BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan Syariah Mekanisme bagi hasil merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme sistem ekonomi dunia pada umumnya belakangan ini, walaupun sebenarnya sistem bagi hasil telah dijalankan oleh Rasulullah SAW pada masa kenabiannya. Sebagai sistem baru biasanya memberikan peluang dan tantangan yang cukup berarti. Hadirnya sistem bagi hasil tentunya tidak akan memberikan ruang gerak bagi sistem bunga (An-Nabhani, 1996 : 57). Dalam sistem ekonomi Islam tingkat bunga yang dibayarkan bank kepada nasabah diganti dengan persentase atau porsi bagi hasil, dan tingkat bunga yang diterima oleh bank (dari debitur) akan digantikan dengan persentase bagi hasil yang disebut nisbah. Nisbah dapat saja berbeda-beda di setiap jenis usaha dan kapasitas usaha. Pembagian keuntungan dalam ekonomi yang bersaing, sepenuhnya dapat dijelaskan dengan berdasarkan tingkat keuntungan yang diharapkan. Pembagian di antara pengusaha secara proporsional oleh pemilik modal tidak mempengaruhi peran ekonomi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tidak adanya tingkat bunga dalam mekanisme bagi hasil tidak akan menjadikan situasi ekonomi labil.

2 31 Peran bunga dalam keputusan investasi saat ini secara nyata tergantung pada realitas kelembagaan dari pada kebutuhan ekonomi (Chapra, 1995:386). Salah satu aspek bagi hasil adalah aspek yang berkaitan dengan bagi resiko. Dalam kerangka kerja kelembagaan saat ini, pemilik modal dapat mendistribusikan resiko melalui pembagian manajemen dan utang dalam bentuk bergabung dalam pemilikan saham. Sementara pemilik tenaga tidak dapat membagikan tenaganya kepada pemilik modal. Jika dalam usaha mengalami resiko, maka dalam konsep bagi hasil kedua belah pihak akan bersama-sama menanggung resiko. Di satu pihak pemilk modal menanggung kerugian modalnya, di pihak lain pelaksana proyek akan mengalami kerugian tenaga yang telah dikeluarkan. Dengan kata lain, masing-masing pihak yang melakukan kerjasama dalam sistem bagi hasil berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan. Hal demikian menunjukkan keadilan dalam distribusi pendapatan. Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Bunga dan bagi hasil pada prinsipnya memberikan keuntungan kepada pemilik modal, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi usaha yang dilakukan mengandung resiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki resiko, karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.

3 32 Adapun perbedaan antara imbalan yang berdasarkan bunga seperti dipraktekkan bank konvensional dengan berdasarkan bagi hasil seperti yang diterapkan oleh bank Islam, diuraikan melalui perbandingan sebagai berikut : Tabel 2.1. Perbandingan imbalan yang berdasarkan bunga dan berdasarkan bagi hasil No Bunga Bagi Hasil 1. Penentuan bunga dibuat pada Penentuan besarnya rasio hasil waktu akad tanpa berpedoman dibuat pada waktu akad dengan pada untung rugi. berpedoman pada kemungkinan 2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. 3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. 4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun bunga jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming. 5. Eksistensi bunga diragukan (walau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam. Sumber : Muhammad Syafii Antonio, 2001 : 60. untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keabsahan keuntungan bagi hasil. Menurut Wiroso (2005:19-50), untuk mengetahui bagaimana sistem pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini dapat kita lihat dari produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah, yaitu produk penghimpunan dana dan produk penyaluran dana. Antara lain sebagai berikut : Produk Penghimpunan Dana, antara lain :

4 33 1. Giro Wadi ah, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lain, atau dengan cara pemindahbukuan atau yang lebih dikenal dengan bilyet giro. Kepada penyimpan dapat diberikan semacam bonus atau jasa giro sesuai dengan jumlah dana yang ikut berperan dalam pembentukan laba Bank tetapi bank tidak memperjanjikannya pada akad. 2. Deposito Mudharabah, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara penyimpanan dengan Bank. Kepada penyimpanan deposito Mudharabah diberikan hak untuk memperoleh pembagian laba bank, yang diperhitungkan sesuai dengan peranan dananya dalam pembentukan laba bank. Deposito ini dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over/ARO) 3. Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati antara bank dengan penyimpan. Penyimpan tabungan diberi hak untuk memperoleh pembagian laba bank, yang diperhitungkan sesuai dengan peranan dananya dalam pembentukan laba bank. Hasan (2003:43) juga mengemukakan bahwa produk penyaluran dana, antara lain : 1. Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), yaitu pinjaman modal investasi dan/atau modal kerja. Pengusaha hanya menyediakan usaha dan manajemennya dengan perjanjian atas bagi hasil. Bank menyediakan keseluruhan modal usaha tersebut.

5 34 2. Pembiayaan Musyarakah, yaitu suatu perjanjian pembiayaan antara bank dengan pengusaha, dimana baik pihak bank maupun pihak pengusaha secara bersama membiayai suatu usaha atau proyek yang dikelola seara bersama pula, atas dasar bagi hasil sesuai dengan penyertaan. Bank dan pengusaha mempunyai porsi masing-masing modal. 3. Pembiayaan Murabahah, yaitu kredit dimana bank menyediakan pinjaman dana untuk membeli barang apapun yang dibutuhkan debitur, yang dibayar kembali pada saat jatuh tempo atau masa pembiayaan berakhir. 4. Pembiayaan Bai Bithaman Ajil, yaitu kredit dimana bank menyediakan pinjaman dana untuk membeli barang apapun yang dibayar kembali waktu jatuh tempo secara cicilan. Cicilan dapat berubah-ubah atau tetap tergantung kesepakatan awal. 5. Pembiayaan Qardh ul Hasan, yaitu kredit antara bank dan nasabah yang dianggap layak menerima pinjaman lunak, baik pengusaha maupun perorangan yang berada dalam keadaan terdesak. Penerima kredit hanya diwajibkan mengembalikan pokok pinjaman pada saat jatuh tempo dengan daya beli yang sama seperti waktu menerima pinjaman. Tujuan pemberian kredit ini terutama untuk memenuhi kebutuhan masabah akan uang tunai, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Pinjaman ini biasanya hanya bersifat sosial Mudharabah Dalam Literatur Fiqih Dalam fiqih Islam Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara rab al-mal (investor) dengan seorang pihak kedua (mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah mudharabah oleh ulama

6 35 Fiqh Hijaz menyebutkan dengan Qiradh. Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha (Antonio, 2001:95). Menurut Haroen (2000:67) dikutip dari kitab Al-Mabsuth, secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan : Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan. Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh investor (Saud, 1980:70) Hukum Mudharabah dan Dasar Hukumnya. Secara eksplisit dalam Al-Qur an tidak dijelaskan langsung mengenai hukum Mudharabah, meskipun ia menggunakan akar kata dl-r-b yang darinya kata Mudharabah diambil sebanyak 58 kali, namun ayat-ayat Al-Qur an tersebut memiliki kaitan dengan Mudharabah, meski diakui sebagai kaitan yang jauh, menunjukkan arti perjalanan atau perjalanan untuk tujuan dagang. Dalam Islam akad Mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad Mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.

7 36 Meskipun Mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh Al-Qur an atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktekkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh. Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20 yang artinya :...dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah.... Pada surat Al-Baqarah ayat 198 yang artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasilperdagangan) dari Tuhanmu... Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yangditebarkan Allah SWT di muka bumi. Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW dijumpai sebuah riwayat dalam kasus Mudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn Al-Muthalib yang artinya : Tuan kami Abbas Ibn Abd Al-Muthalib jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad Mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan Abbas Ibn Abd Al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya (HR. Ath-Tabrani).

8 37 Dikatakan bahwa Nabi dan beberapa sahabat pun terlibat dalam kongsikongsi Mudharabah. Menurut Ibn Taimiyyah, para Fuqaha menyatakan kehalalan Mudharabah berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada beberapa sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai Mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi (Saeed, 1996:54) Rukun dan Syarat Mudharabah Dalam hal rukun akad Mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad Mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad Mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan akad; tidak hanya terbatas pada rukunsebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai syarat akad Mudharabah. Untuk mengenal akad Mudharabah lebih lanjut, perlu mengetahui syaratsyarat akad Mudharabah. Adapun syarat-syarat Mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah : 1. Orang yang berakal, harus cakap bertindak hukum, dan cakap diangkat sebagai wakil. 2. Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelas jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.

9 38 3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu (Wiroso, 2005:38) Modal Dalam Akad Mudharabah Seperti dijelaskan pada syarat-syarat akad Mudharabah di atas, bahwa modal harus berbentuk uang. Untuk menghindari bentuk perselisihan, kontrak Mudharabah harus jelas jumlah modalnya. Modal Mudharabah tidak boleh berupa suatu hutang yang dipinjam mudharib pada saat dilanjutkan kontrak Mudharabah. Karena dalam kontrak seperti ini investor dapat dengan mudah menggunakan Mudharabah sebagai alat untuk memperoleh kembali hutangnya sekalian mengambil untung darinya. Mengambil untung dari suatu hutang adalah sebagai riba yang diharamkan dalam hukum Islam. Dari sekian empat Madzhab Fiqh tak satupun yang mengizinkan suatu kontrak dimana kreditur meminta debitur untuk menjalankan Mudharabah berdasarkan pengertian bahwa modal kongsi adalah hutang calon Mudharib kepada investor (Nurhayati, 2008:117). Rab al-mal (investor) harus menyerahkan modal Mudharabah kepada Mudharib agar kontrak ini menjadi sah. Mudharib bebas menginvestasikan dan menggunakan modal tersebut dalam batas-batas klausul kontrak Mudharabah yang secara umum menetapkan jenis usaha yang dipilih, jangka waktu kongsi, dan lokasi-lokasi tempat mudharib boleh menjalankan usahanya Manajemen Dalam Akad Mudharabah Sebagai mudharib yang menjalankan Mudharabah, hendaknya harus memiliki kebebasan yang diperlukan dalam pengelolaan usaha kongsi tersebut

10 39 dan dalam pembuatan semua keputusan terkait. Ia bebas menentukan sendiri bentuk barang-barang untuk dikelola, memberikan modal kepada pihak ketiga, melibatkan diri dalam suatu kerjasama (Musyarakah) dengan pihak-pihak lain tanpa ditentukan oleh investor, sehingga memperoleh hasil dan keuntungan yang maksimal. Dilihat dari segi transaksi yang dilakukan antara investor dengan mudharib, Ulama Fiqh membagi Mudharabah kepada dua jenis : Mudharabah Muthlaqah (tak terbatas untuk menyerahkan modal secara mutlak, tanpa syarat dan pembatasan) dan Mudharabah Muqayyadah (terbatas untuk menyerahkan modal dengan syarat dan batasan tertentu). Dalam Mudharabah Muthlaqah, mudharib boleh dan bebas menggunakan modal untuk membeli barang apapun dari siapapun dan kapanpun, ia boleh menjual barang-barang Mudharabah dengan cara tunai atau kredit bahkan ketika mudharib dibatasi oleh investor, mudharib bebas berdagang sesuai dengan praktek umumnya para pedagang. Akan tetapi dalam Mudharabah Muqayyadah, mudharib harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh investor. Misalnya, mudharib harus berdagang barang tertentu, pada tempat tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi i, jika investor menentukan bahwa mudharib tidak boleh membeli kecuali dari orang tertentu, maka Mudharabah itu batal. Abu Saud (1980:70), penulis kontemporer tentang Bank Islam, mengatakan: (mudharib) harus memiliki kebebasan mutlak dalam berdagang dengan uang yang diberikan kepadanya dan mengambil segala langkah/keputusan yang ia anggap tepat untuk memperoleh keuntungan maksimal. Segala syarat yang membatasi kebebasan semacam ini merusak keabsahan perjanjian Mudharabah.

11 Jangka Waktu Dalam Akad Mudharabah Menurut madzhab Maliki dan Syafi i bahwa, kontrak Mudharabah tidak boleh menentukan syarat adanya jangka waktu tertentu bagi kongsi. Menurutnya hal demikian dapat membuat kontrak menjadi batal. Namun kalangan madzhab Hanafi dan Hambali membolehkan klausul demikian (Ayub, 2007:327). Mengenai penghentian kontrak Mudharabah, masing-masing dari pihak berhak untuk menghentikan kontrak tersebut dengan memberitahukan keputusan itu kepada pihak lain. Karena sebagian besar Fuqaha Mudharabah bukanlah suatu kontrak yang mengikat. Tak ada perbedaan pendapat mengenai penghentian kontrak ini dilakukan sebelum atau sesudah mudharib menjalankan Mudharabah. Imam Syafi i dan Hanafi mengungkapkan bahwa bahkan setelah mudharib menjalankan Mudharabah, siapapun di antara kedua belah pihak bisa menghentikannya. Namun Imam Malik tidak mengizinkannya dalam penghentian kontrak semacam tersebut. Ketika kontrak Mudharabah menjadi batal untuk alasan apapun, mudharib harus diberi upah yang layak sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah ia lakukan, meskipun dalam ketentuan Mudharabah tidak demikian, namun hal ini dapat dilakukan sebagai sebagai suatu kontrak upahan (Ijarah). Hal tersebut berdasarkan klausul suatu kontrak upahan, dimana seorang pekerja harus diberi upah atas pekerjaannya Jaminan Dalam Akad Mudharabah Mengingat hubungan antara investor dengan Mudharib adalah hubungan yang bersifat gadai dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada jaminan oleh mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan

12 41 apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika investor mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak Mudharabah mereka tidak sah, demikian menurut Imam Malik dan Syafi i (El-Gamal, 2006:209) Pembagian Laba dan Rugi Dalam Akad Mudharabah Mudharabah pada dasarnya adalah suatu serikat untuk tujuan mendapatkan laba, dan komponen dasarnya adalah penggabungan kerja dan modal. Pembagian laba masing-masing pihak dilakukan berdasarkan kedua komponen tersebut. Resiko yang terkandung juga menjadi melekat dalam Mudharabah. Dalam kasus yang usahanya tidak menghasilkan laba sama sekali, resiko investor adalah kehilangan sebagian atau seluruh modal, sementara resiko mudharib adalah kehilangan atas kerja dan usahanya (Nurhayati, 2008:85). Ketentuan nisbah bagi hasil masing-masing pihak harus ditentukan sebelumnya dalam kontrak Mudharabah. Bagi hasil harus berupa rasio dan bukan jumlah tertentu. Penetapan jumlah tertentu, misalnya satuan mata uang, hal ini dapat membatalkan kontrak Mudharabah tersebut karena adanya kemungkinan bahwa keuntungan tidak akan mencapai jumlah yang ditetapkan ini. Sebelum sampai kepada suatu angka laba, kongsi Mudharabah harus dikonversikan menjadi uang, dan modal harus disisihkan. Mudharib berhak memotong seluruh biaya yang terkait dengan bisnis dari modal Mudharabah. Menurut Lewis dan Al-Qaoud (2001:111), pembagian keuntungan di antara kedua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan tidak memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada rab al-mal (investor). Investor tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian di luar modal yang telah diberikannya,

13 42 ia hanya bertanggung jawab atas jumlah modal yang telah ditanamkan dalam kongsi. Untuk alasan inilah mudharib tidak diizinkan mengikat kongsi Mudharabah dengan suatu jumlah yang melebihi modal yang telah ditanamkan oleh investor dalam kongsi tersebut. Namun jika mudharib melakukan kesalahan dan mengabaikan kesepakatan bersama yang telah dibuat dengan investor, maka akan menjadi tanggung jawab mudharib sepenuhnya atas segala kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh pelanggaran itu. Lewis dan Al-Qaoud (2001:112) juga mengatakan sebanding dengan posisi mudharib yang tidak menguntungkan tersebut, investor juga harus menanggung segala kerugian atau biaya kongsi Mudharabah jika mudharib menjalankan segala tindakan yang telah sesuai dengan kontrak yang telah dibuat dan tidak melakukan salah-guna (misuse) atau salah-urus (mismanage) atas modal yang dipercayakan kepadanya Mudharabah dalam Perbankan Syariah Pembahasan Mudharabah dalam perbankan syariah lebih cenderung bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan literatur Fiqh yang bersifat teoritis (Ayub, 2007:327). Kontrak Mudharabah bank-bank syariah saat ini sudah menjamur di seluruh dunia, terutama di Timur Tengah. Perbankan syariah telah menjadi istilah yang sudah tidak asing baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas bunga kepada para nasabah. Umumnya, kontrak Mudharabah digunakan dalam perbankan syariah untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus (Nurhayati,

14 :112). Kontrak-kontrak tersebut yang ada seringkali berarti jual-beli barang, yang menunjukkan sifat dagang dari kontrak ini. Para nasabah bank syariah mengikuti kontrak-kontrak Mudharabah dengan bank syariah. Mudharib (nasabah) setelah menerima dukungan pendanaan dari bank, membeli sejumlah atau senilai tertentu dari barang yang sangat spesifik dari seorang penjual dan menjualnya kepada pihak ketiga dengan suatu laba. Sebelum disetujuinya pendanaan, mudharib memberikan kepada bank segala perincian mendetail yang terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat dibeli serta semua biaya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank, mudharib menyajikan pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut harga jual yang diharapkan, arus kas (cash flow) dan batas laba (profit margin), yang akan dikaji oleh bank sebelum diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya bank akan memberi dana yang diperlukan jika ia telah cukup puas dengan batas laba yang diharapkan atas dana yang diberikan Modal Dalam Perbankan Syariah Kontrak-kontrak Mudharabah bank syariah menentukan jumlah modal yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan kepada Mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening Mudharabah yang dibuka oleh bank untuk tujuan pengelolaan Mudharabah. Karena umumnya Mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank sendirilah yang melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk tujuan lain.

15 44 Bagaimanapun juga, bank syariah, misalnya, menyatakan dalam kontrak Mudharabah mereka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan dana yang diberikan kepadanya untuk tujuan apapun selain yang telah ditetapkan dalam kontrak, sebuah klausul yang tampaknya agak kurang berarti dalam praktek (Saeed, 1996:72) Manajemen Dalam Perbankan Syariah Mudharib menjalankan Mudharabah dan mengatur pembelian, penyimpanan, pemasaran, dan penjualan barang. Kontrak menetapkan secara detail bagaimana mudharib harus mengelola Mudharabah. Mudharib harus memastikan bahwa deskripsi yang benar tentang barang telah tersedia pada saat pengajuan pendanaan. Mudharib bertanggung jawab atas segala kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh suatu kesalahan karena bank tidak akan menanggung segala kerugian semacam ini. Mudharib harus mengelola usaha dengan sebaikbaiknya. Ringkasnya, mudharib harus mematuhi syarat-syarat terinci dari kontrak Mudharabah dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh bank (Saeed, 1996:57) Jangka Waktu Dalam Perbankan Syariah Jangka waktu yang digunakan dalam kontrak Mudharabah umumnya ditetapkan oleh bank syariah, karena kontrak Mudharabah juga umumnya digunakan untuk tujuan dagang jangka pendek (Saeed, 1996:74). Kontrak Mudharabah dalam bank syariah hendaknya dilaksanakan (liquidated) dan modal bank beserta keuntungannya diserahkan pada waktuyang telah ditentukan dalam kontrak, karena ada proyeksi laba dari dana bank yang dihitung dengan mempertimbangkan jatuh tempo kontrak.

16 45 Dari sudut pandang bank, sedikit saja penguluran dari waktu yang telah ditetapkan akan menempatkan bank dalam resiko, hal ini disebabkan tidak akan memungkinkan bagi bank untuk mengubah rasio keuntungan yang sejak awal telah disepakati. Karena rasio keuntungan masih tetap konstan selama jangka waktu Mudharabah, suatu penguluran dapat berarti pengurangan keuntungan atas modal yang diberikan. Beberapa bank syariah bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan mengusulkan bahwa jika mudharib tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan dana selama jangka waktu yang telah ditentukan, maka ia harus memberikan ganti rugi kepada bank. IIBD (International Islamic Bank for Investment and Development) misalnya, menyatakan : Kontrak secara otomatis akan dibatalkan pada saat jatuh tempo. Mudharib harus mengembalikan dana Mudharabah kepada investor dengan sedikit konpensasi atas penyimpanan dana selama waktu kontrak tanpa membuatnya produktif Jaminan Dalam Perbankan Syariah Meskipun dalam Fiqh tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan dari Mudharib, bank-bank syariah umumnya meminta beragam bentuk jaminan. Hal ini mereka lakukan untuk memastikan bahwa modal yang disalurkan dan keuntungan yang diharapkan dari modal ini agar diberikan kepada bank pada saat yang ditetapkan dalam kontrak. Jaminan dapat diberikan dari mudharib sendiri maupun dari pihak ketiga. Jaminan yang diminta oleh bank-bank syariah tersebut tidak dibuat untuk memastikan kembalinya modal, tetapi untuk memastikan bahwa kinerja mudharib sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu klausul dalam kontrak Mudharabah pada Financial Islamic Bank of Egypt adalah Jika terbukti bahwa mudharib menyalahgunakan atau tidak

17 46 sungguh-sungguh dalam melindungi barang-barang atau modal yang diberikan, atau bertindak bertentangan dengan syarat-syarat investor, maka mudharib harus menanggung kerugian, dan harus memberikan jaminan sebagai pengganti kerugian semacam ini. Dalam kejadian yang mudharib bertanggung jawab atas kerugian seperti ini, penjamin diharuskan untuk memberikan ganti rugi kepada bank. Jika yang diberikan oleh penjamin belum mencukupi, maka Mudharib harus memberikan jaminan tambahan dalam jangka waktu tertentu. Di samping jaminan tersebut, mudharib diharuskan untuk menyerahkan laporan-laporan perkembangan berkala tentang kinerja umum Mudharabah maupun tentang arus kas (Saeed, 1996:78). Mudharib juga diwajibkan untuk selalu melakukan pencatatan keuangan yang terkait dengan kontrak, dan mengizinkan perwakilan bank untuk memeriksa catatan tersebut dan mengeditnya dan untuk menginvestarisasi di toko dan gudangnya kapanpun tanpa boleh ada keberatan darinya. Jika terjadi keterlambatan dalam menyerahkan pernyataan neraca atau laporan perkembangan berkala, maka akan berakibat pada pengurangan bagian laba mudharib sebanding dengan jangka waktu keterlambatannya. Bank mempunyai wewenang untuk mengambil alih manajemen proyek tersebut jika mudharib tidak dapat mencapai arus kas yang diproyeksikan atau pendapatan yang dibagikan. Bank juga dapat menuntut pembekuan Mudharabah jika dilihat oleh bank bahwa tidak ada untungnya melanjutkan kontrak, jika mudharib telah melanggar kalusul kontrak. Hal ini dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu ada peringatan atau proses hukum Pembagian Laba dan Rugi Dalam Perbankan Syariah

18 47 Bank syariah sepakat dengan nasabah Mudharabah-nya tentang nisbah bagi hasil yang ditetapkan dalam kontrak. Penentuan besarnya nisbah tergantung pada daya tawar si mudharib, perkiraan laba, suku bunga pasar, karakter pribadi mudharib dan daya jual barang, maupun jangka waktu kontrak. Jika Mudharabah tidak menghasilkan keuntungan, mudharib tidak akan mendapat sedikitpun upah kerjanya. Kondisi ini terjadi jika Mudharabah mengalami kerugian sedangkan tidak ditemukan bukti salah guna dan salah urus mudharib atas dana Mudharabah, atau sepanjang tidak ditentukan pelanggaran atas syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Selanjutnya jika terjadi hal demikian, maka mudharib sendirilah yang akan menanggung kerugian dan jaminan harus diberikan kepada bank (Lewis dan Al-Qaoud, 2001:143). Untuk mengambil alih resiko dari setiap kerugian tidak gampang dilakukan oleh pihak bank. Hal ini harus melewati prosedur untuk memitigasi resiko yang mungkin terjadi dalam kongsi Mudharabah. Resiko aktuarial dalam kongsi Mudharabah seperti yang digunakan dalam perbankan syariah dapat diukur dan dapat diestimasi. Hal inilah yang membuat Mudharabah pada bank syariah sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi beresiko rendah maupun investasi bebas resiko manapun Pembiayaan Musyarakah Dilarangnya praktek riba dalam bidang muamalat perbankan Islam oleh ketentuan Al-Qur an dan As-Sunnah, maka dalam ajaran Islam diberikan metode lain, yaitu melalui Mudharabah dan Musyarakah. Kata Musyarakah bersumber dari akar kata sy-r-k, yang dalam Al-Qur an, disebutkan sebanyak lebih kurang

19 kali, walau tak satupun dari ayat ini yang menggunakan istilah Musyarakah persis dengan arti kata kemitraaan dalam suatu kongsi bisnis. Istilah lain yang digunakan untuk Musyarakah adalah syarikah atau Syirqah (Saeed, 1996:115). Dalam bahasa Inggris Musyarakah diterjemahkan dengan istilah partnership. Sedangkan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam menerjemahkannya dengan istilah participation financing. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan kemitraan, persekutuan atau perkongsian (Sjahdeini, 2000 : 46). Musyarakah atau Syirqah dari segi bahasa berarti percampuran (Muhammad, 2004:25). Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sedangkan menurut syara, Syirqah (perseroan) adalah transaksi antara dua orang atau lebih, yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan (An-Nabhani, 1996:89). Para Fuquha mendefenisikannya sebagai akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan (Usman, 2002:66). Secara teknis dalam aplikasi perbankan, Musyarakah adalah kerja sama antara pemilik modal atau bank dengan pedagang/pengelola, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi modal dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di muka dan apabila rugi ditanggung oleh kedua belah pihak yang bersepakat (Saeed, 1996:96). Sehingga Musyarakah dalam perbankan syariah telah dipahami sebagai suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat. Musyarakah dapat digunakan dalam setiap kegiatan yang dijalankan untuk tujuan menghasilkan laba. Bagi bank-bank syariah, Musyarakah dapat digunakan

20 49 untuk tujuan dagang murni yang lazim bersifat jangka pendek, atau untuk keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek jangka menengah hingga jangka panjang (Saeed, 1996:85). Usman (2002:67) mengatakan bila Musyarakah atau Syirqah dilakukan sebagai transaksi bank atau oleh lembaga pembiayaan tidak lain merupakan usaha patungan (joint venture) dengan para mitranya terdiri atas bank atau lembaga pembiayaan dan pengusaha (nasabah). Sebagai suatu usaha patungan, maka dapat diberlakukan semua ketentuan yang biasanya berlaku bagi perjanjian usaha patungan di antara para mitrausaha. Dapat pula Musyarakah ini dilakukan sebagai suatu modal ventura. Secara sederhana Musyarakah dapat diartikan akad kerja sama usaha patungan antara 2 (dua) pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama pada saat membuat akadnya. Bank disini melakukan usaha pembiayaan dengan cara menyertakan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima pembiayaannya. Bank bersama mitra usaha mengadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai. Porsi pembagian keuntungan terebut tidak harus sebanding dengan pangsa pembiayaan masing-masing, tetapi atas dasar perjanjian kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan pangsa pembiayaan masing-masing. Dalam hal ini bank dapat ikut serta mengelola usaha tersebut (Usman, 2002:71).

21 50 Jadi dapat dikatakan bahwa Musyarakah atau Syirqah adalah keikutsertaaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dimana pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan menurut bagian yang ditentukan sesuai jumlah kontribusi modal dan kesepakatan Hukum Musyarakah dan Dasar Hukumnya Landasan dasar Al-Musyarakah, yaitu : 1. Al-Qur an : a. Terjemahan QS. An-Nisa (4):12 : Jikalau saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga. b. Terjemahan QS. As-Shaad (38):24 : Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. 2. Al-Hadist : a. Dalam Hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Allah SWT telah berkata : Saya menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lain, seandainya berkhianat maka Saya keluar dari penyertaan tersebut. (Terjemahan HR. Abu Daud). b. Rahmat Allah SWT tercurahkan atas 2 (dua) pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat, maka bisnisnya akan tercela dan keberkatan pun akan sirna dari padanya. (Terjemahan HR. Abu Daud).

22 51 c. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, berkata : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya. 3. Ijma Ibn Qudamah telah berkata : Kaum Muslimin telah berkonsensus akan legitimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari padanya (Antonio, 2001:90) Rukun dan Syarat Musyarakah Menurut syara, Syirqah atau Musyarakah adalah transaksi antara dua orang atau lebih, yang keduanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Transaksi perseroan tersebut mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana layaknya transaksi yang lain. Bentuk ijab-nya adalah : Aku mengadakan perseroan dengan anda dalam masalah ini, kemudian yang lain menjawab (qabul) : Aku terima. Akan tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas, yang penting maknanya sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul tersebut harus ada makna yang menunjukkan, bahwa salah satu di antara mereka mengajak kepada yang lain baik secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan kerja sama (perseroan) dalam suatu masalah. Kemudian yang lain menerima perseroan tersebut. Oleh karena itu, adanya kesepakatan untuk melakukan perseroan saja, masih dinilai belum cukup termasuk kesepakatan memberikan modal untuk perseroan saja, juga masih dinilai belum cukup, tetapi harus mengandung makna bekerja sama (melakukan perseroan) dalam suatu urusan. Syarat sah dan tidaknya transaksi perseroan amat tergantung kepada sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa

23 52 dikelola, dapat diwakilkan sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut samasama mengikat para pihak (An-Nabhani, 1996:156). Rukun-rukun dalam akad Musyarakah adalah ijab qabul dan adanya sesuatu yang ditransaksikan. Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan syarat Musyarakah, yaitu ijab dan qabul. Tetapi menurut para ulama dan praktisi perbankan menjabarkan lebih lanjut rukun Musyarakah menjadi : 1. Ucapan (sigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul); tidak ada bentuk khusus dari kontrak Musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang menunjukan tujuan. Berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal. Kontrak Musyarakah dicatat dalam tulisan dan disaksikan yang bermakna akad dapat berbentuk lisan dan tulisan. 2. Para pihak yang berkontrak; dan pihak yang berkontrak harus berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan, karena dalam Musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan sama halnya dengan Mudharabah. Musyarik juga harus berakal sehat dan cakap hukum. 3. Objek kesepakatan : modal dan kerja. a. Modal/Dana. Modal atau dana ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak, atau nilainya sama. Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini. Dapat berbentuk mata uang yang berlaku. 2) Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, properti, perlengkapan dan sebagainya. Dapat juga dalam bentuk hak yang tidak terlihat, seperti lisensi, hak paten dan sebagainya.

24 53 Dibolehkan oleh beberapa ulama modal sebuah perusahaan dapat disumbangkan dalam bentuk jenis-jenis asset ini asalkan barangbarang itu dinilai dengan tunai menurut yang disepakati para mitranya. Harus jelas jumlahnya berapa dan harus disepakati jumlahnya. 3) Mazhab Syafii dan Maliki mensyaratkan dana yang disediakan oleh para pihak itu harus dicampur supaya tidak ada keistimewaan diberikan kepada bagian salah satu dari mereka. Tetapi mazhab Hanafi tidak mencantumkan syarat ini jika modal itu dalam bentuk tunai, sedangkan mazhab Hambali tidak mensyaratkan percampuran dana. b. Kerja Partisipasi para mitra dalam pekerjaan Musyarakah adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan ketidak-ikutsertaan dari mitra lainnya. Tetapi kesamaan kerja bukanlah merupakan syarat. Dibolehkan seorang mitra melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh mensyaratkan bagian keuntungan tambahan bagi dirinya (Tim Penggembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2002 dan Kara, 2005:229). Muhamad (2000:54), menjelaskan bahwa Musyarakah akan menjadi akad apabila telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya, yaitu: 1. Melafazkan kata-kata yang menunjukan izin yang akan mengendalikan harta. 2. Anggota syarikat percaya mempercayai.

25 54 3. Mencampurkan harta yang akan diserikatkan. Adapun rukun syahnya melakukan Syirqah/Musyarakah, adalah : 1. Macam harta modal. 2. Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan. 3. Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat Sejarah Musyarakah Musyarakah atau Syirqah didefinisikan sebagai suatu bentuk kemitraan dimana dua orang atau lebih menggabungkan baik modal atau tenaga kerja bersama-sama, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak yang sama dan kewajiban. Definisi ini didapat dari sejarah Musyarakah yang ada. Dari awal peradaban manusia, metode untuk memenuhi kebutuhan seharihari telah berubah seiring dengan perubahan keadaan sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, budaya dan politik, terutama kebiasaan, mode, dan standar hidup. Metode untuk memenuhi kebutuhan ini mengatur kegiatan komersial dan dapat bervariasi dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu. Masyarakat Arab pada saat kebangkitan Islam memiliki metode pembiayaan yang sangat sederhana dan bentuk usaha khas masyarakat tersebut. Munculnya Nabi Muhammad SAW melihat praktek Musyarakah sudah berlaku selama kegiatan komersial di Arabia. Dia tidak hanya meratifikasinya, tetapi juga dirinya melakukan bisnis atas dasar Musyarakah (Irfani, 1984:2). Setelah Hijrah, para Muhajirin dan Anshar dianjurkan oleh Nabi untuk menjadi bersatu. Selanjutnya mereka bergabung sebagai mitra, dalam bentuk Musyarakah, Muzara a dan Musaqat, dalam perdagangan mereka. Sifat transaksi, dalam bentuk yang berbeda, adalah identik. Nomenklatur yang berbeda dalam

26 55 bahasa Arab mengacu pada kegiatan beragam seperti muzara a di bidang pertanian, musaqat di berkebun dan Musyarakah dalam perdagangan. Modal dan tenaga kerja Musyarakah disebut Mudarabah. Ada konsensus pendapat di antara para ahli hukum atau para ahli fiqih (termasuk Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali dan Syi ah) bahwa Musyarakah adalah kontrak yang sah dalam Islam. Namun para ahli fiqih tersebut berbeda atas kondisi bentuk dan rincian lainnya (Irfani, 1984:3) Tipe-Tipe Musyarakah Awalnya Musyarakah atau Syirqah (partnership) terdiri dari dua jenis. Yaitu : a. Syirqah Al-Milk (kemitraan non-kontrak) b. Syirqah Al-Uqood (kemitraan kontrak) Syirqah Al-Milk (non-kontrak) menyiratkan kepemilikan bersama ketika dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan kepemilikan aset bersama tanpa menandatangani perjanjian kemitraan formal, misalnya, dua orang yang menerima warisan atau hadiah tanah atau properti yang tidak dibagi. Para mitra harus berbagi hadiah, atau mewarisi kekayaan atau pendapatan, sesuai dengan porsi mereka di dalamnya sampai mereka memutuskan untuk membaginya. Jika properti dibagi dan mitra masih memutuskan untuk tetap bersama-sama, Syirqah Al-Milk disebut Ikhtiyariyyah (voluntary). Namun, jika dibagi dan mereka dibatasi untuk tetap bersama-sama, Syirqah Al-Milk ditandai sebagai Jabriyyah (sukarela). Sedangkan Syirqah Al-Uqood (kemitraan kontrak), bagaimanapun juga dianggap sebagai kemitraan yang tepat karena pihak-pihak yang bersangkutan telah rela menandatangani perjanjian kontrak untuk investasi bersama dan berbagi

27 56 keuntungan dan resiko. Perjanjian tersebut tidak perlu formal dan tertulis, bisa informal dan lisan. Sama seperti di Mudharabah, keuntungan dapat dibagi dalam proporsi yang adil yang disepakati. Kerugian harus dibagi secara proporsional dengan kontribusi modal. Syirqah Al-Uqood telah dibagi dalam buku-buku Fiqh menjadi empat jenis: Al-Mufawadah (otoritas penuh dan kewajiban), Al-Inan (otoritas terbatas dan kewajiban), Al-Abdan (tenaga kerja, keterampilan dan manajemen), dan Al- Wujuh (goodwill, kelayakan kredit dan kontrak). Dalam kasus Mufawadah mitra dalah orang dewasa, sama dalam kontribusi modal mereka, kemampuan mereka untuk melaksanakan tanggung jawab dan bagian mereka untuk mendapatkan keuntungan dan kerugian. Mereka memiliki otoritas penuh untuk bertindak atas nama orang lain dan bertanggung jawab atas kewajiban bisnis kemitraan mereka. Dengan demikian masing-masing pasangan dapat bertindak sebagai agen (wakil) untuk bisnis kemitraan dan berdiri sebagai penjamin (kafil) bagi para mitra lainnya. Inan di sisi lain menyiratkan bahwa semua mitra tidak perlu dewasa atau memiliki bagian yang sama di kemitraannya. Keduanya tidak sama dalam tanggung jawab atas pengelolaan usaha. Oleh karena saham mereka dan keuntungan tidak sama, tapi ini harus jelas ditentukan dalam kontrak kemitraan. Bagian mereka dalam kerugian tentu saja akan sesuai dengan kontribusi modal mereka. Jadi dalam Syirqah Al-Inan bertindak sebagai agen mitra tetapi bukan sebagai jaminan bagi rekan-rekan mereka. Syirqah Al-Abdan adalah dimana mitra berkontribusi keterampilan dan upaya pengelolaan bisnis tanpa memberikan kontribusi di kemitraannya.

28 57 Sedangkan dalam Syirqah Al-Wujuh, mitra menggunakan niat baik mereka, mereka menawarkan kelayakan pembiayaan dan akses mereka untuk mempromosikan bisnis mereka tanpa memberikan kontribusi modal (Chapra, 1985:251). Keseluruhan tipe Musyarakah di atas adalah model saja. Dalam prakteknya, Musyarakah dapat berkontribusi tidak hanya keuangan, tetapi juga dapat berupa tenaga kerja, manajemen dan keterampilan, kredit dan goodwill, meskipun tidak selalu sama porsinya tiap pihak yang berserikat. Untuk itu diperlukan kesepakatan di awal mengenai porsi modal dan nisbah bagi hasilnya. Pada bisnis modern belakangan ini muncul kekhawatiran mengenai Musyarakah ini (seperti dijelaskan di atas) adalah seperti di bawah : 1. Kemitraan. Kemitraan ini memiliki kekhawatiran karena : a. Kemitraan aturan dibingkai oleh pemerintah dalam bentuk undangundang, b. Praktek bisnis yang berlaku dalam komunitas bisnis yang sangat tergantung pada teritori dan waktu. 2. Perusahaan Terbatas. Jenis Musyarakah secara ketat dikontrol oleh aturan hukum dibingkai oleh pemerintah melalui undang-undang perusahaan terbatas namun dipengaruhi oleh praktek bisnis (Urf) seperti teknik bisnis komersial, kondisi ekonomi dan persyaratan hukum. 3. Keterlibatan masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami Musyarakah ini (Chapra, 1985:255). Dalam Musyarakah, modal yang akan diinvestasikan oleh mitra mungkin tidak sama. Menurut sebagian besar para ahli hukum, modal harus dalam bentuk

29 58 mata uang dan tidak dalam bentuk barang. Jika modal dalam bentuk mata uang, ketentuan pembagian bagi hasilnya juga merujuk pada mata uang yang berlaku. Pada zaman barter juga dibingkai aturan, tapi sekarang barang umumnya disebut atau diperhitungkan dalam hal mata uang. Dalam perusahaan terbatas dan koperasi, modal masyarakat yang diinvestasikan dalam mata uang yang disebut saham, dan mitra tersebut membeli saham sebanyak yang mereka inginkan (Chapra, 1985:253). Bisnis ini telah dilakukan secara universal dan telah diterima sebagai praktek bisnis dan oleh sebab itu harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam Manajemen Dalam Akad Musyarakah Menurut Iqbal (2009:190), Musyarakah dijalankan dan dikelola oleh kehendak dan persamaan hak partisipasi dari semua mitra. Aspek-aspek dari bisnis Musyarakah adalah sebagai berikut: 1. Setiap mitra merupakan agen untuk yang lain, karena semua mitra mendapatkan keuntungan dari bisnis Musyarakah ini. Ketika kontrak Musyarakah dibuat, setiap mitra harus berpegang pada kontrak tersebut. Kepemilikan properti dari mitra bisnis Musyarakah sebenarnya dianggap sebagai milik mitra lainnya, hal ini berlaku jika mitra membeli setengah porsi khusus untuk dirinya sendiri dan setengah porsi untuk Musyarakah tersebut. Namun, jika pasangan membeli beberapa barang untuk dirinya sendiri saja, itu adalah khusus untuk dia dan bukan untuk bisnis Musyarakah. 2. Setiap mitra menikmati hak yang sama dalam segala hal kecuali jika ada kondisi yang bertentangan dengan kontrak. 3. Kondisi mengenai porsi dalam administrasi Musyarakah akan berpengaruh

30 59 pada variasi dalam nisbah bagi hasil. Kontrak Musyarakah akan menjadi tidak valid jika didasarkan kondisi salah satu pihak yang kurang berpartisipasi dalam bisnis Musyarakah, sehingga nisbah bagi hasilnya jadi berkurang. 4. Setiap mitra memiliki hak untuk berpartisipasi secara aktif dalam urusan Musyarakah jika dia menghendakinya. Dalam semua bentuk Musyarakah modern, para mitra memiliki hak yang sama seperti yang disebutkan di atas. Dalam perusahaan terbatas dan koperasi, pemegang saham mendelegasikan hak dalam hal administrasi dan lain sebagainya kepada direksi atau orang yang diberi jabatan lainnya. Dengan kesepakatan bersama, pendistribusian tanggung jawab, tugas dan pekerjaan, seperti pada praktek-praktek yang berlaku di komunitas bisnis Distribusi Laba Dalam Akad Musyarakah Dasar pembagian keuntungan Musyarakah adalah modal, partisipasi aktif dalam bisnis Musyarakah, dan tanggung jawab. Keuntungan yang akan dibagikan kepada para mitra bisnis atas dasar proporsi/nisbah disebutkan di muka pada saat akad. Bagian dari setiap laba harus ditentukan sebagai proporsi atau persentase. Tidak dibolehkan ditetapkan jumlah yang tetap untuk setiap akad (Siddiqi, 1985:22-23). Perusahaan terbatas dan koperasi mendistribusikan keuntungan mereka sesuai dengan modal saham. Jika ada pemegang saham berpartisipasi aktif dalam Musyarakah, dia dibayar untuk itu dan pembayaran tersebut dianggap sebagai biaya Musyarakah Kerugian Dalam Akad Musyarakah Semua ahli hukum secara aklamasi menyatakan bahwa kerugian akan

31 60 ditanggung oleh mitra sesuai dengan akad mereka. Dalam semua bentuk Musyarakah (seperti perusahaan terbatas, koperasi masyarakat dan kemitraan) kerugian yang ditanggung atas dasar modal yang diinvestasikan (Iqbal, 2009:191). Para ahli hukum juga telah menetapkan bahwa pihak yang tidak memiliki modal yang diinvestasikan dalam perusahaan, tidak harus berbagi kerugiannya. Para ahli hukum menunjukkan pembagian kerugian ini merupakan kewajiban dari pemilik modal saja. Namun pada prakteknya, pada Musyarakah jika terjadi kerugian, tidak mengurangi porsi masing-masing mitra atau pemegang saham, tapi tetap dibukukan di rekening Musyarakah agar disesuaikan terhadap keuntungan di masa depan. Hal ini harus dicatat pada akuntansi, akan terjadi kehilangan keuntungan di masa depan disebabkan kerugian tersebut, sehingga menjadi tanggungan pada tingkat modal selanjutnya Menarik Diri Dalam Akad Musyarakah Menurut Iqbal (2009:192), pada awal Islam, Musyarakah umumnya dilakukan dalam jangka pendek, sebagian besar merupakan jenis usaha patungan. Oleh karena itu, sangat mudah bagi pasangan untuk menarik diri dari suatu Musyarakah. Penarikan diri untuk berpartisipasi dalam Musyarakah tidak menciptakan banyak masalah seperti masalah perpajakan belanja modal, kontinuitas usaha dan niat baik. Inilah sebabnya mengapa para ahli fiqih tidak merasa perlu untuk memaksakan pembatasan penarikan diri dari Musyarakah. Tetapi pada prakteknya, persyaratan hukum dan kontrol publik dalam Musyarakah, tegas dinyatakan bahwa tidak ada mitra atau pemegang saham dapat terbebas dari kewajiban akibat kerugian. Menurut etika bisnis, pemegang saham

32 61 dari perseroan terbatas tidak bisa menarik diri begitu saja dan menerima kembali modal yang telah diinvestasikannya. Dia bisa menjual saham kepada setiap orang yang berkeinginan menjadi pemegang saham perusahaan tersebut. Dalam bisnis kemitraan, mitra dapat diizinkan untuk menarik diri dan menerima modalnya kembali setelah kewajiban dipenuhi sebagai mitra Kewajiban Terbatas Dalam Akad Musyarakah Sebuah fitur yang membedakan Musyarakah modern adalah perseroan terbatas pemegang saham. Pemegang saham tidak bisa bertanggung jawab atas lebih dari jumlah modal yang telah mereka investasikan. Persyaratan ini perlu dibuat untuk menganggap Musyarakah sebagai entitas terpisah dari individualitas pemegang saham. Ketentuan bisnis ini telah memberikan cara agar Musyarakah aman dan stabil sehingga organisasi komersial menjadi besar dan bisnisnya terus berkembang (Irfani, 1984:23-24). Untuk meringkas bagian ini, Syirqah Al-Inan, yang berarti saham setara dan diakui oleh semua pihak, mungkin cenderung menjadi Syirqah yang paling populer untuk dilakukan. Keuntungan dibagi sesuai dengan proporsi yang telah disetujui, karena syariah mengakui suatu hak untuk mendapatkan keuntungan yang timbul dari kontribusi mitra pada salah satu aset bisnis. Namun, syariah membuat jelas bahwa kerugian harus dibagi secara proporsional dengan kontribusi sesuai dengan modal. Hal ini disebabkan karena kerugian merupakan suatu erosi ekuitas dan harus dibebankan pada modal. Jika kerugian telah terjadi dalam satu periode, harus dikompensasikan keuntungan pada periode berikutnya hingga hilangnya keseluruhan kerugian dan dihapuskan pada jumlah modal. Namun, hingga total kerugian telah dihapuskan, setiap distribusi keuntungan akan

33 62 dianggap sebagai uang muka kepada mitra. Dengan demikian, dianjurkan agar membentuk cadangan laba untuk mengimbangi kerugian yang mungkin timbul di masa depan Teori Produktivitas Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, dan peralatan serta waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Dalam perspektif normatif, pengertian produktivitas adalah kalau hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari sekarang (Ruky, 2001:2). Konsep produktivitas dijelaskan oleh Ravianto (1985:18) sebagai berikut: 1. Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan jasa untuk semakin banyak orang dengan menggunakan sedikit sumber daya. 2. Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multi disiplin yang secara efektif merumuskan tujuan rencana pembangunan dan pelaksanaan cara-cara produktif dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien namun tetap menjaga kualitas. 3. Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk mutu kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas secara menyeluruh. 4. Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi, potensi, dan kekurangan serta harapan yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah atau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad kerja sama antara

Lebih terperinci

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen Perbankan Syariah Modul ke: Transaksi Musyarakah Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Perbankan Syariah di Indonesia PENGERTIAN MUSYARAKAH

Lebih terperinci

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah : Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, 20120730138 I. Flow-chart Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah : 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank dengan akad musyarakah untuk mendapatkan tambahan modal.

Lebih terperinci

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 5.1. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti di susun berdasarkan pada penelitian-penelitian yang terdahulu beserta persamaan dan perbedaannya yang mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Analisis Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kepastian dana pendidikan anak sesuai rencana untuk setiap cita-cita yang

BAB II LANDASAN TEORI. kepastian dana pendidikan anak sesuai rencana untuk setiap cita-cita yang 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Tabungan ib Pendidikan 1. Pengertian Tabungan ib Pendidikan Tabungan ib Pendidikan merupakan jenis tabungan berjangka dengan potensi bagi hasil yang kompetitif guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang BAB II LANDASAN TEORI Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang mendasari dan mendukung penelitian. A. Pengertian Koperasi Di dalam ilmu ekonomi, pengertian Koperasi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah bentuk kata lain dari kredit. Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama bahwa Islam adalah merupakan agama yang paling sempurna, agama Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah saja, namun di dalamnya

Lebih terperinci

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk BAB III Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) A. Pengertian Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) Koperasi adalah suatu kerja sama dalam lapangan perekonomian. Kerjasama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Pengertian bank menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai mana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 : a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Mudharabah (Qiradh) Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL. profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara

BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL. profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL A. Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008 PERBANKAN SYARIAH Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi Bengkulu, 13 Februari 2008 1 Bank Syariah BANK yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, serta tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni 15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Pada dasarnya bank syariah sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Ada berbagai jurnal yang telah meneliti tentang PSAK 105 dan kesesuaiannya dengan system yang ada di lembaga keuangan syariah diantaranya : Turrosifa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh orang lain. Penulis ingin melakukan pembahasan dan penelitian terhadap pengaruh prinsip jual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL Nama : Suci Lestari NPM : 26210706 Kelas : 3EB14 Jurusan : Akuntansi Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasabah Nasabah adalah aset atau kekayaan utama perusahaan karena tanpa pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang mengatakan pelanggan

Lebih terperinci

KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Modal Pokok (Ra sul-maal) dalam Islam Yang dimaksud dengan kata ra su dalam bahsa Arab ialah atas segala sesuatu. Jadi, ra sulmaal ialah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Lembaga Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Lembaga Keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Pengertian Lembaga Keuangan Dalam sistem keuangan suatu Negara, lembaga keuangan berperan dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan. Menurut

Lebih terperinci

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN NISBAH PEMBIAYAAN AKAD MUḌĀRABAH KHUSUS DI PT. BPRS BAKTI ARTHA SEJAHTERA CABANG BANYUATES SAMPANG MADURA A. Analisis Aplikasi Pengambilan Nisbah Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perbankan Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Kehadiran bank syariah ditengah tengah perbankan adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan

Lebih terperinci

RIBA DAN BUNGA BANK Oleh _Leyla Fajri Hal. 1

RIBA DAN BUNGA BANK Oleh _Leyla Fajri Hal. 1 Hal. 1 MAKALAH Oleh : Leyla Fajri BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak tahun 1960-an perbincangan mengenai larangan riba bunga Bank semakin naik ke permukaan. Setidaknya terdapat dua pendapat yang

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH Guru Pembimbing Kelas : Nur Shollah, SH.I : SMK XI Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Perintah Allah tentang praktik akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi riil dengan pemilik dana.

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle L/C Impor Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH

SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH Oleh: Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, Ph.D Seminar Nasional Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa, 2007:207) pengertian prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa, 2007:207) pengertian prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Prosedur Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2007:207) pengertian prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktifitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi dan Bank Syariah 1. Pengertian Akuntansi Syariah Akuntansi syariah adalah teori yang menjalankan bagaimana mangalokasikan sumber-sumber yang ada secara adil bukan pelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan BAB II LANDASAN TEORI A. WADI AH 1. Pengertian Wadi ah Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi ah. Hal ini dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan

BAB II LANDASAN TEORI. Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah 1. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil Bagi seorang muslim, sumber nilai dan sumber hukum adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi. Konsekuensinya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap deposito mudharabah. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap deposito mudharabah. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Sebagai landasan dalam penelitian ini mengacu pada lima penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh tingkat suku bunga dan bagi hasil terhadap deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi menempati posisi yang sangat vital pada era perekonomian modern saat ini. Lalu lintas perdagangan dalam skala domestik,

Lebih terperinci

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 Rumah adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Terungkapnya krisis kredit subprime

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah. b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah

DASAR HUKUM. a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah. b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah DASAR HUKUM UU No. 10 Thn 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 thn 1992 tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 huruf menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan

Lebih terperinci

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP Dalam kehidupan masyarakat, jual beli yang sering digunakan adalah jual beli yang sifatnya

Lebih terperinci

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad Mudharabah Mudharabah berasal dari adhdharby fil ardhy yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA A. Analisa Terhadap Penerapan Sistem Mud{a>rabah Musya>rakah Pada PT. Asuransi

Lebih terperinci

This document was created by Unregistered Version of Word to PDF Converter BAB I PENDAHULUAN

This document was created by Unregistered Version of Word to PDF Converter BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam menunjang kemajuan perekonomian suatu negara. Keberadaan perbankan sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan modern dewasa ini adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan yang bebas dari bunga merupakan konsep yang masih relatif baru. Gagasan untuk mendirikan Bank Islam lahir dari keadaan belum adanya kesatuan pendapat dikalangan

Lebih terperinci

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Pengertian ADALAH jual beli barang pda harga asal dengan tembahan keuntungan yanng disepakati. Dalam istilah teknis perbankan syari ah murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah mempunyai peran yang cukup penting dalam mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat PT Bank Mega Syariah Indonesia Sejarah kelahiran Bank Mega Syariah Indonesia berawal dari akuisisi PT Bank Umum Tugu oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat; kedua, penyaluran dana (financing) merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat; kedua, penyaluran dana (financing) merupakan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan syariah di Indonesia tengah menjamur dimana-mana. Bank-bank konvensional di Indonesia banyak membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Umum Syariah (BUS).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan syariah semakin berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga keuangan syariah yang berdiri di Indonesia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional. Namun, orang awam dan orang-orang mengenal bank syari ah dari

BAB I PENDAHULUAN. konvensional. Namun, orang awam dan orang-orang mengenal bank syari ah dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dibantah, bahwa bank syariah tidaklah sama dengan bank konvensional. Namun, orang awam dan orang-orang mengenal bank syari ah dari kulit saja, selalu berpandangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya (antara lain Akuntansi) baru kajian Ekonomi Islam dan Akuntansi Islam yang lebih terdepan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BAGI HASIL DAN PENANGANAN PENCAIRAN DEPOSITO MUDHARABAH PADA BPR SYARIAH AMANAH UMMAH

PERHITUNGAN BAGI HASIL DAN PENANGANAN PENCAIRAN DEPOSITO MUDHARABAH PADA BPR SYARIAH AMANAH UMMAH PERHITUNGAN BAGI HASIL DAN PENANGANAN PENCAIRAN DEPOSITO MUDHARABAH PADA BPR SYARIAH AMANAH UMMAH Heny Kurniati dan Hendri Maulana Universitas Ibn Khaldun Bogor ABSTRAK Industri perbankan syariah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh orang islam yang ingin terhindar dari transaksi bank yang dipandang mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dalam zaman modern sekarang ini, tentu sebagian besar orang sudah mengenal tentang bank dan menggunakan jasanya, baik itu sebagai tempat menabung atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur

Lebih terperinci

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD MURA>BAH{AH DENGAN TAMBAHAN DENDA PADA KELOMPOK UKM BINAAN DI BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL (BTPN) SYARIAH SURABAYA A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah{ah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan BAB V PEMBAHASAN A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Al-Bahjah Tulungagung Setelah melakukan pengamatan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DISKON PEMBELIAN BARANG DALAM TRANSAKSI MURA>BAH}AH DI BMT MANDIRI SEJAHTERA JL. RAYA SEKAPUK KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia saat ini organisasi bisnis Islam yang berkembang adalah bank syariah. Salah satu penyebab yang menjadikan bank syariah terus mengalami peningkatan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin memburuknya keadaan perekonomian di Indonesia yang di tandai dengan penurunan nilai tukar rupiah, maka masyarakat mulai banyak mencari penghasilan

Lebih terperinci

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI. MUDHARABAH dan MUSYARAKAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI. Oleh Fiqri Yunanda Pratama 20120730132 Swasti Saraswati 20120730137

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : DRAFT PERATURAN NOMOR IX.A.14 : AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL 1. Definisi a. Ijarah adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. LAMPIRAN Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu yang memiliki topik yang sama. Penelitian tersebut antara lain : 2.1.1 Susi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukan bagi seluruh umat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Akad Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah berasal dari kata dharb, berari memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Antonio, 2001). Khairunisa, 2001 ). (Karim, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Antonio, 2001). Khairunisa, 2001 ). (Karim, 2005). 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam Modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian

Lebih terperinci

Bismillahirrahmanirrahim

Bismillahirrahmanirrahim Bismillahirrahmanirrahim Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia UJIAN TENGAH SEMESTER Matakuliah : Akuntansi Syari ah Hari/tanggal : Jum at 1 Juli 2011 Waktu Sifat : 2 jam 30 menit : Closed book PILIHAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORITIS A. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 59 (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut : Bank Syariah

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Konsep Mudharabah dalam Perbankan Syariah. 1. Pengertian Mudharabah dan Implementasinya

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Konsep Mudharabah dalam Perbankan Syariah. 1. Pengertian Mudharabah dan Implementasinya BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Konsep Mudharabah dalam Perbankan Syariah 1. Pengertian Mudharabah dan Implementasinya,(ب ب ( dharb Mudharabah berasal dari kata yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi adalah an everchangging discipline, berubah terus menerus sepanjang masa (Morgan 1988, Hines 1989 dan Francis 1990). Akuntansi adalah proses mengidentifikasi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor Muamalah ialah semua hukum syariat yang bersangkutan dengan urusan duniawi, dengan memandang kelanjutan hidup seseorang, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian di Indonesia dewasa ini menunjukkan perkembangannya yang cukup pesat. Hal itu terlihat dengan adanya lembaga keuangan yang bermunculan baik itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka dapat diartikan bahwa bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka dapat diartikan bahwa bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan usahanya. Dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan atau kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Namun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk meminjam/menyimpan uang selama periode tertentu dan biasanya dinyatakan dalam persentase

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Penerbitan Efek Syariah. Akad. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5822) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

Prinsip prinsip Islam

Prinsip prinsip Islam Bank Syariah Lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasional berdasarkan prinsip hukum atau syariah Islam yang secara utuh dan total menghidari riba seperti diatur dalam Alquran dan Hadist Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum sistem ekonomi yang melakukan kegiatan perekonomian akan berakhir dengan transaksi. BNI Syariah sebagai bank yang menjalankan kegiatan perbankannya berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Syariah Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD MUDHARABAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DI BANK SYARI AH MANDIRI KUDUS

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD MUDHARABAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DI BANK SYARI AH MANDIRI KUDUS 81 BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD MUDHARABAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DI BANK SYARI AH MANDIRI KUDUS A. Analisis Penerapan Akad Mudharabah Terhadap Produk Penghimpunan Dana Di

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI KENDAL Dikeluarkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO A. Produk Kepemilikan Logam Mulia (KLM) di PT. BRI Syari ah KCP Sidoarjo Memiliki logam mulia (LM)

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK A. Analisis Perhitungan Nisbah Bagi Hasil Produk Simpanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Bank 1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 31 tentang Akuntansi Perbankan (revisi 2000:31.1) Bank adalah suatu lembaga yang berperan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Pembayaran Hutang dengan Batu Bata yang Terjadi di Kampung Bangunrejo Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah Berdasarkan pemaparan terkait Pembayaran Hutang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Khairunisa, 2001)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian  (Khairunisa, 2001) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir-akhir ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilahistilah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Irving Fisher Teori ini berpandangan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum. Teori kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan

Lebih terperinci