PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI)"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Diajukan Sebagai Syarat Akademis Untuk Menempuh Gelar Sarjana Strata (S 1) Teknik Mesin HARIYADI JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA 2005

2 Lembar Pengesahan JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA LEMBAR PENGESAHAN Nama : HARIYADI NIM : Judul : Perhitungan Beban Pendingin Pada Lantai 2 Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing I Pembimbing II (Ir. Yuriadi Kusuma, Msc) (Ir. Torik Husen, MT) ii

3 Lembar Pengesahan JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA LEMBAR PENGESAHAN Nama : HARIYADI NIM : Judul : Perhitungan Beban Pendingin Pada Lantai 2 Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh : Koordinator Tugas Akhir (Ir. Ariosuko. DH) iii

4 ABSTRAK ABSTRAK Perhitungan beban pendinginan yang terjadi pada bulan terpanas (September) dengan menggunakan metode Carrier dilakukan guna mengetahui kemampuan kapasitas pendinginan penyegar udara untuk mengkondisikan udara ruangan pada saat beban pendinginan maksimal terjadi. Penggunaan AHU & FCU Unit disetiap ruangan pada lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) dalam hal kemampuan mengkondisikan udara ruangan sudah sesuai, ini dapat diketahui dari perbandingan kapasitas pendinginan unit AHU & FCU dengan beban pendinginan maksimal yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini. RUANGAN KAPASITAS PENDINGIN MAKSIMUM BEBAN PENDINGINAN MAKSIMUM Direktur 9,3 kw 6,5 kw Meeting 24,8 kw 19,1 kw Deputy Direktur Btu/h 15715,71 Btu/h Server Btu/h 11801,55 Btu/h Manager Btu/h 8462,98 Btu/h ACC & Financial Btu/h 30444,45 Btu/h Staff 49,6 kw (@ 24,8 kw) 44,2 kw Manager Personalia Bu/h 10689,92 Btu/h Operator Btu/h 11050,44 Btu/h Namun dalam hal ketepatan penggunaan unit AHU & FCU terdapat salah satu ruangan yaitu ruang manager yang menggunakan unit FCU dengan kapasitas pendinginan terlalu besar, tidak sesuai dengan beban pendinginan maksimal yang terjadi pada bulan terpanas (September). xviii

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN. LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI. DAFTAR TABEL ABSTRAK i ii iv v vii xi xiii xv xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Batasan Masalah Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan. 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyegaran Udara Proses Penyegaran Udara Beban Kalor Ruangan Perhitungan Beban Pendingin (Cooling Load) Beberapa Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara 8 vii

6 DAFTAR ISI 2.6 Komponen Utama Sistem Penyegaran Udara Sistem Penyegar Udara Tunggal Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Perolehan Kalor Komponen Pendinginan Beban Pendinginan Ruangan Beban Pendinginan Melalui Kaca Beban Pendinginan Melalui Dinding Luar dan Atap Beban Pendingin Melalui Partisi Beban Pendinginan dari Dalam Ruangan Beban Pendinginan dari Lampu Beban Pendinginan dari Orang Beban Pendinginan Lain Dalam Ruangan Beban Pendinginan dari Udara Luar.. 26 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN 3.1 Lokasi dan Fungsi Gedung Kondisi Perencanaan Geografi Kota Jakarta Kondisi Perencanaan Udara Luar Kondisi Perencanaan Udara Ruangan Luas Elemen Bangunan Beban Pendingin Orang Beban Pendingin Peralatan Elektronik 36 viii

7 DAFTAR ISI 3.6 Instalasi Penerangan Sistem Tata Suara Penggunaan AHU & FCU Unit BAB IV ANALISA 4.1 Perhitungan Nilai U Atap Dinding Kaca Lantai Perhitungan Temperatur Ekivalen Perhitungan Beban Pendingin Ruangan Ruang Direktur Ruang Meeting Ruang Deputy Direktur Ruang Server Ruang Manager Ruang ACC & Financial Ruang Staff Ruang Manager Personalia Ruang Operator Analisa Penggunaan AHU & FCU Unit Setiap Ruangan 118 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran 123 ix

8 DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA 125 LAMPIRAN x

9 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Luas elemen bangunan ruang direktur Luas elemen bangunan ruang meeting Luas elemen bangunan ruang deputy direktur Luas elemen bangunan ruang server Luas elemen bangunan ruang manager Luas elemen bangunan ruang ACC & Financial Luas elemen bangunan ruang staff Luas elemen bangunan ruang manager personalia Luas elemen bangunan ruang operator Jumlah penghuni ruang direktur Jumlah penghuni ruang meeting Jumlah penghuni ruang deputy direktur Jumlah penghuni ruang manager Jumlah penghuni ruang staff Jumlah penghuni ruang ACC & Financial Jumlah penghuni ruang manager personalia Jumlah penghuni ruang operator Daya listrik peralatan elektronik ruang direktur Daya listrik peralatan elektronik ruang meeting Daya listrik peralatan elektronik ruang deputy direktur Tabel 3.21 Daya listrik peralatan elektronik ruang server xv

10 DAFTAR TABEL Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager Daya listrik peralatan elektronik ruang staff Daya listrik peralatan elektronik ruang ACC & Financial Tabel 3.25 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager personalia Tabel 3.26 Tabel 3.27 Tabel 3.28 Tabel 3.29 Tabel 3.30 Tabel 3.31 Tabel 3.32 Tabel 3.33 Tabel 3.34 Tabel 3.35 Tabel 3.36 Tabel 3.37 Tabel 3.38 Tabel 3.39 Tabel 3.40 Tabel 3.41 Tabel 3.42 Tabel 3.43 Daya listrik lampu ruang direktur Daya listrik lampu ruang meeting Daya listrik lampu ruang deputy direktur Daya listrik lampu ruang server Daya listrik lampu ruang manager Daya listrik lampu ruang ACC & Financial Daya listrik lampu ruang staff Daya listrik lampu ruang manager personalia Daya listrik lampu ruang operator Daya listrik speaker ruang direktur Daya listrik speaker ruang meeting Daya listrik speaker ruang deputy direktur Daya listrik speaker ruang server Daya listrik speaker ruang manager Daya listrik speaker ruang ACC & Financial Daya listrik speaker ruang staff Daya listrik speaker ruang manager personalia Daya listrik speaker ruang operator xvi

11 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Lembar penentuan ETD (Equivalent Temperature Differences) Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Data hasil perhitungan ruang direktur Data hasil perhitungan ruang meeting Data hasil perhitungan ruang deputy direktur Data hasil perhitungan ruang server Data hasil perhitungan ruang manager Data hasil perhitungan ruang ACC & Financial Data hasil perhitungan ruang staff Data hasil perhitungan ruang manager personalia Data hasil perhitungan ruang operator xvii

12 DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Prinsip penyegaran udara Diagram alir pengkondisian udara Skema sistem penyegaran udara sentral Diagram alir perhitungan cooling load Komponen dari tahanan perpindahan kalor Ruang direktur Ruang meeting Ruang deputy direktur Ruang server Ruang manager Ruang ACC & Fiancial Ruang staff Ruang manager personalia Ruang operator Detail lampu yang digunakan di gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Instalasi penerangan/lampu ruang direktur Instalasi penerangan/lampu ruang meeting Instalasi penerangan/lampu ruang deputy direktur Instalasi penerangan/lampu ruang server Instalasi penerangan/lampu ruang manager xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.16 Gambar 3.17 Instalasi penerangan/lampu ruang ACC & Fiancial Instalasi penerangan/lampu ruang staff Gambar 3.18 Instalasi penerangan/lampu ruang manager personalia Gambar 3.19 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Instalasi penerangan/lampu ruang operator Konstruksi atap Konstruksi dinding daerah tepi Konstruksi dinding partisi plester semen dengan batako Gambar 4.4 Gambar 4.5 Konstruksi dinding partisi kayu triplek (plywood) Konstruksi lantai gedung xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Tabel-tabel Carrier 1965 Handbook Of Air Conditioning System Design Lampiran II Interpolasi Kuadrat Tabel Carrier 1965 Lampiran III Gambar Perencangan Mechanikal & Elektrical (ME) gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CNI Lampiran IV Brosur-brosur

15 DAFTAR NOTASI DAFTAR NOTASI A : Luas (ft 2 ) cfm : Volume suplai udara yang dialirkan ke dalam ruangan (cfm) HG L : Nilai perolehan kalor laten orang (Btu/h) HG s : Nilai perolehan kalor sensibel orang (Btu/h) LHF OF : Faktor kalor laten orang : Over-All Factor, faktor keseluruhan Q S : Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) Q L : Laju aliran kalor laten (Btu/h) R : Tahanan perpindahan kalor dari struktur bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R rm : Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur dalam bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R oa : Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur luar bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R 1, R 2, R 3 : Tahanan perpindahan kalor dari setiap lapisan struktur bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) RH oa : Relative Humidify (kelembaban relatif) udara luar (%) RH rm : Relative Humidify (kelembaban relatif) udara ruangan (%) SF SHF SHG : Storage Factor, faktor penyimpanan : Faktor kalor sensibel orang : Solar Heat Gain, perolehan kalor dari radiasi Matahari (Btu/h.ft 2 ) xiii

16 DAFTAR NOTASI SSF : Steel Sash Factor t oa : Temperatur udara luar ( 0 F) t rm : Temperatur udara dalam ( 0 F) t r : Temperatur ruangan yang berbatasan dengan ruang yang dikondisikan ( 0 F) Total Watt : Jumlah total daya listrik di dalam ruangan (watt) U : Koefisien perpindahan kalor (Btu/h.ft 2. 0 F) W oa : Kadar kelembaban (moisture content) udara luar (gr/lb) W rm : Kadar kelembaban (moisture content) udara ruangan (gr/lb) Δ t e : Perbedaan temperatur ekivalen ( 0 F) orang : Jumlah orang menempati ruangan xiv

17 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengkondisian udara adalah suatu proses pendinginan udara, yaitu proses perlakuan terhadap udara sesuai dengan kondisi yang diinginkan serta kebersihan udara yang didapat. Pada umumnya sistem pengkondisian udara dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Pengkondisian udara untuk kenyamanan Menyegarkan udara ruangan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni pada saat melakukan aktivitasnya. b. Pengkondisian udara untuk industri Menyegarkan udara ruangan karena diperlukan untuk proses produksi, penyimpanan bahan baku, peralatan, dll. Pemakaian pengkondisian udara pada gedung kantor, hotel, pusat perbelanjaan, kampus, sekolah, Rumah Sakit, pabrik dan kendaraan sudah merupakan kebutuhan yang dirasakan sangat diperlukan, terutama di negaranegara yang mempunyai iklim tropis seperti Indonesia. Pendinginan ruangan sekarang ini sudah umum digunakan, apalagi di daerah-daerah yang berudara panas. Udara sejuk bukan saja memberikan kenyamanan tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap manusia baik psikis maupun fisik. Bahkan ruangan yang sangat sejuk juga diperlukan untuk peralatan, seperti elektronik, mesin faximile dan komputer. 1

18 BAB I PENDAHULUAN Selain itu pula para penghuni gedung (di pabrik, kantor, kampus, sekolah, dll) membutuhkan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya, untuk mendapatkan ruangan dengan kondisi yang nyaman diperlukan suatu pengkondisian udara yang tidak hanya berfungsi sebagai pendinginan udara, tetapi lebih dari itu. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menghitung beban pendinginan yang ada di lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) dan menganalisa penggunaan AHU (Air Handling Unit) & FCU (Fan Coil Unit) unit di lantai ini. 1.3 Batasan masalah Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini, hanya di titik beratkan pada perhitungan beban pendingin di lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI). 1.4 Metodologi penulisan Metode penulisan yang digunakan didalam penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : Studi operasional Pada tahap ini dilakukan pencarian data-data yang diperlukan dengan melihat langsung ke lokasi. 2

19 BAB I PENDAHULUAN Studi kepustakaan Pada tahap ini dilakukan pemahaman studi literatur sebelum penyusunan, pengumpulan beberapa referensi yang berhubungan dengan perhitungan beban kalor, serta yang lainnya yang berhubungan dengan pengkondisian udara. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Berisi tentang teori-teori pengkondisian udara BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Bab ini berisi tentang analisa data-data yang meliputi letak geografis, kondisi lingkungan, penerangan, dan peralatan yang dapat menghasilkan kalor. BAB IV ANALISA Bab ini menguraikan tentang perhitungan beban pendingin ruangan dari data-data yang ada. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan yang bersifat umum dan khusus serta saran penulis yang mengarah pada pengembangan hasil penulisan. 3

20 BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyegaran Udara Penyegaran udara adalah suatu proses mendinginkan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan yang dipersyaratkan terhadap kondisi dari suatu ruangan tertentu. Selain itu juga, mengatur aliran udara dan kebersihannya. Sistem penyegaran udara pada umumnya dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu : Penyegaran udara untuk kenyamanan Menyegarkan udara dari ruangan untuk memberikan kenyamanan kerja bagi orang yang melakukan kegiatan (aktivitas) di dalamnya. Jika seseorang berada di dalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka pada suatu ketika ia akan merasa kurang nyaman, hal ini disebabkan adanya kenaikan kadar CO 2 di dalam ruangan tersebut sebagai akibat pernapasan manusia yang akan menyebabkan sesak dan panas. Penyegaran udara untuk industri Menyegarkan udara dari ruangan karena diperlukan oleh proses, bahan, peralatan atau barang yang ada di dalamnya. Sistem penyegaran udara untuk industri dirancang untuk memperoleh temperatur, kelembaban, serta distribusi udara sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh proses serta peralatan yang dipergunakan di dalam ruangan yang bersangkutan (Tabel 1.1, W. Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 1/3). Dalam hal tersebut juga tercakup persyaratan yang diperlukan untuk memberikan kenyamanan 4

21 BAB II LANDASAN TEORI lingkungan kerja bagi para karyawan. Hasil penelitian tentang lingkungan kerja menunjukkan bahwa di dalam ruangan kerja berudara segar, karyawan dapat bekerja lebih baik dan jumlah kesalahan dapat dikurangi sehingga effisiensi kerja dapat ditingkatkan. 2.2 Proses Penyegaran Udara Gambar 2.1 menunjukkan suatu instalasi pendingin ruangan yang mempergunakan alat penyegar udara (air Conditioner). Gambar 2.1 Prinsip penyegaran udara Udara dalam ruangan yang ada pada temperatur dan kelembaban (1) dihisap masuk ke dalam alat penyegar udara, kemudian bercampur dengan udara luar (2), dan menghasilkan udara pada tingkat keadaan (3). Selanjutnya, udara (3) didinginkan dengan jalan mengalirkan melalui koil pendingin, setelah terlebih dahulu dibersihkan melalui saringan udara. Apabila permukaan koil pendingin bertemperatur lebih rendah dari pada titik embun dari udara (3), maka uap air dalam udara akan mengembun pada permukaan koil pendingin. Air embun 5

22 BAB II LANDASAN TEORI (kondensat) yang terjadi itu akan menetes dan dialirkan keluar, sehingga perbandingan kelembaban udara (4) akan berkurang. Apabila temperatur udara (4) terlampau rendah, maka udara tersebut dapat dipanaskan dengan mengalirkannya melalui koil pemanas, sedemikian rupa sehingga diperoleh temperatur udara (5) sesuai dengan yang diminta. Temperatur udara (4) yang terlampau rendah itu dapat terjadi jika temperatur koil pendingin dibuat lebih rendah, untuk mengurangi kadar uap air dalam udara. Proses pemanasan udara dari tingkat keadaan (4) ke tingkat keadaan (5) dinamai pemanasan ulang (reheating). Untuk pemanasan ruangan, yang diperlukan untuk proses dalam industri atau jika udara luar terlampau dingin, koil pendingin dapat pula dibuat tidak bekerja atau tidak dipergunakan. Dalam hal tersebut terakhir hanya koil pemanas saja yang bekerja. Dalam operasi pemanasan, apabila udara panas menjadi terlampau kering, maka perbandingan kelembaban udara dapat dinaikkan dengan jalan menyemprotkan air pelembab (humidifying spray). Udara (6), setelah melalui blower dan saluran udara akan berangsur-angsur menjadi lebih panas (7) dan akhirnya masuk (blow-off) ke dalam ruangan. Supaya dapat berfungsi mendinginkan, udara (7) haruslah masuk pada temperatur dan perbandingan kelembaban lebih rendah dari pada udara di dalam ruangan (1). Apabila udara (7) bercampur dengan udara (1), sehingga temperatur dan perbandingan kelembabannya naik menjadi sama dengan udara (1), maka udara (7) menyerap kalor sensible dan kalor laten yang terjadi di dalam ruangan merupakan beban kalor (heat load) dari ruangan yang bersangkutan. 6

23 BAB II LANDASAN TEORI 2.3 Beban Kalor Ruangan Beban kalor ruangan, dalam hal ini beban kalor sensible (H S ) dan beban kalor laten (H L ) seperti pada Gambar 2.1 merupakan beban kalor yang harus diatasi oleh udara yang keluar dari alat penyegar, supaya kondisi udara di dalam ruangan dapat dipertahankan pada kondisi (temperatur dan kelembaban) yang diinginkan. Komponen beban kalor ruangan terdiri dari : (i) Kalor yang masuk dari luar ruangan ke dalam ruangan (Beban kalor perimeter; perimeter heat load ) (ii) Kalor yang bersumber di dalam ruangan itu sendiri (Beban kalor interior, interior heat load ) 2.4 Perhitungan Beban Pendingin (Cooling Load) Perhitungan beban pendingin (cooling load) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Eksternal load : Untuk perhitungan diperlukan data-data orientasi dan dimensi komponen bangunan, material, konstruksi dari atap, dinding, kaca dan penggunaan ruangan yang dikondisikan, kondisi udara luar dan udara ruangan yang bersebelahan dan tidak dikondisikan. 2. Internal load : Untuk perhitungan diperlukan data-data wattage light, jadwal pemakaian, jumlah penghuni, aktivitas, exhaust air yang dibutuhkan, peralatan di dalam ruangan yang merupakan sumber panas, dll. 3. Infiltrasi udara : Jumlah udara luar yang masuk ke dalam ruangan melalui konstruksi bangunan atau bukaan pintu dan jendela. 7

24 BAB II LANDASAN TEORI Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengkondisian udara dapat dijelaskan pada diagram alir berikut ini : Gambar 2.2 Diagram alir pengkondisian udara 2.5 Beberapa Faktor Pertimbangan dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara Sasaran dari penyegaran udara adalah supaya temperatur, kelembaban, kebersihan dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat 8

25 BAB II LANDASAN TEORI keadaan yang diinginkan. Untuk mencapai hal tersebut, dapat dirancang dan digunakan beberapa macam sistem pendinginan, pemanasan dan ventilasi yang sesuai. Maka dalam proses pemilihan sistem penyegaran udara, pemakai dan perancang haruslah bersepakat supaya tingkat keadaan dan persyaratan yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Beberapa faktor pertimbangan pemilihan sistem penyegaran udara meliputi : (1) Faktor Kenyamanan Kenyamanan dalam ruangan pada umumnya ditentukan oleh beberapa parameter tersebut di bawah ini : a. Temperatur bola kering dan temperatur bola basah dari udara b. Temperatur radiasi rata-rata c. Aliran udara d. Kebersihan udara e. Bau f. Kualitas ventilasi g. Tingkat Kebisingan Parameter tersebut di atas tergantung dari kondisi kerja, jenis kelamin, dan lain-lain. Tingkat keadaan tersebut dapat diatur dengan sistem pengaturan yang ada pada mesin penyegar udara. (2) Faktor Ekonomi Dalam Proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan yang akan dipergunakan, haruslah diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. 9

26 BAB II LANDASAN TEORI Oleh karena itu, dalam perencanaan dan perancangan sistem penyegaran udara haruslah dipertimbangkan faktor ekonomi tersebut di bawah ini: a. Biaya awal Biaya awal tergantung pada investasi yang akan menjadi beban pembeli dan menjadi faktor penentu dalam pemilihan sistem penyegaran udara. b. Biaya operasi dan perawatan Biaya tetap, seperti depresi peralatan, pengembalian investasi dan bunga. Biaya tak tetap, seperti biaya energi (listrik dan bahan bakar) dan air. Biaya perawatan dan reparasi, seperti biaya personil. Maka sistem penyegaran udara yang paling baik adalah sistem yang dapat beroperasi dengan biaya total yang serendah-rendahnya. (3) Beberapa Faktor Operasi dan Perawatan Tentu saja sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi : a. Konstruksi sederhana b. Tahan lama c. Mudah direparasi jika terjadi kerusakan d. Mudah dicapai e. Mudah perawatannya f. Dapat melayani perubahan kondisi operasi g. Efisiensi tinggi 10

27 BAB II LANDASAN TEORI 2.6 Komponen Utama Sistem Penyegaran Udara Dalam Gambar 2.3 diperlihatkan komponen utama dari sistem penyegaran udara, termasuk sistem penyegaran udara sentral, sebagai sistem dasar seperti yang telah ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Komponen tersebut adalah : Sistem pembangkit kalor, mesin refrigerasi, menara pendingin dan ketel uap. Sistem pipa : pipa air, pipa refrigerasi dan pompa. Penyegar udara, saringan udara, pendingin udara, pemanas udara dan pelembab udara. Sistem saluran udara : kipas udara, saluran udara dan register. Gambar 2.3 Skema sistem penyegaran udara sentral Dalam sistem penyegaran udara sentral ini, udara luar untuk ventilasi dan udara ruangan yang kembali masuk ke dalam mesin penyegar udara, bercampur dan kemudian masuk ke dalam saringan udara yang menyaring debu yang ada di 11

28 BAB II LANDASAN TEORI dalam udara. Saringan arang yang diaktivasi kadang-kadang dipakai untuk menghilangkan bau dan gas beracun dari udara. Untuk pendinginan, udara bersih didinginkan dan dikeringkan oleh pendingin udara, sedangkan untuk pemanasan udara bersih dipanaskan oleh pemanas udara dan dilembabkan oleh pelembab udara. Setelah itu, udara dimasukkan oleh kipas udara ke dalam ruangan melalui saluran udara. Di dalam pendingin udara mengalir air dingin dari mesin refrigerasi, atau refrigeran cair yang dipompa atau mengalir karena adanya tekanan dari refrigeran itu sendiri. Air dingin atau refrigeran tersebut mengalir di dalam pipa-pipa pendingin udara dan bersirkulasi antara pendingin udara dan mesin refrigerasi. Pendingin udara yang menggunakan refrigeran cair dinamai koil expansi langsung ( Direct expansion coil DX coil). Sedangkan di dalam pemanas udara mengalir uap air panas atau uap panas dari ketel uap. Ada pula sistem penyegar udara yang dapat berfungsi sebagai pendingin udara maupun pemanas udara. Dalam hal tersebut dipakai air dingin untuk pendinginan udara dan air panas apabila bekerja sebagai pemanas udara. Baik pendingin udara maupun pemanas udara yang terdiri dari pipa bersirip, dinamai koil udara. Mengenai pelembab udara, ada tiga macam, yaitu penyemprot uap, penyemprot air dan panci panas. Pada umumnya, kondensor mesin refrigerasi memerlukan air pendingin. Dalam hal ini dapat dipakai air sumur, air sungai atau air minum, selama kualitasnya memenuhi persyaratan. Menara pendingin sebaiknya dipergunakan untuk menghemat pemakaian air, terutama di daerah di mana persediaan air sangat terbatas. 12

29 BAB II LANDASAN TEORI 2.7 Sistem Penyegar Udara Tunggal Sistem ini terdiri dari kipas udara, koil udara pendingin dan mesin refrigerasi yang berada di dalam satu kotak, dengan terminal pipa air pendingin dan daya listrik di bagian luarnya. Dengan demikian, kerja mesin hanya akan tergantung dari pemasukkan air dan daya listrik. Ada empat jenis penyegar udara yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu : jenis paket, jenis jendela, jenis lantai dan jenis atap. Pada umumnya, penyegar udara tunggal dirakit di pabrik pembuatnya, kemudian baru dikirimkan ke tempat yang memerlukan, namun sebelum digunakan, pipa air dan kabel listrik harus dipasang terlebih dahulu. Unit penyegar udara tunggal biasanya hanya dipergunakan untuk keperluan pendinginan saja. Tetapi, dengan menambahkan pemanas listrik ataupun koil air panas dan pelembab udara, maka sistem tersebut dapat pula dipergunakan untuk keperluan pemanasan ruangan. Selanjutnya, dengan merubah aliran refrigeran, mesin refrigerasi dapat bekerja sebagai pompa kalor sehingga dapat langsung dipakai untuk keperluan pemanasan. Kapasitas dari penyegar udara tunggal berkisar antara kurang dari 1 Ton Refrigerasi 1 sampai lebih dari 100 Ton Refrigerasi (TR). Ada tiga sistem penyegar udara tunggal, yaitu : (a) Sebuah penyegar udara untuk setiap ruangan (b) Beberapa penyegar udara untuk satu ruangan 1 Ton Refrigerasi adalah satuan yang biasa digunakan sebagai ukuran kapasitas mesin refrigerasi. Apabila 1 ton (=1000 Kg) air pada 0 o C didinginkan dalam sehari (=24 jam) sehingga menjadi es pada 0 o C, maka jumlah kalor yang harus dikeluarkan dinyatakan sama dengan 1 Ton Refrigerasi atau sama dengan 3320 kcal/jam. Dalam sistem non metric, 1 Ton Refrigerasi adalah ekivalen dengan 3024 kcal/jam (dengan menyatakan 1 ton = 200 lb). Satuan tersebut terakhir inilah yang kemudian dipakai dalam teknik pendinginan pada umumnya. 13

30 BAB II LANDASAN TEORI (c) Sebuah penyegar udara melayani beberapa ruangan dengan menggunakan saluran udara. Pada jenis (a) dan (b), udara dingin dari mesin penyegar udara dapat dimasukkan langsung ke dalam ruangan, atau dialirkan melalui saluran udara dan dimasukkan ke dalam ruangan melalui beberapa tempat. Secara keseluruhan perhitungan beban pendingin dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut : Diagram Alir Perhitungan Cooling Load. External Load Internal Load Roof Q s = U.A. Δt e Walls Q s = U.A.Δt e Glass - Konduksi Q s = A.U.(t oa t rm ) - Radiasi Q s = SHG.A.SF.OF.SSF People Q sensible = Σ orang.hg s.shf Q laten = Σ orang.hg l.lhf Light Q s.lampu = 3,4.Total Watt.1,25 Equipment Q s.peralatan = Total Watt.3,4 Partition, Ceiling,Floor Q s.partisi = A.U.t r Infiltrasi Out Air Q sensible = cfm.(t oa t rm ).1,08 Q laten = cfm.(w oa w rm ).0,68 cfm = Σ people.cfm per person Room Load (Cooling Load) Gambar 2.4 Diagram alir perhitungan cooling load 14

31 BAB II LANDASAN TEORI 2.8 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Koefisien perpindahan energi kalor sangat diperlukan untuk dapat melakukan perhitungan beban pendingin, setiap jenis bahan berbeda besar nilai koefisien perpindahan panas keseluruhannya. Nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk kaca dapat diperoleh pada Table 33 (Carrier, 1965 : 1/76), sedangkan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk dinding luar dan partisi dapat diperoleh dari Table 21 dan 26 (Carrier, 1965 : 1/66-70). Dasar perhitungan R dan U pada Table 21 dan 26 adalah dengan analogi rangkaian listrik, dalam hal tahanan thermal tiap-tiap bahan bentuknya dianalogikan sebagai tahanan listrik yang disusun secara seri, untuk mendapatkan tahanan total perlu ditambahkan harga lapisan udara pada posisi luar dan dalam struktur gedung. Pada Gambar 3.24 memperlihatkan perhitungan untuk menentukan harga koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk dinding luar. Gambar 2.5 Komponen dari tahanan perpindahan kalor 15

32 BAB II LANDASAN TEORI Maka bentuk persamaan dari harga koefisien transmisi kalor adalah : U = 1 R Di mana : R = R m + R 1 + R 2 + R 3 + R oa U = Koefisien perpindahan kalor (Btu/h.ft 2. o F) R = Tahanan perpindahan kalor dari struktur bangunan ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R rm = Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur bangunan dalam ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R oa = Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur bangunan luar ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R 1, R 2, R 3 = Tahanan perpindahan kalor dari setiap lapisan struktur bangunan ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) Harga R oa dan R rm dapat diperoleh dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/80), sedangkan harga R 1, R 2, R 3 didapat dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/78-80). 2.9 Perolehan Kalor Perolehan kalor adalah laju kalor pada saat memasuki ruangan yang dikondisikan, perolehan kalor dari sumber radiasi secara tidak langsung akan diubah menjadi beban pendingin. Perolehan kalor tersebut terlebih dahulu akan diserap dan disimpan oleh permukaan dalam struktur bangunan. Komponen perolehan kalor ruangan terdiri dari dua bagian, yaitu : a. Perolehan kalor yang berasal dari luar ruangan, yaitu perolehan dari sinar matahari yang menembus kaca jendela, dinding, pintu, dan atap. 16

33 BAB II LANDASAN TEORI b. Perolehan kalor yang berasal dari dalam ruangan, yaitu perolehan kalor dari penghuni, lampu penerangan, peralatan listrik dan lain-lain Komponen Pendinginan Beban pendinginan pada saat tertentu tidak sama dengan perolehan kalor pada saat tersebut, hal ini dikarenakan kalor radiasi dari sumber radiasi seperti lampu penerangan, penghuni dan peralatan listrik tidak akan langsung menjadi beban pendingin. Perolehan kalor tersebut terlebih dahulu akan diserap dan disimpan oleh permukaan dalam dari struktur bangunan, kemudian setelah temperatur permukaan struktur bangunan tersebut menjadi lebih tinggi dari temperatur udara dalam ruangan, maka dengan proses konveksi kalor tersebut dipindahkan ke dalam ruangan dan menjadi beban pendinginan. Proses perolehan kalor dari sumber radiasi sampai menjadi beban pendingin membutuhkan waktu, dengan demikian jelas bahwa puncak beban pendinginan tidak terjadi bersamaan dengan puncak perubahan kalor. Perolehan kalor terjadi selama sumber radiasi tersebut ada, sedangkan pelepasan kalor sebagai beban pendinginan berlangsung sepanjang mesin pendinginan bekerja karena jumlah perolehan kalor sama dengan jumlah beban pendinginan, maka perbedaan selang waktu tersebut mengakibatkan puncak perolehan kalor lebih besar dibandingkan dengan puncak beban pendinginan. Fenomena di atas dikenal dengan efek penyimpanan (Storage Effect). Hal lain yang juga mempengaruhi efek penyimpanan kalor ini adalah kondisi operasi mesin pendinginan. Bila mesin beroperasi kurang dari 24 jam, 17

34 BAB II LANDASAN TEORI maka sebagian kalor yang tertinggal dalam struktur bangunan akan menjadi beban pendinginan pada operasi mesin pendingin berikutnya Beban Pendinginan Ruangan Beban pendinginan ruangan adalah laju kalor yang harus dikeluarkan dari ruangan untuk mencapai kondisi ruangan yang diinginkan. Sumber kalor ini berasal dari luar dan dalam ruangan, metode dasar yang digunakan dalam perhitungan beban pendinginan ruangan yaitu dengan metode perbedaan temperatur ekivalen. Perbedaan temperatur ekivalen adalah perbedaan temperatur yang menghasilkan aliran kalor total yang sama dengan aliran kalor total akibat radiasi sinar matahari dan perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara dalam ruangan yang dikondisikan selama selang waktu 1 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep metode perbedaan temperatur ekivalen mencakup dua hal, yaitu : 1. Menggabungkan beban pendinginan akibat kedua sumber. 2. Sebagai pendekatan dari aliran tak stedi menjadi stedi selama selang waktu 1 jam Beban Pendinginan Melalui Kaca Transmisi kalor yang masuk ke dalam ruangan melalui kaca kemudian menjadi beban pendinginan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu karena adanya radiasi sinar matahari dan konduksi akibat perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara dalam ruangan yang dikondisikan. Kedua komponen sumber perolehan kalor tersebut memiliki saling ketergantungan, namun efek masing- 18

35 BAB II LANDASAN TEORI masing komponen dipisahkan dalam perhitungan. Radiasi matahari yang mengenai kaca memiliki tiga modus, yaitu : 1. Sebagian besar akan ditransmisikan secara langsung ke dalam ruangan 2. Sebagian akan diserap oleh struktur kaca 3. Sebagian akan dipantulkan Besar beban pendinginan melalui kaca akibat radiasi sinar matahari, adalah sebagai berikut : Q s = SHG A SF OF SSF (Carrier, 1965 : 1/30) Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) SHG = Solar Heat Gain, perolehan kalor dari radiasi matahari (Btu/h.ft 2 ). Diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49) A = Luas kaca (ft 2 ) SF OF = Storage Factor, Faktor Penyimpanan = Overall Factor, Faktor Keseluruhan SSF = Stell Sash Factor. Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49) Solar Heat Gain (SHG) diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-45) pada 0 o LS dan 10 o LS, didapatkan data pada 6 o LS bulan September pada pukul 3 sore. Storage Faktor (SF) diperoleh berdasarkan asumsi bahwa ruang kantor beroperasi 12 jam dan beban puncak terjadi pada pukul 3 sore di bulan September dengan hadapan gedung ke arah barat. Table 11 (Carrier, 1965 : 1/34). 19

36 BAB II LANDASAN TEORI Overall Factor (OF) diperoleh dari Table 16 (Carrier, 1965 : 1/52) dengan mengasumsikan bahwa tipe kaca yang digunakan adalah Ordinary Glass (Kaca biasa) dengan penahan sinar matahari (venatian blind) dan ketebalan 8 mm, serta bagian dalam berwarna terang maka besar OF adalah 0,65 dengan Faktor Stell Sash adalah 1,17 yang diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49). Besar beban pendingin melalui kaca akibat perbedaan temperatur udara luar dan udara dalam ruangan adalah : Q s = A U ( t t rm ) (Carrier, 1965 : 1/69) oa Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) A = Luas keseluruhan (ft 2 ) U = Koefisien transmisi kaca (Btu/h.ft 2. o F) t oa = Temperatur udara luar ( o F) t rm = Temperatur udara dalam ruangan ( o F) Koefisien transmisi U untuk kaca yang dipasang secara single adalah 1,13 yang diperoleh dari Table 33 (Carrier, 1965 : 1/76) Beban Pendinginan Melalui Dinding Luar dan Atap Kalor yang diserap permukaan luar akibat radiasi matahari dan temperatur luar yang berubah setiap saat, menyebabkan terjadinya aliran kalor yang tidak stedi. Kondisi ini cukup sulit untuk dievaluasi pada setiap situasi, untuk mengatasi hal ini digunakan pendekatan dengan mendefinisikan perbedaan temperatur ekivalen pada struktur tersebut, maka beban pendinginan melalui dinding luar dan atap dapat dihitung dengan persamaan : 20

37 BAB II LANDASAN TEORI Q = U A Δ (Carrier, 1965 : 1/59) s t e Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) U = Koefisien transmisi (Btu/h.ft 2. o F) A = Luas permukaan tembok (ft 2 ) Δ t e = Perbedaan temperatur ekivalen ( o F) harga perbedaan temperatur ekivalen 19 dan 20 (Carrier, 1965 : 1/62-63) Δ te diperoleh dari Table Koefisien perpindahan panas keseluruhan, U dari dinding diperoleh dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/84). Sedangkan perhitungan Δ te untuk berbagai warna dinding dan atap adalah sebagai berikut : WARNA PERBEDAAN TEMPERATUR EKIVALEN, Δ te Gelap R R + R s Δte = Δtem R 1 m s m Δt es Medium R + s Δte = 0,78 Δtem R 1 0, 78 m R R s m Δt es Terang t R + s Δ e = 0,55 Δtem R 1 0, 55 m R R s m Δt es 21

38 BAB II LANDASAN TEORI Dinding luar gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) berwarna putih, sehingga digunakan perhitungan warna terang, dengan perincian sebagai berikut : R s = Pertambahan panas matahari maksimum (Btu/h.ft 2 ) yang diterima kaca dinding atau atap untuk bulan dan latitude pada saat perencanaan, diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44) atau Table 6 (Carrier, 1965 : 1/29) R m = Pertambahan panas matahari maksimum (Btu/h.ft 2 ) yang diterima kaca pada dinding atau atap di bulan Juli pada 40 o LS, diambil dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44) atau Table 6 (Carrier, 1965 : 1/29) Δ t em = Perbedaan temperatur ekivalen dinding atau atap yang langsung terkena penyinaran matahari = etd m + etd correction Δ t es = Perbedaan temperatur ekivalen dinding atau atap yang terkena bayangan matahari = etd s + etd correction Δ t e = Perbedaan temperatur ekivalen ( o F) Beban Pendingin Melalui Partisi Partisi merupakan sekat pemisah antara ruangan yang dikondisikan dengan ruangan yang tidak dikondisikan atau ruangan yang berbeda temperaturnya. Partisi dapat berupa dinding pemisah, langit-langit atau lantai. Aliran kalor melalui partisi terjadi akibat perbedaan temperatur udara pada kedua sisinya, perbedaan temperatur tersebut diasumsikan konstan sepanjang hari, 22

39 BAB II LANDASAN TEORI sehingga aliran kalor melalui partisi tersebut adalah stedi. Beban pendinginan memalui partisi dapat dihitung dengan persamaan : Q s. partisi = A U t r (Carrier, 1965 : 1/69) Di mana : Q. = Laju aliran kalor sensibel partisi (Btu/h) s partisi A = Luas struktur permukaan partisi (ft 2 ) U = Koefisien transmisi, untuk langit-langit (ceiling) adalah 0,70 (Btu/h.ft 2. o F). Didapat dari Table 25, 26, 27, 29, 30 (Carrier, 1965 : 1/69-70) t r = Temperatur ruangan yang berbatasan dengan ruang yang dikondisikan (t oa t rm 5 o F) 2.12 Beban Pendinginan dari Dalam Ruangan Beban Pendinginan dari Lampu Beban pendinginan dari lampu merupakan beban pendinginan sensibel yang terjadi karena perubahan energi listrik menjadi energi cahaya dan menghasilkan kalor. Modus perpindahan kalor adalah melalui proses konduksi, konveksi dan radiasi ke udara sekitarnya, kalor dari radiasi lampu akan disimpan di dalam struktur bangunan dan akan berubah menjadi beban pendinginan setelah beberapa waktu kemudian. Beban pendinginan dari lampu dapat dihitung dengan persamaan : Di mana : Q lampu s. = 3,4 Total Watt 1,25 (Carrier, 1965 : 1/101) Q s. lampu = Laju aliran kalor sensibel lampu (Btu/h) 23

40 BAB II LANDASAN TEORI Total Watt = Jumlah total daya listrik lampu di dalam ruangan (watt) Beban Pendinginan dari Orang Beban pendinginan dari orang meliputi beban pendinginan sensibel dan beban pendinginan laten. Kalor dihasilkan manusia akibat adanya proses metabolisme di dalam tubuh yang tergantung dari jenis aktivitas yang dilakukan. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan temperatur suhu tubuhnya (98,6 o F atau 37 o C) dengan cara menyimpan kalor atau melepaskannya. Kalor akibat proses metabolisme dibawa ke permukaan tubuh oleh aliran darah kemudian dikspansikan ke lingkungan dengan cara radiasi, konduksi dan penguapan. Beban pendinginan laten dapat disamakan dengan perolehan kalor laten, tetapi beban pendinginan sensibel tidak sama dengan perolehan kalor sensibel karena radiasi dari tubuh manusia terlebih dahulu akan diserap oleh struktur bangunan sebelum menjadi beban pendinginan sensibel. Empat faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan tubuh menyalurkan kalor adalah suhu udara ruangan, suhu permukaan-permukaan yang ada disekiternya, kelembaban udara dan kecepatan udara. Jumlah dan jenis kegiatan penghuni berinteraksi dengan keempat faktor ini. Dengan demikian beban pendinginan sensibel dan beban pendinginan laten dari orang adalah : Di mana : Qsensibel = orang HGs SHF (Carrier, 1965 : 1/100) Q sensibel = Laju aliran kalor sensibel orang (Btu/h) 24

41 BAB II LANDASAN TEORI orang = Jumlah orang menempati ruangan HG s SHF = Perolehan kalor sensibel orang (Btu/h) = Faktor kalor sensibel orang Di mana : Qlaten = orang HGl LHF (Carrier, 1965 : 1/100) Q laten = Laju aliran kalor laten (Btu/h) orang = Jumlah orang menempati ruangan HG l LHF = Perolehan kalor laten orang (Btu/h) = Faktor kalor laten orang Perolehan kalor sensibel (HG s ) dan perolehan kalor laten (HG l ) yang berada di dalam ruangan diperoleh dari Table 48 (Carrier, 1965 : 1/100). Dengan memperhitungkan jenis kegiatan dan ruangan yang dihuni, faktor kalor sensibel dari orang perlu ditambahkan pada pemakaian Table 48 tersebut. Pria dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 1,0 Wanita dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 0,85 Anak-anak faktor kalor sensibel (SHF) = 0,75 Sedangkan harga faktor kalor laten (LHF) sama dengan harga faktor kalor sensibel (SHF) Beban Pendinginan Lain Dalam Ruangan Beban pendinginan lain dari dalam ruangan yaitu selain yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu semua peralatan yang terdapat di dalam ruangan 25

42 BAB II LANDASAN TEORI yang dikondisikan dan memberikan kontribusi perolehan kalor. Komputer, mesin ketik elektrik, faximile, TV merupakan contoh peralatan yang memberikan kontribusi perolehan kalor pada ruangan yang dikondisikan. Beban pendinginan ini dapat dihitung dengan persamaan : Q s. perala tan = Total Watt 3,4 Di mana : Q s. perala tan = Laju aliran kalor sensibel peralatan (Btu/h) Total Watt = Jumlah total daya listrik peralatan di dalam ruangan (watt) 2.14 Beban Pendinginan dari Udara Luar Perolehan kalor dari infiltrasi udara didalam perhitungan ini diabaikan, karena perolehan kalor dari infiltrasi udara dihitung jika ketinggian gedung diatas 100 ft. (Carrier, 1965 : 1/89) Sedangkan perolehan kalor dari udara ventilasi menghasilkan dua jenis perolehan kalor, yaitu perolehan kalor sensibel dan laten. Perolehan kalor sensibel dan laten dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Q sensibel cfm ( t t ) 1,08 = oa rm Di mana : Q sensibel = Laju aliran kalor sensibel udara luar (Btu/h) cfm = Volume udara yang dialirkan ke dalam ruangan, 26

43 BAB II LANDASAN TEORI = people cfm per person t oa = Temperatur udara luar ( o F) t rm = Temperatur udara dalam ruangan ( o F) Q laten cfm ( W W ) 0,68 = oa rm Di mana : Q laten = Laju aliran kalor laten udara luar (Btu/h) cfm = Volume udara yang dialirkan ke dalam ruangan, = people cfm per person W oa W rm = Kadar kelembaban (moisture content) udara luar = Kadar kelembaban (moisture content) udara ruangan 27

44 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN 3.1 Lokasi dan Fungsi Gedung Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang beralamat di Jl. Puri Kembangan Blok O No. 1-2 Kembangan Jakarta Barat, terdiri dari 3 lantai (lantai dasar, lantai 1 dan lantai 2). Di dalam gedung tersebut terdapat beberapa ruangan yang digunakan sebagai tempat bekerjanya para karyawan, kantor direktur dll. 3.2 Kondisi Perencanaan Geografi Kota Jakarta Kota Jakarta terletak pada 6 o Lintang Selatan dan 107 o Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 m di atas permukaan laut, kondisi cuaca terpanas kota Jakarta jatuh pada bulan September pukul 3 sore. Beban pendinginan puncak akan terjadi pada bulan tersebut, sehingga perhitungan beban pendingin akan dititikberatkan pada bulan September pukul 3 sore Kondisi Perencanaan Udara Luar Kondisi perencanaan udara luar kota Jakarta pada saat cuaca terpanas yaitu pada bulan September yang diperoleh dari Tabel 3.3 (W.Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 3/35), adalah sebagai berikut : Temperatur Bola Kering (Dry Ball Temperature) = 90 o F Temperatur Bola Basah (Wet Ball Temperature) = 80 o F 28

45 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Perubahan temperatur harian = 14 o F Kondisi Perencanaan Udara Ruangan Kondisi perencanaan udara ruangan yaitu temperatur dan kelembaban relatif dalam ruangan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam menentukan kondisi perencanaan ruangan tersebut adalah : Fungsi dan tipe bangunan Lama penghuni menetap di dalam ruangan Aktivitas penghuni di dalam ruangan ruangan Kondisi perencanaan ruangan pada gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang disesuaikan dengan Tabel 3.2 (W.Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 3/33) ini adalah sebagai berikut : Temperatur Bola Kering (Dry Ball Temperature) = 79 o F Temperatur Bola Basah (Wet Ball Temperature) = Perubahan temperatur harian = Konstan Kelembaban relatif (Relative Humidity) = 50 % 3.3 Luas Elemen Bangunan Luas elemen gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang meliputi luas dinding, kaca, atap, lantai serta arah hadapan dapat dilihat pada tabel data gedung berikut ini : 29

46 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Direktur Gambar 3.1 Ruang direktur Tabel 3.1 Luas elemen bangunan ruang direktur ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 16,64 m 2 Barat - - Selatan 5,76 m 2 12,16 m 2 Total Luas Kaca 11,52 m 2 Luas Lantai 51,2 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2 22,4 m 2 Ruang Meeting Gambar 3.2 Ruang meeting Tabel 3.2 Luas elemen bangunan ruang meeting ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 11,52 m 2 10,88 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 11,52 m 2 Luas Lantai 51,2 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-22,4 m 2 17,92 m 2 30

47 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Deputy Direktur Gambar 3.3 Ruang deputy direktur Tabel 3.3 Luas elemen bangunan ruang deputy direktur ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 7,68 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 30,72 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-13,44 m 2 17,92 m 2 Ruang Server Gambar 3.4 Ruang server Tabel 3.4 Luas elemen bangunan ruang server ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 5,44 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 25,6 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-11,2 m 2 17,92 m 2 31

48 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Manager Gambar 3.5 Ruang manager Tabel 3.5 Luas elemen bangunan ruang manager ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - 12,32 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca - Luas Lantai 13,2 m 2 DINDING PARTISI 8,4 m 2-12,32 m 2 8,4 m 2 Ruang ACC & Financial Gambar 3.6 Ruang ACC & Financial Tabel 3.6 Luas elemen bangunan ruang ACC & Financial ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 5,76 m 2 12,16 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 25,6 m 2 DINDING PARTISI 11,2 m 2 17,92 m 2-11,2 m 2 32

49 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Staffs Gambar 3.7 Ruang staffs Tabel 3.7 Luas elemen bangunan ruang staffs ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 17,28 m 2 18 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 17,28 m 2 Luas Lantai 135,08 m 2 DINDING PARTISI 25,76 m 2 47,6 m 2 12,32 m 2 25,76 m 2 Ruang Manager Personalia Gambar 3.8 Ruang manager personalia Tabel 3.8 Luas elemen bangunan ruang manager personalia ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca - Luas Lantai 24,8 m 2 DINDING PARTISI 17,36 m 2 11,2 m 2 11,2 m 2 17,36 m 2 33

50 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Operator Gambar 3.9 Ruang operator Tabel 3.9 Luas elemen bangunan ruang operator ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 5,76 m 2 3,76 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 10,2 m 2 DINDING PARTISI 8,4 m 2 9,52 m 2-8,4 m Beban Pendingin Orang 1/100). Nilai faktor kalor sensibel (SHF) diperoleh dari Table 48 (Carrier, 1965 : Pria dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 1,0 Wanita dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 0,85 Anak-anak faktor kalor sensibel (SHF) = 0,75 sensibel (SHF). Sedangkan harga faktor kalor laten (LHF) sama dengan harga faktor kalor Ruang Direktur Tabel 3.10 Jumlah penghuni ruang direktur GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - 34

51 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Meeting Kapasitas ruang meeting = 20 orang Dikarenakan perbedaan SHF pria dengan SHF wanita kecil, yaitu = 0,15 maka diasumsikan penghuni ruangan sebagai berikut : - Pria = 14 orang - Wanita = 6 orang Tabel 3.11 Jumlah penghuni ruang meeting GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 14 Wanita 6 Ruang Deputy Direktur Tabel 3.12 Jumlah penghuni ruang deputy direktur GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - Ruang Server Tidak ada karyawan yang bekerja di ruangan ini, karena operator hanya melakukan pemeriksaan dan tidak menetap di ruangan ini. Ruang Manager Tabel 3.13 Jumlah penghuni ruang manager GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - Ruang Staffs Tabel 3.14 Jumlah penghuni ruang staffs GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 32 Wanita 3 35

52 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang ACC & Financial Tabel 3.15 Jumlah penghuni ruang ACC & Financial GENDER Pria Wanita JUMLAH PENGHUNI 3 3 Ruang Manager Personalia Tabel 3.16 Jumlah penghuni ruang manager personalia GENDER Pria Wanita JUMLAH PENGHUNI 1 - Ruang Operator Tabel 3.17 Jumlah penghuni ruang operator GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria - Wanita Beban Pendingin Peralatan Elektronik Nilai daya listrik (watt) peralatan elektronik diperoleh dari Table 3.8 (Randall Mcmullan, 1992 : 3/74). TV = 100 watt Komputer = 150 watt Faximile = 100 watt Ruang Direktur Tabel 3.18 Daya listrik peralatan elektronik ruang direktur PERALATAN JUMLAH DAYA TV watt Total Daya 100 watt 36

53 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Meeting Tabel 3.19 Daya listrik peralatan elektronik ruang meeting PERALATAN JUMLAH DAYA LCD watt Total Daya 100 watt Ruang Deputy Direktur Tabel 3.20 Daya listrik peralatan elektronik ruang deputy direktur PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer watt Total Daya 150 watt Ruang Server Nilai daya listrik LAN (Local Area Network) yang ada di ruangan ini diperoleh dari diagram panel perancangan Mechanical Electrical (ME) gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CNI. LAN = 900 watt Tabel 3.21 Daya listrik peralatan elektronik ruang server PERALATAN JUMLAH DAYA LAN watt Total Daya 900 watt Ruang Manager Tabel 3.22 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer Laptop watt 150 watt Total Daya 300 watt 37

54 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Staffs Tabel 3.23 Daya listrik peralatan elektronik ruang staffs PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer watt Total Daya 5250 watt Ruang ACC & Financial Tabel 3.24 Daya listrik peralatan elektronik ruang ACC & Financial PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer Faximile watt 100 watt Total Daya 1000 watt Ruang Manager Personalia Tabel 3.25 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager personalia PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer watt Total Daya 150 watt Ruang Operator Tidak ada peralatan elektronik. 3.6 Instalasi Penerangan Nilai daya listrik (watt) lampu diperoleh dari gambar perancangan Mechanical Electrical (ME) detail lampu dan instalasi penerangan lantai satu & dua gedung SBD PT. CNI. 38

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN Dalam perhitungan beban pendingin gedung yang akan dikondisikan oleh mesin pendingin didapat data-data dari gedung tersebut, sebagai berikut : IV.1 Nama

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4 BAB II TEORI DASAR Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara dan

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Tata Udara Secara umum pengkondisian udara adalah suatu proses untuk mengkondisikan udara pada suatu tempat sehingga tercapai kenyamanan bagi penghuninya. Tata udara meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN

BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN 3.1 Metodologi Data Perhitungan Beban Pendingin Ada dua faktor yang akan menjadi beban dari suatu sistim mesin pendingin yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban internal

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir BAB III PERHITUNGAN 3.1 Beban Pendingin Ruangan Beban pendingin ruangan adalah beban laju aliran panas yang harus dipindahkan dari udara ruangan untuk mempertahankan temperatur ruangan sesuai yang diinginkan.

Lebih terperinci

Universitas Mercu Buana 49

Universitas Mercu Buana 49 BAB III METODE PENELITIAN Ada dua faktor yang menjadi beba dalam sebuah mesin pendingin yaitu beban internal dan beban ekternal. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya beban internal terjadi karena

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN Ada dua faktor yang akan menjadi beban dari sebuah mesin pendingin yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban internal terjadi karena pengeluaran

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK Rio Bagas Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telp. (0291)

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta DAFTAR PUSTAKA W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Standar Nasional Indonesia (SNI) : Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara 24 BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah usaha untuk mengatur temperatur dan kelembaban udara agar menghasilkan kenyamanan termal (thermal comfort) bagimanusia.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, S.T, M.T, Ph.D TANTY NURAENI 2107100631 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Data Pengumpulan data di maksudkan untuk mendapatkan gambaran dalam proses perhitungan beban pendingin pada ruang kerja lantai 2, data-data yang di perlukan

Lebih terperinci

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN 3.1 Letak Geografis Gedung Ofice PT. Karya Intertek Kencana ( Jakarta Barat ) berdasarkan data dari Badan Meterologi dan Geofisika, Jakarta terletak pada garis bujur

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM Krisanto Elim 1, Anthony Carissa Surja 2, Prasetio Sudjarwo 3, dan Nugroho Susilo 4 ABSTRAK : Tujuan penelitian sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG 4.1. Survey Penggunaan Gedung Survey yang dilakukan pada PT.FOOD STATION di jalan raya Cipinang (Pasar Induk), Jakarta Timur. Posisi gedung menghadap dari utara ke selatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL Oleh : RIVALDI KEINTJEM 13021024 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI MANADO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO 2016 BAB

Lebih terperinci

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

JTM Vol. 04, No. 1, Februari JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 20 ANALISA OPTIMALISASI KEBUTUHAN DAYA KOIL PENDINGIN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA RANGKAIAN RUANG KELAS LANTAI 4 GEDUNG D UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Fikry Zulfikar

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 57 BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 3.1 Beban Pendingin Tabel 3.1.1 Flow Chart Perhitungan Beban kalor gedung secara umum ada 2 macam yaitu kalor sensible dan kalor laten. Beban kalor laten dan sensible

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA Sumanto 1), Wayan Sudjna 2), Harimbi Setyowati 3), Andi Ahmad Rifa i Prodi Teknik Industri 1), Prodi Teknik Mesin 2), Prodi Teknik Kimia

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak 13 Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin an (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak Rina Dwi Yani Program Studi Manajemen Energi, Magister Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT LASITO NIM: 41313110031 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang akan di gunakan dalam perancangan ini adalah Arsitektur hemat energi yang menerapkan Pemanfaatan maupun efisiensi Energi dalam rancangan bangunan.

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta selatan, terdiri dari dua lantai yaitu: Lantai 1, terdiri dari : firs aid, locker female, toilet

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL Disusun oleh : ZAINAL ABIDIN (41306110043) JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159 DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI. v DAFTAR TABEL. x DAFTAR GAMBAR. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Batasan Masalah..

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas)

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Iman Syahrizal ), Seno Panjaitan ), Yandri ) ) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 Defenisi Air Conditioning (AC) merupakan ilmu dan praktek untuk mengontrol

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1. Perhitungan Total Beban Kalor Dalam Ruangan Dalam bahasan ini total beban kalor tersimpan dalam ruangan adalah penjumlahan dari tambahan panas dari transmisi radiasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS Oleh : LAURA SUNDARION 2107 030 075 Dosen Pembimbing : Ir. Denny M.E SOEDJONO, MT LATAR BELAKANG Sistem pengkondisian udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah. I G B Wijaya Kusuma 1)

Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah. I G B Wijaya Kusuma 1) Kusuma Vol. 10 No. 2 April 2003 urnal TEKNIK SIPIL Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah I G B Wijaya Kusuma 1) Abstrak Karena terbatasnya lahan yang tersedia di kodya Denpasar,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA

Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA PRINSIP KERJA SISTEM AC (AIR CONDITIONING SYSTEM) Prinsip AC yaitu memindahkan kalor dari satu tempat ke tempat yang lain. AC sebagai pendingin memindahkan kalor dari dalam

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN Irnanda Priyadi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu Jl.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Kelas : XI TP A Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Teknik Pendingin & Tata Udara 2010/2011 KATA PENGANTAR Allhamdulillahi rabbil alamiin, pertama-tama marilah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung 1. Ruang lingkup 1.1. Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH Diajukan Sebagia Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Teknik (ST) Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI TATA UDARA GEDUNG

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI TATA UDARA GEDUNG BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI TATA UDARA GEDUNG 3.1 Ketentuan Rancangan Instalasi Tata Udara Gedung Rancangan instalasi tata udara gedung adalah berkas gambar rancangan dan uraian teknik, yang digunakan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE M. N. Hanifan, 1 I.G.D Arjana, 2 W. Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknik,UniversitasUdayana

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN Mika Patayang (1), Erry Yadie (2) Staf Pengajar Jurusan Kemitraan Polnes Samarinda 1, 2 ) jl. batu cermin sempaja ujung kampus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Tahu Sumedang adalah salah satu makanan khas Kota Sumedang. Pabrik Tahu di Sumedang semakin berkembang karena potensi pasar yang tinggi. Salah satu pabrik tahu di Kota Sumedang yaitu pabrik tahu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus beroperasi pada tingkat efisiensi optimalnya. Untuk mempertahankan agar kinerja operasi selalu

Lebih terperinci

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang

BAB I PENDAHULUAN. refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengkondisian udara merupakan salah satu aplikasi penting teknologi refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang diperlukan dalam pengkondisian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN BEBAN PENDINGINAN DAN PEMASANGAN INSTALASI AIR CONDITIONIG DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN BEBAN PENDINGINAN DAN PEMASANGAN INSTALASI AIR CONDITIONIG DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN BEBAN PENDINGINAN DAN PEMASANGAN INSTALASI AIR CONDITIONIG DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN TUGAS AKHIR MUHAMMAD FARID L0E 009 048 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN PENGKONDISI UDARA Pada bab ini akan dilakukan perhitungan rancangan pengkondisian udara yang meliputi perhitungan beban pendinginan, analisa psikometri, dan perhitungan rancangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III Perhitungan beban pendinginan pada penelitian. Bangunan yang digunakan dalam melakukan penelitian berlokasi di daerah 40 o LU. Temperature didalam ruangan dan diluar

Lebih terperinci

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id Oleh Rd. INDHAYATI HERLINA, ST., MM. MOH. ARIS AS ARI, S.Pd PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PENDINGINAN DAN TATA UDARA SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id CHAPTER I VENTILATION, INFILTRATION

Lebih terperinci

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG BAB III TEORI YANG MENDUKUNG 3.1 TEORI DASAR Pengkodisian udara dan Refrigerasi merupakan terapan dari ilmu perpindahan kalor dan termodinamika, refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS KJ/H

ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS KJ/H ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS 19010 19080 KJ/H Koos Sardjono, Ahmad Puji Prasetio Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN INSTALASI AIR CONDITIONING DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN INSTALASI AIR CONDITIONING DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN INSTALASI AIR CONDITIONING DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN TUGAS AKHIR BUDI KRISNAWAN L0E 009 044 MUHAMMAD FARID L0E 009 048 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN Eko Budiyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyan Metro Jl. KH. Dewantara No.

Lebih terperinci

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK 277 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 4, Oktober 2017 OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK Wendy Satia Novtian, Budhi Muliawan Suyitno, Rudi Hermawan Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci