawah bimbingan pelatihan pedalangan dalam format informal. Dengan kemahiran tertentu itu peserta didik dalang sudah bisa diberi kesempatan untuk menggelarkan wayang dalam durasi waktu yang pendek dan materi pergelaran yang dikemas ringkas, disesuaikan dengan tingkat usianya. Biasanya peserta didik-peserta didik lainnya juga ikut terpacu untuk lebih giat belajar sampai taraf seperti yang dicapai oleh temannya yang sudah berhasil tadi. Kendala yang dialami oleh sanggar-sanggar biasanya masalah kurang disiplinnya para peserta didik berlatih, dan banyak yang tidak mencapai tahap kemahiran, lalu meninggalkan sanggar karena tidak memiliki waktu longgar untuk berlatih, atau mungkin sudah merasa jenuh sebelum mencapai taraf kemahiran tertentu. Mungkin karena lambannya pelaksanaan latihan, materi yang diajarkan kurang bervariasi. Atau peserta didiknya terlalu banyak, sehingga untuk mendapatkan giliran maju di depan kelir terlalu lama menunggu. Dalam hal ini pengurus sanggar perlu peka terhadap sikap dan perhatian tiap peserta didiknya sehingga rasa kejenuhan peserta didik dapat teratasi. 23

28 Pertunjukan Wayang Sebagai Media Syiar Ajaran Moral dan Budi Pekerti Salah satu tujuan tulisan ini adalah mengembalikan konsep pertunjukan wayang sebagai bagian dari seni syiar akan nilai-nilai ajaran budi pekerti yang merupakan bagian integral dari pelajaran tentang moral, etika dan estetika yang diharapkan akan menciptakan nuansa pergaulan masyarakat yang lebih baik di masa-masa mendatang. Mengingat tujuan tersebut dapat dibayangkan betapa beratnya tugas dan fungsi dalang dewasa ini untuk menunjang pendidikan moral masyarakat melalui jalur nonformal karena parahnya krisis yang dialami oleh masyarakat kita sekarang. Krisis terberat yang melanda kehidupan masyarakat kita dewasa ini adalah krisis moral. Orang tua banyak yang menyatakan kecemasannya terhadap akhlak para remaja yang sudah tidak mengindahkan sopan santun pergaulan, kurang menghargai dan menghormati orang tua. Tatakrama yang berlaku di lingkungan keluarga di masa lampau sudah terabaikan oleh anak-anak remaja masa kini. Di kalangan para pelajar sering terjadi tawuran antar sekolah sehingga sangat mengganggu pelajaran teman-temannya yang tidak ikuta terlibat dalam tawuran itu. Di luar sekolah sering terjadi kerusuhan yang sangat mengganggu ketenangan dan ketenteraman hidup masyarakat, bahkan sering terjadi peristiwa yang membayangkan dan menelan korban jiwa. Perampokan, pembunuhan, penjarahan dan penodongan di tempat-tempat ramai semuanya menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan para remaja pada khususnya. Setiap hari kriminalitas ditayangkan lewat siaran televisi yang menunjukkan secara nyata betapa parahnya krisis moral yang dialami oleh masyarakat kita dewasa ini. Semakin terasa beratnya beban para orang tua dan para guru selaku pendidik lewat jalur informal dan nonformal. Juga para dalang yang mengembangkan tugas untuk menyebarkan ajaran yang mengandung nilai-nilai moral lewat jalur nonformal, sungguh bukan pekerjaan yang ringan. Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya kritis moral. Masyarakat kita yang semula hidup dalam lingkungan budaya agraris dengan cepatnya berubah berkembang menuju ke masyarakat yang berpola budaya industri. Hampir semua lapangan kerja menjadi lahan untuk bekerja secara ekonomis, artinya tiap kerja menuntut imbalan upah yang sesuai dengan besarnya jasa yang diberikan. Namun dalam kenyataannya imbalan jasa yang diterima oleh para pekerja itu jauh di bawah kewajiban, sehingga tidak cukup untuk menjamin kehidupan keluarganya yang layak. Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin semakin besar. Hal ini mengakibatkan meningkatkan kriminalitas yang sangat mengganggu ketentraman sosial. Karena setiap pekerjaan dinilai dengan uang maka kegiatan sosial yang semula didasarkan pada kerukunan warga dengan semangat bergotongroyong sedikit demi sedikit menjadi terkikis. Sikap dan sifat warga masyarakat lalu menjadi sangat individualistis. Orang baru mau bekerja bila ada imbalan upah. Akibatnya 24

29 makin suburlah sikap materialistis dalam kehidupan masyarakat kita, bahkan sampai melanda jaringan kehidupan di lingkungan keluarga. Masyarakat di masa lampau hubungan kekerabatan masih luas, bahkan kerabat yang jauhpun masih dirasakan erat kaitannya, dan saling tolong menolong bila ada anggota keluarga yang memerlukan bantuan. Tetapi sekarang sikap demikian sangat jarang dijumpai dalam lingkungan keluarga. Dan biasanya yang disebut keluarga hanyalah terbatas pada keluarga inti saja, yaitu orang tua dengan anak-anaknya. Di luar itu dianggap tidak menjadi tanggung Balibnya, dan masingmasing keluarga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga intinya sendiri. Lebih-lebih dengan sulitnya mencari nafkah pada masa sekarang menyebabkan hubungan kekeluargaan di luar keluarga inti semakin renggang. Anjuran para tokoh masyarakat dan tokoh agama setiap berdharma wacana agar kerukunan keluarga wajib senantiasa dibina kiranya sudah tidak lagi menyentuh hati untuk melaksanakannya. Juga para dalang yang ikut serta dalam mengakrabkan hubungan silaturahmi antar anggota kerabat hanya terbatas ketika ada pergelaran wayang dimana anggota keluarga bisa saling bertemu, namun sesudah pulang ke rumah masing-masing lepaslah ikatannya dan kembali dengan urusan keluarganya sendiri. Simpulan Pada masa Hindu-Budha atau Pra Islam sampai ke masa Islam di Indonesia, media wayang memeliki peranan yang strategis dan efektif sebagai media pembelajaran. Di masa-masa yang silam wayang adalah pertunjukan yang sangat menarik dan sangat diminati serta selalu dinanti-nanti pertunjukannya oleh masyarakat. Dan dalam pertunjukkan inilah diselipi ajaran-ajaran moral serta tata karma sopan santun yang disarikan dari ajaran Agama masa itu. Bahkan pada masa penyebaran agama Islam, para Walisongo dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Jawa memanfaatkan media wayang ini sebagai media syiar penyebaran ajaran Agamanya. Oleh karena itu peranan wayang sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran dalam proses belajar mengajar di lembaga informal dan nonformal sangatlah menarik, tentu disertai kreatifitas dalam penyampaian ki dalang sebagai guru serta selalu berinovasi dalam pertunjukkan agar sesuai dengan zaman sekarang sehingga pertunjukkan wayang sebagai media pendidikan tidak membosankan dan semakin menarik. Memang jika kurang hati-hati pertunjuukan wayang yang dikreasikan serta diinovasikan dapat menjadi blunder karena justru bukan pesan pendidikannya yang baik (bermoral penuh tata karma sopan santun) yang ditonjolkan tapi justru terjebak pada sisi hiburannya yang lebih diutamakan. Bahkan dieksploitasi sehingga tanpa sadar justru berdampak pada pengaruh negative bagi sasaran didiknya. 25

30 DAFTAR PUSTAKA Bambang Murtiyoso, Pertumbuhan & Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang Surakarta. Citra Etnika. Bambang Murtiyoso, Fungsi dan Peran pagelaran Wayang Purwa bagi Pendidikan Budi Pekerti, makalah dipaparkan pada Seminar Laku BudayaII, tanggal 2 dan 3 Februari Geertz, Clifford, The Religion of Java. Chicago and London: The University of Chicago Press. Hazim Amir, Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Holt, Clair Art in Indonesia. Community and Change. Ithaca. Kanthi Waluyo, Peranan Dalang dalam Menyampaikan Pesan Pembangunan. Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika Dep. Penerangan RI. Mulder, Niels, Kepribadian Bali dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Sal Murgiyanto, Mencermati Seni Pertunjukan I Perpektif Kebudayaan, Ritual, Hukum. Surakarta. 26

31 OPTIMALISASI PERAN KESENIAN TRADISIONAL NTB SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN SOSIAL Oleh: Dr. Kadri, M.Si (Dosen Ilmu Komunikasi IAIN Mataram dan Akademisi BPPNFI Reg.VII Mataram) ABSTRAK: Eksistensi seni tradisional sering kali tereduksi oleh kehadiran beragam jenis seni modern yang akhir-akhir ini membius selera generasi muda. Fenomena inilah yang antaralain terjadi dengan beberapa jenis seni tradisional di provinsi Nusa Tenggara Barat. Padahal banyak nilai-nilai bermakna yang bisa dimanfaatkan dari seni tradisional tersebut bagi media komunikasi dan pendidikan sosial. Diperlukan upaya pembinaan dan sosialisasi maksimal agar seni tradisional menjadi hiburan pilihan publik sehingga keberadaanya dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi dan pendidikan sosial, dengan cara memasukkan pesan pendidikan di dalamnya. Hal ini dapat dijadikan oleh instansi pemerintah dan lembaga pendidikan nonformal dan informal untuk menyebarluaskan informasi dan menyampaikan materi pelajarannya. Dengan demikian, publik tidak hanya disuguhi aspek hiburan semata, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai yang informatif dan edukatif. Lebih dari itu, upaya pemanfaatan seni tradisional NTB sebagai media komunikasi dan pendidikan sosial juga dapat dijadikan sebagai upaya pelestaraian seni tradisional dari cengkraman seni kontemporer. Kata Kunci: Seni Tradisional NTB, Media Komunikasi, Pendidikan Sosial Latar Belakang Keragaman seni dan budaya merupakan salah satu karakter bangsa Indonesia yang membedakannya dengan negara lain. Keragaman ini sekaligus menjadi kekayaan bangsa yang tak ternilai, untuk dilestarikan dan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya. Sungguh banyak nilai dan pelajaran yang dapat diambil dari setiap seni dan budaya tradisional untuk dijadikan sebagai referensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun ekspektasi ideal tersebut di atas harus berhadapan dengan kecenderungan memudarnya seni dan budaya tradisional di setiap daerah. Seni dan budaya tradisional yang selama ini menjadi kebanggaan, kini tidak banyak lagi dikenal oleh generasi muda. Pada saat bersamaan mereka (generasi muda) tidak bisa melepaskan diri dari serangan budaya global yang terus menerpa. Sehingga tidak heran bila anak-anak lebih banyak mengenal nilai dan budaya asing ketimbang seni dan budaya sendiri. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pewarisan seni-budaya tradisional menjadi tugas yang tidak mudah di tengah semakin terbukannya akses 27

32 masyarakat untuk mempelajari seni dan budaya asing lewat kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Memang, upaya pelestarian dan penanaman kencintaan public (terutama generasi muda) terhadap seni dan budaya tradisional menjadi tugas awal yang mesti direalisasikan, sebelum berbicara tentang pemanfaatan seni tradisional sebagai media komunikasi sosial. Selama ini seni dan budaya tradisional masih dimaknai sebatas karya seni pemuas naluri estetika setiap orang, sehingga belum banyak yang berpikir pemanfaatan hal tersebut sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan social baik oleh pemerintah kepada publik secara vertical maupun secara horizontal di antara masyarakat. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang didiami oleh tiga etnik mayoritas (Sasak, Samawa, dan Mbojo) serta etnik-etnik lainnya, memiliki seni dan budaya tradisional yang beragam. Di sisi lain, karakter geografis NTB yang kepulauan dan terdiri dari wilayah yang masih jauh dari pusat ibu kota provinsi dan kabupaten, mengharuskan pemerintah daerah untuk menggunakan media komunikasi yang beragam, di antaranya menjadikan seni tradisional sebagai media komunikasi sosial. Eksistensi Seni Tradisional di tengah Media Modern Tidak mudah untuk mempertahankan eksistensi seni tradisional di tengah membanjirnya seni dan budaya global. Kondisi ini diperparah lagi dengan minimnya perhatian pemerintah untuk melestarikan seni dan budaya tradisional setiap daerah, meskipun belakangan mulai terlihat adanya perhatian pemerintah daerah, bersamaan dengan giatnya kampanye pariwisata di provinsi dan kabupaten yang ada di NTB. Namun harus diakui bahwa eksistensi seni dan budaya tradisional di NTB mengalami reduksi. Beberapa seni dan budaya tradisional yang selama ini menjadi produk dan pernah dihidupkan oleh rakyat Bumi Gora, saat ini sangat susah ditemukan. Budaya Gantao (sejenis permainan bela diri pencak silat yang melibatkan dua orang lelaki Bima dengan memperagakan adegan saling serang menggunakan kaki dan tangan untuk saling banting. Permainan ini diiringi dengan alunan musik tradisional Mbojo) yang pernah semarak di Bima (suku Mbojo) misalnya kini sangat jarang lagi dipentaskan dalam setiap pesta budaya di Bima. Generasi muda pun tidak lagi menjadikan seni tradisional ini sebagai karya dan seni yang disenangi. Prosesi pernikahan dengan adat Mbojo pun sudah mulai disederhanakan dan mengikuti prosesi budaya modern. Satu-satunya yang masih tertinggal adalah gaung penganten yang menggunakan adat Mbojo. Belum lagi kita berbicara tentang cagar dan bangunan budaya, yang baru mendapat perhatian beberapa tahun terakhir. Rumah-rumah tradisional Bima seperti rumah panggung bukan lagi menjadi 28

33 kebanggaan. Pada puluhan tahun silam, rumah panggung masih menjadi kebanggaan, dan bahkan menjadi mahar favorit yang disediakan oleh penganten pria. Kini keluarga baru sudah senang dengan rumah-rumah berarsitek modern. Bahkan orang tua pun tengah melakukan upaya pemudaran rumah panggung untuk diganti dengan rumah modern. Kecenderungan yang tidak terlalu beda juga terjadi di Sumbawa (suku Samawa), dan juga di komunitas Sasak. Rumah adat yang berjenis rumah panggung dan kayu bukan lagi menjadi rumah favorit. Dalam konteks seni tradisional juga mengalami reduksi peminat. Seni tradisional Sasak seperti Teater Cepung dan Teater Cupak Gerantang misalnya saat ini tidak lagi menjadi seni teater yang masif digandrungi. Banyak faktor yang menyebabkan fenomena pereduksian seni budaya tradisional terjadi. Salah satunya adalah pengaruh kehidupan global yang dimotori oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pengaruh ini terutama melanda generasi muda. Kemudahan mengakses informasi berkontribusi bagi entengnya mereka (generasi muda) untuk mengkonsumsi seni budaya apa saja dengan dukungan visualisasi dan audio mutakhir. Belum lagi kita berbicara tentang wajah televisi dan media massa kita (Indonesia). Sebagian besar acara dan isi tayangan media massa kita cenderung hedonis, dengan mempraktekkan dan mengajarkan gaya hidup bergelimang kemewahan dengan asesoris modern yang jauh dari identitas tradisional. Sangat susah ditemukan acara atau tayangan media massa tentang seni tradisional daerah tertentu. Pemanfaatan seni dan budaya tradisional yang minim tidak hanya dilakukan oleh rakyat atau media massa, tetapi juga oleh pemerintah. Dalam beberapa kebijakannya, pemerintah belum optimal mengupayakan pelestarian dan pengembangan seni tradisional. Sebagai contoh, belum banyak setiap pemerintah daerah yang ada di NTB mengadakan atraksi dan kompetisi seni dan budaya tradisional di tingkat pelajar. Kota Mataram mungkin dapat dikecualikan dalam generalisasi ini, meskipun apa yang dilakukan pemerintah kota Mataram belum maksimal. Di samping itu, pemerintah juga belum bisa mengoptimalkan eksistensi seni dan budaya tradisional sebagai media komunikasi sosial. Pemerintah daerah lebih senang menggunakan media modern seperti televisi, radio, surat kabar, dan baliho sebagai sarana kampanye program atau kampanye publik (public campaign). Selama ini sangat susat terlihat (untuk mengatakan tidak pernah) seni tradisional 29

34 dimanfaatkan sebagai sarana publikasi dan penyampai informasi pembangunan dan sosial lainnya dari pemerintah. Ketika pemerintah menjadikan seni tradisional sebagai media komunikasi sosial tentu akan memberikan keuntungan ganda, yakni melestarikan seni budaya tradisional sekaligus membantu kesuksesan program yang dilaksanakan. Di samping itu, pemerintah juga harus memanfaatkan amanah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yang antara lain menganjurkan untuk mengakomodir sepuluh porsen (10% porsen) siaran berkonten lokal bagi televisi berjaringan nasional, dengan cara mendorong pegiat media dan penyiaran yang ada di NTB untuk menyiapkan paket seni buya tradisional untuk ditayangkan di media nasional. Momentum ini dapat dimanfaatkan sebagai wadah yang baik untuk mengkampanyekan atau mensosialisasikan seni dan budaya tradisional setiap daerah, sekaligus untuk mengimbangi serangan budaya global yang kian mengancam. Kita masih memiliki harapan karena proses reduksi seni budaya tradisional tidak berlangsung secara radikal (tidak menjadi gerakkan anti budaya tradisional secara massal). Ini berarti kita masih memiliki sisa-sisa ruang dan waktu untuk merevitalisasi seni tradisional di benak publik. Secara pelan tapi pasti setiap kalangan (pemerintah, pengusaha, dan masyarakat pada umumnya) harus membangun tekad yang sama untuk menjadikan seni dan budaya tradisional sebagai media komunikasi sosial sekaligus sebagai perekat ikatan sosial di antara warga seetnik dan se-bangsa. Ketika hal ini dapat diwujudkan maka sedahsat apapun serangan informasi dan media global, tidak akan mampu menggoyahkan kecintaan anak bangsa terhadap seni dan budayanya sendiri. Efektifitas Komunikasi dan Pendidikan Melalui Seni Tradisional Salah satu ukuran efektif dan tidaknya komunikasi adalah ketika apa yang dimaksudkan oleh pengirim pesan, sama dengan apa yang dipahami oleh penerima pesan. Di samping itu, faktor media yang digunakan juga turut berkontribusi menciptakan komunikasi yang efektif. Ketepatan memilih media komunikasi dan kelihaian mengemas tampilan media yang telah dipilih merupakan kunci keefektifan komunikasi yang dilakukan. Komunikasi dalam konteks ini harus dimaknai secara luas, yang tidak hanya sebatas komunikasi verbal tetapi juga yang nonverbal. Dengan pemaknaan yang luas seperti ini, maka dalam konteks seni dan budaya tradisional, komunikasi tidak hanya dimaknai dalam konteks seni pertujukan dan nyayian serta musik yang berbasis verbal, tetapi juga menyangkut seni dan budaya yang berdimensi nonverbal. Oleh karena itu, segala produk dan wujud seni mesti dimaknai sebagai bentuk pesan yang memiliki makna tersendiri. 30

35 Suatu pesan akan diterima dengan baik antara lain ketika pesan tersebut memenuhi empat unsur, yakni; (1) pesan tersebut mendapat perhatian (Attention) sasaran pesan; (2) menarik perhatian (interest) yang menerimanya; (3) berkeinginan (desire) untuk menerimannya; (4) diambil keputusan (decide) untuk menerimannya; dan (5) dilaksanakan (action) sesuai dengan isi pesan. Apabila mengikuti alur komunikasi atau proses transfer pesan seperti di atas, maka prasyarat awal yang harus dilakukan dalam rangka menjadikan seni tradisional sebagai media komunikasi yang efektif (komunikatif) adalah bagaimana menjadikan atau mengemas seni tradisional sebagai suatu karya seni yang diperhatikan atau diminati oleh masyarakat agar mereka tertarik. Upaya ini penting ketika hendak menyelipkan pesan-pesan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan sosial dan pembangunan yang akan melibatkan partisipasi publik untuk mensukseskannya. Suatu hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjadikan seni tradisional sebagai suatu kebutuhan setiap individu. Ketika hal ini dapat diwujudkan maka proses transfer pesan sosial lewat seni tradisional menjadi relatif mudah. Dalam asumsi dasar teori uses and gratifications (Lihat, Effendy, 2000) dikatakan bahwa penggunaan media yang dilakukan oleh seseorang bergantung kebutuhan dan ketertarikannya terhadap suatu pesan yang ditawarkan. Ketika seni tradisional telah diminati masyarakat dan dikemas secara menarik, tentu saja hal tersebut akan membuat seni tradisional dapat dengan mudah berperan sebagai media komunikasi sosial yang menjadi pilihan publik. Oleh beberapa pakar komunikasi, pada umumnya tradisi komunikasi orang Indonesia menggunakan jenis komunikasi konteks tinggi, yakni cara berkomunikasi yang berbelit-belit, berputar-putar atau gaya komunikasi yang tidak simpel dan tidak langsung pada point dan sasaran utama. Kebanyakan orang Indonesia senang dengan gaya bertutur melalui proses panjang menuju sasaran. Tradisi komunikasi seperti ini lebih relevan dengan karakter seni tradisional yang ada (khususnya di NTB). Teaterteater tradisional seperti teater Cepung, Teater Cupak Gerantang (yang berasal dari suku Sasak), atau Teater Sakeco dan musik berpantun Bakelong (yang berasal dari suku Samawa) merupakan bentuk seni tradisional yang berkarakter dialogis dengan durasi waktu yang relatif lama. Esensi pesan yang terkandung di dalamnya pun tidak bisa diperoleh secara instan. Seni tradisional merupakan ikatan emosional yang dapat dijadikan sebagai perekat komunikasi sosial di antara masyarakat. Ikatan emosional atas persamaan sosial dan budaya menjadi faktor penting dalam kesuksesan komunikasi manusia. Salah satu prinsip komunikasi disebutkan bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi (Mulyana, 2002). Prinsip komunikasi ini semakin mempertegas bahwa komunikasi yang efektif tidak terlepas dari adanya 31

36 kesamaan nilai sosial dan budaya. Seni tradisional merupakan salah satu ikon kesamaan yang bisa menyatukan setiap perbedaan personal. Ketika ikon ini dapat dikemas dengan sebaik-baiknya menjadi media komunikasi sosial, maka proses transfer pesan lewat seni tradisional menjadi lebih efektif. Kesamaan sosial dan budaya bukan hanya dalam konteks kesamaan nilai dan seni yang dimiliki tetapi juga kesamaan latarbelakang etnik dan suku dari setiap peserta (orang yang terlibat dalam) komunikasi. Artinya, ketika orang yang ber-etnik sama membicarakan persoalan yang sama lewat media komunikasi yang sama, maka ada jaminan bahwa komunikasi tersebut akan berlangsung secara efektif, dan akan menghasilkan sesuatu yang lebih kontributif. Upaya yang sama juga bisa dilakukan untuk menjadikan media seni tradisonal sebagai media pendidikan sosial. Artinya saat mengkomunikasi media tradisional, dapat diselipi dengan pesan-pesan pendidikan. Bhkan menurut penulis, cara ini lebih efektif untuk memberikan pelajaran sosial kepada masyarakat. Menjadikan Seni Tradisional NTB sebagai Media Komunikasi dan Pendidikan Sosial Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, bahwa langkah awal yang harus dilakukan untuk menjadian seni tradisional NTB sebagai media komunikasi sosial yang efektif adalah dengan menjadikan hal tersebut sebagai hiburan atau karya seni yang digandrungi publik. Membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk merevitalisasi eksistensi seni tradisional di tengah tantangan global yang multi bentuk. Dibutuhkan kemasan yang serius dengan dukungan maksimal dari semua kalangan untuk mengkampanyekan atau mensosialisasikan seni tradisional agar mendapat tempat di hati rakyat. Hal yang lebih penting lagi adalah bagaimana menanamkan kencintaan terhadap seni dan budaya tradisional sejak usia dini. Usia dini merupakan waktu yang tepat untuk penanaman nilai dan tradisi tertentu dengan harapan akan membekas dan turut mewarnai aktivitasnya di masa yang akan datang. Penanaman nilai dan kecintaan terhadap seni tradisional dapat dilakukan lewat berbagai cara. Dua di antaranya adalah lewat pendidikan nonformal dan formal. Setiap momen apapun harus dimanfaatkan untuk mensosialisasikan seni tradisional. Hal yang sama dapat dilakukan di pendidikan formal dengan cara mereformasi kebijakan dan kurikulum Pendidikan SD sampai SMA. Kurikulum tentang seni dan budaya tradisional harus mendapat perhatian maksimal sebagai langkah akademik untuk menanamkan nilai dan kearifan lokal pada diri setiap anak. Permainan-permainan anak di PAUD dan TK harus direkonstruksi. Selama ini, anak kita banyak disuguhi dengan permainan modern yang tidak jelas asal usulnya, nyanyian-nyanyian yang tidak terlalu mendidik dan 32

37 minim muatan lokal. Saatnya alat permainan edukatif (APE) lebih banyak menyuguhkan permainan dari bahan lokal dan bermuatan nilai lokal. Event-event seni budaya tradisional harus terus digalakkan di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah, agar anak cinta produk lokal, karya sendiri, dan seni serta budaya tradisional. Komitmen yang tinggi untuk menjadikan seni tradisional NTB sebagai media komunikasi sosial tidak cukup sampai penanaman kesadaran mencintainya. Proses penanaman kecintaan ini harus terus berjalan (tanpa terikat dengan waktu dan ruang), sambil mengambil upaya serius untuk mengemas seni tradisional yang ada agar menjadi produk atau karya yang diminati. Untuk kebutuhan optimalisasi performance seperti inilah, diperlukan identifikasi menyeluruh terhadap karya dan jenis seni tradisional yang ada. Proses identifikasi ini penting terutama untuk menentukan strategi pemanfaatan seni tradisional yang ada secara tepat dan efesien sehingga bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan yang diinginkan. Bendasarkan identifikasi sederhana terhadap seni tradisional di NTB, maka dapat dibagi dua jenis seni tradisional dalam konteks penggunaannya sebagai media komunikasi sosial, yakni: Pertama, seni tradisional yang dapat dijadikan sebagai media penghimpun massa. Yang dimaksud dengan kategori seni tradisional yang pertama ini adalah semua seni tradisional yang yang tidak berkarakter penyampai pesan secara langsung. Pada umumnya yang termasuk dalam kategori ini adalah karya seni non drama/teater, seperti musik tradisional, pergelaran pertunjukan tradisional, dan berbagai tari tradisional di provinsi NTB. Seni tradisional berkarakter seperti ini sangat berpotensi untuk mengumpulkan massa yang lebih banyak, apalagi bila dikemas dan dimodifikasi semenarik mungkin. Momen berkumpulnya massa itulah yang dapat dimanfaatkan oleh siapapun untuk menyelipkan agenda-agenda tambahan terutama dalam menyampaikan pesan tertentu sesuai kebutuhan. Di samping itu, dalam pergelaran seni tari juga dapat dimodifikasi sehingga dapat lebih komunikatif, dalam artian tidak hanya pesan nonverbal lewat gerakan anggota badan tetapi juga bisa dengan membuat improvisasi musik pengiring dengan lagu-lagu sarat pesan tertentu. Dalam seni tradisional Bima seperti Biola misalnya dapat diselipkan irama lagu perpantun yang mengandung pesan-pesan sosial tertentu. Selama ini dalam penghamatan saya, lirik lagu biola di Bima lebih banyak didominasi oleh lirik asmara dan percintaan. Tentu saja untuk mewujudkan hal ini membutuhkan sentuhan ide dan tangan kreatif seniman di setiap daerah, tanpa menghilangkan nilai historis dari setiap karya seni yang ada. 33

38 Kedua, seni tradisional yang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai media komunikasi sosial. Seni tradisional dalam kategori kedua ini adalah semua seni tradisional yang berbasis drama dan teater, seperti: a. Teater Cepung. Teater ini merupakan teater klasik yang berasal dari etnik Sasak, yang muncul tidak lama setelah penulisan lontar Tutur Monyeh oleh Jero Mihran, yakni sekitar tahun 1850-an. Peran teater cepung di tengah masyarakat Sasak menyangkut berbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial, dan agama, karena lontar Tutur Monyeh sebagai sumber teater Cepung yang berisi tentang nilai, yaitu pendidikan moral, kritik sosial, ritual, dan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Sasak (Alfarisi, 2010). b. Teater Sakeco. Teater ini adalah karya seni tradisional yang berasal dari suku Samawa, berisi tentang dialog komedi berpantun yang diiringi dengan alat musik tradisional seperti gendang dan rebana Kedua jenis teater di atas merupaka dua karya seni berbasis drama/teater yang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai media komunikasi sosial. Alur cerita yang ada dalam teater tersebut sangat mungkin untuk dimodifikasi dan diselipi dengan pesan-pesan tertentu yang penuh makna. Namun lagi-lagi, eksistensi kedua teater tersebut akan lebih bermakna sebagai media yang komunikatif ketika keduanya telah digandrungi oleh masyarakat. Sayang hingga saat ini, keberadaan keduanya tidak seperti saat awal keberadaannya. Karakter wilayah NTB dengan tingkat konflik sosial yang relatif masih tinggi, sangat tepat untuk menjadikan seni tradisional seperti teater dan drama sebagai media komunikasinya. Sebagai bentuk apresiasi seni, teater dan drama memiliki posisi strategis dan dapat berperan sebagai forum penghilang ketegangan dan pencair perbedaan, apalagi aktor yang terlibat dalam teater itu adalah seluruh representasi masyarakat yang ada. Saya sangat tertarik dengan upaya yang dilakukan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Eropa yang merekrut beberapa pelajar di wilayah konflik di NTB untuk diajarkan atau dilatih drama bertema perdamaian/persamaan yang akan dipentaskan di depan saudara dan orang tua mereka. LSM ternama tersebut sadar benar bahwa karya seni seperti drama dan teater menjadi wadah yang efektif untuk menyampaikan pesan bermakna. Simpulan Gambaran panjang lebar di atas semakin mempertegas betapa pentingnya seni tradisional daerah NTB sebagai media komunikasi dan pendidikan sosial. Atas dasar kesadaran itulah dibutuhkan upaya serius semua kalangan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi kemasan seni tradisional agar dapat dimanfaatkan sebagai media yang komunikatif dalam menyampaikan pesan sosial tertentu dalam kerangka 34

39 pendidikan masyarakat. Sosialisasi dan penanaman kesadaran berbudaya dan mencintai seni tradisional sendiri merupakan langkah awal yang baik menuju efektifitasnya pemanfaatan seni tradisional NTB sebagai media komunikasi dan pendidikan sosial. Lebih dari itu, pemerintah daerah harus memberi apresiasi (dukungan) yang serius untuk menyediakan fasilitas seni dan budaya sebagai wadah dan ruang ekspresi publik sekaligus sebagai benteng pelestarian budaya lokal. DAFTAR PUSTAKA Alfarisi, Salman, 2010, Teater Cepung Lombok (Kajian Tekstual Seni Pertunjukan). Tesis. Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bhakti Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda 35

40 PELATIHAN PENDIDIK PAUD DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (STUDI DI UPT SKB KLUNGKUNG) Oleh I Wayan Sudiadnyana,S.Pd (Pamong Belajar SKB Klungkung) Abstraksi : Semakin masyarakat berkembang maju, maka kebutuhan akan pendidikan akan semakin meningkat dan bervariasi. Pengembangan program jalur Non formal dan Informal tentunya perlu terus diupayakan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa sesungguhnya. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transper pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam mendukung pendekatan kontektual Pendidik dituntut untuk banyak membaca dan mencermati masalah aktual di masyarakat, di sisi lain, pendidik juga terus berusaha mengenali pesertanya, baik dari segi budaya, keluarga, social, adat dan pekerjaan dan lingkungan di mana peserta tinggal, dengan siapa ia bergaul. Kata Kunci : Pembelajaran, Kontekstual, Hubungan, Pengalaman Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat (Empowerment of Community) sebagai sebuah proses dalam rangka memberikan daya atau dengan kata lain mendayagunakan seseorang, kelompok atau lembaga telah banyak dilakukan baik sebagai upaya yang disusun secara terprogram sebagai program nasional maupun yang secara alamiah dikembangkan sendiri oleh masyarakat di daerah. Sebagai sebuah proses transfomasi serta interaksi dari berbagai pihak baik secara perorangan maupun antar kelompok diharapkan dapat memberikan suatu dampak yang dapat saling menguntungkan, menumbuhkan, meningkatkan, memperkuat yang pada akhirnya dapat menambah nilai daya secara potensial baik secara pribadi, kelompok maupun lembaga yang dapat diarahkan sebagai sebuah energi dalam upaya pencapaian tujuan. Semakin masyarakat berkembang maju, maka kebutuhan akan pendidikan akan semakin meningkat dan bervariasi. Menurut Kuntoro (2001) pendidikan bukan saja bertujuan untuk mempersiapkan anak dan pemuda memasuki dunia kerja, pendidikan juga dibutuhkan masyarakat dewasa untuk peningkatan pengembangan diri atau kwalitas hidup yang dilakukan secara simultan dengan aktifitas kerja dalam kehidupannya. Dalam kondisi seperti ini aktivitas pendidikan atau belajar dituntut untuk berjalan seumur hidup. Urgennya masalah pemberdayaan masyarakat merupakan hal mendasar yang melatar belakangi konsep misi bangsa Indonesia seperti yang sudah tercantum 36

41 dalam GBHN (2004) menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat dan seluruh ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah, koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pada akhirnya misi tersebut memunculkan ranting pemikiran yang berwadah pada wujud sebuah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam mewujudkan misi tersebut yakni dengan upaya Memberdayakan masyarakat dengan mempersiapkan program pemberdayaan bagi masyarakat melalui berbagai program yang bervariasi. Pendidikan non formal dan Informal sebagai salah satu cabang utama dari sistim pedidikan yang dilaksanakan di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dan bertanggung jawab dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Tentunya pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata namun juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan keluarga, sehingga guna menyikapi hal tersebut di atas maka perlu sinergisme antara ketiga komponen tersebut yaitu pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Pengembangan program jalur Non formal dan Informal tentunya perlu terus diupayakan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan, sebab dengan tingginya jumlah penduduk yang membutuhkan pendidikan di jalur ini tentunya akan berbanding lurus dengan kuantitas program yang dibutuhkan, artinya masih diperlukan banyak pengembangan program pendidikan non formal sehingga dapat menyentuh kebutuhan masyarakat banyak. Sesuai dengan pendapat yang disampaiakan oleh Watson dan Katz (1991) bahwa program belajar harus menjawab kebutuhan belajar masyarakat sehingga mereka merupakan bagian yang lebih besar. Disinilah peran pendidik Paud menjadi sangat penting karena fungsinya sebagai pelaksanan pembelajaran yang langsung berhubungan pada peserta didik Pendidik Paud yang memiliki kompetensi baik sangat dimungkinkan dapat membawa perjalanan program menjadi lebih baik pula serta sebaliknya, sehingga upaya meningkatkan kompetensi Pendidik Paud sebagai pelaksana pembelajaran dilapangan perlu mendapat perhatian untuk terus ditingkatkan kwalitasnya. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sesuai dengan SK Mendikbud No. 023/0/1997 Merupakan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan Belajar Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga, mempunyai tugas melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program berdasarkan kebijakan teknis Ditjen Pendidikan Luar Sekolah. Pendidik Paud adalah tenaga kependidikan yang menjadi pelaksana, pembelajaran dan ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut yang berhadapat langsug dengan anak-anak. Pada kenyataannya tidak sedikit hambatan, tangtangan dan 37

42 kendala yang dialaminya, baik yang diakibatkan oleh keterbatasan pengalaman, Rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya disiplin kerja maupun sitem lainnya. Permasalahan ini belum sepenuhnya mendapatkan penanganan yang sungguhsungguh, sehingga berpengaruh terhadap kinerja Pendidik Paud itu sendiri maupun Tenaga Kependidikan secara keseluruhan. Selama ini UPT SKB Klungkung telah melaksanakan berbagai upaya dengan meningkatkan PTK PAUD salah satunya melalui pelatihan, namun SKB Klungkung belum memiliki pola pelatihan yang efektif dalam meningkatkan kwalitas PTK PAUD. Pendekatan kontekstual dipilih dalam pelatihan ini karena dalam kegiatan pembelajaran/pelatihan penatar (narasumber) akan dibantu untuk mengaitkan materi yang dipelajari (content) dengan situasi dunia nyata (context) yang mendorong mendorong peserta penataran (Pendidik PAUD) membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya selama menjadi pendidik PAUD dengan penerapannya dalam mengemban tugas sebagai pendidik PAUD (Suastra, 2009; Depdiknas, 2002). Dengan demikian, diharapkan hasil yang dicapai dalam kegiatan pelatihan akan lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini dalam upaya mencari solusi pemecahan masalah tersebut. Hakekat pendekatan kontekstual Pendekatan kontekstual atau disebut juga contekstual teacing learning(ctl) merupakan suatu konsepsi pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi (Coenten) yang diajarkan dengan situasi dunia nyata (Contekt) dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (Blenchad, 2001; Deddikbud 2002). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menmungkinkan siswa-siswa TK sampai SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimmulasikan (University Of Washington, 2001). Jadi, pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa sesungguhnya. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transper pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam kontes itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa mamfaatnya, dalam setatus apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermamfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembingbing (Depdikbud, 2002 : 2). 38

43 Dalam Kelas Kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, Guru lebih banyak berusan dengan setrategi daripada member informasi. Tugas guru mengelola kelas ssebuah tim yng bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (Siswa). Sesuatu (Pengetahuan dan Keterampilan) datang dari Menemukan sendiri bukan dari Apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola pendekan kontekstual. Komponen-komponen CTL The Washington Statte For Contextual Teacing and Learning (2002) telah mengidentifikasi tujuh komponen utama sebagai landasan pembelajaran kontekstual yaitu: Kontruktivisme (Contruktivism), menemukan (Inqiuiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Commonity), pemodelan (Modeling), Repleksi (Replection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessement). Kontrusktivisme merupakan landasan berpikir (Filosofis) pedekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun berdasarkan skemata yang telah ada sebelumnya (Bodner dalam Suastra, 2009). Ini berarti bahwa manusia membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Sempit) dan tidak sekoyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat pakta-pakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu melalui proses asimilasi dan akomodasi, dan member imakna melalui pengalaman nyata. Menemukan (Inquiry) adalah sesuatu kegiatan menyelidikan secara sistematis dengan tujuan menemukan dan menjelaskan hubungan antara objek dan peristiwa. Hal ini dicirikan dengan penggunaan urutan proses yang dapat diulangi, redufsi objetk peneitiann kedalam sekala dan bentuknya yang sederhana, dan menggunakan kerangka logika untuk menjelaskan dan ramalan. Operasional inkuiri meliputi observasi (observing), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data ghetering), dan penyimpulan (conclusion), dan mengkomonikasikan (communicating) (Trowbridge & Bybee dalam Suastra, 2009). Lebih lanjut Amien (1987; ) menyatakan inkuiri adalah suatu perluasa proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Kenapa memanaskan air di pegunungan lebih cepat mendidih bila dibandingkan didekat pantai?, Bertanya merupakan setrategi utama yang berbasis CTL (Depdikbud, 2002). Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kekampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, 39

44 mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antar yang tahu ke yan belum tahu. Di ruang kelas, di sekitar kelas atau orang yang ada diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar (Johnson dalam Suastra, 2009). Blanchard (2001) mengatakan bahwa belajar dapat terjadi apabila proses komunikasi dua arah. Pemodelan (Modeling). Dalam sebuah pembelajaran baik itu pembelajaran pengetahuan atau keterampilan tertentu ada model yang bisa ditiru. Model ini bisa berupa cara mengoprasikan suatu alat, mendemonstrasikan karya baik yang berupa tulisan ataupun benda, cara membuat makanan atau peralatan dan sebagaianya. Menurut Bandura (dalam Kardi, 2000), belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan, yaitu meniru perilaku dari pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan hal penting dalam pembelajaran dengan pendakatan CTL. REfleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilkuksn dimasitas, atau yang lalu, dan apa yang perlu dilakukan berikutnya. Refleksi merupaka respon terhadap kejadian,atau aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima (Nurhadi, 2002). Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung. Kalau begitu cara saya tentu salah, semestinya cara lain saya gunakan Pengetahuan yang bermakna diproleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diprluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demisedikit. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Assessmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Gambaran perkembangan belajar perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar. Oleh karena gambaran tentang kemajuan itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessmen tidak saja dilakukan pada akhir pembelajaran, tetapi dilakukan bersama secara berintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, sehingga data yang dikumpulkan harus diproleh dari kegiatan nyata (Authentic) yang dikerjakan siswa selama melakukan proses pembelajaran. 40

45 Pelatihan PTK PAUD dengan pendekatan kontekstual Dalam pengembangan pendidikan Nonformal dan Informal harus melihat aspek yang lebih setrategis dan bersifat pondamental dan structural tanpa mengabaikan social cultural masyarakat, Arah pengembangan pendidikan Nonformal dan Informal harus mengikuti langkah-langkah yang setrategis, intergratif dan berkesinambungan, berdasarkan setrategi dan prioritas yang dapat ditentukan. Menurut Syaiful Imran, ada enam pentahapan dalam pembelajaran kontektual di tingkat Pelatihan yaitu: Pertama, mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan kepada Peserta yaitu dengan memilah-milah materi yang tekstual dan materi yang dapat diakitkan dengan hal-hal aktual. Kedua, mengkaji konteks kehidupan peserta sehari-hari secara cermat sebagai salah satu upaya untuk memahami konteks kehidupan peserta sehari-hari. Ketiga, memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kontek kehidupan peserta. Keempat, menyusun persiapan proses belajar dan mengajar yang telah memasukkan konteks ke dalam materi yang akan diajarkan. Kelima, melaksanakan proses belajar mengajar kontektual yaitu mendorong peserta untuk selalu mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Keenam, melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari oleh peserta. Hasilnya dapat digunakan sebagai masukan, perbaikan/ penyempurnaan persiapan dan pelaksanaan proses belajar dan mengajar yang akan datang. Perlu juga disadari bahwa pelaksanaan pendekatan kontektual tidak sama untuk tiap Lembaga, namun yang pasti Pendidik dituntut aktif menginternalisasikan, menghayati, memahami, konteks actual dalam proses belajar mengajar. Jadi tidak ada satu resep atau seragam dalam, pelaksanaan pembelajaran kontektual, tetapi pendekatan kontektual cenderung mengakomodasi kemajemukan dan perbedaan sesuai kekhususan yang ada pada peserta tersebut. Dalam mendukung pendekatan kontektual Pendidik dituntut untuk banyak membaca dan mencermati masalah aktual di masyarakat, di sisi lain, pendidik juga terus berusaha mengenali pesertanya, baik dari segi budaya, keluarga, social, adat dan pekerjaan dan lingkungan di mana peserta tinggal, dengan siapa ia bergaul. Hal ini, perlu dilakukan agar pendidik mampu menginternalisasikan bahan pelajaran dan proses pembelajaran dengan konteks yang actual dan dekat dengan kehidupan keseharian peserta. Menurut Chaedar Alwasilah, ada tujuh strategi yang perlu diperhatikan dalam pendekatan kontektual, yaitu: pengajaran berbasis problem, menggunakan konteks beragam, mempertimbangkan kebhinekaan peserta, memberdayakan peserta untuk belajar sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik, mengejar standar ting; Dari tujuh setrategi diatas kita bahas hanya tiga setrategi 41

46 saja yaitu. Pertama, pengajaran hendaknya berbasis permasalahan, merancang pembelajaran bersifat problem solving, sehingga peserta tertantang untuk memecahkan problem tersebut, peserta diajak untuk berfikir kritis, pemecahan ini akan mengajak peserta masuk ke dunianya sendiri, ia menyelami makna dan pengalaman yang iia lakukan sendiri. Kedua, menggunakan konteks bermacammacam dan bervariasi. Makna jangan dibatasi pada satu sisi, atau satu titik pandang saja, sebab makna dapat dipandang dari berbagai sisi. Adanya cara pandang yang beragam akan menambah khazanah pemikiran Peserta makin kaya dan beragam. Ketiga, menyadari keragaman yang ada pada peserta. Adanya berbagai keragaman dan perbedaan hendaknya menjadi rahmat yang akan mendukung terjadinya pembelajaran yang mengkayakan imajinasi, daya kreatifdandaya kritis peseta. Namun dalam pengembangan pendidikan Nonformal dan Informal yang menjadi dasar yang perlu dibangun yaitu nilai-nilai yang positif setiap individu manajemen dan aspek kelembagaan yang lainnya. Prinsip Penyelenggaraan Pelatihan Pendidik kontekstual. PAUD dengan pendekatan 1) Kontruktivisme Sebelum pelatihan, dilakukan penggalian pengetahuan/ keterampilan awal peserta. Hal ini bisa dilakukan dengan cara bertanya atau menanyakan kepada peserta pelatihan, tujuannya adalah untuk menetapkan masalah yang akan dipecahkan atau menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam pembahasan materi itu. Contoh: Saya ingin tahu apa isi kotak itu? Membayangkan serta mengantisipasi kegiatan yang akan dilakukan. Contoh: Jika aku menarik bangku kedekat kotak, saya akan tahu isi kotak itu. Mengekpresikan minat peserta terhadap sesuatu. Hal ini dianggap penting karena ketika peserta berminat akan sesuatu mereka akan tampak lebih bersemangat dan memungkinkan terciptanya pembelajaran yang efektif. Dengan cara ini peserta diharapkan menemukan sendiri apa yang akan dibahasnya. 2) Menilai Dalam pelatihan Pendidik PAUD diajarkan menemukan sendiri pola dasardasar pembelajaran PAUD. Ini bisa dilakukan dengan pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran, perkembangan dengan cara yang nyata dilakukan: (1) selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) Dilakukan bisa formatif maupun sumatif, (3) bisa diukur kemampuan keterampilan anak/performent, (4) bisa dilakukan berkesinambungan, (5) terintegrasi, (6) bisa digunakan sebagai umpan balik. 42

47 3) Bertanya Pelatihan dilakukan dengan kegiatan tanya-jawab. Ini bisa dengan proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, untuk membangkitkan rasa ingin tahu peserta pelatihan, memotivasi untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal baru, yang diarahkan pada pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan atas pembiasaanpembiasaan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan diri untuk disiplin. Yang paling menentuka keberhasilan pembelajaran adalah: lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga peserta pelatihan selalu betah. Dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan termasuk menilai siswa dalam berpikir. 4) Masyarakat Belajar Dalam kegiatan pelatihan dapat digunakan kegiatan kelompok (kooperatif) dengan bermain seraya belajar atau belajar seraya bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/pelatihan pada paserta. Sehingga ada upaya-upaya pendidikan yang dilakukan oleh pendidik/guru dalam dalam melaksanakan pembelajaran pada saat situasi yang menyenangkan, namun juga diperlukan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti dan pada intinya hasil pembelajaran di dapat dari kerja sama antar peserta/teman. 5) Modeling Tutor Paud yang terbaik dijadikan model dalam pelatihan. Karena ini merupaka media dan sumber belajar, merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran. Media atau sumber belajar yang dipilih harus sesuai denga kegiatan dan dapat memberikan pengalaman yang cocok bagi peserta pelatihan. Guru juga harus memutuskan bagai mana media dan sumber belajar disediakan dan bagaimana kegiatan diorganisasikan. Apakah peserta dapat menggunakan media dan sumber belajar tersebut secra individual, kelompok atau klasikal. Hal lain yang perlu dipertimbangkan sejauh mana sumber-sumber dapat memberi dukungan terhadap proses belajar anak/peserta didik. Dengan menampilkan model media dan sumber belajar lainnya, peserta dapat melakukan eksplorasi, observasi dan memungkinkan peserta dapat melibatkan seluruh kemampuannya. Dengan pendekatan seperti ini peserta pelatihan menjadi bergairah. 6) Refleksi Pada akhir sesen pelatihan guru Paud diajak melakukan refleksi/perenungan tercapainya pembelajarnya, Yang diperlukan cara berpikir apa yang baru dipelajari 43

48 atau berpikir kebelakang apa yang sudah dipelajari. Dengan cara ini peserta pelatihan tidak gampang melupakan isi materi yang telah kita sampaikan. 7) Penilaian sebenarnya Dalam proses penilaian peserta dinilai kerjanya dengan observasi menggunakan pedoman penilaian. Ada bebrapa prinsip pelaksanaan penilaian pendidikan anak usia dini antara lain : a. Penilaian harus dikaitkan dengan kurikulum b. Hasil penilaian harus dimamfaatkan untuk kepentingan anak. c. Penilaian harus mencakup seluruh aspek perkembangan anak (fisik, social, emosional,kognitif, bahasa). d. Penilaian melibatkan observasi yang teratur dan priodik dari anak dalam berbagai keadaan yang menggambarkan tingkah laku anak setiap saat. e. Penilaian didasarkan pada prosudur yang menggambarkan kegiatan anak secara khusus. f. Penilaian harus mendorong anak untuk berpartisipasi dalam menolong dirinya. g. Penilain harus alami dan wajar. Implementasi Kegiatan Pelatihan dengan Pendekatan Kontektual di SKB Klungkung Implemntasi dari kegiatan pelatihan pendidik paud dengan pendekatan kontektual dapat disampaikan dalam suatu program yang mempunyai keunggulan dalam pelaksanaannya, dan menghasilkan dampak positif terhadap sasaran pelaksanaan program khususnya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD). Keunggulannya, dapat dilihat dari adnya pola atau setrategi yang kreatif dan inovatif, yang dipergunakan oleh guru/pendidik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Mengingat program Paud yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain (KB) dan Taman Penitipan Anak (TPA) yang terintegrasi dengan berbgai layanan pendidikan anak usia dini yang telah ada dimasyarakan, karena pola pembelajarannya yakni dari, oleh dan untuk anak, maka pola yang diberikan dalam pelatihan pendidik/guru paud adalah menggunakan pendekatan kontektual. Dengan adanya keunggulan tersebut, maka pelatihan itu, bisa/ memungkinkan untuk dijadikan sebuah rele mode/ contoh ideal, bagi penyelenggara program kursus lainnya. Berikut dijelaskan beberapa unsur yang ada dalam pelatihan: a. Peserta didik Peserta didik pelatihan dengan pendekatan kontektual ini adalah guru-guru Paud se Kekabupaten Klungkung berjumlah 40 orang. Sedangkan perekruitmen peserta melalui identifikasi kebutuhan belajar, mengingat pelatihan ini berbasis pada kebutuhan anak, sehingga guru yang dipanggil untuk mengikuti pelatihan adalah dari 44

49 masing-masing perwakilan Kelompok Bermain percontohan dan Taman Kanak- Kanak Percontohan yang berada di Kabupaten Klungkung berjumlah 40 lembaga. Dengan terlebih dahulu Pamong Belajar SKB Klungkung mengadakan koordinasi dengan menyelenggarakan pertemua bersama Forum Paud, Himpaudi, Lembagalembaga paud percontohan mengundangnya ke SKB Klungkung untuk membicarakan langkah-langkah pengembangan pendidikan anak usia dini kedepan, dan model pembelajaran yang bagaimana digunakan untuk menumbuh kembangkan otak anak, sehingga anak menjadi mandiri. b. Pendidik/Narasumber Pendidik/Narasumber pada pelatihan Pendidik Paud dengan pendekatan kontektual ini adalah orang yang memiliki : 1. Kopetensi sebagai pendidik/narasumber dibidang keterampilan (vokasi) tertentu yang akan dibelajarkan pada pendidik/guru Paud 2. Berpengalaman memberikan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan kontektual 3. Berpengalaman dalam memperdayakan pendidik/guru paud sesuai dengan local genius. c. Kurikulum dan bahan ajar Kurikulum Program Pelatihan pendidik/guru Paud dengan pendekatan Kontektuan ini memuat : a) materi pokok yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan (vokasi) berbasis potensi dan kearipan local (APE muatan local); b) Materi penunjang yang berkaitan dengan kemandirian meliputi : membangun dan meningkatkan prilaku, pola pikir dan sikap mendidik anak, serta manajemen pengelolaan kelas. d. Sarana dan prasarana belajar Sarana dan prasarana yang digunakan minimal memenuhi peryaratan teknis yang diperlukan sesuai dengan jenis pelatihan vokasi tertentu dalam proses pembelajaran, antara lain: 1. Ruang pembelajaran; 2. Ruang praktek dan peralatan praktek sesuai dengan bidang pebelajaran yang akan dikembangkan ( pembuatan APE); 3. Bahan baku pembauatan APE yang ada disekitar /lingkungan belajar (vahan limbah) e. Strategi pembelajaran 1. Identifikasi potensi local dan sumber daya pendukung 2. Penelusuran minat,bakat, dan kemampuan dasar peserta didik 3. Metodologi pembelajaran: 45

50 a. Teori diikuti dengan praktek ( Focus Group Discussion) b. Teori dan prektek dilakukan bersamaan (learning by doing) c. Teori, peraktek dilanjutkan dengan peninjauan lapangan 4. Evaluasi hasil belajar 5. Pendampingan atau pembinaan komonikasi tiap satu bulan f. Biaya Dalam penyelenggaraan pelatihan biaya amat dibutuhkan, kalau tidak ada biaya kegiatan tidak akan bisa terlaksana. Namun semua ini bisa dilakukan asalkan dari semua pihak sama-sama berkepentingan. Contohnya: dengan urunan bersama seperti yang penuis sudah pernah lakukan di Nusa Penida, bekerja sama dengan Koperasi Srinadi Klungkung tujuannya meringankan peserta dalam mengeluarkan dana namun peserta dapat mengikuti pelatiahan dengan nyaman dan hasil baik. g. Evaluasi Evaluasi hasil pembelajaran pelatihan sangat penting dilakukan dengan segera, tujuannya untuk mengetahui sejauhmana materi bisa diserap oleh peserta didik atau, pelatihan yang diselenggarakan bisa berlajan dengan baik?. Hal ini diperlukan sebagai alat ukur untuk menyelenggarakan pelatihan berikutnya. Mengingat Program PAUD di Kabupaten Klungkung dilaksanakan di masing-masing Banjar dan Sekolah yang sesuai dengan potensi dan kondisi Desa di masing-masing kecamatan. Sedangkan PAUD yang dibina oleh UPT SKB Klungkung Terdiri dari : Paud Kelompok Bermain (KB), Satuan Paud Sejenis (SPS), Taman Penitipan Anak (TPA) Langkah-langkah Kegiatan Pelatihan Pelatihan Pendidik PAUD dengan pendekatan kontekstual yang dilaksankan di UPT SKB Klungkung mengikuti tahapan sebagai berikut. 1) Kegiatan Awal. Kegiatan prelatihan selalu diawali dengan kegiatan doa bersama untuk memohon keselamatan bersama dalam pelatihan. Selanjutnya dilakukan penggalian pengetahuan atau keterampilan awal peserta dengan mengajukan berbagai pertanyaan. Dalam hal ini tutor tidak membenarkan atau menyalahkan jawaban atau keterampilan awalnya. 2) Kegiatan Inti Kegiatan ini meliputi berbagai kegiataan yang dilakukan oleh peserta yang difasilitasi oleh tutor. Pesertalah yang aktif bertanya, menjawab, mensimulasikan, sebagai model, dan merangkum hasil pelatihan, sedangkan tutor berperan sebagai fasilitator kegiatan (bukan menceramahi atau menggurui peserta). Kegiatan tersebut meliputi: 46

51 a. Penyajian materi pokok oleh narasumber melalui penayangan slide/power point b. Narasumberr mengajukan permasalahan yang kontekstual dengan tugas-tugas Guru PAUD untuk didiskusikan dalam kelompok kecil (3-5 orang). c. Setiap kelompok menyajikan hasil diskusi dan mensimulasikan hasil diskusinya di depan kelas. Kelompok lainnya memberikan tanggapan atau komentar. Kelompok lainnya diberi ksempatan yang sama untuk menyajikan atau mensi,mulasikan hasil diskusinya. Tutor memandu kegiatan diskusi. d. Diskusi kelas dilakukan setelah diskusi masing-masing kelompok selesai untuk memantapkan pemahaman atau keterampilan peserta. Setelah diskusi dilakukan, peserta diajak merayakan keberhasilan sambil bernyanyi bersamasama. e. Assesment (penilaian) dilakukan selama proses pembelajaran. 3) Kegiatan Penutup a. Peserta diajak melaksanakan refleksi terhadap apayang telah dipelajari. b. Peserta merangkum hasil kegiatan. c. Pada akhir sesi pembelajaran dilakukan doa bersama atas keberhasilan menyelesaikan kegiatan dengan lancar. Metode Penilaian (Assesment) Kegiatan penilaian tujuannya untuk mendapatkan imformasi secara benar, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembagan anak didik. Penilaian dalam program ini menggunakan prinsip-prinsip seperti; (1) Menyeluruh, penilaian mencakup aspek proses dan hasil pengembangan yang secara bertahap mengambarkan perubahan prilaku; (2) Berkesinambungan, penilaian dilakukan secara berencana, bertahapa dan terus menerus untuk memproleh gabaran menyluruh terhadap hasil pelatihan; (3) Obyektif, penilaian dilakukan seobyektif mungkin dengan memperhatikan perbedaan dan keunikan perkembangan anak, dimana tidak selalu memberikan penafsiran yang sama terhadap gejala yang sama; (4) Mendidik, hasil penilaian digunakan untuk membina dan memberikan dorongan kepada anak didik dalam meningkatkan kemampuannya sehingga anak dapat megembangkan rasa berhasil nya; (5) Kebermaknaan, hasil penilaian harus bermakna, bagi guru,pamong belajar, orang tua, anak didik dan pihak lain yang memerlukan. Untuk melakukan penilaian dilakukan dengan beberapa cara, yakni; (a) Penagamatan, yaitu suatu cara untuk megetahui perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati sikap anak yang dilakukan dengan wengamati tingkah laku anak dalam kehidupan se hari-hari; (b) Pencatatan anekdot, yaitu sekumpulan catatan tentang sikap dan prilaku anak dalam situai tertentu. Hal-hal yang dicatat meliputi seluruh aktivitas anak yang bersifat positif dan negatif; dan (c) Portofolio, yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat 47

52 menggambarkan sejauh mana keterampilan anak berkembang. Seluruh hasil penilaian itu akan dilaporkan berupa laporan perkembangan anak dalam bentuk deskripsi/uraian singkat tentang perkembangan anak yang telah dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan kepada orang tua secara berkalah. Hasil Pelatihan Berdasarkan hasil penilaian kegiatan pelatihan Guru PAUD menggunakan pendekatan kontektual diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 1: Penilaian Proses untuk Peserta ( n = 40 orang) No Aspek Frekuensi Frekuensi Frekuensi Baik Cukup Kurang yang 1 Kemampuan membimbing Kemampuan bekerjasama Kemampuan memotivasi Kemampuan menyampaikan pendapat 5 Kemampuan bertanya Penguasaan materi dan keterampilan Selama pelaksanaan pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontektual dilakukan pengamatan secara teratur terhadap aktivitas pembelajaran peserta pelatihan. Hasil dari pemantauan aktivitas kegiatan ditemukan data seperti pada Tabel 3.1 di atas. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 35 orang ( 35/40 x 100% = 88%) kemampuan membimbing peserta didik berkemampuan baik dan 5 orang (5/40 x 100% = 12%) berkemampuan cukup. Kemampuan bekerja sama peserta didik sebanyak 38 orang (38/40 x 100% = 95%) berkemampuan baik dan 2 orang (2/40 x 100% = 5%) berkemampuan cukup. Kemampuan Memotivasi peserta didik 35 orang ( 35/40 x 100% = 88%) kemampuan baik dan 5 orang ( 5/40 x 100% = 12%) berkemampuan cukup. Kemampuan menyampaikan pendapat sebanyak 31 orang (31/40 x 100% = 78%) berkemampuan baik dan 9 orang (9/40 x 100% = 22%) berkemampuan cukup. Kemampuan bertanya 30 orang ( 30/40 x 100% = 75%) kemampuan baik dan 10 orang ( 10/40 x 100% = 25%) berkemampuan cukup. Kemampuan menguasai materi dan keterampilan sebanyak 34 orang (34/40 x 100% = 85%) berkemampuan baik dan 6 orang (6/40 x 100% = 15%) berkemampuan cukup. Deskripsi Respon Peserta Setelah Pelatihan Setelah pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontektual yang diselenggarakan di UPT SKB Klungkung, peserta pelatihan memberikan respon sebagai berikut: 48

53 Tabel. 2: Respon Peserta Terhadap Pelatihan dengan pendekatan kontekstual No Pertanyaan Yang menjawaban Ya Tidak 1 Apakah anda senang dengan pelatihan ini? Apakah medel pelatihan membuat anda 37 3 lebih menguasai pembelajaran? 3 Apakah model pelatihan PTK PAUD Berbasis Kontekstual ini perlu dilanjutkan? 40 - Dengan penyebaran angket yang direspon oleh peserta pelatihan untuk memberikan tanggapan terhadap pelatihan PAUD dengan pendekatan kontekstual ini, maka pelatihan ini dikatakan berhasil baik. Hal ini bisa dililahat dari prosentase jawaban peserta terhadap pertanyaan yang diberikan yang mengacu pada hasil Selama pelaksanaan pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontektual dilakukan pengamatan secara teratur terhadap aktivitas pembelajaran peserta pelatihan. Hasil dari pemantauan aktivitas kegiatan ditemukan data seperti pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di atas. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 38 orang ( 38/40 x 100% = 95%) peserta menjawab (ya) dan 2 orang (2/40 x 100% = 5%) pesert didik menjawab tidak, atas pertanyaan yang diajukan Apakah anda senang dengan pelatihan ini? sedangkan peserta yang menjawab soal no. 2 sebanyak 37 orang (37/40 x 100% = 93%) menjawab Ya, 3 orang (3/40 x 100% = 8%) menjawab tidak atas pertanyaan Apakah medel pelatihan membuat anda lebih menguasai pembelajaran? dan yang paling mengejutkan adalah pertanyaan no.3. Apakah model pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan Kontekstual ini perlu dilanjutkan? peserta yang memberikan jawaban (ya) sebanyak 40 orang (40/40 x 100% = 100%) yang menjawab tidak 0%. Berdasarkan hasil angket inilah penulis berani mengatakan bahwa Pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontekstual di UPT SKB Klungkung, dapat dikatakan berhasil dengan baik dan selanjutnya bisa dijadikan contoh oleh penyelenggara kursus lainnya. Simpulan Proses pelatilan Guru PAUD dengan pendekatan kontekstuan di UPT SKB Klungkung dapat berjalan dengan baik dan lancer. Di samping itu, hasil pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontektual di UPT SKB klungkung baik. Hal ini terbukti dari 35 orang mampu membimbing, 38 orang mampu bekerjasama, 35 orang mampu memotivasi, 31 orang mampu menyampaikan pendapat, 31 orang mau bertanya jawab, dan 34 orang mampu menguasai materi dan keterampilan. Respon dari peserta pelatihan Guru PAUD dengan pendekatan kontekstual positif di mana sebagian besar atau 38 orang menyatakan senang mengikuti, 37 49

54 orang menyatakan mudah menguasai isi pelatihan, dan 40 orang (100%) menyarankan untuk melanjutkan model ini untuk pelatihan di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Amien, M Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Meode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Proyek P2LPTK Dikti. Chaedar Alwasilah Setrategi pendekatan kontekstual. Medicom.id Dahar, R.W Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Acuan menu pembelajaran pada anak dini usia (Menu pembelajaran generic. Masitoh,dkk, Setrategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas terbuka Munandar S.C. Utami, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua.Jakarta: PT.Gramedia Widi Sarana Indonesia Suastra I W, Pembelajaran Sain Terkini : Mendekatkan Siswa dengan Lingkungan Alamiah dan Sosial Budayanya. Singaraja : Undiksha Press Sudrajat, Akhmad,2008. Pembelajaran Kontekstual. Wordpress.Com : Depdiknas Syaiful Imran Tahapan pembelajaran Kontekstual,Medikom Watson dan Katz, 1991.Menjawab Kebutuhan belajar masyarakat,depdiknas Wiranataputra, dkk: 2007.Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, Depdiknas 50

55 V I S I TERWUJUDNYA PUSAT INOVASI, PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM PNFI BERBASIS KEUNGGULAN KOMPERATIF DAN KEARIFAN LOKAL 2014" Jln. Gajah Mada No.173 Telp./Fax. (0370) / Kode Pos Mataram, bppnfi.reg7@gmail.com Website

Written by Administrator Monday, 03 December :37 - Last Updated Monday, 28 January :28

Written by Administrator Monday, 03 December :37 - Last Updated Monday, 28 January :28 Wayang dikenal oleh bangsa Indonesia sudah sejak 1500 th. sebelum Masehi, karena nenek moyang kita percaya bahwa setiap benda hidup mempunyai roh/jiwa, ada yang baik ada yang jahat. Agar tidak diganggu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO MASYARAKAT DAN KESENIAN INDONESIA SEJARAH WAYANG KULIT SEBAGI KESENIAN INDONESIA Disusun Oleh: Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Masyarakat dan Kesenian Indonesia AHMAD ISLAHUDIN ALI 13030 1111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang terus berkembang dari zaman ke zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seni Wayang Jawa sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke indonesia. Wayang merupakan kreasi budaya masyarakat /kesenian Jawa yang memuat berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua peristiwa itu aktivitas menyimak terjadi. Dalam mengikuti pendidikan. peristiwa ini keterampilan menyimak mutlak diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. semua peristiwa itu aktivitas menyimak terjadi. Dalam mengikuti pendidikan. peristiwa ini keterampilan menyimak mutlak diperlukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kesibukan menyimak. Dialog di keluarga, baik antara anak dan orang tua, antara orang tua, antar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni tradisional wayang kulit purwa di Kabupaten Tegal, maka terdapat empat hal yang ingin penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Wayang Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol diantara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara,

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit BAB II IDENTIFIKASI DATA A. Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit Wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang, dalam bahasa Aceh bayeng, dalam bahasa Bugis wayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan

Lebih terperinci

Data kongkrit tentang lahir asal usul wayang sedikit jumlahnya. Perbedaan adanya disiplin ilmu untuk mendekati masalah dan konsep tentang maksud

Data kongkrit tentang lahir asal usul wayang sedikit jumlahnya. Perbedaan adanya disiplin ilmu untuk mendekati masalah dan konsep tentang maksud Data kongkrit tentang lahir asal usul wayang sedikit jumlahnya. Perbedaan adanya disiplin ilmu untuk mendekati masalah dan konsep tentang maksud lahir atau asal usul. Wayang apakah asli Indonesia, berasal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wayang merupakan representasi kehidupan manusia yang memuat nilai, norma, etika, estetika, serta aturan-aturan dalam berbuat dan bertingkah laku yang baik. Wayang

Lebih terperinci

PANDUAN SURVEI LAPANGAN KKN TEMATIK TAHUN 2018

PANDUAN SURVEI LAPANGAN KKN TEMATIK TAHUN 2018 PANDUAN SURVEI LAPANGAN KKN TEMATIK TAHUN 2018 Tema : Pemberdayaan Potensi Desa untuk mewujudkan masyarakat desa yang aman, mandiri, terintegrasi dan negarawan berdasarkan Iman Ilmu Amal BIDANG GARAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan. Dasar dari pengembangan pendidikan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

Utara sebelah Utara : berbatasan dengan gampong Keuniree. Sebelah Timur : Berbatasan dengan gampong Tumpok 40

Utara sebelah Utara : berbatasan dengan gampong Keuniree. Sebelah Timur : Berbatasan dengan gampong Tumpok 40 BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bekerja di berbagai bidang yang bertujuan agar mahasiswa memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi pada masa yang

Lebih terperinci

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini sebagai salah satu institusi yang memiliki peran sentral dan strategis dalam proses transformasi sosial serta pemberdayaan insani,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat 143 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Sunda yang sangat digemari bukan saja di daerah Jawa Barat, melainkan juga di daerah lain

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Seni tradisi Gaok di Majalengka, khususnya di Dusun Dukuh Asem Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di wilayah tersebut. Berbeda dengan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang

Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang Segala yang hidup itu dari air (QS Al Anbiya: 30). Semua makhluk hidup butuh air, jadi tiada kehidupan tanpa air. Dengan demikian kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK PROMOSI KEBUDAYAAN TOKOH PUNAKAWAN WAYANG KULIT GAGRAK CIREBON MELALUI EVENT FESTIVAL. Oleh Michael Aldi Limanta NRP

ABSTRAK PROMOSI KEBUDAYAAN TOKOH PUNAKAWAN WAYANG KULIT GAGRAK CIREBON MELALUI EVENT FESTIVAL. Oleh Michael Aldi Limanta NRP ABSTRAK PROMOSI KEBUDAYAAN TOKOH PUNAKAWAN WAYANG KULIT GAGRAK CIREBON MELALUI EVENT FESTIVAL Oleh Michael Aldi Limanta NRP 0664021 Wayang Cirebon merupakan budaya dan ciri khas asli Indonesia yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Perilaku keluarga dan peran serta setiap individu anggota keluarga akan membantu kita untuk mengerti

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG A. Kondisi Geografis Desa Rendeng Secara Administrasi Desa Rendeng terletak sekitar 1 Km dari Kecamatan Malo, kurang lebih 18 Km dari Kabupaten Bojonegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang sedang berkembang, dan untuk semua itu perlu diperhatikan kesejahteraan dari masyarakatnya. Banyak usaha yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II PROFIL WILAYAH

BAB II PROFIL WILAYAH BAB II PROFIL WILAYAH A. Deskripsi Wilayah 1. Deskripsi Wilayah Desa a. Luas Wilayah Luas wilayah Desa Giripanggung kurang lebih sekitar 2.209,00 Ha. Terbagi menjadi 14 RW. b. Batas Wilayah Desa Giripanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang merupakan salah satu seni budaya yang cukup populer di antara banyak karya seni budaya yang lainnya. Seni budaya wayang dinilai cukup kompleks, karena

Lebih terperinci

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN 35 PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema cerita wayang Ramayana yang diperuntukkan bagi remaja usia 15-18 tahun. Hal ini dilatar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Gambaran Umum Desa Bajur 1. Letak Lokasi Masyarakat Bajur merupakan salah satu suku bangsa yang berada di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai

Lebih terperinci

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Laras - Bagaimana perkembangan kesenian wayang kulit saat ini ditengahtengah perkembangan teknologi yang sangat maju, sebenarnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Dengan Semangat Kebersamaan Menciptakan Desa Petak Kaja Bersih,Sejahtera, dan Produktif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Dengan Semangat Kebersamaan Menciptakan Desa Petak Kaja Bersih,Sejahtera, dan Produktif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Dengan Semangat Kebersamaan Menciptakan Desa Petak Kaja Bersih,Sejahtera, dan Produktif. 1.2 Tema Kegiatan Meningkatkan Rasa Kebersamaan Desa Petak Kaja Guna Menciptakan Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar. Pewayangan Pada Desain Undangan Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

Pagelaran Wayang Ringkas

Pagelaran Wayang Ringkas LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK TINGKAT NASIONAL XIV Jakarta, 12 16 Juni 2006 KODE : 33 NAS Bidang Lomba Keahlian Seni Pedalangan Pagelaran Wayang Ringkas Test Project DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya di dunia manusia mengalami banyak peristiwa baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Terkadang beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku etnis dan bangsa yang memiliki ciri khas masing-masing. Dari berbagai suku dan etnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai ciri-ciri khas dan kemampuan dalam mengolah potensi sumber daya alam yang

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI. Keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa. Indonesia antara lain ditegaskan oleh G.A.J. Hazeu, Brandes, N.J.

BAB II METODOLOGI. Keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa. Indonesia antara lain ditegaskan oleh G.A.J. Hazeu, Brandes, N.J. BAB II METODOLOGI A. Identifikasi Masalah Keyakinan bahwa wayang merupakan produk budaya sejati bangsa Indonesia antara lain ditegaskan oleh G.A.J. Hazeu, Brandes, N.J. Krom, Prof. Kern, dan W.H. Rassers;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan aneka ragam kebudayaan dan tradisi. Potensi merupakan model sebagai sebuah bangsa yang besar. Kesenian wayang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang ditandai dengan munculnya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat kehidupan manusia menjadi serba mudah. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah Berdasarkan hasil survey dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik melalui wawancara, curah

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) Oleh : Kasidi Jurusan Seni Pedalangan Fakultas Seni Petunjukan INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2014 i Judul MITOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan wayang sebagai salah satu aset berharga budaya Indonesia yang perlu dijaga kelestariannya. Wayang sudah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan 1.2 Lokasi Kegiatan 1.3 Bidang Kegiatan 1.4 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan 1.2 Lokasi Kegiatan 1.3 Bidang Kegiatan 1.4 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan Pengembangan Taraf Hidup dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan, Kesehatan, dan Peningkatan Produktivitas di Desa Pemuteran. 1.2 Lokasi Kegiatan Kuliah Kerja

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Hasil dari penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka ini, menghasilkan kesimpulan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang besar dan luas. Dengan kondisi geografis yang demikian, membuat Indonesia menjadi negara yang

Lebih terperinci