2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent). Surfaktan merupakan molekul amphipatic yang memiliki sifat hidrofilik yang bersifat polar dan hidrofobik yang bersifat non polar. Karena sifat ini surfaktan dapat larut dalam larutan yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogennya seperti air dan minyak. Konfigurasi hidrofilik dan hidrofobik tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di berbagai industri. Aplikasi surfaktan dalam industri antara lain sebagai pembasah, pembentukan busa, penstabil emulsi, dan lain sebagainya yang memanfaatkan perbedaan sifat dari gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara luas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik (Rieger 1985). Pembagian jenis-jenis surfaktan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bagian pangkalnya berupa gugus hidrofilik dengan ion bermuatan positif (kation). Umumnya merupakan garam-garam amonium kuarterner atau amina. 2. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya dengan ion bermuatan negatif (anion). Umumnya berupa garam natrium, akan terionisasi menghasilkan Na + dan ion surfaktan yang bermuatan negatif. 3. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam air, kelarutannya diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak membawa muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang menyebabkan terjadinya momen dipol. 4. Surfaktan amfoterik, mengandung gugus yang bersifat anionik dan kationik seperti pada asam amino. Sifat surfaktan ini tergantung pada kondisi media dan nilai ph. Sifat hidrofilik surfaktan nonionik terjadi karena adanya grup yang dapat larut dalam air yang tidak berionisasi. Biasanya grup tersebut adalah gugus

2 hidroksil (R OH) dan gugus eter (R O R ). Daya larut dalam air gugus hidroksil dan eter lebih rendah dibandingkan dengan kelarutan gugus sulfat atau sulfonat. Kelarutan grup hidroksil atau eter dalam air dapat ditingkatkan dengan penggunaan grup multihidroksil atau multieter. Beberapa contoh produk multihidroksil (hasil reaksi antara gugus hidrofob dengan produk multihidroksil) antara lain: glukosida, gliserida, glikol ester, gliserol ester, poligliserol ester dan poligliserida, poliglikosida, sorbitol ester dan sukrosa ester (Porter 1991). Flider (2001) menyatakan bahwa surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu : 1. Berbasis minyak-lemak seperti monogliserida, dan poligliserol ester 2. Berbasis karbohidrat seperti alkil poliglikosida, dan n-metil glukamida 3. Ekstrak bahan alami seperti lesitin dan saponin 4. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti rhamnolipid dan sophorolipid H L B (Hydrophile-Lipophile Balance) Keseimbangan antara gugus hidrofilik dan hidrofobik pada surfaktan dihitung dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Menurut Holmberg et al. (2003) nilai HLB menentukan aplikasi dari surfaktan yang dihasilkan. Nilai HLB dan aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai HLB dan aplikasinya Nilai HLB Aplikasi 3 6 Pengemulsi W/O 7 9 Wetting agent 8 14 Pengemulsi O/W 9 13 Detergen Solubilizer Dispersant Sumber : Menurut Holmberg et al. (2003) Tegangan permukaan Tegangan permukaan dirumuskan sebagai energi yang dibutuhkan untuk memperbesar permukaan suatu cairan sebesar 1 cm 2. Tegangan permukaan

3 disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik dari molekul cairan. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer du Nouy dan dinyatakan dalam dyne/cm atau mn/m. Pada cairan terdapat molekul-molekul yang tersebar di bawah pemukaan dan pada permukaan cairan. Molekul-molekul ini saling tarik menarik. Gaya tarikmenarik molekul di bawah permukaan cairan tersebut kemudian mendapatkan gaya tarik dari molekul-molekul dibawahnya yang mencoba menarik ke tubuh cairan, sehingga menyebabkan cairan mengambil bentuk yang memungkinkan luas permukaan menjadi sekecil mungkin. Bentuk tersebut adalah bentuk bola (sphere). Besarnya energi yang mengendalikan bentuk cairan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Semakin besar ikatan antar molekul-molekul dalam cairan maka semakin besar tegangan permukaan (Bodner dan Pardue 1989) Tegangan antarmuka Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut, kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan. Surfaktan akan menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka (Matheson 1996). Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terjadi pada antarmuka dua fase cair yang tidak dapat tercampur. Tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama (Moecthar 1989) Kemampuan pembusaan Kebanyakan surfaktan dalam larutan dapat membentuk busa, baik secara diinginkan maupun tidak diinginkan dalam penggunaannya. Busa cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Kestabilan busa diperoleh dari adanya zat pembusa (surfaktan). Zat pembusa ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan (Noerdin 2008).

4 Struktur busa cair tidak ditentukan oleh komposisi kimia atau ukuran busa rata-rata melainkan kandungan zat cairnya. Jika fraksi cair lebih dari 5%, maka gelembung gas akan mempunyai bentuk hampir bola, sebaliknya, jika kurang dari 5% maka bentuk gelembung gas adalah polihedral. Struktur busa dapat berubah jika diberi gaya dari luar, apabila gaya tersebut kecil, maka struktur busa akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Namun, jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi (Noerdin 2008). Kemampuan pembusaan dipengaruhi oleh panjang rantai hidrokarbon. Dibandingkan dengan surfaktan anionik sebagai agen pembusa yang telah lama digunakan, surfaktan nonionik dianggap sebagai surfaktan yang memiliki kemampuan pembusaan yang lebih rendah. Ware et al. (2007), melakukan pengujian kemampuan pembusaan antara surfaktan Sodium Lauryl Sulfate (SLS), APG C 10 dan APG C 12. Hasilnya yang diperoleh yaitu kemampuan surfaktan APG memiliki kemampuan pembusaan lebih rendah dibandingkan surfaktan SLS Stabilitas emulsi Mekanisme kerja dari surfaktan untuk menstabilkan emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan dengan membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil. Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan (Kamel 1991) Suatu sistem emulsi, pada dasarnya merupakan suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya. Suatu sistem emulsi yang baik tidak membentuk lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan (Suryani et al. 2000) 2.2 Alkil poliglikosida (APG) Alkil poliglikosida pertama kali disintesis dan diidentifikasi di laboratorium oleh Emil Fischer sekitar 100 tahun yang lalu. Aplikasi paten dengan

5 menggunakan alkil poliglikosida sebagai bahan bakunya dipublikasikan di Jerman sekitar 40 tahun kemudian hingga saat ini berbagai penemuan tentang alkil poliglikosida terus berkembang. Pada awalnya Fischer mereaksikan glukosa dan alkohol yang bersifat hidrofilik seperti metanol, etanol, gliserol, dan lain-lain kemudian mereaksikannya pada alkohol yang bersifat hidrofobik dengan rantai alkil dari octil (C 8 ) hingga heksadecil (C 16 ) yang merupakan sifat dari alkohol lemak. Hasil sintesis yang diperoleh berupa kumpulan dari alkil mono, poli, dan oliglikosida. Karena kompleksitas inilah maka produk yang dihasilkan disebut Alkil poliglikosida (Hill 2000). Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan nonionik yang ramah lingkungan karena disintesis dengan menggunakan bahan baku yang berbasis karbohidrat dan alkohol lemak. APG telah diuji mengenai dampak terhadap lingkungan dan telah mendapatkan beberapa green label seperti Ecocert, EU Ecoflower, Green Seal dan sebagainya sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. APG juga tidak beracun atau berbahaya bagi manusia, memiliki sifat iritasi yang rendah pada kulit jika dibandingkan dengan surfaktan lainnya (Mehling et al. 2007). Saat ini produksi APG dunia mencapai ton/tahun (Hill 2009). Kebutuhan surfaktan nonionik APG di Indonesia saat ini dipenuhi dari impor. Kebutuhan surfaktan nonionik di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data impor surfaktan non ionik Indonesia Tahun Jumlah (Kg) Nilai (US$) Jan-Agt Sumber: BPS (2010) Proses produksi APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis bahan baku pati dan alkohol lemak (pati-alkohol lemak), sedangkan prosedur kedua berbasis bahan baku dekstrosa (gula turunan

6 pati) dan alkohol lemak (dekstrosa-alkohol lemak). Diagram proses pembuatan APG dari masing-masing prosedur disajikan pada Gambar 1. Pada diagram proses tersebut dapat dilihat perbedaan proses sintesis APG antara tahap prosedur pertama dengan kedua. Prosedur pertama, berbasis pati-alkohol lemak melalui proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan prosedur kedua yang berbasis dekstrosa-alkohol lemak hanya melalui proses asetalisasi sebelum masing-masing prosedur masuk ke proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan (Hill 2000). BUTANOL PATI BUTANOLISIS GLUKOSA ANHIDRAT / GLUKOSA MONOHIDRAT ALKOHOL LEMAK TRANSASETALISASI ASETALISASI ALKOHOL LEMAK NETRALISASI BUTANOL DAN AIR DISTILASI ALKOHOL LEMAK PROSES DUA TAHAP PEMUCATAN PROSES SATU TAHAP APG Gambar 1 Proses sintesis Alkil poliglikosida (APG) dengan metode satu dan dua tahap (Hill 2000) Menurut Wuest et al. (1992), sintesis surfaktan APG dapat dengan reaksi dua tahap dari pati atau hasil degradasi pati seperti poliglukosa atau sirup glukosa, tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama butanol, dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan rantai lebih panjang C 8-22

7 terutama C dari alkohol lemak bahan baku alami. Reaksi butanolisis dilakukan pada suhu diatas 125 O C dan dengan tekanan 4-10 bar. Reaksi transasetalisasi dilaksanakan pada temperatur O C pada kondisi vakum dengan rasio mol pati dengan alkohol rantai panjang adalah 1:1,5 sampai 1:7, 1:2,5 sampai 1:7, dan 1:3 sampai 1:5, sedangkan rasio mol sakarida : air = 1:5 sampai 1:12, 1:6 sampai 1:12, 1:6 sampai 1:9, 1:6 sampai 1:8. Menurut Buchanan et al. (1998) tahapan proses APG dengan dua tahap meliputi langkah-langkah dasar sebagai berikut: 1) reaksi glikosidasi menggunakan katalis asam dari sumber monosakarida dengan butanol untuk membentuk butil glikosida, dengan pemisahan gugusan air selama reaksinya, 2) transglikosidasi dari butil glikosida dengan C 8 sampai C 20 alkohol menjadi APG rantai panjang, dengan pemisahan butanol selama reaksinya, 3) netralisasi dari katalis asam, 4) distilasi untuk memisahkan rantai panjang alkohol yang tidak bereaksi, 5) pemucatan untuk meningkatkan warna dan bau dari produk, dan 6) isolasi alkil poliglikosida. Reaksi glikosidasi dan transglikosidasi dikendalikan pada keadaan seimbang sampai katalis dinetralkan. Untuk proses sintesis APG tipe tahap tunggal (Gambar 2) meliputi semua langkah dari proses dua tahap (Gambar 3), dengan pengecualian pada penggabungan langkah 1 dan 2 yang ditunjukkan di atas dengan mereaksikan glukosa secara langsung dengan rantai panjang alkohol. Gambar 2 Proses sintesis APG satu tahap (Hill 2000)

8 I. II. Pati-patian Butanol Butil Glikosida Air Keterangan : I. Reaksi Glikosidasi (Butanolisis) Alkohol lemak II. Reaksi Transglikosidasi (Transasetalisasi) Alkil Poliglikosida Gambar 3 Proses sintesis APG dua tahap (Hill 2000) Butanol Butanolisis Lueders (2000), melakukan penelitian dengan mereaksikan pati dengan butanol dan katalis p-toluene sulfonic acid (PTSA) dengan rasio mol 11,3 butanol, dan 0,012 mol p-toluene sulfonic acid dalam reaktor bertekanan pada suhu 160 O C selama menit. Hasil yang diperoleh dari proses sintesis tersebut yaitu 87% butilglikosida yang berwarna coklat tua. Penggunaan suhu atau konsentrasi katalis yang rendah mengakibatkan penurunan jumlah konversi yang nyata. Butil glikosida yang dihasilkan dapat langsung di konversi langsung menjadi APG dengan mereaksikannya dengan alkohol rantai panjang. Wuest et al. (1992), melakukan proses butanolisis dengan rasio mol 8 mol air; 8,5 mol butanol; dan 0,036 mol PTSA per satu mol pati. Dengan suhu 140 O C selama 30 menit dengan tekanan 5 bar. Penggunaan suhu dan konsentrasi asam yang rendah mengakibatkan penurunan konversi produk butil glikosida yang dihasilkan. Butil glikosida terbentuk dari sakarida, butanol, asam dan dalam keadaan panas serta bertekanan, Jika bahan baku sakarida yang digunakan berasal dari pati, maka terlebih dahulu terjadi proses hidrolisis kemudian proses alkoholisis, selain terbentuknya butil glikosida atau butil oligosida juga terbentuk warna yang gelap akibat degradasi dari gula. Pada proses butanolisis juga terjadi pemisahan air dari

9 hasil reaksi glukosa dan butanol dengan bantuan ion H + dari katalis (Lueders 1989). Alkoholisis pati menjadi glikosida memerlukan kondisi yang lebih kompleks daripada glikosidasi dari D-glukosa atau transglikosidasi dari alkil glikosida sederhana. Penyebabnya adalah struktur molekul dari pati yang tersusun dari amilosa dan amilopektin yang memiliki kemampuan swelling terbatas pada alkohol, khususnya alkohol hidrofobik, dan berkurangnya jembatan hidrogen antar molekul. Ikatan α(1,6) glikosida pada atom karbon kedua menunjukkan kestabilan yang lebih besar daripada ikatan atom yang pertama pada alkil glikosida sederhana (Lueders 2000) Transasetalisasi Alkil poliglikosida merupakan suatu asetal yang diperoleh dari pati (glukosa) dan alkohol rantai panjang (C 8 C 22 ). Sehingga proses pengikatan glukosa siklis terhadap alkohol sering disebut reaksi asetalisasi (Wuest et al. 1992). Salah satu proses asetalisasi bisa melalui glikosidasi (pembentukan ikatan glikosida) glukosa dengan menggunakan alkohol berlebih sehingga proses asetalisasi pada sintesis APG sering juga disebut glikosidasi. Gugus hidrofobik pada APG diperoleh dari alkohol rantai panjang alkohol lemak. Alkohol lemak memiliki gugus hidroksil (OH) yang sifat kelarutannya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang berikatan dengan atom karbon. Dengan bertambah panjangnya rantai karbon, maka pengaruh gugus hidroksil yang bersifat polar menurun dan sifat non polar akan semakin tinggi. Alkohol lemak pada APG diperlukan untuk memperoleh gugus alkil rantai panjang sebagai bagian yang bersifat hidrofobik. Pemilihan alkohol lemak yang tepat juga akan berpengaruh pada suhu transasetalisasi berlangsung sebab semakin panjang rantai maka titik didihnya semakin tinggi. Selama proses transasetalisasi berlangsung, sisa butanol dan air yang dihasilkan pada proses butanolisis akan keluar melalui proses distilasi vakum. Selama proses transasetalisasi diharapkan air yang terdapat pada bahan segera mungkin diuapkan bersamaan dengan butanol yang tidak bereaksi selama proses butanolisis. Kehadiran air dan glukosa dapat menyebabkan terbentuknya

10 polidektrosa yang merupakan hasil samping yang tidak diinginkan dan merupakan salah satu penyebab terbentuknya warna gelap. Kondisi asam dan suhu tinggi selama sintesis alkil poliglikosida menghasilkan produk sekunder seperti polidekstrosa, dan warna kotoran. Dengan menggunakan suhu yang lebih rendah (<100 O C) pada proses asetalisasi menghasilkan produk sekunder yang rendah, namun waktu reaksi yang dibutuhkan lebih lama. Pada penggunaan suhu tinggi (>120 O C) dapat mempercepat pembentukan polidekstrosa dan perubahan warna pada karbohidrat. Namun hal penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu bagaimana cara untuk menghilangkan air dalam sistem reaksi dengan mengurangi tekanan. Namun air masih diperlukan dalam jumlah tertentu (sekitar 0,1-0,25%) untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada glukosa yang dapat menyebabkan karamelisasi (Eskuchen dan Nitsche 1997) Netralisasi Tahapan netralisasi bertujuan unutk menghentikan proses transasetalisasi dengan menambahkan basa hingga mencapai ph Basa yang digunakan untuk proses netralisasi meliputi alkali metal, almunium salt, selain itu dapat digunakan dari anion, dari basa organik maupun inorganik seperti sodium peroksida (NaOH), potasium hidroksida, kalsium hidroksida, almunium hidroksida dan sebagainya. Penggunaan NaOH sangat dianjurkan karena NaOH tidak bereaksi dengan alkohol atau produk. Proses penambahan dengan menggunakan NaOH akan lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan penyaringan untuk menghilangkan garam yang terbentuk (Wuest et al. 1992). Proses netralisasi juga diperlukan karena sakarida akan lebih mudah rusak dalam keadaan asam selama proses destilasi yang menggunakan suhu yang tinggi. Untuk memastikan bahwa kadar glukosa tersisa tidak akan bereaksi menghasilkan produk yang tidak diinginkan pada saat destilasi menggunakan suhu tinggi, maka pada larutan dapat ditambahkan natrium borohidrat (NaBH 4 ) yang dapat mengubah glukosa menjadi sorbitol. Diperlukan 1 g NaBH 4 untuk setiap g glukosa yang berlebih. Sorbitol lebih tahan terhadap kondisi asam

11 dan suhu tinggi, sehingga diharapkan tidak terjadi perubahan warna selama proses distilasi (McCurry 2000). Luders (2000), mereduksi sisa glukosa menjadi sorbitol dengan menambahkan 0,1% sodium borohidrat dan memisahkan sisa alkohol lemak pada suhu 180 O C, dan hasil yang diperoleh yaitu APG yang memiliki warna yang lebih terang dibandingkan tanpa penambahan sodium borohidrat. Lueders (1991), melakukan penambahan arang aktif 1 10% sebelum dan sesudah proses destilasi dan diperoleh APG yang lebih cerah pada penambahan sebelum proses distilasi. Namun karena sifat arang aktif yang hidrofobik maka akan mengurangi sifat nonpolar dari surfaktan (Rosu 2007) Distilasi Tahapan distilasi bertujuan untuk menghilangkan alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi. Proses distilasi ini memerlukan suhu tinggi dan tekanan rendah untuk memisahkan/menguapkan alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi. Proses distilasi ini dapat dilakukan pada suhu sekitar O C dengan tekanan vakum, tergantung alkohol lemak yang digunakan. Semakin panjang rantai alkohol lemak maka semakin tinggi suhu dan semakin rendah tekanan yang dibutuhkan. Pada tahapan destilasi diharapkan memperoleh kandungan alkohol lemak sekecil mungkin pada produk APG yaitu kurang dari 5% dari berat produk. Kelebihan alkohol lemak yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi efektifitas kerja dari surfaktan APG. Hasil akhir proses distilasi akan diperoleh produk surfaktan APG kasar berbentuk pasta yang berwarna kecoklatan dan berbau kurang enak. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pemurnian untuk memperoleh APG yang memiliki penampakan yang lebih baik dan bau yang tidak terlalu menyengat Pemucatan (bleaching) Proses pemurnian APG terdiri dari beberapa tahap yaitu : tahap netralisasi, distilasi, pelarutan dan tahap pemucatan serta isolasi produk (Buchanan et al. 2000). Proses pemucatan merupakan tahapan akhir dari sintesis APG untuk menghasilkan APG dengan penampakan dan bau yang lebih baik. Proses pemucatanan dilakukan dengan menambahkan larutan H 2 O 2 dengan penambahan

12 air dan NaOH yang dilakukan pada suhu O C selama menit pada tekanan normal (Hill et al. 2000). Buchanan et al. (2000) menyatakan bahwa warna gelap produk surfaktan APG dapat terjadi selama proses sintesis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Suhu pemanasan yang tinggi dan tidak terkontrol pada tahapan distilasi, sehingga menimbulkan kerusakan warna dan kegosongan pada produk yang terjadi selama distilasi. 2. Penggunaan katalis asam pada proses sintesis. Pemilihan katalis ini merupakan titik kritis terhadap warna dari produk akhir APG. 3. Turunan furan dengan warna yang gelap yang tinggi seperti furfuraldehid. Turunan furan ini dihasilkan pada proses dehidrasi monosakarida oleh katalis asam kuat. 4. Logam seperti Fe, Ca, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diinginkan dalam produk APG Bahan Pemucat Bahan pemucat (bleaching agents) merupakan suatu bahan yang dapat memucatkan atau memudarkan warna suatu substrat melalui proses fisika dan kimia. Proses ini melibatkan proses oksidasi, reduksi, atau adsorpsi yang membuat bagian-bagian yang berwarna pada substrat menjadi lebih larut atau diserap sehingga mudah dihilangkan selama proses pemucatan. Pemucatan dapat juga melibatkan proses kimia yang mengubah kemampuan bagian molekul berwarna untuk menyerap cahaya, yaitu dengan mengubah derajat ketidakjenuhan (Kirk dan Othmer 1985). Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi dua macam pemucatan, yaitu pemucatan dengan proses oksidasi dan pemucatan dengan reaksi reduksi. Pemucatan dengan menggunakan bahan kimia banyak digunakan karena lebih baik dibandingkan dengan menggunakan adsorben. Keunggulan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian produk dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat yang tidak berwarna yang tetap tinggal dalam produk (Djatmiko dan Ketaren 1985)

13 Bahan kimia yang berfungsi sebagai pemucat/pemutih disebut bleaching agents, seperti hidrogen peroksida, ammonium persulfat, azodicarbonamide, CaSO 4, TiO 2, dll. Dalam penggunaannya, efek pemutihan yang cukup baik hanya diperoleh dengan menggunakan pelarut hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) yang cukup kuat. Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Mayoritas penggunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Hidrogen peroksida biasa digunakan sebagai bleaching agent pada industri pulp, kertas dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB). Hidrogen peroksida bersifat oksidator dan akan merusak ikatan rangkap pigmen menjadi komponen yang tidak berwarna. Aktivitas ini meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi H 2 O 2. Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lainnya adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Dalam industri APG hidrogen peroksida dibutuhkan dengan konsentrasi 30% (Buchanan et al. 1998). Penggunaan hidrogen peroksida biasa dikombinasikan dengan NaOH. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Hidrogen peroksida dalam kondisi asam sangat stabil, sedangkan pada kondisi basa sangat mudah terurai. Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat dengan naiknya suhu. Zat reaktif dalam sistem pemucatan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa yaitu anion perhidroksil (HOO - ). Anion yang terbentuk berasal dari penambahan alkali dan terjadi reaksi sebagai berikut : H 2 O 2 + HO - HOO - + H 2 O Ion HOO - inilah yang mempunyai peran aktif didalam proses pemutihan. Namun jika terdapat logam transisi seperti Fe, Mn, Mg dan Cu, dekomposisi hidrogen peroksida dalam larutan basa berlangsung menurut reaksi berikut :

14 H 2 O 2 + HO 2 H 2 O + O 2 + HO Pada proses pemucatan diharapkan yang terjadi pada persamaan reaksi yang pertama karena menghasilkan ion HOO - sedangkan dengan adanya logam transisi maka dekomposisi hidrogen peroksida akan diarahkan mengikuti persamaan reaksi yang kedua. Pada reaksi yang kedua proses pemucatan berlangsung dengan memberikan efek oksidasi dengan terbentuknya senyawa O 2 namun daya pemucatannya kurang efektif jika dibandingkan dengan persamaan pertama (Fuadi dan Sulistya 2008) Katalis Pemilihan katalis pada proses sintesa APG sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesa berlangsung. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses asetalisasi meliputi : 1. Asam anorganik: asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. 2. Asam organik: asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosuksinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll. 3. Asam dari surfaktan: asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosuccinat, alkil naphthalena sulfonat, dll. Dari katalis tersebut diatas dipilih katalis organik asam p-toluena sulfonat, karena katalis tersebut cenderung bersifat organik dan dapat terurai serta berupa asam lemah. Jika menggunakan asam kuat, kemungkinan asam akan bereaksi dengan menghidrolisa glukosa. Penggunaan asam lemah juga akan memudahkan dalam proses netralisasi. Selain itu asam p-toluena sulfonat juga bersifat tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel (Hill 2000). Buchanan et al. (2000), menentukan katalis asam yang digunakan dalam proses butanolisis dengan perbandingan rasio mol/mol katalis yaitu 0,018 0,036. Sedangkan untuk reaksi transasetalisasi ditambahkan katalis kira-kira 25-50% dari berat katalis pertama.

15 2.2.8 Natrium Borohidrat (NaBH4) Natrium borohidrat dikenal juga sebagai natrium tetrahidroborat, merupakan senyawa pereduksi anorganik dengan rumus NaBH 4. Senyawa ini berbentuk padat berwarna putih, biasa terdapat berbentuk serbuk ataupun granula. Kegunaan senyawa ini sangat luas baik dalam skala laboratorium maupun skala teknis. Sebagian besar digunakan dalam pemucatan pulp kayu. Berat molekul NaBH 4 yaitu 37,83 mol/g, dan nilai densitas 1,0740 g/cm 3. NaBH 4 biasa digunakan untuk mengubah gugus aldehid dan keton menjadi gugus alkohol (Anonim 2010b). Himakumar et al. (2006) menyatakan bahwa NaBH 4 merupakan senyawa pereduksi yang menyimpan unsur hidrogen, dan bereaksi dengan air untuk menghasilkan sejumlah hidrogen. Reaksi NaBH 4 dan air dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut: NaBH 4 + 4H 2 O NaBO 2.2H 2 O + 4 H kl Sejumlah H 2 yang dihasilkan dari reaksi tersebut digunakan untuk mengubah gugus aldehid pada glukosa ataupun gugus keton pada fruktosa menjadi sorbitol. Sorbitol diketahui lebih tahan pada suhu tinggi sehingga pada proses destilasi yang menggunakan suhu O C sorbitol tidak mengalami kerusakan hingga penbentukan warna gelap dapat dihindari. McCurry et al (2000), menambahkan 1 g NaBH4 pada setiap g kelebihan glukosa yang tidak bereaksi. Reaksi pembentukan gugus alkohol dari gugus aldehid ataupun keton dengan menggunakan NaBH 4 dapat juga dimulai dengan ionisasi NaBH 4 menjadi Na + + (BH4) -. Mula-mula salah satu atom H dari BH 4 mendekati ikatan rangkap C=O. salah satu ikatan akan bergeser ke O sehingga atom H akan berikatan dengan C. Atom O - akan mengikat salah satu atom H dari air hingga membentuk gugus alkohol. Secara simultan gugus BH - 3 mampu berikatan dengan atom O + (Fox dan Whitesell 1994) Proses ini dapat dilihat pada Gambar 4.

16 Gambar 4 Reaksi perubahan gugus aldehid/keton menjadi gugus alkohol dengan pereduksi NaBH 4 (Fox dan Whitesell 1994) Arang Aktif Arang aktif dibuat dengan mengaktifasi arang dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alami, jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air. Daya adsorpsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Arang aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay (Ketaren 2005). Luders (1991), melakukan penambahan arang aktif sebesar 1 10% setelah proses netralisasi APG pada suhu O C. arang aktif dipisahkan dengan perlakuan sentrifugasi dan dilanjutkan dengan penyaringan. Penggunaan arang aktif sebaiknya menggunakan yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan arang aktif yang berbentuk granula,

17 namun penggunaan arang aktif serbuk dapat menyisakan partikel-partikelnya pada produk yang dihasilkan Proses Pencoklatan Proses karamelisasi yang terjadi pada proses sintesis APG merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan (Mathur 1978). Tanpa melibatkan reaktan yang mengandung nitrogen seperti protein dan asam amino (Putra 1990). Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua hingga warna gelap selama peningkatan suhu (Broadhursh 2002). Proses karamelisasi terbagi menjadi tiga tahap yaitu (1) tahap 1,2 enolisasi, (2) tahap dehidrasi, dan (3) tahap pembentukan pigmen. Pada tahap pertama menghasilakn 1,2 enediol. Reaksi ini akan lebih cepat pada ph basa. Tahapan kedua dapat terjadi melalui tahapan dehidrasi (pelepasan air) atau reaksi fisi (pemecahan). Dehidrasi terjadi pada pemanasan gula dalam suasana asam, yaitu pada nilai ph dibawah 6,4 dan mencapai maksimal pada nilai ph dibawah 3. Setelah reaksi dehidrasi maka terbentuk senyawa 4-hidroksimetil-2-furfuraldehida yang merupakan senyawa prekursor dari pigmen coklat (Shallenber dan Birch 1975). Menurut Aida (2007), pembentukan furfural dari D-glukosa diawali dengan pembentukan 1,2 enediol, kemudian terbentuk D-Fruktosa dan dilanjutkan pembentukan 3-Ketose. Setelah itu terbentuk arabinosa yang terdehidrasi mengeluarkan H 2 O hingga menjadi furfural. Skema proses perubahan glukosa menjadi furfural dapat dilihat pada Gambar 5. Pada keadaan asam encer, monosakarida bersifat relatif stabil dan pada penambahan asam kuat akan terhidrasi menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Pada penambahan alkali encer monosakarida dapat mengalami isomerasi atau terbentuk senyawa yang lebih pendek D-manosa dan D-1-fruktosa. Sedang pada penambahan alkali kuat enediol dapat berubah menjadi formaldehid atau pentosa (Winarno 1992). Proses dehidrasi pelepasan H 2 O pada gula heksosa membentuk turunan-turunan furfuraldehida, misalnya hidroksil metil furfural (HMF).

18 Gambar 5 Proses perubahan D-Glukosa menjadi HMF (Aida 2007) 2.3 Bahan Baku Alkil poliglikosida Alkohol lemak Alkohol lemak dapat diperoleh dari sumber petrokimia (alkohol lemak sintetik) maupun dari sumber minyak dan lemak nabati. Alkohol lemak yang digunakan dalam sintesis APG berfungsi untuk membangun gugus hidrofobik. Alkohol lemak alami dapat diperoleh setelah melalui proses transesterifikasi dan fraksinasi lemak dan minyak (trigliserida) kemudian di hidrogenasi (Noerdin 2008). Alkohol lemak utamanya digunakan sebagai bahan intermediates, di eropa barat hanya 5% yang digunakan secara langsung dan kira-kira 95% dimanfaatkan dalam bentuk turunannya. Pemanfaatan alkohol lemak untuk pembuatan surfaktan kira-kira sebesar 70-75% (Presents 2000). Lebih dari dua per tiga atau sekitar 80% dari jumlah alkohol lemak yang diproduksi digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan. Sebagai bahan baku surfaktan alkohol lemak mampu

19 bersaing dengan produk turunan petroleum seperti alkilbenzena. Selain karena surfaktan yang dihasilkan bersifat lebih stabil, juga harganya lebih murah jika dibandingkan dengan surfaktan turunan petroleum (Kirk dan Othmer 1963). Alkohol mampu mengadisi ikatan C=O (aldehid/keton), gugus OR akan melekat pada karbon dan proton akan melekat pada oksigen. Aldehid dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiasetal. Sedangkan keton dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiketal. Mekanisme pembentukan hemiasetal/hemiketal melibatkan tiga langkah. Pertama oksigen karbonil (C=O) diprotonasi oleh katalis asam, kemudian oksigen alkohol menyatu dengan karbon karbonil, dan proton dilepaskan dari oksigen positif yang dihasilkan (Hart 2003). Alkohol lemak C 12 lebih dikenal dengan nama alkohol lauril (dodekanol/dodecy alcohol) dengan rumus bangun C 12 H 26 O, bobot molekul 186,6 mol/g, densitas 0,8309 dan titik didih sekitar 259 O C, tidak berwarna dan tidak larut dalam air Sumber Karbohidrat Gugus Hidrofilik dari molekul APG berasal dari karbohidrat. Untuk proses sintesis sumber karbohidratnya dapat bersumber dari pati atau dari glukosa. Pemilihan bahan baku tidak hanya mempengaruhi biaya bahan baku, tetapi juga biaya produksi. Pemilihan penggunaan bahan baku gula akan meningkatkan biaya bahan baku, tetapi dapat menurunkan biaya produksi karena peralatan yang digunakan lebih sedikit (Gambar 6) (Eskuchen dan Michael 1997). Pati merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit-unit D-glukosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan APG karena lebih praktis, mudah didapatkan dan lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan D-glukosa. Pati dari sereal, umbi-umbian ataupun dari biji-bijian dalam bentuk granula pati dengan diameter sekitar µm. Pati terdiri dari gugus amilosa dan amilopektin dalam bentuk kristal dengan kandungan air sekitar 10%. Amilosa adalah polisakarida dimana unit-unit D-glukosa tergabung pada ikatan glikosida α(1,4). Amilopektin merupakan polisakarida yang memiliki rantai cabang yang menyusun unit D-glukosa pada ikatan glikosida α(1,4) dan α(1,6) pada percabangannya. Proses alkoholisis pati menjadi alkil glikosida membutuhkan

20 kondisi yang lebih ekstrim jika dibandingkan dengan proses glikosidasi D- glukosa. Alasannya karena struktur makromolekul pati terdiri dari amilopektin dan amilosa yang dapat menghambat kemampuan mengembang pati dalam alkohol, khususnya alkohol hidrofobik. Peralatan mahal Harga bahan baku mahal PATI Low DE Syrup Deksrosa Low DE Syrup Deksrosa Glukosa Monohydrate GLUKOSA Dua Tahapan Proses Satu Tahap Proses 1. Butanolisis 2. Transasetalisasi Asetalisasi Alkyl Polyglicoside (APG) Gambar 6 Pemilihan karbohidrat dalam industri APG (Eskuchen dan Michael 1997). Hill (2000) menggambarkan proses alkoholisis pati menggunakan metanol dalam reaktor tubular bertekanan dan bersuhu tinggi. Pati dicampurkan dengan metanol, dan katalis dengan rasio 6,8 mol metanol dan 0,005 mol p-toluene sulfonic acid per mol glukosa direaksikan dalam reaktor dengan suhu 167 O C selama 8 menit menghasilkan produk yang terdiri dari sekitar 77% metil monoglucosides (45% metil α-d-glukopiranosida, 27% metil-β-d glukopiranosida, 5% metil α/β-d-glukofuranosida), 14% metil diglukosida, 3% metil triglukosida, dan <1% oligomer lainnya Tapioka Tapioka merupakan pati yang berasal dari ubi kayu. Kadar pati ubi kayu cukup besar, yaitu 25-35%. Salah satu ciri khas dari tapioka yaitu kandungan lemak dan proteinnya yang rendah dibandingkan dengan pati jenis lain. Tabel 3 menunjukkan syarat mutu dari tapioka. Besarnya potensi pati ubi kayu ini juga didukung dengan besarnya produksi ubi kayu di Indonesia. Produktifitas ubi kayu

21 Indonesia pada tahun 2000 adalah 125 kw/ha dan pada tahun 2004 sebesar 155 kw/ha. Hal ini menunjukkan terjadinya kenaikan sebesar 32%. Sedangkan ratarata pertumbuhan produktivitas dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar 30%. Ditahun 2008 produksi ubi kayu Indonesia mencapai 20 juta ton (Anonim 2009). Berdasarkan struktur kimia, tapioka adalah polimer glukosa yang terdiri atas rantai lurus amilosa (20-25%) dan rantai cabang amilopektin (75-80%). Tabel 3 Syarat mutu tapioka (Miller 2009) Kandungan Jumlah Air (% maksimum) 13 Pati (%minimum) 85 Abu (% maksimum) 0,2 ph 5 7 Sulfur dioksida (ppm) 30 Sianida (ppm) 0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN Surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agent, didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka (interface) larutan

Lebih terperinci

PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN

PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh rasio mol katalis dan suhu pada proses butanolisis Proses sintesis APG dua tahap diawali oleh proses butanolisis. Penggunaan bahan baku sakarida yang memiliki dextrose

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penggunaan pati sebagai bahan baku dalam proses sintesis APG harus melalui dua tahapan yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Pada butanolisis terjadi hidrolisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Bahan baku surfaktan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Bahan baku surfaktan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan gugus hidrofobik

Lebih terperinci

Gambar 1. Contoh Gugus Fungsi Surfaktan (Myers, 1946)

Gambar 1. Contoh Gugus Fungsi Surfaktan (Myers, 1946) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SURFAKTAN Surfaktan adalah molekul ampifilik atau ampifatik yang terdiri dari dua gugus yaitu gugus hidrofobik yang bersifat non polar dan gugus hidrofilik yang bersifat polar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk APG bila diganti bahan baku penyusunnya. Untuk mengetahui telah tersintesisnya produk

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak produk kimia diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari petrokimia atau gas alam, dimana bahan baku ini akan tersedia dalam jumlah yang cukup dalam beberapa

Lebih terperinci

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR SITI AISYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 1 1 RINGKASAN SITI AISYAH. Produksi Surfaktan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25.

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan saat ini bidang industri di negara Indonesia mengalami peningkatan salah satunya yaitu industri kimia. Tetapi Indonesia masih banyak mengimpor bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SURFAKTAN Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Peta potensi kelapa dunia ha 1. Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Peta potensi kelapa dunia ha 1. Indonesia 4 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Luas areal dan produksi kelapa Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Pada tahun 2006 Indonesia memiliki luas areal pertanaman kelapa 3,818 juta Ha (32,37 %) disusul berturut-turut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karbohidrat 1. Definisi karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang karena

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON Muhammad Ja far Sodiq (0810920047) 1. ALKANA Pada suhu biasa, metana, etana, propana, dan butana berwujud gas. Pentena sampai heptadekana (C 17 H 36 ) berwujud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Laktat dari Molases dengan Proses Fermentasi Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Laktat dari Molases dengan Proses Fermentasi Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Di zaman yang semakin berkembang dan modern ini, Indonesia perlu lebih meningkatkan taraf hidup bangsa yaitu dengan pembangunan dalam sektor industri.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL Oleh : ZIADUL FAIEZ (133610516) PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU 2015 BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Kezia Christianty C NRP : 123020158 Kel/Meja : F/6 Asisten : Dian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG

Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG 58 Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG ) Tahap Butanolisis Tahap ini mereaksikan pati, butanol, air serta katalis asam p-toluena sulfonat (PTSA) dengan perbandingan ratio mol pati:butanol:air:katalis

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA Disusun oleh Nama : Gheady Wheland Faiz Muhammad NIM

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

Air adalah wahana kehidupan

Air adalah wahana kehidupan Air Air adalah wahana kehidupan Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot semua bentuk kehidupan Reaksi biokimia menggunakan media air karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN Oleh : Astuti Setyowati KARBOHIDRAT Terdapat dalam : 1. Tumbuhan : monosakarida, oligo sakarida, pati, selulosa, gum 2. Hewan : glukosa, glikogen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECERAHAN PADA PROSES SINTESIS SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL

PENINGKATAN KECERAHAN PADA PROSES SINTESIS SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL Reaktor, Vol. 14 No. 2, ktober 2012, Hal. 143-150 PENINGKATAN KECERAHAN PADA PRSES SINTESIS SURFAKTAN NNINIK ALKIL PLIGLIKSIDA (APG) BERBASIS TAPIKA DAN DDEKANL Februadi Bastian 1*), Ani Suryani 2), dan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan, yang merupakan singkatan dari surface-active agent, didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengadsorpsi pada permukaan atau antarmuka (interface) larutan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dan Gas Hidrogen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dan Gas Hidrogen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, penting bagi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang termasuk dari sektor industri. Salah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi BIOMOLEKUL L KARBOHIDRAT A. PENGGOLONGAN

KIMIA. Sesi BIOMOLEKUL L KARBOHIDRAT A. PENGGOLONGAN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN BIOMOLEKUL L KARBOHIDRAT Karbohidrat adalah kelompok senyawa aldehid dan keton terpolihidroksilasi yang tersusun dari atom C, H, dan O. Karbohidrat

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT DAN PROTEIN Molisch Test Uji KH secara umum Uji Molisch dinamai sesuai penemunya yaitu Hans Molisch, seorang ahli botani dari Australia. Prosedur Kerja : a. Masukkan ke dalam

Lebih terperinci

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas Katalis adalah suatu zat yang ditambahkan pada sistem reaksi untuk meningkatkan laju reaksi tanpa ikut berubah secara kimia pada akhir reaksi. Dan menurut Oswald (1902) mendefinisikan katalis sebagai suatu

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL 14 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL 14 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASINAL 14 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah. 1. Diketahui ion X 3+ mempunyai 10 elektron dan 14 neutron.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri (Anggoro dan Budi, 2008). Monogliserida dan digliserida dapat dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Gliserol dengan nama lain propana-1,2,3-triol, atau gliserin, pada temperatur kamar berbentuk cairan memiliki warna bening seperti air, kental, higroskopis dengan rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia begitu kaya dengan hasil alam. Potensi ini seharusnya dimanfaatkan dalam proses transformasi Indonesia dari negara agraris menjadi negara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT 1 Karbohidrat Karbohidrat adalah biomolekul yang paling banyak terdapat di alam. Setiap tahunnya diperkirakan kira-kira 100 milyar ton CO2 dan H2O diubah kedalam molekul selulosa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci