PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho"

Transkripsi

1 PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho Teknik Geologi FTKE- Universitas Trisakti Program Doktor Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Abstrak Goa Seropan adalah salah satu goa di Kecamatan Semanu yang berada di kawasan karst Gunung Kidul Yogyakarta. Dari hasil penelitian Karlsruhe Institut of Teknology (KIT) Jerman, sungai bawah tanah di goa tersebut sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dibuat suatu bendungan bawah tanah dan instalasi mikrohidro, untuk memompa air sungai tersebut keatas. Air yang telah dipompa tersebut dimanfaatkan sebagai air baku kebutuhan sehari-hari dan untuk irigasi di permukaan.. Untuk maksud tersebut maka perlu adanya penelitian stabilitas massa batuan yang ada di goa Seropan. Stabilitas suatu terowongan atau goa, sangat dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor non-geologi. Faktor geologi yang paling dominan pada umumnya adalah struktur geologi, dapat berupa kekar maupun sesar, jenis batuan serta kualitas massa batuan yang ada. Batuan yang ada di goa Seropan pada umumnya adalah batugamping, berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989) atau dikenal sebagai Klasifikasi geomekanika, batuan tersebut termasuk dalam klas III dan klas IV, yang berarti batuan tersebut termasuk berkualitas sedang sampai jelek. Sampai saat ini kondisi goa relatif tetap stabil dan aman, hal ini disebabkan karena goa tersebut terbentuknya secara alami sehingga proses redistribusi tegangan disekitar goa terjadi bersamaan dengan proses pembentukan goa dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Meskipun demikian, dibeberapa bagian dari goa tersebut perlu untuk diwaspadai karena pengaruh dari kekar yang ada dapat mengakibatkan runtuhnya atap goa. Kata kunci : struktur geologi, stabilitas, klasifikasi geomekanika. 19

2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Goa Seropan adalah salah satu goa yang ada di kawasan karst kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dalam goa tersebut terdapat sungai bawahtanah yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Sungai bawah tanah tersebut mempunyai debit sekitar liter per detik pada musim kemarau (Puslitbang SDA, 2009), sehingga sungai bawahtanah di goa Seropan ini akan dimanfaatkan dengan membangun bendung bawahtanah, untuk menggerakkan instalasi mikrohidro yang menghasilkan listrik. Listrik tersebut nantinya akan digunakan untuk memompa air sungai kepermukaan, yang dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari dan juga untuk irigasi. Bendung ini nantinya akan menjadi bendung bawahtanah yang kedua di Indonesia, setelah bendungan bawahtanah di Goa Bribin, yang letaknya juga di daerah Gunung Kidul. Studi pendahuluan dan studi kelayakan sudah dilakukan yang merupakan kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia dengan pemerintah Jerman. Meskipun demikian, penelitian tersebut masih harus dilengkapi dengan penelitian Geologi Teknik, khususnya yang menyangkut kondisi dan kualitas teknis batugampingnya. Goa Seropan yang terletak di daerah Gunung Kidul ini berada pada suatu kawasan Karst yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Selatan. Kawasan karst terbentuk akibat proses pelarutan batugamping yang intensif. Batugamping tersusun atas mineral karbonat yang mudah larut oleh air. Proses tersebut menghasilkan porositas sekunder yang semakin berkembang sehingga kawasan karst ini merupakan suatu bentangalam yang sangat spesifik. Suatu ciri umum kawasan karst adalah adanya bentukan-bentukan atau ornamen, yang berada di atas permukaan disebut sebagai eksokarst dan yang berada di bawah permukaan disebut sebagai endokarst, (gambar 1). Pada musim penghujan, bagian permukaan kawasan karst ini banyak terdapat tumbuhan dan dijadikan ladang pertanian, tetapi pada musim kemarau, di bagian permukaan kawasan karst biasanya sangat gersang dan tandus, seperti tampak pada gambar 2. Sementara itu, di bagian bawahnya justru banyak ditemukan air yang cukup banyak dan bahkan dapat menjadi sungai bawah tanah. 20

3 Gambar 1. Kenampakkan sebagian morfologi di permukaan (eksokarst) dan di permukaan (endokarst). bawah Gambar 2. Kondisi salah satu bagian di Kabupaten Gunung Kidul pada saat musim hujan dan pada saat musim kemarau. Pada kawasan ini, umumnya banyak sumber air Seropan 800 liter per detik dan terdapat rekahan dan rongga-rongga, baik sumber air Ngobaran 135 liter per detik di permukaan maupun di bawah (Puslitbang SDA,2009). permukaan, akibat adanya struktur geologi Tindak lanjut dari hasil penelitian yang dilanjutkan dengan proses pelarutan tersebut, Kementerian Riset dan yang intensif terhadap karbonat yang ada Pendidikan Pemerintah Federasi Jerman pada batuan tersebut dan akhirnya akan (BMBF) melalui Institute for Water menghasilkan rongga-rongga yang tidak Resources Management, Hydraulic and jelas pola maupun penyebarannya. Rural Engineering (IWK) Universitas Hasil penelitian tim konsultan pemerintah Karlsruhe melakukan survey intensif untuk Inggris tahun 1980 di daerah Gunung Kidul, pemanfaatan dan manajemen air bawah didapatkan hasil bahwa ada sejumlah tanah. Hasil survey tersebut besar pengumpulan air di bawah tanah menyimpulkan bahwa air sungai bawah yang berupa sungai bawah tanah. Terdapat tanah harus dapat dimanfaatkan untuk empat sumber air sungai bawah tanah keperluan dipermukaan, diantaranya yang memiliki debit yang memadai, yaitu adalah sebagai pasokan air untuk sumber air Baron liter per detik, keperluan hidup sehari-hari. Untuk itu sumber air Bribin liter per detik, maka air sungai bawah tanah tersebut 21

4 harus dinaikkan kepermukaan. Cara untuk menaikkan air tersebut jika dipompa dengan menggunakan pompa konvensional akan sangat mahal dan sangat memberatkan penduduk. Untuk itu kemudian dibuat perencanaan yang intinya adalah bagaimana memanfaatkan air sungai agar dapat menghasilkan listrik yang kemudian digunakan untuk memompa air ke atas permukaan. Pemanfaatan tersebut dilakukan dengan cara membuat bendungan di bawah tanah yang membendung aliran air sungai bawah tanah. Hasilnya adalah pemanfaatan air sungai bawah tanah di goa Bribin dengan pembangunan bendungan bawah tanah dan turbin pembangkit tenaga listrik Mikrohidro untuk memompa air sungai bawah tanah tersebut agar dapat naik keatas permukaan tanah. Pembuatan bendungan dan Instalasi Mikrohidro tersebut saat ini sudah selesai dan merupakan bendungan bawah tanah pertama di dunia. Karena pembangunan instalasi mikrohidro di sungai bawah tanah goa Bribin saat ini dianggap berhasil, maka program ini akan diperluas dan dilanjutkan lagi ditempat yang berbeda. Hasil studi berikutnya dari Institute for Water Resources Management, Hydraulic and Rural Engineering (IWK), Universitas Karlsruhe Pemerintah Federasi Jerman, adalah pembangunan bendungan air selanjutnya akan dilakukan di sungai bawah tanah goa Seropan. 1.2.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas massa batuan disepanjang goa dan mengetahui seberapa besar pengaruh struktur geologi, yang berupa kekar atupun bidang-bidang diskontinyu terhadap kestabilan goa Seropan. 1.3.Lokasi daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Goa Seropan yang berada di wilayah desa Dadapayu, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta (Gambar 3). Goa Seropan terletak sekitar 40 km ke arah tenggara Yogyakarta. Aksesibilitas cukup mudah, dari Yogyakarta menuju Wonosari, kemudian disambung dengan jalan kearah Bedoyo. Lokasi pintu masuk goa sekitar 100 meter dari jalan Wonosari Bedoyo. Secara keseluruhan Goa Seropan ini dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam dari Yogyakarta dengan menggunakan kendaraan bermotor. 22

5 Lokasi daerah Penelitian Gambar 3. lokasi daerah penelitian 1.3. RumusanMasalah Batugamping di daerah Gunung Kidul dan Goa Seropan termasuk dalam kawasan karst, karena batugamping di daerah tersebut sudah mengalami proses karstifikasi. Hal ini mengakibatkan karakteristik fisik batugamping tersebut berbeda dengan batugamping pada umumnya. Perbedaan karakteristik fisik antara batugamping pada kawasan karst dengan batugamping dan batuan sedimen pada umumnya antara lain adalah: 1). Banyak terdapat rongga-rongga, akibat adanya proses pelarutan terhadap karbonat pada batugamping tersebut. 2). Banyak terdapat rekahan-rekahan sebagai bidang diskontinyu, yang dapat disebabkan oleh adanya struktur geologi dan akibat proses pelarutan. 3). Rekahan yang ada sulit untuk ditentukan polanya sehingga sulit untuk diketahui baik dalam penyebaran maupun dalam dimensinya Dari kenyataan tersebut maka masalah yang utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan goa Seropan Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan penyempurnaan terhadap kualitas perencanaan konstruksi teknik yang akan dibuat untuk instalasi Mikrohidro di goa Seropan. II. METODOLOGI Metode yang digunakan untuk pendekatan dalam penyelesaian masalah ini adalah dengan cara membuat klasifikasi massa batuan dengan klasifikasi geomekanika. Dengan klasifikasi tersebut diharapkan dapat mengetahui kualitas massa batuan, pengaruh struktur geologi dan bidang diskontinyu yang ada terhadap kestabilan goa Seropan Kondisi Geologi Daerah Penelitian 23

6 Daerah penelitian merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Sewu. Morfologi daerah penelitian ini berupa perbukitan karst yang tersebar merata pada seluruh daerah penelitian. Ketinggian pada daerah ini berkisar antara meter dari permukaan laut. Satuan ini dicirikan dengan pola penyebaran dari bentang alam yang sejajar dengan besar kelerengan 10-15% dan bentuk relief secara keseluruhan membulat. Batuan yang mendominasi daerah penelitian adalah batugamping klastik, disamping itu juga terdapat batugamping terumbu yang tersebar di daerah ini.batuan ini menempati ±70 % dari seluruh daerah penelitian. Ketebalannya tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tidak ditemui batas bawahnya. Kedudukan lapisan batugamping berkisar antara U329 0 T sampai U340 0 T. Kemiringan lapisan berkisar antara Secara megaskopik, batuan ini berwarna abu-abu, dengan ukuran butir pasir halus-sedang, bentuk butir membulat-membulat tanggung, pemilahan baik, porositas baik, kemas grain supported, dan kekompakan cukup. (Foto 1). Selain batugamping klastik, terdapat juga batugamping non-klastik yaitu batugamping terumbu. Kondisi singkapan segar menempati hampir 30% dari seluruh daerah penelitian. Ketebalan batugamping ini tidak dapat dipastikan karena tidak ditemui batas bawah dari lapisan ini. Tidak terdapat pengukuran pada batuan ini, dikarenakan tidak adanya bidang perlapisan pada batugamping terumbu. Singkapan batugamping terumbu ditemukan dalam keadaan segar dan berwarna abu-abu (Foto 2) Kondisi umum Goa Seropan Panjang goa ini yang sampai saat ini diketahui adalah sekitar 888 meter dengan kedalaman sekitar 62 meter dari permukaan. Pintu goa terletak pada dasar dari sebuah cekungan tertutup, seperti. tampak pada gambar. Jalan yang menuju ke pintu goa sudah dibuat tangga dari beton, sekaligus untuk perawatan instalasi yang sudah terpasang di dalam goa tersebut 24

7 Foto 3. Pintu masuk Goa Seropan Lorong awal beratap rendah sampai pada suatu ruangan yang lebih besar. Bagian lorong berikutnya dapat diakses dengan berjalan kaki. Panjang lorong dari mulut goa sampai ke badan sungai bawah tanah sekitar 211 meter. Sungai bawah tanah di goa Seropan ini mempunyai debit liter per detik pada musim kemarau (Puslitbang SDA, 2009) Lorong kearah hulu, seluruhnya terendam air dengan kedalaman antara 1 meter sampai 1,5 meter. Pada bagian sisi dalam belokan sungai, biasanya air lebih dalam. Lorong ini berakhir pada sebuah sump, yaitu lorong goa yang seluruhnya terendam air, dari dasar sampai atap. Kearah hilir, kedalaman air relatif lebih dangkal, sekitar 0,6 meter sampai 1,25 meter, hanya di beberapa tempat memang ada yang sampai kedalaman 1,5 meter. Lorong ini berakhir pada sebuah tempat dimana terdapat air terjun pertama dengan ketinggian sekitar 8 meter. Untuk menuruni air terjun tersebut, saat ini menggunakan tangga besi darurat, meskipun sebaiknya dianjurkan tetap menggunakan peralatan pengaman untuk medan vertical (Yulianto ASC, 2010). Setelah air terjun pertama ini, lorong masih berlanjut sekitar 200 meter sebelum berakhir pada air terjun kedua setinggi 9 meter. Selanjutnya, aliran air sungai bawah tanah ini berakhir pada sebuah sump lagi. 25

8 Gambar 4. Ilustrasi bawah permukaan Goa Seropan (ASC, 1988) Sama halnya dengan di goa Bribin, pemanfaatan air sungai bawah tanah dengan pembangunan bendungan yang diintegrasikan dengan pembangkit tenaga mikrohidro akan segera dilakukan di goa Seropan. Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Institute for Water Resources Management, Hydraulic and Rural Engineering (IWK), Universitas Karlsruhe Pemerintah Federasi Jerman di goa Seropan dipandang masih belum cukup, diantaranya masih perlu dilengkapi dengan penelitian Geologi Teknik yang lebih teliti, untuk mengetahui kualitas dan stabilitas batugamping di goa tersebut Klasifikasi Geomekanika Klasifikasi Rock Mass Rating atau lebih dikenal sebagai Klasifikasi Geomekanika yang dibuat oleh Bieniawski (1973), merupakan salah satu dari banyak pilihan dalam klasifikasi massa batuan. Klasifikasi ini dipandang paling sesuai dan cukup representatif untuk keperluan penelitian geologi, karena sudah mulai banyak menggunakan parameter geologi dan bersifat kuantitatif, sehingga mudah dimengerti oleh ahli bidang teknik lainnya, misalnya ahli teknik sipil, ahli teknik pertambangan dan sebagainya. Dengan klasifikasi ini dapat dihitung seberapa besar pengaruh dari masing-masing parameter maupun pengaruh dari struktur geologi secara umum. Klasifikasi ini menggunakan 6 (enam) parameter utama, yaitu Kuat tekan Uniaksial, Rock Quality Designation, Spasi kekar, Kondisi kekar atau bidang diskontinyu, airtanah dan Orientasi bidang diskontinyu. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam membuat klasifikasi geomekanika ini, jalur penelitian di dalam goa dibagi menjadi beberapa segmen. Pembagian segmen ini didasarkan pada kondisi goa di lapangan, kondisi batuan, dan kondisi struktur geologinya. Secara umum, berdasarkan atas kondisi struktur geologinya, daerah penelitian dibagi menjadi 8 segmen, seperti pada gambar 4 26

9 Hasil pengukuran lapangan terhadap setiap parameter klasifikasi, kemudian dibuat klasifikasi terhadap massa batuan di daerah tersebut, hasilnya adalah seperti pada tabel 1 berikut ini: No Tabel 1 : Klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1984) Parameter Nilai (nilai rata-rata) Bobot 1 UCS / Kuat Tekan Uniaksial 18,80 MPa 2 2 RQD (Rock Quality Designation) 99,67% 20 3 Spasi / jarar antar kekar 0,9 1,8 m 15 4 Kondisi kekar / bidang diskontinyu 9 5 Kondisi Airtanah basah 7 6 Orientas i Jumlah 53 Sedang / tidak menguntungkan -12 Jumlah bobot setelah penyesuaian 41 Kelas Batuan III 27

10 Arti dari kelas batuan(untuk terowongan) Stand-up time 1 minggu untuk span 5 m Menurut Klasifikasi Massa Batuan dengan sistem RMR atau dikenal dengan Klasifikasi Geomekanika ini, terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kelas batuan dan dampaknya berpengaruh terhadap kestabilan goa itu sendiri. Parameter yang berhubungan dengan kondisi geologi yang dalam hal ini adalah struktur kekar, parameter RQD, spasi atau jarak antar kekar dan kondisi kekar itu sendiri. Analisis pengaruh setiap parameter utama tersebut dilakukan dengan cara menghitung besarnya pengaruh setiap parameter, dalam persentase (%) berdasarkan bobotnya pada setiap dinding goa, yaitu pada dinding kiri dan kanan, Menghitung ratarata pengaruh setiap parameter tersebut pada goa, mengelompokan parameter yang berhubungan langsung dengan struktur kekar dan menjumlahkan besarnya pengaruh masing-masing parameter tersebut, Menyimpulkan besarnya pengaruh dari parameter yang non-geologi (UCS dan Airtanah), serta pengaruh dari parameter geologi (RQD, Spasi kekar, dan Kondisi kekar). Hasil perhitungan tersebut dari parameter non-geologi hanya sebesar 16,97% dengan perincian UCS sebesar 3,77% dan airtanah sebesar 13,20%. Sedangkan pengaruh dari parameter geologi (kekar) adalah sebesar 83,01%, yang terdiri dari RQD 37,73%, spasi kekar 28,30% dan kondisi kekar 16,98%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata pengaruh struktur geologi (kekar) sangat besar terhadap kestabilan goa tersebut, yang mencapai 83,01%. Sedangkan pengaruh dari parameter non-geologi yang berasal dari kuat tekan uniaksial dan air tanah, sangat kecil yaitu sebesar 16,97%. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada table 2. No 1 Tabel 2 Perhitungan % bobot dari setiap parameter klasifikasi. Parameter Nilai Bobot % bobot Jumlah (nilai rata-rata) thd total UCS / Kuat Tekan Uniaksial 2 RQD (Rock Quality Designation) 3 Spasi / jarar antar kekar 4 Kondisi kekar / bidang diskontinyu 18,80 MPa 2 3,77% 3,77% 99,67% % 0,9 1,8 m 15 28,30% 9 16,98% 83,01% Penyebab Bukan struktur geologi Struktur geologi 5 Kondisi Airtanah basah 7 13,20% 13,20% Bukan 28

11 Jumlah 53 99,98% struktur geologi KESIMPULAN Daerah penelitian termasuk dalam Formasi Wonosari dengan litologi batugamping klastik dan batugamping terumbu. Geomorfologi daerah penelitian berada pada perbukitan karst yang ditandai dengan adanya goa serta adanya aliran sungai bawah tanah. Dari hasil penyusunan Klasifikasi Massa Batuan dengan sistem RMR atau klasifikasi geomekanika, terlihat bahwa massa batuan pada lorong goa Seropan ini termasuk dalam kelas batuan III, yang artinya batuan termasuk dalam kualitas sedang, yang berarti mempunyai stand-up time 1 minggu untuk span sepanjang 5 m. Berdasarkan hasil analisa setiap bobot dari parameter yang ada, diperoleh hasil bahwa pengaruh parameter yang berhubungan dengan struktur geologi sangat tinggi terhadap stabilitas goa Seropan yaitu mencapai 83,01%. Sedangkan pengaruh dari parameter nongeologi yang berasal dari kuat tekan uniaksial dan air tanah, sangat kecil yaitu sebesar 16,97%, walaupun pengaruh nonkekar ini kecil, namun tetap harus mendapat perhatian karena pada lorong goa tersebut terdapat aliran air sungai bawah tanah yang mengalir deras sehingga dapat melarutkan batu gamping pada dinding dan dasar lorong goa. DAFTAR PUSTAKA Ashraf, M., Grasso, P.; 1992, Geomechanics Principles In the Design of Tunnels And Caverns in Rock, Turin. Astawa, M.; 1994, Teknik Terowongan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung. Bagus, dkk; 1988, Peta goa Seropan, Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Yogyakarta. Bieniawski, Z. T.; 1976, Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating (RMR) system Bieniawski, Z. T.; 1989, Engineering Rock Mass Classifications, John Wiley & Sons, New York Dunham., 1962, Klasifikasi Batuan Karbonat. Nugroho, Bani., 2000, Pengaruh Kekar Terhadap Kestabilan Terowongan Bawah Tanah, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Trisakti, Jakarta Pekerjaan Umum.; 2009, Laporan ringkas penyediaan air baku bribin, Yogyakarta Priest, S. D.; 1993, Discontinuity Analysis for Rock Engineering, London Surono, dkk.; 1992, Geologi lembar Surakarta-Giritontro, Jawa, skala 1: , lembar dan , terbitan Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 29

KUALITAS BATUGAMPING BERDASARKAN ANALISIS KLASIFIKASI GEOMEKANIK DI GOA SEROPAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

KUALITAS BATUGAMPING BERDASARKAN ANALISIS KLASIFIKASI GEOMEKANIK DI GOA SEROPAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA KUALITAS BATUGAMPING BERDASARKAN ANALISIS KLASIFIKASI GEOMEKANIK DI GOA SEROPAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Bani Nugroho 1, Pulung 2, Edi Prasetyo Utomo 3 1 Universitas Trisakti, Jakarta 2 PusAir, Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pendirian suatu konstruksi terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kegiatan tersebut yang terus meningkat. Lebih lanjut lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu konstruksi atau massa material dalam jumlah besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan untuk menahan laju

Lebih terperinci

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28 Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28!! Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28 Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas penambangan bawah tanah dilakukan dengan membuat terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan. Terowongan dibuat dengan menjaga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOTEKNIK GOA SUNGAI BAWAH TANAH DAERAH SEROPANWONOSARI GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KLASIFIKASI GEOTEKNIK GOA SUNGAI BAWAH TANAH DAERAH SEROPANWONOSARI GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KLASIFIKASI GEOTEKNIK GOA SUNGAI BAWAH TANAH DAERAH SEROPANWONOSARI GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bani Nugroho Dosen Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa no 1, Grogol, Jakarta Barat bani@trisakti.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst pada umumnya memiliki karakter yang spesifik dan khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan bentang alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUSRESESI RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012) Tjahyo Nugroho Adji, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta   2 Estimasi Kekuatan Batugamping Dengan Menggunakan Schmidt Hammer Tipe L Pada Daerah Prospek Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin

Lebih terperinci

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Rijal Askari*, Ibnu Rusydy, Febi Mutia Program Studi Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008 4.1. Geoteknik Tambang Bawah Tanah Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang. Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsiasumsi

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG R. Andy Erwin Wijaya. 1,2, Dwikorita Karnawati 1, Srijono 1, Wahyu Wilopo 1 1)

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA Oleh : Salatun Said Hendaryono PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI UPN VETERAN YOGYAKARTA 1 POKOK BAHASAN : PENDAHULUAN GEOLOGI DAERAH

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TESIS 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PENELITIAN TESIS 2013 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Proses-proses geologi yang terjadi selama dan setelah pembentukan batuan mempengaruhi sifat massanya (rock mass properties), termasuk sifat keteknikan (engineering

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM Serial Powerpoint Presentasi: KOMPONEN- KOMPONEN ALIRAN KARST Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM SISTEM HIDROLOGI KARST A. Pendahuluan Karst Gunung Sewu dikenal sebagai kawasan

Lebih terperinci

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Laporan Pendataan Gua, Mata Air dan Telaga di Karst Malang Selatan Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening Kecamatan Bantur Kabupaten Malang 19-20 September 2015 A. Latar Belakang Karst adalah bentukan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG Selain analisis kinematik, untuk menganalisis kestabilan suatu lereng digunakan sistem pengklasifikasian massa batuan. Analisis kinematik seperti yang telah dibahas

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah membutuhkan penanganan khusus, terutama perancangan penyanggaan untuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016 Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 KARAKTERISASI MASSA BATUAN DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK EVALUASI RANCANGAN PADA PENAMBANGAN BIJIH EMAS DI DINDING

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana strata satu pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Bagi bangsa Indonesia pemenuhan kebutuhan energi diperlukan bagi kelangsungan pembangunan yang energi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii SURAT PERNYATAAN KARYA ASLI TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. Kelompok Studi Karst, Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Airtanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mataair yang muncul di permukaan tanah. Peranan airtanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER Tommy Trides 1, Muhammad Fitra 1, Desi Anggriani 1 1 Program Studi S1 Teknik Pertambangan, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Rancangan Teknis Penyanggaan Berdasarkan Kelas Massa Batuan Dengan Menggunakan Metode RMR dan Q-System di Terowongan Gudang Handak dan Pasir Jawa UBPE Pongkor PT. Aneka Tambang Persero Tbk Ambar Sutanti

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR DI DESA SIDOREJO KECAMATAN LENDAH KAB. KULONPROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi topografi dan geologi Kabupaten Gunung Kidul memiliki muka air tanah yang sangat dalam, juga kemampuan tanah yang kurang baik dalam menyerap dan menyimpan

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Sulkam berada di kecamatan Kutambaru kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dengan posisi 419125 me-423125 me dan 366000 mn 368125 mn. Desa Sulkam memiliki

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

Pembangkit Listrik Tenaga Air. BY : Sulistiyono

Pembangkit Listrik Tenaga Air. BY : Sulistiyono Pembangkit Listrik Tenaga Air BY : Sulistiyono Pembangkit listrik tenaga air Tenaga air bahasa Inggris: 'hydropower' adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir. Air merupakan sumber energi yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINEMATIK DAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN; STUDI KASUS DI AREA PENAMBANGAN ANDESIT, DESA JELEKONG, KECAMATAN BALE ENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Intisari... Abstact... i ii ii iv x xi xvi xviii xix BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ; ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING DAN METODE STEREOGRAFIS PADA PIT BERENAI PT. DWINAD NUSA SEJAHTERA (SUMATERA COPPER AND GOLD) KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

PAPER GEOLOGI TEKNIK

PAPER GEOLOGI TEKNIK PAPER GEOLOGI TEKNIK 1. Apa maksud dari rock mass? apakah sama atau beda rock dengan rock mass? Massa batuan (rock mass) merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa mineral, tekstur

Lebih terperinci

METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR

METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI- POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR Satuti Andriyani1), Ari Handono Ramelan2), dan Sutarno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah wisatawan di Desa Parangtritis selama tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan objek wisata Pantai

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa air permukaan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batuan karbonat menarik untuk dipelajari karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan batuan sedimen lainnya. Pembentukan batuan karbonat ini memerlukan berbagai

Lebih terperinci

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line Scan Line dan RQD 1. Pengertian Scan Line Salah satu cara untuk menampilkan objek 3 dimensi agar terlihat nyata adalah dengan menggunakan shading. Shading adalah cara menampilkan objek 3 dimensi dengan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB V RENCANA PENANGANAN BAB V RENCANA PENANGANAN 5.. UMUM Strategi pengelolaan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah pemanfaatan muara sungai, biaya pekerjaan, dampak bangunan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan karst merupakan bentangalam khas dengan kekayaan sumberdaya alam tinggi (Raguz, 2008). Karst terbentuk akibat proses pelarutan (solusional) pada batuan mudah

Lebih terperinci