Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 39 No. 1, 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 39 No. 1, 2017"

Transkripsi

1

2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 39 No. 1, 2017 Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN Warta Litbang kali ini merupakan edisi pertama yang diterbitkan setelah penyerahan pengelolaan warta kepada Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian pada awal tahun Warta ini menyajikan informasi terkait pencapaian efisiensi dalam optimalisasi usaha tani. Membumikan teknologi di kawasan komoditas bawang dan cabai yang bersinergi dengan berbagai stakeholder, menjadi salah satu bentuk diseminasi yang efektif dalam penyebarluasan teknologi Balitbangtan. Berbagai teknologi dari hulu ke hilir yang dihasilkan Balitbangtan juga dapat menjadi pilihan, seperti varietas padi tahan Hawar Daun Bakteri yang disertai teknik pengendalian hama yang kompatibel, perbaikan performa domba lokal dengan rumpun domba komposit, penggunaan mesin panen jagung, serta olahan mangga menjadi selai lembaran yang praktis dibandingkan selai umumnya. Demikian pula strategi pemanfaatan lahan rawa dengan teknik pengelolaan pirit dapat menjadi solusi dalam memaksimalkan penggunaan sumber daya pengelolaan padi sawah. Terbukti pula bahwa lahan rawa lebak dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bunga sedap malam. Balitbangtan juga menaruh perhatian terhadap kekayaan plasma nutfah seperti pemanfaatan database genom aren dapat membantu seleksi plasma nutfah untuk pemuliaan aren dan juga teknik kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman pisang ayam. Kedua teknologi tersebut tidak hanya untuk menyelamatkan plasma nutfah namun juga meningkatkan potensinya. Membumikan Teknologi di Kawasan 1 Bawang Merah dan Cabai Mesin Panen Jagung Tipe Kombinasi 3 Solusi Jitu Peningkatan Usaha Tani Antisipasi Serangan Hawar Daun Bakteri 5 dengan Varietas Tahan dan Teknik Pengendalian yang Kompatibel Rumpun Domba Komposit sebagai 7 Terobosan Memperbaiki Domba Lokal di Peternakan Rakyat (Perdesaan) Perakitan Draft Genom Aren (Arenga 10 pinnata Wurmb Merr.) Kultur Jaringan Pisang Ayam 13 Prospek Pengembangan Tanaman 14 Bunga Sedap Malam di Lahan Rawa Lebak Menikmati Selai Buah Lembaran 16 Pirit di Lahan Rawa 17 Redaksi Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Muhammad Syakir; Tim Penyunting: Retno Sri Hartati Mulyandari, Istriningsih, Nuning Nugrahani, Sri Hartati, Sofjan Iskandar, Syahyuti, Sri Utami, Tri Puji Priyatno, Miskiyah, Wiwik Hartatik, Achmad Subaidi; Penyunting Pelaksana: Morina Pasaribu, Siti Leicha Firgiani, Ujang Sahali Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Jalan Salak No. 22, Bogor 16151, Telepon: (0251) , , Faksimile: (0251) , , wartalitbang@gmail.com. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada Redaksi menerima artikel tentang hasil penelitian serta tinjauan, opini, ataupun gagasan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi, dan jasa serta berita-berita aktual tentang kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Artikel disajikan dalam bentuk ilmiah populer. Jumlah halaman naskah maksimum 6 halaman ketik dua spasi. Foto sampul Cabai varietas Prima Agrihorti

3 Membumikan Teknologi di Kawasan Bawang Merah dan Cabai Program pengembangan kawasan cabai dan bawang merah di seluruh Indonesia dirancang untuk dapat menyediakan kebutuhan bawang merah dan cabai sepanjang musim. Untuk keberhasilan program tersebut, dibutuhkan teknologi dan pendampingan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghorti) bersama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) turun tangan melakukan Training of Trainers (TOT) di 9 titik pengembangan kawasan 2 komoditi tersebut dengan melibatkan para petugas lapang dan petani kunci. Harapannya merekalah yang akan menyebarkan pemahaman tersebut ke petani lainnya. Beberapa tahun terakhir ini, bawang merah dan cabai ikut andil dalam mendorong terjadinya inflasi, khususnya pada beberapa bulan musim penghujan (Januari Februari). Sementara itu, berdasarkan data yang ada, produksi bawang merah dan cabai di Indonesia dalam satu tahun sudah mencukupi, hanya saja tidak tersebar merata pada setiap bulan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Ditjen Hortikultura adalah Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi Bawang Merah dan Cabai tahun 2015, dengan fasilitasi sarana produksi dalam pengembangan kawasan melalui dana APBNP, dan selanjutnya terus dilaksanakan melalui Dinas Pertanian. Tahun 2016, sebanyak 31 BPTP terlibat dalam pendampingan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) terutama untuk kawasan bawang merah dan cabai. Untuk menyukseskan program tersebut, Puslitbanghorti bersinergi dengan BPTP melakukan pendampingan melalui kegiatan Training of Trainers (TOT) untuk membekali para petugas lapang yaitu Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (PPOPT), koordinator lapang di BPTP, dan kelompok tani dengan teknologi dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa). Metode TOT ini diyakini lebih hemat dari segi waktu, biaya dan tenaga, namun mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas lapangan dalam memahami teknologi budi daya bawang merah dan cabai. Selanjutnya, petugas lapangan dapat menyampaikannya kepada petani dengan lebih efektif, cepat dan tepat sasaran karena dilakukan oleh orang-orang terdekat petani. Guna memperlancar proses pendampingan, dibentuk Tim Pelaksana untuk koordinasi dan pelaksanaan TOT. Mekanisme koordinasi yang disepakati adalah kolaborasi penyelenggaraan TOT oleh Dinas Pertanian, BPTP, Balitsa, dan Puslitbanghorti. Sebagai tempat prakteknya dilakukan di lokasi pertanaman milik petani dan juga di lokasi peragaan teknologi (demplot) Para peserta TOT di Kabupaten Siak mengikuti praktek penyemprotan (kiri) dan praktek pengukuran ph air untuk melarutkan pestisida oleh peserta TOT di Minahasa (kanan). Volume 39 Nomor 1,

4 yang dibuat BPTP. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung pada demplot dan dapat dibandingkan dengan hasil praktek petani seharihari. Dalam proses TOT ini, BPTP, PPL, dan PPOPT terus berperan dalam pendampingan program. Salah satunya dengan temu lapang sekaligus mengevaluasi penerapan PTT dan seberapa jauh minat petani untuk menerapkan teknologi anjuran. Tahun 2016, TOT untuk PTT cabai dilaksanakan di Kabupaten Siak Provinsi Riau, Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Garut Provinsi Jawa Barat, Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Sorong Provinsi Papua Barat. Untuk bawang merah dilaksanakan di Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan, Bima Provinsi NTB, dan Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Para peserta mengikuti tes sebelum dan sesudah TOT, untuk mengetahui teknologi yang dibutuhkan dan tingkat pemahaman terhadap teknologi yang dilatihkan. Berdasarkan hasil TOT, diketahui kesalahan-kesalahan praktek dalam budi daya dan pengendalian OPT, karena kurangnya pemahaman terhadap teknologi misalnya kesalahan penyemprotan pestisida. Biasanya untuk melarutkan pestisida, petani menggunakan air sumur atau air sungai tanpa dilakukan pengecekan phnya. Padahal, untuk melarutkan pestisida harus menggunakan air dengan ph 4,5 5 karena ph air berpengaruh terhadap waktu paruh pestisida dimana pada kondisi basa akan terjadi hidrolisis yang menyebabkan waktu paruh pestisida menurun. Ada juga petani yang mencampur sampai 8 macam pestisida untuk mengendalikan OPT. Tony K. Moekasan, salah satu peneliti anggota tim TOT, mengatakan bahwa mencampur banyak macam pestisida tanpa menggunakan dosis atau aturan yang tepat dapat menimbulkan efek antagonistik (saling mengalahkan) atau netral, akibatnya efikasi pestisida justru menurun. Dalam keadaan ini, petani rugi dua kali, pestisida yang digunakan lebih banyak tetapi tidak manjur. Hasil pembelajaran selama TOT telah cukup berhasil yang ditunjukkan oleh hasil tes para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan. Teknologi yang diajarkan dan dipraktekkan juga sudah diterapkan. Muji Rahayu dari BPTP NTB melaporkan bahwa di Kabupaten Lombok Timur, terjadi peningkatan produktivitas cabai merah varietas Sanca pada petani peserta demplot, yaitu 21,6 t/ha sedangkan pada petani di luar demplot 18,2 t/ha, intensitas serangan virus kuning tanaman cabai juga lebih rendah. Penerapan teknologi hasil TOT juga meningkatkan produksi bawang merah di Kabupaten Minahasa. Petani di luar demplot: 10,57 t/ ha dan petani peserta demplot: 13,10 t/ha. Kelompok Tani juga telah menyebarluaskan hasil TOT kepada petani di sekitar Minahasa, dan mampu meningkatkan produksi bawang merah dari 10 t/ha menjadi t/ha. Di Papua Barat, Siak, Garut, Lombok Timur dan Bima, PPL menggunakan materi TOT sebagai bahan untuk penyuluhan kepada kelompok tani lain di wilayah binaannya. Bahkan Dinas Pertanian dan Kelompok Tani di beberapa daerah langsung melengkapi kebutuhan ph-meter untuk mengukur keasaman air karena petani sudah mulai terbiasa untuk mengukur ph tanah. TOT juga menjadi ajang untuk menambah keterampilan sekaligus menjadi sarana untuk berdiskusi tentang varietas, OPT dan cara pengendaliannya, serta serba serbi bawang dan cabai termasuk pasarnya. Meksy Dianawati, penanggung jawab dari BPTP Jawa Barat melaporkan bahwa di Kabupaten Garut, cabai rawit merah varietas Rabani Agrihorti disukai dan dipilih petani, apalagi saat ini mendapatkan harga yang tinggi. Sedangkan untuk cabai keriting Kencana ditumpang sari dengan kentang lebih baik daripada tanaman monokulturnya. Teknologi budi daya cabai yang diadopsi dengan persentase tertinggi adalah persemaian dengan naungan kassa, penggunaan mulsa hitam perak, dan penggunaan air bersih untuk penyemprotan. Merujuk laporan Olvie Tandi dari BPTP Sulawesi Utara, di Minahasa, untuk bawang merah, teknologi yang diadopsi adalah penerapan feromon exi, benih bersertifikat, dan pemupukan berdasarkan perhitungan. Berbeda dengan di kota Sorong yang menganggap penggunaan mulsa cukup mahal dan dolomit atau kaptan sulit diperoleh di lokasi setempat, seperti dilaporkan oleh Amisnaipa, peneliti BPTP Papua yang mendampingi PKAH di kota Sorong. Dinas Pertanian sebagai mitra kerja, mengapresiasi kegiatan pendampingan melalui TOT yang dilaksanakan Balitbangtan. Melalui kegiatantot ini, antara peneliti dan penyuluh dapat bersinergi langsung di lapangan mengawal petani dalam melaksanakan usaha tani bawang merah dan cabai. Sulusi Prabawati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Jl. Tentara Pelajar No. 3C Bogor Telepon : (0251) Faksimile : (0251) puslitbanghorti@litbang. pertanian.go.id; pushorti@yahoo.com 2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

5 Mesin Panen Jagung Tipe Kombinasi Solusi Jitu Peningkatan Usaha Tani Mesin pemanen ini merupakan redesign dan reversed engineering dari mesin panen padi combine harvester. Mesin ini dapat dioperasikan di lahan agak basah maupun lahan kering, digerakkan oleh motor disel 43 HP, dilengkapi dengan rangkaian pisau potong, pengarah, perontok, dan ayakan yang dapat disetel untuk merontokkan padi maupun jagung. Proses pemipilan jagung dianggap sebagai proses kritis dalam penanganan pascapanen. Peluang kehilangan hasilnya mencapai 8%. Proses pemanenan jagung selama ini sebagian besar masih dilakukan secara manual, sehingga membutuhkan waktu yang lama dan tenaga kerja yang tidak sedikit. Untuk mengatasinya diperlukan rekayasa mesin pemanen jagung. Mesin panen ini biasa dikenal sebagai mesin panen tipe kombinasi (combine harvester). Penggunaan mesin panen jagung di Indonesia saat ini sudah tidak bisa ditunda lagi, disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; (a) semakin sulitnya tenaga panen di berbagai daerah, (b) adanya kondisi sosial budaya yang kontra produktif terhadap kegiatan panen tersebut, (c) tingginya susut hasil dari kegiatan panen secara konvensional, dan beberapa faktor lain. Dua jenis mesin panen jagung yang dikembangkan saat ini yaitu corn picker dan combine harvester. Salah satu langkah dalam mempercepat tingkat adopsi mesin panen adalah melalui kegiatan redesign dan reversed engineering dari mesin combine harvester yang ada di pasaran. Mesin panen jagung tipe kombinasi. Volume 39 Nomor 1,

6 Uji kinerja di Klaten dan Lampung. Spesifikasi Teknis Mesin Jagung Tipe Kombinasi Mesin ini mempunyai dimensi mm x mm x mm, bobot kg, lebar kerja 160 cm dengan 3 baris pemotongan tanaman jagung, tenaga penggerak motor diesel 43 HP, serta menggunakan roda krepyak (Crawler) dari karet sehingga cocok digunakan untuk lahan agak basah maupun lahan kering. Mesin panen jagung tipe combine harvester merupakan gabungan dari berbagai subsistem saling berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan pemanenan dalam bentuk jagung yang sudah dirontok. Prinsip kerja mesin combine harvester sebagai berikut: (1) menggaet dan mengarahkan tanaman menuju bagian pemotong (reel), (2) memotong batang jagung (cutting platform), (3) merontokkan bulir jagung dari tongkolnya (threshing), (4) memisahkan jagung dan kotoran (separation and cleaning), dan (5) memotong atau menghancurkan batang jagung (chopping). Tahapan Kegiatan Rekayasa Pendekatan yang digunakan dalam perekayasaan mesin panen jagung adalah melalui reversed engineering dengan memodifikasi beberapa bagian/komponen mesin panen padi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mesin panen jagung. Modifikasi dilakukan pada bagian pengarah (reel guide), pisau statis, perontok (threshing), dan bagian pembersih (cleaning) dengan menggunakan bantuan software Computer Aided Design (CAD). Kemudian tahapan proses pabrikasi dari semua komponen, untuk bagian reel guide modifikasi pada pengarah berbentuk segilima dengan sudut antardual reel 120 dengan jumlah batang pengarah menjadi 3 buah. Bagian pisau statis dimodifikasi dengan membuat tambahan pisau statis terbuat dari plat besi setebal 3 mm yang dapat dibongkar pasang. Untuk bagian perontok (thresher) perubahan dilakukan pada panjang gigi perontok dan mengubah jarak antara gigi perontok dengan saringan. Bagian pembersih dilakukan perubahan dengan merubah ukuran dari ayakan yang disesuaikan dengan ukuran varietas jagung yang ada di Indonesia. Uji Kinerja Mesin Pemanen Jagung Tipe Kombinasi Kegiatan yang dilakukan setelah perakitan dan modifikasi adalah pelaksanaan uji fungsi mesin untuk mengetahui kinerja mesin secara nyata dengan beberapa kondisi lahan yang berbeda. Pengujian dilakukan di BBP Mektan Serpong dengan kadar air jagung saat panen 24%, diperoleh tingkat kehilangan hasil sebesar 6,1%, kebersihan 96,5%, dan kerusakan biji (jagung retak dan rusak) sebesar 1,96%. Pada pengujian unjuk kerja di Klaten (Jateng), pada kondisi kadar air jagung 23,5%, didapatkan kapasitas kerja sebesar 7,5 jam/ha pada kecepatan kerja 1,50 km/jam, dengan kondisi hasil panen tingkat kebersihan 99,74%, kerusakan biji 0,52% dan susut hasil sebesar 2,79%. Sedangkan pada pengujian di Lampung, pada kadar air jagung 32,4%, didapatkan kapasitas kerja 10,56 jam/ha pada kecepatan kerja 1,10 km/jam. Dengan tingkat kebersihan mencapai 96,3% kerusakan biji 1,70% dan susut hasil sebesar 2,50%. Sigit Triwahyudi, Joko Wiyono dan Doni Anggit S. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Situgadung, Kotak Pos 2 Serpong 15310, Tangerang Telepon : bbpmektan@litbang.pertanian.go.id 4 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

7 Antisipasi Hawar Daun Bakteri dengan Varietas Tahan dan Pengendalian Kompatibel Kerusakan akibat penyakit hawar daun bakteri (HDB) masih menjadi momok bagi petani padi. Banyak faktor yang diduga sebagai pemicunya. Namun, pengendalian secara terpadu sesuai anjuran cukup ampuh menekan perkembangan penyakit ini, diantaranya penggunaan varietas tahan HDB. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menyediakan pilihan varietas tahan HDB seperti Inpari 1, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 31, dan Inpari 32 HDB. Hawar daun bakteri merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman padi yang tersebar luas pada berbagai ketinggian dan agroekosistem padi. Penyakit ini sering timbul di musim hujan yang disertai angin kencang sehingga terjadi penyebaran patogen dan penularan penyakit karena luka akibat gesekan antara daun padi. Penyebab penyakit ini adalah bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) yang menginfeksi pada fase pertumbuhan padi, mulai dari persemaian hingga menjelang panen. Gejala penyakit diawali berupa bercak kebasahan, kemudian meluas membentuk hawar berwarna hijau keabu-abuan, mulai dari ujung atau tepi daun menuju pangkal daun. Gejala ini menyebabkan daun menjadi kering. Pada varietas yang rentan, gejala menjadi sistemik dan mirip gejala terbakar. Bakteri Xoo masuk melalui hidatoda, stomata, atau luka alami maupun luka buatan karena pengguntingan daun saat tanam berpindah. Bakteri juga dapat menginfeksi melalui pori-pori daun, melalui luka akibat gesekan daun, atau melalui luka karena serangga. Kehilangan padi akibat penyakit HDB bervariasi antara 15 80% bergantung pada fase petumbuhan saat terserang. Serangan pada saat fase berbunga menyebabkan proses pengisian gabah menjadi terganggu sehingga gabah tidak terisi penuh bahkan hampa. Kondisi tersebut menyebabkan kehilangan hasil hingga 50 70%. Pada musim tanam 2013/2014, luas serangan penyakit HDB tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat seluas ha, diikuti di Jawa Timur seluas ha, dan Jawa Tengah seluas ha. Luas serangan HDB dapat meningkat dari tahun ke tahun. Varietas Tahan Hawar Daun Bakteri Foto: Dokumentasi Dini Yuliani Gejala serangan penyakit HDB di pertanaman padi. Cara yang masih dianggap efektif dan banyak dilakukan oleh petani untuk mengendalikan penyakit HDB yaitu menanam varietas unggul baru (VUB) tahan terhadap penyakit HDB. Balitbangtan telah melepas sejumlah VUB yang tahan terhadap penyakit HDB diantaranya Inpari 1, Inpari 11, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 31, dan Inpari 32 HDB. Varietasvarietas tersebut memiliki potensi hasil yang cukup tinggi berkisar antara 8,4 hingga 10,0 t/ha dan ratarata berumur genjah antara hari setelah sebar. Tekstur nasi VUB Volume 39 Nomor 1,

8 Inpari 32 HDB (kiri) dan Inpari 31 (kanan) varietas unggul Balitbangtan yang tahan penyakit hawar daun bakteri. tahan HDB beragam, mulai pera hingga sangat pulen (Tabel 1). Kelebihan utama varietasvarietas tersebut adalah memiliki ketahanan terhadap HDB patotipe III, IV, dan VIII. Untuk mencegah patahnya varietas tersebut akibat patogen HDB, disarankan untuk dilakukan pergiliran varietas dengan gen tahan yang berbeda. Pengelolaan Varietas Tahan Pengendalian penyakit HDB dengan varietas tahan dapat terhambat oleh adanya kemampuan patogen untuk membentuk patotipe baru. Hal ini menyebabkan ketahanan varietas dibatasi oleh tempat dan waktu. Artinya, varietas yang tahan pada suatu musim di suatu tempat dapat menjadi rentan pada musim dan tempat yang lain. Oleh karena itu, teknik pergiliran varietas tahan perlu dirancang secara cermat, agar varietas tahan dapat berfungsi dengan baik dan dapat bertahan lebih lama di lapangan. Penanaman varietas tahan harus disesuaikan dengan keberadaan patotipe Xoo yang ada di suatu tempat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui struktur dan dominasi Xoo yaitu dengan pengujian patotipe bakteri Xoo pada varietas diferensial. Varietas differensial untuk mengidentifikasi patotipe Xoo diantaranya Kinmaze, Kogyoku, Tetep, Wase Aikoku, dan Java 14. Pergiliran varietas dapat dilakukan tiap musim atau beberapa musim bergantung pada keparahan penyakit HDB. Selain itu, dapat juga melakukan sistem tanam mozaik, yaitu tanam beberapa varietas padi pada suatu hamparan. Tabel 1. Varietas unggul baru padi tahan penyakit hawar daun bakteri (HDB). Varietas Umur Potensi Tekstur Ketahanan terhadap HDB (hari) hasil nasi (t/ha) Patotipe III Patotipe IV Patotipe VIII Inpari ,0 Pulen Tahan Tahan Tahan Inpari ,8 Pulen Tahan Agak tahan Agak tahan Inpari ,9 Pera Tahan Tahan Tahan Inpari ,4 Sangat pulen Tahan Agak tahan Agak tahan Inpari ,5 Pulen Tahan Agak tahan Agak tahan Inpari 32 HDB 120 8,4 Sedang Tahan Agak tahan Agak tahan Sumber: Buku Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi, Balitbangtan (2015). Strategi Pengendalian Hawar Daun Bakteri Pengendalian penyakit secara terpadu diantaranya sebagai berikut: 1. Varietas Tahan dan Benih Sehat Bersertifikat. Varietas tahan dengan menggunakan benih sehat dan bersertifikat dapat mencegah penyakit yang ditularkan oleh patogen melalui benih padi. 2. Waktu Tanam dan Pola Tanam. Keparahan HDB umumnya cukup tinggi pada musim hujan. Tanam padi diusahakan setelah melewati curah hujan yang cukup tinggi. Sedangkan pola tanam padi-padi-palawija berguna untuk memutus rantai penyakit HDB. 3. Jarak Tanam. Jarak tanam yang cukup rapat menyebabkan kelembapan tinggi dan kondusif untuk perkembangan penyakit HDB. Karena dapat terjadi gesekan antardaun yang sudah terinfeksi dengan daun yang masih sehat sehingga mempercepat terjadinya infeksi patogen. Ideal jarak tanam dibuat agak lebar sekitar 25 cm x 25 cm atau legowo 2:1 bergantung postur tanaman yang akan ditanam. 6 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

9 4. Pengairan. Hindari penggenangan air yang terlalu dalam dan terus-menerus, misal satu hari digenangi dan tiga hari dikeringkan sehingga kelembapan dapat berkurang dan oksigen dapat masuk ke lahan. 5. Pergiliran Varietas. Patogen HDB memiliki patotipe yang cukup banyak dan mudah berubah sehingga sulit dikendalikan. Oleh karena itu, pengembangan varietas tahan harus disesuaikan dengan patotipe yang ada dan dilakukan pergiliran varietas tahan dengan latar belakang genetik ketahanan yang berbeda. 6. Pemupukan. Aplikasi nitrogen (urea) yang berlebihan dapat mengurangi ketahanan tanaman, sebaliknya pupuk fosfor (TSP) dan kalium (KCl) dapat meningkatkan ketahanan tanaman. Pemupukan diupayakan secara lengkap dan seimbang sesuai dosis anjuran setempat. 7. Sanitasi Lingkungan. Bakteri patogen HDB dapat bertahan hidup dalam tanah, jerami terinfeksi, singgang, gabah, dan gulma. Sangat penting untuk membersihkan bagian tanaman yang terinfeksi dan gulma sumber patogen di lahan diantara musim tanam. 8. Pengendalian Hayati. Pengendalian penyakit secara ramah lingkungan diharapkan dapat efektif untuk menekan kehilangan hasil dengan aplikasi kombinasi agens antagonis Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis. 9. Pengendalian Kimia. Pengendalian terakhir yaitu penggunaan senyawa kimia berupa aplikasi bakterisida saat keparahan penyakit mencapai 15 20% dengan bahan aktif oxytetracycline, streptomycin, dan chloramphenicol. Dini Yuliani Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya No. 9, Sukamandi Subang Telepon : (0260) Faksimile : (0260) bbpadi@litbang.pertanian. go.id dan diniyuliani2010@gmail.com Rumpun Domba Komposit Terobosan Memperbaiki Domba Lokal di Peternakan Rakyat Usaha ternak domba di perdesaan seringkali belum memerhatikan seleksi bibit yang dikembangkan. Oleh karena itu, perlu terobosan bibit domba unggul tipe besar yang dipersiapkan untuk ekspor. Domba komposit adalah solusi yang diharapkan mampu memperbaiki performa genetik domba di masyarakat, dengan strategi pengembangan spesifik lokasi, sesuai ketersediaan pakan hijauan, dan manajemen pemeliharaan. Populasi domba di Indonesia tahun 2015 mencapai ekor dengan populasi tertinggi di Jawa Barat yang mencapai 93,6% dari populasi nasional. Sistem pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional dan dilihat dari aspek bibit masih seadanya dengan tidak ada kontrol perkawinan sehingga kualitasnya semakin menurun dengan bobot badan dewasa yang semakin rendah. Untuk menghadapi era globalisasi usaha peternakan di Indonesia dituntut untuk mampu bersaing dengan produk impor, yakni untuk ekspor dengan persyaratan harus memenuhi bobot badan minimal 35 kg. Kondisi demikian menuntut produk peternakan termasuk domba harus ditingkatkan dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Apabila ternak yang ada tidak mampu bersaing, maka usaha peternakan di Indonesia akan sulit berkembang. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan upaya membentuk rumpun domba tipe besar (>35 kg) yang mampu dikembangkan ke masyarakat (peternak), melalui upaya rekayasa genetik yakni program persilangan antara domba impor dengan domba lokal. Program tersebut akan terbentuk domba dengan tipe besar, tetapi mampu beradaptasi dengan kondisi di Indonesia. Volume 39 Nomor 1,

10 Komposit Sumatera (KS) Komposit Garut (KG) Barbados Cross (BC) Performa domba komposit jantan yang dibentuk hasil rekayasa genetik di kandang percobaan Balitnak (bobot badan dewasa mencapai kg). Upaya Pembentukan Rumpun Domba Komposit melalui Program Persilangan Selama hampir sepuluh tahun terakhir, Balai Penelitian Ternak (Balitnak) telah melakukan penelitian untuk mendapatkan breed domba baru yang merupakan gabungan keunggulan dari berbagai bangsa domba di dunia. Domba baru yang dibentuk adalah Domba Komposit yang dapat beranak sepanjang tahun dengan jumlah anak dua ekor seperti yang ditampilkan oleh domba prolifik (beranak banyak), mempunyai kerangka tubuh yang besar yang memberi peluang kepada pertumbuhan fetus secara optimal, daya tahan terhadap cuaca panas dan lembap seperti yang ditampilkan oleh domba Hairsheep (HH). Domba tersebut juga mempunyai produksi susu yang cukup untuk merawat anak dua ekor, serta komposisi perdagingan yang baik seperti yang ditampilkan oleh domba Moulton Charolais (MM). Domba komposit yang dibentuk memiliki postur tubuh lebih besar dibanding domba lokal sendiri. Domba komposit yang dibentuk adalah sebagai berikut: Komposit Sumatera (KS): Komposisi genetik adalah 50% Domba Sumatera, 25% St. Croix, dan 25% Barbados Blackbelly. Domba tersebut memiliki postur tubuh yang tidak terlalu besar, tetapi memiliki keunggulan tahan terhadap penyakit cacing, sesuai karakter domba asli Sumatera sendiri. Barbados Cross (BC): Komposisi genetik adalah 50% domba Barbados Blackbelly, dan 50% Sumatera. Domba ini memiliki postur tubuh lebih besar dibanding domba KS, karena sesuai domba Barbados Blackbally. Komposit Garut (KG): Komposisi genotipe adalah 50% domba Garut, 25% Moulton Charolais, 25% St. Croix. Domba tersebut memiliki Tabel 1. Bobot badan domba komposit di laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Bobot badan (kg) Peubah genotipe Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot lahir sapih umur umur umur (3 bulan) (6 bulan) (9 bulan) (12 bl) Komposit Garut (KG) 2,60 11,85 15,46 19,84 22,41 Barbados Cross (BC) 2,11 11,87 13,48 17,49 20,17 Komposit Sumatera (KS) 2,22 11,93 13,58 16,95 19,71 Garut (GG) 2,08 8,54 13,37 17,32 20,14 Sumber: Subandriyo et al. (2015). performa tubuh yang paling besar, karena pengaruh domba Garut yang cenderung besar (hasil persilangan dengan domba impor). Pola Pertumbuhan Domba Komposit di Laboratorium Penelitian Domba komposit yang dibentuk, memiliki performa bobot lahir yang lebih besar dibandingkan dengan domba lokal (domba Garut). Bobot lahir domba KG lebih tinggi dibandingkan domba Garut, demikian pula dengan bobot sapih dan bobot umur 1 tahun (Tabel 1). Domba KG memiliki bobot badan paling tinggi disusul domba BC, dan domba Garut sendiri, sedangkan domba KS paling rendah (umur 1 tahun). Domba KG adalah hasil persilangan dengan domba lokal Garut yang domba tersebut juga merupakan domba hasil persilangan dengan domba impor, dan sudah beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Domba KS adalah hasil persilangan dengan domba lokal Sumatera yang memang memiliki postur tubuh kecil (dewasa sekitar 20 kg), tetapi memiliki keunggulan spesifik yakni tahan terhadap penyakit cacingan. Domba KS sudah dilakukan Pelepasan Rumpun pada tahun 2015 dengan nama Domba Compass Agrinak, yang siap dikembangkan di masyarakat. Domba yang paling unggul pada kondisi laboratorium adalah domba KG, yang memiliki pola pertumbuhan 8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

11 yang lebih tinggi dibanding domba komposit lainnya. Domba komposit yang dibentuk akan mampu mencapai bobot badan persyaratan ekspor (bobot badan dewasa >35 kg) pada kondisi dewasa tubuh seperti yang ada di laboratorium, maupun kondisi lapang (postur tubuh besar dibanding domba lokal). Tabel 2. Reproduksi domba komposit dan domba lokal di peternakan rakyat. Domba Jumlah anak Mortalitas Laju reproduksi perkawinan sekelahiran (%) induk (ekor) (ekor/induk/tahun) Komposit Garut (KG) 1,50 50,00 1,35 Barbados Cross (BC) 1,26 28,57 1,53 Komposit Sumatera (KS) 1,56 7,89 1,32 Lokal (LL) 1,42 20,29 1,31 Sumber: Dwi Priyanto dan Adiati (2013). Pola Pertumbuhan Domba Komposit di Peternakan Rakyat Persyaratan program pelepasan rumpun domba hasil penelitian perlu dilakukan uji lapang (uji multi lokasi) yakni di peternakan rakyat. Uji adaptasi telah dilakukan pada lahan kering dataran tinggi (LKDT), dengan pemeliharaan manajemen peternak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Domba komposit memiliki jumlah anak sekelahiran (JAS) lebih dari 1 ekor, lebih unggul dibanding domba lokal (kecuali domba BC), tetapi mortalitas anak domba KG paling tinggi. Perhitungan laju reproduksi induk (LRI) yang menyatakan jumlah anak yang dilahirkan/induk/ tahun masih cukup bagus dibandingkan domba lokal (Tabel 2). Dari Bobot badan (kg) 25 aspek reproduksi domba komposit lebih unggul dibanding domba lokal yang sudah beradaptasi di lingkungan perdesaan. Nilai LRI sangat dipengaruhi oleh jumlah anak sekelahiran, kematian anak, dan jarak beranak. Di perdesaan pengaturan perkawinan belum tertata baik sehingga jarak beranak masih panjang. Kematian anak yang tinggi sebagai akibat bahwa domba KG kurang adaptif pada pakan yang rendah, sehingga kematian anak tinggi. Untuk itu diperlukan manajemen pakan yang bagus dalam pengembangan domba KG khususnya, dan domba komposit secara umum. Berdasarkan pola pertumbuhan anak domba komposit terlihat lebih unggul dibandingkan domba lokal, walaupun domba lokal yang ada adalah mayoritas keturunan domba Garut. Domba KG paling unggul pola pertumbuhannya yang meningkat tajam setelah berumur di atas 6 bulan (Gambar 1). Domba komposit di peternakan rakyat menunjukkan pola adaptasi dengan manajemen pemeliharaan dikandangkan (intensif), diberi pakan hijauan dan limbah sayuran. Performa genetik dan pengaruh lingkungan perdesaan tidak banyak berpengaruh terhadap pola pertumbuhan anak domba yang dilahirkan (bobot dewasa yang relatif sama). Hal tersebut menunjukkan bahwa domba komposit mampu beradaptasi pada kondisi pemeliharaan peternakan rakyat (di perdesaan), dan mampu digunakan sebagai langkah perbaikan genetik domba lokal di perdesaan. Rekomendasi Pengembangan Domba Komposit Umur domba (bulan) Komposit Garut Barbados Cross Komposit Sumatera Lokal Gambar 1. Performa pertumbuhan domba pada kondisi peternakan rakyat. Rekomendasi pengembangan domba komposit yang disarankan adalah: 1. Mortalitas domba KG yang terjadi di peternakan rakyat sangat tinggi, tetapi performa reproduksi dan bobot badannya paling tinggi. Domba KG sebaiknya dikembangkan pada kondisi pakan yang cukup, karena responsif terhadap pakan yang jelek (mortalitas anak tinggi). Pola pertumbuhan bagus tetapi sering Volume 39 Nomor 1,

12 terjadi kematian anak akibat kurangnya produksi susu terkait jumlah pakan. 2. Domba BC relatif tahan dan mampu beradaptasi terhadap menajemen budi daya yang kurang bagus, sehingga dapat dikembangkan pada kondisi kualitas pakan sedang sampai kurang. 3. Domba KS memiliki pola pertumbuhan dan penampilan bobot badan relatif rendah, karena domba Sumatera sendiri adalah tipe kecil, tetapi tahan terhadap penyakit cacing. Rekomendasi pengembangan domba KS adalah pada pola manajemen pemeliharaan digembalakan. 4. Strategi pengembangan di peternakan rakyat dalam memperbaiki domba lokal yang kecil, ditempuh dengan pengembangan domba jantan komposit sebagai Pemacek induk domba lokal di peternakan rakyat melalui persilangan. Penggunaan domba komposit akan mampu meningkatkan domba lokal, khususnya untuk memperbaiki performa bobot badan dewasa yang lebih besar yang mampu dipersiapkan untuk kebutuhan ekspor dalam waktu jangka panjang. Dwi Priyanto Balai Penelitian Ternak, Jl. Banjarwaru, Ciawi, Kotak Pos 221 Bogor Tel : (0251) ; Fax: (0251) balitnak@litbang.pertanian. go.id; balitnak@indo.net.id Perakitan Draft Genom Aren (Arenga pinnata Wurmb Merr.) Aren merupakan tanaman asli Indonesia yang menyimpan potensi sangat besar. Lebih dikenal sebagai penghasil gula, namun manfaatnya dapat dikonversi menjadi bahan bakar nabati. Pemanfaatan database genom rujukan aren berupa set marka molekuler dapat membantu seleksi plasma nutfah untuk kegiatan pemuliaan aren. Pemuliaan aren sangat diperlukan untuk menghasilkan sifat yang unggul seperti genjah, produksi dan kualitas nira yang tinggi, dan tahan hama penyakit. Penelitian perakitan draft genom aren oleh tim peneliti dari Balitbangtan dan Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menghasilkan data sekuen genom tanaman aren yang pertama kali dipublikasikan di dunia. Suatu database cetak biru yang memberikan gambaran secara komprehensif sistem biologi aren, struktur kromosomnya, dan bagaimana gen-gen saling bersinergi melaksanakan peranannya dalam suatu sistem kehidupan yang sangat komplek. Bahkan sekuen-sekuen DNA regulatornya, seperti promoter, enhancer, intron, elemen berulang, dan junk DNA lainnya, berhasil diidentifikasi untuk dipelajari fungsinya secara lebih utuh keterkaitannya dengan informasi ekspresi gen, protein, metabolit dan fenotipe suatu organisme/sel. Beragam jenis tanaman aren dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia mulai Sabang hingga Merauke. Habitat aren yang juga dapat dijumpai di pantai barat India, Cina bagian selatan dan Kepulauan Guam, serta Filipina, Malaysia, Laos, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Srilanka, dan Thailand, diduga asal penyebaran dari Indonesia. Aren termasuk dalam famili Arecaceae yang beranggotakan palma penting lain seperti kelapa (Cocos nucifera), kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan kurma (Phoenix dactylifera). Dibandingkan dengan ketiga jenis palma tersebut, aren termasuk palma underutilized dan belum banyak dimanfaatkan potensinya karena 60% populasi pohon aren dunia ada di Indonesia. Melalui berbagai penelitian modern, potensi pemanfaatan produk dari aren ini untuk industri mulai dipelajari dan diketahui. Selain sebagai penghasil gula, nira dapat dikonversi sebagai bahan bakar nabati serta alternatif energi terbarukan. Saat ini, luas areal aren di Indonesia mencapai hektar, dimana jumlah tanaman yang produktif antara pohon per hektar dengan perkiraan produksi nira rata-rata 20 liter/pohon/hari. Dengan demikian potensi produksi nira aren Indonesia akan mencapai sekitar liter per hari, dan apabila dikonversi menjadi bioetanol akan mencapai liter per hari atau liter per tahun. Jika luasan tanaman aren Indonesia dapat mencapai luasan tanaman kelapa sawit, itu potensi yang sangat besar dan dahsyat bagi Indonesia untuk menjadi lumbung energi baru dan terbarukan di dunia. 10 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

13 Oleh karena itu, upaya pengembangan potensi aren menjadi komoditas unggulan mendukung program bioenergi nasional perlu secepatnya dilakukan. Sifat unggul aren yang perlu dikembangkan ke depan adalah aren berumur genjah, produksi nira tinggi, kualitas nira yang baik untuk produksi gula dan bioethanol, serta tahan hama penyakit utama. Untuk mendukung program pemuliaan tanaman asli Indonesia tersebut, telah dilakukan de novo sekuensing whole genome aren melalui proyek kemitraan. Penelitian dan Pengembangan Pertanian Strategis (KKP3S) dengan leader Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen). Kegiatan ini telah dilakukan sejak tahun 2015 dengan menggunakan populasi aren Aren Genjah Kutim (AGK) dari Kalimantan Timur. Total genom disekuen dengan lima jenis pustaka genom, yaitu satu pustaka dengan jenis paired-end (PE), dan empat pustaka berjenis Mate-Pair (MP) dengan panjang fragmen 2kb, 5kb, 8kb, dan 10 kb yang dibaca pada satu kanal secara Tabel 1. Hasil penapisan data pembacaan sekuen genom AGK dari pustaka MP setelah pembuangan sekuen adapter dan basa berkualitas rendah*. Total basa Rata-rata panjang ID % GC % Q30 bacaan bacaan (pb*) (pb) AGK_ ,084,502, AGK_ ,407,179, AGK_ ,445,027, AGK_ ,301,607, AGK_ ,380,804, * Data sekuen dianalisis dengan program Adapter Removal dan seqtk; pb = pasang basa. Tabel 2. Distribusi ukuran contig genom aren AGK hasil perakitan secara de novo menggunakan program minia. Ukuran Contig Total Contigs Total Basa % Basa < 1 kb kb kb kb kb kb kb kb kb kb kb > = 100 kb Kumulatif Kumulatif>1kb Kumulatif>2kb Tabel 3. Data ukuran hasil perakitan genom aren AGK menggunakan program SOAP de novo. Metriks SOAPdenovo Metassembler Jumlah scaffold 540, ,347 Jumlah contig 2,085,288 1,467,573 Panjang total scaffold MB MB Panjang total contig MB MB (49.046% celah) (44.102% celah) Nilai L/N50 scaffold 23,438/ KB 15,011/ KB Nilai L/N50 contig 226,293/1.09 KB 168,827/1.352 KB Nilai L/N90 scaffold 171,823/1.069 KB 68,194/4.134 KB Nilai L/N90 contig / /309 Scaffold terpanjang KB KB Contig terpanjang KB KB Jumlah scaffold > 50 KB % genom dari scaffold > 50 KB 25.83% 31.82% % genom dari scaffold > 10 KB 69.52% 81.72% % genom dari scaffold > 1 KB 90.66% 95.13% multipleks. Total bacaan genom AGK dari pustaka PE mencapai hampir 429 giga basa (Gb) dengan nilai Q30 (rasio bacaan genom berdasarkan kualitas Phred menunjukkan skor di atas 30) di atas 72%. Sedangkan hasil bacaan genom AGK dari pustaka MP mencapai rata-rata 14,4 Gb dengan nilai Q30 di atas 70%. Dari pustaka MP juga terindentifikasi rasio guanine:sitosin (%GC) yang hampir sama untuk semua aksesi AGK yang disekuensing (Tabel 1). Perakitan awal genom aren secara de novo menggunakan program minia dan data sekuen dari pustaka PE untuk aksesi aren Volume 39 Nomor 1,

14 a b c Pohon aren dalam Toumung (a), aren sedang Bengkulu (b), dan aren genjah Kutim (c).. AGK_4. Analisis minia berhasil mengindentifikasi 10,344,962 contig aren dengan panjang total 1,175,552,447 pb atau sekitar 85% dari ukuran perkiraan genom aren. Contig-contig yang berukuran lebih dari 1 k mencapai lebih dari 10 juta sekuen (Tabel 2). Contig yang cukup panjang ini sangat penting untuk analisis bioinformatika bagi mengindentifikasi kandungan dan variasi gen. Hasil perakitan awal ini untuk memastikan bahwa kuantitas dan kualitas sekuen yang dihasilkan dari pustaka cukup representative menggambarkan whole genome aren. Hasil perakitan sekuen genom aren awal disempurnakan lagi dengan analisis program SOAP denovo dan data sekuen dari pustaka PE dan MP. Program SOAP denovo juga menghasilkan rakitan genom hingga tingkat scaffold. Untuk menghasilkan set scaffold, digunakan juga program BESST dan OPERA-LG yang dapat merakit contig dari program SOAP denovo menjadi dua set scaffold alternatif. Dengan demikian diperoleh 3 set scaffold aren AGK yang kemudian dengan menggunakan program Metassembler dapat dihasilkan scaffold gabungan. Tabel 3 menunjukkan secara keseluruhan Metassembler menghasilkan matrik rakitan scaffold yang lebih baik dengan nilai N50 sebesar 29,769 kb dibandingkan N50 dari SOAPdenovo yang hanya mencapai 20,577 kb. Artinya, rakitan genom dengan menggunakan Metassembler tidak terfragmentasi sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan jumlah scaffold dari jika menggunakan program SOAP denovo menjadi Tetapi rata-rata scaffold yang dihasilkan Metassembler lebih pendek (1.75 Gb) dibandingkan scaffold dari SOAPdenovo yang mencapai 2.18 Gb. Kualitas scaffold hasil analisis Metassembler ini dapat ditetapkan sebagai draft genome rujukan aren. Sekitar 95% scaffold ini memiliki ukuran lebih dari 1 kb dan 81,72 % berukuran di atas 10 kb. Banyaknya proporsi scaffold dengan ukuran cukup besar memungkinkan analisis genom aren lebih lanjut, seperti analisis kandungan gen dan DNA regulatornya, promoter, enhancer, sinteni, dan elemen berulang. Berdasarkan draf genom rujukan aren ini telah diidentifikasi sejumlah marka SSR yang didesain pada contig (395 SSR) maupun scaffold (kurang lebih 1000 SSR). Semua varian SSR dengan deskripsi gen dan primer yang divalidasi menjadi konten database genom aren di Pusat Genom Komoditas Pertanian Indonesia (PGKPI) yang dapat diakses di pertanian.go.id. Berdasarkan hasil verifikasi 130 pasang primer SSR yang disintesis, terseleksi sejumlah marka yang menunjukkan polimorfisme pada aren genjah Kutim dan aren dalam Toumuung dengan teknik polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) denaturasi dan non-denaturasi. Temuan yang sangat menarik dari pemanfaatan database genom rujukan aren ini adalah sebuah set marka yang mampu mengidentifikasi individu aren genjah Kutim, aren dalam Toumung, dan aren sedang Bengkulu dengan presisi sekitar 80-90%. Set marka molekuler tersebut dapat dimanfaatkan untuk evaluasi plasma nutfah dan membantu seleksi dalam program pemuliaan aren di Indonesia ke depan. Habib Rijzaani 1, Puji Lestari 1, Ismail Maskromo 2, Surdarsono 3, dan Tri Puji Priyatno 1 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumerdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 3A Bogor Telepon : (0251) , Faksimile : (0251) bb_biogen@litbang.pertanian.go.id 2 Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapengat, Kotak Pos 1004, Manado 95001, Sulawesi Utara 3 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

15 Kisah Kultur Jaringan Pisang Ayam Pisang ayam merupakan tanaman yang saat ini populasinya semakin sedikit di Tanah Datar, Sumatera Barat. Pisang ayam ini merupakan bahan baku keripik yang berkualitas. Oleh karena itu, teknologi kultur jaringan perlu diterapkan sebagai salah satu upaya penting untuk melestarikan sumber daya genetik tanaman tersebut agar terhindar dari ancaman kepunahan. Dari hasil eksplorasi lapang di Tanah Datar, diperoleh jantung pisang ayam dari dua rumpun tanaman yang terletak di pekarangan rumah petani. Berdasarkan informasi dari pengelola Agrowisata Kiniko, pisang ayam merupakan bahan baku keripik yang sangat bagus. Kulit pisangnya yang tidak perlu dikupas semua tetapi hanya dengan membuang kulit arinya menjadikan penampilannya menarik dengan pola lingkaran berwarna hijau, selain rasa yang renyah. Tanaman pisang ayam semakin langka. Permasalahan ini menjadi tantangan untuk menyelamatkan dan memproduksi masal bibit pisang ayam, serta melakukan restorasi plasma nutfah tersebut ke daerah asalnya. Hasil inovasi BB Biogen dan Balitbu menunjukkan bahwa irisan melintang dari aksis jantung pisang dapat beregenerasi menjadi planlet (tanaman utuh) melalui aplikasi teknik kultur jaringan. Teknik tersebut telah diujikan pada beberapa varietas pisang, antara lain kosta, rajabulu, dan siem juga kluthuk awu dan kepok kuning dan barangan, walaupun dengan menggunakan formulasi media yang berbeda. Namun demikian, regenerasi pisang ayam masih terkendala oleh parahnya pencoklatan sehingga dilakukan optimasi metode regenerasi. Untuk mengurangi pencokelatan tersebut, biakan dipindah ke media cair yang mengandung antioksidan, yaitu polyvinylpyrollidone (PVP) dengan taraf 100 mg/l. Dalam waktu lebih dari sebulan, nodul mulai terinisiasi terutama dari bagian yang menyisakan pangkal sisir muda. Pada tahap awal, nodul yang muncul berwarna hijau terang atau keputihan, selanjutnya berubah warna menjadi hijau dan menjadi tunas. Tunastunas dapat berelongasi pada media yang sama, yaitu media MS yang ditambah dengan BA 10 µm dan IAA 1 µm sedangkan induksi akar dilakukan menggunakan media MS yang ditambah dengan arang aktif 0,5% g/l. Dalam kurun waktu kurang dari setahun, bahan tanaman berupa jantung telah berubah menjadi planlet dalam jumlah berlimpah dan siap diaklimatisasi di rumah kaca. Aklimatisasi adalah proses pengadaptasian planlet dari lingkungan kultur jaringan (in vitro) yang memiliki suhu rendah dan kelembapan tinggi ke lingkungan rumah kaca yang bersuhu tinggi dan kelembapan rendah. Sebagai persiapan aklimatisasi, planlet dikeluarkan dari botol kultur, lalu dicuci secara hati-hati sampai bersih dan media yang menempel pada akarnya sudah hilang. Media Tahapan aklimatisasi pisang ayam: planlet yang telah dikeluarkan dari botol (a), planlet yang diletakkan dalam styroform (b), planlet yang dibungkus dengan kapas basah (c), paket planlet yang siap dikirim (d), kondisi planlet yang telah dikirim dari BB Biogen ke Balitbu (e), kondisi benih di rumah kaca (f), benih sedang dipindahkan ke lapang (g), benih ditanam di sela-sela tanaman dahlia (h), dan papan nama pengujian di lapang (i). Volume 39 Nomor 1,

16 mengandung gula sehingga berisiko pada terjadinya kontaminasi planlet jika pencuciannya tidak bersih. Pencucian perlu dilakukan secara hati-hati supaya akar dan tunas tidak patah. Planlet yang sudah bersih dibungkus dalam wadah styroform berlubang dan dilembapkan dengan kapas basah untuk mempertahankan kesegaran planlet. Seluruh planlet sangat memadai untuk diaklimatisasi di rumah kaca di Balitbu. Aklimatisasi dilakukan dengan cara menanam planlet pada media tanah, arang sekam, dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1:1:1. Pada dua minggu pertama, planlet disungkup dengan gelas plastik. Selanjutnya, sungkup dibuka secara gradual, dimulai pada sore hari selama satu minggu, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan sungkup secara total sepanjang hari. Benih yang berumur sekitar 3 bulan cukup ideal untuk dipindahkan ke lapang. Ditanamnya tanaman pisang ayam hasil regenerasi potongan melintang jantung pisang di Batusangkar- Tanah Datar, secara langsung merupakan kegiatan restorisasi. Bahan tanaman yang awalnya berasal dari daerah Tanah Datar akhirnya dapat dikembalikan lagi ke asalnya. Dengan bertambahnya rumpun pisang ayam di daerah tersebut, status kelangkaan pisang ayam dapat diantisipasi lebih awal sehingga tidak mencapai pada kategori genting. Benih yang ditanam di lapangan tersebut sekaligus dapat menyediakan bahan baku keripik bagi industri rumah tangga. Proses kultur jaringan pisang ayam membuahkan hasil di luar ekspektasi, yaitu konservasi sekaligus mendukung pengembangannya secara komersial dan memberdayakan masyarakat setempat. Ika Roostika, Edison, Nurwita Dewi, dan Asadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor Telepon : (0251) , Faksimile : (0251) bb_biogen@litbang.pertanian.go.id Prospek Pengembangan Bunga Sedap Malam di Rawa Lebak Membudidayakan tanaman bunga di lahan rawa lebak masih belum lazim dilakukan. Namun kini telah terbukti jika bunga sedap malam yang dikenal memiliki nilai ekonomis tinggi dapat diproduksi di lahan rawa lebak. Mengenali karakteristik dan melalui perawatan sesuai anjuran, memungkinkan bunga sedap malam berbunga optimal. Proses Budidaya Untuk dapat tumbuh dan berbunga dengan baik, perlu persiapan dan perawatan sebagai berikut. Bunga sedap malam (Polianthes tuberosa L.) sesuai ditanam di daerah dengan kelembapan udara 75 90%, suhu harian 16 o 27 o C, serta curah hujan mm. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, aerasi dan tata air (drainase) tanah bagus, dengan derajat kemasaman tanah ph 5 7. Di Bangil Pasuruan, misalnya, bunga sedap malam yang ditanam pada ketinggian < 50 m dpl dapat tumbuh dan berkembang cukup bagus. Pada dasarnya bunga sedap malam tidak dapat tumbuh dengan baik pada kondisi genangan air. Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan penanaman pada bagian lahan yang tinggi dan tidak tergenang air atau dengan sistem surjan. Balitbangtan telah melepas dua varietas unggul bunga sedap malam, yaitu Roro Anteng yang dapat berkembang dengan baik di daerah Pasuruan, Jawa Timur, dan Dian Arum yang berkembang di daerah Cianjur, Jawa Barat. Namun, varietas Dian Arum yang sudah diuji coba di lahan rawa lebak yang berada di Kebun Percobaan Banjarbaru menunjukkan keragaan yang baik (Tabel 1). Persiapan Benih Tanaman bunga sedap malam diperbanyak dengan umbi yang diambil dari rumpun induk yang berumur lebih dari 2,5 tahun. Umbi untuk benih dipilih yang sehat dan tidak ada luka. Umbi yang sudah dipilih, dibersihkan dan dikeringanginkan selama 2 3 minggu. Umbi lalu disimpan di tempat yang teduh dan didiamkan selama 1 3 bulan sampai mengeluarkan tunas dan siap ditanam. Persiapan Lahan Tanah terlebih dahulu diolah dengan kedalaman cm, baik secara mekanis dengan rotari atau secara 14 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

17 manual dengan cangkul, kemudian dibiarkan selama satu minggu. Selanjutnya dibuat bedengan dengan lebar 100 cm, tinggi 30 cm, dengan panjang yang disesuaikan kondisi lahan. Jarak antarbedengan cm. Untuk mengurangi kemasaman tanah dan meningkatkan kesuburan tanah, perlu diberikan amelioran ke dalam lubang tanam yaitu berupa campuran kapur dolomit 1 t/ha dan pupuk kandang 10 t/ha. Penanaman Umbi dengan posisi mata tunas menghadap ke atas ditanam pada lubang tanam dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm, serta ditambahkan Furadan dengan dosis 6 10 butir/ lubang untuk mencegah serangan OPT yang ada dalam tanah, kemudian tutup dengan tanah halus. Penyulaman biasanya dilakukan 5 15 hari setelah tanam untuk mengganti benih yang tidak tumbuh agar menjaga populasi menjadi optimal. Pemeliharaan Pemupukan pertama diberikan setelah tanaman berumur satu bulan dengan takaran 75 kg N, 50 kg P 2 O 5 dan 50 kg K 2 O/ha. Pupuk susulan dengan dosis yang sama kembali diberikan setiap dua bulan sekali. Untuk memacu pertumbuhan tanaman disemprotkan pupuk cair pada bagian daun sekali dalam Tabel 1. Karakteristik bunga sedap malam varietas Dian Arum di Kebun Percobaan Banjarbaru. Karakter Jumlah anakan Panjang tangkai bunga Jumlah bunga/tangkai Skor pertumbuhan vegetatif Skor pertumbuhan generatif Kisaran (satuan) 1 6 tanaman cm bunga 5 3 (sedang baik) 5 3 (sedang baik) Keterangan: skor 1 = sangat baik, 3 = baik, 5 = sedang, dan 7 = jelek. dalam pekan. Penyiangan juga dilakukan untuk pengendalian gulma, serta jika tanah mengalami kekeringan khususnya pada awal minggu pertama dan kedua setelah tanam, maka perlu dilakukan penyiraman secara intensif. Pengendalian Hama dan Penyakit Pada umumnya tanaman ini terkena hama Thrips (Thaeniothrip sp.) yang mulai menyerang saat awal tanam sampai tanaman berbunga. Ditandai dengan bekas gigitan pada permukaan daun hingga berwarna kecokelatan. Pengen-daliannya cukup dengan insektisida berbahan aktif dimetoat atau diafentiuran dengan dosis sesuai anjuran. Sedangkan kutu dompolan biasanya mulai menyerang tana-man yang sudah berumur enam bulan. Hama merusak tanaman dengan cara menghisap cairan. Lain halnya dengan serangan penyakit, biasa terjadi pada musim hujan dengan gejala bercak daun yang disebabkan oleh Xanthomonas sp. Serangan ini ditandai dengan adanya ber-cak cokelat pada permukaan daun, hingga berubah menjadi cokelat dan mengering. Pengendaliannya menggunakan bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat. Panen dan Pascapanen Tanaman sedap malam mulai berbunga umur 1,5 bulan dengan masa produktif hingga umur 2 tahun. Cara panen adalah dengan memotong tangkai bunga saat 1 2 kuntum bunga sudah mekar. Panen berikutnya dilakukan 3 7 hari sekali. Setiap rumpun bunga dapat menghasilkan 3 5 tangkai bunga potong. Penanganan pascapanen yang dilakukan berupa sortasi dan grading untuk memisahkan bunga yang kualitasnya bagus. Bunga disimpan dalam bak berisi air dan ditaruh dengan posisi berdiri dan pangkal tangkai bunga terendam air agar selalu segar. Untuk pengemasan, tangkai bunga yang serupa diikat dengan tali kemudian dibungkus dengan kertas untuk melindungi dari kerusakan fisik selama proses pengangkutan. Bunga siap dikirimkan ke konsumen dengan alat pengangkutan yang memiliki fasilitas ruangan simpan dengan suhu 7 8 o C dan kelembapan 60 65%. Bunga sedap malam yang ditanam secara hamparan di lahan rawa lebak dangkal. Penampilan bunga sedap malam yang siap panen (kiri) dan kuntum bunga sedap malam yang siap dipasarkan (kanan). Eddy William dan Muhammad Saleh Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet Lok Tabat Utara, Kotak Pos 31, Banjarbaru Telepon : (0511) Faksimile : (0511) balittra@litbang.pertanian.go.id Volume 39 Nomor 1,

18 Menikmati Selai Buah Lembaran Pengolahan buah tidak lain ditujukan untuk menghasilkan produk yang memiliki masa simpan yang lebih lama dan bernilai ekonomis tinggi, di antaranya selai. Selai yang ada selama ini biasanya lengket dan kurang praktis saat akan dikonsumsi. Namun dengan hadirnya teknologi selai buah lembaran menjadikannya lebih praktis dan bebas lengket. Menurut SNI , selai buah adalah produk makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buahbuahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan. Selai lembaran merupakan modifikasi selai oles menjadi lembaran yang kompak, plastis, tidak lengket, praktis, dan mudah dibawa, sehingga lebih mudah dalam penyajiannya. Selai lembaran menjadi alternatif produk pangan yang dapat dikonsumsi bersama roti tawar. Selai Lembaran, Olahan Berbasis Puree Selai lembaran merupakan salah satu diversifikasi produk olahan dari puree. Puree buah adalah hancuran daging buah-buahan dalam bentuk bubur yang merupakan produk olahan setengah jadi (intermediate product) sebagai salah satu upaya untuk mengantisipasi panen buah yang berlimpah pada musim panen. Pada umumnya semua jenis buahbuahan dapat dijadikan puree, terutama yang memiliki daging buah yang tebal. Puree buah ini dapat dibuat dengan memanfatkan buah-buahan off grade yang diolah lebih lanjut menjadi aneka produk makanan dan minuman yang bernilai ekonomis tinggi, seperti jus, jeli, dodol, es krim, dan selai. Buah mangga merupakan buah musiman berdaging buah tebal dan beraroma kuat, sehingga cocok dijadikan puree. Proses pembuatan puree mangga yaitu sortasi bahan baku, pengupasan dan pembuangan/pemisahan bagian tidak dapat dimakan, pencucian, penghancuran bahan (pulping), pengemasan, dan penyimpanan beku. Puree mangga beku dapat dipertahankan kualitasnya hingga 1 tahun sehingga memungkinkan konsumen tetap dapat menikmati mangga di luar musim dalam bentuk olahan. Proses Pembuatan Selai Lembaran Mangga Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan selai lembaran buah mangga adalah puree mangga, gula, air, dan tepung agar sebagai bahan pengikat. Secara umum pembuatan selai lembaran disajikan pada Gambar 1. Produk selai lembaran yang baik adalah bentuknya sesuai permukaan roti, tidak cair atau terlalu lembek, namun juga tidak terlalu kaku. Seperti halnya keju lembaran, ukuran selai lembaran dibuat dengan ketebalan ± 2 mm dengan ukuran 8,5 cm x 8,5 cm sesuai dengan permukaan roti. Tingkat kematangan buah mangga akan mempengaruhi rasa, warna, dan aroma selai lembaran mangga yang dihasilkan. Semakin matang buah mangga maka aroma, warna, dan rasa yang dihasilkan semakin baik. Apabila hendak mengonsumsinya tidak perlu menggunakan sendok atau pisau untuk mengoles, cukup dengan membuka kemasan dan meletakannya pada permukaan roti, kemudian siap untuk dikonsumsi. Penyimpanan Selai Lembaran Selai merupakan salah satu pangan olahan katagori semi basah, dengan kandungan air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan mikroba dapat tumbuh subur, akibatnya Puree mangga Pencampuran bahan Gula, tepung agar, dan air Pemanasan dengan suhu 60 C selama 5 menit Pencetakan menjadi lembaran dengan ketebalan + 2 mm Pendinginan Pemotongan selai lembaran dengan ukuran 8,5 cm x 8,5 cm Selai lembaran Pengemasan Selai lembaran dalam kemasan Selai lembaran mangga. Gambar 1. Pembuatan selai lembaran mangga. 16 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

19 selai tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Bahan pengawet dapat diberikan pada produk olahan semibasah agar dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Bahan pengawet yang diberikan adalah bahan pengawet pangan dan sesuai dengan takaran yang dianjurkan, agar tetap aman untuk dikonsumsi. Jenis pengawet yang digunakan adalah sodium benzoate dengan takaran ± 0,1% (b/b). Penambahan sodium benzoat dapat mempertahankan mutu selai lembaran hingga enam bulan pada penyimpanan suhu kamar. Muflihani Yanis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jl. Raya Ragunan No. 30 Pasarminggu, Jakarta Telepon : (021) Faksimile : (021) bptpdki@litbang.pertanian. go.id; mh_yanis@yahoo.com Pirit di Lahan Rawa Pemanfaatan lahan rawa untuk budi daya padi sawah membutuhkan perlakuan khusus serta perlunya memahami proses pembentukan pirit dan karakteristiknya. Pirit adalah yang menandai tanah sulfat masam. Untuk menyiasatinya, dibutuhkan pengelolaan lahan rawa ramah lingkungan seperti pengelolaan air melalui pengairan dan drainase yang tepat, serta perlakuan campuran kapur dan pupuk kandang sebagai pembenah tanah. Tanah sulfat masam merupakan salah satu jenis tanah di lahan rawa yang memiliki kandungan bahan sulfidik (pirit) tinggi yang terbentuk pada daerah yang mengalami interaksi antara air sungai tawar dengan air laut yang ditunjang oleh keberadaan bahan organik dan kondisi tergenang (reduktif). Pirit inilah penciri utama tanah sulfat masam. Kandungan pirit dalam endapan marin dapat mencapai 5%, tetapi umumnya 1 4%. Pirit (FeS 2 ) ter-bentuk dari oksidasi parsial sulfida menjadi polisulfida (misalnya Fe 3 S 4 : Greigite; Fe 4 S 5 : Pyrrhotite), atau unsur S yang diikuti dengan pembentukan FeS dari sulfida terlarut atau besi oksida (FeOOH, Fe 2 O 3 ), atau mineral silikat mengandung unsur Fe. Besi oksida dalam tanah meliputi goethite (α-feooh) berwarna kuning/cokelat, hematite (α-fe 2 O 3 ) berwarna merah, lepidocrocite (γ-feooh) berwarna kuning, maghemite (γ-fe 2 O 3 ), magnetite (Fe 3 O 4 ) berwarna hitam dan ferrihydrite (5Fe 2 O 3.9H 2 O atau Fe 5 HO 8.4H 2 O) dengan tingkat reaksi kimia masing-masing besi oksida terhadap ion-ion dalam tanah berbeda yang dipengaruhi oleh muatan negatif dan positif dari permukaan besi oksida tersebut Proses pembentukan pirit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Lingkungan anaerob: reduksi sulfat hanya dapat terjadi pada kondisi yang sangat anaerob seperti pada sedimen tergenang dan kaya akan bahan organik, (2) Sulfat terlarut: sumber utama sulfat adalah air laut atau air payau pasang, (3) Bahan organik: oksidasi bahan organik akan menghasilkan energi yang sangat diperlukan oleh bakteri pereduksi sulfat. Ion sulfat bertindak sebagai sumber elektron bagi respirasi bakteri kemudian direduksi menjadi sulfida, (4) Jumlah besi: tanah dan sedimen mengandung besi oksida dan hidroksida dalam jumlah yang banyak, yang akan tereduksi menjadi Fe 2+ yang sangat larut pada ph normal atau dijerap oleh senyawa organik yang larut, (5) Waktu: waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan pirit pada kondisi alami masih belum banyak diketahui. Namun demikian pada kondisi yang sesuai Fe 2+ larut dan ion polisulfida dapat membentuk pirit dalam beberapa hari. Permasalahan di tanah sulfat masam muncul ketika pirit teroksidasi akibat tereksposenya pirit karena kekeringan yang panjang maupun setelah dilakukan drainase atau pembuatan saluran. Oksidasi pirit akan menghasilkan asam sulfat yang menyebabkan pemasaman tanah karena setiap satu mol pirit akan menghasilkan empat molukel asam sulfat. Kedalaman pirit sangat penting untuk diketahui berkaitan dengan pengaturan air (saluran drainase). Adapun kedalaman pirit dibagi menjadi 4 kelas yaitu: (1) < 50 cm termasuk dangkal, (2) cm termasuk sedang, (3) cm termasuk dalam, dan (4) > 150 cm termasuk sangat dalam. Untuk mengetahui keberadaan lapisan pirit dapat dilakukan dengan metode oksidasi cepat di lapangan dengan langkah sebagai berikut: 1. Ambil sebongkah contoh tanah segar di lapangan sebanyak satu gengam dan diletakkan dalam tempat plastik. 2. Tambahkan H 2 O 2 30% sebanyak ± 20 ml secara hati-hati (dapat bereaksi keras) dan biarkan selama 15 menit. 3. Apabila terjadi pembuihan (reaksi) berwarna kekuningan, maka tanah tersebut mengandung pirit. Pirit menjadi tidak stabil dengan kehadiran O 2, sehingga merubah kelarutan Fe 3+ dan SO 4 2- Volume 39 Nomor 1,

20 Besi oksida Tanah yang dibiarkan selama beberapa minggu dan teroksidasi. Bercak kuning jerami pada saluran. Reaksi Tanah yang mengandung pirit setelah di tetesi H 2 O 2 di Laboratorium. Reaksi Tanah yang mengandung pirit setelah di tetesi H 2 O 2 di Lapangan. menjadi jarosit atau goethite, tetapi bagaimanapun juga hasil akhir dari oksidasi pirit ini adalah terbentuknya sulfat dan ion H + yang akan menurunkan ph tanah. Sulfat yang merupakan hasil akhir dari oksidasi pirit dapat dijadikan kriteria untuk melihat jumlah pirit yang teroksi-dasi. Selain itu timbulnya retakan (crack) dan meningkatnya unsur-unsur toksik seperti Al 3+, Fe 3+, sulfida dan asam-asam organik merupakan permasalahan lain yang juga timbul sesudah reklamasi lahan. Pengelolaan lahan rawa untuk budi daya padi sawah yang perlu dilakukan adalah pengusikan minimum agar oksidasi berjalan lambat dan hasil oksidasi yang berupa asam sulfat dapat segera terencerkan oleh air genangan dan terdrainase ke luar lingkungan perakaran. Oksidasi pirit dapat ditekan dengan cara memperlambat gerakan air dalam tanah dan mengusahakan tanah tetap jenuh atau kondisi tetap reduktif. Tujuan dari drainase dan pengairan adalah untuk menghilangkan air yang berkualitas buruk dan menyuplai air yang berkualitas baik, karena di lahan yang mengandung sulfat, air dengan kualitas buruk membawa koloid tanah yang mengandung ion sulfat dan ferro. Air yang berasal dari hujan atau sungai tawar bila digunakan untuk mengairi lahan tersebut hanya akan berfungsi sebagai bahan pengencer dari bahan terlarutkan. Air tersebut tidak dapat berperan untuk menukar atau menetralkan kation asam yang ada dalam tapak jerapan. Terjadinya pertemuan air berkualitas buruk dengan air segar di dalam saluran akan menyebabkan terjadinya pengendapan besi oksida. Bercak kuning jerami di saluran sering ditemukan akibat terjadinya oksidasi yang sangat kuat karena terangkatnya bahan endapan marin ke permukaan akan menghasilkan mineral jarosit, yang nampak sebagai karatankaratan berwarna kuning jerami, yang juga sangat masam. Jarosit stabil dalam kondisi teroksidasi (potensial redoks > mv) pada lingkungan masam (ph 2 4). Pemberian bahan pembenah tanah sangat diperlukan karena pencucian (drainase) hasil degradasi pirit juga mengakibatkan terikutnya hara yang dibutuhkan tanaman. Kombinasi kapur dan pupuk kandang adalah paket bahan pembenah yang perlu dikembangkan untuk budi daya padi sawah. Pemberian kapur hingga air genangan mencapai ph > 4,5 dapat menekan laju degradasi pirit melalui penghambatan pertumbuhan Thiobaccilus ferroxidant. Lahan rawa dengan ph (H 2 O 2 ) < 2,5 berarti masih mengandung pirit reaktif dan ph (H 2 O) < 3,5 bila nilai redoks > 100 mv, dimana sulfida teroksidasi menjadi sulfat. Pirit sukar sekali terdegradasi apabila tanah menjadi kering kohesif karena pirit akan terisolasi di dalam matrik tanah. Setiap satu mol pirit akan menghasilkan empat molukel asam sulfat. Pengelolaan lahan secara ramah lingkungan dilakukan apabila lahan tersebut diusahakan sebagai lahan sawah, karena dapat mengurangi risiko tereksposenya lapisan pirit. Sedangkan untuk budi daya tanaman lahan kering, lahan rawa harus direklamasi melalui pembuatan saluran drainase. Wahida Annisa Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet Lok Tabat Utara, Kotak Pos 31, Banjarbaru Telepon : (0511) Faksimile : (0511) balittra@litbang.pertanian.go.id; annisa_balittra@yahoo.com 18 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Penalitian clan Penqambanqan

Penalitian clan Penqambanqan >f / % -. Volume 39 Nomor 1 Tahun 217 ISSN 216-4427 Penalitian clan Penqambanqan Pertanian Vj Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 39 No. 1,217 Pengantar Redaksi Daftar Isi -.^ ISSN 216-4427

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian 2015

Inovasi Pertanian 2015 Inovasi Pertanian 2015 Perubahan iklim, konversi dan degradasi lahan pertanian, lemahnya daya saing produk pertanian di pasar domestik dan internasional, kurangnya minat generasi muda untuk berusaha di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (IPPTP)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Edisi Juni 2017 Edisi Juni 2017 Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Agrotek Benih TSS Mampu Gandakan Produksi Bawang Merah Penggunaan benih TSS berhasil melipatgandakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam.

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam. Petunjuk Pengisian : Lingkari dan isi sesuai dengan kegiatan yang dilakukan PENCATATAN ATAS DASAR SOP DAN GAP A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. Pencatatan dan Dokumentasi pada : Buku Kerja Jahe PENILAIAN ATAS

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. Sondakh 1), dan Andi Tenrirawe 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9

PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9 PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9 Benih Inovasi IPB Teknik Penanaman Benih Pepaya - Sebelum benih disemai, rendam dahulu benih selama 24 jam mengunakan air hangat. - Media tanam untuk pembibitan adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) JAGUNG Penyusun Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Design By WAHYUDI H Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Agronomis Bawang prei termasuk tanaman setahun atau semusim yang berbentuk rumput. Sistem perakarannya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Pakcoy Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah dibudidayakan

Lebih terperinci

Laporan Tahunan Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Laporan Tahunan 2015 Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani i ii Laporan Tahunan 2015 Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium Benih dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Pengolahan Tanah Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

Dibajak satu atau dua kali, digaru lalu diratakan. Tanah yang telah siap ditanami harus bersih dari gulma, dan buatlah saluran-saluran drainase.

Dibajak satu atau dua kali, digaru lalu diratakan. Tanah yang telah siap ditanami harus bersih dari gulma, dan buatlah saluran-saluran drainase. 1. Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor) mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan, dan komoditi ekspor. Selain memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman sorgum, mempunyai

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Secara geografis Kota Sepang Jaya terletak pada koordinat antara 105 15 23 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Benih cabai hibrida sebenarnya dapat saja disemaikan dengan

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas III. TATA CARA PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2016 November

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH Budidaya bawang merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam (benih). Pemanfaatan umbi sebagai benih memiliki beberapa kelemahan

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Kentang Medians Siap Geser Dominasi Benih Impor Kentang varietas Atlantik sampai kini masih merajai suplai bahan baku untuk industri keripik

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG Oleh : Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda A. PENDAHULUAN Tanaman nilam merupakan kelompok tanaman penghasil

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT Ir.. SISWANI DWI DALIANI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2012 PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR : 26/1801.18/011/A/JUKLAK/2012 1. JUDUL RDHP :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci