HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI"

Transkripsi

1 1 HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI SITI NUR FAUZIAH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 Siti Nur Fauziah NIM: I

3 3 ABSTRACT SITI NUR FAUZIAH. The Relationship of Food Consumption, Exercising Habits and Hemoglobin Level of Female Students of SMPN 27, Sumur Batu Village Bekasi. Under guidance from IKEU EKAYANTI and YAYAT HERYATNO The objective of the research was to analyze the correlation of food consumption, physical exercise habit and their effects on haemoglobin levels of female students at SMPN 27 Bekasi. This research used cross sectional study. The number of samples were 90 female students aged years old. This research used food semiquantitative frequency questionnaire and anaemia status with haemoglobin level. A large number of students were in normal anaemia status (84.5%) while the rest was anaemia (15.5%). Average energy consumption was 1506±532 calories. Average protein consumption was 60.6±35.5 g. Average Vitamin A consumption was 741.6±698.0 RE. Average Vitamin C consumption was 68.0±67.9 g. Average iron consumption was 22.3±16.9 mg. Most students showed non regular excercise. The frequency of excercise was once a week, with excercising duration of 30 to 60 minutes. Spearman s correlation showed that there was a relationship between the consumption of mangoes with haemoglobin levels with negative correlation value (p<0.05). Spearman s correlation showed that there wasn t a relationship between the exercising habits and haemoglobin levels p(>0.05). Key words: female students, food consumption, hemoglobin level, physical exercise

4 4 RINGKASAN SITI NUR FAUZIAH. Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi. Di bawah bimbingan IKEU EKAYANTI dan YAYAT HERYATNO Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dengan kadar hemoglobin remaja putri di SMPN 27 Bekasi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga remaja putri, 2) mengidentifikasi riwayat penyakit remaja putri, 3) mengidentifikasi kebiasaan makan dan konsumsi pangan remaja putri, 4) mengidentifikasi kebiasaan latihan fisik remaja putri, 5) mengidentifikasi kadar hemoglobin remaja putri, 6) menganalisis hubungan kebiasaan makan, riwayat penyakit dan kadar hemoglobin pada remaja putri, 7) menganalisis hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri. Jenis penelitian yang digunakan adalah cros ssectional study. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan pengukuran langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan data konsumsi pangan contoh. Data sekunder berupa gambaran umum tempat penelitian yaitu SMPN 27 kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia tahun yaitu siswi kelas VIII SMPN 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi yang digunakan adalah remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak sedang mengalami sakit saat pengambilan darah, bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian. Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian adalah 90 orang. Usia contoh berkisar antara tahun, dimana sebagian besar contoh (70%) berada pada usia 13 tahun dengan rata-rata usia 13.0±0.5 tahun. Sebagian besar contoh (73.3%) memiliki status gizi normal. Rata-rata nilai pengetahuan gizi adalah 68.4 dengan kisaran nilai dan sebagian besar pengetahuan gizi contoh (72.2%) berada pada kategori sedang. Sebagian besar contoh (67%) mengalami menstruasi pertama kali pada usia tahun. Lebih dari separuh contoh (83%) memiliki frekuensi menstruasi yang normal, yaitu sebulan sekali. Sebagian besar contoh (81.1%) memiliki lama menstruasi yang tergolong normal. Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 2 10 orang. Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang (5 6 orang). Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah (56%) dan ibu (71%) contoh berada pada jenjang sekolah dasar (SD). Sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (89%) bekerja sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata skor kebiasaan makan contoh (58%) termasuk pada kategori cukup. Konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian contoh sebesar g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi sebesar 650 g/hari. Konsumsi kacang-

5 kacangan dan biji-bijian sebesar 76.7 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Konsumsi daging, unggas, ikan dan telur contoh sebesar 152g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori normal dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari. Konsumsi sayuran contoh sebesar 52 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari. Konsumsi buah-buahan contoh sebesar 150g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Jenis minuman yang sering dikonsumsi contoh adalah susu, konsumsi minumancontoh sebesar ml, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori lebih dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari. Konsumsi energi contoh adalah Kalori. Berdasarkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh (53%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi protein contoh adalah g. Berdasarkan tingkat kecukupan protein, sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin A contoh adalah RE. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A, sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin C contoh adalah mg. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi zat besi contoh adalah mg. Berdasarkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Sebagian besar contoh (76%) tidak berolahraga secara teratur dengan frekuensi rata-rata 1.24±0.43 perminggu. Sebagian besar contoh (76%) hanya melakukan olahraga dengan frekuensi 1 kali perminggu, yaitu pada hari sekolah dimana ada pelajaran olahraga dengan durasi olahraga contoh tertinggi terdapat pada durasi menit. Konsentrasi hemoglobin contoh berkisar antara 6.5 hingga 15.4 g/dl dengan rata-rata kadar hemoglobin 12.7 g/dl. Status anemia dikategorikan menjadi empat dan didapatkan 1.1% contoh mengalami anemia berat, 3.3% anemia sedang, 11.1% anemia ringan dan normal. Sebagian besar contoh (84.4%) tidak mengalami anemia (normal). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara riwayat penyakit, riwayat kecacingan dengan kadar hemoglobin. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat hubungan yang erat antara kebiasaan olahraga, konsumsi pangan dengan kadar hemoglobin. 5

6 6 HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN LATIHAN FISIK DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 27 KELURAHAN SUMUR BATU KOTA BEKASI SITI NUR FAUZIAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi Pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

7 7 Judul : Hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi Nama : Siti Nur Fauziah NIM : I Disetujui oleh: Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes Pembimbing I Yayat Heryatno SP, MPS Pembimbing II Diketahui oleh: Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus :

8 viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan Latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMP Negeri 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MSi dan Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberi arahan, masukan serta saran yang sangat membangun kepada penulis, serta Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan. 2. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked, Msi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi. 3. Ibunda, ayahanda dan keluarga tercinta, serta mama yang senantiasa memberi cinta, dukungan baik secara moral dan materi, semangat, dan doa yang begitu tulus kepada penulis. 4. Pihak SMPN 27 Kota Bekasi yang telah membantu kelancaran penelitian. 5. Teman-teman penelitian payung (Tias dan Erni) yang selalu bersama-sama dalam turun lapang dan mengerjakan skripsi. 6. Teman-teman alih jenis Gizi Masyarakat angkatan 4 terima kasih atas segala bantuan, dukungan yang diberikan, kebersamaan dan cerita-cerita indah selama ini 7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan penelitian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua Bogor, Maret 2013 Penulis

9 ix RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 20 November 1989 di Balikpapan, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. M. Hamzah Hadam dan Ibu Hj. Ida Rosyidah. Penulis bersekolah di SD Negeri Pengadilan 2 Bogor lalu pindah sekolah ke SD Negeri Empang 2 Bogor pada tahun ketiga. Setelah lulus sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 9 Bogor dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN7 Bogor jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Diploma IPB. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di RS Salak Bogor sejak tanggal 2 September sampai 2 November Penulis melakukan Praktek Usaha Jasa Boga di Katering Sehati sejak tanggal 15 Februari sampai 2 Juni Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB pada tahun Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi Ketua Divisi Humas dalam kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional FIT FESTIVAL yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Kabupaten Garut Kelurahan Kramatwangi Desa Cisurupan selama 2 bulan.

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Kegunaan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Karakteristik Remaja Putri... 4 Pengetahuan Gizi... 4 Kebiasaan Makan... 5 Konsumsi Pangan dan Gizi... 6 Konsumsi Pangan... 6 Konsumsi dan Kecukupan Energi... 7 Konsumsi dan Kecukupan Protein... 8 Konsumsi dan Kecukupan Vitamin A... 8 Konsumsi dan Kecukupan Vitamin C... 8 Konsumsi dan Kecukupan Zat Besi... 9 Metode Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan dan Konsumsi Pangan Besar Keluarga Pendidikan Orang tua Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Keluarga Anemia Faktor Risiko Anemia Riwayat Penyakit Riwayat Kecacingan Menstruasi Aktivitas Fisik Latihan Fisik KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh xiv xv

11 xi Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penetian Kelurahan Sumur Batu SMP Negeri 27 Bekasi Karakteristik Keluarga Karakteristik Contoh Usia Pengetahuan Gizi Usia Menstruasi Lama Menstruasi Frekuensi Menstruasi Status Gizi Riwayat Penyakit Riwayat Kecacingan Kebiasaan Makan Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-umbian Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Frekuensi Konsumsi Pangan Nabati Frekuensi Konsumsi Sayuran Frekuensi Konsumsi Buah-buahan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan dan Minuman Konsumsi Pangan Tingkat Kecukupan Gizi Energi Protein Vitamin A Vitamin C Zat Besi Aktivitas Fisik Kebiasaan berolahraga Status Anemia Hubungan Riwayat Penyakit dan Kecacingan dengan Kadar Hemoglobin 53 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kadar Hemoglobin Hubungan Frekuensi Konsumsi Pangan dengan Kadar Hemoglobin... 54

12 xii Hubungan Konsumsi Pangan, Kebiasaan latihan Fisik dan Kadar Hemoglobin KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

13 xiii DAFTAR TABEL Halaman 1 Penggolongan anemia menurut kadar Hb Cara pengumpulan data dan penelitian Karakteristik dan kategori variabel penelitian Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pendapatan keluarga Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua Sebaran contoh berdasarkan usia Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Sebaran contoh berdasarkan usia pertama kali menstruasi Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi Sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT/U Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dan frekuensi sakit Sebaran contoh berdasarkan riwayat kecacingan Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi obat cacing Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk hewani Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk nabati Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran Sebaran contoh berdasarkan rekuensi konsumsi buah-buahan Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan jajanan dan minuman Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur tahun Sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Sebaran contoh berdasarkan rata-rata alokasi waktu aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik selama 3 hari Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, frekuensi dan durasi olahraga. 52

14 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir hubungan antara konsumsi pangan, latihan fisik dan kadar hemoglobin Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin... 53

15 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu aktivitas fisik Hubungan antara konsumsi pangan dengan kadar hemoglobin Hubungan antara konsumsi pangan dengan kebiasaan olahraga Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kadar hemoglobin Hubungan antara riwayat kecacingan dan penyakit dengan kadar Hb... 66

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja atau masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Menurut WHO, remaja adalah anak yang telah mencapai umur tahun. Remaja dapat didefenisikan sebagai periode perkembangan seseorang mulai dari puncak pubertas sampai kepada status dewasa. Kondisi ini biasanya dimulai antara umur 11 atau 13 tahun sampai umur 18 atau 20 tahun. Selama periode ini seseorang akan mengalami perkembangan fisik yang cepat, psikologi, emosional dan perubahan kepribadian (Kaplan 2004). Amelia (2008) menyatakan bahwa remaja lebih sering melakukan aktivitas ringan. Manfaat latihan fisik bagi remaja adalah untuk menjaga berat badan agar tetap berada pada batas normal serta meningkatkan kebugaran tubuh. Berat badan ideal dan kebugaran dapat menunjang produktifitas dan konsentrasi remaja dalam melakukan kegiatan sehari-hari, khususnya menerima pelajaran di sekolah. Latihan fisik juga diperlukan untuk proses metabolisme zat gizi di dalam tubuh. Apabila pemasukan energi kurang diimbangi dengan latihan fisik akan memudahkan seseorang memiliki defisiensi zat gizi dan berkurangnya berat badan. Zat besi memainkan peranan penting dalam transportasi oksigen dan pemanfaatan energi. Ketika seseorang melakukan latihan fisik terlalu tinggi dan tanpa asupan zat besi yang cukup, maka oksigen yang akan dikirim ke otot mengalami kekurangan, kemudian konsumsi VO 2max akan turun dan kinerja fisik mengalami penurunan. Masalah gizi yang terjadi pada remaja umumnya disebabkan oleh satu sumber utama yaitu kebiasaan makan yang kurang tepat. Kebiasaan makan yang kurang tepat pada remaja, secara garis besar dipengaruhi dua hal, antara lain faktor lingkungan dan faktor individu dari remaja itu sendiri. Kebiasaan makan yang kurang tepat dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan atau status gizi remaja (Sukandar 2007). Salah satu dampak negatif dari kebiasaan makan yang kurang tepat adalah anemia. Permaesih (2005) menyatakan bahwa pengetahuan dan praktek gizi remaja tergolong rendah. Hal ini tercermin dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Wong et al. 1999; Parmenter & Wardle 1999). Pengetahuan gizi memberikan bekal pada

17 2 remaja, bagaimana memilih makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan. Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya di negara berkembang adalah konsumsi pangan dan gizi yang tidak memadai. Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh. Hal ini dikarenakan bioavailabilitas yang rendah atau kurangnya asupan pangan yang berasal dari hewani (heme). Zat besi yang berasal dari hewani (heme) penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorpsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati (non heme). Bioavabilitas non heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan zat besi adalah fitat dan polifenol. Enhancer penyerapan zat besi antara lain vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat zat besi untuk meningkatkan absorpsi zat besi. Defisiensi zat besi merupakan salah satu defisiensi zat gizi mikro yang paling umum terjadi di dunia dan merupakan masalah gizi kurang yang banyak diderita oleh remaja (Ruel 2001). Bahkan WHO menyebutkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan terbesar di abad modern ini. Anemia karena defisiensi zat besi sangat menurunkan kapasitas kerja individual, bahkan anemia karena defisiensi zat besi dalam derajat yang ringan sekalipun dapat menurunkan kemampuan latihan fisik yang singkat tetapi intensif. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada tahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15% melebihi rata-rata prevalensi nasional (11.9%) dan prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007 terdapat pada kelompok remaja (14.2%). Berdasarkan penelitian Arumsari (2008) prevalensi anemia yang terdapat di Bekasi sekitar 32.3% remaja putri mengalami anemia ringan dan 6.0% mengalami anemia sedang dengan kadar Hb antara g/dl dan hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian sebelumnya.masalah anemia yang terjadi pada remaja putri di Bekasi, mendorong peneliti untuk mempelajari dan menganalis lebih lanjut tentang hubungan konsumsi pangan, latihan fisik dan status anemia pada remaja putri di SMPN 27 Kelurahan Sumur Batu Kota Bekasi.

18 3 Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dengan kadar hemoglobin remaja putri di SMPN 27 Bekasi. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan individu remaja putri. 2. Mengidentifikasi riwayat penyakit dan riwayat kecacingan remaja putri. 3. Mengidentifikasi kebiasaan makan dan konsumsi pangan remaja putri. 4. Mengidentifikasi kebiasaan latihan fisik remaja putri. 5. Mengidentifikasi kadar hemoglobin remaja putri. 6. Menganalisis hubungan riwayat penyakit, riwayat kecacingan dan kebiasaan makan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri. 7. Menganalisis hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin. Dalam rangka pengembangan keilmuan bidang ilmu gizi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut. Bagi pemerintah, khususnya pihak sekolah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam penentuan kebijakan di bidang pangan dan gizi serta kesehatan khususnya yang terkait dengan permasalahan anemia. Bagi orang tua agar lebih memperhatikan anak remajanya terutama dalam hal perilaku makan dan kecukupan gizi.

19 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Remaja Putri Masa remaja merupakan periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan yang panjang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi (Arisman 2004). Remaja merupakan bagian dari siklus hidup antara usia tahun. Selama masa remaja seseorang dapat mencapai 15 persen dan tinggi badan 50 persen dari berat badan saat dewasa (WHO 2006). Menurut Dwivedi dan Schultink (2006), pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi dan pengeluaran energi. Kondisi kejiwaan (psikologis) dan gaya hidup adalah penyebab yang paling umum terjadinya masalah-masalah fisik. Ruang lingkup masalah tersebut adalah kebiasaan makan yang salah (eating disorders), pemakaian dan penyalahgunaan obat-obatan serta penyakit menular seksual (Papalia & Olds 1986). Aktivitas gaya hidup remaja semuanya akan berakibat pada pola makan dan pilihan jenis makanan. Di pihak lain, globalisasi memperkenalkan mode dan gaya berpakaian, sehingga mendorong remaja untuk menurunkan berat badannya yang normal terhadap tinggi badan sehingga menjadi gizi kurang (Adiningsih 1994). Pada remaja putri, puncak pertumbuhan terjadi sekitar bulan sebelum mencapai menstruasi pertama atau sekitar usia tahun (ADB/SCN 2001). Selama remaja, kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume darah, peningkatan masa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi pada remaja putri (Beard 2000). Sebelum remaja kebutuhan Fe remaja adalah mg Fe/hari, ketika mereka sudah memasuki masa remaja, kebutuhanmeningkat menjadi 2.2 mg Fe/hari atau mungkin lebih saat menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan pertumbuhan yang cepat (growth spurt) sama seperti kematangan seksual dan terjadinya menstruasi. Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi daripada pria (Beard 2000). Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi

20 5 pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Sukandar 2007). Cicely William dalam Sukandar (2007) melaporkan studi di Afrika Barat bahwa gizi kurang tidak terjadi karena kemiskinan harta, akan tetapi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gizi keluarga khususnya gizi pada anak-anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrition Assesment Educational Project di Washington 1999 menyatakan bahwa rendahnya perhatian terhadap masalah gizi sebagian besar disebabkan oleh rendahnya pengetahuan atau pemahaman tentang gizi yang baik. Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar. Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut jawaban, sedangkan alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban, dengan demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar (Khomsan 2000). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, penerimaan terhadap makanan dan cara pemilihan bahan makanan yang dimakan sebagai reaksi fisiologi, psikologik, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Kebiasaan makanan yang baik dimulai di rumah atas bimbingan dari orang tua. Peran ibu paling berpengaruh terhadap pembentukan kebiasan makan. Kebiasan makan yang baik merupakan kebiasaan makan yang dapat

21 6 menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk merupakan kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi (Sukandar 2007). Faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar dan kenyang, ketersedian pangan, suku, budaya, status sosial ekonomi dan pendidikan. Menurut Arisman (2004), remaja cenderung memilih jenis makanan tertentu. Sikap ini terbentuk karena sifat remaja sering mencoba hal baru (terlebih jika hal tersebut mempunyai bobot religious), dan dapat melekatkan ciri khusus pada diri mereka. Konsumsi makan makanan yang mengandung cukup zat gizi sangat penting, salah satu contoh zat gizi yang penting adalah zat besi (Fe). Kekurangan zat besi pada usia remaja dapat menyebabkan di usia lanjut, anemia dan keadaan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan meningkatkan konsumsi pangan yang kaya akan zat besi (Arisman 2004). Frekuensi pangan dapat mengetahui jenis pangan yang dikonsumsi. jumlah pangan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap status besi pada remaja, hal ini dikarenakan banyaknya makanan yang masuk untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam mengetahui frekuensi pangan atau banyaknya pangan yang dikonsumsi selama seminggu, sebulan ataupun semusim dilakukan pencatatan, guna mengetahui pola konsumsi pangan sumber zat besi pada remaja. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi (Kusharto dan Sa diyyah 2006). Konsumsi Pangan dan Gizi Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung kepada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan

22 7 psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996). Madanijah (2004) mengartikan pola konsumsi pangan sebagai susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Sedangkan menurut Departemen Pertanian pola konsumsi pangan diartikan sebagai sejumlah makanan dan minuman yang dimakan atau diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hayati (Deptan 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan antara lain: faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio-budaya dan religi (Madanijah 2004). Tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi (Sedioetama1996). Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Tingkat konsumsi adalah perbandingan antara tingkat konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Angka yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis (WNPG 2004). Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) dalam Sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79%AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) kelebihan ( 120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup ( 77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Konsumsi dan Kecukupan Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein danlemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang

23 8 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO- WHO (2001) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Nilai kecukupan energi menurut WNPG (2004) untuk wanita usia tahun adalah 2350 kkal. Konsumsi dan Kecukupan Protein Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembentukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno 1997). Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Sedangkan fungsi protein yang lainnya adalah mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh (Almatsier 2002). Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi dua bagian, yaitu protein hewani dan nabati. Nilai kecukupan protein untuk wanita berusia tahun adalah 57 gram (WNPG 2004). Konsumsi dan Kecukupan Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekusor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wotel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier 2002). Vitamin A berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2002). Nilai kecukupan vitamin A menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia tahun adalah 600 RE. Konsumsi dan Kecukupan Vitamin C Menurut Almatsier (2002) vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Pada keadaan kering vitamin C cukup stabil, akan tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C berperan penting dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi

24 9 dalam bentuk nonheme dapat meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Nilai kecukupan vitamin C menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia tahun adalah 65 mg. Konsumsi dan Kecukupan Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan salah satu zat gizi yang termasuk ke dalam golongan mineral mikro. Pada umumnya, zat besi berperan pada proses respirasi dalam sel. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, dan enzim katalase serta peroksidase disusun oleh mikro mineral tersebut (Karyadi & Muhilal 1985). Keberadaan zat besi di dalam tubuh sangat kecil, yaitu 35 mg per kg berat badan wanita dan 50 mg per kg berat badan pria (Winarno 1977). Zat besi disebut sebagai zat gizi mikro karena dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sangat kecil, dalam satuan mikrogram atau milligram per hari (Soekirman 2000). Sebanyak mg zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin dalam sehari. Besi yang diperlukan ini berasal dari penyerapan makanan dan penggunaan cadangan besi di dalam tubuh (International Nutrition Anemia Consultative Group 1981 dalam Siagan, Kusno & Subandriyo 1996). Angka kecukupan besi pada wanita berumur tahun adalah 26 mg (WNPG 2004). Budiyanto (2002) menyatakan bahwa telur, daging, ikan, hati, bayam, sayuran hijau dan kacang-kacangan merupakan sumber zat besi dalam makanan yang berperan dalam metabolisme pembentukan hemoglobin. Zat besi yang berperan membentuk Hb dalam metabolisme tubuh mempunyai peranan dalam proses berpikir atau proses penalaran serta daya konsentrasi (Muhilal & Karyadi 1985). Besi dalam makanan berada di ikatan ferri maupun ferro. Ikatan fero yang umumnya terdapat dalam pangan hewani lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus (Suhardjo & Kusharto 1988). Penyerapan besi di dalam saluran pencernaan yang direduksi dari bentuk ferri (Fe +++ ) menjadi ferro (Fe ++ ) akan lebih mudah dengan kehadiran vitamin C dan asam amino (Winarno 1977). Persentase penyerapan besi oleh tubuh relatif rendah dan dipengaruhi oleh bentuk besi di dalam makanan serta zat-zat yang dapat meningkatkan atau menghambat proses penyerapan. Zat besi yang ada pada pangan hewani, biasa disebut sebagai heme iron, mempunyai tingkat absorpsi yang lebih tinggi daripada non heme iron, yaitu 10-20%. Penyerapan besi yang berasal dari pangan nabati (Non heme iron) hanya 1-5% (Karyadi & Muhilal 1985).

25 10 Bahan-bahan makanan yang mengandung tannin, fitat, jenis protein tertentu dan serat makanan seperti teh, kopi, telur bagian merah dan bekatul dapat mengganggu absorpsi zat besi. Heme iron yang terdapat pada daging (mioglobin) dan darah (hemoglobin) lebih mudah diserap dan relatif tidak dipengaruhi oleh komposisi makanannya. Sedangkan non heme iron yang terdapat pada sayuran hijau, serealia dan beberapa makanan asal hewan seperti susu dan telur umumnya tidak dapat diserap dengan baik. Absorpsi zat besi non heme dipengaruhi oleh zat-zat lain yang terdapat bersamaan dalam suatu hidangan makanan seperti misalnya kehadiran vitamin C yang turut membantu penyerapan Fe dan adanya fitat ataupun kalsium fostat yang menghambat penyerapan Fe (Pudjiadi 2000). Alkohol mencegah hemoglobin melepaskan oksigen setelah tiba di jaringan karena alkohol melumpuhkan enzim sitokrom oksidase yang membantu terlepasnya oksigen dari hemoglobin untuk masuk ke jaringan yang kemudian oksigen tersebut diantarkan oleh mioglobin (Cooper 1980). Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang haya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10-20%. Artinya bahwa Fe pangan asal hewani lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati. Keanekaragaman konsumsi makanan berperan penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain dari mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kebutuhan vitamin A, karena makanan sumber zat besi biasanya juga merupakan sumber vitamin A. Metode Pengukuran dan Penilaian Konsumsi Pangan Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perseorangan atau kelompok adalah survey konsumsi makanan. Penilaian konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Tujuan penilaian konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat individu, kelompok

26 11 dan rumah tangga serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa 2002). Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka pengukuran konsumsi makanan terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Metode kualitatif yang diantaranya adalah frekuensi makan, dietary history, metode telepon dan pendaftaran makanan (food list). 2. Metode kuantitatif diantaranya adalah metode recall 24 jam, perkiraan makanan, penimbangan makanan metode food account, metode inventaris (inventorymethod) dan pencatatan (household food records). Sedangkan menurut Gibson (2005) metode pengukuran konsumsi untuk individu antara lain: 1. Metode recall 24 jam 2. Estimated food records 3. Metode penimbangan makanan (food weighing) 4. Metode dietary history 5. Metode frekuensi makanan (food frequency) Penilaian konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penilaian konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Penilaian konsumsi pangan dengan Food Frequency Questionnaire termasuk ke dalam metode kualitatif. Food Frequency Questionnaire adalah metode memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Melalui Food Frequency Questionnaire dapat diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatan lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi (Supariasa 2002). FFQ sering dilengkapi dengan ukuran khas setiap porsi dan jenis makanan untuk memperoleh asupan gizi secara relatif atau mutlak. Karena itu FFQ tidak jarang ditulis sebagai riwayat pangan semikuantitatif (semiquantitative food history). Asupan zat gizi secara keseluruhan diperoleh dengan jalan menjumlahkan kandungan zat gizi masing-masing pangan. Sebagian FFQ

27 12 memasukkan pertanyaan tentang bagaimana makanan biasanya diolah, penggunaan makanan suplemen, serta makanan bermerek lain (Arisman 2004). Kelebihan metode food frequency, antara lain: relatif murah, sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak butuh latihan khusus dan dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Kekurangannya, antara lain: tidak dapat menghitung intake zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, membuat pewawancara bosan dan responden harus jujur serta memiliki motivasi tinggi (Supariasa 2002). Prinsip metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Responden harus menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin) (Supariasa et al 2002). Metode recall adalah metode penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan, biasanya 1-3 hari dari waktu wawancara. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2000). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. (Supariasa et al. 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997 dalam Supariasa et al. 2002). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan dan Konsumsi Pangan Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Besar keluarga juga mempengaruhi jumlah dan

28 13 ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga (Kartasapoetra & Marsetyo 2008). Berg (2006) menjelaskan, bahwa jumlah anak yang mengalami kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggotakan banyak lima kali besar dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anggota lebih sedikit. Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang ada dalam masa pertumbuhan termasuk remaja memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada orang yang lebih tua (Suhardjo 1996). Pendidikan Orang tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Selain itu, meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan (Fikawati & Syafiq 2009). PekerjaanOrang Tua Besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan ini akan digunakan untuk membeli makanan. Selain itu tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga (Soekirman 2000). Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain seperti pendidikan, perumahan, kesehatan

29 14 dan lain-lain. Jumlah pendapatan yang diperoleh dan menggambarkan besar daya beli seseorang. Cotento (2006) menyatakan jumlah uang yang dikeluarkan untuk pangan bergantung pada tingkatan pendapatan. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besat peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Anemia Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah atau subnormal. Karena kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang, maka individu akan terlihat pucat atau kekurangan tenaga (Ethel 2003). Anemia gizi adalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Depkes 1998). Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah besi tidak adekuat atau tidak dapat diakses atau kekurangan asam folat, vitamin B 12 atau globulin. Hemoglobin adalah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran (Brody 1994). Berat molekul total hemoglobin adal (Dallman 1986 diacu dalam Riyadi). Menurut WHO (2001), batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun ke atas adalah kurang dari 12 g/dl. Menurut ACC/SCN (1991), anemia dapat digolongkan menjadi tiga: Tabel 1 Penggolongan anemia menurut kadar Hb Anemia Hb (g/dl) Ringan Sedang Berat < 7.0 Sumber: ACC/SCN (1991) Menurut Depkes (1998), Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dan meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah: (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2)

30 15 penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing pita atau cacing tambang atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi (Biesalski dan Erhardt 2007). Menurut Gleason dan Scrimshaw (2007), defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi terlalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berintreraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi. Pada negara berkembang, prevalensi anemia remaja putri adalah 17-89%. Rendahnya kondisi sosial ekonomi, asupan zat besi yang rendah, penyakit infeksi (malaria, cacingan dan schistosomiasis) dan menstruasi adalah faktorfaktor penyebab anemia pada remaja. Anemia menimbulkan banyak hal yang tidak menguntungkan pada remaja putri, terutama pada usia sekolah, anemia dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar dan aktivitas fisik (Dillon 2005). Metode yang sering digunakan untuk pengukuran hemoglobin adalah metode cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan International Commite for Standarduzation in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltfus dan Dreyflus 1998 diacu dalam Basri). Untuk memperkirakan prevalensi anemia dengan mengukur gemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin, mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 82.4% dan 94% (Basri 2011). Faktor Risiko Anemia Riwayat Penyakit Status kesehatan seseorang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dalam melawan berbagai jenis penyakit. Menurut Permaesih dan Herman (2005), anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terkena infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thumham dan Northrop-Clewes 2007). Jika terjadi infestasi parasit, schistosomiasis dan trauma dapat menyebabkan kehilangan darah serta terjadinya defisiensi besi yang berakibat terhadap sistem imun (Arisman 2004). Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada

31 16 populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun (WHO 2001). Penyakit infeksi seperti malaria dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb yang terjadi akibat hemolisis intravaskuler. Hasil penelitian Dreyfuss et al. (2000) yang dilakukan terhadap wanita hamil di Nepal terdapat bukti bahwa malaria berhubungan dengan defisiensi besi. Walaupun hasil penelitian Veryana (2004) sebagian besar (0,9%) remaja putri di Kota Bekasi tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia seperti malaria, tuberculosis dan kecacingan. Berbeda dengan hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan sakit yang diderita contoh baik satu tahun atau satu bulan sebelumnya berhubungan secara bermakna dengan status anemia. Penyakit infeksi terutama malaria, kecacingan dan infeksi lainnya seperti tuberculosis merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi terhadap tingginya prevalensi anemia di banyak populasi (WHO 2004). Riwayat Kecacingan Berdasarkan penelitian Veryana (2004), menyatakan bahwa 83.0% siswa sekolah di wilayah TPA Bantar Gebang Bekasi mengalami kecacingan. Cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan usus yang memicu kehilangan darah. Adanya infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang mengakibatkan terjadinya pendarahan pada dinding usus, walaupun infeksi yang ditimbulkan tidak besar (sedikit) dapat menyebabkan kehilangan darah ataupun zat besi. Intensitas infeksi cacing tambang yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi bervariasi menurut spesies dan status zat besi dalam tubuh. Spesies cacing tambang yang menyebabkan banyak kehilangan darah adalah Ancylostoma duodenale (Dreyfuss et al. 2000). Cacing tambang dapat menginfeksi seseorang baik secara pasif melalui makanan dan aktif melalui kulit. Faktor yang menyebabkan timbulnya masalah infeksi adalah kuku siswa yang kotor, adanya kebiasaan mengkonsumsi jajanan yang kotor serta kebiasaan tidak memakai alas kaki (Veryana 2004). Menurut Dreyfuss et al (2000), adanya infeksi cacing dapat menyebabkan pendarahan pada usus, meskipun sedikit tetapi terjadi secara terus menerus sehingga dapat mengakibatkan kehilangan darah. Selain itu, infeksi yang disebakan oleh cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah antara cc/hari, tergantung dari beratnya infestasi (Arisman 2004). Gejala dan ciri cacingan menurut (Veryana 2004) adalah wajah agak pucat, lesu dan kurang bergairah; kurus dan

32 17 perut agak buncit; berat badan tidak bertambah walaupun nafsu makan tidak berkurang; pada anak (bayi) tampak gelisah di malam hari dan sering garukgaruk pantat (bagian anus); sering mengalami gangguan lambung, mulas, diare atau sulit buang air besar (seperti gejala penyakit maag). Menstruasi Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Usia menstruasi pertama kali yang dialami seorang wanita sering disebut dengan istilah menarche. Usia pertama kali menstruasi remaja putri di Indonesia berkisar antara usia 12 hingga 14 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Batubara, Soesanti dan Van de waal (2010), menarche termuda di Indonesia adalah remaja berumur 9 tahun dan menarche tertua berumur 18 tahun. Jika darah yang keluar selama menstruasi berlangsung sangat banyak dapat menyebabkan terjadi anemia defisiensi zat besi (Arisman 2004). Beberapa penelitian membuktikan bahwa jumlah darah yang hilang selama periode haid berkisar antara cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar mg/bulan, atau sama dengan mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg/hari (Arisman 2004). Remaja putri membutuhkan zat besi paling banyak yang digunakan untuk mengganti besi yang terbuang bersama dengan darah haid, untuk menopang pertumbuhan serta pematangan seksual. Rata-rata kebutuhan zat besi pada remaja putri berkisar antara mg yang digunakan untuk mengganti besi yang hilang secara basal ( mg/hari) dan haid ( mg/hari). Ratarata lama menstruasi antara 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal. Sedangkan frekuensi menstruasi menggambarkan keteraturan menstruasi seorang wanita setiap bulannya. Frekuensi menstruasi dibedakan menjadi rendah (2-3bulan sekali), normal (sebulan sekali), dan tinggi (sebulan dua kali). Banyaknya darah yang keluar dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita banyaknya pengeluaran darah dan lamanya menstruasi bisa berbeda-beda dari bulan ke bulan. Perbedaan lama menstruasi merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain faktor stress, perubahan berat badan, olah raga yang berlebihan dan keluhan menstruasi (Affandi 1990).

33 18 Menurut Pearce (1992), panjang masa siklus menstruasi rata-rata 28 hari, 14 hari persiapan untuk ovulasi dan 14 hari selanjutnya endometrium disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi kira-kira pada hari ke-21. Bila hanya ovum yang tidak dibuahi yang tiba dalam uterus maka pada hari ke-28 endometrium runtuh dan mentruasi pun terjadi dan siklus diulang sekali lagi. Ganong (2005), menyatakan bahwa lama siklus menstruasi pada wanita sangat bervariasi, namun rata-rata adalah 28 hari dari permulaan masa menstruasi ke permulaan menstruasi berikutnya. Menurut Sundardas (2001) menyatakan bahwa lama siklus menstruasi adalah 24 sampai 27 hari, namun 21 hari pun masih dianggap normal. Aktivitas Fisik Menurut Michael, Margetts, Kearney dan Arab (2005), aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku manusia dibandingkan kelas perilaku dan secara teoritis, meliputi semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari marathon. Meskipun bersifat perilaku, aktivitas fisik mempunyai konsekuensi biologis. Aktivitas fisik adalah semua aktivitas selama bekerja, aktivitas pada waktu senggang termasuk aktivitas olahraga (Freestone et al. 2003). Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Tubuh yang sehat akan mampu melakukan aktivitas secara optimal. Sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi yang cukup, mempunyai dampak positif terhadap kesehatan badan. Aktivitas fisik (termasuk olahraga) dan masukan zat gizi mempunyai dampak yang sinergis terhadap kesegaran jasmani (Hurlock 1999). Menurut Harper (1984) dalam Widaranita (2004) Aktivitas fisik mempengaruhi lebih banyak pengeluaran energi dibandingkan dengan ukuran tubuh. Makin banyak seseorang aktif secara fisik, maka makin banyak energi yang diperlukan. Dengan demikian, untuk melakukan kegiatan fisik yang sama, orang yang bertubuh besar menggunakan lebih banyak energi daripada yang bertubuh kecil, karena untuk menggerakkan tubuh tersebut seseorang yang lebih besar memerlukan energi yang lebih banyak. Aktivitas pada remaja juga semakin meningkat dan sering disertai denganperubahan pola konsumsi pangan. Puncak aktivitas seseorang terjadi pada masaremaja. Pada masa ini, umumnya seseorang sangat sibuk dengan kegiatan, baikyang kurikuler (kegiatan akademis) maupun kegiatan non-kurikuler

34 19 (di luar kegiatan akademis). Kegiatan kurikuler yang dilakukan antara lain adalah kegiatan belajar, mengerjakan tugas-tugas, dan kegiatan yang serupa, sedangkan kegiatan non-kurikuler meliputi kegiatan bermain, olahraga, serta kegiatan fisik lainnya. Pada umumnya remaja laki-laki memiliki proporsi kegiatan yang lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Kondisi seperti ini sangat memerlukan asupan gizi yang tinggi dan berkualitas (Suryono 2007). Latihan Fisik Latihan adalah istilah yang menggambarkan kegiatan yang memiliki atau meningkatkan fitur berikut: kapasitas aerobik (asupan oksigen seseorang), kekuatan otot, daya tahan, fleksibilitas, dan komposisi tubuh (seperti indeks massa tubuh seseorang) (NICHD 2011). Latihan fisik dalam pelaksanaannya lebih difokuskan kepada proses pembinaan kondisi fisik seseorang. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi fungsional seseorang dan mengembangkan kemampuan biomotor ke derajat yang lebih tinggi. Melalui latihan kondisi fisik kebugaran jasmani seseorang dapat dipertahankan atau ditingkatkan baik yang berhubungan dengan keterampilan maupun dengan kesehatan secara umum. Menurut NICHD (2011), orang dewasa berumur 18 tahun dan lebih, membutuhkan 30 menit untuk melakukan latihan fisik dalam lima hari atau lebih dalam seminggu untuk menjaga kesehatan. Sedangkan, anak-anak dan remaja membutuhkan 60 menit aktivitas dalam sehari untuk kesehatan mereka. Frekuensi latihan adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam jangka waktu seminggu dan dilakukan secara berulang. Menurut Moelyono WS (1991) frekuensi latihan sangat berhubungan erat dengan intensitas latihan dan lama latihan. Kebugaran jasmani sebagai penentu ukuran kemampuan fisik seseorang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Makin tinggi kesegaran jasmani seseorang, makin tinggi pula kemampuan kerja fisiknya. Latihan kondisi fisik adalah proses memperkembangkan kemampuan aktivitas gerak jasmani yang dilakukan secara sistematik dan ditingkatkan secara progresif untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani agar tercapai kemampuan kerja fisik yang optimal. Apabila kondisi fisik baik, maka akan ada peningkatan dalam kemampuan sirkulasi dan kinerja jantung. Anemia dapat mengganggu latihan fisik karena konsentrasi hemoglobin yang berkurang dikaitkan dengan kandungan oksigen darah yang berkurang.

35 20 Seperti penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan linier dalam konsumsi oksigen maksimal (VO 2 max) dan kapasitas latihan fisik akan mengalami penurunan (Woodson 1984; Weaver 1992). Laktat yang meningkat setelah latihan dan bertahan lebih lama sebagai dampak penurunan hemoglobin menunjukkan kapasitas aerobik berkurang. Pate (2003) menyatakan bahwa konsentrasi hemoglobin untuk pengiriman oksigen yang optimal harus melebihi g/l.

36 21 KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik contoh meliputi umur, pengetahuan, status gizi, usia menstruasi, frekuensi menstruasi dan lama menstruasi dapat mempengaruhi kebiasaan makan, baik dalam frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan. Masa remaja adalah masa transisi yang sangat penting untuk kehidupan selanjutnya, namun banyak remaja yang tidak melewati masa ini dengan optimal. Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi. Selain perubahan fisik karena bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh, juga terjadi perubahan hormonal. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi kebutuhan gizi dari makanan mereka. Jika kebutuhan gizi mereka kurang tercukupi, maka akan terjadi defisiensi zat gizi dan mempengaruhi kesehatannya. Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan orang tua dapat mempengaruhi pola konsumsi. Pendapatan orang tua mempengaruhi daya beli contoh terhadap pangan sehingga pendapatan berhubungan langsung dengan pola konsumsi pangan. Karakteristik keluarga akan mempengaruhi kebiaasan makan individu dan pola konsumsi pangan yang baik. Pengetahuan gizi dan umur merupakan karakteristik remaja sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan dan pola konsumsi pangan yang akan berpengaruh terhadap status gizi serta status anemia. Pola konsumsi dapat dihitung dengan menggunakan cara FFQ, recall dan records. Secara garis besar, status anemia dipengaruhi oleh empat variabel utama, yaitu infeksi, konsumsi pangan, keadaan fisiologi dan pengeluaran zat besi oleh tubuh. Variabel infeksi dipengaruhi oleh riwayat penyakit individu dan kebiasaan hidup sehat yang diterapkan. Riwayat penyakit yang dimaksud, misalnya pernah tidaknya menderita penyakit tuberculosis, malaria dan cacing. Variabel konsumsi pangan sumber heme yang tinggi atau rendah dapat menjadi faktor risiko status anemia remaja putri. Variabel keadaan fisiologi seseorang seperti usia dan status gizi juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya anemia. Variabel terakhir yang memungkinkan untuk menjadi faktor risiko terjadinya anemia adalah latihan fisik.

37 22 Karakteristik Contoh: Usia Pengetahuan Status gizi Lama menstruasi Usia menstruasi Frekuensi menstruasi Karakteristik Keluarga: Pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Pendapatan orangtua Pengetahuan Gizi Kebiasaan Makan Riwayat Penyakit dan Riwayat Kecacingan Konsumsi Pangan Latihan Fisik Kadar Hemoglobin Keterangan: = Variabel yang diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis Gambar1Kerangka pikir hubungan antara konsumsi pangan, latihan fisik dan kadar hemoglobin.

38 23 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 27 Bekasi dengan contoh siswa remaja putri. Penentuan lokasi ini dengan alasan karena tempat tersebut dekat dengan penampungan sampah, yaitu daerah Bantar Gebang, sedangkan penentuan kelompok contoh didasarkan pada pertimbangan usia menarche.penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember Penelitian ini mengkaji tentang hubungan konsumsi pangan, kebiasaan latihan fisik dan kadar hemoglobin pada remaja putri. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putrikelas VIIIdi SMPN 27 Bekasi. Contoh penelitian dipilih dengan cara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan 1) remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi, 2) bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, 3) bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian, 4) tidak memiliki riwayat penyakit kronis yang harus rutin ke pelayanan kesehatan atau dokter, 5) sudah mengalami menstruasi, 6) tidak sedang mengkonsumsi secara rutin obatobatan tertentu dan 7) tidak dalam keadaan hamil. Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan asumsi power of study 95%, presisi 10% dan prevalensi anemia pada remaja putri yang terjadi di Bekasi sebesar 38.3%, dengan menggunakan rumus study cross sectional menurut Lemeshowb, et al.(1997) sehingga didapatkan 90 orang. Berikut ini adalah perhitungan sampel: n = Z2 pq d 2 = Z2 p(1 p) d 2 n = ( ) = Keterangan: n = jumlah sampel minimal yang diperlukan q = 1 p α = derajat kepercayaan(α = 0.05 = 1.96) Z = nilai standar pada distribusi p = prevalensi anemia remaja putri di Bekasi 38.3% d = presisi/batas kevalidan yang diinginkan pada populasi Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Karakteristik contoh meliputi umur, berat badan, tinggi badan dan

39 24 menstruasi didapatkan dengan cara pengisian kuesioner, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga didapatkan dengan cara pengisian kuesioner. Data kebiasaan makan dan konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode Semiquantitative Food Frequency Questionaire. Data sekunder yang digunakan meliputi kondisi umum Bantar Gebang yang didapatkan dari Kantor Kecamatan Bantar Gebang dan gambaran umum SMP Negeri 27 Bekasi. Rincian cara pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Cara pengumpulan data dan penelitian No Variabel Jenis data Cara pengumpulan data Karakteristik keluarga : Wawancara dengan alat bantu - Pendidikan orangtua kuisioner Primer - Pekerjaan orangtua - Pendapatan keluarga Karakteristik individu : - Usia - Pengetahuan gizi - Menstruasi Riwayat penyakit dan kecacingan Kebiasan makan Konsumsi pangan Primer Primer Primer Primer 4 Latihan Fisik Primer 5 Kadar Hemoglobin Primer 6 Status gizi (IMT) Primer 7 Keadaan umum Bantar Gebang Keadaan umum SMPN 27 Bekasi Sekunder Sekunder Wawancara dengan alat bantu kuisioner Wawancara dengan alat bantu kuisioner Wawancara dengan alat bantu kuisioner Self-reported dengan alat bantu kuisioner Wawancara dengan alat bantu kuisioner Pemeriksaan darah secara biokimia di laboratorium Pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung dengan menggunakan timbangan injak dan microtoise Data Kecamatan Bantar Gebang Bekasi Data administrasi sekolah Data status gizi diketahui melalui pengukuran tubuh, yaitu berat badan dan tinggi badan, kemudian dihitung dengan cara pengukuran indeks massa tubuh per umur (IMT/U) dengan menggunakan program WHO AntroPlus. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah oleh petugas Parahita Diagnostical Center yang kemudian dilakukan pengukuran biokimia darah dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin untuk menentukan konsentrasi hemoglobin.

40 25 Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder kemudian diolah dan dianalisis secara statistik. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entrydan analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensia. Data dianalisis secara deskriptif dengan melihat distribusi frekuensi, nilai maksimum, nilai minimum, standar deviasi, nilai tengah dan rata-rata variabel penelitian (karakteristik contoh, karakteristik keluarga, status gizi, konsumsi pangan, kadar hemoglobin dan kebiasaan latihan fisik). Data karakteristik contoh yang ditentukan adalah umur yang dikelompokan berdasarkan sebaran contoh, data status gizi contoh dihitung dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dengan menggunakan program WHO AntroPlus. Data riwayat penyakit diperoleh dari riwayat kesehatan dan riwayat kecacingan. Data kadar hemoglobin diperoleh dari hasil analisis laboratorium. Data karakteristik keluarga yang dianalisis meliputi: data pendidikan orangtua dikelompokkan berdasarkan Balitbangkes (2010) yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma/sederajat dan Sarjana/sederajat. Data pekerjaan orangtua dikelompokkan berdasarkan sebaran contoh yaitu PNS, swasta, petani/buruh tani, wiraswasta dan lainnya. Data tingkat pendapatan orangtua akan diolah dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diperoleh responden dalam sebulan yang berasal dari gaji dan berbagai sumber lain. Hasil penjumlahan akan digunakan untuk menghitung pendapatan perkapita per bulan. Pendapatan perkapita per bulan merupakan hasil dari pembagian jumlah pendapatan orangtua setiap bulannya dengan jumlah anggota keluarga. Hasil yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan miskin dan tidak miskin. Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar ( 7 orang), yang akan disajikan secara deskriptif. Data pengetahuan siswa tentang pola konsumsi pangan diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan akan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab salah. Selanjutnya total nilai pengetahuan siswa dikategorikan menjadi pengetahuan kurang yaitu jika skor <60%, pengetahuan sedang jika skor 60%-80% dan pengetahuan baik jika skor >80% (Khomsan 2000).

41 26 Usia pertama kali contoh mengalami menstruasi (menarche) dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) 9-10 tahun, 2) tahun, 3) tahun. Lama menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) <3 hari, 2) 3-7 hari, 3) >8 hari. Frekuensi menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) 2-3 bulan sekali, 2) sebulan sekali, 3) sebulan 2 kali. Rincian pengelompokan dan pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3Karakteristik dan kategori variabel penelitian No. Variabel Kelompok Sumber 1. Usia remaja putri tahun WNPG (2004) 2. Pendidikan orang tua SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma/sederajat da Sarjana/sederajat Balitbangkes (2010) 3. Menarche 9-10 tahun, tahun,13-14 tahun Slamet (1993) 4. Lama menstruasi <3 hari, 3-7 hari, >8 hari Affandi (1990) 5. Frekuens menstruasi 2-3 bulan sekali, sebulan sekali, sebulan Affandi (1990) 2 kali. 6. Pekerjaan orang tua PNS, Swasta, Petani, Wiraswasta, dan lainnya. Slamet (1993) 7. BPS Jawa Barat Pendapatan keluarga Garis Kemiskinan: Rp (2012) 8. Besar keluarga Kecil ( 4 orang), Sedang (5-6 orang) Hurlock (1999) dan Besar >7 orang 9. Pengetahuan Kurang (<60%), Sedang (60%-80%) dan Khomsan (2000) Baik(>80%) 10. Status gizi siswa Sangat kurus (<-3 SD), Kurus (-3 SD z WHO 2007 berdasarkan IMT <-2 SD), Normal (-2 SD z +1 SD), Overweight (+1 SD < z +2 SD) dan Obese(>+2 SD). 11. Status anemia Kurang <12.0 g/dl dan normal >12.0 g/dl AC/SCN Kebiasaan makan Baik (47-53), Cukup (41-46), Kurang (35- Slamet (1993) 13. Frekuensi konsumsi pangan 14. Tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan zat besi. 40) Tidak pernah (0 hari/minggu), Jarang (1-2 hari/minggu), Kadang (3-4 hari/minggu), Selalu (5-7 hari/minggu) Defisit tingkat berat (< 70% kebutuhan), Defisit tingkat sedang (70-79% kebutuhan), Defisit tingkat ringan (80-89% kebutuhan), Normal (90-119% kebutuhan), Lebih ( 120% kebutuhan) 15. Aktivitas Fisik PA = 1.0 (Sedentary), PA = 1.16 (Low active), PA = 1.31 (Active), PA = 1.48 (Low active) 16. Frekuensi olahraga Kurang (1 kali/minggu), Baik ( 2-3 kali/minggu), Sangat baik (>3 kali/minggu) 17. Durasi Olahaga Kurang (<30 menit), Baik (30-60 menit ), Sangat baik (>60 menit) Briawan (2008) Depkes 1996 Krause Nutrition Therapy (2001) Slamet (1993) Slamet (1993) Data kebiasaan makan contoh diukur menggunakan kuisoner yang terdiri dari 25 pertanyaan, dengan melihat kebiasan sarapan, kebiasaan konsumsi jajanan, suplemen, lauk nabati, lauk hewani, sayuran, buah-buahan, minum air putih, teh dan kopi, serta makanan pantangan. Hasil kebiasaan makan contoh memiliki skor nilai 3 untuk jawaban Ya dan 1 untuk jawaban tidak, serta nilai 1

42 27 untuk jawaban dengan kategori rendah, 2 sedang dan 3 untuk nilai tinggi. Data pola konsumsi pangan dikategorikan menurut frekuensi konsumsi selama seminggu, yaitu tidak pernah, jarang (kurang dari 3 kali), kadang-kadang (3-5 kali) dan selalu (lebih dari 5 kali) (Briawan 2008), yang terdapat dalam food frequency questionnaire. Data konsumsi pangan dihitung kandungan gizi, tingkat konsumsi dari masing-masing jenis pangan dengan menggunakan rumus menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) sebagai berikut: Kej = Bj x BDDj x Gj Keterangan: Kej : Kandungan energi dari bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD) Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual siswa yang dibandingkan dengan berat badan standar yang terdapat dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG). Nilai standar yang menyatakan apakah siswa tersebut telah mengkonsumsi gizi yang cukup, kurang atau lebih yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), kurang (<90%), cukup (90-119%), dan lebih ( 120%) (Depkes 1996). Tingkat konsumsi zat gizi siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994). TKGi = Ki x 100% AKGi Keterangan: TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i AKGi : Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode recall 1x24 jam yang dilakukan selama 3 hari, yaitu hari olahraga, hari sekolah, dan hari libur. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Actiyity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut: PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan: PAL = tingkat aktivitas fisik PAR = jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu Tingkat aktivitas fisik kemudian dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu sedentary, low active, active, dan very active. Jenis aktivitas fisik yang

43 28 digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada Institute of Medicine, Food and Nutrition Board dalam Krause Nutrition Therapy (2001) dengan nilai PAR yang berbeda setiap jenis kegiatan kkal per menitnya. Berikut adalah kategori tingkat aktivitas fisik: PA = 1.0 if PAL is estimated to be 1.0 < 1.4 (Sedentary) PA = 1.16 if PAL is estimated to be 1.4 < 1.6 (Low active) PA = 1.31 if PAL is estimated to be 1.4 < 1.6 (Active) PA = 1.48 if PAL is estimated to be 1.4 < 1.6 (Very active) Setelah diketahui nilai tingkat aktivitas fisik, Nilai PAR yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Kode Jenis Aktivitas Fisik PAR PAL 1 Tidur 1 PAL 2 Kebersihan diri 2.3 PAL 3 Berpakaian 3.3 PAL 4 Ibadah/membaca/berdiri 1.5 PAL 5 Makan dan minum 1.6 PAL 6 Berbaring/duduk diam 1.2 PAL 7 Nonton televisi 1.72 PAL 8 Maen games 1.75 PAL 9 Mendengarkan radio/ musik 1.43 PAL 10 Naik Angkot 1.2 PAL 11 Jalan lambat 3 PAL 12 Belajar 1.4 PAL 13 Rapihkan Buku 3.4 PAL 14 Mengetik 1.8 PAL 15 Berjalan-jalan 2.5 PAL 16 Berenang 9 PAL 17 Bersepeda 3.6 PAL 18 Berlari teratur 6.55 PAL 19 Main basket 7.74 PAL 20 Menari 5.09 PAL 21 Seterika 3.5 PAL 22 Beres-beres rumah/cuci baju 2.8 PAL 23 Menjemur 4.4 PAL 24 Cuci piring 1.7 PAL 25 Belanja 4.6 PAL 26 Masak 2.4 PAL 27 Menjaga anak 2.5 Sumber: FAO/WHO/UNU (2001) Data kebiasaan olahraga terdiri dari kebiasaan berolahraga dalam seminggu terakhir, frekuensi berolahraga dalam seminggu, durasi dalam satu kali olahraga dan jenis olahraga yang dilakukan. Frekuensi olahraga dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1 kali/minggu, 2-3 kali/minggu dan >3 kali/minggu. Durasi olahraga dikelompokkan menjadi 3, yaitu <30 menit, menit dan >60 menit. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif.

44 29 Setelah melakukan pemeriksaan/validasi data, pengkodean, rekapitulasi dan tabulasi, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16 for Windows. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Kolerasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan konsumsi pangan dan kebiasaan latihan fisik dengan kadar hemoglobin.teknik korelasi ini dilakukan untuk mencari hubungan dua variabel bila data kedua variabel tersebut berbentuk ordinal atau berjenjang dan dapat berasal dari sumber yang tidak sama. Derajat korelasi dapat dicari dengan menggunakan koefesien kolerasi Rank Spearman dengan rumus: ρ = 1 6 Σb 1 2 n(n 2 1) Keterangan: = Korelasi spearma (dibaca: rho) b 1 = beda antara dua pengamatan berpasangan n = total pengamatan (-) = jika nilai suatu variabel naik sedangkan nilai variabel yang lain menurun (+) = jika nilai suatu variabel naik dan diikuti dengan menaiknya variabel lain. Ada beberapa syarat dalam menghitung koefesien kolerasi, yaitu jumlah variabel harus sama atau kedua nilai variabel harus berpasangan. Secara relatif semakin besar koefesien kolerasi semakin tinggi pula derajat hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya, secara relatif semakin kecil koefesien kolerasi maka semakin rendah pula derajat hubungan antara kedua variabel. Nilai apabila mendekati +1 atau -1 menunjukan hubungan antara kedua peubah itu kuat dan dikatakan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya, akan tetapi apabila r mendekati nol maka hubungan linear antara variabel sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali. Nilai signifikasi ditunjukan dengan nilai p (sig 2-tailed) dengan selang kepercayaan (z) 95% dan nilai kesalahan 5%. Nilai signifikan apabila p<0.05 dan tidak signifikan apabila p>0.05 (Walpole 1993). Definisi Operasional Remaja putri adalah siswi yang berumur tahun di SMPN 27 Bekasi. Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan atau pemahaman contoh terhadap zat gizi, sumber zat gizi, anemia, dan PHBS yang diketahui melalui hasil test dengan menjawab 20 soal pertanyaan multiple choice. Usia menarche adalah usia saat pertama kali contoh mengalami menstruasi. Lama menstruasi adalah lamanya menstruasi remaja putri yang berlangsung dalam satu periode siklus menstruasi.

45 30 Frekuensi menstruasi adalah durasi menstruasi yang dialami contoh menggambarkan keteraturan menstruasi yang dialami. Karakteristik sosial ekonomi keluarga adalah ciri khas yang dimiliki keluarga berupa pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga,pendapatan dan alokasi pengeluaran. Besar keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dirumah dan tercantum dalam kartu keluarga dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Pendidikan adalah jenjang pendidikan yang ditempuh dalam kurun waktu tertentu. Pekerjaan utama adalah aktivitas utama dengan curahan waktu terbesaryang dilakukan oleh orangtua contoh untuk memenuhi kebutuhan keluarga contoh. Pendapatan keluarga adalah total pendapatan keluarga yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan seluruh anggota keluarga dalam bentuk uang dalam sebulan. Riwayat kecacingan adalah keadaan kecacingan yang pernah dialami oleh contoh yang berhubungan dengan kejadian anemia dan dilihat secara fisik seperti rasa gatal pada dubur, adanya cacing pada feses dan adanya darah pada feses. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita contoh dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang berhubungan dengan kejadian anemia. Kebiasaan makan adalah tingkah laku contoh dalam memenuhi kebutuhan akan makannya yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makan. Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah konsumsi pangan contoh yang dilihat berdasarkan jenis dan frekuensi pangan sumber heme dan non heme yang dikonsumsi selama satu bulan. Tingkat kecukupan zat gizi adalah rata-rata asupan pangan sumber energi, protein, vitamin C, vitamin A dan zat besi yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Latihan fisik adalah segala bentuk kegiatan siswa yang memiliki atau meningkatkan fitur berikut: kapasitas aerobik (asupan oksigen seseorang), kekuatan otot, daya tahan, fleksibilitas, dan komposisi tubuh.

46 31 Status anemia adalah jumlah hemoglobin dalam darah yang dinyatakan dalam satuan g/dl dan dikatakan anemia apabila konsentrasi atau kadar hemoglobin darah kurang dari 12 g/dl. Status gizi yaitu keadaan tubuh contoh yang ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Masa Tubuh menurut umur (IMT/U) yang dikategorikan menjadi sangat kurus <-3 SD, kurus -3 SD z <-2 SD, normal -2 SD z +1 SD, overweight +1 SD < z +2 SD dan obese >+2 SD.

47 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penetian Kelurahan Sumur Batu Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang terdiri dari 7 rukun warga dan 41 rukun tetangga. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya, sebelah timur berbatasan dengan Desa Burangkeng, Kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Taman Rahayu, Kabupaten Bekasi dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantar Gebang. Letak kota Pemerintahan Kelurahan Sumur Batu berada di sebelah tenggara dari kota Pemerintahan Kecamatan Bantargebang dengan luas ± ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat pembuangan akhir (TPA) pemda DKI 20 ha dan Kota Bekasi 17 ha. Berdasarkan data tahun 2010, jumlah penduduk sebanyak jiwa dan jumlah kepala keluarga KK. Jumlah penduduk terendah yaitu pada kelurahan Sumur Batu sebesar 7703 jiwa. SMP Negeri 27 Bekasi SMP Negeri 27 Bekasi, terletak di Jalan Sapta Taruna komplek PU Sumur Batu Bantargebang. Sekolah ini didirikan sejak tahun 1999 dan mulai digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada tahun Saat ini Sekolah Menengah Pertama ini memiliki akreditasi A. SMP Negeri 27 Bekasi dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah yang dibantu oleh 50 guru. Jumlah siswa keseluruhan tahun ajaran adalah 1189 orang. Jumlah siswa putri sebesar 580 orang dan siswa putra sebesar 609 orang, jumlah siswapada kelas VIII adalah 381 orang dengan jumlah siswi putri sebesar 191 orang dan siswa putra sebesar 190 orang. Fasilitas yang dimiliki SMPN 27 Bekasi diantaranya: Lab IPA, gudang, kantin sekolah, musholla, perpustakaan, toilet dan koperasi. SMPN 27 Bekasi ini merupakan sekolah menengah pertama yang lokasinya berdekatan dengan TPST Bantargebang. Sebagian besar siswinya berasal dari keluarga menengah kebawah dengan pekerjaan yang bervariasi mulai dari pedagang, buruh, petani, tukang ojek, pemulung serta terdapat pula PNS dan karyawan swasta.

48 33 Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga contoh terdiri dari besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pendapatan keluarga Karakteristik Kategori n % Keluarga kecil 7 8 Besar Keluarga Keluarga sedang Keluarga besar 7 8 Total Miskin (< Rp ) Pendapatan Tidak miskin (> ) Keluarga Total Berdasarkan Tabel 5 besar keluarga dengan jumlah anggota keluarga terkecil yaitu 2 orang dan jumlah anggota keluarga terbesar yaitu sebanyak 10 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5±1.2, yang termasuk dalam kategori keluarga sedang. Berg (2006) menjelaskan, bahwa jumlah anak yang mengalami kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang ada dalam masa pertumbuhan termasuk remaja memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada orang yang lebih tua (Suhardjo 1996). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua Karakteristik Kategori Ayah Ibu n % n % SD SMP Tingkat Pendidikan SMA Orang tua Diploma Sarjana Total Karyawan Pemulung PNS Pekerjaan orangtua Pedagang IRT Lainnya Total Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Ayah dan ibu dari orangtua contoh menempuh

49 34 pendidikan minimal hingga jenjang SD. Tingkat pendidikan ayah jauh lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu. Sebagian besar tingkat pendidikan ayah (56%) dan ibu contoh (71%) terdapat pada jenjang SD. Pendidikan ayah mempengaruhi perkembangan anak dalam pengasuhan yang diberikan. Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Selain itu, meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan (Fikawati & Syafiq 2009). Pekerjaan orangtua contoh di berbagai sektor pekerjaan, antara lain karyawan, PNS, buruh (pemulung), berwiraswasta dan Ibu rumah tangga (IRT). Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (89%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain seperti pendidikan, perumahan, kesehatan dan lain-lain. Jumlah pendapatan yang diperoleh dan menggambarkan besar daya beli seseorang. Berdasarkan Tabel 5, total pendapatan keluarga contoh terendah sebesar Rp dan tertinggi sebesar Rp Pendapatan total tersebut dibagi dengan jumlah anggota keluarga untuk mendapatkan pendapatan perkapita perbulan, yaitu berkisar antara Rp sampai Rp dengan rata-rata sebesar Rp perkapita perbulan (sd = ). Apabila dibandingkan dengan Garis Kemiskinan (GK) daerah Jawa Barat pada tahun 2012, yaitu Rp /kapita/bulan. Sebagian besar pendapatan keluarga (87%) berada pada kategori miskin. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besat peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989).

50 35 Usia Karakteristik Contoh Contoh pada penelitian ini berusia tahun. Sebagian besar contoh (70%) terdapat pada usia 13 tahun. Jumlah contoh yang terendah terdapat pada usia 15 tahun, yaitu sebanyak 2 orang (2%) dan pada usia 14 tahun terdapat 14 orang (28%). Rata-rata contoh berusia 13±0.5 tahun.sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Pengetahuan Gizi Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia n % Total Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Kategori n % Kurang Sedang Baik Total Sebagian besar contoh (72%) memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang, sedangkan hanya 12.2% contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tergolong baik. Namun, masih terdapat 15.6% contoh yang termasuk dalam tingkat pengetahuan gizi kurang. Adapun rata-rata nilai dari pengetahuan gizi contoh adalah 68.4 dengan nilai minimum-maximum adalah Sebagian besar contoh memberikan jawaban yang kurang tepat pada pertanyaan mengenai pengetahuan umum gizi, sumber pangan hewani yang mengandung tinggi zat besi, sumber vitamin A dan penyebab anemia. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Parmenter dan Wardle 1999).

51 36 Usia Menstruasi Masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasilluruhnya dinding uterus (endometrium). Sedangkan, menurut Ganong (2005), menstruasi adalah perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya mukosa uterus. Kebutuhan zat besi akan meningkat pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Menstruasi contoh digambarkan oleh usia pertama kali menstruasi, lama menstruasi setiap periodenya dan frekuensi menstruasi. Menarche atau menstruasi pertama merupakan salah satu perubahan pubertas yang pasti dialami setiap remaja putri (Ganong 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Batubara, Soesanti dan Van de waal (2010), menarche termuda di Indonesia adalah remaja berumur 9 tahun dan menarche tertua berumur 18 tahun. Penurunan usia pertama kali menstruasi mungkin mencerminkan status gizi yang lebih baik dan membaiknya kesehatan umum. Sebagian besar contoh (67%) mengalami menstruasi pertama kali pada usia tahun. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia pertama kali menstruasi Usia n % 9-11 tahun tahun > Total Lama Menstruasi Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada pula antara 1-2 hari dan bervariasi pada setiap wanita dalam hidupnya. Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin juga ikut terbuang. Lama menstruasi yang tinggi dapat menyebabkan darah yang dikeluarkan tubuh semakin banyak, sehingga kemungkinan kehilangan zat besi juga semakin tinggi (Affandi 1990). Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi Lama Menstruasi n % < 3 hari hari > 7 hari Total

52 37 Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (81.1%) memiliki lama mentruasi yang tergolong normal (3-7 hari). Hanya sekitar 13.3% yang memiliki lama menstruasi dengan kategori rendah dan sebanyak 5.6% termasuk dalam kategori tinggi. Lama menstruasi dikatakan rendah jika kurang dari tiga hari dan normal apabila berada diantara 3-7 hari serta dikatakan tinggi jika lebih dari delapan hari (Affandi 1990). Sedangkan menurut Ganong (2005) rata-rata lamanya menstruasi adalah 5 hari, Menurut Affandi (1990), beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah darah yang keluar rata-rata 33.2±16 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80 ml. Jumlah cc menyiratkan kehilangan zat besi sebesar mg/bulan atau kira-kira sama dengan mg/hari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg/hari (Arisman 2002). Banyaknya darah yang keluar dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita dapat berbeda-beda dari bulan ke bulan. Sedangkan menurut Ganong (2005) rata-rata darah yang hilang saat menstruasi kira-kira 30 ml, walaupun pada wanita ini sangat bervariasi. Frekuensi Menstruasi Frekuensi menstruasi menggambarkan keteraturan menstruasi seorang wanita setiap bulannya. Frekuensi menstruasi dibedakan menjadi rendah (2-3 bulan sekali), normal (sebulan sekali), dan tinggi (sebulan dua kali). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi Frekuensi mentruasi n % Rendah Normal Tinggi 3 3 Total Sebagian besar contoh (83%) memiliki frekuensi menstruasi yang normal, yaitu sebulan sekali. Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Semakin sering menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Adanya frekuensi menstruasi contoh yang tidak normal seperti rendah dan tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus

53 38 menstruasi diantaranya yaitu faktor stres, perubahan berat badan, olah raga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi (Affandi 1990). SedangkanGanong (2005), menyatakan bahwa lama siklus menstruasi pada wanita sangat bervariasi, namun rata-rata adalah 28 hari dari permulaan masa menstruasi ke permulaan menstruasi berikutnya. Status Gizi Menurut Supariasa et al (2002) status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Status gizi tergantung dari konsumsi, tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas makanan yang dikonsumsi (Sediaoetama 2000). Pengukuran status gizi dilakukan dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Kategori IMT/U remaja berdasarkan WHO (2007), yaitu sangat kurus, kurus, normal, overweight dan obese. Berdasarkan Tabel 11, sebagian besar contoh (73.3%) memiliki status gizi normal, 12.2% kurus, 8.9% sangat kurus dan 5.6% overweight. Berikut sebaran status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12Sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT/U Kategori n % Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obese Total Riwayat Penyakit Riwayat penyakit contoh yang diamati meliputi kejadian sakit (pernah/tidak), jenis penyakit yang dialami dan frekuensi sakit selama dua bulan terakhir. Riwayat penyakit diamati untuk melihat adanya penyakit yang dialami yang berhubungan dengan kejadian anemia pada contoh. Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit (pernah/tidaknya selama dua bulan terakhir). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Kategori n % Sakit Tidak Sakit Total Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh(83.3%) pernah mengalami sakit dalam dua bulan terakhir. Sedangkan contoh yang tidak mengalami sakit dalam dua bulan terakhir sebanyak 16.7%. Adapun jenis

54 39 penyakit dan frekuensi penyakit yang dialami contoh selama dua bulan terakhir terdapat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dan frekuensi sakit Jenis Penyakit 1 kali/2 bulan 2 kali/2 bulan 3kali/2 bulan Total N % n % n % n % Tipus Alergi Cacingan Diare kronis Lain-lain Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jenis penyakit yang sering dialami berdasarkan frekuensi sakit contoh selama dua bulan terakhir secara berturut-turut adalah tipus (31.1%), alergi (30.0%), lain-lain (27.8%), cacingan (15.6%) dan diare kronis (3.3%). Jenis penyakit lain-lain yang dialami contoh diantaranya penyakit kulit, magh, pusing, sariawan, batuk, flu, radang tenggorokan, sakit perut dan 5L (lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai) dengan frekuensi rata-rata 3 kali selama dua bulan terakhir. Riwayat Kecacingan Berdasarkan penelitian Veryana (2004), menyatakan bahwa 83.0% contoh sekolah di wilayah TPA Bantar Gebang Bekasi mengalami kecacingan. Cacing tambang dapat menyebabkan perdarahan usus yang memicu kehilangan darah. Adanya infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang mengakibatkan terjadinya perdarahan pada dinding usus. Riwayat kecacingan contoh yang diamati meliputi rasa gatal pada anus, konsumsi obat cacing, darah dan cacing pada feces. Contoh dinyatakan mempunyai riwayat kecacingan jika merasakan gatal pada anus, terdapat darah dan cacing pada feses dan rutin mengkonsumsi obat cacing selama 6 bulan sekali. Riwayat kecacingan diamati untuk melihat adanya faktor kecacingan yang berhubungan dengan kejadian anemia pada contoh. Tabel 15 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan riwayat kecacingan (ya/kadang/tidak). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kecacingan Kategori Ya Kadang Tidak n % n % n % Rasa gatal pada anus Konsumsi obat cacing Darah pada feses Cacing pada feses Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui sebagian besar contoh (42.2%) kadang merasakan gatal pada anus, 60% tidak pernah mengkonsumsi obat cacing, 87.8% tidak pernah melihat darahpada feses dan 91.1% tidak pernah

55 40 melihat cacing pada feces. Sebagian besar contoh (60%) tidak pernah mengkonsumsi obat cacing dan separuh dari contoh (34%) menyatakan 6 bulan sekali mengkonsumsi obat cacing. Adapun frekuensi konsumsi obat cacing contoh dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi obat cacing Frekuensi Konsumsi Obat Cacing n % 3 bulan bulan Tidak pernah Total Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Berdasarkan hasil skoring kuesioner, sebagian besar contoh (58%) terdapat pada kategori cukup dengan rata-rata skor sebesar Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan Kategori n % Baik Cukup Kurang Total Kebiasaan makanan yang baik dimulai di rumah atas bimbingan dari orangtua. Peran ibu paling berpengaruh terhadap pembentukan kebiasan makan. Kebiasan makan yang baik merupakan kebiasaan makan yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk merupakan kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi (Sukandar 2007). Faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar dan kenyang, ketersedian pangan, suku, budaya, status sosial ekonomi dan pendidikan. Frekuensi Konsumsi Pangan Frekuensi pangan dapat mengetahui jenis pangan yang dikonsumsi. jumlah pangan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap status besi pada remaja, hal ini dikarenakan banyaknya makanan yang masuk untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam mengetahui frekuensi pangan atau banyaknya pangan yang dikonsumsi selama seminggu, sebulan ataupun semusim dilakukan

56 41 pencatatan, guna mengetahui pola konsumsi pangan sumber zat besi pada remaja. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi (Kusharto dan Sa diyyah 2006). Food Frequency Questionnaire adalah metode memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Melalui Semiquatitative Food Frequency Questionnaire dapat diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatan lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi (Supariasa 2002). Pencatatan frekuensi sumber zat besi dibagi menjadi lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, makanan jajanan, minuman dan suplemen. Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-umbian Lebih dari separuh contoh menyatakan tidak pernah mengkonsumsi serealia (roti, soun, bihun, jagung) dan umbi-umbian seperti singkong, ubi, kentang. Seluruh contoh (100%) mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan frekuensi selalu. Sebagian kecil contoh (38%) mengkonsumsi mie dengan frekuensi kadang dan jarang. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian Serealia dan umbi Frekuensi konsumsi per minggu Total Selalu Jarang Kadang Tidak pernah n % n % n % n % n % Nasi Jagung Singkong Ubi Mie Soun Bihun Kentang Roti Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Menurut Almatsier (2002) diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diapsorpsi seseorang yang bersifat status besi baik. Jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonheme. Oleh karena itu

57 42 kurangnya konsumsi pangan sumber heme dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk hewani Frekuensi konsumsi per minggu Total Selalu Jarang Kadang Tidak pernah n % n % n % n % n % Lauk Hewani Ikan laut Ikan asin Ikan pindang Ikan tawar Sapi Ayam Kambing Bebek Nugget Hati sapi Hati ayam Telur ayam Telur bebek Telur Puyuh Sosis Rebon Sebagian besar contoh (58.9%-98.9%) tidak pernah mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan laut, ikan asin, ikan pindang, sapi, kambing, bebek, nugget, hati sapi, hati ayam, telur bebek, telur puyuh, sosis, rebon, dan kerang. Hanya separuh contoh (61.1%) yang mengkonsumsi daging ayam dan 45.6% ikan tawar dengan frekuensi 1-2 hari/minggu. Frekuensi Konsumsi Pangan Nabati Protein nabati yang termasuk ke dalam sumber nonheme yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan. Jenis protein nabati yang diteliti dalam penelitian ini adalah tempe, tahu, oncom, kacang tanah, kacang tolo, kacang buncis, kacang panjang, kacang merah dan kacang ijo. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk nabati dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk nabati Frekuensi konsumsi per minggu Lauk nabati Selalu Jarang Kadang Tidak pernah Total n % n % n % n % n % Tempe Tahu Oncom Kc. Tanah Kc. Tolo Kc. Buncis Kc. Panjang Kc. Merah Kc. Ijo

58 43 Berdasarkan Tabel 20, sebagian besar contoh (59%-97%) tidak pernah mengkonsumsi pangan nabati seperti oncom, kacang tanah, kacang tolo, buncis, kacang panjang, kacang merah, dan kacang ijo. Hanya separuh contoh yang mengkonsumsi pangan nabati, yaitu tahu (50%) dan tempe (46%) dengan frekuensi 1-2 hari/minggu. Frekuensi Konsumsi Sayuran Pada sayur-sayuran mengandung vitamin dan mineral, termasuk zat besi. Namun, sayuran juga mengandung asam oksalat dan serat yang dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Jenis sayuran yang termasuk dalam penelitian adalah wortel, mentimun, lobak, nangka muda, kol, caisim, tomat, terong, pepaya muda, selada, sawi putih. Sebaran contoh frekuensi konsumsi sayuran dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran Frekuensi konsumsi per minggu Sayuran Selalu Jarang Kadang Tidak pernah Total n % n % n % n % n % Bayam Kangkung Sawi putih Caisim Kool D. singkong D. papaya D. melinjo Selada Labu siam Wortel Tomat Ketimun Nangka muda Pepaya muda Terong Brokoli Pada kelompok pangan sayuran, sebagian besar contoh (50%-99%) tidak pernah mengkonsumsi sayuran, misalnya lobak, daun papaya, selada, daun melinjo, terong, pepaya muda, caisim, nangka muda, brokoli, daun singkong, sawi putih, labusiam, kol, tomat, bayam dan mentimun. Hanya separuh contoh yang mengkonsumsi sayuran hijau seperti kangkung (51%) dan bayam (41%) dengan frekuensi 1-2 hari/minggu. Frekuensi Konsumsi Buah-buahan Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang banyak terkandung dalam buah-buahan diantaranya vitamin C yang sangat membantu penyerapan zat besi terutama nonheme. Sebagian besar contoh

59 44 (61%-98%) tidak pernah mengkonsumsi buah-buahan, misalnya buah nanas, anggur, pir, semangka, tomat, apel, pisang, jambu biji, papaya dan melon. Hanya separuh contoh (44%) yang mengkonsumsi buah mangga dengan frekuensi 3-5 kali. Sebaran contoh frekuensi konsumsi buah-buahan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan rekuensi konsumsi buah-buahan Frekuensi konsumsi Buah Selalu Jarang Kadang Tidak pernah Total n % n % n % n % n % Jeruk Tomat Pepaya Jambu biji Mangga Nanas Pisang Semangka Melon Apel Anggur Pir Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan dan Minuman Kelompok makanan jajanan yang menjadi bahan pengamatan adalah bakso, siomay, pisang goreng, mie ayam, bakwan, chiki, biskuit, cokelat, cilok dan cireng. Hampir sebagian besar contoh (50%-90%) tidak pernah mengkonsumsi makanan jajanan seperti cilok, pisang goreng, siomay, cokelat, bakwan, dan chiki. Sebagian contoh (50%) mengkonsumsi bakso dengan frekuensi 1-2 hari/minggu. Sebaran contoh frekuensi makanan jajanan dan minuman dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi makanan jajanan dan minuman Frekuensi konsumsi Makanan Jajanan/ Tidak Total Selalu Jarang Kadang minuman Pernah n % n % n % n % n % Bakso Siomay Pisang goreng Mie ayam Bakwan Chiki Biskuit Cilok Cireng Coklat Teh Kopi Susu

60 45 Berdasarkan Tabel 23, hampir seluruh contoh (84%) tidak pernah mengkonsumsi kopi. Sebagian besar contoh (31%) tidak pernah mengkonsumsi teh setiap hari dan sebagian contoh (32%) tidak pernah mengkonsumsi teh. Teh dan kopi mengandung tanin yang dapat menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya (Almatsier 2001). Menurut Groff & Gropper (2000), senyawa fenol dalam teh yang dikonsumsi bersama dengan pangan sumber zat besi dapat menurunkan absorpsi besi hingga 60%, sedangkan konsumsi kopi setelah makan dapat menurunkan absorpsi besi hingga 40%. Menurut jumlah besi yang diabsorpsi akan menurunkan cadangan besi di dalam tubuh. Susu merupakan pangan sumber protein yang baik dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Protein yang terkandung didalamnya berperan dalam distribusi zat gizi termasuk distribusi zat besi. Namun susu juga mengandung kalsium yang tinggi yang dapat menghambat penyerapan zat besi. Tabel 22 menunjukkan bahwa hampir separuh contoh (41%) tidak pernah mengkonsumsi susu. Hanya 16% contoh yang mengkonsumsi susu setiap hari. Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung kepada berbagai faktor (umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik) (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 1996). Berdasarkan PUGS dikutip dari Almatsier (2005), anjuran konsumsi nasi untuk remaja berusia tahun sebesar 650 g/hari atau dengan satuan penukar 6 ½ penukar. Anjuran konsumsi lauk hewani yang disetarakan dengan ikan sebesar 150 g/hari atau 3 penukar. Anjuran konsumsi lauk nabati yang disetarakan dengan tempe sebesar 150 g/hari. Anjuran konsumsi sayur adalah 400 g/hari. Anjuran konsumsi buah yang disetarakan dengan pepaya adalah 400 g/hari. Anjuran konsumsi susu adalah 200 ml/hari. Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur tahun dapat dilihat pada Tabel 24.

61 46 Tabel 24 Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur tahun Golongan umur BB (kg) TB (cm) Nasi 100 g Ikan 50 g Tempe 50 g Sayur 100 g Pepaya 100 g Susu 200 ml tahun ½ p 3 p 3 p 3 p 4 p 1 p Sumber: Almatsier (2005) Berdasarkan Tabel 24, sebagian besar contoh mengkonsumsi pangan serealia dan umbi-umbian sebesar g/hari. Konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi sebesar 650 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian sebesar 76.7 g/hari. Konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi daging, unggas, ikan dan telur sebesar 152 g/hari, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori normal dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari.sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 25 Sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh Jenis Pangan Konsumsi (g/hari) (kkal) (g) (g) (mg) (RE) (mg) E P KH Fe Vit A Vit C Serealia & Umbi-Umbian Kacang-kacangan & Biji-Bijian Daging, unggas, ikan & telur Sayuran Buah-Buahan Makanan Jajanan Minuman Jumlah Sebagian besar contoh mengkonsumsi sayuran sebesar 52 g/hari, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari.sebagian besar contoh mengkonsumsibuah-buahan sebesar g/hari, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi minuman sebesar ml/hari, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori lebih dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari. Energi Tingkat Kecukupan Gizi Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi

62 47 pengeluaran energi seseorang. Nilai kecukupan energi menurut WNPG (2004) untuk wanita usia tahun adalah 2350 kkal. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan n % Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total Rata-rata konsumsi energi contoh adalah Kalori. Berdasarkan tingkat kecukupan energi, sebagian besar contoh (40%) berada pada kategori defisit tingkat berat. Berdasarkan Riskesdas (2010), secara nasional, penduduk Indonesia yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (<70%) dari angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia adalah sebanyak 37%. Rata-rata kecukupan energi contoh adalah 1943±383.4 Kalori, kecukupan tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan kecukupan yang dianjurkan WNPG (2004). Menurut Almatsier (2008), tingkat kecukupan energi yang defisit dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan tubuh kekurangan energi sehingga mengalami keseimbangan energi yang negatif akibat lebih banyak energi yang dikeluarkan daripada energi yang masuk. Jika keadaan ini tidak segera diperbaiki dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan. Protein Menurut Almatsier (2002), protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Sedangkan fungsi protein yang lainnya adalah mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan pembentukan ikatan-ikatan essensal tubuh. Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi dua bagian, yaitu protein hewani dan nabati. Nilai kecukupan protein untuk wanita berusia tahun adalah 57 gram (WNPG 2004). Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan n % Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 5 6 Defisit tingkat ringan 9 10 Normal Lebih Total

63 48 Rata-rata konsumsi protein contoh adalah g. Persentase tingkat kecukupan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (2010). Berdasarkan Tabel 27, bahwa konsumsi protein yang didapat melalui semiquantitative food frequency sebesar 43% contoh berada pada kategori lebih. Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekusor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin A berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2002). Nilai kecukupan vitamin A menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia tahun adalah 600 RE. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Tingkat Kecukupan n % Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 3 3 Defisit tingkat ringan 4 4 Normal Lebih Total Rata-rata konsumsi vitamin A contoh adalah RE. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A, sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi pangan sumber vitamin A contoh didapatkan dari sayur dan buah. Sedangkan sumber vitamin A yang baik banyak terdapat pada bahan pangan heme. Menurut Groff (1998), kekurangan vitamin A dapat menurunkan mobilitas zat besi yang berasal dari hati sehingga berpengaruh terhadap pembentukan Hb. Vitamin C Menurut Almatsier (2002) vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Pada keadaan kering vitamin C cukup stabil, akan tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C berperan penting dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi dalam bentuk nonheme dapat meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Nilai kecukupan vitamin C menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia tahun adalah 65 mg.

64 49 Rata-rata konsumsi vitamin C contoh adalah mg. Berdasarkan tingkat kecukupannya, sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Rata-rata kecukupan protein contoh adalah 53.7±10.6 mg, kecukupan tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan kecukupan yang dianjurkan WNPG (2004). Menurut Allen dan Gillespie (2001), meningkatkan asupan vitamin C yang berasal dari beberapa pangan mungkin tidak akan mencukupi untuk memperbaiki kadar hemoglobin pada kasus defisiensi besi sehingga dibutuhkannya tambahan seperti diberikannya suplementasi vitamin. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Tingkat Kecukupan n % Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 5 6 Defisit tingkat ringan 2 2 Normal 7 8 Lebih Total Zat Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Nilai kecukupan zat besi menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia tahun adalah 26 mg. Rata-rata konsumsi zat besi contoh adalah mg. Berdasarkan tingkat kecukupannya, sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Rata-rata kecukupan zat besi contoh adalah 21.5±4.2 mg, kecukupan tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan kecukupan yang dianjurkan WNPG (2004). Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Tingkat Kecukupan n % Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 3 3 Defisit tingkat ringan 3 3 Normal Lebih Total Aktivitas Fisik Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. Menurut Harper (1984) dalam Widaranita (2004) aktivitas fisik mempengaruhi lebih banyak

65 50 pengeluaran energi dibandingkan dengan ukuran tubuh. Makin banyak seseorang aktif secara fisik, maka makin banyak energi yang diperlukan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL). Berdasarkan Lampiran 1 dapat diketahui bahwa rata-rata waktu yang digunakan untuk tidur (11.36±1.86) dan nonton televisi (6.26±3.87) lebih banyak dialokasikan pada saat libur sekolah, sedangkan rata-rata waktu yang digunakan untuk belajar (7.41±1.56) lebih banyak dialokasikan pada saat hari sekolah. Rata-rata waktu yang digunakan untuk olahraga (5.80±2.83) lebih banyak dialokasikan pada saat hari olahraga. Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa sebagian besar waktu yang dimiliki contoh dihabiskan untuk tidur (10.40±1.29), nonton televisi (4.58±1.84), belajar (4.41±1.07) dan beres-beres rumah/cuci baju (3.43±2.17). Bila aktivitas dilihat sebelum perhitungan PAL, maka sebagian besar contoh (89%) memiliki tingkat aktivitas ringan pada hari sekolah, 48% pada hari olahraga dan 73% pada hari libur. Jika dilihat rata-rata dari keseluruhan tingkat aktivitas contoh sebelum perhitungan PAL, sebagian besar contoh (82%) memiliki tingkat aktivitas ringan dengan rata-rata total aktivitas contoh sebesar 1.58±0.08. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata alokasi waktu aktivitas fisik Aktivitas Fisik Rata-rata ± SD Tidur ± 1.29 Kebersihan diri 1.42 ± 0.62 Berpakaian 1.01 ± 0.79 Ibadah/membaca/berdiri 2.24 ± 1.04 Makan dan minum 1.54 ± 0.62 Berbaring/duduk diam 0.23 ± 0.43 Nonton televisi 4.58 ± 1.84 Maen games 0.67 ± 0.81 Mendengarkan radio/ musik 0.09 ± 0.32 Naik Angkot 0.81 ± 0.72 Jalan lambat 1.09 ± 0.32 Belajar 4.41 ± 1.07 Rapihkan Buku 0.47 ± 0.60 Mengetik 0.72 ± 1.40 Berjalan-jalan 0.48 ± 0.85 Berenang 0.07 ±0.45 Bersepeda 0.16 ± 0.62 Berlari teratur 0.87 ± 0.95 Main basket 2.08 ± 1.07 Menari 0.10 ± 0.62 Seterika 0.68 ± 0.99 Beres-beres rumah/cuci baju 3.43 ± 2.17 Menjemur 0.11 ± 0.32 Cuci piring 0.16 ± 0.49 Belanja 0.09 ± 0.39 Masak 0.08 ± 0.31 Menjaga anak 0.31 ± 1.06

66 51 Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik selama 3 hari Hari Sekolah Hari Olahraga Hari Libur Tingkat Aktivitas Fisik (n=90) (n=90) (n=90) (PAL) n % n % n % Ringan (1.16) Sedang (1.31) Berat (1.56) Jumlah Rata-rata±sd 1.19± ± ±0.56 Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa tingkat aktivitas fisik contoh pada hari olahraga lebih tinggi dibandingkan dengan hari libur dan hari sekolah dengan nilai PAL rata-rata 1.90±0.45. Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari sekolah dan libur masing-masing sebesar 1.19±0.39 dan 1.58±0.56. Hampir seluruh contoh (81.1%) pada hari sekolah memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong ringan, sedangkan lebih dari seluruh jumlah contoh (78.9%) memiliki tingkat aktivitas sedang pada hari olahraga. Setengah dari jumlah contoh (52.2%) memiliki aktivitas sedang dan 44.4% ringan pada hari libur. Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik n % Ringan (1.16) Sedang (1.31) Berat (1.56) 0 0 Total Berdasarkan Tabel 32, sebagian besar contoh (68.97%) melakukan aktivitas dengan kategori sedang. Aktivitas yang paling sering dilakukan contoh adalah tidur, nonton televisi, belajar, dan beres-beres rumah/cuci baju. Olahraga yang sering dilakukan contoh adalah bermain basket serta berlari teratur. Adapun rata-rata total aktivitas contoh adalah 1.69±0.47. Kebiasaan berolahraga Pada saat penelitian ini, semua contoh memiliki kebiasaan olahraga secara teratur. Dimana pada sekolah tersebut olahraga merupakan kegiatan rutin setiap 1 kali/minggu. Hari dimana ada pelajaran olahraga para contoh berbeda, sesuai dengan jadwal masing-masing kelas. Rata-rata durasi olahraga pada pelajaran olahraga di sekolah, yaitu antara menit. Adapun jenis olahraga yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung, yaitu basket dan berlari secara teratur, namun ada beberapa contoh yang rutin setiap hari melakukan olahraga jalan santai dan berenang setiap minggunya. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga, frekuensi olahraga dan durasi olahraga dapat dilihat pada Tabel 34.

67 52 Berdasarkan Tabel 34, sebagian besar contoh (76%) tidak berolahraga secara teratur. Menurut Meikawati (2009), seseorang dikatakan mempunyai kebiasaan olahraga yang baik jika melakukan olahraga dengan frekuensi minimal 3 kali/minggu dengan durasi minimal 30 menit. Sebagian besar contoh (76%) melakukan olahraga dengan frekuensi 1 kali/minggu, yaitu pada hari dimana ada pelajaran olahraga. Sebagian besar contoh (76%) melakukan olahraga dengan durasi antara menit. Menurut Karim (2002), olahraga yang baik dan benar memiliki beberapa syarat yang dilakukan secara bertahap, diantaranya pemanasan 5-10 menit, latihan inti minimal 20 menit dan pendinginan 5-10 menit. Maka dapat disimpulkan kebiasaan olahraga contoh berada pada kategori cukup. Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, frekuensi dan durasi olahraga Kategori Variabel n % Ya Kebiasaan olahraga Tidak Total /minggu Frekuensi Olahraga 2-3 kali/minggu >3 kali/minggu 8 9 Total <30 menit 0 0 Durasi Olahraga menit >60 menit Total Status Anemia Anemia terjadi apabila hemoglobin dalam darah dibawah batas normal. Anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah terjadi jika jumlah besi tidak adekuat atau tidak dapat diakses atau kekurangan asam folat, vitamin B 12 atau globulin. Hemoglobin adalah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran (Brody 1994). Berat molekul total hemoglobin adal (Dallman 1986 diacu dalam Riyadi). Menurut WHO (2001), batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun ke atas adalah kurang dari 12 g/dl. Status anemia diketahui dengan menggunakan indikator hemoglobin, karena penggunaan indikator hemoglobin merupakan pengukuran anemia defisiensi besi yang paling luas. Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Gambar 2.

68 53 1%3% 11% 85% anemia berat anemia sedang anemia ringan normal Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin Kadar hemoglobin contoh berkisar antara g/dl dengan rata-rata 12.7±1.4 g/dl. Sebagian besar contoh (85%) tidak mengalami anemia (normal) dengan kadar hemoglobin >12.0 g/dl. Contoh yang mengalami anemia sebanyak 15% dengan jumlah contoh sebanyak 14 orang. Menurut Depkes (1998), Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dan meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Anemia menimbulkan banyak hal yang tidak menguntungkan pada remaja putri, terutama pada usia sekolah, anemia dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar dan aktivitas fisik (Dillon 2005). Anemia dapat mengganggu latihan fisik karena konsentrasi hemoglobin yang berkurang dikaitkan dengan kandungan oksigen darah yang berkurang. Seperti penurunan konsentrasi hemoglobin, penurunan linier dalam konsumsi oksigen maksimal (VO 2 max) dan kapasitas latihan fisik akan mengalami penurunan (Woodson 1984; Weaver 1992). Laktat yang meningkat setelah latihan dan bertahan lebih lama sebagai dampak penurunan hemoglobin menunjukkan kapasitas aerobik berkurang. Pate (2003) menyatakan bahwa konsentrasi hemoglobin untuk pengiriman oksigen yang optimal harus melebihi g/l. Hubungan Riwayat Penyakit dan Kecacingan dengan Kadar Hemoglobin Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan kadar hemoglobin contoh (p=0.701; r s =0.041). Hal ini disebabkan karena contoh tidak menderita penyakit yang berhubungan langsung dengan kadar hemoglobin seperti malaria, tuberculosis, infeksi cacing, penyakit infeksi, dsb. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara riwayat kecacingan dengan kadar hemoglobin contoh (p=0.450; r s =-0.081). Berbeda dengan penelitian Veryana (2004) bahwa terdapat hubungan antara status kecacingan dengan kejadian anemia pada anak sekolah

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, KONSUMSI PANGAN, STATUS ANEMIA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA PUTRI SMPN 27 DI KELURAHAN SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI ERNI LESTARI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 SRI SYATRIANI * & ASTRINA ARYANI** (*Dosen STIK Makassar & ** Alumni STIK Makassar) Masa remaja merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

ARIZKI WITARADIANINGTIAS

ARIZKI WITARADIANINGTIAS 1 KEBIASAAN MAKAN, PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELUARGA PEMULUNG DI KELURAHAN SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI ARIZKI WITARADIANINGTIAS DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI

FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA REMAJA PUTRI PESERTA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI (PPAGB) DI KOTA BEKASI ERMITA ARUMSARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih Lampiran Kuesioner NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih PENGETAHUAN MENGENAI ANEMIA 1. Menurut kamu apakah itu anemia?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia Bulan

Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia Bulan Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13 36 Bulan Dewi Andarina* dan Sri Sumarmi** * RSU Dr. Soetomo Surabaya ** Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 9-10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Remaja sebagai golongan individu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27) METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Kota Bogor. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BIOAVAILABILITAS INTAKE ZAT BESI DENGAN STATUS ANEMIA REMAJA DI YOGYAKARTA DAN PADANG SAIDA BATTY

HUBUNGAN ANTARA BIOAVAILABILITAS INTAKE ZAT BESI DENGAN STATUS ANEMIA REMAJA DI YOGYAKARTA DAN PADANG SAIDA BATTY HUBUNGAN ANTARA BIOAVAILABILITAS INTAKE ZAT BESI DENGAN STATUS ANEMIA REMAJA DI YOGYAKARTA DAN PADANG SAIDA BATTY DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi b. kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan.

Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi b. kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR AI MARTIN SOPIAH, 2014

KATA PENGANTAR AI MARTIN SOPIAH, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan segala Rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN ( Studi Kasus di SMAN 3 Klaten dan SMAN 1 Bayat) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci