LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016"

Transkripsi

1 Harga (Rp/Kg) LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Harga GKP di Petani BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017

2 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinnya Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 selesai disusun sesuai yang direncanakan. Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan Ketahanan Pangan kepada Menteri Pertanian atas pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi dan transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, laporan kinerja ini merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi. Semua indikator sasaran yang ditargetkan dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan, kecuali penurunan jumlah penduduk rawan pangan dan koefisien varian komoditas cabai merah. Capaian kinerja tersebut merupakan dampak dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2016 yang telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga ke tingkat lapang, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani. Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga kami berharap adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif guna menyempurnakan penyusunan laporan di waktu mendatang. Terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak atas bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, Februari 2017 Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Spudnik Sujono Kamino, MM i

3 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Ringkasan Eksekutif... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Lampiran... Daftar Gambar... i ii v vi viii ix x BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 4 C. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi... 4 BAB II : PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis B. Perjanjian Kinerja BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran C. Realisasi Anggaran D. Dukungan Instansi Lain BAB IV : PENUTUP A. Simpulan Umum B. Permasalahan, dan Upaya dan Tindak Lanjut v

4 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 DAFTAR TABEL Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran BKP pada Renstra BKP Tabel 2 Target Indikator Kinerja P5rogram (IKP) BKP Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan BKP Tahun Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Revisi III Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.. 19 Tabel 7. Penjelasan Hasil Perhitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Serta Skor PPH.. 27 Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG, dan Beras Tingkat Petani Berdasarkan Pantauan BPS Tahun Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah Tingkat Petani Tahun Tabel 14. Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras Tingkat LDPM Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Tahun 2016 Berdasarkan BPS Tabel 16. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun Tabel 17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun Tingkat Gapoktan LDPM Tabel 18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI tahun vi

5 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Tabel 19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi Tabel 20. Perkembangan Target Konsumsi Energi tahun Tabel 21. Rata-rata Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun Tabel 23. Perkembangan Skor PPH Tabel 24. Perbandingan Percepatan Penyelesaian KN BKP Th Tabel 25. Perkembangan PNS Badan Ketahanan Pangan Th Tabel 26. Pegawai Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan Tabel 27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun Tabel 28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja BKP tahun Tabel 29. Indeks Penerapan Nilai Dasar Budaya Kerja per eselon II Tabel 30. Ringkasan Hasil Penilaian per Eselon II Tabel 31. Pagu dan realisasi Anggaran Per Kegiatan Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan Tabel 33. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja Tabel 34. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun vii

6 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Ketersediaan Energi Grafik 2. Ketersediaan Protein Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Grafik 4. Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Th Grafik 5. Produksi Rata-rata Responden tahun Kegiatan Solid Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid Grafik 7. Durasi Kekurangan Pangan yang Dialami oleh Kelompok Solid Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Th Berdasarkan BPS.. 39 Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tk. Petani 39 Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen Grafik 11. Kondisi Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras di Provinsi Pelaksana LDPM Grafik 12. Perkembangan LDPM Tingkat Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian 49 Grafik 13. Realisasi Anggaran Dibandingkan dengan Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan BKP Tahun viii

7 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Sruktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan Lampiran 2. Indikator Kinerja Kegiatan BKP Tahun Lampiran 3. Matrik Kinerja dan Pendanaan BKP Tahun Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun Lampiran 6. Perkembangan Panel Harga Pangan Strategis Tk. Produsen Lampiran 7. Perkembangan Harga Gabah Tk. LUPM di 9 Prov. Sample Lampiran 8. Pemantauan Capaian Kinerja PK Triwulanan Tahun Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan dan TTI di 32 Provinsi Lampiran 11. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Tahun Lampiran 12. Dukungan Instansi Lain ix

8 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kriteria Penerima Toko Tani Indonesia Gambar 2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia Gambar 3. Alasan Utama Belanja ke TTI Center x

9 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. DKP yang dibentuk diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu. Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan , Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian : Terwujudnya ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal berlandaskan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan. Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal; (2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan; (3) Meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat untuk pangan pokok (4) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya local; (5) Mewujudkan keamanan pangan segar. Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2016 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2015 sebagai berikut : (1) Skor PPH Ketersediaan sebesar 89,71; (2) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1 persen; (3) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen sebesar diatas atau sama dengan HPP; (4) Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen untuk komoditas beras sebesar dibawah atau sama dengan 10 persen, cabai merah sebesar dibawah atau sama dengan 28 persen, bawang merah sebesar dibawah atau sama dengan 18 persen; (5) Konsumsi Energi sebesar Kkal/Kap/hr; (6) Skor PPH Konsumsi sebesar 86,2; (7) Rasio Konsumsi Pangan Lokal ke Beras sebesar 5,70 persen; (8) Peningkatan Produksi Pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10 persen; dan (9) Tingkat keamnan Pangan Segar yang Diuji dibawah atau sama dengan 80 persen. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya, serta dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian ii

10 dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil. Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum. sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan belum makan kalau belum makan nasi yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Terkait dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2016, maka dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi antara lain: 1) Meningkatkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan; 2) Meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM Aparat khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; 4) Mensinkronkan kebijakan pembangunan ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; 5) Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta mendukung stabilisasi harga pangan pokok; 6) Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman ketahanan pangan yang disusun di pusat. Dalam mencapai target capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan perlu dukungan dari instansi lain baik lintas sektor maupun lingkup Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut adalah : (1) peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan; (3) pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu; (4) pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan; (5) teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan; serta (6) penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura. Jakarta, Februari 2017 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian iii

11 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama yaitu Swasembada Pangan yang didukung oleh program lainnya. Untuk menuju kedaulatan pangan, ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangun ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. yang merumuskan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal. merata, dan terjangkau dan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah. Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memprioritaskan peningkatan kedaulatan pangan sebagai salah satu sub agenda prioritas untuk mewujudkan agenda pembangunan nasional yakni kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik. Dalam rangka meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan tersebut. maka kebijakan umum dalam RPJMN diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok; (2) stabilisasi harga pangan; (3) perbaikan 1

12 kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan; dan (5) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan. Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun Kementerian Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis, yaitu : padi, jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas pertanian lainnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pemantapan ketahanan pangan tersebut, berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang terintegrasi. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta (3) Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal. Ketiga komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan : (1) Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta (5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok. Dewasa ini ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat karena akan menentukan kestabilan ekonomi, social, dan politik dalam suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Upaya memantapkan ketahanan pangan yang dilandasi kedaulatan dan kemandirian pangan, masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baik dalam aspek: ketersediaan pangan, kerawanan pangan, distribusi pangan, penyediaan cadangan pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, penanganan keamanan pangan, 2

13 kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan. Tantangan dan permasalahan tersebut antara lain : (1) Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang memadai; (2) Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat; (3) Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (1.39%/tahun); (4) Konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (5) Belum maksimalnya teknologi pengolahan pangan lokal; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (7) Beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah, sementara pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; (8) Kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka kacang, serta sayur dan buah; (9) Hingga saat ini masih berkembangnya konsep makan belum makan kalau belum makan nasi ; (10) Bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. sehingga mempengaruhi produksi pangan.(11) Konversi lahan pertanian yang terus berlanjut; (12) Perluasan lahan pertanian di luar Jawa masih terkendala kualitas tanah maupun kepemilikan lahan; serta (13) Agribisnis pangan yang belum optimal sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Sementara itu. situasi ekonomi dan perdagangan bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup kuat terhadap ketahanan pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan yang begitu dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri. Badan Ketahanan Pangan berupaya mengatasi permasalahan dan mewujudkan ketahanan pangan tersebut. Untuk itu. Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah satu unit kerja Eselon I Kementerian Pertanian yang memiliki tugas yaitu : "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan", telah menjabarkan berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan, serta dilaksanakan secara berkesinambungan baik pusat dan daerah melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) Badan Ketahanan Pangan yaitu 3

14 mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, hingga capaian kinerja. Guna mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan tersebut selama tahun 2016, disusunlah Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun Penyusunan Laporan Kinerja tersebut didasarkan pada : (1) UU no 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; (2) Peraturan Pemerintah No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (3) Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; (4) Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (5) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999; (6) Permenpan dan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja. Pelaporan Kinerja. dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah; dan (7) Permentan No 50 tahun 2016 tentang Pengelolaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian. B. Maksud dan Tujuan Laporan Kinerja tahun 2016 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku pimpinan tertinggi Kementerian Pertanian. Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk : (1) Mengetahui sejauhmana kinerja Badan Ketahanan Pangan tahun 2016; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2016; dan (3) Sebagai salah satu bahan penyusunan laporan kinerja Kementerian Pertanian. C. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Presiden No 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian. Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang peningkatan diversifikasi dan 4

15 pemantapan ketahanan pangan. Pelaksanaan tugas diselenggarakan secara efektif dan efisien berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1. Koordinasi, pengkajian, penyusunan kebijakan, pemantauan dan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar; 2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar; 3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan. dan peningkatan keamanan pangan segar; 4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar; 5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan; dan 6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan terdiri atas: 1. Sekretariat Badan; 2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; 3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; dan 4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan. Sekretariat Badan mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan. Sekretariat Badan menyelenggarakan fungsi: 5

16 1. Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran, serta kerja sama di bidang ketahanan pangan; 2. pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; 3. evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik; 4. evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang ketahanan pangan; 5. pelaksanaan urusan tata usaha Badan Ketahanan Pangan; dan 6. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1. koordinasi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 2. pengkajian di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 4. pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 5. pelaksanaan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 6. penyusunan norma, standar, prosedur. dan kriteria di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 6

17 7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; 8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; dan 9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi dan cadangan pangan. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1. koordinasi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 2. pengkajian di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 4. pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 5. pelaksanaan pemantapan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 6. penyusunan norma. Standar, prosedur, dan kriteria di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; 8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan; dan 9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi. pengkajian. penyiapan perumusan dan pelaksanaan 7

18 kebijakan di bidang penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1. koordinasi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 2. pengkajian di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 4. pelaksanaan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 5. pelaksanaan pemantapan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 6. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; 8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; dan 9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan. Bagan struktur organisasi BKP berdasarkan Permentan Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 sebagaimana pada Lampiran 1. Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun 8

19 2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk : (1) Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. 9

20 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Dalam penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016, Rencana Strategis (Renstra) yang dipergunakan adalah Renstra Badan Ketahanan Pangan (BKP) Tahun yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran serta program BKP. Visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun VISI MISI TUJUAN SASARAN Terwujudnya ketahanan pangan yang berlandaskan Kedaulatan dan Kemandirian Pangan 1. Memantapkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan 1. Memperkuat penyediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal 2. Menurunkan jumlah penduduk rawan pangan 1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam 2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan 2. Meningkatkan 3. Memperkuat sistem 3. Stabilinya harga pangan keterjangkauan distribusi pangan pokok di tingkat produsen masyarakat dan konsumen terhadap pangan 3. Mewujudkan 4. Meningkatkan 4. Meningkatnya kuantitas penganekaragaman konsumsi pangan dan kualitas konsumsi konsumsi pangan masyarakat untuk pangan masyarakat masyarakat memenuhi kecukupan berbasis sumber gizi yang bersumber daya, kelembagaan dari pangan lokal dan budaya lokal 4. Mewujudkan 5. Meningkatkan 5. Meningkatnya pangan pangan segar yang keamanan dan mutu segar yang aman dan aman dan bermutu pangan segar bermutu 10

21 Dalam rangka mengukur kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk mencapai tujuan strategis tersebut di atas maka ditetapkan indikator kinerja tujuan dan target kinerja jangka menengah yang harus dicapai pada akhir tahun kelima (2019). Indikator kinerja tersebut merupakan indikator kinerja utama Badan Ketahanan Pangan, yaitu: 1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga mencapai skor Pola Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019; 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% setiap tahun; 3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) lebih besar atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah; 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (cv) dengan cv beras kurang dari 10%, cabe merah kurang dari 25%, bawang merah kurang dari 15% pada tahun 2019; 5. Konsumsi energi sebesar kkal/kap/hr pada tahun 2019; 6. Konsumsi pangan hewani sebesar 225 kkal/kap/hr pada tahun 2019; 7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi sebesar 92,50 pada tahun 2019; 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 6,23% pada tahun 2019; 9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi sebesar 10%; 10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%. Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam; 2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan; 3. Stabilnya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen; 4. Meningkatnya kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat; 5. Meningkatnya pangan segar yang aman dan bermutu. 11

22 Target kinerja Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan tahun , setiap tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Target Indikator Kinerja Program (IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun No. Rincian IKP Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun) 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV) 87,52 89,71 92,04 94,25 96, HPP HPP HPP HPP HPP - Beras 10% 10% 10% 10% 10% - Cabe Merah 29% 28% 27% 26% 25% - Bawang Merah 19% 18% 17% 16% 15% 5. Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi 84,1 86,2 88,4 90,5 92,5 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%) 9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%) 10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%) Sumber: Badan Ketahanan Pangan 5,54 5,70 5,87 6,05 6, Sedangkan target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan dalam periode yang berupa output. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) tersebut dapat diperhatikan pada lampiran 2. 12

23 Memperhatikan indikator kinerja diatas dan arah kebijakan ketahanan pangan, serta mempertimbangkan penanganan ketahanan pangan lintas pelaku dan wilayah, maka dirumuskan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan penyiapan program, partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan model kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat perseorangan. Untuk menyelenggarakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, maka akan dilaksanakan 4 (empat) kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi: 1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; 2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; 3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan; 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Rencana aksi dalam rangka mencapai sasaran diatas dibagi dalam beberapa sub kegiatan yang akan menghasilkan beberapa output sebagai sarana untuk mencapai sasaran program (outcome). Kegiatan beserta sub kegiatannya diuraikan berikut ini : 1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya memantapkan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri sekaligus pengurangan jumlah penduduk rawan pangan. Sasaran output kegiatan adalah (1) meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam dan menurunnya jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun; serta (2) Meningkatnya ketahanan pangan keluarga melalui pengembangan model pemberdayaan masyarakat /Smallholder Livelihood Development (SOLID). Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 6 (enam) sub kegiatan. yaitu: (1) Analisis Neraca Bahan Makanan; (2) Penguatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi; (3) Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; (4) Peta 13

24 ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA); (5) Kawasan Mandiri Pangan; dan (6) Pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan. Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. ada 4 (empat) sub kegiatan yang dilaksanakan bekerja sama dengan International Food for Agricultural Development (IFAD) di 11 kabupaten di provinsi Maluku dan Maluku Utara, yaitu: (1) Pemberdayaan petani kecil dan gender; (2) Dukungan produksi pertanian dan pemasaran; (3) Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan; dan (4) Dukungan manajemen dan administrasi SOLID. 2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Kegiatan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat. dan antisipasi kebutuhan pangan. Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan Kegiatan ini terdiri dari 7 (tujuh) sub kegiatan. yaitu: (1) Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (2) Lembaga distribusi pangan masyarakat; (3) Lumbung pangan masyarakat; (4) Panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN; (5) Pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan; (6) Kajian Responsif dan Antisipatif Distribusi Pangan; dan (7) Kajian Distribusi Pangan. 3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan dan memasyarakatkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar. 14

25 Kegiatan ini terdiri dari 6 (enam) sub kegiatan, yaitu: (1) Pemberdayaan pekarangan pangan; (2) Pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan; (3) Gerakan Diversifikasi Pangan; (4) Analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan; (5) Model pengembangan pangan pokok lokal; dan (6) Pengawasan keamanan dan mutu pangan; 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan Kegiatan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan melayani administrasi, keuangan dan asset terhadap penyelenggaraan operasional kantor. Sasaran output kegiatan adalah (1) Terselenggaranya pelayanan administrasi dan pelayanan teknis lainnya secara profesional dan berintegritas di lingkungan Badan Ketahanan Pangan; dan (2) Meningkatnya koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan. Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 4 (empat) sub kegiatan, yaitu: (1) Perencanaan, penganggaran, dan kerja sama ketahanan pangan; (2) Pelayanan keuangan dan perlengkapan; (3) Pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan ketahanan pangan; (4) Penanganan organisasi, kepegawaian, humas, tata usaha, dan hukum. Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. hanya ada satu sub kegiatan, yaitu: koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN. namun perlu ditunjang dari sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD prov/kab/kota, keterlibatan swasta, perbankan (skim kredit dan kredit komersial) serta dari swadaya masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan terhadap pendanaan yang bersumber dari kerjasama dengan internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan untuk memfasilitasi proses koordinasi, supervise, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program/kegiatan. 15

26 Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan yang dibiayai APBN, adalah prioritas nasional. Kebutuhan anggaran Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 adalah sebesar Rp 635,25 milyar. Sedangkan kebutuhan anggaran tahun 2019 diperkirakan sebesar Rp 1.439,90 milyar. Kebutuhan anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan kajian, analisis dan perumusan kebijakan ketahanan pangan serta pengembangan model pemberdayaan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat terutama di lokasi rentan ketahanan pangan. Rencana pendanaan tahunan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun No Kegiatan ALOKASI (Milyar Rupiah) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan 1815 Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan 1816 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan 1817 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan 107,26 285,41 466,02 675, ,80 111,61 268,43 285,36 320,38 71, ,89 125,71 98,52 138,60 149,08 283,49 103,49 113,84 125,23 137,75 Sumber: BKP. Kementan TOTAL 635,25 783,06 963, , ,90 Secara lengkap target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat ditampilkan Matrik Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan pada Lampiran 3. Rencana pendanaan tersebut akan disesuaikan dengan arah kebijakan nasional dan Kementerian Pertanian pada tahun berjalan. B. Perjanjian Kinerja Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja 16

27 dan Pelaporan dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Kepala Badan Ketahanan Pangan hingga Eselon IV lingkup Badan Ketahanan Pangan. Dalam penyusunan laporan kinerja ini merupakan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan, maka perjanjian kinerja yang disusun sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan Pangan mengalami beberapa perubahan karena adanya perubahan fokus kegiatan, sasaran, dan perubahan anggaran. Pada awal tahun 2016, Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan Pangan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 783,06 Milyar, selanjutnya mengalami perubahan Perjanjian Kinerja hingga 3 kali yaitu Perjanjian Kinerja (Revisi I) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 728,93 Milyar. Perjanjian Kinerja (Revisi II) dengan alokasi anggaran sebesar 705,86 Milyar. dan Perjanjian Kinerja (Revisi III) dengan alokasi anggaran sebesar 671,86 Milyar. Perjanjian Kinerja Awal dan Perubahan (Revisi III) seperti pada tabel dibawah ini, sedangkan Perjanjian Kinerja Awal dan Perubahan (Revisi I dan II) dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET 1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen 1. Skor PPH Ketersediaan Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 1% HPP 4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv) < 10% 4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 5. Konsumsi Energi Kkal/Kap/hr 6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr 7. Skor PPH Konsumsi 86,2 5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu 8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji 10% 80% 17

28 Kegiatan Anggaran Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Rp Dukungan Manajemen & Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan Rp JUMLAH Rp Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan III SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET 2. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 3. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 4. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen 6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu Kegiatan 1. Skor PPH Ketersediaan Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) - Beras - Cabai merah - Bawang merah 1% HPP < 10% < 28 % < 18 % 5. Konsumsi Energi Kkal/Kap/hr 6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr 7. Skor PPH Konsumsi 86,2 8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji 10% 80% Anggaran Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan Rp Rp JUMLAH Rp

29 Penetapan Kinerja sudah selaras dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan Tahun Edisi Revisi, seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja. SASARAN PROGRAM Indikator Renstra Tahun Target 2016 Indikator Penetapan Kinerja tahun 2016 Target 1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 4. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 5. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan 89,71 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan 89,71 Penurunan jumlah 1 Penurunan jumlah 1 penduduk rawan pangan penduduk rawan pangan (%/Tahun) (%/Tahun) Harga gabah kering panen HPP Harga gabah kering panen HPP (GKP) di tingkat produsen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) (Rp/Kg) Koefisien variasi pangan di Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV) tingkat konsumen (CV) - Beras 10% - Beras 10% - Cabe Merah 28% - Cabe Merah 28% - Bawang Merah 18% - Bawang Merah 18% 6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%) Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%) Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%) Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) 200 Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) 86.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi 5.70 Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%) 10 Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%) 80 Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)

30 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi Metode penghitungan keberhasilan pencapaian kinerja adalah realisasi indikator dibandingkan dengan target indikator dikalikan 100 persen. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut: 1. Sangat berhasil : jika capaian kinerja>100% 2. Berhasil : % 3. Cukup Berhasil : 60-79% 4. Tidak Berhasil : <60% Tabel 7. Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan INDIKATOR TARGET REALISASI KETERANGAN 1. Skor PPH Ketersediaan Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 1% - - Capaian tahun berjalan dikurangi capaian tahun sebelumnya. - Semakin besar selisih penurunan jumlah penduduk rawan pangan. maka semakin sedikit jumlah penduduk rawan pangan. sehingga capaian kinerja semakin baik. HPP - - Berdasarkan HPP Rp Semakin tinggi harga gabah diatas HPP. maka semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik. 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras Cabe Merah Bawang Merah < 10% < 28 % < 18 % Semakin kecil CV pangan dibawah CV pangan ketetapan. maka capaian kinerja semakin baik. semakin stabil harga beras. cabai merah. dan bawang merah ditingkat konsumen. 20

31 INDIKATOR TARGET REALISASI 5. Konsumsi Energi Kkal/Kap/hr - KETERANGAN - Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi energi. maka tingkat konsumsi energi sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian. 6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr - - Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi pangan hewani. maka tingkat konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pangan hewani yang diimbangi konsumsi pangan nabati. 7. Skor PPH Konsumsi Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras 9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 5. 70% - - Semakin besar capaian rasio konsumsi pangan local non beras terhadap beras. maka tingkat konsumsi energi yang bersumber dari pangan local non beras sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capai kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian. 10% - - Semakin banyak produk pangan segar yang tersertifikasi. maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar. sehingga capaian kinerja semakin baik. 10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji 80% - - Semakin tinggi prosentase keamanan pangan segar yang diuji. maka semakin aman pangan segar di masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2016, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat BKP, yaitu meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, dengan sasaran kegiatan 21

32 utama yaitu: (1) Meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan; (2) Meningkatnya pemantapan distribusi dan harga pangan; (3) Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (4) Meningkatnya manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan. Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil dari berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II yaitu Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat Badan Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tersebut dilaksanakan secara bulanan, triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran realisasi keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara mingguan, bulanan dan triwulanan melalui Laporan Sistem Monitoring Anggaran Terpadu (SMART) secara online, Laporan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan Strategis, Laporan Penetapan Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan Ketahanan Pangan dan Kementerian Pertanian, serta Laporan Rencana Aksi Hak Asasi Manusia (RANHAM) Kementerian Hukum dan Ham. Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi agar mampu menghasilkan hasil evaluasi kinerja yang relevan dan reliabel sebagai bahan pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar untuk menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 22

33 Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN 1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen 1. Skor PPH Ketersediaan Berhasil (95 %) - Capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan hampir mendekati target. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras Cabe Merah Bawang Merah 1% 0.27 % - Krg Berhasil (27 %) - Sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan. namun penurunan masih kurang berhasil. HPP HPP Rp (Sangat Berhasil 115,35 %) - Harga gabah sudah diatas HPP. maka semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik. < 10% < 28 % < 18 % 1.74 % % % - CV harga beras sudah sangat rendah/jauh dari target sehingga harga beras ditingkat konsumen sangat stabil. - CV harga cabai merah lebih rendah dari target, namun hampir mendekati target sehingga harga cabai merah kurang stabil. 23

34 SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN 5. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 5. Konsumsi Energi Kkal/Kap/hr 6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr Kkal/Kap/Hr 211 Kkal/Kap/Hr - CV harga bawang merah lebih tinggi dari target, sehingga harga bawang merah belum stabil. - Sangat Berhasil (105,2 %). Konsumsi energi. sudah melebihi target, maka konsumsi energi sudah sangat baik, sehingga capaian kinerja semakin baik. - Sangat Berhasil (105.5 %) Konsumsi pangan hewani. sudah melebihi target, maka konsumsi pangan hewani semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik. 7. Skor PPH Konsumsi Berhasil (99 %) - Capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. hampir mendekati target. maka konsumsi pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang. sehingga capaian kinerja semakin baik. 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras 5. 70% Sangat Berhasil (110 %). Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras, sudah melebihi target, maka konsumsi pangan non beras semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik. 24

35 SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN 6. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu 9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 10% % - Sangat Berhasil (260 %) - Capaian kinerja sudah diatas target. berarti banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja semakin baik. Sumber : Badan Ketahanan Pangan 10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji 80% % - Sangat berhasil (124 %) - Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah diatas target, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik. Dari tabel diatas dapat diketahui, bahwa capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil. 25

36 B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran. Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Skor PPH Ketersediaan Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta kualitas konsumsi pangan, diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2014 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan ditetapkan minimal kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63 gram/kapita/hari untuk protein. Ketersediaan energi selama kurun waktu sudah jauh di atas rekomendasi WNPG X tahun 2012 dengan rata rata kkal/kapita/hari. Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata 0,63 persen per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama periode ini disebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan energi yang cukup besar pada periode karena adanya peningkatan produksi beberapa komoditas pangan. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa ketersediaan energi secara umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan maupun untuk diekspor. Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada periode juga sudah melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG X 26

37 tahun 2012 dengan ketersediaan protein rata-rata 89,66 gram/kapita/hari. Namun ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan rata-rata 1,19 persen per tahun. Upaya dalam peningkatan ketersediaan protein antara lain : (1) berkoordinasi dengan instansi terkait dalam upaya peningkatan produksi komoditas yang mengandung protein nabati dan hewani, (2) sosialisasi dan promosi terkait dengan ketersediaan protein di tingkat rumah tangga. Jika dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya, kelompok pangan hewani memberikan porsi sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok pangan nabati. Secara nasional, ketersediaan energi dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan Tahun Tahun Energi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari) Skor PPH Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Ketersediaan * Total Pertumbhn Rata2 Pertumbhn (%) Rata-rata Keterangan : NBM 2016 Perkiraan Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP). Kementerian Pertanian 27

38 Ketersediaan Energi (Kalori/Hari) * Rata-rata Energi (Kalori/Hari) Total Energi (Kalori/Hari) Nabati Energi (Kalori/Hari) Hewani Grafik 1. Ketersediaan Energi Tahun Ketersediaan Protein (Gram/Hari) * Rata-rata Protein (Gram/Hari) Total Protein (Gram/Hari) Nabati Protein (Gram/Hari) Hewani Grafik 2. Ketersediaan Protein Tahun Skor PPH Ketersediaan * Rata-rata Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Pangan Tahun

39 Tingkat ketersediaan pangan selain dilihat dari kecukupan gizinya, baik energi dan protein, juga dinilai dari sisi keberagaman ketersediaan gizi berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH tingkat ketersediaan dihitung berdasarkan ketersediaan energi Neraca Bahan Makanan (NBM). Keberagaman ketersediaan pangan akan mendukung pencapaian keberagaman konsumsi pangan sehingga dapat dicapai sasaran konsumsi pangan yang diharapkan. Perkembangan skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan Makanan tahun menunjukkan skor rata-rata 87,72 persen dengan kecenderungan meningkat rata-rata 0,51 persen per tahun. Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM tahun 2016 adalah 85,24, apabila dibandingkan tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 4,48. Penurunan tersebut disebabkan oleh : (1) mulai tahun 2014 perhitungan angka PPH ketersediaan telah menggunakan angka ketersediaan energi kkal/kapita/hari sesuai dengan rekomendasi WNPG X tahun sebelumnya angka ketersediaan energi kkal/kap/hari; (2) pemindahan kandungan gizi komoditas rumput laut yang sebelumnya masuk ke dalam kelompok hewani, di masukan ke kelompok nabati. Untuk mencapai keberagaman ketersediaan pangan yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) tingkat ketersediaan yang dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan lagi selama tahun adalah ketersediaan kelompok pangan hewani serta sayuran dan buah. Kegiatan Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung pencapaian PPH Ketersediaan adalah Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat karena kegiatan tersebut mendukung pendapatan anggota kelompok dan sebagai cadangan pangan masyarakat. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor PPH Ketersediaan adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,57 persen. 29

40 2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan dua fenomena yang saling terkait, bahkan dipandang sebagai hubungan sebab akibat. Kondisi ketahanan pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya kemiskinan bisa menjadi penyebab seseorang menjadi rawan pangan. Tingkat perkembangan penduduk rawan pangan ditunjukkan dengan Angka Rawan Pangan yang merupakan gambaran situasi tingkat aksesibilitas pangan masyarakat dicerminkan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat, yang diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data dasar yang digunakan untuk mengukur tingkat kerawanan pangan adalah data hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan yang dilaksanakan oleh BPS dimana angka kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal. Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu. Angka rawan pangan sejak tahun ditunjukkan pada Tabel dan Grafik dibawah ini. Tahun Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun Jumlah Penduduk Sangat Rawan Pangan (< 70% AKG) % Jumlah Penduduk Rawan Pangan (70%-89.9% AKG) % Jumlah Penduduk Tahan Pangan (>=90% AKG) , , , , , , , , , , , , , , ,15 Sumber: Data Susenas BPS berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan dengan jumlah kecukupan gizi 2000 kkal/hari sesuai dengan WNPG VIII tahun Keterangan: Sangat rawan : (a) Konsumsi kalori perkapita perhari kurang < 70% dari AKG; Rawan Pangan : (b) Konsumsi kalori perkapita perhari 70-90% dari AKG; Tahan pangan : (c) Kosumsi kalori perkapita perhari > 90% dari AKG. % 30

41 persen Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Tahun ,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0, Sangat Rawan 19,52 18,68 16,94 12,96 12,69 Rawan Pangan 32,97 33,84 33,16 28,57 27,16 Tahan Pangan 47,5 47,48 49,90 58,48 60,15 Grafik 4. Persentase Perkembangan Kerawanan Pangan Berdasarkan perkembangan angka rawan pangan pada tabel dan grafik diatas yang merupakan angka gabungan yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh sampel data susenas pada tahun tersebut, terlihat bahwa penduduk rawan pangan mengalami penurunan sejak tahun Persentase angka sangat rawan pangan pada 2012 sebesar 19,52 persen; 2013 sebesar 18,68 persen; 2014 sebesar 16,94 persen; 2015 sebesar 12,96 persen; dan tahun 2016 turun menjadi 12,69 persen. Namun apabila dibandingkan tahun 2015, tahun 2016 sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan, namun penurunan masih kurang berhasil atau 27 persen. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung penurunan rawan pangan adalah kegiatan (a) Pengembangan Desa/Kawasan Mandiri Pangan, (b) Penanganan Daerah Rawan Pangan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi serta Peta Kerawanan dan Kerentanan Pangan (FSVA), (c) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara, (d) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang diprioritaskan di daerah rawan pangan dan sebagai cadangan pangan masyarakat, serta (e) Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di desa, KRPL dalam rangka peningkatan gizi rumah tangga dan peningkatan pendapatan masyarakat. 31

42 a. Kawasan Mandiri Pangan Dalam rangka pengurangan kemiskinan dan penanggulangan kerawanan pangan khususnya rawan pangan kronis. BKP mengembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan yang menjadi salah satu kegiatan strategis di BKP. Kawasan Mandiri Pangan (KMP) adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari desa-desa atau kampung-kampung terpilih (terdiri dari 5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin di daerah rawan pangan menjadi kaum mandiri. Tujuan umum kegiatan KMP adalah mewujudkan ketahanan pangan masyarakat berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan. Secara keprograman, kegiatan KMP dilaksanakan melalui 5 tahapan yang meliputi: Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, Kemandirian dan Keberlanjutan (Exit Strategy). Untuk mendukung kegiatan pemberdayaan dalam KMP maka dialokasikan dana bantuan sosial bansos/bantuan pemerintah (banper), serta anggaran pembinaan dan pendampingan bagi daerah. Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimulai pada tahun 2013 di Kawasan Perbatasan, Kepulauan, serta Papua dan Papua Barat yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan perekonomian kawasan adat di Papua-Papua Barat; (2) mengembangkan perekonomian kawasan perbatasan antar negara; dan (3) mengembangkan cadangan pangan masyarakat kawasan kepulauan. Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun Tahun Bansos/Banper (juta) Penerima Manfaat Sumber : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Total Rata-rata/ tahun

43 Sasaran kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di tahun 2016 berada di 192 kawasan di 145 Kabupaten/Kota pada 31 Provinsi yang terdiri dari 107 Kawasan Kepulauan, Perbatasan, Papua dan Papua Barat serta 85 KMP di provinsi lainnya. Untuk pelaksanaan kegiatan KMP tahun 2016 (yakni KMP yang dimulai pada tahun 2015) terdapat perbedaan antara target dan capaian, dimana target pelaksanaan KMP diawal tahun 2016 adalah sebanyak 192 kawasan dan terealisasi sebanyak 181 kawasan atau 94,27% (yang terdiri dari 103 Kawasan Kepulauan. Perbatasan, Papua dan Papua Barat dan 78 KMP di provinsi lainnya). Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain karena: 1. Terjadi pemekaran di salah satu wilayah Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimanatan Utara sehingga berpengaruh terhadap kesiapan provinsi baru dalam proses administrasi pencairan bansos dan pembinaan kegiatan; 2. Tantangan dari segi geografis di beberapa daerah di mana jarak antar lokasi yang jauh dan tidak hanya dihubungkan oleh daratan (tetapi juga perairan) sehingga dibutuhkan sumber daya (termasuk keuangan) yang besar untuk pelaksanaan monev oleh aparat kabupaten dan provinsi; 3. Kapasitas SDM/aparat yang masih kurang di tingkat kabupaten; 4. Terdapat daerah yang tidak melakukan survei Data Dasar Rumah tangga (DDRT) pada Tahap Persiapan; 5. Penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan arahan yang sudah ditentukan. misalnya terdapat lokasi di mana masyarakatnya menerima bantuan lain seperti bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP). Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah: terjadinya refocusing kegiatan dan anggaran, mutasi pejabat/pegawai, serta pendamping yang tinggal diluar desa binaan. 33

44 b. Penanganan Daerah Rawan Pangan Kegiatan penanganan daerah rawan pangan lebih difokuskan pada pencegahan dini daerah rawan melalui optimalisasi kegiatan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas/Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan) dan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang kantongkantong kerawanan pangan tingkat wilayah. FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator yang sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periode pengambilan data setiap 2-3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA dilakukan sistem pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi kejadian kerawanan pangan secara berjenjang dan dilakukan secara periodik (bulanan) dan terus menerus. SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian kerawanan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan. Data bulanan dan tahunan tersebut menginformasikan tentang 3 (tiga) indikator utama yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk menginformasikan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Meskipun kegiatan SKPG sangat bagus sebagai upaya pencegahan rawan pangan, namun kegiatan SKPG kurang berjalan sesuai dengan target, karena (i) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisis SKPG; (ii) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; (iii) Tidak optimalnya peran Tim Pokja SKPG; (iv) Kurangnya kesadaran aparat terkait pentingnya kegiatan pemantauan pangan dan gizi melalui SKPG; dan (v) Penghematan anggaran. 34

45 c. Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara. Kegiatan tersebut antara lain Pemberdayaan Petani Kecil dan Gender, dan kegiatan rumah tangga yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran. Program SOLID dilaksanakan di 224 desa dan dirasakan manfaatnya oleh 217 desa atau 92,72 %, yang terdiri dari KK (100 % dari target sasaran KK) dan tergabung kedalam Kelompok Mandiri (KM) (98 % dari target sasaran KM). Fasilitas permodalan dalam bentuk dana hibah prestasi (MF) dan dana bergulir (RF) diberikan kepada KM untuk membiayai usaha produktif yang dijalankan oleh KM maupun anggota KM. Sampai dengan akhir tahun 2016, total dana MF dan RF yang disalurkan kepada KM masingmasing sebesar Rp Milyar dan Rp Milyar. Selain Fasilitasi permodalan. pada tahun 2016 KM menerima fasilitasi pelatihan-pelatihan teknis, demplot, sekolah lapang, anjang karya, serta bantuan sarana dan pra sarana untuk KM. Fasilitasi permodalan. pelatihan pengembangan kapasitas serta sarana dan prasarana yang diberikan kepada KM berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan produktif yang diusahakan oleh KM. Berdasarkan hasil survey tahun 2016, peningkatan hasil produksi pertanian dialami oleh hampir semua responden SOLID. Peningkatan produksi pertanian responden tersebut terjadi pada hampir semua komoditi/produk yang diusahakan, kecuali produk olahan pala. Peningkatan tersebut terkait dengan penggunaan teknologi baru, teknologi perbanyakan benih. teknik budidaya tanaman, dan lain-lain. Meskipun produksinya dilaporkan meningkat. hanya 59% responden yang menyatakan bahwa pendapatan mereka naik dibandingkan 35

46 dengan tahun sebelumnya. Jumlah peningkatan produksi dan pendapatan petani dapat dilihat pada grafik dibawah ini Grafik 5. Produksi rata-rata per responden pada tahun 2015 dan % 32% 59% Lebih Tinggi Sama Lebih Rendah Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid dibandingkan dengan tahun sebelumnya Adanya peningkatan produksi pertanian dan pendapatan tersebut berpengaruh terhadap situasi ketahanan pangan responden SOLID. Dari seluruh responden, hanya 25% yang melaporkan mengalami kekurangan pangan selama 12 bulan terakhir. Akan tetapi. responden tersebut sebagian besar mengalami kekurangan kekurangan pangan selama 1-2 minggu (Grafik A), relatif lebih singkat apabila dibandingkan dengan durasi kekurangan pangan yang dialami oleh sebagian besar responden pada tahun 2012 dan 2014 (Grafik B). 36

47 Jumlah Respondedn (%) Jumlah Respondedn (%) Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun A 50 B Benchmark (2012) Midterm (2014) minggu 2minggu 3 minggu > 3 minggu 0 Grafik 7. Durasi kekurangan pangan yang dialami oleh responden survey tahun 2016 (A) dan survey benchmark dan midterm dampak (B). Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran; (2) Pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016; (3) Proses identifikasi yang agak terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator penurunan jumlah penduduk rawan pangan adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,57 persen. 3. Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja subsistem distribusi pangan. Stabilnya harga pangan sangat dipengaruhi beberapa aspek antara lain kemampuan memproduksi bahan pangan, kelancaran arus distribusi pangan, dan pengaturan impor pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat memicu tingginya harga pangan di dalam negeri sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara ekonomi akan menurun yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka kerawanan 37

48 pangan. Berikut perkembangan harga gabah di tingkat produsen tahun , dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Tahun Berdasarkan Pantauan BPS Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras di Tingkat Petani Harga (Rp/Kg) GKP di Petani Harga (Rp/Kg) Beras Medium di Penggilingan Harga (Rp/Kg) GKG d Penggilingan Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani 38

49 Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani Bulan Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016 GKP di Petani Harga (Rp/Kg) GKG d Penggilingan Beras Medium di Penggilingan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) (0,02) (0,39) (0,45) CV (%) 7,36 2,65 2,96 Sumber : BPS yang diolah BKP Berdasarkan capaian kinerja sasaran Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen melalui Panel Harga Badan ketahanan Pangan yaitu Rp /kg atau Sangat Berhasil 115,35 persen. Harga gabah sudah diatas HPP yaitu Rp /kg, maka semakin tinggi pendapatan petani, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Pola perkembangan harga GKP di petani selama tahun memiliki pola yang hampir sama setiap tahunnya. Data harga gabah kering panen (GKG) diambil dari data harga di 22 provinsi sentra produksi padi (panel harga pangan BKP). Selama Tahun 2016 sebagian besar petani di lokasi panel menjual gabah dalam bentuk GKP dan GKG. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani berkisar antara Rp 4.057/kg s.d Rp 4.659/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016 senilai Rp /kg, sedangkan harga terendah terjadi pada Bulan April 2016 senilai Rp /kg. Perubahan 39

50 Harga (Rp/Kg) Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 harga GKP di tingkat petani relatif kecil, yaitu turun 0,71 persen dan harga GKP tahun 2016 cenderung stabil koefisien varian (CV) sebesar 4,15 persen. Harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan berkisar antara Rp 5.032/kg s.d Rp 5.548/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016 senilai Rp /kg dan harga terendah pada bulan Juni 2016 senilai Rp /kg. Sama halnya dengan perubahan harga GKP, harga GKG di tingkat penggilingan relatif kecil, yaitu turun 0,51 persen dan harga GKG tahun 2016 relatif stabil koefisien varian (CV) 3,01 persen. Harga beras medium di tingkat penggilingan berkisar antara Rp 8.554/kg s.d Rp 9.018/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Februari 2016 senilai Rp /kg dan harga terendah pada bulan September 2016 senilai Rp /kg. Perubahan harga GKG di tingkat penggilingan relatif kecil, yaitu turun 0,24 persen dan harga beras medium tahun 2016 relatif stabil dengan koefisien varian (CV) sebesar 1,74 persen. Harga gabah dan beras dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 5 persen dalam periode tertentu. Perkembangan harga gabah berdasarkan panel harga BKP tahun 2016 dapat dilihat pada grafik dan tabel dibawah ini Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Harga GKP di Petani Harga GKG di Penggilingan Harga Beras Medium di Penggilingan Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen 40

51 Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen Bulan Harga Komoditas Pangan Strategis (Rp/Kg) Harga GKP di Petani Harga GKG di Penggilingan Harga Beras Medium di Penggilingan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) (0,71) (0,51) (0,24) CV (%) 4,15 3,01 1,74 Sumber : Panel Harga BKP Sedangkan perkembangan harga komoditas strategis di tingkat produsen dapat dilihat pada lampiran 6. Apabila dibandingkan harga LDPM, berdasarkan laporan 2 bulanan mulai bulan Februari sampai dengan bulan Agustus tahun 2016 yang disampaikan oleh provinsi pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM, rata-rata harga pembelian Gapoktan adalah gabah Rp dan beras Rp ini menunjukkan bahwa rata-rata pembelian Gapoktan lebih tinggi dibandingkan HPP (gabah dan beras Rp ). Rincian Rata-rata harga pembelian Gabah dan Beras dimasing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini 41

52 Tabel 14. Rata-rata harga pembelian Gabah dan Beras tingkat LDPM No. Provinsi Bulan Februari April Juni Agt Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras 1 Aceh Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten DIY Jabar Jateng Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalsel Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut Gorontalo Maluku Harga rata-rata Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Dari Tabel di atas dapat digambarkan kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di masing-masing provinsi, dimana harga rata-rata pembelian gabah tertinggi terdapat di provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp per kg hal ini karena harga pembelian yang disampaikan merupakan harga gabah kering giling, sedangkan harga gabah terendah terdapat di provinsi Sumatera Barat sebesar Rp per kg. Sementara itu untuk pembelian beras harga tertinggi di Kepulauan Riau sebesar Rp per Harga rata-rata 42

53 Aceh Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Banten DIY Jabar Jateng Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalsel Sulsel Sulbar Sulteng Sultra Sulut Gorontalo Maluku Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 kg dan harga pembelian beras terendah terdapat di provinsi Jawa Timur Rp per kg. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di masingmasing provinsi dapat dilihat pada gambar berikut ini Grafik 11. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di provinsi GABAH BERAS Apabila dibandingkan dengan harga di tingkat produsen berdasarkan panel harga BKP yaitu Rp /Kg, maka rata-rata harga gabah di tingkat LDPM lebih tinggi yaitu Rp /Kg atau selisih Rp. 531/Kg. Indikasi perbedaan tersebut disebabkan oleh : (a) Waktu pengambilan data, (b) Jumlah Gapoktan yang disample. Namun, apabila dibandingkan dengan rata-rata harga gabah di 9 provinsi sample (lampiran 7) tingkat LUPM sebesar Rp /Kg. tertinggi Rp /Kg yaitu Provinsi Sumbar dan terendah Rp yaitu Provinsi Banten, maka rata-rata harga gabah di tingkat LUPM lebih rendah dengan rata-rata harga panel BKP yaitu Rp /Kg atau selisih Rp. 148/Kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga gabah di tingkat produsen pada tahun 2016, sangat stabil namun masih diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp /Kg. 43

54 Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,46 persen. 4. Koefisien Variasi Harga Pangan di Tingkat Konsumen a. Koefisien Variasi Harga Beras Berdasarkan data panel harga pangan BKP, rata-rata harga GKP tingkat petani pada TW IV (Okt-Des) sebesar Rp /kg atau 17,10% diatas HPP (Rp ). Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan dibanding TW III karena sdh lewat masa panen. Sedangkan TW III (Juli-Sept 2016), CV harga beras medium ditingkat konsumen (eceran) 0.30% yang berarti harga sangat stabil, bahkan jauh lebih stabil dibanding TW II. Kisaran harga GKP tingkat petani Okt-Des sebesar Rp Rp /Kg, dengan harga tertinggi di Prov. Kalteng (43,90% diatas HPP) dan terendah di Sulteng(14,86% dibawah HPP). Harga GKP Triwulan IV relatif stabil dengan coefisien variasi (CV) 0,48%, namun disparitas antar wilayah relatif besar yaitu 0,46-6,73% dengan Prov Jabar paling stabil dan Prov Sulteng paling fluktuasi Perkembangan harga pangan strategis periode Januari - Desember 2016 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 44

55 Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Th Berdasarkan BPS Harga Pangan Strategis (Rp/Kg) Bulan Beras Migor Gula Daging Daging Telur Cabai Cabai Bawang Umum Curah Pasir Sapi Ayam Ayam Rawit Merah Merah Kedelai Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) (0,08) 1,56 1,32 0,22 (0,96) (0,86) 8,46 4,70 2,40 0,02 CV (%) 0,75 5,57 8,27 1,06 5,88 6,91 27,08 27,85 11,68 0,08 Sumber: BPS diolah BKP Kementan Apabila dibandingkan rata-rata harga beras di tingkat konsumen berdasarkan panel harga BKP yaitu Rp /Kg dan BPS /kg, dengan rata-rata harga beras di tingkat LUPM sebesar Rp /kg dan Toko Tani Indonesia sebesar Rp /Kg, maka harga beras di LUPM dan TTI lebih rendah. Uraian harga beras di tingkat LUPM dan TTI dapat dilihat pada lampiran 9. Sehingga dengan adanya kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia memberikan dampak terhadap stabilisasi harga dan akses pangan masyarakat lebih terjangkau. b. Koefisien Harga Bawang Merah Stabilnya harga bawang merah ditandai dengan koefisien harga (CV) bawang merah. Berdasarkan panel harga BKP tahun 2016, target CV harga bawang merah adalah dibawah 18 persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga 45

56 bawang merah lebih tinggi dari target yaitu 23,90 persen, sehingga harga cabai merah belum stabil. Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga bawang merah /kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp /kg dan harga terendah pada bulan Februari 2016 adalah Rp /kg. Pertumbuhan harga bawang merah sebesar 2,40 persen per bulan dan harga bawang merah tahun 2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga sebesar 23,57 persen. Harga bawang merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 18 persen. Sedangkan harga bawang merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani Indonesia Center sebesar Rp Rp per kilogram, perubahan harga tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah. c. Koefisien Harga Cabai Merah Stabilnya harga cabai merah ditandai dengan koefisien harga (CV) cabai merah. Pada tahun 2016, target CV harga cabai merah adalah dibawah 28 persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga cabai merah sudah dibawah target yaitu 23,57 persen, namun hampir mendekati target sehingga harga cabai merah kurang stabil. Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga cabai merah /kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp /kg dan harga terendah pada bulan Juni 2016 adalah Rp /kg. Pertumbuhan harga cabai merah sebesar 4,70 persen per bulan dan harga cabai merah tahun 2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga (CV) sebesar 23,57 persen. Harga cabai merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 28 persen. Sedangkan harga cabai merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani Indonesia Center sebesar Rp per kilogram, perubahan harga tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah. 46

57 Dalam mendukung stabilisasi harga tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Penguatan LDPM, Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI). a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Kegiatan Penguatan LDPM dilaksanakan secara bertahap mulai dari Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, Tahap Kemandirian dan Tahap Pasca Kemandirian. Pada tahun 2016 dukungan dana Bantuan Pemerintah diberikan kepada Gapoktan Tahap Penumbuhan dan Pengembangan. yaitu pada tahun pertama sebesar Rp 150 juta dan tahun kedua sebesar Rp 75 juta. Untuk tahun ketiga Tahap Kemandirian. dukungan yang diberikan berupa pendampingan dan pembinaan dari pendamping, Tim Teknis dan Tim Pembina. Pada tahun 2016 (revisi), target kelembagaan distribusi pangan masyarakat yang diberdayakan (tahap penumbuhan dan pengembangan) adalah sebanyak 303 Gapoktan. Jumlah tersebut terdiri dari 100 Gapoktan Tahap Penumbuhan dan 203 Gapoktan Tahap Pengembangan. Meskipun untuk Gapoktan Tahap Kemandirian sudah tidak menerima bantuan dana bantuan pemerintah, tetapi masih dilakukan pembinaan yang didanai APBN maupun APBD. Berdasarkan Pedoman Kegiatan Penguatan LDPM 2016, setiap Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan LDPM pada tahun kedua akan dinilai kelayakan dan kesiapannya oleh Tim Pembina Provinsi untuk melaksanakan Tahap Pengembangan dan menerima dana bansos tahap pengembangan. Realisasi pemberdayaan Gapoktan selaku lembaga distribusi pangan pada tahun 2016 adalah 287 Gapoktan atau mencapai 94,71 persen dari target 303 Gapoktan. Realisasi kegiatan Penguatan-LDPM tidak mencapai 100 persen disebabkan adanya revisi anggaran. Tahap Penumbuhan yang semula ditargetkan 100 Gapoktan direvisi 47

58 menjadi 98 Gapoktan sedangkan Tahap Pengembangan yang semula ditargetkan 203 Gapoktan direvisi menjadi 189 Gapoktan. Provinsi yang melakukan revisi yaitu pada tahap Penumbuhan provinsi yang melakukan revisi adalah Kalimantan Selatan 1 Gapoktan dan Kalimantan Tengah. seadangkan tahap Pengembangan provinsi yang melakukan revisi adalah Provinsi Sumatera Barat 3 Gapoktan. Riau 1 Gapoktan. Lampung 1 Gapoktan. Jawa Timur 5 Gapoktan. Nusa Tenggara Barat 1 Gapoktan. Kalimantan Selatan 2 Gapoktan dan Sulawesi Utara 1 Gapoktan. Perkembangan target dan realisasi bansos LDPM tahap penumbuhan, pengembangan, dan kemandirian, selama tahun terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 16. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun Target (Gapoktan) Realisasi (Gapoktan) Persentase (%) Tahun Penum- Pengem Keman Penum Pengem Keman Penum- Pengem Keman- buhan -bangan -dirian -buhan -bangan -dirian buhan -bangan dirian Total Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan 48

59 Tahap Penum-buhan Tahap Pengembangan Tahap Keman-dirian Tahap Penum-buhan Tahap Pengembangan Tahap Keman-dirian Tahap Penum-buhan Tahap Pengembangan Tahap Keman-dirian Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan Pengembangan, Kemandirian, dan Pasca Kemandirian Tahun Target (Gapoktan) Realisasi (Gapoktan) Persentase (%) Total Grafik 12. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun Seperti dalam penjelasan stabilisasi harga di tingkat produsen, apabila dilihat dari rata-rata harga gabah di tingkat gapoktan LDPM periode bulan April sebesar Rp per kg dan hamper mendekati harga HPP atau 94 persen karena pada bulan tersebut terjadi panen raya, hingga bulan Agustus sebesar Rp per kg atau diatas HPP atau 102 persen karena pada bulan-bulan berikutnya mengalami musim tanam dan produksi menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa harga gabah di tingkat LDPM mengalami tetap stabil, tidak terjadi fluktuasi harga secara signifikan. Berdasarkan Kajian Evaluasi Dampak Penguatan LDPM Tahun 2013 dapat disimpulkan jika dukungan pemerintah dalam bentuk Bansos Penguatan-LDPM terbukti dapat menjaga stabilitas harga pangan ditingkat petani sebagaimana ditampilkan pada tabel dibawah ini.harga GKP pada Gapoktan pelaksana Penguatan-LDPM juga relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga GKP petani pada umumnya yang ditunjukkan 49

60 dari nilai CV yang jauh lebih rendah dari nilai CV harga GKP petani umumnya. Tabel 17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012 Tingkat Gapoktan LDPM. Uraian Harga Rata-Rata (Rp/Kg) CV (%) GKP Gapoktan LDPM GKP Petani Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Ket.: HPP GKP tahun 2013 adalah Rp di tk petani (Berdasarkan Inpres No 3/2013) Dampak kegiatan Penguatan-LDPM juga terlihat dari peningkatan peran Gapoktan dalam pengelolaan cadangan panga, yang meningkatkan kemudahan petani (anggota) dalam mengakses pangan pada saat terjadi kelangkaan pangan. Berpengaruh positif dalam membangun perspektif anggota Gapoktan dalam pengembangan agribisnis. Keberadaan saldo akhir ini merupakan indikator utama bahwa Gapoktan peserta Penguatan LDPM sampai saat ini masih berjalan dengan baik. Dapat memberikan pekerjaan kepada ibu-ibu rumah tangga dan laki-laki. Dari kegiatan yang diinisiasi Badan Ketahanan Pangan melalui penguatan LDPM, ternyata tidak hanya mampu melindungi dan memberdayakan petani, tetapi para petani dan Gapoktan telah mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Di sisi lain, masyarakat sekitar Gapoktan juga telah memperoleh dampak ikutan, berupa mata pencaharian. Semua ini, tentu berkontribusi nyata dalam meningkatkan ketahanan pangan keluarga. b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat yang di biayai melalui dana dekonsentrasi dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian. Tahap penumbuhan mencakup identifikasi lokasi dan pembangunan fisik lumbung melalui DAK Bidang Pertanian, tahap 50

61 pengembangan mencakup identifikasi kelompok lumbung pangan dan pengisian cadangan pangan. sedangkan tahap kemandirian mencakup penguatan modal untuk pengembangan usaha kelompok. Alokasi bansos tahap pengembangan sebesar 20 juta untuk pengisian cadangan pangan dan tahap kemandirian sebesar 20 juta untuk pengembangan usaha. Pada tahun 2016, untuk tahap penumbuhan tidak dilaksanakan karena alokasi DAK bidang Pertanian diperuntukkan untuk pembangunan gudang cadangan pemerintah, dan pembelian RMU serta pembangunan lantai jemur untuk lumbung yang belum mempunyai lantai jemur. Tahap pengembangan sebanyak 54 kelompok yang tersebar di 4 provinsi. dengan alokasi anggaran untuk kegiatan pengembangan lumbung pangan adalah sebesar 1.08 milyar. Sampai dengan 31 Desember Realisasi dana Bansos kegiatan pengembangan lumbung pangan hanya mencapai 1.02 milyar (94.44 %). Provinsi yang Realisasi dana bansosnya tidak mencapai 100 % terdapat di Provinsi Lampung sebanyak 2 (dua) unit lumbung, dan 1 (satu) unit di Provinsi Sumatera Utara, karena tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan pedoman. Mengingat tahun 2016 sudah tidak ada dana pemanfaatan pada tahap Kemandirian, maka Badan Ketahanan Pangan hanya memantau perkembangan pemanfaatan cadangan pangan masyarakat pada tahun Mengingat lokasi sasaran kegiatan Pengembangan LPM sebagian besar berada di di daerah rawan pangan dan perbatasan, maka kegiatan tersebut sangat mendukung dalam penanganan rawan pangan dan membantu cadangan pangan masyarakat, meskipun jangkauannya masih terbatas di beberapa provinsi. 51

62 c. Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia Dalam menciptakan stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Untuk kegiatan Toko Tani Indonesia (TTI) mulai dilaksanakan tahun 2015, berupa kerjasama antara Kementerian Pertanian dan Perum Bulog dengan melakukan terobosan untuk solusi permanen yaitu : (1) menyerap produk pertanian, (2) memperpendek rantai distribusi pemasaran, dan (3) memberikan kemudahan akses konsumen/masyarakat. Kriteria TTI dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1.KriteriaPenerima Kegiatan Toko Tani Indonesia 52

63 STAKEHOLDER Gambar2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia Sasaran kegiatan pelaksanaan PUPM melalui TTI pada tahun 2016 sebesar 500 LUPM di 32 provinsi kecuali provinsi DKI dan Kalimantan Utara, dan TTI. Realisasi pelaksanaan kegiatan PUPM melalui TTI telah tercapai 493 LUPM atau 98,60 persen. Hal tersebut disebabkan ada LUPM di 3 (tiga) provinsi yang tidak mencairkan seluruhnya yaitu Kepulauan Riau sebanyak 3 (tiga). Sulawesi Utara sebanyak 2 (dua), dan Kalimantan Selatan sebanyak 2 (dua). Penyebabnya adalah : (a) Seleksi CPCL oleh Tim Teknis Kab/Kota dan Provinsi yang belum optimal, (b) Lokasi LUPM ke TTI sangat jauh. (b) Harga tidak sesuai atau biaya operasional tidak sesuai. Sedangkan pelaksanaan PUPM melalui TTI secara umum adalah : (a) Harga gabah diatas HPP, (b) Kemasan dibongkar oleh TTI dan dijual dalam bentuk literan, (c) Gambar/branding kemasan diubah, (d) Anggaran dipotong oleh oknum aspirasi atau adanya indikasi penyimpangan dana oleh Tim Teknis Kabupaten dan Provinsi, (e) Dana dipinjam pengurus bukan kepentingan PUPM, (f) Hasil penjualan TTI tidak segera disetorkan ke Gapoktan atau LUPM, (g) Pendamping tidak melakukan tugas pendampingan ke Gapoktan - TTI sebagaimana mestinya, serta Pendamping tidak rutin & tidak tepat waktu dalam 53

64 mengirimkan laporan mingguan, (h) Penggunaaan Dana Operasional Bantuan Pemerintah diluar biaya transportasi, sortasi, dan kemasan, serta (i) Jumlah perputaran penjualan beras TTI minim dikarenakan lokasi yang tidak strategis. No Tabel 18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI Tahun Provinsi 2015 GAPOTAN TOKO TANI INDONESIA T R T R T R T R 1 Aceh Sumatera Utara Riau Jambi Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Bangka Belitung Banten DKI JAKARTA*) Jawa Barat DKI JAKARTA**) Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kepulauan Riau Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total Sumber : Sekretariat TTI 54

65 Tabel 19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi sampai Minggu ke-4 (29 Desember 2016) Ton Akumulasi Sept s.d Kamis. 29 Desember 2016 Provinsi Total Volume Beli Gabah Dari Petani Kumulatif Penjualan Beras Tingkat TTI Wilayah I Wilayah II Wilayah III Wilayah IV Grand Total Sumber: SITANI-BKP (2016) Keterangan : Wilayah I : Riau, Jambi, Kep. Bangka Babel, Lampung, Jateng, Katim, Sulteng, Papbar Wilayah II : Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan Wilayah III : Aceh, Sumut, Sumsel, Kalbar, NTT, Gorontalo, Sultra, Maluku, Papua Wilayah IV : Sumbar, Kep. Riau, Bengkulu, DIY, Jatrim, Kalteng, Sulbar, Sulut, Mal Utara Capaian transaksi beras pada LUPM dan TTI tahun 2016 per provinsi dapat dilihat dapat lampiran 10. Selain itu dalam mendukung stabilisasi harga, Badan Ketahanan Pangan membuka model Toko Tani Indenesia Center di Pasar Minggu Provinsi DKI Jakarta. Komoditas pangan yang dijual TTI Center antara lain : beras premium dengan harga Rp 7.900/kilogram, daging sapi Rp /kilogram, daging kerbau Rp / kilogram, bawang merah Rp /kilogram, cabe merah keriting Rp /kilogram, gula pasir Rp / kilogram, daging ayam Rp /kilogram, dan minyak goreng Rp /liter. Hasil survei lainnya menunjukkan bahwa yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berkunjung/belanja ke TTI mayoritas sebesar 44% karena harga yang murah, selanjutnya diikuti 18% karena tempat yang nyaman, 16% karena 55

66 lokasi terjangkau, 8% produk yang bervariasi, 6 % masa promosi dan sisanya lain-lain (Gambar 3). Alasan utama belanja ke TTI Center 1% 6% 7% 18% 16% 8% 44% Harga Murah Produk yang bervariasi Lokasi terjangkau Tempat yang nyaman Masa Promosi Kualitas produk yang bagus Lain - lain Gambar 3. Alasan Utama Belanja ke TTI Center Berdasarkan penjelasan dari tabel dan gambar tersebut diatas, menunjukkan bahwa animo masyarakat untuk berkunjung serta belanja di TTI Center sangat tinggi, maka keberadaan TTI Center sangat diperlukan. Untuk itu, maka baik jumlah maupun cakupan TTI Center perlu diperluas serta bila memungkinkan ditambah jumlahnya. bukan hanya di DKI Jakarta akan tetapi di daerah lain yang menjadi barometer fluktuasi harga pangan pokok strategis. Dengan mengacu panel harga konsumen dan TTI, maka dapat disimpulkan bahwa harga beras di tingkat konsumen pada tahun 2016, sangat stabil. 5. Konsumsi Energi Capaian konsumsi energi dalam kkal/kap/hari pada tahun 2016 telah melampaui target yaitu 105,2 persen atau 48 kkal/kap/hari dari tahun 2015, artinya konsumsi pangan masyarakat telah terpenuhi secara kuantitas sehingga capaian kinerja semakin baik. Konsumsi energi sejak tahun 2012 mengalami peningkatan sampai tahun 2016 yaitu dari kkal/kap/hari menjadi kkal/kap/hari. Capaian ini 56

67 masih dalam batas normal, dengan kisaran diatas 90% AKE (berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG X tahun 2012 : AKE = kkal/kap/hari) Standar Angka Kecukupan. Berdasarkan rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-x Tahun 2012 terjadi peningkatan capaian konsumsi pangan penduduk secara kuantitatif pada periode menunjukkan tingkat konsumsi energi yang berfluktuasi dan cenderung meningkat, dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 2,5 persen per tahun. Konsumsi energi tahun masih dibawah standar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yaitu kkal/kap/hari, namun mulai tahun 2015 telah melebihi standar seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 20. Perkembangan Konsumsi Energi tahun Uraian Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) Sumber : Susenas ; BPS.diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Secara nasional, sumber konsumsi energi pada tahun 2016 masih didominasi dari konsumsi padi-padian sebesar kkal/kap/hari dibandingkan dibanding tahun 2015 sebesar kkal/kapita/hari. Berdasarkan rekomendasi WNPG X Tahun 2012, terjadi peningkatan AKE rata rata penduduk Indonesia. AKE rata-rata sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka padi-padian sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan energi cenderung tetap untuk menutupi peningkatan kebutuhan energi.konsumsi energi per kelompok pangan belum mencapai kondisi ideal, yang ditandai dengan masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras dan terigu, serta masih rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, 57

68 serta sayur dan buah. Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 21. Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Rata-rata Tahun Kelompok Bahan Pangan I. Padi-padian II. Umbi-umbian III. Pangan Hewani IV. Minyak dan Lemak V. Buah/biji berminyak VI. Kacang-kacangan VII. Gula VIII. Sayuran dan buah IX. Lain-lain Total Energi Tk.Konsumsi Energi (TKE) Skor PPH ,2 Sedangkan uraian capai konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk mencapai konsumsi energi yang ideal perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian dan sumber karbohidrat lainnya. Meskipun tren konsumsi umbi-umbian mengalami peningkatan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi energi penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu, di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman. Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian masih mengalami hambatan, antara lain : (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian dipasar; (b) 58

69 keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan. berasan/butiran. dan lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production). sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior. 6. Konsumsi Pangan Hewani Capaian konsumsi pangan hewani dalam kkal/kap/hari telah melampaui target yaitu 211 kak/kap/hari atau 105,5 persen dari target yaitu 200 kak/kap/hari. Artinya konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat sehingga capaian kinerja semakin baik. Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ke depan perlu didorong keanekaragaman konsumsi pangan dengan kualitas gizi yang semakin meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani. Setiap daerah mempunyai pola konsumsi pangan hewani dengan menu yang spesifik dan sudah membudaya serta tercermin di dalam tatanan menu sehari-hari. Menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi standar gizi yang dibutuhkan, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak mengubah karakteristiknya agar tetap dapat diterima oleh masyarakat. Konsumsi Pangan Hewani sebagai salah satu indikator kinerja Badan Ketahanan Pangan, karena untuk mengetahui keanekaragaman dan kecukupan konsumsi pangan hewani keluarga yang akan mempengarui dengan kualitas sumberdaya manusia keluarga. Konsumsi pangan hewani sebagian besar masih belum beragam sesuai dengan Pola Pangan Harapan, dan masih di dominansi pangan hewani ruminansia sedangkan konsumsi pangan hewani lain belum mendukung. Uraian capaian konsumsi pangan hewani dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 59

70 Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016 Komoditas Energi Protein Gram Kilogram Kkal/Hari Gram/Hari Per Hari Per Thn Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2 Daging Ruminansia 12,7 0,7 5,1 1,9 Daging Unggas 68,6 5,2 20,1 7,3 Telur 27,4 2,2 17,9 6,5 Susu 41,3 1,6 7,3 2,7 Ikan 61,5 9,6 51,6 18,8 Subtotal Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2 Sumber : Susenas 2016, BPS diolah dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian konsumsi pangan hewani, antara lain : pengaruh kondisi sosial-budaya, ekonomi dan ketersediaan pangan hewani. Keanekaragaman sosial ekonomi masyarakat menjadi peluang dan potensi untuk mengembangkan pangan yang beragam, dan keanekaragaman pola makan dipengaruhi ketersediaan pangan. Pembangunan sistem pangan merupakan bagian pembangunan nasional yang strategis untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Keberhasilan dalam proses pembentukan SDM terletak pada keberhasilan memenuhi kecukupan pangan dan perbaikan pola konsumsi pangan. Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Konsumsi Energi adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,98 persen. 7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi tahun 2016 yaitu 86 persen hampir mendekati target yaitu 86,2 persen, maka konsumsi pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang, sehingga capaian kinerja semakin baik. Salah satu indikator untuk mengetahui pencapaian konsumsi pangan secara kualitatif adalah melalui pencapaian skor PPH, konsumsi pangan yang ideal 60

71 digambarkan dengan skor PPH 100. Gambaran situasi konsumsi pangan. ditunjukkan dalam tabel dibawah ini : Tabel 23. Perkembangan Skor PPH Uraian T R T R T R T R T R Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Sumber: Susenas BPS. diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Keterangan : Target berdasarkan Renstra Revisi BKP dan Renstra BKP Berdasarkan tabel, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor PPH, tahun berfluktuatif antar tahun. Tahun mengalami penurunan dari 83.5 menjadi 81,4, dan kembali meningkat menjadi 86,0 pada tahun Realisasi capaian skor PPH di tahun mempunyai kesenjangan yang cukup besar dengan target yang ditetapkan. Adanya kesenjangan tersebut telah dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan review target sasaran merujuk pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012 yaitu merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi target capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009). dijadikan target capaian tahun Dengan demikian, telah dilakukan penghitungan ulang terhadap target pencapaian kualitas konsumsi pangan dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81.4). menghasilkan target skor PPH 82.5 tahun dan 84.1 tahun Setelah dilakukan perubahan terhadap target skor PPH tersebut. capaian kualitas konsumsi pada tahun 2014 dan 2015 telah melebihi target yang ditetapkan. bahkan persentase pencapaian skor PPH cenderung meningkat dari tahun 2014 yaitu sebesar 101.1%. menjadi 101.3% pada tahun Tahuan 2016 pencapaian Skor PPH sementara menunjukan kenaikan dari tahun 2015 yaitu dari 85.2 menjadi 86,0. Skor PPH ini telah memenuhi 99.7 % dari target skor PPH tahun 2016 sebesar 86,2. 61

72 Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor PPH Konsumsi adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,98 persen. 8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras Capaian rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras tahun 2016 sebesar 6,30 persen atau telah melebihi target yaitu 5,70 persen. Artinya konsumsi karbohodrat yang bersumber dari pangan lokal yaitu umbi-umbian dan jagung di tingkat masyarakat sudah baik, sehingga capaian kinerja semakin baik. Meskipun dalam mencapai dan mewujudkan pemenuhan konsumsi energi, konsumsi pangan hewani, PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras merupakan kegiatan lintas sektor yang dipengaruhi oleh kinerja berbagai unit kerja/instansi lain. Namun, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), Sosialisasi dan Promosi P2KP, dan Gerakan Diversifikasi Pangan. Selain itu juga, diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas di masyarakat. Selain itu. untuk meningkatkan keberagaman pangan juga diperlukan dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya penganekaragaman pangan. Untuk mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju beragam dan bergizi seimbang masih diperlukan upaya: 1) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui Komunikasi, Informasi. Edukasi KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat lapangan, Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak dan elektronik); 2) Upaya penurunan konsumsi beras dilakukan dengan meningkatkan produksi serta konsumsi pangan karbohidrat berbasis 62

73 sumberdaya lokal; 3) Peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran. Buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup dan dapat diakses oleh seluruh anggota keluarga. Upaya diatas merupakan daya ungkit yang cukup besar untuk dapat meningkatkan skor PPH. Berdasarkan hasil Kajian Dampak Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) pada tahun 2013 pada 7 provinsi sample. Bahwa telah terjadi rata-rata penurunan konsumsi nasi sebesar 26,90 gram (atau setara dengan 0,0269 kg). Secara keseluruhan bahwa secara agregat terdapat perbedaan skor PPH antar program P2KP dengan Non P2KP. Besaran perbedaan Skor PPH tersebut 5,77 point lebih tinggi program P2KP didandingkan dengan Non P2KP. Kualitas konsumsi pangan yang lebih baik dapat dicapai dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Meskipun kecenderungan konsumsi beras mengalami penurunan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi pangan penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman. Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat, ditunjukkan dari konsumsi sayur dan buah, pangan hewani. kacang-kacangan, serta umbi-umbian yang masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: (a) perilaku masyarakat belum cukup dalam perkembangan dan perubahan skor PPH dari masyarakat; (b) masih rendahnya daya beli masyarakat. rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang.dan masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan; (c) kurang berkembangnya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non beras dan non terigu; (d) produksi umbi- 63

74 umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian di pasar; (d) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production), sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (e) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; (f) berbagai produk olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih dianggap sebagai pangan inferior; (g) komitmen aparat dalam mengimplementasi program dan kegiatan diversifikasi dirasa masih belum kuat; dan (h) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga serta lemahnya partisipasi masyarakat. Ke depan pencapaian sasaran IKU tersebut perlu introduksi komponen kegiatan di dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbiumbian. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan skor PPH di masyarakat diperlukan ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang memadai, dan pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar dapat ditekan. Untuk itu diperlukan pengembangan usaha pengolahan pangan pokok lokal lainnya dengan nilai ekonomis yang memadai. Selain itu kegiatan penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepung-tepungan dapat tercapai secara berkelanjutan, karena kelompok sudah termotivasi dan mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok yang didukung kegiatan Model PengembanganPangan Pokok Lokal (MP3L). Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras adalah sebesar Rp dengan realisasi anggaran sebesar Rp atau 91,98 persen. 64

75 9. Peningkatan Produk Pangan Segar yang Tersertifikasi Capaian kinerja peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi sudah mencapai 26 persen (260 persen) atau diatas target yaitu 10 persen, berarti banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Pengawasan pangan segar yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2016, salah satunya adalah pengawasan pada proses produksi (On Farm), yaitu dengan melakukan sertifikasi prima 1, 2 dan 3 serta surveilens oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/Pusat (OKKPD/OKKPP) kepada petani/kelompok tani/pelaku usaha. Sertifikasi prima 3 diberikan kepada produk pertanian yang memenuhi persyaratan dilihat dari aspek keamanan pangan; sedangkan untuk prima 2 dilihat dari aspek keamanan dan mutu pangan; dan prima 1 dari aspek keamanan dan mutu pangan serta sosial dan lingkungan. Hasil pengawasan pada proses produksi (sertifikat Prima 1, 2, 3), registrasi PD/PL, packing house pada tahun 2016 meningkat 26,04% dari target sasaran yang telah ditetapkan sebesar 10% bila dibandingkan dengan tahun Sedangkan hasil pengawasan pangan segar di peredaran yang dilakukan melalui monitoring/inspeksi baik dipasar tradisional maupun ritail modern pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 99,61% aman dikonsumsi. Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar dengan sertifikasi prima, dilakukan juga pengawasan pangan segar di rumah kemas (packing house) dan pelaku usaha melalui pendaftaran rumah kemas dan pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) oleh OKKPD/OKKPP. Pengawasan ini bersifat sukarela, dimana hanya rumah kemas/pelaku usaha yang menginginkan produknya didaftar. 65

76 10. Tingkat Keamanan Pangan segar yang Diuji Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah mencapai 99,61 persen atau diatas target yaitu 80 persen, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Badan Ketahanan Pangan telah melakukan beberapa kegiatan terkait pengawasan keamanan pangan segar, antara lain pengambilan contoh pangan segar dan pengujian di laboratorium. Objek pengawasan keamanan pangan segar yang dilakukan oleh BKP difokuskan pada pangan segar asal tumbuhan di peredaran. Dalam pengawasan tersebut, Badan ketahanan Pangan bekerjasama dengan instansi lain. Mandat pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan) khususnya dalam mengawal lalu lintas pangan segar asal tumbuhan dari dan ke luar negeri. Pengawasan keamanan pangan segar asal hewan secara khusus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan) melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Ruang lingkup pengujian adalah residu pestisida, mikroba dan logam berat. Pengujian residu pestisida sudah dilaksanakan sejak tahun Mengingat keamanan pangan sangat penting dalam peningkatan kualitas manusia. maka diperlukan petugas/sdm di bidang pengawasan keamanan pangan yang memiliki kompetensi yang terstandarkan. Beberapa kompetensi untuk petugas yang menangani keamanan pangan segar sudah merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai standar komptensi profesi, yaitu SKKNI Pengawas Keamanan Pangan Segar dan SKKNI Petugas Pengambil Contoh (PPC) pangan segar.untuk memenuhi kompetensi petugas yang menangani keamanan pangan. BKP telah melatih petugas dengan berbagai kompetensi dari tahun ke tahun, hingga tahun 2016 petugas yang menangani keamanan pangan. sebagai berikut : (1) PPC sebanyak 295 orang; (2) Auditor sebanyak 92 orang; (3) Inspektor sebanyak 66

77 36 orang; (4) PMHP sebanyak 20 orang; (5) PPNS sebanyak 20 orang; dan (6) Pengawas sebanyak 61 orang. Dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan keamanan pangan segar di Indonesia, banyak tantangan yang dihadapi oleh Badan Ketahanan Pangan, antara lain : (1) Cakupan wilayah pengawasan yang sangat luas; (2) jumlah dan jenis pangan segar cukup beragam; (3) Rendahnya pengetahuan dan keterampilan produsen untuk memproduksi pangan yang aman dan bermutu; (4) Kesadaran konsumen dan retail yang masih perlu ditingkatkan; dan (5) Keterbatasan jumlah dan kompetensi pengawas keamanan pangan segar. Dari kelima tantangan tersebut, butir ke 1 dan 2 menunjukkan bahwa diperlukan penguatan sarana dan prasarana pengawasan yang memadai. Untuk mendukung hal tersebut.diperlukan kendaraan operasional yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengawasan keamanan pangan segar seperti pengambilan sampel dan wahana respon cepat terhadap kejadian ketidakamanan pangan (seperti terjadinya kasus keracunan pangan segar) serta sarana pendukung untuk penyebaran informasi tentang keamanan pangan di daerah. 11. Analisis atas Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Terhadap Kegiatan Prioritas. a. Pemeriksaan Hasil Auditor Capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tidak lepas dari efisiensi penggunaan sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun pegawai. Penilaian capaian kinerja atas keuangan tidak hanya dari aspek realisasi keuangan tetapi juga hasil pemeriksaan dari auditor baik dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, maupun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan dilakukan melalui proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, 67

78 kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dalam laporan kinerja ini, arah kebijakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan program/kegiatan Badan Ketahanan Pangan hingga tahun 2014 difokuskan pada seluruh kegiatan dan anggaran yang tertuang dalam DIPA dan POK, dengan melihat dari aspek efektivitas, efisiensi dan kerugian negara. Sedangkan pada tahun tahun 2016 arah kebijakan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian yaitu (a) Fokus pada Program Peningkatan Kedaulatan Pangan, (b) Sebagai motor dalam Penyelenggaraan SPIP, dan (c) Audit Kegiatan Periode Lalu dan Pengawalan (SPI) Kegiatan Tahun Berjalan. Dengan menerapkan : Integrasi Lini Pengawasan. Proses Pengendalian Integral Dengan Kegiatan. dan Penerapan Kualitas Manajemen (Quality Manajemen). Berdasarkan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Tahun 2016 terhadap kegiatan Badan Ketahanan Pangan pada 5 Provinsi yaitu : (a) Kepulauan Riau, (b) Riau, (c) Bangka Belitung, (d) Jawa Tengah, dan (e) Jawa Timur. Dalam pemeriksaan tersebut, ruang lingkup pelaksanaan audit kinerja Ketahanan Pangan meliputi : (a) Capaian kinerja program peningkatan Ketahanan Pangan, (b) Ketaatan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), (c) Ketaatan terhadap perundang undangan, (d) Monitoring terhadap tindak lanjut temuan hasil audit sebelumnya. Secara umum, temuan Hasil Pemeriksaan tersebut terdapat kelemahankelemahan sebagai berikut : a. Kepala Satker belum sepenuhnya mengimplementasikan aspek SPI pada unit kerjanya, b. Belum adanya standar satuan biaya secara internal, 68

79 c. Penanggungjawab kegiatan belum sepenuhnya memperhatikan pentingnya juklak/juknis kegiatan sebagai acuan pelaksanaan dan belum memperhatikan simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan, d. Satlak PI masih kurang optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, e. Sosialisasi SPI belum dilakukan keseluruh Satker Daerah Propinsi/Kabupaten, f. Kerangka Acuan Kerja/TOR masih banyak yang tidak buat sehingga tidak ada penjabaran lebih lanjut mengenai metodollogi atau langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam pelaksanaan operasional, g. Kepengurusan Gapoktan belum dilengkapi dengan Tim Pengawas sebagaimana ditetapkan dalam Pedum, h. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga tujuan dan sasaran kegiatan dapat tercapai, i. Penanggungjawab kegiatan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belum diterapkan SPI secara memadai serta belum efektifnya pengendalian dan pengawasan dari KPA maupun PPK. akibatnya kegiatan belum dapat menyajikan kinerja gapoktan secara lengkap, j. Gapoktan belum membuat aturan dan sanksi secara tertulis bagi anggota yang menyangkut pemanfaatan sumber daya dan dana. serta belum adanya pemupukan modal atau tabungan untuk cadangan pangan, k. Penanggungjawab kegiatan agar lebih cermat dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan, l. Penanggungjawab dan Pelaksana Kegiatan agar meningkatkan koordinasi dengan penanggungjawab kegiatan di Kabupaten dalam melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan di lapangan baik secara teknis maupun adiministratif, 69

80 m. Petugas pendamping masih belum melaksanakan pendampingan secara optimal dan meningkatkan pembinaan serta pendampingan baik dalam manajemen administrasi keuangan maupun dalam upaya operasional kelompok, n. Kurang optimalnya pengendalian dan pengawasan kegiatan dari KPA dan PPK terutama dalam pelaksanaan dan penggunaan anggaran yang tidak memperhatikan prinsip efektif dan ekonomis. Dengan adanya kondisi tersebut diatas mengakibatkan terjadinya Kerugian Negara di 4 provinsi yaitu Provinsi Riau. Bangka Belitung. Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan total Kerugian negara sebesar Rp penyelesaian sebesar Rp sisa Kerugian Negara sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp Upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan surat teguran dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil temuan dan secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain itu Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi tersebut. Tabel 24. Perbandingan percepatan penyelesaian KN BKP Tahun No URAIAN TAHUN KN Temuan Itjen Kementan 2 KN Temuan BPKP TOTAL Sedangkan evaluasi kegiatan PIDRA dan SOLID Badan Ketahanan Pangan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pengawasan dan 70

81 Pembanguanan (BPKP) yang terdapat di Provinsi NTB, Maluku, Maluku Utara dan DKI (BKP Pusat) terdapat Kerugian Negara seluruhnya sebesar Rp penyelesaian sampai tahun 2016 sebesar Rp Sisa kerugian negara program SOLID sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp Upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah Upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan surat teguran dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil temuan dan secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain itu Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi tersebut. b. Capaian Kinerja Pegawai Badan Ketahanan Pangan Keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas serta berbagai kegiatan program pembangunan ketahanan pangan yang dikelola Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, tidak lepas dari kemampuan sumberdaya manusia aparat yang tersedia. Efisiensi penggunaan sumberdaya manusia/pegawai Badan Ketahanan Pangan, merupakan dukungan yang tidak kalah penting dalam pencapaian target program dan kegiatan Badan ketahanan Pangan Tahun Sumberdaya manusia/pegawai yang tersedia dan berkualitas sangat menentukan bagi keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan dan Sekretariat DKP. Pada tahun 2016, BKP Kementerian Pertanian didukung oleh 322 pegawai, dengan komposisi yang beragam adalah : 1. Tingkat pendidikan: SLTA ke bawah sebanyak 93 orang atau 28,89 persen. Diploma-3 dan Sarjana Muda 8 orang atau 2,38 persen, Strata Satu 123 orang atau 38,20 persen. strata dua 86 orang atau 26,70 persen, dan strata tiga 10 orang atau 3,10 persen. 71

82 2. Kepangkatan: golongan I sebanyak 1 orang atau 0,33 persen. golongan II sebanyak 26 orang atau 8,07 persen, golongan III sebanyak 239 orang atau 74,22 persen, dan golongan IV sebanyak 56 orang atau 17,39 persen. 3. Usia pegawai: sebanyak 1 orang atau 0,31 persen, tahun sebanyak 65 orang atau 20,19 persen, tahun 111 orang atau 34,47 persen, tahun 29 orang atau 9,01 persen, dan lebih dari 51 tahun 116 orang atau 36,02 persen. Kualifikasi pegawai BKP Kementerian Pertanian yang masih aktif pada tahun berdasarkan tingkat pendidikan, kepangkatan, dan usia, seperti dalam tabel dibawah ini. Tabel 25. Perkembangan Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Tahun Uraian Jumlah Pegawai Jumlah Pegawai Tingkat Pendidikan a. SLTA ke bawah b. Sarjana Muda dan D c. Sarjana Strata-1 dan D d. Strata-2 Magister e. Strata-3 Doktor Kepangkatan a. Golongan I b. Golongan II c. Golongan IIII d. Golongan IV

83 Uraian Jumlah Pegawai Jumlah Pegawai Usia Pegawai a. Kurang dari 26 tahun b tahun c tahun d tahun e. Lebih dari 51 tahun Sumber : Sekretariat Badan Ketahanan Pangan Jumlah pegawai Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebanyak 322 pegawai. Data tersebut berdasarkan perhitungan, dari awal hingga akhir tahun Pegawai Badan Ketahanan Pangan berkurang sejumlah 5 orang yang disebabkan karena pensiun, mutasi pindah tugas dan meninggal dunia. Sedangkan jumlah pengawai baru yang masuk ke Badan Ketahanan Pangan sebanyak 7 pegawai, yang terdiri dari CPNS berjumlah 6 pegawai, pindahan dari Ditjen Hortikultura 1 pegawai. Bila dilihat dari komposisi jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan, bahwa pegawai di Badan Ketahanan Pangan lebih didominasi dengan tenaga teknis dan selebihnya adalah tenaga administrasi. Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan program tugas belajar sebanyak 12 orang, terdiri dari 6 pegawai mengikuti pendididikan S3 dan 19 pegawai mengikuti pendidikan S2. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan karir melalui jabatan fungsional sebagai upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia dan memberikan kejelasan dan kepastian karier pegawai. Jabatan fungsional merupakan jabatan yang pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu. serta bersifat mandiri. Hingga tahun Badan Ketahanan Pangan telah memiliki 11 jabatan fungsional dengan, 73

84 jumlah pegawai yang telah memiliki jabatan fungsional sebanyak 65 orang pegawai, secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 26. Pegawai dengan Jabatan Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan Jumlah No. Jabatan Fungsional (OrangPegawai) Pranata Komputer 3 Analis Kepegawaian 3 Statistisi 4 Pranata Humas 2 Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP) 7 Pengawas Mutu Hasil Pertanian (PMHP) 9 Arsiparis 7 Pustakawan 1 Perencana 1 Pengelola Pengadaan Barang/Jasa 1 Analis Ketahanan Pangan 27 Total 65 Sumber : data Subbag Kepegawaian Badan Ketahanan Pangan Mengacu dari undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan-peraturan kepegawaian lainnya, pegawai pemerintah diarahkan sebagai fungsional khusus yang memiliki keahlian khusus. Kedepan, kegiatan-kegiatan yang bersifat teknis hanya akan dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kemampuan teknis yang arahnya adalah pejabat fungsional tertentu. Dalam satu bidang unsur pelaksana hanya akan dilakukan oleh pejabat fungsional yang membidangi fungsi masing-masing. Selain itu dalam rangka mengikuti perkembangan informasi yang semakin pesat sudah dilaksanakan secara online atau melalui media online, maka pegawai Badan Ketahanan Pangan dituntut harus memiliki ketrampilan khusus baik dari segi komputerisasi maupun analisis. Sejak tahun 2014, penilaian capaian kinerja pegawai dengan tahun sudah menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang menekankan output 74

85 pekerjaan pegawai dan kehadiran pegawai, sedangkan untuk melihat kinerja pegawai melalui budaya kerja. Dalam rangka penilaian indikator kinerja individu/pegawai. telah dilaksanakan Penilaian Standar Kinerja Pegawai (SKP) sebagai pengganti Daftar Penilaian Pelaksanaan Kerja PNS (DP3) kepada seluruh pegawai Badan Ketahanan Pangan. Dalam Penilaian Prestasi sudah terlihat kinerja pegawai dengan nilai (A = Sangat Baik) sebanyak 35 pegawai; (B = Baik) sebanyak 264 pegawai; (C = Cukup) sebanyak 1 pegawai; (D = Kurang) sebanyak 0 pegawai; dan < 50 (E = Buruk) sebanyak 0 pegawai. Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan juga telah mensosialisasikan aplikasi e-personal yang bekerjasama dengan Biro Organisasi dan Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementan. Aplikasi e-personal digunakan untuk mencatat setiap aktivitas kedinasan pegawai. E-personal ini lebih bersifat sebagai buku harian setiap pegawai. Dengan adanya e-personal, unsur pimpinan bisa melihat aktifitas sehari-hari pegawai yang pembinaannya ada dibawahnya. Selain itu, e-personal juga berfungsi sebagai alat kontrol yang memuat data dan informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian Pertanian, baik yang berada di kantor pusat maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT). Aplikasi e-personal telah terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Aparatur Sipil Negara (SIM ASN) Kementerian Pertanian. dengan tujuan untuk menciptakan keterpaduan dan validitas data khususnya mengenai data kepegawaian. Selain mensosialisasikan e-personal, Badan Ketahanan Pangan juga mensosialisasikan e-kinerja yang bekerjasama dengan Biro Organisasi dan Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementan. Tujuan e-kinerja adalah (1) Untuk meningkatan kinerja organisasi dan aparatur; (2) Menjadi salah satu instrumen dalam penataan dan penyempurnaan organisasi; (3) Sebagai alat ukur prestasi kerja organisasi 75

86 dan aparatur; (4) Untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur dengan mengacu pada prinsip keadilan "equal job for equal pay"; (5) Mendorong terciptanya kompetisi yang sehat diantara aparatur; (6) Meningkatkan kompetensi SDM; (7) Menumbuhkan kreatifitas dan inovasi kerja yang lebih tinggi; (8) Merekam pekerjaan harian aparatur sesuai dengan jabatan dan beban kerja; Pada tahun 2016 hasil pengukuran IPNBK Badan Ketahanan Pangan adalah 3,51 nilai konversi IPNBK 87,86 dengan klasifikasi kualitas budaya kerja A (Sangat Baik) mengalami kenaikan dibandingkan tahun Pada tahun 2015, hasil pengukuran IPNBK Badan Ketahanan Pangan adalah 3,46 dengan nilai kualitas budaya kerja 86,38. Nilai budaya kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebagai berikut - Nilai Rata-Rata Budaya Kerja : 3,51 - Kualitas Budaya Kerja : 87,86 - Kualifikasi Kualitas Budaya Kerja : A (Sangat Baik) Tabel 27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016 NO KOMPONEN PERTANYAAN NILAI KONVERSI 1 Komitmen 1,1. - 1,8. 3,44 86,12 2 Keteladanan 2,1. - 2,6. 3,48 87,09 3 Profesionalisme 3,1. - 3,6. 3,50 87,41 4 Integritas 4,1. - 4,5. 3,53 88,16 5 Disiplin 5,1. - 5,4. 3,62 90,53 NILAI KUALITAS BUDAYA KERJA (IPNBK) 3,51 87,86 Tabel 28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 dan Tahun 2016 adalah sebagai berikut : No Budaya Kerja Tahun 2015 Tahun Nilai rata-rata budaya kerja Kualitas Budaya Kerja Kualifikasi Budaya Kerja A (Sangat Baik) A ( Sangat Baik) Dari 4 (empat) unit kerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan, yang mencapai nilai tertinggi kualitas budaya kerja adalah Sekretariat Badan 76

87 Ketahanan Pangan dengan nilai 3,56 dengan kualitas budaya kerja 88,98 dengan klasifikasi A (Sangat Baik), Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan dengan nilai 3,50 dengan kualitas budaya kerja 87,50 dengan klasifikasi A (Sangat Baik), Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan dengan nilai 3,49 dengan kualitas budaya kerja 87,20 dengan klasifikasi A (Sangat Baik) dan Pusat Ketersediaan dan Cadangan Pangan dengan nilai 3,48 dengan kualitas budaya kerja 86,92 dengan klasifikasi A (Sangat Baik). Hasil pengukuran IPNBK pada masing-masing unit kerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 29. Indeks Penerapan NilaI Dasar Budaya Kerja per Eselon II NO NILAI DASAR SETBA PUSAT KETERSEDIAAN DAN KP PUSAT DISTRIBUSI DAN CP PUSAT PENGANEKA- RAGAMAN & KP 1. Komitmen Keteladanan Profesionalisme Integritas Disiplin I P N D B K Tabel 30. Ringkasan hasil penilaian per Eselon II NO UNIT KERJA NILAI KUALITAS KUALIFIKASI 1 Sekretariat Badan Sangat Baik 2 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Sangat Baik Pangan 3 Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Sangat Baik 4 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Sangat Baik Dari hasil pengolahan data IPNBK lingkup Badan Ketahanan Pangan dari 5 (lima) indikator nilai tertinggi ada pada Indikator Disiplin. Hasil ini sejalan dengan meningkatnya disiplin seluruh pegawai karena adanya pemberian tunjangan kinerja. Mengacu dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah 77

88 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar tampa alasan yang jelas akan dipotong tunjangan kinerjanya, dikenakan pula sanksi administrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah 53 tahun 2010 tersebut. Pemberlakuan sanksi untuk akumulasi datang dan pulang terlambat efektip dalam meningkatkan disiplin pegawai. Tahun 2016 disiplin pegawai lingkup Badan Ketahanan Pangan mengalami peningkatan, yang diikuti peningkatan kinerja pegawai berdasarkan hasil (output ) pekerjaan yang terukur. Sedangkan, 2 (dua) komponen nilai budaya kerja yang masih perlu diperbaiki yaitu sebagai berikut : (a) Komitmen terhadap visi, misi dan tujuan organisasi; dan (b) Keteladanan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan: (a) program tugas belajar dan ijin belajar dengan biaya dari pemerintah, maupun biaya sendiri, kursus/pelatihan teknis aplikatif dan administratif, serta workshop/seminar; (b) pembinaan motivasi dan disiplin; (c) penyelesaian administrasi kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala; (d) pemberian penghargaan dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya; (e) sosialisasi Reformasi Birokrasi; dan melanjutkan rencana perubahan jabatan fungsional pegawai termasuk rencana penyusunan jabatan fungsional analisis ketahanan pangan sesuai dengan amanah undangundang ASN. c. Capaian Kinerja Lainnya Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan tugas secara insidentil/diluar rencana berdasarkan perintah pimpinan. salah satunya adalah dukungan swasembada pangan startegis melalui Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi. Jagung. Kedelai; serta kebijakan lainnya yang dianggap penting. Kegiatan tersebut lebih banyak bersifat koordinasi atau dukungan 78

89 terhadap pelaksanaan kegiatan intansi terkait baik di dalam maupun luar Kementerian Pertanian; serta di tingkat Internasional yang dikoordinasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). United Nations World Food Programme (WFP), maupun forum lainnya. Selama 5 tahun, beberapa prestasi Badan Ketahanan Pangan, serta apresiasi dari masyarakat, pemerintah daerah, dan tingkat internasional kepada Badan Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, seperti : 1. Sejak tahun 2011 hingga sekarang. Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan promosi penganekaragaman konsumsi pangan maupun kegiatan yang terkait dengan upaya perubahan pemanfaatan substitusi pangan dari umbi-umbian. 2. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan penyebaran berita tentang ketahanan pangan melalui berbagai media cetak dan elektronik termasuk media sosial. 3. Melaksanakan sosialisasi Program TTI dan Pangan Murah Berkualitas pada berbagai event seperti Car Free Day. maupun Kementerian lain. 4. Badan Ketahanan Pangan bersama dengan Eselon I dalam upaya stabilisasi harga pangan strategis khususnya cabai merah melalui Pencanangan Gerakan Tanam Cabai 50 juta ha. yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. 5. Meningkatnya kesadaran pentingnya aspek ketahanan pangan dalam pembangunan daerah yang berkelanjutan dari lembaga legislatif di provinsi dan kabupaten/kota. Hampir setiap bulan Badan Ketahanan Pangan mendapatkan kunjungan dari DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang ingin mendiskusikan ketahanan panga..khususnya tentang kebijakan. program dan kegiatan. serta kelembagaan. 6. Kegiatan Vegetables Go To School (VGtS) merupakan kerjasama dengan AVDRC Taiwan dalam bentuk hibah. Kegiatan tersebut dalam bentuk penyusunan baseline data. selanjutnya Tim AVDRC Taiwan yang akan menyusun kajian dan analisis. 79

90 7. Badan Ketahanan Pangan mendapatkan juara Harapan 1 (urutan ke empat) dalam lomba website Kementerian Pertanian (cek ke pak Tri). 8. Dalam uji Maturitas SPI. Skor SPIP Badan Ketahanan Pangan sebesar tersebut dikatagorikan pada level terdefinisi. artinya telah melaksanakan praktik pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik. Namun evaluasi atas pengendalian intern dilakukan tanpa dokumentasi yang memadai. 9. Terlibat dalam kegiatan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja yaitu Pengembangan Desa Lestari. Kegiatan tersebut mengembangkan wilayah/desa tertinggal yang melibatkan seluruh sub sector yaitu Desa Kohod Kabupaten Tangerang. Provinsi Banten. Badan Ketahanan Pangan mengembangkan KRPL. C. Realisasi Anggaran Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan (BKP) memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 782 milyar, namun pada bulan Februari berubah menjadi Rp. 705,86 milyar setelah pagu refokusing, sedangkan pagu setelah self blocking senilai Rp milyar untuk kegiatan di pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Seluruh anggaran tahun 2016 dialokasikan dalam 48 satker, berupa : (a) Dana Sentralisasi di Pusat Rp. 103,24 milyar atau 15,37 persen; (b) Dana Dekonsentrasi (Dekon) di 34 propinsi Rp. 376,47 milyar atau 56,03 persen; (c) Dana Tugas Pembantuan 2 (dua) provinsi dan 11 kabupaten/kota sebesar Rp. 192,15 milyar atau 28,60 persen. Untuk kabupaten/kota yang tidak berdiri sendiri/satker mandiri. anggarannya masuk dalam provinsi melalui dana dekonsentrasi. Alokasi anggaran per kegiatan utama pada tahun 2016 sebelum dan sesudah refocusing adalah pada tabel dibawah ini. 80

91 Tabel 31. Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kegiatan NO KEGIATAN PAGU AWAL 1 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan PAGU SETELAH BLOKIR REALISASI PER 27 JANUARI 2017 % PAGU AWAL % SETELAH BLOKIR ,46 95,42 2 Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan ,57 93, Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan TOTAL Sumber : SPAN. Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan ,98 96, ,14 95, ,47 95,05 Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan SATKER PAGU AWAL PAGU SETELAH BLOKIR REALISASI % PAGU AWAL % PAGU STLH BLOKIR KANTOR PUSAT DEKONSENTRASI TUGAS PEMBANTUAN TUGAS PEMBANTUAN PROPINSI TUGAS PEMBANTUAN KABUPATEN TOTAL Sumber data : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan 81

92 Tabel 33. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja JENIS BELANJA PAGU AWAL PAGU SETELAH BLOKIR REALISASI 2 JANUARI 2017 % PAGU AWAL % PAGU SETELAH BLOKIR BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL TOTAL Sumber : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan Rendahnya penyerapan anggaran tersebut disebabkan oleh : 1. Seringnya terjadi revisi DIPA yang mengakibatkan perubahan POK. 2. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan. 3. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara Pengeluaran). 4. Pegawai pindahan kurang memahami mekanisme pencairan anggaran dan adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran; 5. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan; 6. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana Dekonsentrasi. 7. Perubahan sasaran akibat perubahan anggaran dan tidak sesuai dengan pedoman/kriteria sasaran. 8. Lokasi sasaran yang jauh dari penduduk. 9. Infrastruktur dan kondisi alam. 10. Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran, (2) pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016, (3) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan diawal tahun harus tertunda 82

93 Rp. Miliyar Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016 karena adanya pemblokiran, dan (4) proses identifikasi yang agak terlambat karena blm siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha. Tabel 34. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Th Rp. Milyar Tahun Renstra Pagu Realisasi Sumber : Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 berdasarkan pagu self blocking Grafik 13. Realisasi Anggaran dibandingkan dengan Pagu Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun Realisasi Anggaran Tahun Renstra Pagu Realisasi 83

94 D. Dukungan Instansi Lain. Keberhasilan pencapaian pembangunan ketahanan pangan nasional, dipengaruhi pula oleh peranserta unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan Kementerian lainnya, serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 22 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 43 Tahun 2009, instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan Ketahanan Pangan. Adapun kegiatan instansi lain yang mendukung keberhasilan ketahanan pangan seperti pada lampiran

95 BAB IV PENUTUP A. Simpulan Umum Pelaksanaan program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat tahun 2016, secara khusus telah berhasil menimbulkan perubahan di wilayah/kelompok sasaran. Program tersebut berhasil : (a) membangun kesadaran kelompok sasaran untuk mendukung pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; (b) mendukung mewujudkan stabilitasi harga gabah/ beras, dan jagung di wilayah gapoktan dan masyarakat melalui Penguatan LDPM, Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (c) membantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan tingkat rumah tangga/kelompok masyarakat; serta (d) mendukung dalam menurunkan KK miskin di Desa/Kawasan Mandiri Pangan. Capaian IKU dan sasaran kegiatan utama secara umum sudah sesuai dengan Renstra kecuali pada tahun tahun terakhir sebagai akibat kebijakan pemotongan anggaran dan refocusing program BKP. Refocusing diarahkan pada peningkatan kegiatan PUPM/TTI dengan merealokasi anggaran pada kegiatan yang lain (P2KP/KRPL, Demapan, LDPM, dan LPM). Berdasarkan indikator kinerja, capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian persen (Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil. 85

96 Indikator lainnya belum tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan/masalah baik secara umum maupun teknis pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan. Upaya perbaikan yang telah dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan SKPD daerah dan pihak-pihak terkait, mengoptimalkan sumber daya yang ada, serta memperbaiki fungsi manajemen mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. B. Permasalahan dan Upaya dan Tindak Lanjut 1. Permasalahan Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Secara umum hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum. sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan belum makan kalau belum makan nasi yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Berdasarkan aspek ketahanan pangan, permasalahan dalam capaian kinerja program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat tahun 2016 adalah : 86

97 a. Aspek Ketersediaan Pangan 1) Produksi dan kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas. 2) Jumlah permintaan pangan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. dan berkembangnya penggunaan pangan seiring maraknya perkembangan pariwisata, hotel, dan restoran. 3) Adanya persaingan penggunaan bahan pangan untuk bio energi dan pakan ternak. 4) Kerawanan pangan karena adanya kemiskinan. terbatasnya penyediaan infrastruktur dasar pedesaan, potensi sumber daya pangan yang rendah. rentannya kesehatan masyarakat di daerah terpencil, dan sering terjadinya bencana alam. b. Aspek Keterjangkauan Pangan 1) Sifat produksi yang musiman, berpengaruh terhadap harga pangan. 2) Melonjaknya harga pangan dunia karena ketergantungan terhadap ekspor pangan tertentu. 3) Terbatasnya dan/atau kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi, kondisi iklim yang tidak menentu yang dapat mengganggu transportasi bahan pangan. 4) Permasalahan teknis dalam proses distribusi ini berdampak terhadap melonjaknya ongkos angkut, mengakibatkan aksesibilitas konsumen secara ekonomi menurun. 5) Walaupun pemerintah telah menjamin kecukupan stok beras, namun kecukupan stok pangan tersebut tidak dapat menjamin stok pangan di pasar. c. Aspek Konsumsi Pangan 1) Keterbatasan kemampuan ekonomi atau daya beli dari keluarga; 2) Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi, serta teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan 87

98 dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai social, citra, dan daya terima; 3) Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber daya local, karena pengaruh globalisasi industri pangan siap saji, dan berkurangnya produksi sumber pangan lokal; 4) Adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman; 5) Berbagai kasus gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman; 6) Belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan pangan. karena sistem yang dikembangkan, SDM, serta penerapan saksi yang tegas; 7) Koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan belum optimal; 8) Kurangnya kesadaran pihak pengusaha/pengelola pangan untuk menerapkan peraturan/standar yang telah ada. d. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan. 1) Perubahan arah kebijakan yang berdampak pada refokusing kegiatan, sasaran dan anggaran. 2) Rotasi pimpinan dan staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pegawai sering; 3) Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun ketahanan pangan berkelanjutan; 4) Pelaksanaan monitoring dan pelaporan program ketahanan pangan kurang optimal. baik secara online dan manual; 5) Hasil analisis ketahanan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program; 6) Belum sepenuhnya terlaksananya kegiatan ketahanan pangan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan. 88

99 7) Belum optimalnya peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) sebagai lembaga fungsional koordinator dalam penanganan ketahanan pangan di daerahnya; Secara teknis program dan kegiatan ketahanan pangan, hambatan dan kendala yang dihadapi adalah : 1. Revisi DIPA dan POK baik di pusat maupun daerah. 2. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara Pengeluaran). 3. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan, pegawai pindahan kurang memahami mekanisme pencairan anggaran dan adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran; 4. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan; 5. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana Dekonsentrasi. 6. Satuan harga yang diterapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil; 7. Sasaran tidak sesuai dengan Pedoman, 8. Infrastruktur dan kondisi alam, 9. Kurang optimalnya partisipasi aparat provinsi dan kabupaten/kota dalam pembinaan dan pemenuhan kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok unit usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku olahan pangan lokal di lokasi penerima manfaat. 2. Upaya dan Tindak Lanjut Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya dan tindak lanjut sebagai berikut: 1) BKP Pusat telah menghimbau kepada Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kab/Kota dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan anggaran. 89

100 2) BKP berupaya memberikan informasi dan sosialisasi tentang perubahan nomenklatur dan penghematan kepada daerah. 3) Pendampingan dan pembinaan dalam rangka mengawal pelaksanaan kegiatan dan prtoses administrasi dengan membentuk Tim Pembinaan dan Percepatan Kegiatan dan Anggaran Ketahanan Pangan 4) Fasilitasi kepada kelompok penerima manfaat untuk pengembangan bisnis pangan lokal dan makanan tradisional. 5) Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan industri dan bisnis pangan lokal. 6) Peningkatan kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan institusi yang menangani Ketahanan Pangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. 7) Sinkronisasi kebijakan baik antarkementerian maupun dengan pihak swasta yang diwujudkan dalam bentuk programdan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing namun saling mendukung. 8) Mengembangkan dan atau relikasi kegiatan prioritas seperti KRPL, Kawasan Mapan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia, Lumbung Pangan Masyarakat. 9) Melaksanakan kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). 10) Mendorong upaya kampanye, promosi, sosialisasi, gerakan secara terstruktur dan komprehensif guna mempercepat terjadinya diversifikasi pangan. 11) Meningkatkan peran swasta dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya lokal. 12) Mengembangkan bisnis dan industri pangan lokal, melalui:fasilitasi UMKM untuk pengembangan bisnis pangan lokal, industri bahan baku, industri pangan olahandan pangan siap saji yang aman berbasis sumberdaya lokal dan advokasi, sosialisasi dan penerapan standar keamanan dan mutu 90

101 pangan bagi pelakuusaha pangan terutama usaha rumah tanggadan UMKM. 13) Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal dilakukan melalui pengembangan bisnis pangan lokal bagi UKM, pengembangan kemitraan dengan dunia usaha, pengembangan gerai atau outlet pangan lokal, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal (bekerja sama dengan Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan peningkatan keanekaragaman pangan sesuai karakteristik daerah. 91

102 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan 92

103 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 2. Target Kinerja Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun No Rincian IKK 1814 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat (Gapoktan) Target Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit) Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi) Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan (Lokasi) Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/Toko Tani Indonesia (TTI) (Gap/TTI) Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi pangan (Judul) Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi) Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Lokasi) Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul) Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA) Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan) Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan (Lokasi) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan) 1816 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa) Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan (Lokasi) Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi) Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi)

104 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No Rincian IKK Target Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit) Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan kerja sama (Dokumen) Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (Dokumen) Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program (Laporan) Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan hukum (Dokumen) Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan Pangan (Rekomendasi Kebijakan) Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan Layanan) Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan) Sumber: BKP, Kementan

105 Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan NO PROGRAM/ KEGIATAN PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT SASARAN Terwujudnya pemantapan ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan Meningkatnya keragaman konsumsi pangan yang sehat dan aman bagi seluruh masyarakat Meningkatnya konsumsi pangan masyarakat sesuai angka kecukupan gizi (AKG) INDIKATOR Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi TARGET ALOKASI (Juta Rupiah) , , , , ,47 84,10 86,20 88,4 90,5 92,5 Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) Konsumsi Protein (gram/kap/hr) 56,10 56,40 56,60 56,80 57,00 Jumlah pengawas keamanan pangan segar yang tersertifikasi (org/thn) Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Stabilinya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan Meningkatnya Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan Serta Stabilitas Harga Pangan Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (CV ) Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun) Jumlah lembaga distribusi pangan masyarakat (Gapoktan) Jumlah lumbung pangan masyarakat (Unit) Jumlah lokasi panel harga pangan nasional dan pemantauan harga dan pasokan pangan HBKN (Lokasi) Jumlah hasil pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan pangan (Lokasi) HPP HPP HPP HPP HPP CV 10% CV 10% CV 10% CV 10% CV 10% 87,52 89,71 92,04 94,25 96,32 1 % 1 % 1 % 1 % 1 % , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,55 Jumlah Toko Tani Indonesia/TTI (Unit) , , , ,00 Jumlah kajian responsif dan antisipatif distribusi pangan (Judul) Jumlah kajian distribusi pangan (Rekomendasi) , , , , , , , , , ,10

106 Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan PROGRAM/ NO KEGIATAN Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan SASARAN INDIKATOR TARGET ALOKASI (Juta Rupiah) , , , , ,48 Meningkatnya ketersediaan dan penanganan rawan pangan Jumlah unit penggilingan padi menunjang stok beras nasional (Unit) Jumlah hasil analisis neraca bahan makanan (Laporan) Jumlah lokasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Lokasi) Jumlah hasil kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan pangan (Judul) Jumlah analisis peta ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA) Jumlah kawasan mandiri pangan (Kawasan) Jumlah hasil pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan (Lokasi) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,10 900,00 990, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,44 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Meningkatnya Pemantapan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan , , , , ,98 Jumlah pemberdayaan pekarangan pangan (Desa) Jumlah pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan (Lokasi) Jumlah lokasi gerakan diversifikasi pangan (Lokasi) Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi) Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit) Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01

107 Lampiran 3. Matriks Kinerja dan Pendanaan Badan Ketahanan Pangan PROGRAM/ NO KEGIATAN Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan SASARAN Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan Pelayanan Teknis Lainnya Secara Profesional dan Berintegritas di Lingkungan Badan Ketahanan Pangan INDIKATOR TARGET ALOKASI (Juta Rupiah) , , , , ,75 Jumlah dokumen rencana program, anggaran dan kerja sama (Dokumen) Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (Dokumen) Jumlah hasil pemantauan dan evaluasi program (Laporan) Jumlah dokumen kepegawaian, organisasi, humas dan hukum (Dokumen) Jumlah perumusan kebijakan Dewan Ketahanan Pangan (Rekomendasi Kebijakan) Jumlah layanan manajemen dan administrasi (Bulan Layanan) Jumlah Layanan Perkantoran (Bulan Layanan) Jumlah KK pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) Jumlah dukungan manajemen dan administrasi SOLID (Bulan Layanan) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,31 599, , , , , ,04

108 Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun

109 Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun 2016 REVISI III PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Gardjita Budi : Kepala Badan Ketahanan Pangan Selanjutnya disebut pihak pertama Nama Jabatan : A. Amran Sulaiman : Menteri Pertanian Selaku atasan langsung pihak pertama, selanjutnya disebut pihak kedua Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami. Pihak kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi. Pihak Kedua, Jakarta, November 2016 Pihak Pertama, A. Amran Sulaiman Gardjita Budi 99

110 REVISI III PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET 1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen 4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat 5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu 1. Skor PPH Ketersediaan 89,71 2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 1% 3. Harga gabah kering panen HPP (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) 4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv) Beras < 10% Cabe Merah < 28 % Bawang Merah < 18 % 5. Konsumsi Energi Kkal/Kap/hr 6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr 7. Skor PPH Konsumsi 86,2 8. Rasio konsumsi pangan 5, 70% lokal non beras terhadap beras 9. Peningkatan produk pangan 10% segar yang tersertifikasi 10. Tingkat keamanan pangan 80% segar yang diuji Kegiatan Anggaran 1. Pengembangan Ketersediaan dan Rp ,- Penanganan Rawan Pangan 2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Rp ,- Stabilitas Harga Pangan 3. Pengembangan Penganekaragaman Rp ,- Konsumsi dan Keamanan Pangan 4. Dukungan Manajemen dan Teknis Rp ,- Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan TOTAL Rp ,- Pihak Kedua, Jakarta, November 2016 Pihak Pertama, A. Amran Sulaiman Gardjita Budi 100

111 Lampiran 6. Perkembangan Harga Pangan Prioritas Tingkat Produsen Berdasarkan Panel Harga BKP Th 2016 Harga Komoditas Pangan Strategis (Rp/Kg) Bulan Harga GKP di Petani Harga GKG di Penggilingan Harga Beras Medium di Penggilingan Jagung Pipilan Kering (JPK) di Petani Kedelai Biji Kering (KBK) di Petani Bawang Merah di Petani Cabai Merah Keriting di Petani Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Rata-Rata Maksimal Minimal Pertb/bl (%) (0,71) (0,51) (0,24) (0,81) (0,27) 5,97 8,20 CV (%) 4,15 3,01 1,74 5,77 3,85 23,57 23,90 Sumber : Panel Harga BKP 101

112 Lampiran 7. Harga Gabah di Tingkat LUPM pada 9 Provinsi Sample NO PROVINSI HARGA GABAH (Rp/Kg) KETERANGAN 1 Sumatera Utara GKG 2 Sumatera Barat GKG 3 Lampung GKP 4 Banten GKP 5 Jawa Barat GKP 6 Jawa Tengah GKP 7 Jawa Timur GKP 8 Sulawesi Selatan GKP 9 Papua GKP 102

113 Lampiran 8. Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Badan Ketahanan Pangan Triwulanan Tahun 2016 REALISASI TRIWULAN PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA TARGET KEMAJUAN KEGIATAN (IKK) I II III IV PELAKSANAAN (%) A Skor PPH Ketersediaan 89,71 % 85,24% 95,02% KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT 1 Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (Kawasan) 192 Kawasan ,27% sebanyak 11 desa tidak mencairkan 1) Di Sumatera Utara sebanyak 5 desa tidak mencairkan karena lokasinya sangat jauh sehingga sulit melaksanakan monev; 2) Sumatera Barat mengajukan pengalihan dengan pertimbangan tdk memenuhi persyaratan; 3) Di Riau sebanyak 2 kawasan tdk mencairkan karena kelembagaannya kurang mendukung; 4) Banten dan Bali blm melaksanakan DDRT; 5) Kalteng penerima tumpang tndih dengan bantuan lain 2 Jumlah Lokasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Lokasi) 35 Lokasi % 2 lokasi blm memberikan laporan yaitu prov. DKI dan prov. Kaltara Menghubungi provinsi agar segera menyampaikan laporannya 3 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan) 303 Gapoktan ,00% sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan Dana dikembalikan 4 Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit) 54 Lumbung ,00% sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan (1) Sebanyak2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan Dana dikembalikan 5 Jumlah KK Pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) 33,600 KK ,800 50% Pemberian Matcing Fund (bansos) hrs memalui penilaian setelah 6 bln dan dana langsung disalurkan ke rekening kelompok sasaran, proses penyaluran data masih berlangsung (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran; (2) pencairan dana di tahun 2015 masih disalurkan di tahun 2016 Percepatan pencairan dana Matching Fund kepada kelompok 6 Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) 26,880 KK ,558 43,00% Realisasi baru mencapai 43% untuk penyaluran dana Revolving Fund (dana bergulir) kepada kelompok mandiri (KM), yang digunakan kegiatan produktif tan. Pangan, perkebunan, hortikultura dan pengolahan pasca panen di tiap-tiap kelompok (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran; (2) Proses identifikasi yang agak terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha Anggota dan Rencana Usaha Kelompok Percepatan pencairan dana Revolving Fund kepada kelompok

114 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) B Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan (%thn) 1 JumlahKawasan Mandiri Pangan (Kawasan) REALISASI TRIWULAN TARGET KEMAJUAN I II III IV PELAKSANAAN (%) 1 % 0,27% 27,00% KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT 192 Kawasan ,79% (1) Kab. Pandeglang, Kab. Serang, Kab, Kuantan sengingi, Kab. Badung, Kab Pasaman Barat sampai dengan tahun kedua belum melakukan DDRT, sehingga tidak bisa mencairkan Bantuan pemerintah; (2) Kabupaten Kotawaringin Barat mengalokasikan kawasan di Desa Babual, Baboti, Tempayung, Kinjil, Saka Bulin. Kegiatan usahanya adalah petani perkebunan kelapa sawit, sehingga kegiatan mereka lebih banyak di kelapa sawit dan lokasi kawasan ini pernah menerima bantuan PUAP dan yang menerima dana PUAP orang/kelompok yang sama Mengoptimalkan Tim Pendampingan dan Percepatan Kegiatan dan Anggaran BKP 2 Jumlah Lokasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Lokasi) 35 Lokasi % 2 lokasi blm memberikan laporan yaitu prov. DKI dan prov. Kaltara 3 Jumlah KK Pemberdayaan petani kecil dan gender (KK) 33,600 KK , % Pemberian Matcing Fund (bansos) hrs memalui penilaian setelah 6 bln dan dana langsung disalurkan ke rekening kelompok sasaran, proses penyaluran data masih berlangsung (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran;(2) pencairan dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016 Percepatan pencairan dana Matching Fund kepada kelompok 4 Jumlah KK yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran (KK) 26,880 KK , ,72% Realisasi baru mencapai 43% untuk penyaluran dana Revolving Fund(dana bergulir) kepada kelompok mandiri(km) yg digunakan kegiatan produktif tan pangan,perkebunan,hortikult ura dan pengolahan pasca (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan diawal tahun harus tertunda krn adanya pemblokiran;(2)proses identifikasi yang agak terlambat karena blm siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana Usaha Percepatan Revolving Fund kepada kelompok 5 Jumlah desa yang mengembangkan rantai nilai tanaman perkebunan (Desa) 224 Desa % Sampai saat ini proses pengadaan alat masih berlangsung (1) pengadaan alat msh dlm proses identifikasi dan sebagai kontrak blm dilakukan;(2)penentuan aspek dan harga yg membutuhkan waktu cukup lama;(3)proses pengadaan barang dan jasa menggunakan guidline Untuk pencairan anggaran, pengawalan pelaksanaan kegiatan dan pendampingan akan diatur jadwalnya dari pusat. C Harga Gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) HPP Rp /Kg atau 22,92 % diatas HPP Rp /Kg Rp. Rp /Kg atau 10,54 % 4.200/Kg atau 17,10% diatas HPP atau 13,52% diatas HPP diatas HPP (Rp. (Rp /Kg) 3.700/Kg) 117,11% a. Harga gabah kering panen (GKP) tingkat petani berdasarkan data panel harga pangan di 22 provinsi sentra produksi padi a. Masih adanya kejadian harga GKP ditingkat petani yang dibawah HPP (Rp /kg), yaitu di Sulteng (Okt-Nov Rp /Kg), Sulut (Mgg III Okt, Mgg I, II, IV Nov Rp /Kg) dan Sumsel (Mgg II dan IV Okt Rp /Kg). a. Meningkatkan informasi harga gabah di bawah HPP ke Perum Bulok untuk dilakukan penyerapan gabah/beras

115 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TARGET REALISASI TRIWULAN I II III IV KEMAJUAN PELAKSANAAN (%) KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT b. Rata-rata harga GKP tingkat petani pada TW IV (Okt-Des) sebesar Rp /kg atau 17,10% diatas HPP (Rp ) b. Terjadi disparitas harga gabah yang cukup besar antar wilayah (Rp /Kg s/d Rp /Kg) yg membuat koefisien variasi (CV) lebih besar dari 10% sedang CV antar waktu relatif rendah/stabil (<5%), kecuali di Provinsi Sulteng 6,73%,dan Kalteng 5,80%. b. Meningkatkan arus pelaporan data harga gabah dari daerah (kab/prov) ke tingkat pusat c. Harga GKP Triwulan III c. Masih ada kab/prov yang belum mengirimkan data mengalami kenaikan tiap bulan perkembangan harga gabah secara rutin (mingguan) ke : Juli p /Kg, Agustus p. Pusat sehingga data mingguan atau bulanan tidak tersedia 4.203/Kg, dan Sept p /Kg d. Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan dibanding TW III karena sdh lewat masa panen e. Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan tiap bulan Okt Rp /Kg, Nov Rp /Kg dan Des Rp /Kg f. Kisaran harga GKP tingkat petani Okt-Des sebesar Rp Rp /Kg, dengan harga tertinggi di Prov. Kalteng (43,90% diatas HPP) dan terendah di Sulteng(14,86% dibawah HPP) g. Harga GKP Triwulan IV relatif stabil dengan coefisien variasi (CV) 0,48%, namun disparitas antar wilayah relatif besar yaitu 0,46-6,73% dengan Prov Jabar paling stabil dan Prov Sulteng paling fluktuasi 1 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan) 303 Gapoktan ,00% sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan Dana dikembalikan Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit) 54 Lumbung ,00% sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan (1) Sebanyak 2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan Dana dikembalikan Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/TTI (Gap/TTI) 500/1.000 Gap/TTI / / / % / % Prov. Kep. Riau mengembalikan dananya krn Gapoktannya tdk memenuhi persyaratan untuk efisiensi biaya pengiriman maka dilakukan penambahan TTI sehingga realisasi melebihi target

116 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) 2 Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN) REALISASI TRIWULAN TARGET KEMAJUAN I II III IV PELAKSANAAN (%) KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT 35 Lap % Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah Rakor dalam memghadapai HBKN, Laporan keseluruhan kegiatan baru dilaporkan akhir tahun. Sedangkan laporan hasil rakor dalam rangka HBKN secara rutin dilaporkan kepada pimpinan D Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv) < 10% CV=2,64% CV=0,41% CV = 0,30% CV = 0,16% 100% a. Berdasarkan data BPS, CV harga Beras Umum tingkat eceran sebesar 0,16%, sedang harga beras termurah CV 0,05% yang menunjukkan harga sangat stabil. CV harga beras Tri IV lebih tinggi dibanding Tri III karena bukan musim panen. a. 1. Meskipun harga stabil, namun stabil pada harga tinggi. Harga beras umum bulan Okt-Des 2016 rata-rata Rp /Kg, dengan rincian bulanan Rp /Kg, Rp /Kg, dan Rp /Kg. Memantapkan stabilitas pasokan beras ke tingkat pedagang agar harga tetap stabil. b. Rincian nilai cv bulan Okt-Des beras umum masing-masing 0,02%, 0,02%, dan 0,07%, sedang beras termurah 0,08% dan 0,02%. b. Harga beras termurah juga stabil tinggi, rata-rata Rp /kg, dengan rincian bulanan Rp /kg, dan Rp /kg. Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN) CV = 0,32% CV = 0,39% CV=0,12% CV=0,16% 100% a. Berdasarkan data BPS, CV harga beras umum tingkat eceran sebesar 0,16%, sedang harga beras termuah CV 0,05% yang menunjukkan harga sangat stabil, CV harga beras TW IV karena bukan musim panen a. Meskipun harga stabil, namun stabil pada harga yang tinggi. Harga beras medium pada bulanokt-des 2016 ratarata Rp /Kg, dengan rincian bulanan masing-masing Rp /Kg, Rp /Kg, dan Rp /Kg. Memantapkan stabilitas pasokan beras ke tingkat pedagang agar harga tetap stabil b. Rincian nilai CV beras bln Juli- Sept beras umum masingmasing 0,06%, 0,17%, dan 0,01% sedang beras termurah 0,04%, 0,14%, dan 0,04% b. Harga beras termurah juga stabil tinggi, rata-rata Rp /Kg dengan rincian bulanan Rp /Kg, dan Rp /Kg 1 Jumlah Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Gapoktan) 303 Gapoktan ,00% sebanyak 16 Gapoktan tdk mencaikan Penghematan Anggaran sehingga tidak dicairkan Dana dikembalikan 2 Jumlah Lumbung Pangan Masyarakat (Unit) 54 Lumbung ,00% sebanyak 3 lumbung tdk mencairkan (1) Sebanyak2 unit lumbung di prov. Lampung dan 1 unit di Pov. Sumut tidak mencairkan dananya karena tdk memenuhi persyaratan Dana dikembalikan 3 Jumlah Usaha Pangan Masyarakat (UPM)/TTI (Gap/TTI) 497/1.086 Gap/TTI / / % / 91,06% Prov. Kep. Riau mengembalikan dananya krn Gapoktannya tdk memenuhi persyaratan untuk efisiensi biaya pengiriman maka dilakukan penambahan TTI sehingga realisasi melebihi target

117 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) 4 Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan (HBKN) REALISASI TRIWULAN TARGET KEMAJUAN I II III IV PELAKSANAAN (%) KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT 35 Lap ,00% Kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah Rakor dalam memghadapai HBKN, Laporan keseluruhan kegiatan baru dilaporkan akhir tahun. Sedangkan laporan hasil rakor dalam rangka HBKN secara rutin dilaporkan kepada pimpinan E Konsumsi Energi (Kkal/Kap/hr) 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa) revisi jd ,040 Kkal/Kap/hr 2147 Desa ,753 4,824 99,07% sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel (1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi % 3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi % F Konsumsi Protein (Gram/Kap/hr 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa) revisi jd ,40 gram/kap/hr Desa ,753 4,824 99,07% sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel (1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi % 3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi %

118 PENETAPAN KINERJA (PK)/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TARGET REALISASI TRIWULAN I II III IV KEMAJUAN PELAKSANAAN (%) G Skor PPH Konsumsi 86,2 86 KET PERMASALAHAN TINDAK LANJUT 1 Jumlah Pemberdayaan Pekarangan Pangan (Desa) revisi jd Desa ,753 4,824 99,07% sebanyak 45 kelompok tdk mencairkan dana antara lain prov. Aceh 4 kel, Sumut 5 Kel, Sumsel 3 kel, Subar 1 kel, Bengkulu 1 kel, Jatim 8 kel, Kelsel 5 kel, Kalteng 3 kel, NTB 10 kel, Sulut 1 kel, Malut 1 kel, Papua 3 kel (1) Tidak lolos verifikasi, (2) ada konflik di dalam kelompok; (3) Lokasi kelompok jauh sehingga sulit utk dilakukan pembinaan; (4) Kepala desa tidak mau krn terlalu ketat pengawasannya; (5) ada konflik dengan kepala desa akan dilakukan perbaikan pada kegiatan tahun Jumlah Pemantauan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi % 3 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi) 35 Lokasi % seluruh kegiatan sudah dilaksanakan 4 Jumlah model pengembangan pangan pokok lokal (Unit) 30 Unit % Sudah tersalurkan 5 Jumlah hasil analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan (Rekomendasi) 35 Lap ,30% H I Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi (%) 1 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi) 2 Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi) Tingkat Keamanan Pangan Segar yang Diuji (%) 10 % % 26,04% 260% Kegiatan di pusat dan daerah, terjadi peningkatan produk pengan yg tersertifikasi melebihi target dari 10% terealisasi 26,04% 35 Lokasi % seluruh kegiatan sudah dilaksanakan 86 Lokasi % 80% ,61% 125% pengujian sampel dilakukan di pusat dan daerah, uji lab residu 99,61%, logam berat 100% 1 Jumlah Lokasi Gerakan Diversifikasi Pangan (Lokasi) 2 Jumlah rekomendasi pengawasan keamanan dan mutu pangan (Rekomendasi) 35 Lokasi % seluruh kegiatan sudah dilaksanakan 86 Lokasi %

119 Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun 2016 NO PROVINSI RATA-RATA HARGA BERAS PUPM TTI (Rp/Kg) (Rp/Kg) 1 Aceh 9,049 7,741 2 Bali 8,844 7,917 3 Banten 8,005 7,655 4 Bengkulu 8,981 7,767 5 D I Yogyakarta 8,390 7,642 6 Gorontalo 8,871 7,767 7 Jambi 8,500 7,567 8 Jawa Barat 8,563 7,706 9 Jawa Tengah 8,227 7, Jawa Timur 8,060 7, Kalimantan Barat 9,847 7, Kalimantan Selatan 8,634 8, Kalimantan Tengah 9,961 7, Lampung 8,015 7, Nusa Tenggara Barat 8,403 7, Sulawesi Selatan 7,841 7, Sulawesi Tengah 7,869 7, Sulawesi Tenggara 7,830 7, Sulawesi Utara 8,573 7, Sumatera Barat 10,768 10, Sumatera Selatan 7,605 7, Sumatera Utara 9,451 7,762 RATA-RATA NASIONAL 8,649 7,842 Sumber : Sekretariat TTI, Badan Ketahanan Pangan 109

120 Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan Dan TTI Di 32 Provinsi sampai Minggu ke-4 (29 Desember 2016) Ton Provinsi Wilayah I Kamis, 29 Desember 2016 (satu hari) Volume Beli Gabah Dari Petani Stok Beras Tingkat TTI Akumulasi Sept s.d Kamis, 29 Desember 2016 Total Volume Beli Gabah Dari Petani Kumulatif Penjualan Beras Tingkat TTI Riau Jambi Kepulauan Bangka Belitung Lampung , , Jawa Tengah , , , Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Papua Barat Total Wilayah I , , , Wilayah II Jawa Barat , , Bali Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan , Total Wilayah II , , Wilayah III Aceh Sumatera Utara , Sumatera Selatan

121 Provinsi Kamis, 29 Desember 2016 (satu hari) Volume Beli Gabah Dari Petani Stok Beras Tingkat TTI Akumulasi Sept s.d Kamis, 29 Desember 2016 Total Volume Beli Gabah Dari Petani Kumulatif Penjualan Beras Tingkat TTI Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Gorontalo Sulawesi Tenggara Maluku Papua Total Wilayah III Wilayah IV Sumatera Barat , , Kepulauan Riau Bengkulu Banten , DI Yogyakarta Jawa Timur 2, , , Kalimantan Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Utara Maluku Utara Total Wilayah IV 3, , , Grand Total 4, , , , Keterangan : Laporan dari 23 provinsi diluar DKI Jakarta Sumber: SITANI-BKP (2016) 111

122 Lampiran 11. Uraian Data Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2016 Komoditas Energi Protein Gram Kilogram Kkal/Hari Gram/Hari Per Hari Per Tahun 1. Padi-Padian 1274,0 28,9 320,4 117,0 Beras 967,1 22,7 276,8 101,0 Jagung 11,4 0,3 5,1 1,8 Terigu 295,5 5,8 38,6 14,1 2. Umbi-umbian 49,5 0,5 38,1 13,9 Singkong 25,1 0,2 18,2 6,6 Ubi Jalar 14,4 0,1 10,3 3,8 Sagu 4,2 0,1 7,2 2,6 Kentang 4,3 0,0 1,2 0,4 Umbi Lainnya 1,6 0,0 1,2 0,5 3. Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2 Daging Ruminansia 12,7 0,7 5,1 1,9 Daging Unggas 68,6 5,2 20,1 7,3 Telur 27,4 2,2 17,9 6,5 Susu 41,3 1,6 7,3 2,7 Ikan 61,5 9,6 51,6 18,8 4. Minyak dan Lemak 264,7 0,0 26,3 9,6 Minyak Kelapa 6,8 0,0 0,7 0,3 Minyak Lainnya 257,9 0,0 25,6 9,3 Margarin 0,0 0,0 0,0 0,0 5. Buah/Biji Berminyak 42,1 0,5 5,1 1,9 Kelapa 36,3 0,3 4,5 1,6 Kemiri 5,8 0,2 0,6 0,2 6. Kacang-kacangan 60,1 6,0 21,7 7,9 Kacang Kedelai 55,9 5,8 20,9 7,6 Kacang Tanah 4,2 0,2 0,8 0,3 Kacang Hijau 0,0 0,0 0,0 0,0 Kacang lain 0,0 0,0 0,0 0,0 7. Gula 111,4 0,1 22,6 8,2 Gula Pasir 100,6 0,0 20,5 7,5 Gula Merah 10,8 0,1 2,1 0,8 8. Sayur dan Buah 96,5 3,6 203,5 74,3 Sayur 50,2 3,2 133,9 48,9 Buah 46,2 0,5 69,5 25,4 9. Lain-lain 37,1 1,3 73,4 26,8 Minuman 32,0 1,1 66,7 24,3 Bumbu 5,0 0,2 6,8 2,5 Sumber : Susenas 2016, BPS diolah dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP 112

123 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 Lampiran 8. Dukungan Instansi Lainnya No Kementerian/Eselon I Kegiatan 1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Alokasi dana khusus untuk diversifikasi dan konsumsi pangan Percepatan penerbitan Inpres Pangkin (Pangan untuk Masyarakat Miskin) 2 Kementerian Keuangan Alokasi dana khusus untuk diversifikasi dan konsumsi pangan Subsidi untuk daerah rawan pangan 3 Kementerian Dalam Negeri Kebijakan pengawasan penetapan Peraturan pusat dan peraturan daerah terkait program diversifikasi pangan Mendukung upaya diversifikasi melalui program Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) berbasis Sumber Daya Lokal 4 Kementerian Perdagangan Kebijakan penataan kerjasama pemasaran Mendorong sosialisasi/ promosi diversifikasi pangan kepada masyarakat Dukungan pelaksanaan kampanye diversifikasi pangan dalam rangka promosi pangan lokal/spesifik daerah melalui pameran pangan nusa 5 Kementerian Perindustrian Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri nasional dan daerah terutama komoditas pertanian Dukungan pelatihan pengolahan pangan lokal bagi masyarakat/kelompok wanita dan peternakan Kebijakan pengembangan industry pengolahan pangan Dukungan pelatihan pengolahan pangan lokal bagi masyarakat/kelompok wanita 6 Kementerian Perhubungan Ketersediaan kapasitas, tarif dan kelancaran arus transportasi 7 Kementerian Kehutanan Peningkatan produksi komoditas pertanian di hutan produksi dan hutan kemasyarakatan 8 Kementerian Kelautan dan Perikanan Peningkatan produksi perikanan Kebijakanpenetapan score konsumsiikan Sosialisasi konsumsi ikan Litbang teknologi budidaya dan pengolahan 9 Bappenas Koordinasi dan evaluasi kebijakan perencanaan program ketahanan pangan Dukungan perencanaan pembangunan infrastruktur dalam mendukung upaya diversifikasi pangan Dukungan kebijakan ekonomi makro (fiskal & moneter), misal subsidi sarana pertanian untuk komoditas non beras Dukungan kebijakan pembiayaan tentang pertanian dan ketahanan pangan termasuk kerjasama dengan luar negeri

124 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No Kementerian/Eselon I Kegiatan 10 Kementerian Koperasi dan UKM 11 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kebijakan penataan dan pengembangan kelembagaan kelompok usaha tani menjadi kelembagaan koperasi Dukungan modal/pinjaman bagi kelompok pengolahan pangan lokal dan pelatihan tentang pengolahan pangan lokal Kebijakan cinta pangan lokal dan diversifikasi pangan dalam kurikulum sekolah 12 Kementerian Kesehatan Kebijakan memasyarakatkan konsumsi pangan dengan prinsip gizi seimbang Kebijakan penetapan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan dan kebutuhan pangan perorangan menurut kelompok umur 13 Kementerian Riset dan Teknologi 14 Kementerian Komunikasi dan Informasi 15 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kebijakan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam memanfaatkan lahan Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai tambah dalam rangka diversifikasi pangan Kebijakan memasyarakatkan diversifikasi pangan melalui media Meningkatkan kapasitas layanan informasi dan pemberdayaan potensi masyarakat Kebijakan peningkatan peran perempuan melalui kelompok wanita tani 16 BPOM Kebijakan pengawasan produk pangan olahan hasil pertanian Pengawasan produk pangan yang tidak aman dan tidak sehat 17 BMKG Wacana dan arahan penentuan masa tanam dan jenis tanaman yang cocok di masing-masing daerah 18 Kementerian Pertanian : a. Ditjen Tanaman Pangan Peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi Sosialisasi/gerakan konsumsi pangan non beras dan non terigu sebagai alternatife sumber karbohidrat b. Ditjen Hortikultura Peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan Sosialisasi/gerakan konsumsi sayur dan buahbuahan Dukungan benih/bibit sayuran dan buah untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan c. Ditjen PPHP Pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu

125 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No Kementerian/Eselon I Kegiatan Dukungan pelatihan bagi kelompok/umkm penghasil pangan lokal, pemberian bantuan alat untuk pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu, dukungan promosi dan pemasaran produk pengembangan pangan lokal melalui exhibition dan penyelenggaraan festival terkait pangan lokal d. Sekretariat Jenderal Perizinan sarana/prasarana promosi diversifikasi pangan e. Badan Litbang Pertanian Teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan Teknologi pengayaan gizi melalui fortifikasi pangan dan pengolahan pangan yang bergizi tinggi dan bernilai ekonomi Dukungan teknologi peningkatan produksi hasil pekarangan dan pangan local f. BPSDMP Pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan terkait dengan pola konsumsi yang B2SA Penurunan konsumsi beras dan peningkatan PPH agar masuk dalam buku pintar penyuluhan Dukungan pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan untuk melakukan pendampingan terhadap kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan g. BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) h. BPSBP (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Pertanian) i. BPPTPH (Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura) j. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerepan Teknologi 19 Lembaga Teknologi tepat guna dalam optimalisasi pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan Dukungan teknologi tepat guna dalam optimalisasi pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, termasuk pengayaan nilai gizi pangan melalui fortifikasi pangan Penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura Penyediaan benih tanaman pangan dan hortikultura dalam mengelola pemanfaatan pekarangan Adopsi teknologi pengolahan pangan (mesin penepungan, pembuatan mie) Dukungan teknologi tepat guna dalam kegiatan model pengembangan pangan pokok lokal (MP3L) di daerah dengan menghasilkan mesin pengolahan beras analog a. Perbankan Pemberian modal usaha melalui kredit usaha atau pinjaman lunak dengan bunga rendah, khususnya pengolahan pangan lokal non beras dan non terigu

126 Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 No Kementerian/Eselon I Kegiatan b. Swasta Mempromosikan diversifikasi konsumsi pangan melalui media cetak/elektronik, event organizer, dan lain-lain c. BUMN penyediaan bahan baku yang mendukung usaha pertanian membantu promosi diversifikasi pangan 20 TP PKK Mensosialisasikan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) berbasis sumber daya lokal Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga melalui program HATINYA (Halaman, Asri, Teratur, Indah dan Nyaman) PKK Partisipasi aktif dalam kegiatan KRPL dan pangan lokal melalui keteladanan, misal : istri Gubernur, Bupati, dll 21 Perguruan Tinggi Mitra dalam pengadaan konsultansi, penyediaan tenaga tim ahli, penyelenggaraan kajian penelitian dan pengembangan konsumsi pangan Inovasi teknologi dan hasil penelitian Penyebarluasan teknologi serta pengembangan teknologi yang mendukung diversifikasi pangan 22 Pemda (Prov, Kab/kota) Tindak lanjut Perpres No 22 tahun 2009 tentang kebijakan Percepatan P2KP Berbasis Sumber Daya Lokal dengan menerbitkan Pergub, Perbup/Perwali termasuk Surat Edaran atau Himbauan Dukungan kebijakan untuk turut melaksanakan amanat UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Penguatan kelembagaan ketahanan pangan termasuk penyuluhan Pelatihan bagi aparat dan kelompok terhadap kegiatan pengembangan pangan lokal - pangan olahan pekarangan Kebijakan pengaturan fungsi lahan/tata guna lahan Mendirikan usaha/badan usaha yang mendukung peningkatan ketahanan pangan, misal pabrik mocaf untuk menampung hasil panen pangan lokal dan meningkatkan taraf hidup masyarakat 23 Instansi terkait dalam jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN) dan Daerah (JKPD) Pelatihan, kajian, kampanye dan promosi, pembinaan, dan pengawasan Keamanan Pangan secara terpadu 116

127 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN JL. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu Jakarta Selatan Tahun 2017

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 i RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2017 disusun sebagai salah satu bentuk

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2015 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinnya Laporan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian (Musrenbangtan) Nasional Tahun 2015, 4 Juni 2015 FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 Sekretaris Badan Ketahanan Pangan BADAN KETAHANAN

Lebih terperinci

Sekretaris Badan Ketahanan Pangan

Sekretaris Badan Ketahanan Pangan e Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN I. EVALUASI e-proposal BKP 2016 II. RENJA 2016 Indikator Kinerja Program BKP 2016 Regulasi & Dasar Pertimbangan Arah Kebijakan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2018 NOMOR : SP DIPA /2018

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2018 NOMOR : SP DIPA /2018 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 15 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010 Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan.

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 13 Maret 2018

Revisi ke 01 Tanggal : 13 Maret 2018 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 15 Tahun

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015 FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015 1 ARAHAN UU NO. 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN A. KERANGKA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Kedaulatan Pangan Kemandirian Pangan Ketahanan Pangan OUTCOME Masyarakat

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KEMENTAN REALISASI FISIK KEGIATAN BKP April REALISASI (Rp) Mei Juni KETERANGAN

Lebih terperinci

B ADAN K E T AHANAN PANG AN J l. Ha rs ono rm no 3 ra guna n ja ka rta s ela ta n

B ADAN K E T AHANAN PANG AN J l. Ha rs ono rm no 3 ra guna n ja ka rta s ela ta n K E ME NT E R IAN PE R T ANIAN B ADAN K E T AHANAN PANG AN 2011 1 B ADAN K E T AHANAN PANG AN J l. Ha rs ono rm no 3 ra guna n ja ka rta s ela ta n RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh SAMBUTAN SEKRETARIS BADAN KETAHANAN PANGAN PADA ACARA WORKSHOP KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2015 Bali, 25 Juni 2014 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua;

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 16 Januari 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 16 Januari 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Laporan Kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2017 RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam

Lebih terperinci

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2.

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2. BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN CILACAP

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.11-/216 DS13-4386-848-854 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ) BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KINERJA (LKJ) BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 LAPORAN KINERJA (LKJ) BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Daerah

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BADAN KETAHANAN PANGAN Jl. Panglima Batur Timur Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp. 0511-4772471-4778047

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN

DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN DUKUNGAN KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 TERHADAP INDIKATOR KINERJA KEMENTERIAN PERTANIAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KEMENTAN REALISASI KEGIATAN BKP REALISASI (Rp) KETERANGAN FISIK Januari

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN KOTA PEKANBARU DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2012 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan Pangan

Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Oleh : Sekretaris Badan Ketahanan Pangan I. Arahan UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Kedaulatan Pangan Ketahanan Pangan Masyarakat dan perseorangan yang sehat, aktif, dan produktif, secara berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan Kabupaten Lumajang sejalan dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah lebih mengutamakan pelaksanaan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN WAY KANAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP)

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) Rencana strategis (Renstra) instansi pemerintah merupakan langkah awal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MUSI RAWAS, Mengingat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Rawas,

KATA PENGANTAR. Muara Beliti, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Rawas, BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Permendagri No 54 Tahun 2010, Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA DINAS KETAHANAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, Januari 2017 TUJUAN Menyamakan persepsi dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018

PROGRAM PRIORITAS PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018 PROGRAM PRIORITAS PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018 Oleh: Badan Ketahanan Pangan Disampaikan pada Pertemuan Musrenbangtan, Jakarta 30 Mei 2017 I PROGRES KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 REALISASI

Lebih terperinci

DATA PROFIL SKPD. 3. ALAMAT Jalan Laskar Wanita Mentarjo Komplek Perkantoran Gunung Gare Pagar Alam

DATA PROFIL SKPD. 3. ALAMAT Jalan Laskar Wanita Mentarjo Komplek Perkantoran Gunung Gare Pagar Alam PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN (DKP2) Jalan Laskar Wanita Mentarjo Komplek Perkantoran Gunung Gare Pagar Alam Telepon (0730) 623 545 Faximili (0730) 623 545 Email : dkpppagaralam@gmail.com

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Padang, Januari 2016 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT,

Kata Pengantar. Padang, Januari 2016 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT, Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat (LKj BKP Sumbar) ini disusun sebagai salah satu perwujudan akuntabilitas atas pelaksanaan Visi, Misi, dan Pencapaian Sasaran

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN pada RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA.

SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN pada RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN pada RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2016 Surakarta, 29 s.d. 30 Oktober 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb. Ykh.

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN Badan Ketahanan Pangan 2016

LAPORAN TAHUNAN Badan Ketahanan Pangan 2016 LAPORAN TAHUNAN Badan Ketahanan Pangan 2016 Gerakan Tanam Cabai Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian 2017 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... i iii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang KATA PENGANTAR Dengan Mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2015 Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang telah selesai disusun.

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan SPM Bidang Ketahanan ini dapat kami selesaikan. Laporan ini merupakan salah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Kondisi Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Kondisi Umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Kondisi Umum Dalam sistem ketahanan pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan secara umum memegang peran dalam melaksanakan sub sistem distribusi pangan. Subsistem ini merupakan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011

KATA PENGANTAR. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 KATA PENGANTAR Pemantapan ketahanan pangan memiliki arti strategis, karena: (1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi; (2) konsumsi pangan dan gizi yang berimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BKP LAHAT RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2014-2018 PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Lahat mempunyai peran

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 10 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI, KEPALA BADAN, SEKRETARIS, SUB BAGIAN, BIDANG DAN SUB BIDANG PADA BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG 1 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA, DINAS KETAHANAN PANGAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ungaran, Desember 2014 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH. Ir. Gayatri Indah Cahyani, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Ungaran, Desember 2014 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH. Ir. Gayatri Indah Cahyani, M.Si NIP KATA PENGANTAR Data Base Ketahanan Pangan Tahun 2014, alhamdulilah dapat terselesaikan penyusunannya. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah melihat bahwa ketersediaan data ketahanan pangan menjadi

Lebih terperinci

I. Tugas dan Fungsi Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Mukomuko

I. Tugas dan Fungsi Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Mukomuko Fungsi dan Tugas Berdasarkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Mukomuko (berdasarkan Peraturan Bupati Mukomuko Nomor 36 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP4K2P) Kabupaten Jayawijaya merupakan Organsasi

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN. OLEH : Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr.St KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN

BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN. OLEH : Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr.St KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN OLEH : Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr.St KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN Hotel Bidakara Jakarta, 4 Januari 2017 1 A Kebijakan Pangan DAFTAR ISI B Evaluasi Ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PRIORITAS KETAHANAN PANGAN TA.2015

RENCANA KEGIATAN PRIORITAS KETAHANAN PANGAN TA.2015 RENCANA KEGIATAN PRIORITAS KETAHANAN PANGAN TA.2015 1 A. EVALUASI KEGIATAN DAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2014 2 1. Per Jenis Belanja Dalam ribuan rupiah NO URAIAN PAGU REALISASI % 1 B. PEGAWAI 23.250.000

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN BADAN KETAHANAN TAHUN 2017 BADAN KETAHANAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Ketahanan Pangan yang berlandaskan kedaulatan pangan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya

BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN A. Sejarah Ringkas Badan Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya sebelum dilaksanakannya undang undang otonomi daerah merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Padang, Desember 2016 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR. Padang, Desember 2016 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT KATA PENGANTAR Dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

PENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH PENGUATAN KOORDINASI DINAS/INSTANSI DALAM PEMANTAPAN KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH DISAMPAIKAN OLEH KEPALA BKP PROV SUMBAR PADA RAPAT KOORDINASI DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT, PADANG 29 SEPTEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA SKPD) TAHUN ANGGARAN 06 Organisasi / SKPD :..0. BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN Halaman dari 8.. KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

(%) 1% 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan tergambar pada akhir tahun dan capaian tersebut tergantung pada instansi lain

(%) 1% 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan tergambar pada akhir tahun dan capaian tersebut tergantung pada instansi lain Matrik Pemantauan Capaian Kinerja Berdasarkan PK Triwulan IV Tahun 2015 A PENETAPAN KINERJA Penurunan Penduduk Rawan Pangan Per Tahun I II III IV PELAKSANAAN 1% 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Gambaran Umum 1. Organisasi Perangkat Daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Gambaran Umum 1. Organisasi Perangkat Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Kinerja (LKj) Instansi Pemerintah adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan kewajiban suatu lembaga instansi untuk mempertanggungjawabkan kinerja, keberhasilan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN)

5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN) 5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK NILAI-NILAI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK Pelayanan Memberikan layanan yang memenuhi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN RANCANGAN NOMOR 72 TAHUN 2016, SERI D. 21 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR : 72 Tahun 2016 TENTANG FUNGSI, TUGAS POKOK DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUN 2015 BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG KATA PENGANTAR Dalam rangka mewujudkan Lampung Maju dan Sejahtera tidaklah mudah. Pembangunan ketahanan Pangan merupakan perwujudan

Lebih terperinci

B. TUGAS membantu Kepala Dinas dalam menyelenggarakan ketersediaan dan kerawanan pangan serta distribusi pangan.

B. TUGAS membantu Kepala Dinas dalam menyelenggarakan ketersediaan dan kerawanan pangan serta distribusi pangan. 1. Nama : H. AEP SARIPUDIN, ST, MM 2. NIP : 19660317 199403 1 005 3. Pangkat/Gol : Pembina / IV.a 4. Jabatan : Kabid. Ketersediaan dan Distribusi Pangan 5. Eselon : III (Tiga) / 6.. Pendidkan : S2 8. HP

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Badan Ketahanan Pangan Prov Kalimantan Selatan

Bab 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Badan Ketahanan Pangan Prov Kalimantan Selatan Badan Ketahanan Bab 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pangan dan ketahanan pangan merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci