METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengendalian Mutu PT Haldin Pacific Semesta. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Juni Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan adalah ekstrak kering teh hijau (powder extract) standar senyawa EGCG, asetonitril, asam asetat, etil asetat, etanol, Folin Ciocalteau reagent 10 %, Larutan natrium karbonat 7,5 %, larutan standar asam galat, larutan H 2 SO 4, media PCA (Plate Count Agar), Larutan buffer fosfat ph 7,2, akuades, serta bahan pengemas. Alat Alat yang digunakan adalah Kromatogafi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Inkubator (memmert), sonikator, biosafety cabinet, autoclave, neraca analitis, serta alat-alat gelas. Metode Penelitian Desain percobaan Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kinetika reaksi degradasi senyawa aktif ekstrak teh hijau (kandungan total polifenol dan EGCG) dan perubahan sifat sensorinya (rasa, warna ekstrak kering, dan warna air seduhan ekstrak teh hijau). Persamaan kinetika reaksi yang telah diperoleh kemudian digunakan untuk

2 22 menentukan umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter mutu kritisnya (kandungan total polifenol, kandungan EGCG, perubahan rasa, dan perubahan warna). Kinetika reaksi degradasi senyawa aktif maupun perubahan sifat sensori ekstrak teh hijau dilakukan dengan metode akselerasi. Ekstrak kering teh hijau yang digunakan sebanyak 2100 gram yang dibagi ke dalam 3 kelompok. Dari setiap kelompok tersebut kemudian dibagi lagi menjadi empat kelompok kecil dan diberi label sesuai dengan hari pengamatan (0, 7, 14, 28, dan 35). Ketiga kelompok tersebut kemudian dikemas ke dalam kemasan LDPE (Low Density Poly Etilene) kemudian di kemas kembali dengan kemasan karton. Dari setiap kemasan tersebut selanjutnya disimpan dalam inkubator yang terkontrol secara termostatis pada suhu 35ºC, 45ºC, dan 55ºC selama 35 hari. Kelembaban udara selama percobaan dijaga tetap yaitu menggunakan kelembaban ruangan ( ± 70%). Pada pengamatan hari ke-0, 7, 14, 28, dan 35, dilakukan sampling terhadap sampel hasil akselerasi, kemudian dilakukan uji kandungan mikrobiologi, total polifenol, EGCG, serta sifat sensori rasa dan warna. Batas kritis yang digunakan pada masing-masing parameter mutu kritisnya adalah 35% kandungan total polifenol, 5% kandungan EGCG, serta 5 untuk skor sensori rasa dan warna. Analisis Mikrobiologi Analisis kandungan mikrobiologi dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk memastikan bahwa selama percobaan berlangsung (Hari ke-0, 7, 14, 28, dan 35) tidak terdapat aktivitas mikroorganisme yang dapat mempengatuhi komposisi kimiawi maupun perubahan sensori pada ekstrak teh hijau. Kandungan mikroorganisme ekstrak teh hijau akan diamati selama uji stabilitas meliputi uji TPC ( total plate count). Metode analisis merujuk kepada Bacteriological Analytical Manual (BAM), Chapter 3, Januari 2001.

3 23 Secara aseptis dilakukan pengenceran sampel ekstrak teh hijau dengan faktor pengenceran sebesar 10-1, 10-2, 10-3, dan Homogenkan sampel tersebut selama kurang lebih 1 menit dengan alat vortex, hindari pengambilan sampel yang masih berbusa. Tempatkan masing-masing 1 ml sampel homogen dengan pipettor dan tip steril 1000 μl dan pada bagian tengah cawan petri steril. Lakukan pengaduka ulang bila sample telah didiamkan selama 3 menit. Secepatnya ditambahkan PCA steril yang telah didinginkan sampai suhu 45 C ± 1 0 C, sebanyak ml, waktu yang diperlukan sejak pengenceran sampel sampai penuangan media sebaiknya tidak lebih dari 15 menit. Inkubasi pada suhu 35 C selama 48 ±2 jam. Hitung cawan petri (duplo) yang menunjukkan jumlah koloni antara Pilih cawan petri (simplo atau duplo) dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara setiap cawan. Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan colony counter kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram dengan menggunakan persamaan : N = Σ C / [(1 * n 1 ) + (0.1 * n 2 )]*(d) Dimana N = Jumlah koloni dalanm Cfu/ml atau Cfu/g Σ C = Jumlah semua koloni pada semua petri n 1 = Jumlah cawan petri yang dilitung pada pengenceran pertama n 2 = Jumlah cawan petri yang dilitung pada pengenceran kedua d = Faktor pengenceran terendah Jika semua cawan petri jumlah koloninya kurang dari 25, maka catat jumlah aktual dan nyatakan hasilnya kurang dari 25 x 1/d, dimana d adalah faktor pengenceran terkecil. Jika semua cawan petri jumlah koloninya lebih besar dari 250 cfu (kurang dari 100 cfu/cm 2 ), perkirakan jumlah koloni yang mendekati 250 dan kalikan dengan factor pengenceran. Jika tidak ada koloni yang tumbuh pada cawan petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu, dikalikan dengan pengenceran terendah (<10 x faktor pengenceran). Jika terdapat koloni yang merambat seperti rantai yang tidak terpisah-pisah, maka koloni dianggap satu. Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan berasal dari sumber yang berpisah-pisah maka tiap sumber dihitung sebagai satu koloni. Jika terdapat koloni yang merambat

4 24 diantara dasar cawan dan agar, dan merambat pada pinggir atau permukaan agar, sebaiknya pemeriksaan diulangi karena sukar dihitung. Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya menggunakan 2 angka penting. Jika angka ketiga lebih besar dari 5, maka dilakukan pembulatan ke atas, yaitu angka penting kedua ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0 (nol). Jika angka ketiga lebih kecil dari 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah, yaitu angka penting kedua tidak ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0 (nol). Jika angka ketiga sama dengan 5 dan angka kedua adalah ganjil, maka dilakukan pembulatan ke atas, yaitu angka penting kedua ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0. Jika angka ketiga sama dengan 5 dan angka kedua adalah genap, maka dilakukan pembulatan ke bawah, yaitu angka penting kedua tidak ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0. Analisis total polifenol ekstrak teh hijau Selama uji stabilitas kandungan total senyawa polifenol ekstrak teh hijau ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu assay. Sampel ekstrak teh hijau diencerkan sebesar lima kali, kemudian kandungan total senyawa polifenol ditentukan berdasarkan kurva standar asam galat. Pembuatan Folin Ciocalteau reagent 10% dan Larutan natrium karbonat Dipipet sebanyak10 ml larutan Folin Ciocalteau pekat, kemudian tambahkan 90 ml akuades, larutkan dan homogenkan. Larutan tersebut kemudian disimpan dalam botol coklat agar terlindung dari sinar matahari untuk digunakan pada analisis selanjutnya. Larutan natrium karbonat 7,5% dibuat dengan cara melarutkan 7,5 gram natrium dengan akuades 100 ml, kemudian homogenkan larutan tersebut dengan magnetic stirrer.

5 25 Pembuatan larutan standar asam galat Larutan deret standard dibuat dengan cara terlebih dahulu membuat larutan induk asam galat 250 ppm, agar terbentuk larutan yang homogen dapat dilakukan proses sonikasi selama kuranglebih 10 menit, amati hingga terbentuk larutan yang benar-benar homogen. Dari larutan induk asam galat tersebut kemudian dibuat larutan standar asam galat dengan konsentrasi masing masing sebesar10, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Diambil sebanyak 1 ml dari masing-masing larutan standar tersebut kemudian ditempatkan ke dalam tabung reaksi kapasitas 15 ml, lindungi tabung tersebut dari pengaruh cahaya. Tambahkan 5 ml larutan Folin Ciocalteau 10%, diamkan selama 3-8 menit kemudian tambahkan 4 ml larutan sodium karbonat 7,5 %, aduk menggunakan vortex mixer hingga homogen. Diamkan selama 2 jam dan lindungi dari pengaruh cahaya. Ukur absorbansi masing masing standar pada panjang gelombang 740 nm. Buatlah grafik lineritas standar, konsentrasi (ppm) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y. Penentuan Kadar Polifenol Sample Ekstrak Teh Hijau Ditimbang sebanyak gram sampel ekstrak the hijau kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan kurang lebih 25 ml akuades, sonikasi larutan tersebut selama kurang lebih 10 menit hingga benar-benar larut. Tambahkan akuades hingga tanda tera. Diambil sebanyak 5 ml dari larutan tersebut kemudian ditempatkan ke dalam labu ukur 50 ml, tambahkan akuades hingga tanda tera kemudian dihomogenkan. Diambil sebanyak 1 ml dari larutan tersebut kemudian ditempatka ke dalam tabung reaksi 15 ml, lindungi dari pengaruh cahaya. Tambahkan 5 ml larutan Folin Ciocalteau 10%, diamkan selama 3-8 menit kemudian tambahkan 4 ml larutan sodium karbonat 7,5 %, aduk menggunakan vortex mixer hingga homogen. Diamkan selama 2 jam dan lindungi dari pengaruh cahaya. Ukur absorbansi masing masing standar pada panjang gelombang 740 nm. Hitung kadar polifenol dengan menggunakan persamaan :

6 26 Absorbansi a / b 100 / 5 50 /1000 Wsample [ ] Polifenol % = 100% Analisis Senyawa Katekin dengan Metode KCKT Senyawa EGCG pada ekstrak teh hijau dianalisis dengan metode KCKT model Shimadzu LC-10AD, senyawa katekin ekstrak teh hijau diinjeksikan pada kolom (Waters μ-bondapak C-18, 3,9 X 300 mm). Fase gerak menggunakan metode isokratik yang terdiri dari campuran asetonitril, etil asetat, dan asam fosfat 0,05% dengan perbandingan 120: 20 : 860 berdasarkan volume. Detektor yang digunakan adalah jenis detektor UV pada panjang gelombang 280 nm, identifikasi senyawa golongan katekin dengan membandingkan waktu retensi senyawa tersebut dengan standar (EGCG). Evaluasi Sensori dari Ekstrak Teh Hijau Sifat sensori dari ekstrak teh hijau akan diamati selama uji stabilitas dengan melibatkan 10 panel terlatih, uji yang dilakukan adalah memberikan penilaian organoleptik yang meliputi, rasa, dan warna ekstrak kering dan air seduhan dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 10. Batas kritis ditentukan pada skala 5. Skala 1-2 menunjukan peringkat penilaian yang sangat berbeda, 3-4 sangat berbeda, 5-6 cukup berbeda, 7-8 sedikit berbeda, dan 9-10 tidak berbeda. Uji sensori dilakukan pada hari ke-7,14,21,28,dan 35. Cara penyajian untuk uji sensori dlakukan dengan cara melarutkan 0,2 gram ekstrak teh hijau ke dalam 100 ml aquademineralisasi yang mempunyai suhu ± 100 C, kemudian dilarutkan hingga larutan menjadi homogen. Biarkan sesaat hingga larutan tersebut sesuai untuk dilakukan uji sensori. Pada pengujian sensori antar sampel dilakukan penetral air putih untuk mengurangi efek bias akibat pengaruh sampel sebelumnya. Uji sensori dalakukan pada ruangan tertutup, tidak bising, terbebas dari kontaminasi bau yang dapat mempengaruhi hasil dari uji sensori.

7 27 Analisis Kinetika Reaksi Kinetika reaksi dari masing-masing parameter mutu kritis ditentukan dengan cara menggambarkan hasil pengamatan penurunan mutu paramenter kritis selama percobaan terhadap waktu penyimpanan menggunakan kurva persamaan reaksi ordo nol dan ordo satu. Dari hasil pengamatan tersebut kemudian ditentukan tingkat korelasinya menggunakan persamaan regresi linear yang teredia pada program Microsoft Excel. Nilai kemiringan kurva (slope) pada masing-masing suhu percobaan menunjukan nilai konstanta reaksi (K). Nilai K yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk menggambarkan kurva persamaan Arrhenius pada ordo nol maupun ordo satu dengan menghubungkan nilai ln K dengan 1/T (1/ K). Jenis kinetika reaksi dari masing-masing parameter mutu kritis ditentukan berdasarkan tingkat korelasi yang diperoleh dari kurva penurunan mutu ekstrak teh hijau pada persamaan orde rekasi nol dan satu. Nilai korelasi yang lebih besar menunjukan kesesuaian jenis reaksi yang lebih baik. Penentuan Umur Simpan Umur simpan ekstrak teh hijau ditentukan berdasarkan jenis kinetika reaksi yang diperoleh dari parameter mutu kritis yang diamati. Umur simpan pada suhu penyimpanan diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan konstanta reaksi pada suhu penyimpanan. Konstanta reaksi ditentukan dengan memasukan nilai suhu penyimpanan pada persamaan garis yang diperoleh dari kurva persamaan Arrhenius. Selanjutnya nilai konstanta reaksi yang diperoleh digunakan untuk menentukan umur simpan ekstrak teh hijau dengan cara memasukan nilai konstanta reaksi pada persamaan kinetika reaksi (ordo nol dan satu). Dengan menyelesaikan persamaan matematika maka diperoleh waktu umur simpan, yaitu waktu yang diperlukan hingga produk mencapai nilai mutu kritisnya.

8 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Miikroba Ekstak Teh Hijau Analisis kandungan mikroba ekstrak teh hijau dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu akselerasi terhadap kandungan mikroba ekstrak teh hijau. Selain itu, untuk memastikan bahwa tidak ada pengaruh aktivitas mikroba terhadap sifat sensori maupun kandungan kimiawi ekstrak teh hijau. Dari hasil pengematan TPC ( total plate count) pada ektrak teh hijau menunjukan tidak ada perubahan yang cukup signifikan baik pada kontrol maupun sampel hasil akselerasi. Jumlah koloni seluruh sampel pada pengenceran terkecil tidak lebih dari 25 cfu (coloni forming unit) per cawan petri, sehingga berdasarkan cara perhitungan yang diajukan oleh Bacteriological Analytical Manual (BAM) jumlah koloni pada setiap sampel tidak lebih dari 10 atau 250. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Tabel 5. Nilai TPC ekstrak teh hijau pada berbagai suhu perlakuan terhadap waktu penyimpanan Suhu Waktu Penyimpanan (hari) Penyimpanan <10 cfu/g <10 cfu/g <250 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g 45 <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g 55 <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <250 cfu/g <10 cfu/g Hasil analisis kandungan TPC pada ekstrak teh hijau dapat disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil percobaan dapat ditunjukan bahwa secara umum kandungan total mikroba ekstrak teh hijau tetap hinggga waktu penyimpanan selama 35 hari, pada semua suhu penyimpanan. Dari hasil jumlah kandungan total mikroba yang disajikan menunjukan semua hasil pengukuran tidak menghasilkan angka pasti, hal tersebut disebabkan karena berdasarkan perhitungan jumlah kandungan total mikroba yang mengacu pada prosedur perhitungan yang diajukan oleh BAM (Bacteriological Analytical Manual), jumlah mikroba hanya akan memiliki nilai yang pasti jika berada pada selang 25 sampai dengan 250 koloni terhitung pada setiap cawan petri, sehingga jika jumlah koloni berada dibawah selang tersebut tidak akan dihitung sebagai angka pasti melainkan sebagai selang nilai angka ( contoh: <10 atau <250). Dengan kata lain, jumlah kandungan mikroba pada ekstrak teh hijau berada dibawah limit deteksi prosedur pengujian, namun dapat dipastikan bahwa jumlah

9 30 kandungan mikroba pada ekstrak teh hijau tidak lebih dari 10 cfu/g ataupun 250 cfu/g, sehingga dapat dipastikan bahwa tidak terdapat pertumbuhan muikroorganisme pada seluruh sampel percobaan. Ada bebrapa faktor yang menyebabkan ekstrak teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pertama, kadar air sampel ekstrak teh hijau cukup rendah (ekstrak kering) sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kedua, adalah karena ekstrak teh hijau dapat berperan sebagai zat anti mikroba. Menurut Wang dan Zhou (2004), teh dapat pula dimanfaaatkan sebagai zat antimikroba sehingga dapat dimanfaatkan sebagai food additive pada bahan pangan untuk memperpanjang umur simpan tanpa mengakibatkan kerusakan bahan pangan maupun kandungan nutrisinya, bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Friedman et al. (2006) senyawa aktif pada teh (epigalokatekin-3-galat, galokatekin-3-galat, theaflavin-3 -galat, dan theaflavin-3,3 -digalat) memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi tehadap Bacillus cereus daripada senyawa antibiotik yang telah biasa digunakan secara medis seperti tertrasiklin dan vankomisin. Senyawa katekin pada teh yang memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi hingga paling rendah terhadap Bacillus cereus secara berturut-turut adalah galokatekin galat, epigalokatekin galat, katekin galat, epikatekin galat, epigalokatekin dan galokatekin. Aktivitas antimikroba senyawa katekin yang merupakan epimernya relatif tidak jauh berbeda, galokatekin-3- galat memiliki aktivitas antimikroba yang hampir sama dengan epigalokatekin-3- galat, hal yang sama juga terjdai pada senyawa galokatein dan epigalokatekin sedangkan senyawa katekin-3-galat memiliki aktivitas antimikroba empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan epikatekin-3-galat. Kinetika Penurunan Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau Pengukuran kadar polifenol ekstrak teh hijau pada suhu 35, 45, dan 55 C diamati pada selang waktu 7, 14, 28, dan 35 hari. Dari hasil pengukuran tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan kinetika reaksi degradasinya dengan menggunakan persaaan reaksi orde 0 dan orde 1. Kurva kinetika reaksi degradasi senyawa polifenol menggunakan persamaan reaski ordo nol disajikan pada Gambar 10. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa semua plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35 C, 45 C, dan 55 C

10 31 menghasilkan kurva yang linear. Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 6. Perhitungan laju reaksi juga dilakukan dengan menggunakan persamaan reaksi orde satu. Seperti halnya pada reaksi orde nol, pada reaski orde satu seluruh plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35 C, 45 C, dan 55 C menghasilkan kurva yang linear (Gambar 11). Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 4. Hasil perhitungan nilai konstanta reaksi degradasi senyawa polifenol baik pada ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya nilai suhu maka akan diperoleh nilai konstanta reaksi yang lebih besar (Tabel 5), hal ini menunjukan bahwa degradasi senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau merupakan reaksi yang tergantung oleh suhu. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Kyi et al. (2005) yang mengamati pengaruh proses pengeringan terhadap laju degradasi senyawa polifenol pada biji coklat. Nilai konstanta reaksi pada ordo reaksi nol maupun satu yang diamati pada suhu 35 C, 45 C, dan 55 C disajikan pada Tabel 6. Hasil perhitungan nilai korelasi pada ordo nol dan ordo satu yang diamati pada suhu 35 C, 45 C, dan 55 C disajikan pada Tabel 6. Dari hasil tersebut menunjukan kinetika reaksi pada ordo satu memiliki nilai korelasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan ordo nol, dengan tingkat korelasi, r 2 95%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diperoleh oleh Kyi et al. (2005) yang menyebutkan bahwa kinetika degradasi senyawa polifenol pada biji coklat terhadap proses pengeringan mengikuti jenis kinetika reaksi ordo satu dengan tingkat korelasi, r 2 > 95%. Namun, nilai korelasi orde reaksi nol dan satu memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tingkat kelajuan degradasi senyawa polifenol pada orde reaksi nol maupun satu sampai pada akhir pengamatan belum dapat dibedakan secara signifikan. Pengukuran kadar polifenol pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Reaksi Folin-Ciocalteu adalah metode pengujian yang umum digunakan untuk menentukan kadar total polifenol pada suatu bahan. Pengujian didasarkan kepada prinsip oksidasi reduksi suatu bahan. Pada umumnya, reaksi oksidasi senyawa polifenol sangat dipengaruhi oleh adanya perbedaan proses hidroksilasi dan tingkat polimerisasinya. Adanya penurunan kadar total polifenol menunjukan bahwa senyawa fenolik pada teh telah teroksidasi atau terpolimerisasi selama penyimpanan ( Wang et al. 2000).

11 oC Kada Polife nol oC 55oC Waktu penyimpanan (hari) y = x y = x y = x Gambar 10. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi nol Ln Kadar Polifenol oC 45oC 55oC Waktu penyimpanan (hari) y = x y = x y = x Gambar 11. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi satu

12 33 Kinetika Penurunan Kandungan EGCG Dalam Ekstrak Teh Hijau Kurva kinetika reaksi degradasi senyawa EGCG menggunakan persamaan reaski ordo nol yang diamati pada tiga suhu yang berbeda disajikan pada Gambar 12. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa semua plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35 C, 45 C, dan 55 C menghasilkan kurva yang linear. Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 6. Perhitungan laju reaksi juga dilakukan dengan menggunakan persamaan reaksi orde satu. Seperti halnya pada reaski orde nol, pada reaski orde satu seluruh plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35 C, 45 C, dan 55 C menghasilkan kurva yang linear (Gambar 13). Hasil pengamatan kandungan EGCG pada ekstrak teh hijau terhadap waktu menunjukan adanya penurunan kandungan senyawa EGCG yang lebih cepat dengan meningkatnya suhu percobaan baik pada ordo reaksi nol maupun satu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai tetapan reaksi degradasi senyawa EGCG akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu percobaan. Peningkatan nilai tetapan reaski terhadap suhu percobaan menunjukan bahwa reaksi degradasi senyawa EGCG merupakan jenis reaksi yang tergantung dengan suhu (temperature dependent). EGCG merupakan senyawa golongan polifenol utama yang terkandung pada ekstrak teh hijau. Telah disebutkan pada percobaan sebelumnya bahwa senyawa polifenol merupakan senyawa yang tergantung terhadap suhu (temperature dependent), sehingga terdapat korelasi yang positif antara penurunan kadungan polifenol dengan penurunan kandungan EGCG pada teh hijau. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penurunan kandungan senyawa polifenol pada ekstrak hijau salah satunya disebabkan karena penurunan senyawa EGCG. Ditinjau dari nilai potensial reduksi standarnya senyawa EGCG memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan senyawa katekin lainnya, sehingga lebih mudah untuk mengalami proses oksidasi. Hasil penentuan nilai korelasi reaksi degradasi senyawa EGCG pada orde reaski nol dan satu disajikan pada Tabel 6, dari tabel tersebut diperoleh nilai korelasi degradasi senyawa EGCG yang diamati pada suhu 35 C, 45 C, dan 55 C pada orde reaksi nol adalah 95, 96, dan 93% sedangkan nilai korelasi pada orde reaksi satu adalah 95, 96, dan 92%. Nilai korelasi dari nol dan satu tidak semuanya memiliki korelasi > 95% selain itu, korelasi pada dua orde reaksi tersebut memiliki nilai yang

13 34 hampir sama, sehingga reaksi degradasi senyawa EGCG belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya. Alasan yang menyebabkan nilai korelasi yang hampir sama pada ordo reaksi nol dan satu adalah karena jumlah senyawa EGCG yang terdegradasi masih sedikit sehingga belum dapat dibedakan perbedaan kelajuan reaksi antara orde reaksi nol dengan satu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zimeri dan Tong (1999), kinetika degradasi senyawa EGCG sebagai fungsi dari ph dan oksigen terlarut pada sistem model larutan mengikuti model pseudo-first order. Reaksi degradasi EGCG pada waktu tertentu akan berjalan sangat lambat, sehingga digolongkan sebagai reaksi nonzero equilibrium, artinya penurunan kosentrasi EGCG sebagai fungsi dari ph dan oksigen tidak akan mencapai nilai nol. Istilah pseudo digunakan untuk proses mekanisme dan kinetika reaksi yang kompleks dan tidak menggambarkan reaksi aktual yang terjadi sehingga hanya merupakan pendekatan semiempirik pada proses yang sebenarnya terjadi di alam. Penurunan senyawa EGCG pada ekstrak teh hijau disebabkan oleh proses epimerisasi. Proses epimerisai senyawa EGCG terjadi akibat adanya pengaruh suhu yang menyebabkan perubahan konfigurasi stereokimia senyawa EGCG menjadi GCG. Senyawa EGCG memiliki konfigurasi struktur 2,3-cis sedangkan GCG memiliki konfigurasi struktur 2,3-trans. Secara termodinamika senyawa 2,3-trans memiliki tingkat stabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan senyawa 2,3-cis sehingga pada kondisi suhu tertentu senyawa GCG akan ditemui dalam jumlah yang lebih banyak daripada senyawa EGCG. Proses epimerisasi EGCG menjadi GCG digambarkan oleh sebuah reaski kesetimbangan (Gambar 14). Pada gambar 14 dapat dijelaskan bahwa kelajuan perubahan senyawa epigalokatekin galat menjadi galokatekin galat lebih besar daripada kelajuan perubahan senyawa galokatekin galat menjadi epigalokatekin galat sehingga pada suhu tertentu jumlah galokatekin galat akan ditemui lebih banyak daripada epigalokatekin galat. Selain proses epimerisasi, penurunan jumlah EGCG pada ekstrak teh hijau juga dapat terjadi melalui proses oksidasi. Selama proses oksidasi EGCG akan melepaskan satu atom hidrogen radikal membentuk senyawa semikuinon radikal. Senyawa semikuinon radikal terjadi karena adanya pemutusan ikatan hidroksi menghasilhan satu atom hidrogen radikan dan oksigen radikal. Menurut Wang et al. (2000), hidrogen radikal akan lebih mudah terbentuk pada cincin yang mengikat tiga gugus hidroksi dibandingkan pada cincin yang hanya mengikat dua gugus hidroksi,

14 35 hal tersebut merupakan alasan mengapa senyawa galo-flavanol memiliki potensial reduksi yang lebih rendah dibandingkan dengan senyawa katekol-flavanol. 8,50 8,00 Kadar EGCG 7,50 7,00 35oC 45oC 55oC 6,50 6, Waktu Penyimpanan y = x y = x y = x Gambar 12. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi nol 2,150 2,050 Ln Kadar EGCG 1,950 1,850 35oC 45oC 55oC 1, Waktu Penyimpanan y = -0,0058x + 2,0777 y = -0,006x + 2,0755 y = -0,007x + 2,0918 Gambar13. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

15 36 Senyawa EGCG merupakan senyawa yang termasuk pada golongan galoflavanol. Dibandingkan dengan senyawa polifenol lainnya EGCG mempunyai potensial reduksi yang paling rendah, sehingga paling mudah berperan sebagai penangkap radikal bebas, dalam perspektif farmakokimia EGCG merupakan senyawa yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai antioksidan. OH OH OH OH HO O OH HO O OH OH O O OH O O HO OH OH HO OH OH epigalokatekin galat galokatekin galat Gambar14. Epimerisasi EGCG menjadi GCG (Wang et al. 2000) Kinetika perubahan sensori ekstrak teh hijau Kinetika perubahan rasa ekstrak teh hijau Parameter mutu rasa pada teh ditentukan oleh sifat kesepatan (astingenccy), kepahitan ( bitterness) dan sweet after taste. Pada uji sensori rasa kali ini hanya akan menitikberatkan pada uji kepahitan dan kesepatan, karena parameter sweet after taste bukan merupakan parameter mutu yang utama sehingga faktor keberadaan mutunya dapat diabaikan. Sifat kesepatan dan kepahitan pada teh mempunyai korelasi yang hampir sama yaitu merupakan fungsi dari waktu, dengan semakin bertambahnya waktu maka akan terjadi penurunan kepahitan dan kesepatan pada teh, sehingga pada uji sensori rasa, panelist sekaligus membedakan sifat kepahitan dan kesepatan sampel teh hasil akselerasi dengan kontrol. Perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau hasil akselerasi yang dibandingkan terhadap kontrol berdasarkan ordo nol dan ordo satu disajikan pada Gambar 15 dan

16 37 Gambar 16. Pada gambar tersebut terlihat bahwa skor sensori rasa ekstrak teh hijau mempunyai nilai yang semakin menurun dengan bertambahnya suhu, dengan tingkat linearitas yang cukup baik. Dari hasil penentuan nilai konstanta reaksi baik pada ordo nol maupun ordo satu menunjukan bahwa semakin meningkatnya suhu akan menghasilkan nilai kemiringan kurva yang semakin besar yang berarti akan menghasilkan nilai K yang semakin besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sifat sensori ekstrak teh hijau dapat dipengaruhi oleh suhu. Nilai korelasi kinetika reaksi perubahan rasa ekstrak teh hijau disajikan pada Tabel 6. Nilai korelasi perubahan rasa ekstrak teh hijau pada suhu 35 C, 45 C, dan 55 C menggunakan persamaan orde reaksi nol adalah 93%, 98%, 94% sedangkan nilai korelasi pada orde reaksi satu adalah 92%, 97%, dan 96%. Ditinjau dari nilai korelasinya, kinetika reaksi pada orde nol maupun orde satu memilki nilai yang hampir sama, hal tersebut menunjukan bahwa pada perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2000), sifat sensori ekstrak teh mempunyai korelasi dengan kandungan senyawa polifenolnya, semakin tinggi kandungan polifenol akan memberikan rasa sepat dan pahit yang semakin kaut. Penurunan tingkat kepahitan dan kesepatan yang terjadi pada ekstrak teh hijau mengindikasikan telah terjadi perubahan kandungan senyawa polifenol pada teh, hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya penurunan kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau, sehingga indikasi penurunan kualitas ekstrak teh hijau selain dapat dideteksi secara kimiawi dapat pula dideteksi secara sensori dengan adanya penurunan sifat kepahitan dan kesepatan. Hasil dari kedua percobaan tersebut sesuai dengan hipotesis awal yaitu bahwa penurunan kadar polifenol pada teh dapat dicirikan oleh adanya penurunan sifat kepahitan dan kesepatan pada ekstrak teh hijau. Meskipun telah umum diketahui bahwa kafein sebagai salah satu komponen utama pada teh selain polifenol dapat memberikan kontribusi terhadap rasa pahit, namun dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukan bahwa kandungan kafein pada teh relatif tidak berubah dibandingkan dengan kondisi awal, sehingga kandungan kafein pada teh tidak memiliki korelasi yang positif serta tidak berkontribusi terhadap penurunan rasa pahit pada ekstrak teh. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa polifenol pada teh merupakan faktor penentu penurunan kualitas pada teh.

17 38 12,00 Skor sensori rasa 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 35oC 55oC 45oC Waktu penyimpanan (Hari) y = -0,0271x + 9,2349 y = -0,0467x + 9,3442 y = -0,0982x + 9,8093 Gambar 15. Kurva perubahan skor sensori rasa ekstrak teh hijau selama penyimpanan pada orde reaksi nol 2,500 Ln (Skor sensori rasa) 2,300 2,100 1,900 1,700 35oC 45oC 55oC 1, Waktu penyimpanan (Hari) y = -0,0031x + 2,2235 y = -0,0055x + 2,2361 y = -0,0125x + 2,2952 Gambar 16. Kurva perubahan skor sensori rasa ekstrak teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

18 39 Kinetika perubahan warna ekstrak teh hijau Perubahan warna ekstrak teh hijau diamati dalam dua fase wujud yaitu ekstrak kering (powder extract) dan air seduhan. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau yang diamati pada berbagai nilai suhu dengan menggunakan persamaan ordo nol dan satu dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18, sedangkan kurva perubahan warna air seduhan ekstrak teh hijau ditunjukan pada Gambar 19 dan 20. Nilai konstanta reaksi perubahan warna ordo nol dan ordo satu dari ekstrak kering dan air seduhan esktrak teh hijau disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Dari hasil pengamatan perubahan warna ekstrak teh hijau yang dilakukan pada tiga perlakuan suhu yaitu 35 C 45 C dan 55 C (Gambar 23, 24, 25,& 26) maupun dari hasil perhitungan konstanta reaksi ordo nol dan ordo satu ( Tabel 6) dapat disimpulkan bahwa perubahan warna yang terjadi merupakan jenis reaksi yang tergantung dengan suhu (temperature dependent), Secara matematis fenomena tersebut dapat ditunjukan dengan semakin meningkatnya nilai konstanta reaksi ordo nol maupun ordo satu yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya suhu reaksi. Nilai korelasi kinetika perubahan warna ekstrak kering dan air seduhan ekstrak teh hijau pada orde reaksi nol dan satu disajikan pada Tabel 6. Dari nilai korelasinnya, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persamaan laju reaksi orde nol dengan orde satu. Selain itu, tidak semua nilai korelasi baik reaksi orde nol dan satu memiliki nilai >95%, sehingga pada penelitian kali ini belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2000) terhadap ekstrak teh hijau yang mengalami proses pemanasan (roasting dan steaming) secara signifikan telah mengalami proses perubahan warna dari hijau menjadi coklat. Proses ini disebut sebagai proses browning. Proses browning yang terjadi pada teh disebabkan oleh adanya oksidasi senyawa polifenol, hal tersebut ditunjukan oleh adanya perubahan kandungan senyawa polifenol sebelum dan setelah pengolahan. Meskipun proses browning dapat pula dihasilkan oleh adanya reaksi Maillard namun analisis kandungan gula maupun asam amino dalam teh sebelum dan sesudah perlakukan menunjukan perbedaan yang tidak terlalu signifikan sehingga Wang et al. (2000) menyimpulkan bahwa reaksi Maillard bukan merupakan faktor penting yang berperan terhadap proses browning pada ekstrak teh hijau.

19 40 11,00 Skor sensori warna 10,00 9,00 8,00 7,00 35oC 45oC 55oC 6, Waktu penyimpanan (hari) y = -0,0249x + 9,7186 y = -0,0414x + 9,6349 y = -0,0583x + 9,6395 Gambar 17. Kurva perubahan skor warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo nol 2,350 Waktu penyimpanan (hari) 2,300 2,250 2,200 2,150 2,100 2,050 35oC 45oC 55oC 2, Ln Skor sensori warna powder y = -0,0027x + 2,2742 y = -0,0046x + 2,2667 y = -0,0067x + 2,2668 Gambar 18. Kurva perubahan skor warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

20 41 11,00 Skor sensori penampakan 10,00 9,00 8,00 7,00 35oC 45oC 55oC 6, Waktu penyimpanan (hari) y = -0,0347x + 9,8233 y = -0,0537x + 9,6814 y = -0,0621x + 9,6837 Gambar 19. Kurva perubahan skor warna air seduhan teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi nol 2,400 Skor sensori penampakan 2,300 2,200 2,100 2,000 35oC 45oC 55oC Waktu penyimpanan (hari) y = -0,0037x + 2,2849 y = -0,0061x + 2,2708 y = -0,0072x + 2,2722 Gambar 20. Kurva perubahan skor warna air seduhan teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

21 42 Hasil percobaan kali ini menunjukan adanya korelasi yang positif antara penurunan jumlah kandungan senyawa polifenol dengan kecenderungan perubahan warna pada ekstrak teh hijau baik pada ekstrak kering maupun pada air seduhan sehingga terdapat kesesuaian dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Wang et al. (2000). Tabel 6. Nilai konstanta dan korelasi kinetika reaksi orde nol dan orde satu pada berbagai nilai mutu kritis ekstrak teh hijau Parameter mutu Total polifenol EGCG Perubahan rasa Warna powder extraxt Warna air seduhan Suhu Orde nol Orde satu K R 2 K R 2 35 C 0,1365 0,96 0,0032 0,96 45 C 0,1652 0,98 0,0039 0,98 55 C 0,2019 0,93 0,0050 0,95 35 C 0,0414 0,95 0,0058 0,95 45 C 0,0429 0,96 0,0060 0,96 55 C 0,0490 0,93 0,0070 0,92 35 C 0,0031 0,93 0,0271 0,92 45 C 0,0055 0,98 0,0467 0,97 55 C 0,0125 0,94 0,0982 0,96 35 C 0,0249 0,87 0,0027 0,87 45 C 0,0414 0,99 0,0046 1,00 55 C 0,0583 0,90 0,0067 0,91 35 C 0,0347 0,87 0,0037 0,87 45 C 0,0537 0,88 0,0061 0,90 55 C 0,0621 0,94 0,0072 0,96 Penentuan umur simpan ektrak teh hijau Penentuan nilai konstanta reaksi pada suhu penyimpanan (28 C) Nilai konstanta reaksi dapat ditentukan dengan memasukkan suhu penyimpanan yang diinginkan (28 C) pada persamaan garis orde rekasi nol atau orde reaksi satu yang diperoleh pada kurva Arrhenius. Kurva Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai Ln K (logaritma natural dari tetapan laju reaksi pasa suhu pengamatan) dengan 1/T (suhu pengamatan dalam satuan kelvin). Kurva persaamaan Arrhenius pada orde reaksi nol dan satu berdasarkan parameter mutu kritis kadar total polifenol, kandungan EGCG, perubahan rasa,

22 43 perubahan warna ekstrak kering, dan peruhanan warna air seduhan secara berturutturut disajikan pada gambar 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, dan 30. Nilai korelasi dan persamaan garis kurva Arrhenius pada berbagai parameter mutu kritis disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai korelasi dan persamaan garis kurva Arrhenius pada berbagai parameter mutu kritis Parameter mutu Persamaan garis Korelasi (%) Orde nol Orde satu Orde nol Orde satu Total polifenol y = -1978,7x + y = -2173,6x + 99,89 99,36 4,4289 1,3115 EGCG y = -851,59x - 0,4363 y = -936,7x - 2,128 89,16 90,15 Skor rasa y = -6493,6x + y = -7030,8x + 98,86 98,45 17,435 16,999 Skor warna y = -4301,5x + y = -4643,5x + 99,15 98,99 powder extraxt 10,296 9,1764 Skor warna air seduhan y = -2953,7x + 6,2731 y = -3311,8x + 5, ,35 93,65 Dari berbagai persamaan garis tersebut kemudian dapat ditentukan nilai konstanta reaksi pada semua parameter mutu menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu. Dengan memasukan nilai suhu (1/T) dalam satuan kelvin pada persamaan garis dan dengan melakukan penyelesaian matematis, selanjutnya akan diperoleh nilai konstanta laju reaksi (Tabel 8). Tabel 8. Nilai konstanta reaksi pada suhu penyimpanan (28 C) menggunakan persamaan reaski orde nol dan orde satu Parameter mutu Orde nol Orde satu LnK K LnK K Total polifenol -2,1448 0,1171-5,9097 0,0027 EGCG -3,2655 0,0382-5,2399 0,0053 Skor rasa -4,1380 0,0160-6,3596 0,0017 Skor warna powder extraxt -3,9949 0,0184-6,2505 0,0019 Skor warna air seduhan -3,5399 0,0290-5,7933 0,0030

23 Ln K y = x R 2 = /T Gambar 21. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo nol pada degradasi kadar polifenol ekstrak teh hijau 0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 0,0032 0,0033 0,0033-5,000 Ln K -5,500 y = -2173,6x + 1,3115 R 2 = 0,9936-6,000 1/T Gambar 22. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo 1 pada degradasi kadar polifenol ekstrak teh hijau

24 45-2,950 0, , , , , , , ,000-3,050 Ln K -3,100-3,150-3,200 y = -851,59x - 0,4363 R 2 = 0,8916-3,250 1/T Gambar 23. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada penurunan kadar EGCG ekstrak teh hijau -4,900 0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 0,0032 0,0033 0,0033-4,950-5,000 Ln K -5,050-5,100-5,150 y = -936,7x - 2,128 R 2 = 0,9015-5,200 1/T Gambar 24. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada penurunan kadar EGCG ekstrak teh hijau

25 46 0, , , , , , , ,000 Ln K -3,000 y = -6493,6x + 17,435 R 2 = 0,9886-4,000 1/T Gambar 25. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 0 pada penurunan skor rasa ekstrak teh hijau 0, , , , , , , ,000-4,500 Ln K -5,000-5,500 y = -7030,8x + 16,999 R 2 = 0,9845-6,000 1/T Gambar 26. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 1 pada penurunan skor rasa ekstrak teh hijau

26 47 0, , , , , , , ,000-2,500 Ln K -3,000-3,500 y = -4301,5x + 10,296 R 2 = 0,9915-4,000 1/T Gambar 27. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu 0, , , , , , , ,600-4,800-5,000 Ln K -5,200-5,400-5,600-5,800-6,000 y = -4643,5x + 9,1764 R 2 = 0,9899 1/T Gambar 28. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo nol

27 48 0, , , , , , , ,500 Ln K -3,000 y = -2953,7x + 6,2731 R 2 = 0,9335-3,500 1/T Gambar 29. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada perubahan warna ekstrak kering teh hijau 0, , , , , , , ,500-5,000 Ln K y = -3311,8x + 5,2093-5,500 R 2 = 0,9365-6,000 1/T Gambar 30. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada perubahan warna ekstrak kering teh hijau

28 49 Umur simpan ekstrak teh hijau Pada percobaan sebelumnya, jenis kinetika reaksi degradasi senyawa polifenol mengikuti kinetika reaksi orde satu sehingga penentuan umur simpan terhadap parameter mutu kandungan total polifenol dalam ekstrak teh hijau menggunakan persamaan reaksi orde satu. Dari perhitungan diperoleh nilai konstanta reaksi degradasi kandungan total polifenol ekstra teh hijau pada suhu penyimpanan (28 C) menggunakan persamaan reaksi orde satu adalah 0,117 (Tabel 8). Nilai umur simpan ekstrak teh hijau diperoleh dengan memasukan nilai konstanta laju reaksi pada persamaan laju reaksi orde satu. Nilai batas mutu kritis kandungan polifenol adalah sebesar 35 % sehingga umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter mutu kandungan total polifenol adalah sebesar 3,1 bulan (Tabel 9). Tabel 9. Nilai umur simpan ekstrak teh hijau pada berbagai parameter mutu kritis Parameter mutu Orde nol (Bulan) Orde satu (Bulan) Umur simpan (Bulan) Total polifenol 2,8 3,1 3,1 EGCG 2,5 2,8 2,5 Rasa 8,8 11,7 8,8 Warna Ekstrak kering 8,7 11,6 8,7 Warna air seduhan 5,7 7,6 5,7 Pada percobaan sebelumnya, jenis kinetika reaksi degradasi EGCG belum dapat ditentukan, sehingga penentuan umur simpan berdasarkan parameter kandungan EGCG harus dihitung menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu. Dari nilai konstanta reaksi yang telah diperoleh kemudian ditentukan nilai umur simpan berdasarkan parameter mutu kandungan EGCG. Umur simpan kandungan EGCG adalah sebesar 2,5 bulan pada orde reaksi nol dan 2,8 bulan pada orde reaksi satu. Dari hasil tersebut terlihat umur simpan pada persamaan reaksi ordo nol memiliki waktu yang lebih singkat. Untuk mengantisipasi adanya masalah serta menjamin mutu produk maka pemilihan orde reaksi didasarkan pada orde reaksi yang menghasilkan umur simpan yang lebih cepat. Sehingga berdasarkan parameter mutu kandungan EGCG, umur simpan ekstrak teh hijau adalah sebesar 2,5 bulan (Tabel 9).

29 50 Jenis kinetika reaksi pada perubahan rasa ekstrak teh hijau belum dapat diketahui sehingga penentuan umur simpannya harus dihitung menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu. Nilai konstanta laju reaksi perubahan rasa ekstrak teh hijau pada orde nol dan orde satu pada suhu penyimpanan (28 C) secara berturut-turut adalah sebesar 0,0160 dan 0,0017 (Tabel 8). Selanjutnya umur simpan ekstrak teh hijau diperoleh sebesar 8,8 bulan pada orde reaksi nol dan 11,7 bulan pada orde reaksi satu. Demi alasan menjaga kualitas produk, maka penentuan umur simpan pada parameter mutu rasa sementara ini ditentukan berdasarkan jenis kinetika yang menghasilkan umur simpan yang paling pendek. Sehingga, umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter perubahan rasa adalah 8,8 bulan (Tabel 9). Karena jenis kinetika reaksi terhadap parameter perubahan warna belum dapat ditentukan pada percobaan sebelumnya, maka penentuan jenis kinetika reaksi ditentukan berdasarkan jenis kinetika yang menghasilkan umur simpan yang paling pendek demi menjaga keamanan kualitas produk yang dihasilkan terhadap konsumen. Berdasarkan parameter perubahan warna akstrak kering umur simpan pada orde reaksi nol dan satu masing-masing adalah 8,7 bulan dan 11,6 bulan. Pada parameter perubahan warna air seduhan umur simpan pada orde reaksi nol dan satu masingmasing adalah 5,7 bulan dan 7,6 bulan. Dari hasil tersebut maka berdasarkan parameter perubahan warna ekstrak kering dan warna iar seduhan akan menghasilkan umur simpan sebesar 8,7 bulan dan 5,7 bulan secara berturut-turut. Ditinjau dari perubahan warna secara keseluruhan perubahan warna air seduhan ekstrak teh hijau memiliki umur simpan yang lebih singkat, sehingga berdasarkan perubahan warna ekstrak teh hijau secara keseluruhan umur simpan ekstrak teh hijau memiliki umur simpan sebesar 5,7 bulan. Umur simpan ekstrak teh hijau ditentukan dari paramter mutu paling kritis. Parameter mutu kandungan senyawa EGCG merupakan parameter mutu paling kritis, hal tersebut ditunjukan oleh nilai umur simpan yang paling pendek. Sehingga umur simpan ekstrak teh hijau adalah sebesar 2,5 bulan.

KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN ARRHENIUS OLEH: EKO WAHYU PAMUJI

KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN ARRHENIUS OLEH: EKO WAHYU PAMUJI KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN ARRHENIUS OLEH: EKO WAHYU PAMUJI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 KINETIKA PENURUNAN MUTU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asam Malat dan Vitamin C terhadap Penerimaan Sensori Minuman sari buah jeruk memiliki karakteristik rasa asam dan apabila ditambahkan vitamin C dalam produk akan meningkatkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Klasifikasi Alat : 1. Alat untuk Pengamatan (Koloni dan Morfologi) 2. Alat untuk Sterilisasi 3. Alat untuk Kultivasi 4. Alat untuk Kuantifikasi Mikroorganisme

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

ANALISIS POLIFENOL TOTAL DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DPPH

ANALISIS POLIFENOL TOTAL DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DPPH SIDANG SARJANA ANALISIS POLIFENOL TOTAL DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS DPPH (1,1-Diphnyl, 2- Picrylhidrazl) TEH PUTIH (Camellia sinensis L.O. Kuntze) BERDASARKAN SUHU DAN LAMA PENYEDUHANNYA Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. Ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijadikan sampel berasal dari

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. : Laboratorium Budidaya Perairan

HALAMAN PENGESAHAN. : Laboratorium Budidaya Perairan HALAMAN PENGESAHAN Nama Mahasiswa : Melinda Oktafiani No. Pokok Mhs : 1114111034 Fakultas Judul Praktikum Tempat : Pertanian : Penghitungan Jumlah Bekteri : Laboratorium Budidaya Perairan Waktu Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian akan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah kadar kitosan yang terdiri dari : 2%, 2,5%, dan 3%.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Ilmu Ternak Perah Sapi Perah, Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Penelitian

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian UMY pada bulan Maret-April 2017. B. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan dimulai bulan Oktober sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yang terletak di Lantai 3 Gedung Kimia bagian Utara. 3.1 Peralatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, 22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012, bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei serta rancangan deskriptif dan eksploratif. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Percobaan Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), desain faktorialnya 4 x 4 dengan tiga kali ulangan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota

BAB III METODE PENELITIAN. yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di tiap depot yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan 56 LAMPIRAN Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Air laut Dimasukkan ke dalam botol Winkler steril Diisolasi bakteri dengan pengenceran 10 0, 10-1, 10-3 Dibiakkan dalam cawan petri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah orange emulsion flavor yang diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia, alcohol, larutan pengencer Buffer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan dengan 3

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri dari prebiotik berupa fruktooligosakarida (QHTFOS-G50L TM ), galaktooligisakarida (QHTGOS-50L TM ),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Pelaksanaan Penelitian selama

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN Lampiran 1. Data Absorbansi Larutan Naphthol Blue Black pada Berbagai Konsentrasi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1. 3 0.224 2. 4 0,304 3. 5 0,391 4. 6 0,463 5. 7 0,547 6. 8 0,616 7. 9 0,701

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen B. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dilaboraturium Mikrobiologi Akademi Analis Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bubuk rimpang kunyit kering cap semar, asam jawa cap cabe, jeruk nipis, bubuk kayumanis, bubuk pala, gula pasir, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI

PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI PENGAMBILAN SAMPEL MAKANAN UNTUK PARAMETER MIKROBIOLOGI, PENGIRIMAN, PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN SAKRIANI Penularan Penyakit Melalui Makanan Sumber Kontaminasi:penjamah makanan Bakteri

Lebih terperinci