RESIKO KERENTANAN JATUHAN BATUAN DI PANTAI SELATAN KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESIKO KERENTANAN JATUHAN BATUAN DI PANTAI SELATAN KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 RESIKO KERENTANAN JATUHAN BATUAN DI PANTAI SELATAN KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Adityo Jatmikotomo *, Wahyu Wilopo, Rafael Kartika J D, Leonardus Wisnumurti Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding author : adityojatmiko_28@yahoo.com ABSTRAK Pantai pada bentang alam kars merupakan obyek wisata yang menyimpan potensi jatuhan batuan yang membahayakan wisatawan. Salah satu contohnya adalah peristiwa jatuhan batuan yang terjadi pada Pantai Sadranan (17 Juni 2015) hingga memakan korban jiwa. Resiko ini terjadi karena belum adanya kajian mengenai zona rawan jatuhan batuan pada sekitar pantai. Penelitian berfokus pada kondisi geologi yang mempengaruhi adanya jatuhan batuan. Selain itu dilakukan pula analisis resiko kerentanan jatuhan batuan beserta zona rawan jatuhan batuan pada Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Penelitian dilakukan pada Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Indrayanti, Pantai Slili, Pantai Krakal, dan Pantai Sadranan. Pengamatan dilakukan secara khusus pada morfologi notch yang terbentuk karena pengaruh aktivitas abrasi oleh air laut sehingga menghasilkan bongkah menggantung pada tebing pantai dengan volume besar. Keberadaan bongkah dapat menjadi ancaman bagi wisatawan yang berada di bawah tebing. Penelitian dilakukan dengan metode Modified Rockfall Hazard Rating System (Budetta, 2004). Metode ini bersifat semi kuantitatif dengan beberapa parameter. Parameter tersebut antara lain tinggi lereng, slope mass rating (SMR), ukuran blok, volume bongkah, jumlah jiwa terpapar, dan curah hujan. Setiap parameter ditunjang dengan data kelurusan dari DEM dan citra satelit, serta data lapangan (litologi, morfologi, struktur geologi). Orientasi kekar yang diukur memiliki arah Tenggara- Barat Laut dan Barat Daya-Timur Laut dengan arah perlapisan batuan relatif ke arah Selatan. Pada setiap parameter dilakukan perhitungan matematis dan ditentukan nilai resiko jatuhan batuan. Tingkat resiko yang tertinggi berada pada Pantai Indrayanti. Oleh karena itu diperlukan langkah mitigasi dari pihak terkait sebagai pengurangan resiko dari jatuhan batuan. Bentuk mitigasi seperti pemasangan peringatan, pembatasan zona rawan jatuhan batuan, dan sosialisasi bagi warga setempat. I. PENDAHULUAN Daerah Pantai Selatan memiliki potensi sebagai daerah wisata alam. Intensitas gelombang laut di sekitar pantai tergolong besar karena posisi pantai berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi tersebut ditambah dengan erosi pada batuan di sekitar pantai. Batuan yang tidak stabil dapat jatuh dan menjadi ancaman bagi wisatawan. Jatuhan batuan merupakan pelepasan satu atau beberapa bongkah tubuh batuan dari batuan induk secara bebas dan terakumulasi di bawah kaki tubuh batuan tersebut. Penelitian dilatarbelakangi oleh kasus bencana jatuhan batuan di Pantai Sadranan (Gambar 1) yang memakan korban jiwa beberapa waktu lalu. Wisatawan tidak mengetahui zona bahaya karena tidak adanya tanda peringatan risiko jatuhan batuan. Jenis jatuhan batuan dapat dibagi menjadi dua yakni jatuhan bebas dan topple (Hunt, 2007). Runtuhnya batuan dapat terjadi bila dimensi batuan besar dan kecuraman lereng terjal (ciri khas daerah pantai). Kerentanan batuan di daerah pantai dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: struktur batuan, dimensi batuan, kemiringan lereng, tingkat pelapukan, dan abrasi. Pengamatan dan pengukuran dilakukan di beberapa pantai yaitu Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Slili, Pantai Krakal, Pantai Indrayanti, dan Pantai Sadranan. Penelitian dilakukan agar diketahui persebaran kerentanan jatuhan batuan pada Pantai Selatan beserta zona jatuhan, sehingga 693

2 diketahui lokasi yang memiliki risiko terkecil dari ancaman bencana ini. Pengambilan data dilakukan di sekitar lokasi yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan terutama zona di dekat pesisir. Prediksi dapat dihasilkan dari pengamatan dan penelitian yang tepat, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir dan dibuat zonasi daerah aman bagi wisatawan. Metode digunakan adalah metode menurut Budetta (2004); yang dimodifikasi dari Pierson, dkk. (1990) yaitu Rockfall Hazard Rating System yang didasari pada penilaian lereng serta pertimbangan faktor-faktor rasional bersifat subyektif, dan dimodifikasi menjadi bersifat kualitatif. Aspek aspek penilaian kerentanan jatuhan batuan di daerah pantai dapat dilihat dari: tinggi lereng, kondisi struktur, friksi, ukuran blok batuan, volum jatuhan batuan, iklim dan kehadiran air pada lereng, maupun sejarah jatuhan batuan. Akurasi dan fokus pengamatan akan mempengaruhi hasil pemetaan dan interpretasi daerah bahaya jatuhan batuan (Pierson dkk., 1990). Pendekatan statis dan data yang banyak digunakan untuk prediksi kemungkinan terjadi bencana sebagai tujuan dari penelitian ini. II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Daerah Pantai Selatan termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yang terdiri dari tiga buah periode waktu pengendapan yaitu periode pra-volkanisme, periode volkanisme, dan periode pasca volkanisme (Surono, 2009). Bentang alam pesisir di Pantai Selatan termasuk bagian dari Formasi Wonosari. Formasi Wonosari termasuk dalam periode pasca volkanisme atau periode karbonat dengan posisinya terendapkan secara selaras di atas Formasi Sambipitu. Formasi ini terletak di bagian timur Pegunungan Selatan dan tersingkap di daerah Wonosari dan sekitarnya. Ada bentang alam Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu dengan topografi karst. Ketebalan Formasi tersebut adalah 800 meter dan menjemari dengan Formasi Oyo. Litologinya adalah batugamping berlapis dan batugamping terumbu dengan sisipan batunapal (Surono, 2009). III. METODE PENELITIAN Penilaian risiko kerentanan jatuhan batuan di Pantai Selatan, Kabupaten Gunung Kidul dimulai dengan studi referensi dan pengumpulan data-data yang terdiri dari data lapangan dan data pendukung. Data lapangan meliputi litologi batuan, dimensi batuan, jurus dan kemiringan batuan, kekar (arah dan kemiringan, penunjaman, spasi, rekahan, dan kondisi), kelerengan, dan pengamatan aliran air bawah permukaan. Data pendukung meliputi data jumlah pengunjung tempat wisata, data curah hujan, dan data UCS. Data lapangan yang telah diambil kemudian dihitung pada setiap parameter. Parameter yang digunakan berupa: tinggi lereng, ukuran blok, volum bongkah, slope mass rating (SMR), jumlah jiwa terpapar, dan curah hujan tahunan. Parameter tersebut mengacu pada metode modified Rockfall Hazard Rating System (mrhrs) menurut Budetta (2004). Beberapa parameter tersebut akan dimasukkan ke dalam persamaan eksponensial (x) yang nantinya diplot pada grafik (Gambar 2) untuk mengetahui ratingnya. Sementara itu beberapa parameter dilakukan pula normalisasi data untuk membatasi ruang lingkup berdasarkan data yang ada. Setiap parameter akan saling melengkapi dan memberi prioritas potensi jatuhan batuan dari setiap pantai. Tinggi Lereng Tinggi lereng merupakan jarak vertikal bidang permukaan paling atas lereng terhadap permukaan paling bawah lereng. Pengukuran tinggi lereng tersebut dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Nilai tinggi lereng (H) kemudian dihitung dalam persamaan eksponensial (x) dengan rumus : x = 3 (H/7,5)...(1) 694

3 Persamaan tersebut kemudian dimasukkan pada grafik penilaian eksponensial untuk mendapat nilai parameter. Volume Bongkah Bongkah dalam penelitian merupakan massa batuan pada morfologi notch. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur meliputi: panjang, lebar, dan tinggi. Secara umum penghitungan volum bongkah dilakukan dengan rumus (Budetta, 2004) : Volume = Luas alas x tinggi...(2) Nilai parameter ditentukan dengan pembuatan kelas dari data yang ada menggunakan metode statistik. Ukuran Blok Ukuran blok didapat dengan menggunakan rumus. Pengukuran dilakukan pada kekar (spasi antar kumpulan kekar / joint sets dan sudut antar joint sets) untuk mengetahui ukuran blok batuan. Rumus yang digunakan adalah (Budetta, 2004): V b = S 1 x S 2 x S 3 sin α x sin β x sin γ.. (3) 3 D b = V b. (4) Spasi antar kumpulan kekar ditunjukkan oleh nilai S 1, S 2,..., S n. Besar sudut antara kumpulan kekar adalah α, β, dan γ. Ukuran blok (Db) dari akar pangkat tiga Vb (volume blok sebelum jatuhan batuan). Nilai parameter dari grafik penilaian eksponensial melalui rumus (Budetta, 2004): x = 3 (Db/0,3)...(5) Slope Mass Rating (SMR) Slope Mass Rating (Romana, 1993) adalah salah satu parameter mrhrs. Parameter ini menggunakan nilai Basic Rock Mass Rating (RMR) yang mengacu pada orientasi kekar maupun kelerengan dan metode penggalian (Romana, 1993). Rumus yang digunakan (Budetta, 2004): 695 SMR = RMR + (F1 x F2 x F3) + F4...(6) RMR terdiri dari kekuatan batuan utuh (unconfined compressive strength of intact rock material), Rock Quality Design (RQD), spasi bidang diskontinu, kondisi bidang diskontinu, dan kondisi air bidang diskontinu. F1, F2, F3 dan F4 secara berturut-turut adalah hubungan paralel antara jurus kekar dan muka lereng, sudut antara kemiringan kekar pada bidang planar, hubungan antara kemiringan lereng dan kekar, dan kondisi air tanah. Jumlah Jiwa Terpapar (JJT) Parameter ini sedikit dimodifikasi dari average vehicle risk (AVR) pada mrhrs karena risiko bencana terhadap manusia. Data jumlah pengunjung tahunan di lokasi penelitian dimasukkan rumus (dimodifikasi dari Budetta, 2004): JJT = (ADT x SL x 100%)/PSP...(7) ADT merupakan jumlah pengunjung/hari, SL merupakan panjang lereng yang berbahaya, dan PSP adalah kecepatan lari manusia di pantai dengan asumsi kecepatan 2 m/s. Curah Hujan Tahunan Curah hujan tahunan dihitung berdasarkan data curah hujan (h) yang berada di sekitar daerah penelitian. Data dimasukkan ke dalam grafik penilalian eksponensial dengan persamaan (Budetta, 2004): x = 3 h/ (8) IV. DATA DAN ANALISIS Tinggi Lereng Data lapangan dari dimasukkan ke dalam rumus perhitungan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa Pantai Nglambor memiliki nilai poin 8,2 dengan risiko kerentanan jatuhan batuan terbesar. Hal ini didukung dengan kenampakan notch di lapangan yang tinggi dibandingkan dengan pantai lain. Pantai dengan risiko yang tinggi selanjutnya yaitu

4 Pantai Jogan dan Pantai Siung. Pantai Jogan memiliki luas penampang notch yang lebar dan cukup tinggi dengan aktivitas tinggi wisatawan di atasnya. Pantai Siung juga memiliki tinggi lereng yang banyak dipengaruhi oleh kekar dengan hasilnya berupa blok berdimensi besar. Volume Bongkah Parameter volume bongkah dinilai dengan normalisasi karena ukuran bongkah yang diukur di lapangan pada setiap pantai hasilnya berbeda-beda (Tabel 2). Volume bongkah terbesar yang dapat terbentuk adalah pada Pantai Indrayanti. Pantai Indrayanti memiliki intensitas kekar tinggi (S1, S2, S3) atau jarak spasi kekar cukup dekat. Kondisi tersebut menyebabkan volume batuan dalam jumlah besar sering jatuh. Pada Pantai Siung juga ditemukan bongkah batuan dalam volume besar atau dalam jumlah blok yang banyak (Gambar 3). Ukuran Blok Perhitungan nilai ukuran blok dari 7 pantai yang diteliti didapatkan nilai seperti pada Tabel 3. Ukuran blok yang mungkin akan jatuh mempunyai ukuran berkisar 30 cm sampai dengan 1.2 meter. Dari data tersebut didapatkan poin tertinggi adalah Pantai Siung dan Pantai Jogan. Poin tersebut menggambarkan ukuran blok yang dapat terbentuk ketika jatuhan batuan terjadi. Keadaan dari Pantai Jogan dapat dilihat pada Gambar 4. Dasar pengukuran potensi ukuran blok yang dapat jatuh ketika jatuhan batuan adalah pengukuran kekar. Kenampakan di lapangan digambarkan oleh kondisi spasi kekar yang lebar. Semakin lebar spasi kekar akan dihasilkan ukuran blok yang semakin besar dan menimbulkan ancaman lebih besar bagi pengunjung/wisatawan pantai. Spasi kekar pada Pantai Siung dan Pantai Jogan lebih besar dibandingkan dengan pantai yang lain. Spasi kekar yang lebar cenderung lebih stabil 696 dari spasi kekar yang dekat karena diperlukan gaya lebih untuk melepaskan batuan besar. Parameter ini lebih ditekankan ukuran batuan dibandingkan dengan frekuensi batuan jatuh sehingga semakin besar ukuran blok batuan akan semakin tinggi nilai risiko. Slope Mass Rating (SMR) Nilai RMR berdasarkan data lapangan yang telah diamati dari beberapa aspek yang telah diuraikan sebelumnya. Hasil dari penentuan nilai kekuatan batuan utuh yang ada di Pantai Selatan yaitu Mpa dengan bobot nilainya yaitu 2. Sementara itu dari aspek RQD (Tabel 4) diperoleh nilai yang berbeda dari setiap pantai berdasarkan data spasi kekar. Nilai tersebut dari perhitungan jarak spasi antar kekar (Tabel 5). Selanjutnya terdapat nilai dari spasi antar kekar tersendiri. Intensitas kekar yang terdapat dilapangan dari beberapa pantai cukup intensif namun dengan jarak spasi yang berbeda pada setiap pantai. Semakin ke arah barat akan memiliki nilai jarak spasi yang kecil dan juga semakin intensif. Kondisi kekar juga telah mengalami pelarutan dan pelapukan. Peran air tanah terhadap kestabilan tebing pantai di daerah selatan kurang berpengaruh, namun lebih didominasi oleh aktivitas arus pasang surut. Hasil dari penentuan nilai beberapa aspek tersebut disebut dengan Rock Mass Rating (RMR). Nilai F1,F2,F3,F4 diperoleh dari hubungan antara kekar dengan kemiringan lereng. Dalam klasifikasi Romana (1985), penggunaan rumus diperoleh dari sifat jatuhan batuan yang berupa toppling. Jumlah Jiwa Terpapar Aspek tersebut merupakan modifikasi dari average vehicle risk (AVR) yang menjadi bagian dari analisis jatuhan batuhan. Pada area pantai lebih fokus dengan jumlah pengunjung tiap tahun yang nantinya dapat menjadi risiko tersendiri (Tabel 6).

5 Data jumlah pengunjung dan nilai risikonya menunjukkan bahwa risiko tertinggi terdapat pada Pantai Indrayanti. Kesamaan jumlah pengunjung disebabkan karena beberapa pantai tersebut berada pada satu area, namun parameter ini lebih dikontrol oleh luas area jangkauan dari jatuhan batuan per satuan m 2. Curah Hujan Tahunan Nilai curah hujan diperoleh dari tahun 2010 pada beberapa kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Pantai Siung, Pantai Nglambor, Pantai Jogan, Pantai Indrayanti, dan Pantai Sadranan, dan Pantai Slili termasuk ke dalam Kecamatan Tepus dengan curah hujan mm/tahun. Pantai Krakal termasuk Kecamatan Tanjungsari dengan curah hujan mm/tahun. Bobot poin dari parameter curah hujan pada setiap pantai memiliki nilai yang sama yaitu 100. Parameter tersebut berpengaruh secara menyeluruh pada setiap pantai dan cukup berpengaruh sebagai media pengerosi yang dapat menyebabkan jatuhan batuan. V. PEMBAHASAN Hasil dari analisis beberapa parameter dikaji lebih lanjut secara terintegrasi sehingga dapat diperoleh informasi mengenai lokasi pantai yang paling berisiko. Parameter yang menjadi fokus utama dalam pembahasan ini adalah volume bongkah dari morfologi notch dan jumlah jiwa terpapar yang menjadi menyebabkan adanya risiko dari peristiwa jatuhan batuan. Setelah dilakukan penjumlahan dari semua parameter maka diperoleh tingkatan pantai (Tabel 7) dari risiko yang tertinggi hingga terendah yaitu Pantai Indrayanti, Pantai Siung, Pantai Jogan, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Nglambor. Pada citra DEM dapat dilihat terdapat dua buah kompleks pantai yaitu dibagian tenggara dan baratlaut (Gambar 6). Kompleks bagian tenggara terdiri dari Pantai Jogan, Pantai Nglambor, dan Pantai Siung dengan pola kelurusan yang menunjukkan arah utara-selatan dan baratdaya-timurlaut. 697 Sementara dibagian baratlaut terdapat kompleks Pantai Kerakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Indrayanti. Pola kelurusan lebih intensif dari pada bagian kompleks tenggara dengan arah utara-selatan, baratdaya-timurlaut, dan tenggara-baratlaut. Pantai Indrayanti menjadi yang paling berisiko karena memiliki parameter volume bongkah yang paling besar (Gambar 5) sehingga luas jangkauan jatuhan batuan yang dapat terjadi sangat besar. Hal tersebut berpengaruh pada jumlah jiwa terpapar yang terjadi akibat risiko jatuhan batuan tersebut. Pantai dengan potensi risiko yang besar selanjutnya yaitu Pantai Siung dan Pantai Jogan. Pantai tersebut memiliki ukuran blok yang besar karena dikontrol dari spasi kekar yang kurang intensif. Apabila dilihat dari morfologi notch, Pantai Siung memiliki volume yang lebih besar dibandingkan dengan Pantai Jogan. Parameter slope mass rating masih berpengaruh pada penentuan risiko selanjutnya pada Pantai Krakal, Pantai Sadranan, dan Pantai Slili. Ketiga pantai tersebut memiliki nilai SMR yang tinggi dibanding pantai lainnya dan parameter dari jumlah jiwa yang terpapar juga menunjukkan nilai yang cukup besar risikonya. Pada parameter ukuran blok dan volume bongkah, Pantai Krakal dan Pantai Sadranan memiliki nilai yang kecil. Peristiwa bencana jatuhan batuan yang terjadi di Pantai Sadranan menjadikan risiko yang ada di pantai tersebut berkurang. Selanjutnya terdapat Pantai Nglambor dengan risiko yang paling rendah karena pengaruh intensitas kekar yang terlalu besar sehingga ukuran blok yang dihasilkan termasuk kecil, namun dilihat dari parameter ketinggian lereng memiliki nilai yang paling besar daripada pantai yang lainnya. Parameter ketinggian lereng tidak menjadi acuan utama. Langkah mitigasi menjadi hal yang perlu dilakukan dari beberapa pihak terkait dalam rangka memperkecil risiko yang sewaktuwaktu dapat terjadi. Pada peristiwa ini dampak bencana yang dapat dikurangi adalah

6 korban jiwa yang berasal dari para pengunjung. Upaya mitigasi yang dapat ditempuh dapat melalui pemasangan rambu atau peringatan, penyelidikan dan penanggulangan dari segi geologi teknik, atau pemberian batas zona jatuhan batuan. Aspek geologi teknik yang dapat ditempuh seperti pembuatan wiremesh pada bagian rawan. VI. KESIMPULAN Penelitian dari beberapa Pantai Selatan di daerah Kabupaten Gunung Kidul memiliki hal utama yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian. Hasil yang diperoleh antara lain : 1. Parameter yang menjadi fokus utama yang berpengaruh pada risiko jatuhan batuan adalah volume bongkah dari morfologi notch dan jumlah jiwa terpapar; 2. Pantai dengan risiko jatuhan batuan tertinggi hingga terendah yaitu Pantai Indrayanti, Pantai Siung, Pantai Jogan, Pantai Krakal, Pantai Sadranan, Pantai Slili, dan Pantai Nglambor; 3. Langkah mitigasi yang dapat dilakukan seperti pembuatan rambu-rambu, pembatasan zona rawan jatuhan batuan, dan pembuatan wiremesh sebagai bagian dari tindakan geologi teknik. VII. ACKNOWLEDGEMENT Penelitian tersebut dibantu oleh pihak dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Gunung Kidul dalam bentuk data jumlah pengunjung dan data curah hujan setiap kecamatan di tahun DAFTAR PUSTAKA Budetta, P., Assessment of Rockfall Risk Along Roads, in : Natural Hazards and Earth System Sciences. Napoli, Italy, p Eliassen, T. D., Springston, G.E., Rockfall Hazard Rating of Rock Cuts on U.S. and State Highways in Vermont. Montpelier, Vermont, p Hunt, R.E., Geologic Hazards A Field Guide for Geotechnical Engineers. Taylor & Francis Group, New York, 334 p. Pierson, L.A., The Rockfall Hazard Rating System, in: Final Report No. FHWA-OR-GT Salem, Oregon p Pierson, L.A., Van Vickle, R., Rockfall Hazard Rating System : Participant s Manual, in : Final Report No. FHWA-SA Phoenix, Az p Romana, M., Serόn, J.B., Montalar, E., SMR Geomechanics classification : Application, experience, and Validation. In : ISRM 2003 Technology roadmap for rock mechanics. South African, p. 1-4 Surono, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Geosciences. Bandung, p

7 TABEL Tabel 1. Tinggi lereng dan bobot poin dari setiap pantai No. Nama Pantai Tinggi Lereng (m) Eksponen (x) Point 1 Pantai Siung Pantai Nglambor Pantai Jogan Pantai Indrayanti Pantai Slili Pantai Krakal Pantai Sadranan Tabel 2. Hasil perhitungan volume bongkah di Pantai Selatan No. Nama Pantai Volume (m3) Point 1 Pantai Siung Pantai Nglambor Pantai Jogan Pantai Indrayanti Pantai Slili Pantai Krakal Pantai Sadranan Tabel 3. Hasil perhitungan ukuran blok (Db) dan bobot poin dari setiap pantai N Nama S1 S2 S3 α β γ Vb (cm3) Db (m) Eksponen Poin o Pantai 1 Pantai Siung Pantai Nglambor 3 Pantai Jogan Pantai Indrayanti 5 Pantai Slili Pantai Krakal 7 Pantai Sadranan Tabel 4. Aspek RQD dan bobot RMR dari setiap pantai No. Nama Pantai Jumlah Volumetrik RQD Bobot RMR RQD 1 Pantai Siung Pantai Nglambor Pantai Jogan Pantai Indrayanti Pantai Slili Pantai Krakal

8 7 Pantai Sadranan Tabel 5. Spasi Kekar dari tiap pantai dengan bobot RMR No. Nama Pantai Spasi Kekar Bobot RMR Spasi Kekar 1 Pantai Siung Pantai Nglambor Pantai Jogan Pantai Indrayanti Pantai Slili Pantai Krakal Pantai Sadranan Tabel 6. Nilai risiko pengunjung dari tiap pantai No. Nama Pantai Jumlah Risiko Eksponen wisatawan Pengunjung 1 Pantai Siung Pantai Nglambor Pantai Jogan Pantai Indrayanti Pantai Slili Pantai Krakal Pantai Sadranan Tabel 7. Hasil akumulasi nilai beberapa parameter dan peringkat risiko tiap pantai No Nama Pantai PARAMETER Total Urutan Tinggi Ukuran Volume SMR APR Curah Nilai Risiko lereng Blok Bongkah hujan 1 Pantai Siung Pantai Nglambor 3 Pantai Jogan Pantai Indrayanti 5 Pantai Slili Pantai Krakal Pantai Sadranan

9 GAMBAR Gambar 1. Jatuhan batuan di Pantai Sadranan yang memakan korban jiwa. Jatuhan batuan berasal dari tebing x Gambar 2. Grafik penilaian eksponensial untuk mengetahui nilai dari setiap parameter pada metode mrhrs (Budetta, 2004) 701

10 Gambar 3. Beberapa blok jatuhan batuan yang terdapat di Pantai Siung. Beberapa morfologi notch masih banyak terdapat di sekitar pantai tersebut Gambar 4. Potensi jatuhan batuan di Pantai Jogan dengan ukuran blok yang tergolong besar. (A) hasil gerakan debris dari tebing di atasnya Gambar 5. Potensi jatuhan batuan di Pantai Indrayanti dengan keadaan volume bongkah yang sangat rawan untuk jatuh 702

11 Gambar 6. DEM dari kompleks pantai selatan. Pola kelurusan di bagian baratlaut lebih intensif dibandingkan di bagian tenggara 703

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jatuhan batuan atau yang biasa disebut dengan istilah rockfall merupakan salah satu jenis gerakan massa yang terjadi berupa jatuhnya bongkahan batuan dari suatu lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah wisatawan di Desa Parangtritis selama tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan objek wisata Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pendirian suatu konstruksi terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kegiatan tersebut yang terus meningkat. Lebih lanjut lagi,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG Selain analisis kinematik, untuk menganalisis kestabilan suatu lereng digunakan sistem pengklasifikasian massa batuan. Analisis kinematik seperti yang telah dibahas

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG R. Andy Erwin Wijaya. 1,2, Dwikorita Karnawati 1, Srijono 1, Wahyu Wilopo 1 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Pada tahun 2016 di Bulan Juni bencana tanah longsor menimpa Kabupaten Purworejo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan BAB II DASAR TEORI 2.1 Kestabilan Lereng Batuan Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses yang terjadi alami atau diawali oleh tindakan manusia dan menimbulkan risiko atau bahaya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu konstruksi atau massa material dalam jumlah besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan untuk menahan laju

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar Rijal Askari*, Ibnu Rusydy, Febi Mutia Program Studi Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line Scan Line dan RQD 1. Pengertian Scan Line Salah satu cara untuk menampilkan objek 3 dimensi agar terlihat nyata adalah dengan menggunakan shading. Shading adalah cara menampilkan objek 3 dimensi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008 4.1. Geoteknik Tambang Bawah Tanah Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang. Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsiasumsi

Lebih terperinci

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28 Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28!! Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28 Lereng Kupasan (cut slope) dan Manajemen Lingkungan di

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP STABILITAS GOA SEROPAN, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh; Bani Nugroho Teknik Geologi FTKE- Universitas Trisakti Program Doktor

Lebih terperinci

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR M1O-03 INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR Rizky Teddy Audinno 1*, Muhammad Ilham Nur Setiawan 1, Adi Gunawan

Lebih terperinci

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ; ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN METODE SLOPE MASS RATING DAN METODE STEREOGRAFIS PADA PIT BERENAI PT. DWINAD NUSA SEJAHTERA (SUMATERA COPPER AND GOLD) KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering melanda daerah perbukitan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta   2 Estimasi Kekuatan Batugamping Dengan Menggunakan Schmidt Hammer Tipe L Pada Daerah Prospek Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta R. Andy Erwin

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN METODE KINEMATIK DAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN; STUDI KASUS DI AREA PENAMBANGAN ANDESIT, DESA JELEKONG, KECAMATAN BALE ENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi kurang lebih sebesar 1,7 miliar pon tembaga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada tahun 2008. Bendungan jenis urugan batu (rockfill) ini memiliki tinggi 110 m dan kapasitas tampung

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah membutuhkan penanganan khusus, terutama perancangan penyanggaan untuk

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Metode Analisis kestabilan lereng

Metode Analisis kestabilan lereng Kestabilan lereng Metode Analisis kestabilan lereng Metode yang umum dilakukan adalah dari analisis stabilitas lereng didasarkan atas dari batas keseimbanganfaktor aman stabilitas lereng diistimasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik wilayah pegunungan dan perbukitan, sehingga seringkali terjadi bencana. Tanah merupakan salah satu bencana alam yang paling sering

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK BAB IV ANALISIS KINEMATIK 4.1 Data Lereng yang dijadikan objek penelitian terletak di pinggir jalan raya Ponjong Bedoyo. Pada lereng tersebut terdapat banyak diskontinuitas yang dikhawatirkan akan menyebabkan

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kecamatan Gedangsari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini memiliki luas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Mamasa

Lebih terperinci

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor ABSTRAK Maraknya proyek pembangunan villa di Nusa Penida dengan pemilihan lokasi yang berpotensi mengalami kelongsoran serta dicanangkannya Perda Kabupaten Klungkung No. 1 Tahun 2013 tentang Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA PENGARUH KARAKTERISTIK LITOLOGI TERHADAP LAJU INFILTRASI, STUDI KASUS DAERAH NGALANG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN GEDANGSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ading Tri Yangga * Wawan Budianta

Lebih terperinci

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH I. PENDAHULUAN Keperluan informasi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH Usaha Pemahaman terhadap Stabilitas Lereng dan Longsoran sebagai Langkah Awal dalam Mitigasi Bencana Longsoran Imam A. Sadisun* * Departmen Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung * Pusat Mitigasi

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA Oleh : Salatun Said Hendaryono PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI UPN VETERAN YOGYAKARTA 1 POKOK BAHASAN : PENDAHULUAN GEOLOGI DAERAH

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci