BAB III PERAN NOTARIS DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERAN NOTARIS DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH"

Transkripsi

1 BAB III PERAN NOTARIS DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH Dilihat dari sudut pandang konsep kepemilikan, maka bagi pihak yang secara hukum memiliki hak atas tanah, baik yang telah didaftarkan maupun belum didaftarkan dapat mengalihkan hak atas tanah yang dimilikinya. Mengalihkan hak atas tanah, maksudnya memindahkan hak atas tanah yang dimiliki kepada pihak lain, dengan pemindahan dimaksud, maka haknya akan berpindah. Hak (right) yang dimaksud, adalah hubungan hukum yang melekat sebagai pihak yang berwenang atau berkuasa untuk melakukan tindakan hukum. Di dalam terminologi hukum kata-kata right diartikan hak yang legal, atau dasar untuk melakukan sesuatu tindakan secara hukum. 29 Secara yuridis, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui beberapa proses, antara lain 30 : 1. Jual beli; 2. Hibah; 3. Tukar menukar; 4. Pemisahan dan pembagian harta warisan; 5. Penyerahan hibah wasiat; 6. Hipotik; 29 I.P.M. Ranuhandoko, 2000, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Kedua, hal Lihat dalam Soetomo, Op.Cit, hal

2 7. Credit verband. Di dalam perkembangannya dapat terjadi karena adanya hak tanggungan dan wakaf. Menurut Peraturan Menteri Agraria No.14 Tahun 1961 pasal 1 menentukan, bahwa: Pemindahan hak, ialah jual beli termasuk pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk mengalihkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain. Terkait dengan pemindahan atau peralihan hak atas tanah, dilihat dari karakteristik hak dan proses peralihan haknya, memiliki unsur hukum berbeda, terutama yang terkait dengan syarat formil dan materiil, prosedur, maupun mekanisme yang sangat ditentukan oleh sifat atau keadaan subjek dan objek hak. Namun demikian syarat utama adalah harus adanya alat bukti hak atas tanah, yakni bukti kepemilikan secara tertulis (formil) yang berupa Sertifikat (untuk tanah yang telah didaftarkan), maupun bukti pendukung (untuk tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat). Bukti yang dimaksud dapat berupa: akta jual beli, hibah, fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan, dan lain-lain. Hal tersebut untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum atas kepemilikan tanah, sehingga peralihan hak atas tanah tersebut memenuhi syarat legalitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota). Langkah tersebut terkait erat dengan prosedur peralihan hak atas tanah, karena prosedur menentukan legalitas dari peralihan hak. Dengan demikian legalitas peralihan hak 46

3 atas tanah sangat ditentukan oleh syarat formil maupun materiil, prosedur dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik kewenangan mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum beralihnya suatu hak atas tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Di dalam pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 sebagai aturan pelaksanaan UUPA disebutkan, bahwa Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria. Menurut ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT. Dengan demikian ada unsur absolute yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni adanya akte peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT. B. WEWENANG NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI Berdasarkan dari ketentuan yang termuat dalam Pasal 15 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, khususnya ayat (2) huruf f, secara yuridis formal notaris berwenang untuk membuat akta jual beli tanah. Wewenang notaris dalam membuat akta jual beli tanah tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat karena wewenang tersebut adalah berdasarkan pada Undang-Undang. Praktek sekarang ini, mayoritas notaris adalah PPAT, sehingga tidak ada pengaruh mengenai kekuatan hukum akta yang dibuat oleh seorang notaris yang bukan PPAT maupun notaris yang PPAT sepanjang dalam pembuatan suatu akta 47

4 memenuhi syarat sebagai suatu akta otentik yang ditentukan undang-undang. Sehingga akta bersangkutan (dalam hal ini perjanjian pengikatan jual beli tanah) dapat dipergunakan sebagai alas bukti otentik oleh para pihak apabila di kemudian hari terjadi sengketa mengenai objek perjanjian. Sedangkan apabila syarat untuk menjadi akta otentik tidak dipenuhi, maka tetap saja akta tidak menjadi akta otentik melainkan menjadi akta di bawah tangan baik akta dibuat oleh notaris maupun notaris merangkap PPAT sebagaimana yang diwacanakan oleh Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN. Pembuatan Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) dalam perbuatan hukum peralihan hak atas tanah mempunyai kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang akan melakukan transaksi jual beli yang belum memenuhi syarat untuk dibuatkannya Akta Jual Beli sebagai instrumen hukum guna melakukan proses balik nama pada Kantor Pertanahan, karena dengan dibuatkannya Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) sebagai dokumen otentik dihadapan pejabat yang berwenang, untuk itu yaitu Notaris, secara yuridis telah terjadi hubungan hukum antara pihak calon penjual dan pihak calon pembeli yang akan mengikat kedua belah pihak dan akan berakibat hukum apabila terjadi pelanggaran atas isi perjanjian. Jadi dengan dibuatkannya Akta Pengikatan untuk Jual Beli oleh Notaris, telah meletakkan hak dan kewajiban antara pihak calon penjual dan pihak calon pembeli berdasarkan kesepakatan para pihak yang dimuat dan diterangkan oleh notaries kedalam akta itu, dengan mengacu Pasal 1320 juncto Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pertanggungjawaban Notaris terhadap kekeliruan akta Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah, apabila ternyata di kemudian hari jual beli tidak dapat 48

5 terlaksana apakah merupakan hal yang dapat dikategor ikan sebagai hal yang merugikan kl ien, adalah tidak terlaksananya jual beli yang tentunya akan merugikan klien yang beritikad baik, sehingga tidak terlaksananya jual beli dikemudian hari dapat dikategorikan sebagai hal yang merugikan klien. Implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f tentang Kewenangan Notaris membuat akta dibidang pertanahan perlu dipikirkan bersama guna mencari solusi dalam menyelesaikan permasalahannya. Meskipun dalam terminologi hukum bahwa Pasal tersebut telah bersifat final yang tidak perlu mendapat penjelasan, terkecuali hanya dilaksanakan sesuai diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, telah memunculkan berbagai macam tanggapan, baik yang datang dari kalangan Notaris sendiri, maupun dari pihak lain yang merasa Undang-Undang tersebut telah memangkas kewenangan yang selama ini merupakan kewenangannya. Seperti biasa, setiap diberlakukannya Undang-Undang baru, tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Untuk Undang-Undang Jabatan Notaris ini, polemic terus bergulir, khususnya mengenai beberapa Pasal yang dapat menjadi sumber keragu-raguan dalam pelaksanaannnya, pada hal seperti dinyatakan dalam pembukaannya, Undang-Undang ini dibuat untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Notaris berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun Tentang Jabatan Notaris, maka perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai masing masing jabatan tersebut. Banyak orang awam yang salah mengerti mengenai Kedudukan, fungsi 49

6 dan peranan Notaris dalam masyarakat khususnya dalam bidang hukum. Tidak sedikit pula masyarakat yang menganggap bahwa notaris hanya tukang stempel yang kalah pintar dari advokat/pengacara, sehingga mereka sering membawa draft dari pengacara atau advokat mereka dan meminta notaris untuk menyalinnya dalam bentuk akta otentik, a) Kedudukan Seorang Notaris Seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Kedudukan seorang notaries sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat yang disegani, namun saat ini kedudukannya agak disalahmengerti oleh kebanyakan orang. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh tindakan dan perilaku para notaris itu sendiri. Pertama-tama yang perlu diketahui bahwa notaris di Indonesia mempunyai fungsi yang berbeda dengan notaris di Negara-negara Anglo- Saxon notary public seperti Singapura, Amerika dan Australia, karena Indonesia menganut sistem hukum Latin/Continental. Notaris Latin berkarakteristik utama dimana ia menjalankan suatu fungsi yang bersifat publik. Diangkat oleh Pemerintah dan bertugas menjalankan fungsi pelayanan public dalam bidang hukum, dengan demikian ia menjalankan salah satu bagian dalam tugas negara. Seorang notaries diberikan kuasa oleh Undang-Undang untuk membuat suatu akta memiliki suatu nilai pembuktian yang sempurna dan spesifik. Oleh karena kedudukan notaris yang independent dan tidak memihak, maka akta yang dihasilkannya merupakan simbol kepastian dan jaminan hukum yang pasti. Dalam system hukum latin notaris bersifat netral tidak memihak, dan wajib 50

7 memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya seorang notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bisa didikte oleh kemauan salah satu pihak sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya (meskipun sungguh sangat disesalkan bahwa sekarang banyak notaris yang mau didikte oleh pelanggannya sekalipun harus bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan/atau kode etik profesi). b) Fungsi Seorang Notaris Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keteranganketerangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tandatangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Selain itu terdapat karakter yuridis Notaris yang ada, yaitu : 1) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973 : Judex factie dalam amar putusannya membatalkan akta notaris, hal ini adalah tidak dapat dibenarkan, karena notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut. 51

8 2) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994 : Akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo 265 Rbg jo 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, para ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya. 3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1140 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 : Suatu akta notaris sebagai akta otentik yang isinya memuat 2 (dua) perbuatan hukum, yaitu :(1) Pengakuan hutang, dan (2) kuasa mutlak untuk menjual tanah, maka akta notaris ini telah melanggar adagium. Bahwa satu akta otentik hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta Notaris yang demikian itu tidak memiliki executorial titel ex Pasal 224 HIR dan tidak sah. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, maka karakter yuridis Notaris dan akta Notaris, yaitu : 1. Pembatalan akta Notaris oleh hakim tidak dapat dibenarkan, karena akta tersebut merupakan kehendak para penghadap; 2. Fungsi Notaris hanya mencatatkan keinginan penghadap yang dikemukakan di hadapan Notaris; 3. Notaris tidak mempunyai kewajiban materil atas hal-hal yang dikemukakan di hadapan Notaris; 4. Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak, para ahli warisnya dan siapa saja yang mendapat hak dari akta tersebut; 5. Tiap akta Notaris (atau satu akta Notaris) hanya memuat satu tindakan atau perbuatan hukum saja. Jika satu akta Notaris memuat lebih dari satu perbuatan 52

9 hukum, maka akta tersebut tidak mempunyai kekuatan title eksekutorial dan tidak sah. C. KEKUATAN AKTA NOTARIS DALAM MENGIKAT PARA PIHAK Apabila Kekuatan pembuktian Akta Otentik diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang mengatakan bahwa; Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Kekuatan yang melekat pada akta otentik yaitu; Sempurna (volledig bewijskracht) dan Mengikat (bindende bewijskracht), yang berarti apabila alat bukti Akta Otentik diajukan memenuhi syarat formil dan materil dan bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak mengurangi keberadaanya, pada dirinya sekaligus melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat (volledig en bindende bewijskracht), dengan demikian kebenaran isi dan pernyataan yang tercantum didalamnya menjadi sempurna dan mengikat kepada para pihak mengenai apa yang disebut dalam akta. Sempurna dan mengikat kepada hakim sehingga hakim harus menjadikannya sebagai dasar fakta yang sempurna dan cukup untuk mengambil putusan atas penyelesaian perkara yang disengketakan 31. Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan Pegawai Umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan, oleh karena itu dalam pembuatan suatu 31 Harahap, Op.Cit, Hlm,545 53

10 akta otentik oleh Notaris, hendaknya diperhatikan 3 (tiga) aspek, Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yaitu : 1. Lahiriah (uitwendige bewijskracht) Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya, sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa).jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, artinya sampai ada yang dapat membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.dalam hal ini beban pembuktian ada pihak yang menyangkalnya keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu dengan adanya tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta 32. Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bhwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. Penyangkalan atau pengingkaran secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan pada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik.pembuktian semacam ini harus 32 Adjie, Op.Cit, hlm, 18 54

11 dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris Formal (formele bewijskracht) Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak atau penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris, (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dapat dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda-tangan para pihak, saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. 33 Ibid, hlm, 19 55

12 Pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun. Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya, bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda-tangan dalam akta bukan tanda-tangan dirinya. Jika hal ini terjadi bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, penggugat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut Materil (meteriele bewijskracht) Merupakan kepastian tentang meteri suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara, atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus 34 Ibid, Hlm, 20 56

13 dinilai berkata benar dan kemudian dituangkan atau dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangannya dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah berkata benar. Jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak itu sendiri.notaris terlepas dari hal semacam itu, dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, dan menjadi bukti yang sah untuk atau di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta pejabat, atau para pihak yang telah berkata benar di hadapan Notaris menjadi tidak benar dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris. Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut.jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya hanya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. 35 Apabila memperhatikan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yaitu : 35 Ibid, hlm, 21 57

14 1. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, Pasal 15 ayat (1) UUJN, sedangkan mengenai tanggal pembuatan akta dibawah tangan tidak ada jaminan tanggal pembuatannya. 2. Grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frasa dikepala akta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial seperti halnya keputusan Hakim, Pasal 1 angka 11 UUJN, sedangkan akta yang dibuat di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial Minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, Pasal 15 ayat (1) UUJN, kewenangan Notaris menyimpan akta, karena akta Notaris adalah arsip Negara, maka tidak boleh hilang, sedangkan akta dibawah tangan kemungkinan hilang sangat besar. 4. Akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat didalamnya (volledig bewijs), Pasl 1870 KUHPerdata artinya apabila satu pihak mengajukan suatu akta otentik, Hakim harus menerimanya dan menanggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi sesuatu yang besar, sehingga Hakim tidak boleh memerintahkan menambah bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian, apabila pihak yang menandatangani tidak menyangkal atau mengakui tanda tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti yang sempurna. Pasal 1875 KUHPerdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal, maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib 36 Sjaifurrachman, Op.Cit. hlm

15 membuktikan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada akta otentik. 37 Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik, apabila terpenuh syarat formil dan materil maka pada akta tersebut langsung mencukupi batas minimal pembuktian tanpa bantuan alat bukti lain. Langsung sah sebagai alat bukti akta otentik, pada Akta tersebut langsung melekat nilai kekuatan pembuktian yaitu sempurna (volledig) dan mengikat (bindende). 38 Hakim wajib dan terikat menganggap akta otentik tersebut benar dan sempurna, harus menganggap apa yang didalilkan atau dikemukakan cukup terbukti. Hakim terikat atas kebenaran yang dibuktikan akta tersebut, sehingga harus dijadikan dasar pertimbangan mengambil putusan penyelesaian sengketa. Kualitas kekuatan pembuktian Akta Otentik tidak bersifat memaksa (dwingend) atau menentukan (beslissend) dan terhadapnya dapat diajukan bukti lawan.seperti yang dijelaskan, derajat kekuatan pembuktiannya hanya sampai pada tingkat sempurna dan mengikat, tetapi tidak memaksa dan menentukan.oleh karena itu, sifat nilai kekuatan pembuktiannya tidak bersifat imperatife. Dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan. Apabila terhadapnya diajukan bukti lawan maka, derajat kualitasnya merosot menjadi bukti permulaan tulisan (begin van schriftelijke), dalam keadaan yang demikian, tidak dapat berdiri sendiri mencukupi batas minimal pembuktian, oleh karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti yang lain Ibid. hlm Harahap, Op.Cit, hlm, Ibid, hlm,

16 D. LARANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA TERTENTU Pada dasarnya, semua jenis akta yang terletak dalam bidang perdata boleh dibuat oleh notaris. Namun, dalam hal tertentu ada larangan khusus bagi notaris untuk membuat akta bagi orang orang tertentu. Larangan tersebut diatur dalam pasal 20 ayat 1 P.J.N yang berbunyi : Notaris tidak boleh membuat akta dalam mana ia sendiri, istrinya, keluarga sedarahnya atau keluarga semendanya dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga baik untuk dirinya sendiri maupun melalui kuasa adalah merupakan pihak. Jikalau pasal tersebut kita perinci maka dapat dikatakan bahwa larangan itu berlaku jika dalam suatu akta ternyata bahwa : 1. Notaris itu sendiri, 2. Istri notaris itu, 3.Keluarga sedarah dan keluarga semenda notaris itu, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat, dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, adalah: a.merupakan pihak karena dirinya sendiri atau b. merupakan pihak melalui seseorang yang dikuasakannya (door gemachtigde). Perlu diperhatikan bahwa perkataan istri notaris dewasa ini harus ditafsirkan berbunyi istri atau suami notaris mengingat bahwa sekarang ini bukan hanya pria tapi juga wanita dapat diangkat menjadi notaris. Jadi berbeda situasinya dengan situasi ketika P.J.N mulai berlaku yakni bahwa pada waktu itu 60

17 pasal yang mengatur tentang persyaratan pengangkatan notaris menetapkan bahwa yang boleh diangkat menjadi notaris (hanyalah) pria. 1. Menjadi Pihak Karena Dirinya Sendiri. Yang dimaksud dengan menjadi pihak karena dirinya sendiri ialah jika hak dan kewajiban yang timbul dari akta tersebut adalah untuk dan atas tanggungan diri pribadi penghadap itu sendiri. 2. Menjadi Pihak Melalui Orang Yang Dikuasakan Menjadi pihak dalam akta melalui seseorang yang dikuasakan artinya ialah bahwa si penghadap bertindak bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan untuk dan atas tanggungan orang lain yang diwakilinya berdasarkan pemberian kuasa. Segala akibat hukum perbuatan dari yang diberi kuasa bertalian dengan akta untuk mana ia menghadap adalah untuk dan atas tanggungan pihak yang memberi kuasa. Bukan menjadi hak dan kewajiban orang yang diberi kuasa (yang menghadap) Sebagai contoh ialah si A memberi kuasa kepada si B untuk mempersewakan rumah kepunyaan si A kepada si C. Maka untuk keperluan pembuatan akta sewa menyewa, yang menghadap kepada notaris adalah si B yang bertindak sebagai kuasa si A juga menghadap si C. Dalam hal ini yang menjadi pihak perjanjian sewa menyewa ialah si A sebagai pihak melalui kuasanya yang bernama B, sedangkan si C juga merupakan pihak kareana dirinya sendiri. Sebagaimana diketahui kuasa itu ada 3 jenis, yakni : 61

18 - Kuasa lisan Artinya kuasa itu diberikan secara lisan atau dengan omongan saja tanpa didukung satu tulisan atau surat. - Kuasa dibawah tangan Kuasa ini diberikan dengan satu tulisan atau akta akan tetapi pembuatan akta itu dilakukan tanpa campur tangan atau bantuan pejabat umum melainkan dibuat oleh hanya yang berkepentingan saja (pasal 1874 KUH Perdata) Ada kalanya pembuatan surat kuasa ini terjadi dengan melibatkan pejabat umum secara terbatas yakni yang membuat surat kuasa itu adalah orang yang bersangkutan saja akan tetapi penandatangannya dilakukan dihadapan pejabat umum. Dengan perkataan lain penandatangannya disaksikan oleh pejabat umum. Surat kuasa demikian dinamakan surat kuasa dibawah tangan yang dilegalisir. - Kuasa otentik Kuasa otentik adalah kuasa yang diberikan dengan akta yang diperbuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang oleh pejabat umum yang berwenang seperti yang diuraikan lebih jelas dalam pasal 1868 KUH Perdata. Pada umumnya pejabat umum yang bertindak dalam pembuatan akta otentik itu adalah notaris karena itu jika tidak ternyata sebaliknya maka akta otentik sama dengan akta notaris. Sebagai kesimpulan dapat kita katakan bahwa dalam tiga jenis kuasa yang tersebut diatas si notaris tidak boleh membuat suatu akta dimana salah satu pihak adalah orang yang mempunyai hubungan keluarga yang dekat dengan notaris (termasuk dalam derajat larangan), meskipun yang menghadap bukanlah keluarganya itu melainkan kuasanya yang tidak mempunyai hubungan keluarga 62

19 dengan notaris. Sebab dalam hal ini keluarganya itulah yang menjadi pihak melalui kuasa. - Menjadi Pihak Melalui Wakil Yang Bertindak Dalam Kedudukan ( In Hoedanigheid). Menjadi pihak melalui yang diberi kuasa (door gemachtigde) maknanya adalah menjadi pihak melalui seorang wakil. Si wakil mewakili melalui lembaga kuasa. Seseorang mungkin pula mewakili orang lain bukan melalui lembaga kuasa akan tetapi melalui lembaga (institusi) lain yaitu lembaga kedudukan atau lembaga jabatan (in hoedanigheid). Kedudukan sebagai wali mengandung arti bahwa si wali berhak, bahkan dalam hal tertentu berkewajiban, mewakili anak dibawah umur yang berada dibawah perwaliannya melakukan suatu perbuatan hukum. Dalam hal ini jika dibuatkan aktanya dimuka notaris maka yang menghadap adalah si wali, bukan si anak namun yang menjadi pihak yang terikat pada perjanjian itu adalah si anak. Jika dalam pembuatan suatu akta seorang penghadap itu bertindak dalam kedudukannya sebagai wali dari seorang anak dibawah umur maka yang terikat mengenai isi akta bukanlah si wali melainkan si anak dibawah umur. Seandainya orang tadi bertindak dalam kedudukannya sebagai kurator (pengampu) maka yang terikat bukanlah pengampu itu tapi kurandus (yang terampu). Pasal 20 P.J.N tersebut tidak ada mengatur prihal seseorang yang bertindak dalam kedudukan dalam pembuatan dalam suatu akta. Apakah larangan pasal 20 P.J.N itu juga berlaku jika seandainya yang menjadi pihak dalam akta adalah seseorang yang bertindak dalam kedudukan tertentu. 63

20 - Larangan Tidak Berlaku. Larangan tersebut diatas tidak berlaku dalam hal hal yang diuraikan dalam pasal 20 ayat 2. - Sanksi Pelanggaran terhadap larangan pembuatan akta akta yang tersebut diatas diatur dalam pasal 20 ayat 3 P.J.N yang menentukan : Akta itu hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan asal saja akta itu ditandatangani oleh para penghadap dan notaris pembuat akta itu berkewajiban membayar ongkos, kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan. Akibat hukum dari sanksi tersebut berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatan atau perjanjian yang dimuat dalam akta tersebut yakni : Jika perbuatan itu adalah perbuatan yang bebas bentuk (vormvrij) dalam arti kata adanya akta notaris bukan merupakan keharusan maka perbuatan itu tetap sah secara yuridis namun kekuatan pembuktian akta tersebut meskipun dibuat dihadapan notaris hanya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan. Jika perbuatan itu adalah perbuatan hukum yang mana eksistensinya harus melalui akta notaries maka dengan terjadinya pelanggaran pasal 20 ayat 1 P.J.N perbuatan itu dianggap tidak dilakukan. 64

21 BAB IV JAMINAN PERLINDUNGAN HAK BAGI PARA PIHAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI A. SIFAT JUAL BELI MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL Penggunaan istilah jual beli tanah adalah untuk keperluan praktis, tetapi sebenarnya diperjualbelikan atau yang menjadi objek jual beli adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Tujuan jual beli hak atas tanah adalah agar supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan menggunakan hak atas tanah tersebut. Dalam perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Hal ini terkait dengan adanya hak milik yang terletak di atas tanah pihak lain, baik berupa hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan maupun hak milik negara atau lazim disebut tanah negara. Perkembangan lain jual beli hak atas tanah saat ini juga meliputi bangunan yang ada di atasnya serta tanaman atau pepohonan yang ada/ tumbuh di atas tanah tersebut. Pengertian jual beli tanah menurut UUPA didasarkan pada konsep dan pengertian jual beli menurut hukum adat. Dalam hukum adat tentang jual beli tanah dikenal tiga macam yaitu : a. Adol Plas (Jual Lepas) Pada adol plas, pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk selama-lamanya kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak lain (pembeli). 65

22 b. Adol Gadai (Jual Gadai) Pada adol gadai, pemilik tanah pertanian (pembeli gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kembali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai. c. Adol Tahunan (Jual Tahunan) Pada adol tahunan, pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antar pemilik tanah dengan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah. 40 Menurut Boedi Hars Harsono pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selamalamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli membayar harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli itu masuk dalam hukum agrarian atau hukum tanah. 41 Ruang lingkup pengertian jual beli tanah objeknya terbatas hanya pada hak milik atas tanah. Dalam hukum positif yang mengatur hak-hak atas tanah, yang dapat menjadi objek jual beli tidak hanya terbatas hanya pada Hak Milik, 40 Urip Santoso, 2009, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal Boedi Harsono 11, Op.Cit, hal

23 namun juga Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, maupun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Sifat jual beli tanah berdasarkan konsep Hukum Adat menurut Effendi Perangin, adalah: 42 a. Contant atau Tunai Contant atau tunai, artinya harga tanah yang dibayar itu seluruhnya, tetapi bisa juga sebagian. Akan tetapi biarpun dibayar sebagian, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai utang pembeli kepada bekas pembeli tanah (penjual). Hal ini berarti, jika kemudian pembeli tidak membayar sisa harganya, maka bekas pemilik tanah tidak dapat membatalkan jual beli tanah tersebut. Penyelesaian pembayaran sisa harga tersebut dilakukan menurut hukum perjanjian utang piutang. b. Terang Terang, artinya jual beli tanah tersebut dilakukan di hadapan kepala desa (kepala adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tanah tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Jual beli tanah yang dilakukan di hadapan kepala desa menjadi terang dan bukan perbuatan hukum yang gelap. Artinya pembeli mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik tanah yang baru dan mendapatkan perlindungan hukum jika pada 42 Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Radjawali, Jakarta, hal

24 kemudian hari ada gugatan terhadapnya dari pihak yang menggangap jual beli tanah tersebut tidak sah. Sebagai perbandingan, berikut ini diuraikan tentang jual beli tanah menurut Burgerlijk Wetboek (BW). Pengertian jual beli dimuat dalam Pasal 1457 BW, yaitu suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Selanjutnya, dalam Pasal menurut 1458 BW, dinyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya para pihak mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Khusus jual beli tanah pada masa berlakunya Hukum Agraria Kolonial diatur dalam Overschrijving Ordonnantie Stb Nomor 27. Dalam perjanjian jual beli tanah menurut ketentuan tersebut terdapat dua perbuatan hukum, yaitu : a. Perjanjian jual beli tanah yang dibuat dengan akta notaris atau akta di bawah tangan. Mengenai perjanjian jual beli pengaturannya termasuk hukum perjanjian yang merupakan bagian dari Hukum Perikatan dalam Buku III BW. Pada saat dilakukan perjanjian jual beli belum terjadi pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. b. Penyerahan yuridis (juridische levering) yang diselenggarakan dengan pembuatan akta balik nama yang dibuat oleh atau di hadapan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah selaku Overschrijvings Ambtenaar. Pemindahan hak milik atas tanah yang diperjualbelikan dari penjual kepada pembeli terjadi setelah dilakukan penyerahan yuridis. 68

25 Berbeda dengan konsep jual beli menurut BW dan Overschrijving Ordonnantie Staatsblad Tahun 1934 Nomor 27, pada jual beli tanah menurut hukum adat terdapat satu perbuatan hukum, yaitu hak atas tanah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat dibayarnya harga tanah secara tunai oleh pembeli kepada penjual. Menurut Hukum Adat jual beli tanah bukan merupakan perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1457 BW, melainkan suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah dari pemegang hak (penjual) kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang secara tunai dan dilakukan di hadapan kepala desa/ kepala adat setempat sehingga bersifat terang. Dengan mengadopsi pengertian jual beli menurut Hukum Adat, maka dalam Hukum Tanah Nasional (vide UUPA) dinyatakan bahwa jual beli hak atas tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah untuk selama-lamanya oleh pemegang haknya sebagai penjual kepada pihak lain sebagai pembeli, dan secara bersamaan pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak sebagai harga kepada penjual. Pengertian ini adalah sesuai dengan unsur kontan yang terdapat dalam Hukum Adat. Sedangkan jika pada proses jual beli tersebut ternyata pihak pembeli belum membayar lunas seluruh harga tanah, maka kekurangannya dianggap sebagai hutang yang tunduk pada hukum hutang piutang. B. OBJEK DAN SYARAT-SYARAT JUAL BELI HAK ATAS TANAH Hak atas tanah yang dapat dijadikan objek jual beli adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah negara dengan ijin dari 69

26 pejabat yang berwenang, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Tidak semua hak atas tanah dapat dijadikan objek jual beli. Hak atas tanah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah hak pakai atas tanah negara yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Misalnya, Hak Pakai yang dimiliki oleh lembaga/ instansi Pemerintah, Perwakilan Negara Asing atau Badan/ Organisasi Internasional, dan Badan Sosial (Penjelasan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak terpenuhi maka akan membawa konsekuensi pada legalitas jual beli hak atas tanah tersebut. Di samping itu apabila suatu perbuatan jual beli hak atas tanah tidak memenuhi syarat, juga dapat berkonsekuensi tidak dapat didaftarkannya peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut. Syarat-syarat jual beli hak atas tanah ada yang merupakan syarat materiil dan syarat formil. 1. Syarat Materiil Syarat Materiil jual beli hak atas tanah adalah tertuju pada subjek dan objek hak yang akan diperjualbelikan. Pemegang hak atas tanah harus mempunyai hak dan berwenang untuk menjual hak atas tanah. Di samping itu pembeli juga harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah yang 70

27 menjadi objek jual beli. Uraian tentang syarat materiil dalam jual beli hak atas tanah adalah sebagai berikut : 1. Syarat Penjual Untuk dapat melakukan transaksi jual beli hak atas tanah maka penjual harus mempunyai hak dan wewenang untuk menjual hak atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penjual adalah orang yang namanya tercantum dalam sertifikat atau alat bukti lain selain sertifikat. b. Penjual harus sudah dewasa menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Apabila penjual masih belum dewasa atau masih berada di bawah umur (minderjarig) maka untuk melakukan jual beli harus diwakili oleh walinya. d. Apabila penjual berada di dalam pengampuan (curatale), maka untuk melakukan transaksi jual beli harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya. e. Apabila penjual diwakili oleh orang lain sebagian penerima kuasa, maka penerima kuasa menunjukan surat kuasa notariil atau surat kuasa otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. 71

28 f. Apabila hak atas tanah yang akan dijual merupakan harta bersama dalam perkawinan maka penjual harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari suami/istri yang dituangkan dalam akta jual beli. 2. Syarat Pembeli Selaku calon pemegang hak baru, maka pembeli hak atas tanah harus memenuhi syarat syarat sebagai subjek hak atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Milik, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial. b. Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Guna Usaha, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. c. Apabila objek jual beli tanah tersebut merupakan tanah Hak Guna Bangunan, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. d. Apabila objek jual beli tanah tersebut adalah merupakan Hak Pakai, maka pihak yang dapat membeli tanah adalah subjek Hak Pakai yang bersifat privat, yaitu perseorangan warga negara Indonesia, perseorangan warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang 72

29 didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempuyai perwakilan di Indonesia. 2. Syarat Formil Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah adalah meliputi formalitas transaksi jual beli tersebut. Formalitas tersebut meliputi akta yang menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang membuat akta tersebut. Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka syarat formil jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan atau dikualifikasikan sebagai akta otentik. Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan dengan akta PPAT ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah tidak mutlak harus dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dapat mendaftar pemindahan haknya meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan: Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh 73

30 menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah Hak Milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Atas dasar ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 menunjukkan bahwa untuk kepentingan pemindahan kepada Kantor Pertanahan, jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta PPAT. Namun dalam keadaan tertentu, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas tanah bidang tanah Hak Milik, jika para pihaknya (penjual dan pembeli) perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. C. KEPASTIAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN HAK PARA PIHAK Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam jual beli hak atas tanah diperlukan adanya persyaratan formil bagi penjual atau pemilik hak atas tanah. Syarat formil terhadap objek jual beli hak atas tanah berupa bukti kepemilikan tanah yang terkait dengan hak atas tanah, dan juga terkait dengan prosedur peralihan hak atas tanah tersebut. Prosedur jual beli hak atas tanah telah ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku, yakni Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043) dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No

31 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696). Menurut ketentuan tersebut, jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam jual beli tanah, proses jual beli tanah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hakhak atas tanah, artinya objek tanah yang disahkan dengan bukti kepemilikan hak atas tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penjual adalah sebagai orang atau pihak yang berhak dan sah menurut hukum untuk menjual. Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah bersertifikat memiliki resiko hukum yang rendah, karena hak kepemilikan dan subjek hukum penjual telah jelas dan terang, namun demikian bagi tanah yang belum didaftarkan hak kepemilikannya atau belum bersertifikat, memiliki resiko hukum dan kerawanan yang lebih tinggi. Oleh karena itu terhadap objek jual beli hak atas tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat lebih menekankan kejelian dan kehati-hatian, agar jelas dan terang penjual adalah sebagai pihak yang sah dan berhak untuk menjual. Hal ini dapat dicermati dari persyaratanpersyaratan formil yang melekat sebagai alas hak. Di sisi lain mekanisme dan prosedur jual beli tanah juga berbeda dengan hak atas tanah yang telah didaftarkan atau yang memiliki sertifikat. Peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli dapat dikuasakan kepada orang lain dengan cara pemberian kuasa untuk menjual. 43 Syarat sahnya 43 Pemberian Kuasa yang dimaksud adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (vide: pasal 1792 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek)). 75

32 pemberian kuasa diberikan secara formil sesuai dengan ketentuan yang tunduk pada hukum perdata, baik yang dibuat oleh dan atau dihadapan Notaris maupun di bawah tangan, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1793 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang substansinya menyatakan bahwa : Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat maupun dengan lisan. Di sini antara pemberi dan penerima kuasa terbentuk suatu ikatan dan hubungan hukum, sehingga penerima kuasa bertindak untuk mewakili pemberi kuasa, namun demikian hak pemberi kuasa tidak beralih secara mutlak, karena kuasa yang diberikan dapat dicabut atau ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Selama pemberian kuasa berlangsung, maka penerima kuasa berhak untuk bertindak atau berbuat atas nama pemberi kuasa yang terbatas pada substansi yang dikuasakan. Di dalam konsep peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli, pihak penjual dapat menguasakan kepada pihak lain. Berdasar pada kuasa tersebut, maka penerima kuasa dapat bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa guna menjual hak atas tanahnya. Terhadap jual beli hak atas tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat dan dengan cara pemberian kuasa untuk menjual, maka timbul suatu penyelundupan hukum yang sangat strategis dan terselubung. Hal ini dapat membawa risiko dan konsekuensi hukum yang pada puncaknya dapat menimbulkan beban tanggung jawab, baik bagi penjual atau pemberi kuasa maupun bagi penerima kuasa atau pihak ketiga yang berkepentingan. 76

33 Untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, maka perlu adanya kajian tentang jual beli tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat dengan kuasa menjual. Pemikiran secara teoritis kritis perlu dilakukan guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya penyelundupan hukum dalam praktek peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli, utamanya hak atas tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat, sehingga jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat ada kepastian hukum tanpa adanya penyalahgunaan hukum. 77

34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep dasar Peran Notaris adalah berbagai hak dan kewajiban notaris sebagai pihak tengah dalam hubungan hukum antara dua pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. 2. Peran notaris dalam melakukan peralihan hak atas tanah adalah penjelasan-penjelasan bagaimana fungsi seorang notaris dalam melakukan pemindahan hak atas tanah dari pihak satu ke pihak lainnya serta dijelaskan pula kewenangan notaris dalam membuat akta jual beli dan kekuatan hukum yang dibuatnya, sesuai dengan Pasal 15 ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 dan Pasal 19 PP No. 10 Tahun Jaminan perlindungan hak bagi para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah penjelasan-penjelasan mengenai kepastian hukum yang didapat oleh pihak penjual dan pembeli setelah melakukan peralihan hak atas tanah, sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104) 78

35 B. SARAN 1. Dikarenakan notaris merupakan pihak tengah dalam suatu perjanjian, hendaknya ia bersifat netral dengan tidak memihak kepada salah satu pihak dan melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan akhlak dan martabatnya. 2. Walaupun notaris berwenang membuat akta dibawah tangan, namun penulis dalam hal ini tidak menyarankan hal tersebut, dikarenakan pada zaman sekarang banyak terjadi kasus-kasus penipuan yang tidak sesuai dengan perjanjian. 3. Notaris yang hendak melakukan peralihan hak atas tanah melalui jual beli hendaknya senantiasa jeli dan kritis dalam menganalisa problematikaproblematika hukum jual beli tanah agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. 79

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C) PERSPEKTIF Volume XVII No. 2 Tahun 2012 Edisi Mei JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C) Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017 KEPASTIAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI BERDASARKAN PP NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh : Giovanni Rondonuwu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47 BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH A. Jual Beli Tanah 1. Jual Beli Tanah Menurut KUHPerdata Jual beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana pihak yang satu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015 TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEKUATAN MENGIKAT SUATU AKTA NOTARIS 1 Oleh : Christin Sasauw 2 ABSTRAK Kekuatan akta Notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter pembuatnya, yaitu Notaris sebagai

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN NOTARIS TERKAIT PENYIMPANAN SERTIFIKAT

BAB II KEWENANGAN NOTARIS TERKAIT PENYIMPANAN SERTIFIKAT 22 BAB II KEWENANGAN NOTARIS TERKAIT PENYIMPANAN SERTIFIKAT 1. Kewenangan Notaris Menurut UUJN Istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah bevoegdheid dalam istilah hukum Belanda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. Dalam pembuktian suatu perkara perdata alat bukti mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah istilah yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana ada hukum ) 1.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Tanah adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2 KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci