mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah" atau susah nya lokas tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi
|
|
- Siska Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGUKURAN INDEKS AKSESIBILITAS DI KOTA DEPOK DENGAN GRAVITY MODEL 1 Hasan Basri M, ST., MT. hasan.stin@gmail.com 1 ABSTRAK Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks aksesibilitas pada jaringan jalan kota Depok menggunakan parameter jarak, running time, dan travel time, kemudian penggambaran indeks aksesibiltas dengan sistem informasi geografis. Untuk mengetahui berapa besar indeks aksesibilitas di suatu wilayah harus adanya pengukuran aksesibilitas. Salah satunya adalah dengan model gravity yang menggunakan parameter jarak dan waktu tempuh (running time dan travel time). Metode perhitungan aksesibilitas ini berdasarkan wilayah, yang terdiri dari 11 zona (wilayah) yaitu zona pancoranmas, zona Beji, zona Sukmajaya, zona Cipayung, zona sawangan, zona Limo, zona Cilodong, zona Bojongsari, zona Cimanggis zona Tapos, zona cinere. kecamatan Pancoranmas memiliki indeks aksesibilitas yang tinggi yaitu sebesar 1,00 dan kecamatan cilodong mempunyai indeks aksesibilitas yang paling rendah yaitu sebesar 0,00. Metode yang dikgunakan adalah pengukuran langsung ke lapangan dengan alat stopwatch dan sepeda motor. Pengukuran dilakukan dalam kondisi lalu lintas yang padat dan lalu lintas yang kosong kemudian di ambil rata-rata. Kata kunci: Aksesibilitas, Model Gravity, Zona Pengukuran, Metode Pengukuran 1. PENDAHULUAN Konsep aksesibilitas pada umumnya di artikan sebagai ukuran suatu usaha (atau kemudahan) dalam mengatasi permasalahan spasial. Menurut para ahli Pengertian aksesibilitas berbeda-beda, seperti yang dijelaskn geurs (2004) dalam tulisannya adalah Potensi atau kesempatan untuk berinteraksi (Hansen, 1959), kemudahan tata guna lahan yang dapat dicapai menggunakan sistem transportasi tertentu. (Dalvi dan Martin, 1976) Komponen aksesibilitas dapat diidentifikasi dari beberapa definisi yang berbeda dan pengukuran praktis aksesibilitas berdasarkan teori penting dalam mengukur aksesibilitas. Pengukuran aksesibilitas perlu dilakukan untuk menetukan mudah atau tidaknya wilayah tersebut dicapai (tingkat aksesibilitas). Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan 1
2 mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah" atau susah nya lokas tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut maka semakin mudah aksesbilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesbilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1982:91). Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Matriks Origin Destination (OD) adalah matriks berdimensi dua yang paling sering dipergunakan untuk menggambarkan pola pergerakan yang memuat informasi jumlah pergerakan antarzona. Baris dalam MAT menyatakan zona asal dan kolom dalam MAT menyatakan zona tujuan, sehingga setiap sel dalam MAT menyatakan besarnya arus pergerakan yang bergerak dari zona asal i menuju ke zona tujuan j selama selang waktu tertentu. Matriks Asal-Tujuan (MAT) yang dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode konvensional dan metode tidak konvensional. Sumber : Tamin (2000) Gambar 1.1 Metode Untuk Mendapatkan Matriks Asal-Tujuan (MAT) Penelitian ini menggunakan model Gravity yang menggunakan beberapa parameter, yaitu waktu tempuh (running time dan travel time) dengan jarak. Sehingga model gravity mampu menunjukan pengaruh ketiga parameter tersebut, dan dikorelasikan satu sama lainnya sehingga diperoleh seberapa besar hubungan kedua parameter tersebut. Model gravity dipengaruhi juga oleh populasi yaitu seberapa besar aktivitas penduduk pada daerah tersebut, sehingga dapat diketahui bangkitan dan tarikan yang terjadi pada suatu wilayah (zona) ke wilayah yang lainnya. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Gravity Model sintesis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan yang sering digunakan adalah model gravity (GR) karena sangat sederhana dan mudah dimengerti dan digunakan. 2
3 Model ini memperkenalkan konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1986 yang dikembangkan oleh analogi hukum gravitasi. Model ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu dan biaya. Model gravitasi atau Pendekatan Peluang berdasarkan Indikator berbasis kepada peluang spasial yang tersedia bagi pejalan merupakan salah satu pilihan pertama untuk mengatasi aspek-aspek perilaku perjalanan. Terdapat beberapa indikator aksesibilitas yang digunakan pada model ini. Hansen (1959) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah "potensi atau kesempatan untuk berinteraksi" atau secara harfiah "generalisasi dari hubungan populasi-melalui-jarak". Konsep potensi untuk peluang sangat erat kaitannya dengan model gravitasi berdasarkan pada interaksi massa dan telah dilakukan penelitian oleh Rich (1978). Persamaan 1 menunjukkan rumus sederhana untuk indikator aksesibilitas ini. Wj Ai j L f (cij. ) (1) Di mana : Wj mewakili peluang massa yang tersedia bagi konsumen, terlepas dari apakah mereka f (cij. ) dipilih atau tidak, adalah fungsi impedansi, cij adalah sebuah variabel yang mewakili biaya perjalanan antara simpul i dan j, dan adalah koefisien biaya perjalanan, biasanya dihitung dari model pilihan tujuan. Dalam tulisannya, Baradaran (2001) menurunkan persamaan model gravity menjadi persamaan linier. p p Q i j, i j tii j L tij (2) Dengan parameter t yang akan dipilih adalah jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan, sedangkan parameter p yang akan dipilih adalah jumlah penduduk dan potensi wilayah yang diwakili oleh pendapatan daerah dari potensi wilayah yang paling dominan. Keuntungan dari model aksesibilitas ini adalah : a. mudah dipahami, b. mudah dalam perhitungan, c. lebih sedikit data yang masukan dibandingkan indikator-indikator lain yang mencerminkan aspek-aspek perilaku, dan d. kemampuan membedakan antar lokasi. Beberapa kelemahan dari indikator adalah: a. sensitif terhadap pilihan daerah demarkasi, b. kekurangan perawatan tersebar pejalan dengan preferensi, dan ketidak pastian apa yang digambarkankan dalam tingkatan indikator (masalah dimensi). 2.2 Sistem Informasi Geografis (GIS) Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki 3
4 kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database 3. METODE PENELITIAN Dalam suatu perencanaan atau penelitan dibutuhkan suatu metode yang baik agar memperoleh hasil secara cepat dan optimal. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai aksesibilitas dan mengetahui pengaruh popusai terhadap kemacetan di kota Depok. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan alat bantu GIS (Geografic Information System) untuk lebih mempermudah penggambaran indeks aksesibilitas di setiap zona pada jaringan jalan kota Depok. Metode perhitungan aksesibilitas terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari proses yang panjang sampai proses yang lebih singkat. 3.1 Jarak Untuk mengetahui besarnya jarak dari zona A ke zona B yaitu menggunakan data ruas jalan yang di dapat dari BIMASDA kota depok. Data yang disajikan yaitu berupa ruas jalan sehingga tinggal bagaimana menganalisis ruas mana saja yang dilalui untuk dari zona A untuk mencpai zona B. 3.2 Waktu Tempuh Analisis waktu tempuh dibagi menjadi dua yaitu running time dan travel time. Travel time terdiri dari waktu berjalan (Running time) atau waktu di mana modus transportasi yang bergerak, dan berhenti waktu tunda (delay), atau waktu di mana mode transportasi dihentikan (atau bergerak cukup lambat untuk dihentikan). Metode yang digunakan adalah pengukuran langsung dengan menggunakan stopwatch dan kendaraan pribadi. Pengukuran dilakukan pada jam sibuk dan jam kosong, kemudian di rata-ratakan ANALISIS Jaringan jalan kota depok Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. 4
5 Gambar 4.1 Pembagian Zona Matriks Asal Tujuan Matriks asal tujuan adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksnya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. 4.2 INDEKS AKSESIBILITAS Indeks aksesibilitas adalah angka yang menyatakan kemudahan untuk melakukan perjalanan dari suatu daerah menuju daerah-daerah lain disekitarnya dengan memasukan parameter hambatan perjalanan (waktu dan jarak) dan parameter tarikan perjalanan menuju zona-zona tujuan. Dalam penelitian ini hambatan perjalanan dinyatakan dengan nilai total waktu perjalanan dengan nilai total jarak yang melalui rute pada jaringan jalan. Sedangkan parameter tarikan perjalanan adalah distribusi sebaran perjalanan dengan matriks asal tujuan. Setelah melakukan analisis Jarak dan waktu tempuh, selanjutnya menghitung indeks aksesibilitas dengan membagi populasi dengan jarak dan waktu tempuh berdasarkan persamaan Gravity Model. (persamaan linier) Q pj pi, i j tii j L tij Dengan parameter t yang akan dipilih adalah jarak tempuh dan waktu tempuh sedangkan parameter p yang akan dipilih adalah sebaran pergerakan dari matriks asal tujuan. 5
6 4.3 Parameter Jarak Tempuh Indeks aksesibilitas menggunakan paremeter Jarak tempuh di dapat berasarkan persamaan 2 dimana nilai t yang dipilih adalah jarak tempuh yang di dapat dari data ruas jalan kota depok (2010). indeks aksesibilitas menggunakan parameter jarak tempuh bisa dilihat gambar 4.2 Gambar 4.2 Indeks Aksesibilitas Parameter Jarak Tempuh 4.4 Parameter Waktu Tempuh Indeks aksesibilitas menggunakan paremeter Jarak tempuh di dapat berasarkan persamaan 2 dimana nilai t yang dipilih adalah jarak tempuh (running time atau travel time) yang di dapat dari pengukuran langsung ke lapangan. indeks aksesibilitas menggunakan parameter jarak tempuh dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4 6
7 Gambar 4.3 Indeks Aksesibilitas Parameter Travel Time Setelah diperoleh rute terpendek, maka selanjutnya dari total Running Time di masukan ke dalam matrika asal tujuan paramaeter Running Time 7
8 Gambar 4.4 Indeks Aksesibilitas Parameter Running Time Apabila dikategorikan dari nilai yang paling rendah yaitu 0 sampai dengan dilai paling tinggi yaitu 1.00 maka indeks aksesibilitas untuk disetiap kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Kategori Indeks Aksesibilitas (dari 0.00 sampai dengan 1.00) No Nilai Aksesibilitas Kategori Kurang Sedang Menengah Tinggi Sangat tinggi Tabel 4.2 Indeks Aksesibilitas 8
9 No Zona pancoranma s Beji Sukmajaya Cipayung Sawangan Limo Cilodong Bojongsari Cimanggis Tapos Cinere Indeks Aksesibilitas Running Travel Jarak Time Time Secara teoritis dapat dirtikan bahwa semakin tinggi indeks aksesibilitas maka perjalanan dapat dikatakan akan semakin mudah demikian pula sebaliknya semakin rendah indeks aksesibilitas akan berarti perjalanan akan semakin sukar. Indeks paling tinggi terdapat di Zona Pancoranmas, itu berarti kawasan tersebut sangat aksesible, jarak yang menghubungkan lokasi pancoranmas ke lokasi yang lainnya sangat sangat dekat, Jaringan jalan pada wilayah tersebut lebih besar kondisi prasarana di wilayah pancoranmas sangat mendukung, terdapat pusat perbelanjaan, pusat pemerintahan, pusat perkantoran, dan lain-lain. Sedangkan Indeks yang paling rendah terdapat pada wilayah cilodong, karena akses ke wilayah tersebut susah dijangkau dengan jaringan jalan yang kurang mendukung, jarak tempuh dan waktu tempuh yang sangat panjang dan sarana prasarana yang kurang mendukung. 4.5 Analisis Indeks Aksesibilitas Di Setiap Kecamatan Setelah melakukan perhitungan indeks aksesibilitas di kota depok kemudian melakukan analisis dari grafik dibawah ini : 9
10 Indeks Aksesibilitas Jarak Running Time Travel Time Kecamatan Gambar 4.5 Grafik Indeks Aksesibilitas dengan Kecamatan Indeks aksesibilitas paling tinggi yaitu dimiliki oleh Kecamatan Pancoranmas sedangkan indeks aksesibilitas paling rendah yaitu Kecamatan Cilodong. Dilihat dari bentuk grafik pada gambar 4.3. Pancoranmas memiliki memiliki pungsi impedasi yang rendah, seperti jarak yang relatif lebih dekat, waktu tempuh yang digunakan lebih sedikit tetapi dalam hambatan (populasi) yang besar. Sedangkan kecamatan yang mempunyai indeks aksesibilitas terendah yaitu kecamatan Cilodong karena kecamatan Cilodong memiliki fungsi impedasi yang tinggi, seperti jarak yang relatif lebih jauh, waktu tempuh yang digunakan lebih lama tetapi dalam hambatan (populasi) yang kecil. Parameter Jarak, Running time dan Travel time polanya hampir sama sehingga ketiga parameter tersebut sudah sesuai untuk penelitian menggunakan model gravity. 4.6 Penggambaran Indeks Aksesibilitas Dengan Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. 10
11 Gambar 4.6 Indeks Aksesibilitas Parameter jarak Gambar 4.7 Indeks Aksesibilitas Parameter Travel Time 11
12 Gambar 4.8 Indeks Aksesibilitas Parameter Running Time 5. KESIMPULAN 1. Perhitungan indeks aksesibilitas berdasarkan parameter jarak anatara lain di daerah pancoranmas mempunyai nilai 1, Beji mempunyai nilai 0.19, Sukmajaya mempunyai nilai 0.33, Cipayung mempunyai nilai 0.06, Sawangan mempunyai nilai 0.14, Limo mempunyai nilai 0.12, Cilodong mempunyai nilai 0, Bojongsari mempunyai nilai 0.05, Cimanggis mempunyai nilai 0.14, Tapos mempunyai nilai 0.07, Cinere mempunyai nilai Indeks paling tinggi terdapat di Zona Pancoranmas, karena Pancoranmas mempunyai fungsi impedasi yang rendah seperti jarak yang relatif dekat berarti kawasan tersebut sangat mudah dijangkau dari wilayah manapun karena wilayah pancoranmas mempunyai jarak paling dekat untuk dijangkau dari wilayah-wilayah (kecamatan) disekitarnya. Aktifitas penduduk (populasi) yang terjadi di wilayah Pancoranmas sangat tinggi sehingga apabila menggunakan model gravity menghasilkan indeks yang besar. Sedangkan indeks yang paling kecil terdapat pada 12
13 wilayah Cilodong, karena wilayah Cilodong mempunyai fungsi impedasi (jarak) yang lebih besar/jauh untuk dijangkau dari wilayah-wilayah kecamatan disekitarnya. Aktifitas penduduk (populasi) yang terjadi di wilayah tersebut sangat rendah sehingga menghasilkan indeks yg yang kecil. 2. Perhitungan indeks aksesibilitas berdasarkan parameter waktu tempuh (running time) antara lain di daerah pancoranmas mempunyai nilai 1, Beji mempunyai nilai 0.19, Sukmajaya mempunyai nilai 0.23, Cipayung mempunyai nilai 0.04, Sawangan mempunyai nilai 0.13, Limo mempunyai nilai 0.10, Cilodong mempunyai nilai 0, Bojongsari mempunyai nilai 0.06, Cimanggis mempunyai nilai 0.14, Tapos mempunyai nilai 0.02, Cinere mempunyai nilai Sedangakan indeks aksesibilitas travel time antara lain di daerah pancoranmas mempunyai nilai 1, Beji mempunyai nilai 0.19, Sukmajaya mempunyai nilai 0.24, Cipayung mempunyai nilai 0.06, Sawangan mempunyai nilai 0.15, Limo mempunyai nilai 0.13, Cilodong mempunyai nilai 0, Bojongsari mempunyai nilai 0.09, Cimanggis mempunyai nilai 0.17, Tapos mempunyai nilai 0.02, Cinere mempunyai nilai Indeks paling tinggi terdapat di Zona Pancoranmas, karena Pancoranmas memiliki fungsi impedasi (waktu tempuh) yang rendah, itu berarti kawasan tersebut sangat mudah dijangkau dari wilayah manapun karena wilayah pancoranmas mempunyai waktu tempuh yang lebih sedikit artinya lebih cepat untuk dijangkau dari wilayahwilayah (kecamatan) disekitarnya. Aktifitas penduduk (populasi) yang terjadi di wilayah tersebut sangat tinggi sehingga apabila menggunakan model gravity menghasilkan indeks yang besar. Sedangkan Indeks yang paling kecil terdapat pada wilayah Cilodong karena akses ke wilayah tersebut susah dijangkau hal tersebut diakibatkan Cilodong mempunyai waktu tempuh yang lebih besar (lama) untuk dijangkau dari wilayah-wilayah (kecamatan) disekitarnya. Aktifitas penduduk (populasi) yang terjadi di wilayah tersebut sangat rendah sehingga menghasilkan indeks yg yang kecil. 6. SARAN 1. Dari perbandingan grafik jarak dengan waktu tempuh (running time dan travel time) bentuk grafik dari ketiga parameter tersebut hampir sama sehingga parameter tersebut relevan dengan kondisi aktual, dan bisa di gunakan untuk penelitianpenelitian berikutnya. 2. Matriks asal tujuan yang digunakan harus lebih spesifik, seperti halnya berdasarkan aktifitas/kegiatan, seperti berbelanja, bekerja, sekolah, dan lain-lain. 3. Untuk penelitian berikutnya hendaknya menambahkan parameter biaya perjalanan yang di cari berdasarkan perhitungan BOK, untuk bisa membandingkan parameter mana yang lebih sesuai. 13
14 DAFTAR PUSTAKA Baradaran Siamak, Ramjerdi Farideh, 2001, Performance of Accessibility Measures in Europe, Sweden : Royal Institute of Technology Bayuaji Ardian, 2004, Konsep Analisis Tingkat Aksesibilitas dengan Angkutan Umum Reguler di Kota Semarang, Semarang : Universitas Diponegoro Geurs Kart T, Bert Van Wee, 2004, Accessibility evaluation of land-use and transport strategies : review and research directions, Netherland : Elsevier. Husein Rahmad, 2006, Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (Geographics Information System), Ilmu Komputer.com Prahasta Eddy, 2011, Tutorial ArcGis Desktop Untuk Bidang Geodesi & Geomatika, Bandung : Informatika Bandung Program Engineer, 2005, Land Effect : Transportation and Land Use Linkage A Literature Review, Columbia : British Columbia Tamin, Ofyar Z, 2000, Perencanaan & Pemodelan Transportasi edisi ke 2, Bandung : Penerbit ITB Utama, Eriko, 2004, Modul Pelatihan ARCGIS/MAPINFO, Bandung : Comlabs ITB. %20Yogyakarta%20Sistem%20Informasi%20Geografi,%20Pengertian%20dan %20Pemanfaatannya.pdf [diakses pada : 19 Mei 2012] pukul 15.00] [diakses pada 31 Oktober
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan
Lebih terperinciAPLIKASI SEDERHANA: INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
APLIKASI SEDERHANA: INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI Pertemuan Minggu ke-2 Perencanaan Transportasi TST6707 Sri Atmaja P. Rosyidi, Ph.D., P.Eng. Hukum Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D
KONTRIBUSI TAMAN BERMAIN WONDERIA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SRIWIJAYA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D 301 321 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap orang setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suatu perjalanan tersebut tidak lepas dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Kota Jayapura merupakan ibu kota Provinsi Papua yang sedang berkembang, karena itu mobilitas masyarakat dalam aktifitas sehari-hari terus meningkat. Topografi wilayah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga
Lebih terperinciANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK
ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO Meike Kumaat Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Jl Hayam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan
Lebih terperincihttp://www.gunadarma.ac.id/ KAJIAN PENAMPUNGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA DEPOK ISI PRESENTASI: LATAR BELAKANG IDENTIFIKASI MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI PENELITIAN
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN)
ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN) Diah Anggraeni Damiyanti Masalle M. J. Paransa, Theo K. Sendow Fakultas Teknik Jurusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Pertumbuhan penduduk meningkatkan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas
Lebih terperinciPENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 192-201 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.
Lebih terperinciKAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)
KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciMODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR
MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh : NUGROHO HARIMURTI L2D 003 364 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciKAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)
KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG) Tilaka Wasanta Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang dilakukan manusia setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perjalanan ini menyebabkan perpindahan seseorang dari suatu
Lebih terperinciKINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS
KINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS Theresia Susi, ST., MT 1) Abstrak Salah satu permasalahan yang dihadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan
Lebih terperinciKAJIAN TARIKAN PERGERAKAN TOSERBA DI KOTA JOMBANG
KAJIAN TARIKAN PERGERAKAN TOSERBA DI KOTA JOMBANG Iwan Cahyono e-mail : iwan.ts@undar.ac.id Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Darul Ulum e-mail : iwan.suraji@yahoo.co.id Abstrak Berdirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.
Lebih terperinciPEMODELAN TARIKAN PERJALANAN MAHASISWA DENGAN SEPEDA MOTOR
TECHSI ~ Jurnal Penelitian Teknik Informatika Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Aceh Transport mode used by students to the campus are public transport, private cars, motorcycles and walk. Mukhlis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D
STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN
Lebih terperinciPERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL
Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL J. Dwijoko Ansusanto
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset yang memiliki nilai ekonomi dan sosial bagi orang atau yang memilikinya. Saat ini harga bidang tanah merupakan informasi penting yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Sub-sub model. Bangkitan dan tarikan pergerakan
BAB II STUDI PUSTAKA.1 Konsep Perencanaan Transportasi Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pergerakan yang terjadi antara dua tempat yaitu tempat di mana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergerakan yang terjadi antara dua tempat yaitu tempat di mana barang/jasa dibutuhkan ke tempat di mana barang/jasa tersedia merupakan jawaban dalam permasalah proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,
Lebih terperinciREKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA
REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi
Lebih terperinciOPTIMASI INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI STUDI KASUS: KOTA BANDUNG. Oleh :
OPTIMASI INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI STUDI KASUS: KOTA BANDUNG Oleh : Najid Mahasiswa Program Doktoral Pascasarjana Teknik Sipil ITB Gd.Lab.Tek.I Lantai 2 Jl.Ganesha 10 Bandung 40132 Telp./Fax
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Konsep Pemodelan. Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk
4 II TINJAUAN PUSTAKA A Konsep Pemodelan Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita secara terukur Hal penting yang perlu diperhatikan
Lebih terperinciPERBANDINGAN PENILAIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN MENURUT PM 96/2015 DAN KM 14/2006
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 PERBANDINGAN PENILAIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN MENURUT PM 96/2015 DAN KM 14/2006 Tri Sudibyo 1, Purwo Mahardi 2 dan Teguh
Lebih terperinciJADWAL PERENCANAAN TAHUN 2017 UNTUK PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KOTA DEPOK TAHUN 2018
JADWAL PERENCANAAN TAHUN 2017 UNTUK PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KOTA DEPOK TAHUN 2018 NO URAIAN Tanggal A. PENYUSUNAN RKPD KOTA DEPOK TAHUN 2018 DESEMBER JANUARI PEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI
Lebih terperinci3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH
BAB III METODOLOGI 3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH Pendekatan analisis biasanya dilakukan dalam pembuatan suatu model pendekatan dengan penyederhanaan realita yang ada (masalah yang ada beserta parameter
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Dengan adanya sarana jalan ini, maka manusia dan barang dapat berpindah
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT KEPADATAN VOLUME KENDARAAN PADA RUAS JALAN JETIS KARAH DENGAN METODE LINEAR TUGAS AKHIR
PEMETAAN TINGKAT KEPADATAN VOLUME KENDARAAN PADA RUAS JALAN JETIS KARAH DENGAN METODE LINEAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : ARYA RADITYA NPM : 0553310102 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
Lebih terperinciKARAKTERISTIK TRANSPORTASI KABUPATEN BANYUASIN SEBAGAI DAERAH PENYANGGA KOTA PALEMBANG
KARAKTERISTIK TRANSPORTASI KABUPATEN BANYUASIN SEBAGAI DAERAH PENYANGGA KOTA PALEMBANG Bambang Hidayat Fuady Program Pascasarjana UNSRI BKU Transportasi Jln. Padang Selasa No. 524 Palembang-Sumatera Selatan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan yang disusun dalam metodologi. Hal ini dilakukan agar penelitian berjalan sesuai dengan rencana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat, di samping sarana
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat, di samping sarana transportasi lainnya. Sarana ini adalah salah satu bagian yang terpenting dalam menumbuhkan,
Lebih terperinciNindyo Cahyo Kresnanto FT Universitas Janabadra YK
1 Nindyo Cahyo Kresnanto FT Universitas Janabadra YK 2 Ruang Aktivitas Potensi Pergerakan Perangkat Transportasi Performance Indicator 3 SISTEM KEGIATAN SISTEM JARINGAN Mengatur tata ruang/tata guna lahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan
Lebih terperinciANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA
ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA J.Dwijoko Ansusanto 1, Achmad Munawar 2, Sigit Priyanto 3 dan Bambang Hari Wibisono 4, 1 Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang studi; rumusan persoalan; tujuan dan sasaran studi; ruang lingkup studi, yang meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Masalah transportasi pada umumnya terjadi akibat interaksi antara komponen lalu lintas yang berada diluar batas kemampuan yang ada. Kondisi ini terjadi bila keseimbangan dan
Lebih terperinciPENGGUNAAN INDEKS PELAYANAN JALAN DALAM MENENTUKAN TINGKAT PELAYANAN JALAN
PENGGUNAAN INDEKS PELAYANAN JALAN DALAM MENENTUKAN TINGKAT PELAYANAN JALAN Oleh: Najid Dosen Jurusan Tek.Sipil Untar email : najid2009@yahoo.com Telp. 0818156673 Ofyar Z.Tamin Guru Besar Departemen Teknik
Lebih terperinciNINDYO CAHYO KRESNANTO. .:
1 NINDYO CAHYO KRESNANTO Email.: nindyo_ck@staff.janabadra.ac.id 2 3 Mempunyai range yang luas (Dekat - Jauh) Proses Pemenuhan Kebutuhan Bergerak Dari Satu Tempat Ke Tempat Lain Tidak Bergerak Mempunyai
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2014
Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciANALISIS GARIS KEINGINAN PERGERAKAN MASYARAKAT PENGGUNA TRANSPORTASI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR PROVINSI SULAWESI UTARA
ANALISIS GARIS KEINGINAN PERGERAKAN MASYARAKAT PENGGUNA TRANSPORTASI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR PROVINSI SULAWESI UTARA Ahmad Yani Abas Alumni Pascasarjana S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi
Lebih terperinciBAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN
BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota kota besar di Indonesia, khususnya dikota Semarang semakin memacu perkembangan pusat-pusat perekonomian yang
Lebih terperinciKebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi
Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi Tren Perencanaan Tata Ruang Untuk Transportasi Peningkatan mobilitas memerlukan lahan yang lebih luas untuk transportasi Pemilikan kendaraan bermotor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang
I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di wilayah perkotaan berdampak pada bertambahnya fungsi-fungsi yang harus diemban oleh kota tersebut. Hal ini terjadi seiring
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1. PENDAHULUAN Bab ini mendeskripsikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, ruang lingkup kajian, sumber data dan sistematika penyajian. 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Perkembangan kota yang semakin pesat membuat banyak bangunan didirikan dimana-mana dan tentunya akan merubah tata ruang yang telah ada.
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN TEKNIK GEODESIGN DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KECAMATAN BEKASI TIMUR Dr. Lintang Yuniar B., MSc *), Novitasari Kuswidyandari **) Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY
ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY Diane Sumendap Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC
MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC Dimas B.E Dharmowijoyo Mahasiswa Program S3 Program Studi Teknik Sipil
Lebih terperinci11 Analisis sebaran pergerakan (metode analogi)
Analisis sebaran pergerakan (metode analogi) Pada Bab telah pula dijelaskan tentang metode Langsung (konvensional) yang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi matriks asal-tujuan (MA) Bab akan menjelaskan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat
Lebih terperinciPenentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas.x Vol xx Agustus 2014 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Lebih terperinciANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)
ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta) Anton Maulana Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Surakarta Jl. Raya Palur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Terdahulu Kajian Pengembangan Jaringan Jalan di Pulau Jawa berbasis zona dimana dibagi menjadi beberapa zona dengan basis terkecil kabupaten. Kajian bangkitan dan tarikan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciArahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik
Asih Zhafarina G 3606 100 035 Dosen Pembimbing Siti Nurlaela, ST, M.Com Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik LATAR BELAKANG Kabupaten Gresik sebagai
Lebih terperinciANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN
ANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU Abstrak: Analisis waktu tempuh angkutan perkotaan pada rule
Lebih terperinciPENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN
Berdasarkan analisis tingkat kean local business terhadap fasilitas pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik, diperoleh informasi bahwa: jenis pelayanan yang cenderung memberikan kean yang lebih tinggi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D
IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI
Lebih terperinciANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3
ANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3 Alan Rama Budi Email : alan.rama16@gmail.com Program Studi Ilmu Komputer FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Fungsi Utama dari jalan adalah
Lebih terperinciTINGKAT AKSESIBILITAS SEKOLAH MENENGAH ATAS TERKAIT PENERAPAN RAYONISASI SEKOLAH DI KOTA BANDUNG
TINGKAT AKSESIBILITAS SEKOLAH MENENGAH ATAS TERKAIT PENERAPAN RAYONISASI SEKOLAH DI KOTA BANDUNG Prayoga Luthfil Hadi Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jln. Merdeka No. 30, Bandung
Lebih terperinciPENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT
PENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT STUDI KASUS: JOYOBOYO-MANUKAN KAMIS, 7 JULI 2011 RIZKY FARANDY, 3607100053 OUTLINE PENDAHULUAN KAJIAN TEORI METODOLOGI PENELITIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kota tersibuk yang ada di Indonesia adalah Jakarta (Toppa, 2015), ibu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kota tersibuk yang ada di Indonesia adalah Jakarta (Toppa, 2015), ibu kota yang sudah berganti nama selama 6 kali dimulai dari Sunda Kelapa (1527), Jayakarta
Lebih terperinciPENGARUH PROPORSI ANGKUTAN UMUM TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA MALANG
PENGARUH PROPORSI ANGKUTAN UMUM TERHADAP KINERJA RUAS JALAN DI KOTA MALANG Sabrina Handayani H *1, Harnen Sulistio 2, Achmad Wicaksono 2 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas
Lebih terperinciPERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU
PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU Parada Afkiki Eko Saputra 1 dan Yohannes Lulie 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: Paradaafkiki@gmail.com
Lebih terperinciKENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN?
Pertemuan Keenam Prodi S1 Teknik Sipil DTSL FT UGM KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN? Supaya tercipta: - Transportasi yang efisien - Transportasi yang berkualitas - Transportasi untuk siapa saja 1
Lebih terperinciANALISA MODEL SEBARAN PERJALANAN INTERNAL MASYARAKAT KOTA BATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI
ANALISA MODEL SEBARAN PERJALANAN INTERNAL MASYARAKAT KOTA BATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI Andi Syaiful Amal 1 ABSTRACT Journey distribution is process count the journey that happened between one
Lebih terperinciKAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG
KAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG Etty Apriyanti 1) Abstrak Pembangunan Jembatan Kapuas di Kota Sintang beserta jalan aksesnya memberikan pengaruh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Jumlah penduduk yang semakin
Lebih terperinci