BEBERAPA SIFAT JARAK ROTASI PADA POHON BINER TERURUT DAN TERORIENTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BEBERAPA SIFAT JARAK ROTASI PADA POHON BINER TERURUT DAN TERORIENTASI"

Transkripsi

1 JRISE, Vol.1, No.1, Febrari 2014, pp. 28~40 ISSN: BEBERAPA SIFA JARAK ROASI PADA POHON BINER ERURU DAN ERORIENASI Oleh: Hasniati SMIK KHARISMA Makassar Abstrak Andaikan B n adalah himpnan strktr data pohon biner dengan n simpl dalam (internal nodes) yang mempnyai akar. Pada setiap pohon B n, didefinisikan rtan dari sema simpl dengan menggnakan preorder traversal. Kemdian orientasi dari pohon biner didefinisikan melali konsep rotasi. Konsep rotasi ini menentkan sat relasi terrt parsial dalam B n, sedemikian sehingga terhadap relasi ini, kami tnjkkan bahwa B n merpakan sebah kisi-kisi (lattice). Lebih lanjt dari konsep rotasi jga ditrnkan konsep jarak rotasi antara da pohon dalam B n. erhadap konsep jarak ini, kami tnjkkan pla bahwa B n merpakan rang metrik. Kata-kata knci: Pohon biner berakar-terorientasi-terrt, rotasi, rang metrik, kisi-kisi (lattice) Abstract Let B n be the set of binary trees with n internal-node and a root. he order of a tree B n is defined by sing pre-order traversal and its orientation is defined sing the notion of rotation. his notion of rotation determines a partial order relation in Bn. Hence, Bn is a lattice. he same notion also shows the way to define a distance between a pair of trees in Bn. With respect to this distance, B n is a metric space. Key words: rooted-ordered-oriented binary tree, rotation, lattice. A. PENDAHULUAN Salah sat bentk khss strktr data dari graf adalah strktr data pohon. Penerapan konsep pohon dalam kajian ilm kompter sangatlah penting khssnya dalam masalah pencarian (searching) dan pengrtan (sorting) data yang mamp menghasilkan kompleksitas algoritma yang sangat efisien. Konsep strktr data pohon tent saja dignakan dalam merancang algoritma pencarian solsi ntk metode-metode blind search ata niformed search. Dengan strktr pohon, algoritma mamp memberikan kompleksitas dengan batas asimptotik terhadap fngsi logaritmik. Pada aplikasi pohon, simpl tama pohon dinyatakan sebagai akar pohon. Pohon bersama akarnya menghasilkan graf berarah yang disebt pohon berakar. Simpl pada pohon berakar yang bercabang disebt simpl-dalam (internal node) sedangkan yang tidak bercabang disebt simpl-lar (external node) ata dan (leaf). Sebah pohon berakar terrt merpakan pohon berakar dimana cabang-cabang dari setiap simpl-dalam dirtkan dari kiri ke kanan. Pohon yang setiap simpl-dalamnya paling banyak berderajat 3 disebt pohon biner [5]. Received May 9 th, 2010; Revised Agst 3 rd, 2010; Accepted Agst 16 th, 2010

2 JRISE ISSN: Menghitng jarak antara da pohon biner dengan banyak simpl yang sama sebagai cara membandingkan da strktr pohon biner, diwjdkan dengan cara menghitng banyaknya pemakaian minimm dari rotasi yang dapat terjadi ketika mentransformasikan sat pohon biner kedalam pohon biner yang lain. Pada jrnal ini, kami tnjkkan bahwa konsep rotasi pohon biner yang didefinisikan membentk strktr lattice (kisi-kisi) dan sekaligs rang metrik pada himpnan pohon-pohon biner. Dengan menggnakan konsep rotasi, jarak antara da pohon biner dapat didefinisikan [3]. Konsep jarak pada himpnan pohon-pohon biner yang dimaksd adalah konsep jarak antara da pohon biner yang sejenis dibatasi hanya pada kmplan pohon dengan sifat berakar, terrt, terorientasi, dan memiliki simpl yang sama banyak.. Konsep ini didefinisikan berdasarkan konsep transformasi dari bentk sat pohon biner ke bentk pohon biner yang lain sedangkan konsep transformasi sendiri didefinisikan dengan menggnakan konsep rotasi pada sebah pohon biner. Dalam mentransformasi sat pohon biner ke pohon biner lain, dapat dipelajari sifat-sifat dan strktr khss dari sat kmplan pohon biner. B. POHON BINER ERURU DAN ERORIENASI Secara formal, sat graf tak berarah G adalah pasangan (V(G),E(G)) dengan V(G) adalah himpnan berhingga yang nsr-nsrnya disebt simpl (vertex) dan E(G) adalah himpnan pasangan-pasangan tak berrt dari nsr-nsr V(G) yang berbeda, yang disebt sisi (edge) [5]. Definisi 2.1: [5] Pohon dengan n simpl adalah graf tak-berarah terhbng yang tidak memat sikls. Sebah pohon berakar disebt pohon ari-m (m-ary) jika setiap simpl memiliki paling banyak (m+1) derajat. Jika sat pohon memiliki lebih dari sat simpl, simpl yang berderajat sat disebt simpl-lar (external node) sedangkan simpl yang berderajat lebih dari sat disebt simpl-dalam (internal node). Sat pohon disebt pohon ari-m penh (fll m-ary) jika setiap simpl-dalamnya mempnyai tepat m cabang. Sebah pohon ari-m dengan m = 3 disebt pohon triner sedangkan bila m = 2 disebt pohon biner. Sebah pohon berakar terrt merpakan pohon berakar dimana cabang-cabang dari setiap simpl-dalam mempnyai rtan. Pohon berakar terrt digambar sedemikian rpa sehingga setiap cabang dari simpl-dalam dirtkan dari kiri ke kanan [5]. itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

3 30 ISSN: Sebah himpnan B dari pohon biner (berakar, terrt, dan terorientasi) secara rekrsif dapat didefinisikan sebagai: dimana adalah simpl-dalam dan adalah simpl-lar. dinotasikan sebagai banyaknya simpl dalam. Sehingga sat bobot yait ~ dari sebah pohon adalah banyaknya simpl-lar dari ~ = + 1. Misalkan B n adalah himpnan pohon biner dengan simpl-dalam n (yait n + 1 simpl-lar). Sat simpl-lar dari sebah pohon diberi nomor oleh sebah pre-order traversal dari [3]. Definisi 2.2: [4] Diberikan ϵ B n, barisan bobot dari adalah sat barisan bilangan blat w = (w (1), w (2),..., w (n)) (1) dimana w (i) adalah bobot dari sbpohon terbesar dengan simpl-lar terakhir merpakan simpl-lar i pada. Contoh 1: Jika diberikan pohon seperti pada Gambar 2.1, maka w =(1,2,1,1,5,1,1,3). = Gambar 1. Pohon biner. Jika simpl-lar i adalah simpl-lar pertama (dan sebelah kiri) dari sebah sbpohon pada maka w (i)= 1 dan jika simpl-lar i adalah simpl-lar terakhir dari sebah sbpohon pada maka w (i) 2. Untk setiap i berlak 1 w (i) i [4]. JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

4 JRISE ISSN: C. ROASI POHON BINER Dalam melakkan rotasi pada pohon biner menjadi pohon biner lain, kita hars tetap memperhatikan sifat dari pohon biner it sendiri. Ada da jenis rotasi yait: rotasi kiri dan rotasi kanan. Definisi 3.1: [3] Rotasi kiri pada simpl-dalam pada B n didefinisikan sebagai berikt: Untk setiap pohon 1, 2 ϵ B n, 1 2 jika dan hanya jika diantara simpl-lar i dan j, sbpohon 3.1 (a) berada dalam 1, dan sbpohon 3.1 (b) berada dalam 2, dimana,, adalah sbpohon dari 1 dan 2. v v i j i j (a) (b) Gambar 2. Sbpohon dari pohon 1 dan 2. v 1 melambangkan rotasi kanan pada simpl-dalam v. Sama saja dengan definisi 3.1 tetapi keda bentk sbpohon dipertkarkan. Rotasi identitas adalah rotasi yang mentransformasi pohon biner ke dirinya sendiri. Misalkan refleksif transitif dari [3]. Ini berarti, ntk setiap pohon biner berlak 3, perdefinisi berlak 1 * * * 2, 2 * 3, dan 1 * 3.` dinotasikan sebagai klosr. Lebih jah jika 1 2 dan 2 Sat relasi pada A adalah sebah sbhimpnan R A x A. Pernyataan (a, b) R lebih sering ditlis sebagai arb. Misalkan A adalah sebah himpnan dan R adalah relasi pada himpnan A. Jika a ϵ A maka klosr refleksif dari R adalah relasi R ditambah sema relasi berbentk ara. Dengan kata lain, klosr refleksif dari R adalah relasi R = R, dimana = { ara a ϵ A}. Misalkan R adalah sebah relasi pada himpnan A. Jika arb R dan brc R, maka belm tent arc R sehingga R belm tent transitif. etapi jika sema bentk arc itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

5 32 ISSN: ditambahkan sedemikian sehingga terbentklah sebah relasi bar R * yang disebt klosr transitif dari relasi R. Secara formal, R * = R dimana = {arc terdapat b A yang memenhi arb dan brc}. Untk sembarang relasi R, klosr refleksif transitif dari R adalah relasi R. Dalam setiap graf berarah sederhana, jika (a, b) menyatakan keberadaan sebah lintasan dari simpl a ke simpl b, maka himpnan lintasan-lintasan (a, b) membentk relasi transitif (tetapi tidak refleksif, karena lintasan dari a ke dirinya sendiri, loop pada a, tidak diperbolehkan) [5]. D. KISI-KISI Definisi 4.1: (Rosen, 1998) Sebah relasi R dalam sat himpnan S disebt relasi rtan parsial jika relasi tersebt bersifat: a. refleksif, yait ntk setiap x S berlak x R x. b. antisimetri, yait ntk setiap x, y S berlak implikasi x R y y R x x = y. c. transitif, yait ntk setiap x, y, z S berlak implikasi x R y y R z x R z. Himpnan S dengan relasi terrt parsial R yang didefinisikan dalam S seperti di atas disebt himpnan terrt parsial ata disingkat poset (partially ordered set). Sat nsr x dalam poset S disebt batas bawah [atas] dari sat himpnan A S jika ntk setiap a A berlak x R a [a R x]. Sat batas bawah [atas] x S dari himpnan A disebt batas bawah terbesar [batas atas terkecil] dari himpnan A S, ditlis x = inf A [ x = sp A] jika ntk setiap batas bawah [atas] x dari A berlak x x [x x ]. Sebah himpnan terrt parsial dimana setiap pasangan nsr-nsr di dalamnya mempnyai batas atas terkecil dan sekaligs memiliki batas bawah terbesar disebt kisi-kisi (lattice) (Rosen, 1998). E. JARAK ROASI Sebelm membahas jarak rotasi, terlebih dahl akan dijelaskan apa yang dimaksd dengan rang metrik. Metrik didefinisikan sebagai berikt. JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

6 JRISE ISSN: Definisi 5.1: [2] Misalkan X adalah sat himpnan. Sat metrik d pada X adalah sat fngsi bernilai real yang terdefinisi pada X X, yait d: X X, sedemikian sehingga ntk setiap x, y, z X berlak 1) d(x, y) 0. 2) d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y. 3) d(x, y) = d(y, x). 4) d(x, y) d(x, z) + d(z, y). Sat rang metrik adalah pasangan (X, d) dengan X adalah himpnan dan d adalah sebah metrik yang terdefinisi pada X X. d biasa disebt fngsi jarak pada X [2]. Jarak rotasi pada setiap da pohon biner dengan jmlah simpl yang sama adalah banyaknya rotasi yang dignakan ntk mentransformasi sat pohon biner ke pohon biner lain. Dengan jarak tersebt, akan mengbah himpnan pohon-pohon biner menjadi sebah rang metrik [6]. Definisi 5.2: [3] Diberikan da bah pohon, ϵ B n, jarak rotasi antara dan, dinotasikan d(, ) adalah banyaknya pemakaian minimm rotasi kiri pada sat simpl ( ) dan minimm rotasi kanan pada sat simpl v ( rotasi identitas tidak dihitng. 1 v ) yang akan mentransformasi menjadi. Penggnaan Jadi d adalah sebah fngsi d: B n B n R bernilai tak negatif dengan daerah asal B n B n. Untk selanjtnya ckp dignakan notasi B n ntk merjk pada himpnan (B n, d) yang dilengkapi metrik d. F. BEBERAPA SIFA JARAK ROASI Jarak rotasi d, akan mengbah himpnan pohon-pohon biner menjadi sebah rang metrik. Seperti yang diberikan pada teorema berikt. eorema 6.1: [1] (B n,, d) adalah sebah rang metrik ntk setiap n. itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

7 34 ISSN: Andaikan dan adalah da pohon biner dari himpnan pohon biner dengan n simpldalam. Batas atas dari jarak rotasi antara dan adalah 2n 2 seperti yang diberikan pada teorema berikt. eorema 6.2: [1] Misalkan, ϵ B n, dimana n 1, maka ntk setiap, ϵ B n berlak: 0 d(, ) 2n 2 (2) Lemma 6.3: [4] Jika 1 dan 1, maka kita dapat menghitng barisan bobot dari perkalian (prodct) = dengan menggnakan barisan bobot dari pohon dan : ~ w = (w (1), w (2),..., w ( ), ', w (1), w (2),..., w ( ) ) (3) Bkti. Diketahi 1 dan 1, dengan = Menrt definisi 2.2, barisan bobot dari pohon dan secara berrtan adalah w = (w (1), w (2),, w ( )) dan w = (w (1), w (2),, w ( )) Jelas bahwa ntk setiap i [1, ]; w (i) = w (i) dan ntk setiap j [1, ]; w ( +1 + j) = w (j). Selanjtnya tinggal dihitng w ( +1), yait bobot dari sbpohon terbesar dari yang simpl-lar terakhirnya +1. Sbpohon dari yang dimaksd adalah. Dalam pohon, bobot simpl ini tidak mask dalam barisan bobot pohon. Menrt definisi, bobot pohon (sebagai sbpohon dari ) adalah banyaknya simpl-lar dari pohon yait ~ ' = + 1. ~ Jadi w ( +1) = '. Disimplkan barisan bobot dari pohon adalah: w = (w (1), w (2),, w ( ), w ( + 1), w ( + 2), w ( + 3),, w ( + + 1)) ~ = (w (1), w (2),, w ( ), ', w (1), w (2),, w ( )). JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

8 JRISE ISSN: eorema 6.4: [4] Sebah barisan bilangan blat w = (w (1), w (2),..., w ( )) adalah barisan bobot dari sat pohon biner dengan = n simpl-dalam jika dan hanya jika ntk setiap i [1, n] berlak: a. 1 w (i) i, dan b. ntk setiap i ϵ [i w (i) + 1, i] berlak i w (i) i w (i ). Bkti. Syarat perl (ata bkti ke kanan) diberikan sebagai berikt. Diketahi (w (1),w (2),..., w (n)) adalah barisan bobot pohon. Akan dibktikan ntk setiap i dengan 1 i n berlak: a. 1 w (i) i, dan b. ntk setiap i ϵ [i w (i) + 1, i] berlak i w (i) i w (i ). Kass = 1 trivial. Kass = n > 1 Anggap keda pernyataan a dan b benar ntk setiap pohon dengan < n. Akan dibktikan keda pernyataan a dan b benar ntk = n. Karena > 1, pohon merpakan hasil kali (prodct) da pohon dan dengan = n 1 ata = n 1. Ini berarti n = n + n + 1 sehingga menrt Lemma 6.3. w = (w (1), w (2),..., w (n ), n + 1, w (1), w (2),..., w (n ) ) Menrt hipotesis indksi, pernyataan a dan b berlak ntk keda pohon dan. Akan dibktikan, pernyataan berlak pada pohon dengan membktikan pernyataan a dan b berlak ntk setiap i = 1, 2,..., n, n + 1,..., n + n + 1. Keda pernyataan berlak ntk pohon dengan 1 artinya ntk setiap i = 1, 2,..., n berlak: a. 1 w (i) i, dan b. apabila i ϵ [i w (i) + 1, i] maka i w (i) i w (i ). etapi ntk setiap i = 1, 2,..., n, w (i) = w (i). Jadi pernyataan a dan b berlak ntk pohon apabila i = 1, 2,..., n. Mengingat ntk setiap i = 1, 2,..., n, w (i) = w (n + i + 1), maka berlaknya keda pernyataan a dan b ntk pohon dengan 1 hars diartikan bahwa ntk setiap i = n + 2, n + 3,..., n + n + 1 berlak: a. 1 n + 2 w (i) i, dan b. apabila i ϵ [i w (i) + 1, i] maka i w (i) i w (i ). Ini berarti, keda pernyataan a dan b ntk i = n + 2, n + 3,..., n + n + 1 berlak pada pohon. inggal dibktikan kebenaran pernyataan a dan b ntk i = n + 1. Karena n 1, maka w (i) = w (n + 1) = n + 1 = i adalah bobot dari sebagai sbpohon kiri dari (yang merpakan sbpohon terbesar dengan i = n + 1 merpakan simpllar terakhir). Otomatis a dan b terbkti secara trivial. Sebaliknya, jika pernyataan a dan b benar maka sebah pohon biner dengan n simpl-dalam mdah dikonstrksi. itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

9 36 ISSN: Lemma 6.5: Jika terdapat simpl-lar i dan j dari sat pohon dengan i = j w (j) + 1, maka terdapat sat sbpohon dengan simpl-lar pertama i dan simpl-lar terakhir j. Barisan bobot dari pohon biner tidak akan melebihi barisan bobot dari sat pohon biner yang merpakan rotasi dari pohon. Hal tersebt berdasarkan teorema berikt. eorema 6.6: [4] Misalkan, B n. w (i). jika dan hanya jika ntk setiap i [1, n], berlak w (i) Bkti. Dengan indksi pada n, dibktikan syarat perlnya. Jika n = 1, selal didapat i = 1 sehingga otomatis w (i) = w (1) = 1 = w (i) = w (i). Anggap teorema benar ntk setiap pasang pohon S, S ϵ B n. Akan dibktikan teorema benar ntk setiap pasang pohon, ϵ B n+1. Misalkan, ϵ B n+1. Haps da simpl-lar ke-k dan ke-(k + 1) dari pohon yang merpakan cabang kiri dan kanan dari sat simpl-dalam dari. Berdasarkan definisi rotasi (Definisi 3.1), bisa disimplkan simpl-lar ke-k dan ke-(k + 1) dari pohon jga merpakan cabang kiri dan cabang kanan dari sebah simpl-dalam dari. Dengan demikian, terbentk da pohon S, S ϵ B n yang simpl-lar ke-knya masing-masing merpakan simpl-dalam dari dan dari. Jelas jika 0 i < k, maka w S(i) = w (i) w (i) = w S (i). Selanjtnya, w (k)= 1 = w (k) sedangkan w (k + 1) 1 = w S(k) w S (k) = w (k + 1)1 sehingga w (k + 1) w (k + 1). Akhirnya, ntk setiap k + 2 i < n+1, w (i) = w S(i 1) w S (i 1) = w (i) dan ntk i = n + 1, w (i) = w (i). Untk membktikan syarat ckpnya, anggap w w (w (i) w (i), ntk setiap i) dan. Misalkan i bilangan blat terkecil sedemikian sehingga w (i) < w (i). Menrt definisi 2.2, 1 w (i) i. Karena w (i) < w (i) maka w (i) < w (i) i. Akibatnya w (i) < i. Misalkan j = i w (i) +1 dan k = j w (j 1). Maka menrt lemma 6.5 terdapat di dalam pohon, yait sebah sbpohon 1 yang menerima k sebagai simpl-lar pertama dan j 1 sebagai simpllar terakhir, sedangkan sbpohon 2 menerima j sebagai simpl-lar pertama dan i sebagai simpl-lar terakhir. memat sbpohon yang bentknya seperti pada gambar 4 (a) dimana p 1, dengan menggnakan pemakaian rotasi kiri tnggal bentknya seperti pada gambar 4 (b) dari pohon 1. menjadi sbpohon yang JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

10 JRISE ISSN: v 1 v p 1 p (a) (b) Gambar 3. Sbpohon dari pohon dan 1. Misalkan l bilangan blat terbesar sedemikian sehingga j = l - w (l) +1. Artinya, l adalah simpl-lar terakhir dari sbpohon terbesar dari yang simpl-lar pertamanya adalah j. Karena i adalah simpl-lar sat sbpohon (belm tent terbesar) yang simpl-lar terakhirnya j, diperoleh i l. Perhatikan, sebelm rotasi, keda simpl-lar k dan j 1 berada di lar sbpohon terbesar ini. Setelah rotasi, barisan bobot dari 1 sama dengan barisan bobot dari kecali pada simpllar l sebab w (l) = l j + 1 < w 1 ( l ) = l k + 1. Jadi setelah rotasi, ada kenaikan bobot simpl-lar l sebesar j k. Apabila proses dilanjtkan sampai terbentk pohon, ada penambahan bobot paling sedikit sebesar j k. Ini berarti sbpohon terbesar dari yang simpl-lar terakhirnya l setelah dikenai membesar. Setelah dikenakan sbpohon terbesar yang simpl-lar terakhirnya adalah l., paling sedikit sat simpl-lar j 1 mask kedalam Menrt definisi i, ntk setiap simpl-lar i < i berlak w (i ) = w (i ). Karena, j 1 < i, berlak w (j 1) = w (j 1) = j k. Jadi bobot sbpohon terbesar dari yang simpl-lar terakhirnya j 1 adalah j k. Padahal setelah dikenai, simpl-lar j 1 mask ke dalam sbpohon terbesar yang simpl-lar terakhirnya l. Artinya, ada penambahan bobot terhadap sbpohon dengan simpl-lar terakhir l sebesar j k. Dari sini disimplkan bahwa setelah dikenai, sbpohon terbesar yang simpl-lar terakhirnya l diperbesar oleh sbpohon terbesar yang simpl-lar terakhirnya j 1. Dalam kass sbpohon ini adalah 1 simpl-lar pertamanya adalah k, tetapi dalam kass sbpohon ini lebih besar dari 1, simpl-larnya itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

11 38 ISSN: terletak sebelm k. Jadi k l w (l) + 1 ata w (l) l k + 1. Jadi l w (l) k 1. Sehingga l k + 1 = w 1 (l) w (l). Karena ntk setiap i l, w 1 (i) w (i), maka w 1 w. Jadi pohon 1 terbentk sedemikian sehingga w w 1 w dan 1. Dengan menglang proses tersebt, kita dapat menemkan barisan berhingga dari pohon-pohon i sedemikian sehingga w w 1 w 2... n w = w dan n =. Secara transitif:. eorema 6.7: [4] adalah sebah relasi rtan parsial dari B. Bkti. Dengan menggnakan teorema 5.6 yait jika dan hanya jika ntk setiap i ϵ [1, n], w (i) w (i) dimana, ϵ B n. Sebab relasi merpakan relasi rtan parsial maka dari teorema 5.6 dapat disimplkan bahwa jga merpakan relasi rtan parsial. eorema 6.8: [4] Untk setiap n, (B n, * ) adalah kisi-kisi (lattice). Bkti.Ambil,, B n. Akan ditnjkkan bahwa setiap pasangan dari pohon biner dan dengan n simpl-dalam mempnyai infimm. Menrt teorema 5.6 jika maka ntk setiap i berlak w (i) w (i) dan jika maka ntk setiap i berlak w (i) w (i). Selanjtnya karena ntk setiap i berlak w (i) w (i) dan w (i) w (i) maka berlak w (i) inf(w (i), w (i)) ntk setiap i. Kita ckp mennjkkan bahwa w P = (inf{w (i), w (i)} ); i [1, n] adalah barisan bobot, yait dengan membktikan kondisi pada teorema 5.4. Jelas bahwa 1 inf{w (i), w (i)} i. Kemdian jika i ϵ [i inf{w (i), w (i)} + 1, i] maka i w (i) i w (i ) dan i w (i) i w (i ). Sehingga i inf{w (i), w (i)} sp{i w (i ), i w (i )} = i inf{w (i ), w (i )}. Jadi w P = ( inf{w (i), w (i)}); i [1, n] adalah barisan bobot. Sehingga ntk setiap i. w ' (i) = inf{w (i), w (i)}, Akibat 6.9 (Meet Da Pohon): [3] Misalkan, B n.. adalah meet dari dan dinotasikan ( = ), jika ntk setiap i berlak w (i) = w (i) = inf(w (i), w (i)) JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

12 JRISE ISSN: Bkti. Lihat bkti teorema 6.8 Kecali pada kass sp(w (i), w (i)) = 1 ata sp(w (i), w (i)) = i, pada mmnya w (i) sp(w (i), w (i)). Sebagai akibatnya, pendefinisian secara konstrktif w (i) tidak bisa langsng, memerlkan langkah-langkah seperti yang dinyatakan oleh Akibat Akibat 6.10 (Join Da Pohon): [3] Misalkan, B n.. adalah join dari dan dinotasikan ( = ). Barisan bobot w = (w (1), w (2),...,w (n)) dari didefinisikan pada algoritma berikt: Langkah 1. Untk setiap i = 1, 2,..., n didefinisikan v (i) = sp(w (i), w (i)). Langkah 2. Jika v (i) = 1 ata v (i) = i, definisikan w (i) = v (i). Langkah 3. Sebaliknya jika v (i) 1 dan v (i) i, definisikan w (i) = i l + 1, dimana l = min{k v (k) + 1 k [i v (i) + 1, i]}. KESIMPULAN Pada jrnal ini, kami telah memaparkan strktr khss dari himpnan pohon biner dengan menerapkan konsep rotasi dan beberapa sifat dapat diberikan pada pohon biner dengan bktibkti berdasarkan teorema dan lemma yang ada. a. (B n, * ) adalah kisi-kisi (lattice), ntk setiap n. b. Untk setiap n, (B n,, d) adalah sebah rang metrik dan ntk setiap, ϵ B n berlak: 0 d(, ) 2n 2. c. Untk setiap strktr pohon biner dapat diwakili oleh sebah barisan bobot. d. Barisan bobot pohon biner yang dirtkan menggnakan preorder traversal dapat pla dibentk menggnakan inorder traversal. (Barisan bobot dapat pla dirtkan menggnakan postorder traversal namn akan menghasilkan barisan bobot yang sama dengan preorder traversal). itle of manscript is short and clear, implies research reslts (First Athor)

13 40 ISSN: Daftar pstaka [1] Clik II. K., dan Wood, D., 1982, A Note On Some ree Similarity Measres, Information Processing Letters 15, pp [2] Kreyszig, Erwin, 1978, Introdctory Fnctional Analysis With Applications, New York, John Wiley and Sons, Inc. [3] Pallo, J. M., 1987, On he Rotation Distance In he Lattice Of Binary rees, North- Holland, Information Processing Letters 25, pp [4] Pallo, J. M., 1986, Enmerating, Ranking, and Unranking Binary rees, he Compter Jornal, vol. 29, no. 2, pp [5] Rosen, H. Kenneth, 1998, Discrete Mathematics and Its Applications Forth Edition, he McGraw-Hill Companies, Inc [6] Sleator, D.D.,dkk, 1986, Rotation Distance, rianglations, and Hyperbolic Geometry, JRISE Vol. 1, No. 1, 2014

BAB III LIMIT DAN FUNGSI KONTINU

BAB III LIMIT DAN FUNGSI KONTINU BAB III LIMIT DAN FUNGSI KONTINU Konsep it mempnyai peranan yang sangat penting di dalam kalkls dan berbagai bidang matematika. Oleh karena it, konsep ini sangat perl ntk dipahami. Meskipn pada awalnya

Lebih terperinci

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM 5 Hasil Kali Dalam Untk memotiasi konsep hasil kali dalam diambil ektor di R dan R sebagai anak panah dengan titik awal di titik asal O = ( ) Panjang sat ektor x di R dan R

Lebih terperinci

HASIL KALI TITIK DAN PROYEKSI ORTOGONAL SUATU VEKTOR (Aljabar Linear) Oleh: H. Karso FPMIPA UPI

HASIL KALI TITIK DAN PROYEKSI ORTOGONAL SUATU VEKTOR (Aljabar Linear) Oleh: H. Karso FPMIPA UPI HASIL KALI TITIK DAN PROYEKSI ORTOGONAL SUATU VEKTOR (Aljabar Linear) Oleh: H. Karso FPMIPA UPI A. Hasil Kali Titik (Hasil Kali Skalar) Da Vektor. Hasil Kali Skalar Da Vektor di R Perkalian diantara da

Lebih terperinci

PENYELESAIAN LUAS BANGUN DATAR DAN VOLUME BANGUN RUANG DENGAN KONSEP DETERMINAN

PENYELESAIAN LUAS BANGUN DATAR DAN VOLUME BANGUN RUANG DENGAN KONSEP DETERMINAN Bletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volme xx, No. x (tahn), hal xx xx. PENYELESAIAN LUAS BANGUN DATAR DAN VOLUME BANGUN RUANG DENGAN KONSEP DETERMINAN Doni Saptra, Helmi, Shantika Martha

Lebih terperinci

Solusi Sistem Persamaan Linear Fuzzy

Solusi Sistem Persamaan Linear Fuzzy Jrnal Matematika Vol. 16, No. 2, November 2017 ISSN: 1412-5056 / 2598-8980 http://ejornal.nisba.ac.id Diterima: 14/08/2017 Disetji: 20/10/2017 Pblikasi Online: 28/11/2017 Solsi Sistem Persamaan Linear

Lebih terperinci

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM

Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM Bab 5 RUANG HASIL KALI DALAM 5 Hasil Kali Dalam Untk memotiasi konsep hasil kali dalam diambil ektor di R dan R sebagai anak panah dengan titik awal di titik asal O ( ) Panjang sat ektor x di R dan R dinamakan

Lebih terperinci

3. RUANG VEKTOR. dan jika k adalah sembarang skalar, maka perkalian skalar ku didefinisikan oleh

3. RUANG VEKTOR. dan jika k adalah sembarang skalar, maka perkalian skalar ku didefinisikan oleh . RUANG VEKTOR. VEKTOR (GEOMETRIK) PENGANTAR Jika n adalah sebah bilangan blat positif maka tpel-terorde (ordered-n-tple) adalah sebah rtan n bilangan riil (a a... a n ). Himpnan sema tpel-terorde dinamakan

Lebih terperinci

BEBERAPA IDENTITAS PADA GENERALISASI BARISAN FIBONACCI ABSTRACT

BEBERAPA IDENTITAS PADA GENERALISASI BARISAN FIBONACCI ABSTRACT BEBERP IDENTITS PD GENERLISSI BRISN FIBONCCI Sri Melati 1, Mashadi, Msraini M 1 Mahasiswa Program Stdi S1 Matematika Dosen Jrsan Matematika Fakltas Matematika dan Ilm Pengetahan lam Universitas Ria Kamps

Lebih terperinci

CHAPTER 6. INNER PRODUCT SPACE

CHAPTER 6. INNER PRODUCT SPACE CHAPTER 6. INNER PRODUCT SPACE Inner Prodcts Angle and Orthogonality in Inner Prodct Spaces Orthonormal Bases; Gram-Schmidt Process; QR-Decomposition Best Approximation; Least Sqares Orthogonal Matrices;

Lebih terperinci

EKONOMETRIKA PERSAMAAN SIMULTAN

EKONOMETRIKA PERSAMAAN SIMULTAN EKONOMETRIKA PERSAMAAN SIMULTAN OLEH KELOMPOK 5 DEKI D. TAPATAB JUMASNI K. TANEO MERSY C. PELT DELFIANA N. ERO GERARDUS V. META ARMY A. MBATU SILVESTER LANGKAMANG FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Lebih terperinci

PANJANG DAN JARAK VEKTOR PADA RUANG HASIL KALI DALAM. V, yang selanjutnya dinotasikan dengan v, didefinisikan:

PANJANG DAN JARAK VEKTOR PADA RUANG HASIL KALI DALAM. V, yang selanjutnya dinotasikan dengan v, didefinisikan: PANJANG DAN JARAK VEKTOR PADA RUANG HASIL KALI DALAM Perl diingat kembali definisi panjang dan jarak sat ektor pada rang hasil kali dalam Eclid, yait rnag ektor yang hasil kali dlamnya didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PENELUSURAN LINTASAN DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PENELUSURAN LINTASAN DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Bab 4 PENELUSURAN LINTASAN DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Tgas mendasar dari robot berjalan ialah dapat bergerak secara akrat pada sat lintasan (trajectory) yang diberikan Ata dengan kata lain galat antara

Lebih terperinci

BAB RELATIVITAS Semua Gerak adalah Relatif

BAB RELATIVITAS Semua Gerak adalah Relatif BAB RELATIVITAS. Sema Gerak adalah Relatif Sat benda dikatakan bergerak bila keddkan benda it berbah terhadap sat titik aan ata kerangka aan. Seorang penmpang kereta api yang sedang ddk di dalam kereta

Lebih terperinci

Penerapan Masalah Transportasi

Penerapan Masalah Transportasi KA4 RESEARCH OPERATIONAL Penerapan Masalah Transportasi DISUSUN OLEH : HERAWATI 008959 JAKA HUSEN 08055 HAPPY GEMELI QUANUARI 00890 INDRA MOCHAMMAD YUSUF 0800 BAB I PENDAHULUAN.. Pengertian Riset Operasi

Lebih terperinci

Trihastuti Agustinah

Trihastuti Agustinah TE 9467 Teknik Nmerik Sistem Linear Trihastti Agstinah Bidang Stdi Teknik Sistem Pengatran Jrsan Teknik Elektro - FTI Institt Teknologi Seplh Nopember O U T L I N E OBJEKTIF TEORI CONTOH 4 SIMPULAN 5 LATIHAN

Lebih terperinci

BUKU AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BUKU AJAR METODE ELEMEN HINGGA BUKU AJA ETODE EEEN HINGGA Diringkas oleh : JUUSAN TEKNIK ESIN FAKUTAS TEKNIK STUKTU TUSS.. Deinisi Umm Trss adalah strktr yang terdiri atas batang-batang lrs yang disambng pada titik perpotongan dengan

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR (Vektor diruang 2 dan 3) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aljabar Linear Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.

ALJABAR LINEAR (Vektor diruang 2 dan 3) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aljabar Linear Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M. ALJABAR LINEAR (Vektor dirang 2 dan 3) Dissn Untk Memenhi Tgas Mata Kliah Aljabar Linear Dosen Pembimbing: Abdl Aziz Saefdin, M.Pd Dissn Oleh : Kelompok 3/3A4 1. Nrl Istiqomah 14144100130 2. Ambar Retno

Lebih terperinci

Hasil Kali Titik. Dua Operasi Vektor. Sifat-sifat Hasil Kali Titik. oki neswan (fmipa-itb)

Hasil Kali Titik. Dua Operasi Vektor. Sifat-sifat Hasil Kali Titik. oki neswan (fmipa-itb) oki neswan (fmipa-itb) Da Operasi Vektor Hasil Kali Titik Misalkan OAB adalah sebah segitiga, O (0; 0) ; A (a 1 ; a ) ; dan B (b 1 ; b ) : Maka panjang sisi OA; OB; dan AB maing-masing adalah q joaj =

Lebih terperinci

Trihastuti Agustinah

Trihastuti Agustinah TE 9467 Teknik Nmerik Sistem Linear Trihastti Agstinah Bidang Stdi Teknik Sistem Pengatran Jrsan Teknik Elektro - FTI Institt Teknologi Seplh Nopember O U T L I N E. Objektif. Teori. Contoh 4. Simplan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMODELAN MATEMATIKA TERHADAP PENYEBARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA TIPE-H5N1 PADA POPULASI UNGGAS

KAJIAN PEMODELAN MATEMATIKA TERHADAP PENYEBARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA TIPE-H5N1 PADA POPULASI UNGGAS KAJIAN PEMODELAN MATEMATIKA TERHADAP PENYEBARAN VIRUS AVIAN INFLUENZA TIPE-H5N1 PADA POPULASI UNGGAS Dian Permana Ptri 1, Herri Slaiman FKIP, Pendidikan Matematika, Universitas Swadaya Gnng Jati Cirebon

Lebih terperinci

EKSISTENSI BAGIAN IMAJINER PADA INTEGRAL FORMULA INVERSI FUNGSI KARAKTERISTIK

EKSISTENSI BAGIAN IMAJINER PADA INTEGRAL FORMULA INVERSI FUNGSI KARAKTERISTIK Jrnal Matematika UNAND Vol. No. 2 Hal. 39 43 ISSN : 233 29 c Jrsan Matematika FMIPA UNAND EKSISTENSI BAGIAN IMAJINER PADA INTEGRAL FORMULA INVERSI FUNGSI KARAKTERISTIK YULIANA PERMATASARI Program Stdi

Lebih terperinci

Untuk pondasi tiang tipe floating, kekuatan ujung tiang diabaikan. Pp = kekuatan ujung tiang yang bekerja secara bersamaan dengan P

Untuk pondasi tiang tipe floating, kekuatan ujung tiang diabaikan. Pp = kekuatan ujung tiang yang bekerja secara bersamaan dengan P BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Mekanisme Pondasi Tiang Konvensional Pondasi tiang merpakan strktr yang berfngsi ntk mentransfer beban di atas permkaan tanah ke lapisan bawah di dalam massa tanah. Bentk transfer

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB LANDASAN TEORI. Pasar.. Pengertian Pasar Pasar adalah sebah tempat mm yang melayani transaksi jal - beli. Di dalam Peratran Daerah Khss Ibkota Jakarta Nomor 6 Tahn 99 tentang pengrsan pasar di Daerah

Lebih terperinci

URUNAN PARSIAL. Definisi Jika f fungsi dua variable (x dan y) maka: atau f x (x,y), didefinisikan sebagai

URUNAN PARSIAL. Definisi Jika f fungsi dua variable (x dan y) maka: atau f x (x,y), didefinisikan sebagai 6 URUNAN PARSIAL Deinisi Jika ngsi da ariable maka: i Trnan parsial terhadap dinotasikan dengan ata dideinisikan sebagai ii Trnan parsial terhadap dinotasikan dengan ata dideinisikan sebagai Tentkan trnan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA KUHN MUNKRES UNTUK MENDAPATKAN MATCHING MAKSIMAL PADA GRAF BIPARTIT BERBOBOT

PENGGUNAAN ALGORITMA KUHN MUNKRES UNTUK MENDAPATKAN MATCHING MAKSIMAL PADA GRAF BIPARTIT BERBOBOT PENGGUNAAN ALGORITMA KUHN MUNKRES UNTUK MENDAPATKAN MATCHING MAKSIMAL PADA GRAF BIPARTIT BERBOBOT oleh GURITNA NOOR AINATMAJA M SKRIPSI ditlis dan diajkan ntk memenhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

Mata Kuliah: Aljabar Linier Dosen Pengampu: Darmadi, S. Si, M. Pd

Mata Kuliah: Aljabar Linier Dosen Pengampu: Darmadi, S. Si, M. Pd . RUANG BERDIMENSI n EUCLIDIS Mata Kliah: Aljabar Linier Dosen Pengamp: Darmadi S. Si M. Pd Dissn oleh: Kelompok Pendidikan Matematika VA. Abdl Fajar Sidiq (8.). Lilies Prwanti (8.76). Ristinawati (8.)

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Seminar asional Aplikasi Teknologi Informasi 004 Yogyakarta 9 Jni 004 Analisis Efisiensi dengan Bantan Sistem Pendkng Keptsan (SPK) Carles Sitompl Jrsan Teknik Indstri Uniersitas Katolik Parahyangan Jl.

Lebih terperinci

BAB III 3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III 3. METODOLOGI PENELITIAN BAB III 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PROSEDUR ANALISA Penelitian ini merpakan sebah penelitian simlasi yang menggnakan bantan program MATLAB. Adapn tahapan yang hars dilakkan pada saat menjalankan penlisan

Lebih terperinci

(a) (b) Gambar 1. garis singgung

(a) (b) Gambar 1. garis singgung BAB. TURUNAN Sebelm membahas trnan, terlebih dahl ditinja tentang garis singgng pada sat krva. A. Garis singgng Garis singgng adalah garis yang menyinggng sat titik tertent pada sat krva. Pengertian garis

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH KONTROL OPTIMAL KONTINU YANG MEMUAT FAKTOR DISKON

PENYELESAIAN MASALAH KONTROL OPTIMAL KONTINU YANG MEMUAT FAKTOR DISKON Jrnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 157 161 ISSN : 233 291 c Jrsan Matematika FMIPA UNAND PENYELESAIAN MASALAH KONTROL OPTIMAL KONTINU YANG MEMUAT FAKTOR DISKON DALIANI Program Stdi Matematika, Fakltas

Lebih terperinci

III PEMODELAN SISTEM PENDULUM

III PEMODELAN SISTEM PENDULUM 14 III PEMODELAN SISTEM PENDULUM Penelitian ini membahas keterkontrolan sistem pendlm, dengan menentkan model matematika dari beberapa sistem pendlm, dan dilakkan analisis dan menyederhanakan permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logika Fzzy Pada awalnya sistem logika fzzy diperkenalkan oleh Profesor Lotfi A. Zadeh pada tahn 1965. Konsep fzzy bermla dari himpnan klasik (crisp) yang bersifat tegas ata

Lebih terperinci

lim 0 h Jadi f (x) = k maka f (x)= 0 lim lim lim TURUNAN/DIFERENSIAL Definisi : Laju perubahan nilai f terhadap variabelnya adalah :

lim 0 h Jadi f (x) = k maka f (x)= 0 lim lim lim TURUNAN/DIFERENSIAL Definisi : Laju perubahan nilai f terhadap variabelnya adalah : TURUNAN/DIFERENSIAL Deinisi : Laj perbaan nilai teradap ariabelnya adala : y dy d lim = lim = 0 0 d d merpakan ngsi bar disebt trnan ngsi ata perbandingan dierensial, proses mencarinya disebt menrnkan

Lebih terperinci

NAMA : KELAS : theresiaveni.wordpress.com

NAMA : KELAS : theresiaveni.wordpress.com 1 NAMA : KELAS : teresiaeni.wordpress.com TURUNAN/DIFERENSIAL Deinisi : Laj perbaan nilai teradap ariabelnya adala : y dy d ' = = d d merpakan ngsi bar disebt trnan ngsi ata perbandingan dierensial, proses

Lebih terperinci

Korelasi Pasar Modal dalam Ekonofisika

Korelasi Pasar Modal dalam Ekonofisika Korelasi Pasar Modal dalam Ekonofisika Yn Hariadi Dept. Dynamical System Bandng Fe Institte yh@dynsys.bandngfe.net Pendahlan Fenomena ekonomi sebagai kondisi makro yang merpakan hasil interaksi pada level

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas tentang teori-teori dan konsep dasar yang mendukung pembahasan dari sistem yang akan dibuat.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas tentang teori-teori dan konsep dasar yang mendukung pembahasan dari sistem yang akan dibuat. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang teori-teori dan konsep dasar yang mendkng pembahasan dari sistem yang akan dibat. 2.1. Katalog Perpstakaan Katalog perpstakaan adalah sat media yang

Lebih terperinci

Pengenalan Pola. Ekstraksi dan Seleksi Fitur

Pengenalan Pola. Ekstraksi dan Seleksi Fitur Pengenalan Pola Ekstraksi dan Seleksi Fitr PTIIK - 4 Corse Contents Collet Data Objet to Dataset 3 Ekstraksi Fitr 4 Seleksi Fitr Design Cyle Collet data Choose featres Choose model Train system Evalate

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN KOMPRESOR AKSIAL

KAJIAN PENGGUNAAN KOMPRESOR AKSIAL Jrnal Dinamis Vol. II, No. 6, Janari 00 ISSN 06-749 KAJIAN PENGGUNAAN KOMPRESOR AKSIAL Tekad Sitep Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakltas Teknik Universitas Smatera Utara Abstrak Tlisan ini mencoba

Lebih terperinci

Trihastuti Agustinah. TE Teknik Numerik Sistem Linear

Trihastuti Agustinah. TE Teknik Numerik Sistem Linear E 09467 eknik Nmerik Sistem Linear rihastti Agstinah Bidang Stdi eknik Sistem Pengatran Jrsan eknik Elektro - FI Institt eknologi Seplh Nopember O U L I N E OBJEKIF EORI 3 CONOH 4 SIMPULAN 5 LAIHAN OBJEKIF

Lebih terperinci

METODE FINITE DIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS ABSTRACT 1. PENDAHULUAN

METODE FINITE DIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS ABSTRACT 1. PENDAHULUAN METODE FINITE DIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS Mardhika WA 1, Syamsdhha 2, Aziskhan 2 mardhikawirahadi@nriacid 1 Mahasiswa Program Stdi S1 Matematika 2 Laboratorim Komptasi Jrsan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 5 BILANGAN REYNOLD

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 5 BILANGAN REYNOLD PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 5 BILANGAN REYNOLD LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA BILANGAN REYNOLD

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer Aljabar Linear Elementer MA SKS Silabs : Bab I Matriks dan Operasinya Bab II Determinan Matriks Bab III Sistem Persamaan Linear Bab IV Vektor di Bidang dan di Rang Bab V Rang Vektor Bab VI Rang Hasil Kali

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Sejarah Analisis Jalr Teknik analisis jalr yang dikembangkan oleh Sewal Wright di tahn 1934, sebenarnya merpakan pengembangan korelasi yang dirai menjadi beberapa interpretasi akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Small Area Estimation Small Area Estimation (SAE) adalah sat teknik statistika ntk mendga parameter-parameter sb poplasi yang kran sampelnya kecil. Sedangkan, area kecil didefinisikan

Lebih terperinci

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gnawan Semester II, 2016/2017 3 Maret 2017 Kliah yang Lal 10.1-2 Parabola, Elips, dan Hiperbola 10.4 Persamaan Parametrik Kra di Bidang 10.5 Sistem Koordinat Polar 11.1 Sistem

Lebih terperinci

APLIKASI SPANNING TREE UNTUK MENENTUKAN HAMBATAN TOTAL PADA RANGKAIAN LISTRIK SKRIPSI. Oleh: MUAYYAD NANANG KARTIADI NIM

APLIKASI SPANNING TREE UNTUK MENENTUKAN HAMBATAN TOTAL PADA RANGKAIAN LISTRIK SKRIPSI. Oleh: MUAYYAD NANANG KARTIADI NIM APLIKASI SPANNING TREE UNTUK MENENTUKAN HAMBATAN TOTAL PADA RANGKAIAN LISTRIK SKRIPSI Oleh: MUAYYAD NANANG KARTIADI NIM. 06510042 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan seperti jaringan komnikasi, transportasi, penjadalan, dan pencarian rte kini semakin banak ditemi di tengah-tengah masarakat. Masalah tersebt dimlai dari menemkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KOTA SEMARANG DENGAN METODE SAE

PENDUGAAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KOTA SEMARANG DENGAN METODE SAE Vale Added, Vol. 11, No. 1, 015 PENDUGAAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KOTA SEMARANG DENGAN METODE SAE 1 Moh Yamin Darsyah, Ujang Malana 1, Program Stdi Statistika FMIPA Universitas Mhammadiyah Semarang Email:

Lebih terperinci

Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013

Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013 Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013 Pohon (Tree) Pohon (Tree) didefinisikan sebagai graf terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan graf terhubung, maka pohon selalu

Lebih terperinci

Pengembangan Hasil Kali Titik Pada Vektor

Pengembangan Hasil Kali Titik Pada Vektor Pengembangan Hasil Kali Titik Pada Vektor Swandi *, Sri Gemawati 2, Samsdhha 2 Mahasiswa Program Stdi Magister Matematika, Dosen Pendidikan Matematika Uniersitas Pasir Pengaraian 2 Dosen Jrsan Matematika

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS PRIMAL-DUAL PADA PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN TRAPEZOIDAL

METODE SIMPLEKS PRIMAL-DUAL PADA PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN TRAPEZOIDAL METODE SIMPLEKS PRIMAL-DUAL PADA PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN TRAPEZOIDAL Bambang Irawanto 1,Djwandi 2, Sryoto 3, Rizky Handayani 41,2,3 Departemen Matematika Faktas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika Rentang Waktu yang Dibutuhkan dalam Menghafal Al-Qur an

Pemodelan Matematika Rentang Waktu yang Dibutuhkan dalam Menghafal Al-Qur an Pemodelan Matematika Rentang Wakt yang Dibthkan dalam Menghafal Al-Qr an Indah Nrsprianah Tadris Matematika, IAIN Syekh Nrjati Cirebon Email: rizqi.syadida@yahoo.com Abstrak Kegiatan menghafal Al-Qr an

Lebih terperinci

Analisis Peluruhan Flourine-18 menggunakan Sistem Pencacah Kamar Pengion Capintec CRC-7BT S/N 71742

Analisis Peluruhan Flourine-18 menggunakan Sistem Pencacah Kamar Pengion Capintec CRC-7BT S/N 71742 Prosiding Perteman Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY 63 Analisis Pelrhan Florine-18 menggnakan Sistem Pencacah Kamar Pengion Capintec CRC-7BT S/N 717 Wijono dan Pjadi Psat Teknologi Keselamatan dan Metrologi

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN / WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN2013 TENTANG PEDOMAN STANDAR KINERJA INDIVIDU PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

vektor ( MAT ) Disusun Oleh : Drs. Pundjul Prijono Nip

vektor ( MAT ) Disusun Oleh : Drs. Pundjul Prijono Nip MODUL MATEMATIKA SMA ektr ( MAT..4 ) Dissn Oleh : Drs. Pndjl Prijn Nip. 95807.980..00 PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 6 Jalan Mayjen Sngkn N. 58 Telp. (04) 7506 Malang Mdl..4 VEKTOR

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG _ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN TEORI

BAB III PENDEKATAN TEORI 9 BAB III PENDEKAAN EORI 3.1. eknik Simlasi CFD Comptational Flid Dnamics (CFD) adalah ilm ang mempelajari cara memprediksi aliran flida, perpindahan panas, rekasi kimia, dan fenomena lainna dengan menelesaikan

Lebih terperinci

Kontrol Optimum pada Model Epidemik SIR dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi

Kontrol Optimum pada Model Epidemik SIR dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi Jrnal Matematika Integratif ISSN 4-684 Volme No, Oktober 05, pp - 8 Kontrol Optimm pada Model Epidemik SIR dengan Pengarh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi N. Anggriani, A. Spriatna, B. Sbartini, R. Wlantini

Lebih terperinci

V dinamakan ruang vektor jika terpenuhi aksioma : 1. V tertutup terhadap operasi penjumlahan

V dinamakan ruang vektor jika terpenuhi aksioma : 1. V tertutup terhadap operasi penjumlahan RUANG VEKTOR Rang Vetor Umm Misalan dan, l Riil V dinamaan rang vetor jia terpenhi asioma :. V terttp terhadap operasi penjmlahan.., Unt setiap v v v, w V, v V v w v w maa v V. Terdapat V sehingga nt setiap

Lebih terperinci

Pemodelan Dinamika Gelombang dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi. Syawaluddin H 1)

Pemodelan Dinamika Gelombang dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi. Syawaluddin H 1) tahaean Vol. 4 No. Janari 007 rnal TKNIK SIPIL Pemodelan Dinamika Gelombang dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan nergi Syaalddin ) Abstrak Paper ini menyajikan pengerjaan hkm kekekalan energi pada pemodelan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama pada tahun 1920-an oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama pada tahun 1920-an oleh BAB LANDASAN TEORI. Sejarah Analisis Jalr (Path Analysis) Analisis jalr yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama pada tahn 90-an oleh seorang ahli genetika yait Sewall Wright. Teknik analisis

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK SIPIL USU

JURNAL TEKNIK SIPIL USU JURNAL TEKNIK SIPIL USU ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN IDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN Inda Yfina 1, Rdi Iskandar 2 1

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer Aljabar Linear Elementer MA SKS Silabs : Bab I Matris dan Operasinya Bab II Determinan Matris Bab III Sistem Persamaan Linear Bab IV Vetor di Bidang dan di Rang Bab V Rang Vetor Bab VI Rang Hasil Kali

Lebih terperinci

Bagian IV. TOPIK-TOPIK LANJUTAN

Bagian IV. TOPIK-TOPIK LANJUTAN 440 Bagian IV. TOPIK-TOPIK LJUT Stabilitas liran Flida 44 BB 6 Stabilitas liran Flida 6. Pendahlan pa yang telah kita lakkan selama ini adalah memprediksikan gerakan flida dengan menggnakan persamaan-persamaan

Lebih terperinci

FAKULTAS DESAIN dan TEKNIK PERENCANAAN

FAKULTAS DESAIN dan TEKNIK PERENCANAAN Wiryanto Dewobroto ---------------------------------- Jrsan Teknik Sipil - Universitas elita Harapan, Karawaci FAKULTAS DESAIN dan TEKNIK ERENCANAAN UJIAN TENGAH SEMESTER ( U T S ) GENA TAHUN AKADEMIK

Lebih terperinci

Hendra Gunawan. 5 Maret 2014

Hendra Gunawan. 5 Maret 2014 MA101 MATEMATIKA A Hendra Gnawan Semester II, 013/014 5 Maret 014 Kliah yang Lal 10.1 Parabola, aboa, Elips, danhiperbola a 10.4 Persamaan Parametrik Kra di Bidang 10.5 Sistem Koordinat Polar 11.1 Sistem

Lebih terperinci

lensa objektif lensa okuler Sob = fob

lensa objektif lensa okuler Sob = fob 23 jekti ler S = ~ S = A B d 24 Diagram pembentkan bayangannya adalah sebagari berikt: jekti d ler S = ~ S S A B S Teropong Pantl (Teleskop Releksi) Teropong jenis ini menggnakan sat positi, sat cermin

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSIAS INDONESIA PERANANGAN PENGENDALI MODEL PREDIIVE ONROL (MP) PADA SISEM EA EXANGER DENGAN JENIS KARAKERISIK SELL AND UBE ESIS RIDWAN FARUDIN 76733 FAKULAS EKNIK PROGRAM SUDI EKNIK KONROL INDUSRI

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS

PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS Ole: Citra Dewi Ksma P. 106 100 007 Dosen pembimbing: DR. Sbiono, MSc. Latar Belakang PENDAHULUAN Penyakit Tberklosis TB adala

Lebih terperinci

IT CONSULTANT UNIVERSITAS MURIA KUDUS (ITC - UMK)

IT CONSULTANT UNIVERSITAS MURIA KUDUS (ITC - UMK) IT CONSULTANT UNIVERSITAS MURIA KUDUS (ITC - UMK) Arif Setiawan 1*, Pratomo Setiaji 1 1 Program Stdi Sistem Informasi, Fakltas Teknik, Universitas Mria Kds Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kds 59352 * Email:

Lebih terperinci

LENSA OBJEKTIF LENSA OKULER SOB = FOB

LENSA OBJEKTIF LENSA OKULER SOB = FOB LENSA OBJEKTIF LENSA OKULER SOB = FOB 23 lensa objektif lensa okler Sob = ~ Sob = fob A fob fob B d 24 Diagram pembentkan bayangannya adalah sebagari berikt: lensa objektif d Sob = ~ lensa okler Sob Sok

Lebih terperinci

OPTIMALISASI FITUR-FITUR PADA APLIKASI PRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENYAMPAIAN PESAN BERBASIS HCI

OPTIMALISASI FITUR-FITUR PADA APLIKASI PRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENYAMPAIAN PESAN BERBASIS HCI OPTIMALISASI FITUR-FITUR PADA APLIKASI PRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENYAMPAIAN PESAN BERBASIS HCI Mokhamad Fatoni, Indri Sdanawati Rozas, S.Kom., M.Kom., Latifah Rifani, S.T., MIT. Jrsan Sistem

Lebih terperinci

SISTEM PERANGKINGAN ITEM MOBIL PADA E-COMMERCE PENJUALAN MOBIL DENGAN METODE RANDOM-WALK BASE SCORING

SISTEM PERANGKINGAN ITEM MOBIL PADA E-COMMERCE PENJUALAN MOBIL DENGAN METODE RANDOM-WALK BASE SCORING SISTEM PERANGKINGAN ITEM MOBIL PADA E-COMMERCE PENJUALAN MOBIL DENGAN METODE RANDOM-WALK BASE SCORING Desi Yanti, Sayti Rahman, Rismayanti 3 Jrsan Teknik Informatika Universitas Harapan Medan Jl. HM Jhoni

Lebih terperinci

Model Hidrodinamika Pasang Surut Di Perairan Pulau Baai Bengkulu

Model Hidrodinamika Pasang Surut Di Perairan Pulau Baai Bengkulu Jrnal Gradien Vol. No.2 Jli 2005 : 5-55 Model Hidrodinamika Pasang Srt Di Perairan Pla Baai Bengkl Spiyati Jrsan Fisika, Fakltas Matematika dan Ilm Pengetahan Alam, Universitas Bengkl, Indonesia Diterima

Lebih terperinci

BAB IV POHON. Diktat Algoritma dan Struktur Data 2

BAB IV POHON. Diktat Algoritma dan Struktur Data 2 iktat lgoritma dan Struktur ata 2 V POON efinisi Pohon Struktur pohon merupakan kumpulan elemen yang salah satu elemennya disebut akar dan sisa elemennya terpecah menjadi sejumlah himpunan yang saling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umm Bins Bsiness School Bina Nsantara (Bins) University didirikan pada tanggal 1 Oktober 1974 yang berawal dari sebah lembaga pendidikan kompter jangka pendek,

Lebih terperinci

NAVIGASI ROBOT MOBIL DALAM LINGKUNGAN DINAMIK DAN TAK TERSTRUKTUR

NAVIGASI ROBOT MOBIL DALAM LINGKUNGAN DINAMIK DAN TAK TERSTRUKTUR NAVIGAI ROBOT MOBIL ALAM LINGKUNGAN INAMIK AN TAK TERTRUKTUR ardjono Trihatmo P3TIE-BPPT Gedng II lantai 21, MH Thamrin 8 ardjono@inn.bppt.go.id Abstract This paper presents mobile robot naigation in an

Lebih terperinci

Session 18 Heat Transfer in Steam Turbine. PT. Dian Swastatika Sentosa

Session 18 Heat Transfer in Steam Turbine. PT. Dian Swastatika Sentosa Session 8 Heat Transfer in Steam Trbine PT. Dian Sastatika Sentosa DSS Head Offie, 3 Oktober 008 Otline. Pendahlan. Skema keepatan, gaya tangensial. 3. Daya yang dihasilkan trbin, panas jath. 4. Trbin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

Rekomendasi Pengambilan Mata Kuliah Pilihan Menggunakan Recursive Elimination Algorithm (Relim)

Rekomendasi Pengambilan Mata Kuliah Pilihan Menggunakan Recursive Elimination Algorithm (Relim) Rekomendasi Pengambilan Mata Kliah Pilihan Menggnakan Recrsive Elimination Satrio Prasojo (st.prasojo@gmail.com), Shafiah, ST., MT (fi@telkomniversity.ac.id), Hetti Hidayati, S.Kom., MT (htt@telkomniversity.ac.id),

Lebih terperinci

B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T. Tinaliah, S.Kom POHON BINER

B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T. Tinaliah, S.Kom POHON BINER A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z POHON BINER Tinaliah, S.Kom DEFINISI Pohon (dalam struktur data) struktur berisi sekumpulan elemen dimana salah satu elemen adalah akar (root) dan elemen-elemen

Lebih terperinci

Integrasi 2. Metode Integral Kuadratur Gauss 2 Titik Metode Integral Kuadratur Gauss 3 Titik Contoh Kasus Permasalahan Integrasi.

Integrasi 2. Metode Integral Kuadratur Gauss 2 Titik Metode Integral Kuadratur Gauss 3 Titik Contoh Kasus Permasalahan Integrasi. Interasi Metode Interal Kadratr Gass Titik Metode Interal Kadratr Gass Titik Contoh Kass Permasalahan Interasi Interasi Metode Interasi Gass Metode interasi Gass merpakan metode yan tidak mennakan pembaian

Lebih terperinci

Pohon dan Pohon Biner

Pohon dan Pohon Biner Pertemuan 14 Pohon dan Pohon Biner P r a j a n t o W a h y u A d i prajanto@dsn.dinus.ac.id +6285 641 73 00 22 Rencana Kegiatan Perkuliahan Semester # Pokok Bahasan 1 Pengenalan Struktur Data 2 ADT Stack

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS BALOK KOLOM BAJA BERPENAMPANG SIMETRIS GANDA BERDASARKAN SNI DAN METODA ELEMEN HINGGA

ANALISIS KAPASITAS BALOK KOLOM BAJA BERPENAMPANG SIMETRIS GANDA BERDASARKAN SNI DAN METODA ELEMEN HINGGA Konferensi asional Teknik Sipil 3 (KoTekS 3) Jakarta, 6 7 ei 29 AAISIS KAPASITAS BAOK KOO BAJA BERPEAPAG SIETRIS GADA BERDASARKA SI 3 729 2 DA ETODA EEE HIGGA Aswandy Jrsan Teknik Sipil, Institt Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pembahasan pada bab ini, merpakan pembahasan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Teori-teori tersebt melipti mata ang, pelak yang berperan, faktor-faktor yang mempengarhi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI FUNGSI µ REGULAR DARI FUNGSI PANHARMONIK BERNILAI KOMPLEKS SKRIPSI. Oleh: SUCI RAHAYU NIM:

KONSTRUKSI FUNGSI µ REGULAR DARI FUNGSI PANHARMONIK BERNILAI KOMPLEKS SKRIPSI. Oleh: SUCI RAHAYU NIM: KONSTRUKSI FUNGSI REGULAR DARI FUNGSI PANHARMONIK BERNILAI KOMPLEKS SKRIPSI Oleh: SUCI RAHAYU NIM: 0450048 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN MALANG MALANG 009

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG. PENGELOLAAN PINJAMAN JANGKA PENDEK PADA BADAN LA YANAN UMUM DAERAH

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG. PENGELOLAAN PINJAMAN JANGKA PENDEK PADA BADAN LA YANAN UMUM DAERAH ;' I. ~ tr'. T I BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG. PENGELOLAAN PINJAMAN JANGKA PENDEK PADA BADAN LA YANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA

TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA Eddy Djauhari Departemen Matematika Fmipa Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km. 21, tlp./fax. : 022-7794696, Jatinangor, 45363 Email : eddy.djauhari@unpad.ac.id

Lebih terperinci

Analisis Komputasi pada Segmentasi Citra Medis Adaptif Berbasis Logika Fuzzy Teroptimasi

Analisis Komputasi pada Segmentasi Citra Medis Adaptif Berbasis Logika Fuzzy Teroptimasi Analisis Komptasi pada Segmentasi Citra Medis Adaptif Soesanti, dkk. 89 Analisis Komptasi pada Segmentasi Citra Medis Adaptif Berbasis Logika Fzzy Teroptimasi Indah Soesanti ), Adhi Ssanto 2), Thomas Sri

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG DISIPLIN KERJA PEGA WAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG DISIPLIN KERJA PEGA WAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG DISIPLIN KERJA PEGA WAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) MANAJEMEN KEUANGAN 2 ANDRI HELMI M, S.E., M.M.

KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) MANAJEMEN KEUANGAN 2 ANDRI HELMI M, S.E., M.M. KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) MANAJEMEN KEUANGAN 2 ANDRI HELMI M, S.E., M.M. Penganggaran Modal (Capital Bdgeting) Modal (Capital) mennjkkan aktiva tetap yang dignakan ntk prodksi Anggaran (bdget)

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kalkulus. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Kalkulus. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Modl Standar ntk dignakan dalam Perkliahan di Universitas Merc Bana Fakltas Program Stdi Tatap Mka Kode MK Dissn Oleh Ilm Kompter Teknik Informatika 9 Abstract Matakliah Menjadi Dasar

Lebih terperinci

(x, f(x)) P. x = h. Gambar 4.1. Gradien garis singgung didifinisikan sebagai limit y/ x ketika x mendekati 0, yakni

(x, f(x)) P. x = h. Gambar 4.1. Gradien garis singgung didifinisikan sebagai limit y/ x ketika x mendekati 0, yakni Diktat Klia TK Matematika BAB TURUNAN Graien Garis Singgng Tinja seba krva = f() seperti iperliatkan paa Gambar Garis ang melali titik P(, f( )) an Q( +, f( + )) isebt tali bsr Graien tali bsr tersebt

Lebih terperinci

1. Perhatikan gambar percobaan vektor gaya resultan dengan menggunakan 3 neraca pegas berikut ini

1. Perhatikan gambar percobaan vektor gaya resultan dengan menggunakan 3 neraca pegas berikut ini 1 1. Perhatikan gambar percobaan vektor gaya resltan dengan menggnakan 3 neraca pegas berikt ini Yang sesai dengan rms vektor gaya resltan secara analitis adalah gambar A. (1), (2) dan (3) D. (1), dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Stdi Pendahlan Langkah aal dalam enelitian ini adalah mencari dan mengmlkan smbersmber seerti: bk, jrnal ata enelitian sebelmna ang mendkng enelitian ini. 3. Tahaan Analisis

Lebih terperinci

BAB VII POHON BINAR POHON

BAB VII POHON BINAR POHON BAB VII POHON BINAR POHON Pohon atau tree adalah salah satu bentuk graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan graph terhubung, maka pada pohon selalu terdapat path atau jalur yang

Lebih terperinci

1. Perhatikan tabel berikut ini! No Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg m s -1 MLT -1 2 Gaya kg m s -2 MLT -2 3 Daya kg m s -3 MLT -3

1. Perhatikan tabel berikut ini! No Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg m s -1 MLT -1 2 Gaya kg m s -2 MLT -2 3 Daya kg m s -3 MLT -3 1 1. Perhatikan tabel berikt ini! No Besaran Satan Dimensi 1 Momentm kg m s -1 MLT -1 2 Gaya kg m s -2 MLT -2 3 Daya kg m s -3 MLT -3 Dari tabel di atas yang mempnyai satan dan dimensi yang benar adalah

Lebih terperinci

SIMULASI PADA MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS SRI REJEKI PURI WAHYU PRAMESTHI DOSEN PENDIDIKAN MATEMATIKA IKIP WIDYA DARMA SURABAYA

SIMULASI PADA MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS SRI REJEKI PURI WAHYU PRAMESTHI DOSEN PENDIDIKAN MATEMATIKA IKIP WIDYA DARMA SURABAYA SIMULASI PADA MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS SRI REJEKI PURI WAHYU PRAMESTHI DOSEN PENDIDIKAN MATEMATIKA IKIP WIDYA DARMA SURABAYA Abstrak TBC penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardioaskler

Lebih terperinci

Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT

Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT Struktur Data Linier 1 5 8 9 2 ARRAY 0 1 2 3 n Head Tail QUEUE O U T 1 2 3 4 STACK 4 3 2 1 I N 10 8 14 LINKED LIST Struktur Tree Struktur Tree adalah struktur

Lebih terperinci

1. Pada ganbar di bawah, komponen vektor gaya F menurut sumbu x adalah A. ½ 3 F B. ½ 2 F C. ½ F D. ½ F E. ½ 3 F

1. Pada ganbar di bawah, komponen vektor gaya F menurut sumbu x adalah A. ½ 3 F B. ½ 2 F C. ½ F D. ½ F E. ½ 3 F 1 1. Pada ganbar di bawah, komponen vektor gaya F menrt smb x adalah A. ½ 3 F B. ½ F C. ½ F D. ½ F E. ½ 3 F. Benda jath bebas adalah benda yang memiliki: (1) Kecepatan awal nol () Percepatan = percepatan

Lebih terperinci