PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI. Pengembangan Uji Cepat Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Menggunakan Metode Respirasi dengan Alat Kosmotektor. (Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO). Viabilitas benih adalah daya hidup benih atau kemampuan hidup benih. Viabilitas benih dibedakan menjadi dua parameter yaitu viabilitas potensial dan vigor benih. Viabilitas potensial adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang optimum. Vigor benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Pengujian vigor benih dibedakan menjadi dua, yaitu pengujian secara langsung dan pengujian secara tidak langsung. Pengujian secara langsung dilakukan dengan mengamati gejala pertumbuhan benih. Pengujian secara tidak langsung dilakukan dengan mengamati gejala metabolisme dalam benih. Salah satu pengujian benih secara tidak langsung dilakukan dengan mengamati proses respirasi benih. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengujian vigor benih kedelai (Glycine max L. Merr.) dengan metode respirasi, khususnya dengan alat kosmotektor. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu mempelajari pemanfaatan kosmotektor sebagai alat untuk uji cepat vigor benih. Kosmotektor ini, pada umumnya digunakan untuk mengukur laju respirasi produk-produk hortikultura. Pada penelitian ini, kosmotektor akan digunakan untuk menguji vigor benih dengan mengukur laju respirasi benih. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB pada bulan Februari sampai Mei Penelitian ini menguji laju respirasi lot benih dengan berbagai kondisi vigor yang berbeda. Sebelum diukur laju respirasinya, lot benih tersebut diberi perlakuan awal agar respirasinya meningkat karena alat yang digunakan kurang sensitif dalam mengukur laju respirasi benih yang relatif rendah. Perlakuan awal yang diberikan terdiri atas 1) Pelembaban selama 10 jam, 2) Pelembaban selama 15 jam, 3) Pelembaban selama 20 jam, 4) Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15

3 menit, 5) Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit, dan 6) Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit. Lot benih yang akan diukur laju respirasinya terdiri dari lima kondisi vigor yang berbeda, yaitu V1, V2, V3, V4, dan V5. V1 diperoleh dengan penyimpanan di ruang ber-ac. V2 diperoleh dengan penyimpanan di ruang suhu kamar. V3, V4, dan V5 berturut-turut diperoleh dengan penderaan pengusangan cepat terkontrol selama 8 jam, 12 jam, dan 16 jam. Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Wilis yang berasal dari BPTP Banten. Selain mengukur laju respirasi, pengamatan viabilitas dan vigor benih juga dilakukan untuk dianalisis regresi dan korelasinya dengan laju respirasi benih. Parameter viabilitas potensial dan vigor yang diamati terdiri dari tolok ukur daya berkecambah (DB), tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM), tolok ukur indeks vigor (IV), tolok ukur keserempakan tumbuh (Kst), tolok ukur kecepatan tumbuh (Kct), dan tolok ukur Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN). Hasil percobaan menunjukkan bahwa saat pembentukan lima tingkat vigor benih, terjadi penurunan secara linier pada parameter viabilitas potensial (tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum), kecuali tolok ukur bobot kering kecambah normal. Seluruh parameter vigor (tolok ukur indeks vigor, tolok ukur keserempakan tumbuh, dan tolok ukur kecepatan tumbuh) tidak mengalami penurunan secara linier. Laju respirasi yang dihasilkan dari lima kondisi vigor yang berbeda, pada perlakuan awal pelembaban 20 jam, inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15, 30, dan 45 menit terjadi korelasi yang positif antara laju respirasi dengan parameter viabilitas potensial dan vigor benih. Nilai standar deviasi yang dihasilkan pada seluruh metode pengukuran laju respirasi, perlakuan awal inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit menghasilkan nilai yang paling kecil. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kosmotektor dapat digunakan untuk mengukur respirasi benih kedelai dengan menggunakan perlakuan awal, sehingga alat tersebut dapat digunakan untuk menguji vigor benih kedelai dengan perlakuan awal terbaik yaitu inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit.

4 The Developing of Rapid Testing Soybean Seed (Glycine max L. MERR.) Vigor Using Respiration Method with Cosmotector Tools Abstract The research was conducted to learn the utilization of tools cosmotector as a tool for rapid testing of soybean (Glycine max L. MERR.) seed vigor. This tool is used to measure the levels of CO2 produced from respiration processes of soybean seeds and then calculated the rate respiration. This research was conducted from February to May 2011 at the Laboratory of Seed Technology and Post Harvest Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB. Prior research done by finding the pretreatment so we get the five groups of seeds that have different vigor of a seed same vigor group. Then measured the rate of respiration by several pretreatments, there are moistened for 10 hours, 15 hours, and 20 hours, and incubation at temperatures 60 0 C for 15 minutes, 30 minutes, and 45 minutes. The conclusion of this research is cosmotector tool can be used for rapid testing of soybean seed vigor by measuring the rate respiration. The best pretreatment for measuring respiration rate of soybean seeds with such a device is incubation at temperatures 60 0 C for 45 minutes. This method can determine seed viability and vigor well. Key words: soybean, cosmotector, respiration.

5 PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Okti Syah Isyani Permatasari A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul Nama NIM : PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR : OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Oktober 1989 di Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sjahbuddin Ezzat dan Ibu Sri Dwiana Rusmiwahjani. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Tirtoyoso No 111 Surakarta. Selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Surakarta pada tahun 2004 dan di SMA Negeri 1 Semarang pada tahun Tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun Selama menjalani perkuliahan, penulis mendapat beberapa beasiswa yaitu beasiswa ORBIT pada tahun 2007 hingga 2008, dan beasiswa BBM pada tahun 2009 hingga Pada kegiatan akademik di kampus, penulis pernah menjadi asisten praktikum di beberapa mata kuliah, yaitu asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Benih, asisten Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan, dan asisten Mata Kuliah Perancangan Percobaan pada tahun Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi pada tahun Selain itu, penulis juga mengikuti kepanitian di beberapa acara yang diadakan di IPB.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu mencurahkan nikmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pengembangan Uji Cepat Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Menggunakan Metode Respirasi dengan Alat Kosmotektor. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S1 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan serta saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan masukan selama penyusunan skripsi. 4. Kedua orang tua dan adik-adik penulis yang selama ini telah banyak memberi dukungan moril dan motivasinya. 5. M. Anggoro W., Evie R., Miftahul Bahrir R., Ita Utami A., dan Istirsyadah H. yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. 6. Melly Nurfarida, Nazima, Feni Sintarika, Cutrisni, Rizky, Neneng Siti L. dan semua teman-teman seperjuangan di Laboratorium benih dan seluruh temanteman AGH 44 yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. 7. Teman-teman Arsida 2 yang telah memberi dukungannya. Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipothesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Kedelai... 4 Viabilitas dan Vigor Benih... 5 Respirasi Benih... 7 Kosmotektor... 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Laju Respirasi Benih Hubungan antara Laju Respirasi dengan Parameter Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Pemilihan Perlakuan Awal untuk Pengukuran Respirasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v vi vii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rata-rata Nilai Viabilitas dan Vigor 5 Lot Benih Rata-rata Laju Respirasi 5 Lot Benih pada Berbagai Perlakuan Awal Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Daya Berkecambah 5 Lot Benih Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Indeks Vigor 5 Lot Benih Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Nilai Persamaan Regresi, Nilai Korelasi (r) antara Laju Respirasi dengan Tolok Ukur Bobot Kering Kecambah Normal 3 Lot Benih Nilai Tengah dan Standar Deviasi Laju Respirasi 5 Lot Benih pada Berbagai Perlakuan Awal Pengukuran Laju Respirasi... 29

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Daya Berkecambah 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Potensi Tumbuh Maksimum 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih... 42

12 viii Halaman 14. Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Indeks Vigor 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Keserempakan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih... 49

13 ix Halaman 28. Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Kecepatan Tumbuh 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 10 jam dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 15 jam dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Pelembaban 20 jam dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 Lot Benih Garis Regresi antara Laju Respirasi Perlakuan Awal Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit dengan Bobot Kering Kecambah Normal 5 lot Benih... 53

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Alat Pengukur Laju Respirasi (Kosmotektor tipe XP-314) Pemaparan Benih di Ruang Suhu Kamar untuk Penyamaan Kadar Air Pelembaban Benih dengan Kertas Steinsiel Basah Pengukuran Respirasi Benih Bagan Alir Penelitian... 16

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merr) adalah tanaman yang penting bagi Indonesia karena digunakan baik sebagai pangan maupun sebagai komponen pakan ternak. Kedelai merupakan bahan baku industri tahu, tempe dan kecap yang merupakan pangan tradisional yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Kandungan protein yang tinggi dalam kedelai, dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai sumber protein nabati yang utama. Kandungan protein di dalam kedelai dapat mencapai 35-45% (Suriawinata et al., 1984). Selain mempunyai nilai gizi yang tinggi karena mengandung protein, kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, dan lain-lainya. Sampai saat ini, upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan industri pangan tersebut. Konsumsi kedelai masyarakat saat ini mencapai 2 juta ton per tahunnya, tetapi rata-rata produksi kedelai dalam negeri tahun 2010 hanya mencapai ton, sehingga dibutuhkan impor kedelai sebesar 1.1 juta ton (BPS, 2010). Salah satu faktor yang membatasi produksi kedelai di Indonesia adalah ketersediaan benih bermutu. Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan mengurangi penyediaan benih bermutu tinggi. Benih kedelai memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang sangat peka terhadap suhu dan RH. Hal ini disebabkan karena kadar proteinnya yang tinggi. Benih kedelai tidak dapat mempertahankan viabilitasnya dalam kurun waktu tiga bulan, pada suhu 30 o C dan kadar air benih 14% (Sadjad, 1980). Vigor benih dihubungkan dengan kekuatan benih yaitu kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan serta bebas dari serangan mikroorganisme. Kondisi lingkungan sewaktu benih disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya

16 2 pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa metode uji vigor benih yang dikenal terbaik dan banyak digunakan adalah metode uji dingin (cold test) yang dikembangkan untuk pengujian benih jagung, dan tentunya juga dapat digunakan untuk benih beberapa spesies tanaman lainnya. Salah satu masalah pada pengujian tersebut adalah kesulitan untuk menstandarisasi cendawan dan tanahnya yang digunakan untuk membuat pengujian tersebut. Pengujian vigor lainnya yang digunakan untuk penelitian meliputi uji GADA (Glutamic Acid Decarboxylase Activity), berbagai macam uji tekanan, uji laju pertumbuhan kecambah, serta uji tetrazolium. Menurut Taliroso (2008) pengujian vigor untuk kedelai yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA (International Seed Testing Association) adalah pengujian viabilitas setelah didera fisik (Accelerated Ageing Test) dan pengujian viabilitas secara biokhemis (uji tetrazolium/tz). Namun, dalam pelaksanaannya pengujian-pengujian tersebut memiliki beberapa kelemahan. Pada pengujian vigor setelah Accelerated Ageing, waktu yang diperlukan melebihi uji DB, yaitu 11 hari. Kelemahan pada uji tetrazolium adalah sangat tergantung dari analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menganalisis hasil pengujian. Menurut Copeland dan McDonald (1995), kendala dalam evaluasi vigor pada uji TZ adalah standardisasi kemampuan analis untuk menentukan tingkat vigor benih dan ketidakmampuan pengujian TZ untuk mendeteksi fitotoksik. Pengujian vigor benih juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode respirasi. Daya hidup benih dapat dideteksi dari banyaknya CO 2 yang terbentuk atau O 2 yang diserap melalui proses respirasi. Pengukuran respirasi dapat dilakukan dengan banyak cara. Menurut Winarno dan Amman (1979) beberapa cara yang telah diteliti untuk mengukur proses respirasi yaitu dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP, jumlah O 2 yang digunakan dan jumlah CO 2 yang dihasilkan. Winarno dan Amman (1979) menyatakan bahwa perubahan kandungan gula sukar diukur karena gula yang terdapat dalam bahan, jumlahnya tidak tetap.

17 3 Pengukuran jumlah ATP yang terbentuk dibutuhkan waktu yang lama, ketelitian yang tinggi dan alat-alat yang mahal. Jumlah O 2 yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit, dan dalam pengukurannya sukar dilaksanakan karena dibutuhkan alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap oksigen. Pengukuran CO 2 lebih mudah dilakukan karena menggunakan alat-alat yang sederhana dan jumlah CO 2 selama proses respirasi relatif cukup besar, selain itu dibutuhkan waktu yang relatif singkat. Kosmotektor merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya respirasi dengan mendeteksi CO 2 yang dihasilkan. Alat ini sering digunakan untuk mengukur respirasi produk-produk hortikultura berupa sayuran dan buah. Sayuran dan buah-buahan yang diukur respirasinya, umumnya memiliki kadar air yang tinggi sehingga dengan mudah dapat diukur dengan alat ini. Pada penelitian ini, kosmotektor akan diteliti untuk mengukur respirasi benih, yang dapat dimanfaatkan untuk uji vigor. Namun, respirasi yang dihasilkan benih terlalu kecil sehingga kosmotektor tidak dapat mengukur respirasinya. Untuk itu, benih perlu diberi perlakuan awal untuk meningkatkan respirasinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemanfaatan alat kosmotektor untuk uji cepat vigor benih dengan mengukur respirasi benih secara tidak langsung mendeteksi vigor benih secara cepat. Hipotesis 1. Alat kosmotektor dapat digunakan untuk mengukur respirasi benih. 2. Alat kosmotektor dapat digunakan untuk uji cepat vigor benih dengan melihat hubungan antara laju respirasi dan peubah fisiologi benih. 3. Semakin tinggi laju respirasi benih menunjukkan vigor benih yang tinggi.

18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rasales, famili Leguminosae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merril. Sistem perakaran kedelai terdiri atas dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2007). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, antara lain kuning, hitam, hijau, dan cokelat. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas. Di Indonesia besar biji bervariasi 6-30 g (Suprapto, 2001). Adisarwanto (2007) menyatakan bahwa batang berasal dari poros embrio. Selama perkecambahan, hipokotil merupakan bagian batang kedelai, dengan batas mulai dari pangkal akar hingga kotiledon. Plumula dan dua kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menembus permukaan tanah. Menurut Sumarno (1985) tanaman kedelai termasuk tanaman hari panjang bila ditanam di Amerika Serikat. Varietas yang beradaptasi di daerah yang panjang harinya lebih dari 12 jam, umumnya akan lebih cepat berbunga bila ditanam di daerah yang panjang harinya 12 jam. Sebaliknya, kedelai dari daerah tropik akan berbunga lebih lambat bila ditanam di daerah beriklim sedang yang panjang harinya lebih dari 12 jam. Pemendekan lama penyinaran akan mempersingkat pertumbuhan vegetatif dan mempercepat waktu berbunga serta waktu panen. Inilah yang menyebabkan varietas unggul dari Amerika Serikat akan rendah hasilnya bila ditanam di Indonesia, karena adanya pemendekan fotoperiode. Di negara-negara subtropik panjang hari berkisar jam, sedangkan di negara tropik hanya 12 jam.

19 5 Viabilitas dan Vigor Benih Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Sadjad (1975) menyatakan bahwa pengujian viabilitas benih berada dalam konteks agronomi disamping sebagai parameter untuk berbagai pendekatan ilmiah, juga dalam rangka menentukan sehat tidaknya benih. Benih harus memiliki tingkat daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu peraturan pemerintah di daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih. Sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah secara normal (Copeland dan Mc Donald, 1995). Sadjad (1972) menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan. Menurut Sadjad (1993), tujuan analisis viabilitas benih adalah untuk memperoleh informasi mutu fisiologi benih. Gejala yang dimaksud adalah potensi tumbuh dan daya berkecambah. Mugnisjah et al. (1994) menyatakan bahwa metode pengujian viabilitas benih terdiri dari dua cara, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Penilaian pada metode langsung dilakukan terhadap setiap individu benih, sedangkan pada metode tidak langsung penilaian dilakukan terhadap sekelompok benih. Penilaian viabilitas dari gejala pertumbuhannnya disebut sebagai penilaian dengan indikasi langsung, sedangkan penilaian viabilitas dari gejala metabolismenya disebut dengan penilaian viabilitas dengan indikasi tidak langsung. Oleh karena itu, uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan mengukur gejala metabolisme atau secara langsung dengan mengamati dan membandingkan pertumbuhan unsur-unsur tumbuh yang penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu (Sadjad, 1973). Gejala metabolisme dapat ditunjukkan dari analisis biokimia, sedangkan gejala pertumbuhan diketahui lewat indikasi fisiologis yang mencakup potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, dan daya berkecambah. Daya berkecambah dilihat dari perbandingan jumlah benih yang berkecambah normal dalam kondisi dan periode perkecambahan tertentu (Dermawan, 2007). Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat dan mantap.

20 6 Ciri utama dari benih ialah bila benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Semua insan benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih hidup (viable) sebab benih yang viabilitasnya tinggi belum tentu memiliki vigor yang tinggi. Benih yang hanya mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup (Sadjad et al., 1999). Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Terlepas dari masalah tersebut, beberapa peneliti menunjukkan bahwa lot-lot benih yang mengalami kemunduran cepat, mengandung benih yang bervigor rendah dan benih yang masih vigor. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati. Lot benih yang baru dan vigor mempunyai daya simpan yang lebih lama dibanding dengan lot benih yang lebih tua yang mungkin sedang mengalami proses kemunduran sangat cepat (Justice dan Bass, 2002). Benih yang ditanam memberikan dua kemungkinan hasil. Pertama, benih tersebut menghasilkan tanaman normal sekiranya kondisi alam tempat tumbuhnya optimum. Kedua, tanaman yang tumbuh abnormal atau mati. Benih mempunyai daya hidup potensial atau Viabilitas Potensial (V p ), karena hanya akan tumbuh menjadi tanaman normal manakala kondisi alamnya optimum. Benih yang masih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau suboptimum disebut benih yang memiliki Vigor (V g ). Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum (Sadjad et al., 1999). Benih vigor yang mampu menumbuhkan tanaman normal pada kondisi alam suboptimum dikatakan memiliki Vigor Kekuatan Tumbuh (V KT ) yang mengindikasikan bahwa vigor benih mampu menghadapi lahan pertanian yang kondisinya dapat suboptimum. Bila benih yang memiliki V KT tinggi ditanam di lahan produksi, akan menumbuhkan tanaman yang tegar, tanaman yang pada akhirnya akan membuahkan produksi yang normal walaupun kondisi alamnya tidak optimum (Sadjad et al., 1999).

21 7 Respirasi Benih Menurut Winarno dan Amman (1979) respirasi atau pernafasan adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO 2, air, dan sejumlah besar elektron-elektron. Menurut Kamil (1979) respirasi merupakan proses perombakan sebagian cadangan makanan (seperti karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi seperti CO 2 dan H 2 O serta dibebaskan sejumlah tenaga yang disimpan dalam makanan. Sadjad (1975) menyatakan bahwa respirasi dalam kaitannya dengan perkecambahan benih, respirasi merupakan proses yang menghasilkan energi, sehingga proses perkecambahan tergantung pada respirasi benih itu sendiri. Agrawal (1980) menyatakan bahwa repirasi, terutama saat awal proses imbibisi air ke dalam benih telah menunjukkan keeratan korelasi dengan tingkat pertumbuhan benih buncis, jagung, gandum, kedelai, dan padi. Faktor yang mempengaruhi respirasi menurut Curtis dan Clark (1950) diantaranya dalah temperatur, kadar air, oksigen, dan karbon dioksida. Menurut Masyagina et al. (2009) laju respirasi benih pinus gmelin dan siberian meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan selama proses perkecambahan. Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa menurunnya daya berkecambah benih kedelai yang disimpan berhubungan dengan tingginya kadar air menyebabkan struktur membran mitokondria tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel, sehingga substrat untuk respirasi berkurang sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang. Oleh karena itu benih yang sudah mengalami kemunduran, laju respirasi akan semakin bekurang. Cantrell et al. (1971) menyatakan bahwa tingkat respirasi benih jagung terus meningkat pada tingkat perkecambahan dan perkembangan benih yang berbeda. Pian (1981) menambahkan bahwa peningkatan absorbsi O 2 dan produksi CO 2 mengakibatkan peningkatan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, vigor, dan ukuran struktur ukuran kecambah. Kusumadewi (1988) menyatakan bahwa pada benih kedelai, kapasitas respirasi berkorelasi positif sangat erat

22 8 dengan viabilitas total dengan tolok ukur tetrazolium dengan nilai koefisien korelasi yang sangat besar. Disamping itu, kapasitas respirasi juga berkorelasi positif dengan vigor daya simpan, dengan tolok ukur keserempakan tumbuh dan dengan vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur kecepatan tumbuh. Oleh karena itu, respirasi benih dapat digunakan untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih. Tatipata et al.(2004) menyatakan bahwa menurunnya aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase pada benih kedelai menyebabkan laju respirasi menurun, dengan demikian energi yang dihasilkan rendah. Rendahnya energi menyebabkan daya kecambah dan vigor rendah. Sebelumnya Throneberry dan Smith (1955) menyatakan bahwa terlambatnya perkecambahan berkaitan dengan menurunnya aktivitas mitokondria. Aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase merupakan indikator aktivitas mitokondria. Kosmotektor Semua jenis benih masih mengalami proses metabolisme meskipun sudah dipanen dari tanaman induknya. Besarnya kadar metabolisme dari benih tergantung dari kadar air yang terkandung di dalamnya dan kondisi lingkungan tempat penyimpanan benih. Salah satu proses metabolisme yang dilakukan adalah respirasi benih. Respirasi merupakan proses penguraian karbohidrat sehingga dihasilkan energi, CO 2 dan uap air. Salah satu alat pengukuran kadar respirasi yang dapat digunakan adalah kosmotektor. Alat ini sering digunakan untuk mengukur kadar CO 2 yang dihasilkan dari proses respirasi produk-produk hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kadar CO 2 yang diperoleh, kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan untuk didapatkan laju respirasi yang didapatkan (New Cosmos Electric, 1999). Pengukuran respirasi yang dihasilkan dari produk-produk hortikultura digunakan untuk menentukan daya simpan produk. Menurut Purwoko et. al.(2002) daya simpan pada buah pisang dapat diperpanjang dengan menekan laju respirasi dan laju produksi etilena serta menunda terjadi puncak klimakterik buah pisang sehari setelah kontrol. Kosmotektor memiliki banyak jenis dan tipe. Masing-masing tipe memiliki kelebihan sendiri. Kosmotektor tipe XP-314 merupakan salah satu jenis

23 9 kosmotektor dengan beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki oleh kosmotektor tipe ini antara lain, mengukur gas yang mudah terbakar atau tidak mudah terbakar meliputi karbon dioksida, argon dan helium, dapat memeriksa gas yang ada didalam tangki dalam jumlah banyak, selain itu dapat dimanfaatkan untuk bidang pertanian yaitu untuk mengontrol konsentrasi kadar CO 2 (New Cosmos Electric, 1999).

24 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis yang dipanen pada bulan Desember 2010 yang diperoleh dari BPTP Banten. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu plastik polyethilene, kertas steinsiel, kertas merang, kain strimin, plastik, solatif, plastik wrap, label, kertas amplop, dan air destilata. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kosmotektor tipe XP-314 (Gambar 1). Alat-alat lainnya yaitu ruang ber-ac, ruang bersuhu kamar, timbangan digital, pipet, refrigerator, waterbath, keranjang, toples inkubasi, oven pengering (105 o C), oven pemanas (60 o C), desikator, sealer, alat pengepres IPB 75-1, germinator IPB 72-1, bak plastik, cawan, dan termohigrometer. Gambar 1. Alat Pengukur Laju Respirasi (Kosmotektor tipe XP-314)

25 11 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menguji laju respirasi pada lima taraf lot benih dengan kondisi vigor yang berbeda-beda. Sebelum diukur laju respirasinya, masing-masing lot benih diberi perlakuan awal agar aktivitas laju respirasi benih meningkat. Perlakuan awal yang diberikan agar aktivitas respirasi benih dapat meningkat terdiri atas; 1) pelembaban selama 10 jam; 2) pelembaban selama 15 jam; 3) pelembaban selama 20 jam; 4) inkubasi pada suhu 60 0 C selama 15 menit; 5) inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit dan; 6) inkubasi pada suhu 60 0 C selama 45 menit. Metode ini dipilih karena alat yang digunakan kurang sensitif dan benih dengan kadar air rendah, respirasi yang dihasilkan sedikit, sehingga diberi perlakuan agar laju respirasi benih meningkat dan dapat terdeteksi oleh alat kosmotektor. Lot benih yang digunakan ada 5 taraf yang terdiri atas lot benih vigor 1, lot benih vigor 2, lot benih vigor 3, lot benih vigor 4, dan lot benih vigor 5. Penelitian ini terdiri dari tiga ulangan, sehingga seluuruhnya terdapat 90 satuan percobaan. Penelitian ini menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot benih dan analisis regresi linier sederhana. Analisis keragaman data tingkat vigor lot benih menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dengan satu faktor, yaitu tingkat vigor lot benih. Masing-masing tingkat vigor lot benih diulang sebanyak tiga kali ulangan. Model percobaan yang digunakan adalah: Y ij = µ + α i + ε ij (i = 1, 2, 3, 4, 5; j = 1, 2, 3) Keterangan: Y ij : Nilai pengamatan tingkat vigor lot benih ke-i pada ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum α i ε ij : Pengaruh taraf ke-i faktor tingkat vigor lot benih : Galat percobaan Uji lanjut yang digunakan pada hasil yang berpengaruh nyata pada analisis ini menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Pendekatan dengan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antara peubah laju repirasi dengan berbagai parameter

26 12 viabilitas dan vigor benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu : Y = a + bx dengan : Y : peubah laju respirasi a : titik potong garis dengan sumbu Y b : kemiringan garis X : parameter vigor dan viabilitas (peubah bebas) Hasil analisis regresi ini digunakan dua metode pendekatan. Pendekatan pertama analisis korelasi regresi antara laju respirasi dengan parameter viabilitas dan vigor benih. Parameter viabilitas dan vigor benih dinyatakan sebagai sumbu X dan laju respirasi dinyatakan sebagai sumbu Y. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah laju respirasi dengan peubah viabilitas dan vigor benih. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara laju respirasi benih dengan parameter viabilitas dan vigor benih yang sesungguhnya. Laju respirasi benih dapat dideteksi berdasarkan viabilitas dan vigor benih melalui persamaan regresi apabila koefisien korelasi nyata. Selain menggunakan analisis keragaman data tingkat vigor lot benih dan analisis regresi, dilakukan pemilihan perlakuan awal untuk pengukuran laju respirasi yang terbaik dari nilai standar deviasinya. Nilai standar deviasi yang paling kecil menunjukkan data laju respirasi yang diperoleh lebih seragam. Perlakuan awal yang memiliki nilai standar deviasi kecil lebih baik daripada perlakuan awal dengan nilai standar deviasi besar. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pembuatan lot benih terlebih dahulu. Satu lot besar benih kedelai dibagi menjadi 5 lot benih yang diberi perlakuan sehingga terbentuk 5 lot benih dengan berbeda vigor. Lot benih vigor 1 disimpan pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu. Lot benih vigor 2 disimpan pada ruangan bersuhu AC selama 4 minggu lalu dipindah ke ruang bersuhu kamar selama 4 minggu. Lot benih vigor 3 sedang diperoleh dari Pengusangan Cepat

27 13 Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 8 jam. Lot benih vigor 4 diperoleh dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 12 jam. Dan lot benih vigor 5 diperoleh dari Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) dengan waterbath selama 16 jam. Kelima lot benih tersebut disamakan kadar airnya dengan cara pemaparan diruangan bersuhu kamar selama ±4 hari (Gambar 2). Setelah dipaparkan dari masing-masing lot benih dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama dianalisis viabilitas dan vigornya dengan cara mengecambahkannya menggunakan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik). Benih yang dikecambahkan masing-masing gulungannya berisi 25 butir benih. Gambar 2. Pemaparan Benih di Ruang Suhu Kamar untuk Penyamaan Kadar Air Bagian kedua dan ketiga merupakan perlakuan awal yang diberikan untuk meningkatkan respirasi benih sebelum diukur, yaitu dengan dilembabkan dengan kertas steinsiel basah (Gambar 3) dan diinkubasi pada suhu 60 0 C. Bagian benih kedua dilembabkan selama 10 jam, lalu dimasukkan ke dalam toples inkubasi dengan masing-masing toples berisi 40 gram benih yang telah dilembabkan. Benih yang sudah dimasukkan, direkatkan dengan isolasi dan plastik wrap. Benih diinkubasi ke dalam oven dengan suhu 60 0 C dengan waktu 15 menit, 30 menit, dan 45 menit. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, diinkubasi dalam ruangan suhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur respirasinya yang dihasilkan (Gambar 4).

28 14 Gambar 3. Pelembaban Benih dengan Kertas Steinsiel Basah Bagian benih ketiga dilakukan pelembaban sebagai perlakuan awal dengan menggunakan kertas steinsiel basah (Gambar 2). Pelembaban dilakukan dengan waktu 10 jam, 15 jam, dan 20 jam. Setelah dilembabkan benih dimasukkan ke dalam toples inkubasi dengan masng-masing toples berisi 40 gram benih yang telah dilembabkan, lalu direkatkan tutupnya. Proses inkubasi ini dilakukan di ruangan bersuhu kamar selama ±24 jam. Lalu diukur laju respirasinya (Gambar 4). Bagan alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4. Pengukuran Respirasi Benih Pelaksanaan Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT) Pelaksanaan pengusangan cepat terkontrol diawali dengan meningkatkan kadar air benih menjadi 20%. Lot benih dimasukkan ke dalam plastik polyethilene dan ditambahkan aquades. Penambahan aquades dilakukan hingga kadar air benih meningkat mencapai ±20%. Penambahan aquades dilakukan di atas neraca digital. Benih dalam aluminium foil yang telah memiliki berat yang sesuai dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4 o C dan didiamkan selama 24 jam (Wafiroh, 2010). Akan tetapi, pada penelitian ini yang digunakan adalah plastik polyethilene sebagai pengganti aluminium foil. Berat benih pada kadar air benih yang diinginkan diperoleh dari rumus penentuan (ISTA dalam Wafiroh, 2010) sebagai berikut :

29 15 W2 = 100 A x W1 100 B Keterangan : A = Kadar air benih awal dari benih (%) B = Kadar air benih yang diinginkan (%) W1 = Berat awal benih yang telah diketahui (gram) W2 = Berat benih dengan kadar air yang diinginkan (gram) Benih yang telah berkadar air sesuai selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 45 o C selama 8, 12, dan 16 jam.

30 1 LOT BENIH KEDELAI 16 Pembuatan Lot Benih: 1. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu 2. Disimpan pada suhu AC selama 4 minggu lalu dipindah pada tempat dengan suhu ruangan 4 minggu 3. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 8 jam 4. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 12 jam 5. Pengusangan Cepat Terkontrol selama 16 jam Penyamaan kadar air benih Pelembaban 10 jam Analisis Viabilitas dan Vigor benih : 1. daya berkecambah benih 2. potensi tumbuh maksimum 3. indeks vigor 4. keserempakan tumbuh 5. kecepatan tumbuh 6. bobot kering kecambah normal Dimasukkan kedalam toples inkubasi Perlakuan lama inkubasi pada suhu 60 0 C benih : menit menit menit Perlakuan lama pelembaban benih : jam jam jam Dimasukkan kedalam toples inkubasi Inkubasi di dalam toples ±24 jam Pengamatan respirasi benih Out Put : Korelasi antara laju respirasi benih kedelai dengan parameter viabilitas dan vigor benih Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

31 17 Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk menganalisis mutu benih meliputi analisis berbagai parameter viabilitas dan vigor yang meliputi penetapan kadar air, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, keserempakan tumbuh, dan laju respirasi. 1. Daya Berkecambah (DB) Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum. Menurut ISTA dalam Dina et al. (2006) yang dimaksud dengan daya berkecambah dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dimana struktur esensialnya mengindikasikan dapat tidak berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang memuaskan pada kondisi tanah yang sesuai. Uji daya berkecambah dilakukan dengan metode UKDdp (Uji Kertas Didirikan dalam Plastik). Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hari ke-3 dan ke-5. DB (%) = Σ KN I + KN II 100% Benih yang ditanam Keterangan : KN I : Kecambah Normal pada hitungan I KN II : Kecambah Normal pada hitungan II 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi Tumbuh Maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi Tumbuh Maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam. PTM (%) = Σ benih yang tumbuh 100% Σ benih yang ditanam

32 18 3. Indeks Vigor (IV) Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan presentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai DB tetapi cenderung mendekati field emergence (Copeland dan McDonald, 1995). Pada penelitian nilai indeks vigor benih kedelai didapat pada hari ke-3 pengamatan daya berkecambah. 4. Keserempakan Tumbuh (K ST ) Prosedur pengecambahan untuk pengamatan ini sama seperti pada pengamatan potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari ke-4 setelah tanam. Nilai keserempakan tumbuh benih dinyatakan sebagai persen kecambah normal kuat. 5. Kecepatan Tumbuh (K CT ) Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Pengujian kecepatan tumbuh (Kct) dilakukan dengan mengambil dan menghitung kecambah normal setiap etmal (24 jam) mulai dari hari pertama penanaman hingga hari ke-5. Nilai Kct menunjukkan presentase rata-rata kecambah yang tumbuh setiap hari. Semakin tinggi nilai Kct semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus : K CT = Σ N/t Keterangan : N = % KN setiap waktu pengamatan T = waktu pengamatan 6. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) Seluruh kecambah normal dibungkus dengan menggunakan kertas atau aluminium foil, kemudian di oven pada suhu 60 0 C selama 3 24 jam. Selanjutnya kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit dan

33 19 ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai. 7. Respirasi Benih Respirasi benih dihitung dengan menggunakan alat yang bernama kosmotektor. Benih yang akan diukur laju respirasinya ditimbang dahulu bobotnya. Kemudian dimasukkan ke dalam toples inkubasi lalu ditutup rapat dan direkatkan dengan isolasi agar tidak terjadi kebocoran. Lalu didiamkan selama 1 hari. Besarnya kadar karbondioksida yang dihasilkan diukur. Kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan di bawah untuk dihitung laju respirasinya. Benih yang telah diukur laju respirasinya dihitung volume udara bebasnya yang ada di dalam toples. L = V K 1.76 W B Keterangan : L = Laju Respirasi (mg CO 2 /kg/jam) V = Volume udara bebas dalam toples (V toples V bahan) dalam ml K = kadar CO 2 sesudah inkubasi kadar CO 2 awal (0.03%) W = waktu inkubasi (jam) B = bobot bahan (kg) Nilai 1.76 merupakan konstanta gas.

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan lot benih. Tujuan dari pembuatan lot benih ini adalah untuk memperoleh ragam viabilitas potensial dan vigor benih yang kemudian akan diuji respirasinya. Rata-rata daya berkecambah awal benih sebesar 91% dan kadar air awal benih sebesar 9%. Penyimpanan dalam ruangan ber-ac (vigor 1) dimulai sejak benih didapatkan dan disimpan selama 8 minggu. Rata-rata suhu yang digunakan selama penyimpanan sebesar 18.2 o C dan rata-rata RH sebesar 56%. Tingkat vigor 2 dilakukan penyimpanan di ruangan ber-ac selama 4 minggu, kemudian disimpan pada ruangan suhu kamar selama 4 minggu. Rata-rata suhu kamar yang digunakan selama penyimpanan sebesar o C dan rata-rata RH sebesar 73.5%. Penderaan dengan metode pengusangan cepat terkontrol dilakukan dengan beragam tingkat waktu penderaan yaitu selama 8 jam (vigor 3), 12 jam (vigor 4), dan 16 jam (vigor 5). Tabel 1. Rata-rata Nilai Viabilitas dan Vigor 5 Lot Benih Lot Benih DB PTM IV KST KCT BKKN (%) (%) (%) (%) (%) (gram) Vigor a a a a a 0.78 a Vigor a ab a a a 0.73 a Vigor b b bc b b 0.52 b Vigor c c b b b 0.28 c Vigor d d c c c 0.29 c Keterangan : DB : Daya Berkecambah KST : Keserempakan Tumbuh PTM : Potensi Tumbuh Maksimum KCT : Kecepatan Tumbuh IV : Indeks Vigor BKKN : Bobot Kering Kecambah Normal Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Hasil yang diperoleh dari pembuatan lot benih menunjukkan secara umum terjadi penurunan pada parameter viabilitas potensial maupun vigor benih (Tabel 1). Tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum mengalami penurunan tingkat vigor yang linier, tetapi penurunannya landai. Pada tolok ukur

35 21 indeks vigor, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal, penurunan tingkat vigornya tidak menurun secara linier. Hal ini diduga karena waktu penyimpanan dan waktu penderaan yang diberikan untuk pembuatan lot benih kurang lama. Secara umum, viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu, dan semakin lamanya benih terkena suhu tinggi serta dengan meningkatnya kandungan kadar air benih (Justice dan Bass. 2002). Tatipata (2004) menambahkan daya berkecambah benih kedelai yang disimpan pada kadar air awal 8% dan 10% pada semua jenis kemasan belum mengalami penurunan secara nyata, tetapi penurunan secara nyata terjadi pada bulan ke-6 dengan kadar air awal 12%. Menurut Wafiroh (2010) yang menyatakan bahwa pada penderaan selama waktu 24 jam dan 48 jam pada kadar air 20% viabilitas benih wijen dapat menurun menjadi 81.3% dan 36.6%. Laju Respirasi Benih Sebelum dilakukan pengukuran respirasi benih dari masing-masing lot benih, diberi perlakuan awal untuk meningkatkan respirasi benih sebab respirasi benih dengan kadar air rendah relatif sedikit, sedangkan kosmotektor kurang sensitif untuk mengukur respirasi dalam jumlah sedikit. Setelah diberi perlakuan awal kadar air benih yang dilembabkan selama 10 jam meningkat hingga 33%, kadar air benih yang dilembabkan selama 15 jam meningkat hingga 45%, dan kadar air benih yang dilembabkan selama 20 jam meningkat hingga 50%. Tabel 2. Rata-rata Laju Respirasi 5 Lot Benih pada Berbagai Perlakuan Awal Lot Benih Pelembaban Inkubasi pada suhu 60 0 C 10 jam 15 jam 20 jam 15 menit 30 menit 45 menit mg CO 2 /kg/jam Vigor Vigor Vigor Vigor Vigor

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A24070042 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) MENGGUNAKAN PENGUKURAN RESPIRASI DENGANN ALAT KOSMOTEKTOR JAHARI BAHARIZKII A24080135 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A24080075 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM Compared to Natural Storage Syarifa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN Siti Saniah dan Muharyono Balai Pengujian dan Sertifikasi Benih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI i PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018)

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018) Uji Tetrazolium pada Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) sebagai Tolok Ukur Viabilitas Tetrazolium Test on Winged Bean Seed (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) As Standard Measuring

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr)

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) THE EFFECT OF DRYING TOWARD QUALITY OF SOYBEAN SEEDS ( Glycine max ( L. ) Merr ) Fauzah Shaumiyah *), Damanhuri dan Nur Basuki

Lebih terperinci

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH PENGUJIAN KADAR AIR BENIH A. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Benih merupakan material yang bersifat higroskopis, memiliki susunan yang kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus Glycine dan species Glycine

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Agustus sampai Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri Maulana Malik Ibrahim malang. Pada bulan Desember 2011 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri Maulana Malik Ibrahim malang. Pada bulan Desember 2011 sampai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim malang. Pada bulan Desember 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene Glycol)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan menggunakan 2 faktor, 12 kombinasi perlakuan dan 3 kali ulangan,

Lebih terperinci

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984)

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984) 12 Tabel 2. Persentase biji retak setelah biji kacang-kacangan dikeringkan pada beberapa taraf kelembaban udara dan suhu udara pengeringan Kelembaban udara (%) Suhu udara pengeringan ( C) 40 50 60 10 17.2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol

Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol Storability of Soybean (Glycine max L.) Seed After Accelerated Aging Treatment With Ethanol Nitasari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

Evaluasi Beberapa Tolok Ukur Vigor untuk Pendugaan Perpanjangan Masa Edar Benih Padi (Oryza sativa L.)

Evaluasi Beberapa Tolok Ukur Vigor untuk Pendugaan Perpanjangan Masa Edar Benih Padi (Oryza sativa L.) Evaluasi Beberapa Tolok Ukur Vigor untuk Pendugaan Perpanjangan Masa Edar Benih Padi (Oryza sativa L.) Evaluation of Vigor From Several Variable to Estimate Relabelling Extension of Rice Seeds (Oryza sativa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyimpanan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyimpanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keragaan Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Jarak pagar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG 6000 (K) terdiri dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika 2.1.1. Botani Tanaman Padi Menurut Herawati (2012), tanaman padi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Ordo : Poales Family

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PEMATAHAN DORMANSI BENIH A. Pendahuluan 1. Latar Belakang. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A24080076 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE Rahmawati 1) dan Syamsuddin 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Serealia dan 2) Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat ABSTRAK Kemunduran mutu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu letak biji pada malai, yang terdiri dari: P1: Posisi biji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja, atau Soja max. Namun demikian, pada tahun 1984 telah disepakati bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum 11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji merupakan sumber makanan yang penting bagi hewan dan manusia. Diantara divisi Angiospermae, family Poaceae paling banyak menghasilkan pangan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah diisyaratkan dalam Al-Qur an jauh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci