BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut dapat dikatakan juga sebagai sumberdaya, yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta sumberdaya buatan (infrastruktur, dan lain-lain). Pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dapat menentukan tingkat keberhasilan suatu pembangunan. Sebelum melakukan pembangunan, sebaiknya harus menyusun rencana pembangunan terlebih dahulu prosesnya biasa disebut dengan perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan bersifat penting untuk dilakukan agar pembangunan tersebut memiliki tujuan yang jelas, terarah, dan tepat sasaran. Secara umum, pembangunan suatu negara diarahkan pada tiga hal pokok, diantaranya yaitu : meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial dalam kehidupannya (Todaro, 2004). Keberhasilan suatu pembangunan seringkali dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, penurunan jumlah kemiskinan, peningkatan pendapatan per kapita, serta perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan. Namun, keberhasilan pembangunan juga sering tidak seimbang atau tidak merata sehingga menimbulkan sebuah ketimpangan wilayah atau kondisi ketidakseimbangan pembangunan antar 1

2 2 wilayah satu dengan wilayah lainnya (Muta ali, 2014). Bahkan Kuncoro (2011) menegaskan bahwa jika suatu daerah yang memprioritaskan pertumbuhan dalam pembangunan, maka akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan begitupun sebaliknya. Kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi geografi dan potensi yang terdapat di setiap wilayah. Potensi tersebut meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, bahkan kebijakan pembangunan pemerintah daerah pun ikut andil di dalamnya. Kondisi potensi yang berbeda-beda tersebut akan mendorong proses pembangunan menjadi tidak seragam. Kesenjangan (ketimpangan) merupakan hal yang wajar terjadi pada wilayah yang sedang berkembang. Namun kesenjangan wilayah yang berlebihan juga menimbulkan dampak negatif. Kesenjangan wilayah menciptakan adanya wilayah maju (Developed Region) dan wilayah tertinggal (Underdeveloped Region) (Sjafrizal, 2012). Wilayah tertinggal dapat diartikan sebagai suatu wilayah yang kondisinya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lainnya. Wilayah tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya yang relatif terpencil, miskin sumberdaya alam, atau rawan bencana alam. Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah yang secara fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan wilayah lainnya (Bappenas, 2005). Pembangunan wilayah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk menjadi daerah yang

3 3 maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, tetapi juga menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju, serta adanya tingkat kemakmuran antar daerah dengan daerah yang lainnya. Wilayah tertinggal biasanya berada di wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan tertentu seperti keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keterbatasan aksesibilitas ke pusat-pusat pemukiman lainnya. Hal tersebut menyebabkan kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya. Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah tersebut. Maka tidak heran jika masalah ketimpangan dan kemiskinan seringkali dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini berbeda. Pada umumnya, kemiskinan menunjukkan pada ketidakmampuan rumahtangga atau individu untuk memenuhi kebutuhannya, atau kondisi kehidupan yang berada di bawah standar minimal. Sedangkan ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang antara yang kaya dan yang miskin. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Fenomena wilayah tertinggalpun sangat memprihatinkan. Maka dari itu, masalah wilayah tertinggal tidak dapat dibiarkan begitu saja, tetapi harus

4 4 diberikan perlakuan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jika wilayah tertinggal tidak diberi perhatian khusus, maka jurang antara wilayah yang maju dan tertinggal akan semakin dalam. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi untuk pengembangan wilayah tertinggal yang disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya dan diawali dengan identifikasi, analisis, perhitungan dengan cermat tentang keberadaan desa tertinggal. 1.2 Rumusan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan merupakan negara kepulauan tentunya memiliki masalah dalam hal pemerataan pembangunan dan wilayah tertinggal. Menurut data dari Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT), di Indonesia masih terdapat 183 kabupaten yang masuk daerah tertinggal. Dari jumlah tersebut sekitar 30% berada di Kawasan Barat Indonesia dan sekitar 70% berada di Kawasan Timur Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh minimnya aksesibilitas untuk menjangkau daerah tersebut karena Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga pembangunan terpusat di Jawa. Selain aksesibilitas, ketersediaan sumberdaya alam, dan manusia juga ikut mempengaruhi perkembangan suatu wilayah. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling banyak di Indonesia hingga mencapai jiwa dengan kepadatan mencapai 1.180,79 jiwa per Km 2 dan tersebar secara tidak merata. Kepadatan paling tinggi berada di Kota Bandung dan Kabupaten Bogor sedangkan paling rendah ada di Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis (BAPPEDA Jawa Barat, 2013).

5 5 Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pun cenderung maju dari tahun ke tahun. Namun dibalik pertumbuhan ekonominya yang semakin meningkat, ada gap yang semakin lebar di setiap kabupaten/kota di dalamnya. Pada dasarnya pembangunan di Jawa Barat belum merata di setiap kabupaten/kota. Masalah yang menjadi penghambatnya selain dari sumberdaya manusia yaitu aksesibilitas yang harus dibenahi sebagaimana tertuang dalam RKPD Jawa Barat tahun Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten di bagian timur Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah merupakan salah satu kabupaten yang dapat dikatakan perkembangannya agak lambat dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Jika dilihat dari PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat, Kabupaten Kuningan berada di peringkat terbawah ke empat sebelum Kota Tasikmalaya, Sukabumi, dan Banjar. Dengan PDRB yang rendah perekonomian Kabupaten Kuningan terus meningkat dari tahun ke tahunnya, seperti pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonominya mencapai 5,43% (BPS Kabupaten Kuningan, 2013). Walaupun pembangunan ekonominya terus meningkat, namun dirasakan belum menyeluruh. Terutama desa-desa di perbatasan Kabupaten Kuningan dengan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah seperti Kecamatan Cibingbin dan Cilebak. Selain itu, desa-desa di daerah perbukitan juga cenderung tertinggal. Masyarakat di desa-desa tersebut kesulitan untuk menjangkau daerah lainnya sehingga minim sekali interaksi desa-desa tersebut dengan desa-desa lainnya. Selain kesulitan berinteraksi, mereka juga cenderung kesulitan untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi, sehingga mayarakat seperti terkurung di desanya yang serba kekurangan.

6 6 Untuk mengatasi masalah desa tertinggal tersebut diperlukan strategi pembangunan yang sesuai dengan karakteristik desa-desa tertinggal tersebut agar tercipta kesesuaian pembangunan sehingga pembangunan berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Dukungan untuk melakukan pembangunan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan itu sendiri sudah tertuang dalam visi dan misi serta RPJPD dan RPJMD Kabupaten Kuningan. Visi Kabupaten Kuningan yaitu, mewujudkan Kuningan Mandiri, Agamis, dan Sejahtera (MAS). Melalui visi dan misi tersebut diharapkan Kabupaten Kuningan dapat mandiri dalam perekonomian masyarakat yang salah satu pencapaiannya berupa kemandirian pangan; terciptanya kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, selaras dan kondusif bagi pelaksanaan pembangunan; serta terciptanya kesehjateraan yang merata dan hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk mengidentifikasi serta menganalisis tentang ketertinggalan desa tersebut, dan menganalisis faktor penyebab ketertinggalan desa tersebut, kemudian memberikan arahan pembangunan desa-desa tertinggal sesuai dengan karakteristik desa tersebut. Melalui unit kajian yang mengacu pada cakupan administratif berupa desa, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah tingkat perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimanakah tingkat ketimpangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Kuningan provinsi Jawa Barat?

7 7 3. Faktor-faktor apasaja yang menyebabkan ketertinggalan desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat? 4. Bagaimanakah arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis tingkat ketimpangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 3. Menganalisis faktor-faktor penyebab desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 4. Memberikan arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti sebagai upaya pengembangan wawasan akademik dan pengetahuan praktis di bidang pengembangan wilayah tertinggal dan geografi perdesaan. 2. Bagi pemerintah, memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

8 8 (BAPPEDA) sebagai sebuah koreksi atau arahan dalam pemerataan pembangunan wilayah. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi kepada peneliti lainnya yang akan meneliti permasalah desa tertinggal untuk dapat mengembangakan hasil penelitian ini. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang kajian pembangunan desa tertinggal sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang terdahulu. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan penggunaan beberapa metode, pendekatan dan daerah penelitian atau unit analisis yang berbeda-beda. Cakupan wilayah yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti hanya mengkaji satu desa saja sebagai studi kasus, sehingga dalam hasil analisis terdapat beberapa hasil yang menitikberatkan kepada kondisi ketertinggalan yang dialami desa tersebut saja tanpa membandingkan dengan desa tertinggal lainnya. Namun ada juga yang meneliti desa tertinggal dalam suatu kawasan tapi fokus utama penelitiannya pada potensi aktivitas ekonomi serta strategi pengembangannya tanpa menganalisis lebih dalam penyebab ketertinggalan tersebut, untuk lebih jelas lagi pada Tabel 1.1 berikut:

9 9 9 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 Linggo Pandit Wardani, Fenomena Kemiskinan 1. Menganalisis Metode deskriptif Tesis, UGM 2005 Desa Terpencil (Studi : faktor-faktor yang kualitatif dengan cara Desa Ongulero dan dapat menjelaskan mengembangkan Wiyapore Kecamatan fenomena konsep serta Marawola Kabupaten kemiskinan yang menghimpun fakta, Donggala Sulawesi terjadi di dalam tetapi tidak melakukan Tengah) masyarakat Desa pengujian hipotesis Ongulero dan Wiyapore Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah 2. Menganalisis langkah-langkah 2 Trimo Yulianto, Tesis, UNDIP 2005 Fenomena Program- Program Pengentasan Kemiskinan di strategis untuk menanggulangi kemiskinan di Desa Ongulero dan Wiyapore Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah 1. Mengetahui fenomena yang terjadi terhadap Metode kualitatif metode deskriptif dengan wawancara 1. Kondisi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Desa Ongulero dan Desa Wiyapore disebabkan oleh kondisi alam yang tidak mendukung (tandus dan berbatu), infrastruktur jalan, sarana dan prasarana kesehatan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, keanekaragaman bahasa yang sering mengakibatkan kesalah pahaman antar suku. 2. Strategi yang harus digunakan untuk mengatasi kemiskinan di Desa Ongulero dan Wiyapore yaitu dengan menerapkan strategi pendekatan pemberdayaan masyarakat mix model. Pemberdayaan masyarakat dengan cara melibatkan masyarakat secara langsung, dan pemerintah atau instansi terkait hanya sebagai fasilitator dan pendamping masyarakat dalam pelaksanaan program. 1. Program pengentasan kemiskinan menggunakan pendekatan perencanaan top-down, kecuali PPK yang

10 10 10 No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Kabupaten Klaten program-program langsung dan observasi (Studi Kasus Desa pengentasan lapangan, studi Jotangan Kecamatan kemiskinan yang dokumentasi dan Bayat) dilaksanakan di literatur. Kabupaten Klaten dengan studi kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat manusia. 3 Ibrahim, Tesis, UGM Distribusi keruangan 1. Mengidentifikasi Metode survei data-data 2008 desa-desa tertinggal di karakteristik yang dikumpulkan Kabupaten Sumbawa geografis desa-desa dalam penelitian Barat tertinggal di sampling, yaitu dengan Kabupaten proportional random Sumbawa Barat sampling, analisis yang 2. Mempelajari digunakan adalah distribusi keruangan kuantitatif dan kualitatif desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat 3. Menentukan faktorfaktor penentu dan 4 Afonso Paixao Martins, Tesis, UGM 2011 Profil kemiskinan di Ritabou Kecamatan Maliana Kabupaten Bobonaro Timor Leste besarnya faktorfaktor tersebut berpengaruh terhadap predikat desa-desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat 1. Mengetahui profil kemiskinan di Kecamatan Maliana Kabupaten Bobonaro Timor Metode survei dengan pengambilan data secara random sampling dengan menggunakan analisa kualitatif dengan menggunakan pendekatan perencanaan gabungan top-down dan bottom-up. Model pembangunan yang dipakai adalah pemenuhan kebutuhan dasar kecuali PPK yang menggunakan model pemenuhan kebutuhan dasar dan pembangunan kualitas sumberdaya 1. Karakteristik desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa Barat bervariasi menurut karakteristik topografi. 2. Pada topografi berbukit jumlah desa tertinggal lebih banyak dari pada di daerah dataran, karena kesuburan tanah daerah perbukitan lebih rendah daripada di daerah dataran. 3. Faktor aksesibilitas, sarana prasarana sosial ekonomi dan sumberdaya alam memiliki korelasi positif yang erat, tetapi faktor yang paling berpengaruh adalah sarana prasarana sosial ekonomi. 1. Potret kemiskinan masih cukup tinggi, sebesar 28,4% rumahtangga termasuk kategori miskin, sekitar 64,7% hampir miskin, dan rumah tangga yang termasuk dalam kategori tidak miskin

11 11 11 No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Leste wawancara mendalam sekitar 6,9%. 2. Mengetahui faktor dan kuesioner 2. Faktor utama penyebab kemiskinan penyebab kemiskinan di yaitu : pertama, akses rumah tangga terhadap fungsi-fungsi ekonomi dan Kecamatan Maliana Kabupaten budaya; kedua budaya atau mental rumahtangga terkait perilaku tidak Bobonaro Timor produktif atau disebut dengan faktor Leste struktural dan faktor kultural. Faktor 3. Mencari alternatif kultural merupakan faktor yang paling kebijakan yang berpengaruh menyebabkan kemiskinan. dapat dilakukan 3. Upaya yang sebaiknya dilakukan untuk adalah melakukan pembenahan menanggulangi kemiskinan di infrastruktur umum terutama berupa jalan yang menghubungkan antar desa Kecamatan Maliana dan penghematan dengan cara Kabupaten menyederhanakan berbagai upacara Bobonaro Timor adat. 5 Endah Djuwendah, et., al., Jurnal Sosiohumaniora, UNPAD 2013 Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten Garut Leste 1. Mengetahui aktivitas ekonomi yang dapat dikembangkan di wilayah Kabupaten Garut bagian Selatan 2. Strategi dalam pembangunan daerah tertinggal di Kabupaten Garut bagian Selatan Metode survei deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. 1. Kabupaten Garut bagian selatan memiliki sumberdaya alam yang berciri sektor prtanian, perikanan, peternakan, pertambangan, energi, serta pariwisata. 2. Terdapat lima strategi utama, diantaranya yaitu : peningkatan akses kerjasama berbagia sektor pemerintah swasta dan perguruan tinggi untuk mengatasi keterbatasan dana pembangunan berkelanjutan; pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal dengan cara mengembangkan komoditas unggulan spesifik lokasi dan produk olahan melalui teknologi tepat guna dan

12 12 12 No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian perluasan pemasaran; optimalisasi peran pusat pelayanan dengan cara melengkapi ketersediaan sarana dan prasarana serta keterkaitan sosial ekonomi dengan daerah pelayanan; peningkatan kualitas SDM dan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan/pelatihan dan pembinaan kelembagaan berbasis pedesaan; optimalisasi peran Kabupaten Garut sebagai daerah penyangga Jawa Barat melalui efektifitas pengelolaan tata ruang kawasan lindung dan budidaya dengan mempertimbangkan kawasan rawan bencana. 6 Nurdini Lestari, Tesis, UGM 2014 (Penelitian yang akan dilakukan) Analisis Faktor-faktor Penyebab Ketertinggalan Desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat 1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah desa-desa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis tingkat ketimpangan pembangunan desadesa di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 3. Menganalisis faktor-faktor penyebab ketertinggalan desa di Kabupaten Metode survei dengan pendekatan kuantitatif disertai dengan deskriptif analitis yang berbasis pada analisis data primer dan sekunder 1. Tingkat perkembangan wilayah setiap desa akan berbeda-beda, ada yang tergolong tinggi, sedang juga ada yang tergolong rendah. Desa dengan nilai indeks perkembangan wilayah tinggi dikatakan desa maju, desa dengan indeks perkembangan wilayah sedang dikatakan desa sedang berkembang, dan desa yang memiliki nilai indeks perkembangan wilayah rendah dikatakan desa tertinggal. 2. Tingkat ketimpangan pembangunan desa-desa dilihat dari indeks ketimpangan yang didapat dari analisis dengan metode jarak ekonomi (economic distance). 3. Menerangkan faktor yang menyebabkan ketertinggalan desa dari

13 13 13 No Nama dan Tahun Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Kuningan Provinsi Jawa Barat. 4. Memberikan arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. hasil analisis regresi linier berganda, survei, indepth interview dan kuesioner. 4. Arahan pengembangan desa tertinggal di Kabupaten Kuningan sesuai dengan hasil analisis sebelumnya yaitu tingkat perkembangan wilayah desa, ketimpangan desa, dan faktor-faktor penyebab desa tertinggal.

14 14

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa setiap Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menyusun RPJPD

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 1.1. Visi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam pasal 1, angka 12 menyebutkan bahwa visi merupakan rumusan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permasalahan utama pada setiap negara yang tidak akan pernah selesai dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara berkembang, kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah tersebut yang paling besar adalah masalah

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik (otonomi daerah) membawa konsekuensi terjadinya perubahan paradigma perencanaan pembangunan, dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah satu bentuk ketidak berhasilan pada sistem sentralisasi, ketimpangan antar

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

pendidikan juga terbatas. Gunardo (2014) menjelaskan daerah dataran rendah memiliki pembangunan infrastruktur transportasi yang masif dibandingkan

pendidikan juga terbatas. Gunardo (2014) menjelaskan daerah dataran rendah memiliki pembangunan infrastruktur transportasi yang masif dibandingkan BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau lebih dikenal dengan MP3EI dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem desentralisasi, ternyata telah dikenal sejak pemerintahan orde baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun 1974. Pokok- pokok yang terkandung dalam Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan berkualitas. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA KAB. SIDENRENG RAPPANG

STRATEGI SANITASI KOTA KAB. SIDENRENG RAPPANG BAB 1 PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi: tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup. Pelaksanaannya akan selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya baik sumberdaya alam dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Kota Serang terbentuk dan menjadi salah satu Kota di Propinsi Banten berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 bulan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL Rizal Imana 1), Endrawati Fatimah 2), Sugihartoyo 3) Jurusan Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam Pasal 1, angka 12 disebutkankan

Lebih terperinci

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN

5.1. VISI MEWUJUDKAN KARAKTERISTIK KABUPATEN ENDE DENGAN MEMBANGUN DARI DESA DAN KELURAHAN MENUJU MASYARAKAT YANG MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Mengacu kepada arah pembangunan jangka panjang daerah, serta memerhatikan kondisi riil, permasalahan, dan isu-isu strategis, dirumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama lima tahun, yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

VISI, MISI DAN PROGRAM CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI TOLITOLI PERIODE LATAR BELAKANG

VISI, MISI DAN PROGRAM CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI TOLITOLI PERIODE LATAR BELAKANG VISI, MISI DAN PROGRAM CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI TOLITOLI PERIODE 2016-2021 LATAR BELAKANG Periode 2016-2021 adalah bagian integral dari rangkaian aktifitas pembangunan sepanjang tahun 2010-2015.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya realitas kesenjangan pembangunan ekonomi di setiap kabupaten/kota di Indonesia atas sumber daya merupakan dampak dari proses pembangunan yang tidak merata.

Lebih terperinci