BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BAJA Di dunia industri baja mempunyai peranan yang sangat penting. Baja sebagai bahan baku pelat, pipa, lembaran, profil dan sebagainya. Pembentukan baja dapat melalui proses pengecoran, penempaan, pencanaian. Karbon merupakan salah satu unsur penting dalam baja, karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Tinggi rendahnya kadar karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas zona struktur logam). Gambar 2.1 Diagram Besi Besi Karbida (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) Bila kadar karbon baja melampaui 0,20%, suhu dimana sifat ferrite mulai terbentuk dan mengendap dari austenite turun. Baja yang berkarbon 0,80% disebut baja eutectoid dan struktur terdiri dari 100% pearlite. Titik eutectoid adalah suhu terendah dalam logam dimana terjadi perubahan dalam keadaan larut padat dan

2 7 merupakan suhu keseimbangan terendah dimana austenite terurai menjadi ferrite dan cementite. Bila kadar karbon baja lebih besar daripada eutectoid, perlu diamati garis pada diagram besi-karbida besi. Garis ini menyatakan suhu dimana karbida besi mulai memisah dari austenite. Karbida besi ini dengan rumus Fe3C disebut cementite. Cementite sangat keras dan rapuh. Baja yang mengandung kadar karbon kurang dari eutectoid (0,80%) disebut baja hypoeutectoid dan baja yang mengandung kadar karbon lebih dari eutectoid disebut baja hypereutectoid (Amstead, 1995). Pada proses perlakuan panas diperlukan pengetahuan tentang transformasi fasa, sehingga memungkinkan memperoleh sifat-sifat mekanik bahan dengan mengubah struktur mikro baja. Struktur yang terdapat pada baja antara lain adalah : a. Ferrite Ferrite mempuyai sel satuan Body Centered Cubic (BCC) yang hanya dapat menampung unsur karbon maksimum 0,025% pada temperatur C Ferrite menjadi getas pada temperatur rendah, dan merupakan struktur yang paling lunak pada baja. b. Pearlite Pearlite adalah campuran ferrite dan cementite berlapis dalam suatu struktur butir. Laju pendinginan lambat menghasilkan pearlite kasar dan laju pendinginan cepat menghasilkan pearlite halus, bersifat keras dan lebih tangguh. c. Austenite Austenite mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau Face Centered Cubic (FCC) yang mengandung unsur karbon maksimum hingga 1,7%. Fasa ini hanya mungkin ada pada temperatur tinggi. d. Martensite Martensite merupakan fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau Body Centered Tetragonal (BCT). Makin tinggi kejenuhan karbon maka semakin keras dan getas. Jika baja didinginkan secara cepat dari fasa austenite, maka sel satuan FCC akan bertransformasi secara cepat menjadi BCC. Pendinginan yang cepat ini menyebabkan unsur karbon yang larut dalam BCC tidak sempat keluar (terperangkap) dan tetap berada dalam sel satuan tersebut. Hal ini menyebabkan distorsi sel satuan sehingga sel satuan BCC berubah menjadi BCT.

3 8 e. Cementite Cementite merupakan senyawa bersifat sangat keras yang mengandung 6,67% karbon. Cementite sangat keras, tetapi bila bercampur dengan ferrite yang lunak maka kekerasan keduanya menurun f. Ledeburite Ledeburite merupakan campuran eutektik antara austenite dan cementite, mengandung 4,3% karbon dan terbentuk pada suhu C. 2.2 BAJA PERKAKAS SKD11 Baja SKD11 merupakan jenis baja paduan rendah hypoeutektoid, menurut standarisasi JIS(Japanese Industrial for standar) Baja SKD11 merupakan baja paduan yang mengandung unsur-unsur paduan 1,4-1,6%C, 0,4% Si, max 0,6% Mn, 11-13% Cr, 0,8-1,2% Mo, 0,2-0,5% V (Smallman, Metalurgi Fisik Edisi Kelima, 1999). Baja paduan ini dihasilkan dari proses Hot Work Tool Steel dan memiliki keunggulan sebagai material yang tahan terhadap penurunan kekerasan dibawah kondisi operasi panas tinggi, ketangguhan yang baik, dan ketahanan aus yang baik. Baja SKD11 ekuivalen dengan AISI H13 menurut AISI (American Industrial for standard International). Baja perkakas SKD11 menurut standar material yang dikeluarkan oleh supplier PT ASTRA DAIDO STEEL adalah DC11. Aplikasi material SKD11 adalah : a. Blanking b. Punch cold forming dies c. Shear blade d. Thread roll e. Trimming Tabel 2.1 Perlakuan panas pada Baja SKD11 ( C) Forging Annealing Hardening Tempering Slow cooling Air cooling Air cooling

4 9 Tabel 2.2 Kekerasan Baja SKD11 Annealed Tempered 20.5 HRC max 55 HRC 2.3 STRUKTUR BAJA Baja mempunyai berbagai sifat mekanis, misalnya kekerasan, kekuatan, dan regangan. Sifat-sifat tersebut terjadi dikarenakan karbon yang dikandung baja tidak terpadu. Hal ini tidak hanya disebabkan intensitas zat arang, tetapi juga cara mengadakan ikatan dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Baja yang didinginkan sangat lambat menuju suhu ruangan (keadaan baja pada waktu pengiriman dari pabrik) dibedakan dalam tiga bentuk utama Kristal (schonmetz,1985): a. Ferrit Kristal besi murni (ferrum=fe) terletak rapat saling mendekap, tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferrit merupakan bagian baja yang paling lunak. Ferrit murni tidak akan cocok dipergunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban, hal ini dikarenakan kekuatannya kecil.(gambar a) b. Karbid besi Fe3C merupakan suatu senyawa kimia antara (Fe) dengan zat arang(c). sebagai unsur struktur tersendiri, dia dinamakan cementit dan mengandung 6,7% zat arang. Rumus kimia Fe3C menyatakan bahwa senantiasa ada 3 atom besi yang menyelenggarakan ikatan dengan sebuah atom zat arang (C) menjadi sebuah molekul karbid besi. Dengan meningkatnya kandungan C, maka semakin besar pula kandungan cementit. Cementit dalam baja, merupakan unsure yang paling keras (270 kali lebih keras dari besi murni). c. Perlit Merupakan kelompok campuran antara ferrit dan cementit dengan kandungan zat arang seluruhnya sebesar 0,8%.dalam struktur perlitis, semua kristal ferrit dirasuki sepih sementit halus yang memperoleh penempatan saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel.

5 10 Gambar 2.2 Struktur Baja Zat Arang Sumber : Alois Schonmetz & Karl Gruber,1985 a. ferrit 0,0% C e. ferrit + perlit 0,60%C b. ferrit + perlit 0,10%C f. perlit laminar 0,85%C c. ferrit + perlit 0,16%C g. perlit + sementit 1,1%C d. ferrit + perlit 0,45%C h. perlit + sementit 1,5%C Menurut kadar kandungan zat arangnya baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama baja bukan paduan : a. Baja dengan kandungan kurang dari 0,8%C (baja hypoeutectoid), himpunan ferrit dan perlit (bawah perlitis) b. Baja dengan kandungan 0,8%C(baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni. c. Baja dengan kandungan lebih dari 0,8%C (baja hypereutectoid), himpunan perlit dan sementit (atas perlitis). Zat arang yang kadarnya melampaui 0,8% mengendap sebagai karbid besi terang membentuk kulit pada batas butiran Kristal perlitis yang lebih gelap dan menyelubungi menyerupai jaringan (cementit sekunder). Baja demikian sejak semula keras dan berkebutiran kasar.

6 BESI Besi adalah logam dasar pembentuk baja yang merupakan salah satu material teknik yang sangat populer. Sifat alotropi dari besi yang menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro pada berbagai jenis baja. Disamping itu, besi merupakan pelarut yang sangat baik bagi beberapa jenis logam lain. Pengertian alotropik adalah adanya transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) kebentuk susunan atom yang lain (Callister, 1997) Besi sangat stabil pada temperature dibawah 910oC dan disebut sebagai besi alfa (Fe- α). Pada temperatur antara 910ºC dan 1392ºC besi dikenal dengan besi gamma (Fe-γ) dan pada temperature diatas 1392ºC disebut sebagai besi delta (Fe-δ). Adanya fenomena alotropi dari besi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mencakup dua bentuk susunan atom pada temperature dibawah 910ºC susunan atomnya berbentuk body centered cubic (BCC). Jika proses pemanasan dilanjutkan, bentuk susunan atomnya pada temperatur 1392ºC berubah kembali menjadi bentuk BCC lagi yang dikenal dengan sebutan besi delta. Gambar 2.3. Diagram transformasi (sumber : Lawrance Van Vlack,1985)

7 12 Pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan getaran atom semakin besar sehingga pada temperatur 1536ºC gaya kohesif yang memelihara susunan atom tersebut tidak ada lagi dan membuat besi menjadi cair. Pada saat membekukan besi cair ke temperatur kamar, maka akan terjadi transformasi yang urutannya kebalikan dari proses pemanasan.penambahan unsur paduan pada besi, khususnya karbon, memungkinkan membuat berbagai jenis baja yang jika dikombinasikan dengan berbagai metode perlakuan panas akan menghasilkan sifat-sifat yang memadai untuk penggunaan yang tertentu. Jika besi yang mengalami pemanasan dan pendinginan maka akan mengakibatkan perubahan bentuk kisi ruang. a. Body Centered Cubic (BCC) Logam kubik pemusatan ruang. Besi mempunyai struktur kubik. Pada suhu ruang sel satuan besi mempunyai atom pada tiap titik sudut kubus dan satu atom pada pusat kubus. Besi merupakan logam yang paling umum dengan struktur kubik pemusatan ruang, tetapi bukan satu-satunya. Tiap atom besi dalam struktur kubik pemusatan ruang ini dikelilingi oleh delapan atom tetangga hal ini berlaku untuk setiap atom, baik yang terletak pada titik sudut maupun dipusat sel satuan. Oleh karena itu setiap atom mempunyai lingkungan geometrik yang sama. Sel satuan logam kubik pemusatan ruang mempunyai dua atom. Satu atom dipusat atom dan seperdelapan atom pada delapan titik sudutnya. Gambar 2.4. Struktur kubik pemusatan ruang logam. Bagian (a) merupakan gambaran skematik dan terlihat atom pada titik pusat. Bagian(b) model bola keras (sumber : Lawrance Van Vlack,1985)

8 13 Gambar 2.5 Sel satuan kubik pemusatan ruang (logam). Struktur logam kubik pemusatan ruang mempunyai dua atom per sel satuan dan faktor tumpukan atom sebesar 0,68 (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) b. Face Centered Cubic (FCC) Logam kubik pemusatan ruang. Pengaturan atom dalam tembaga tidak sama dengan pengaturan atom dalam besi, meski keduanya kubik. Disamping atom pada setiap titik sudut sel satuan tembaga, terdapat sebuah atom ditengah setiap bidang permukaan, namun tak satu pun dititik pusat kubus. Struktur kubik pemusatan sisi ini lebih sering dijumpai pada logam antara lain aluminium, tembaga, timah hitam, perak dan nikel mempunyai pengaturan atom seperti ini (demikian pula halnya dengan besi pada suhu tinggi). Logam dengan struktur kubik pemusatan sisi mempunyai empat kali lebih banyak atom. Kedelapan atom pada titik sudut menghasilkan satu atom, dan keenam bidang sisi menghasilkan tiga atom per sel satuan.

9 14 Gambar 2.6. Struktur kubik pemusatan sisi pada logam. Bagian (a) pandangan skematis yang memperlihatkan letak pusat atom, dan bagian(b) model bola keras (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) Gambar 2.7. Sel satuan kubik pemusatan sisi (logam). Struktur logam kubik pemusatan sisi mempunyai empat atom per sel satuan dan faktor tumpukan 0,74. (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) 2.5 BAJA PADUAN Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibdenum, vanadium, mangan, dan wolfram yang digunakan untuk memperoleh sifat- sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat, dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran

10 15 memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan ini kelak akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan Kenyal(sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling, dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibdenum, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan digunakan karena keterbatasan baja karbon sewaktu dibutuhkan sifatsifat yang spesial daripada baja, keterbatasan daripada baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifat spesial yang diperoleh dengan pencampuran termasuk sifat-sifat kelistrikan, magnetis, dan koefisien spesifik dari pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Schonmetz,1985). Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikuta (Koswara, 1999). a. Silisium(Si), terkandung dalam jumlah kecil didalam semua bahan besi dan dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis istimewa. Meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, ketahanan terhadap panas dan karat, ketahanan terhadap keras tetapi menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan dilas. b. Mangan (Mn), meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih. c. Nikel (Ni), meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat pemanas), tetapi menurunkan kecepatan pendinginan regangan panas. d. Krom(Cr), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang ketahanan aus, kemudian diperkeras, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam, kemudahan pemolesan, tetapi menurunkan regangan (dalam tingkat kecil). e. Molibdenum (Mo), meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang panas, ketahanan panas dan

11 16 batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan. f. Kobalt(Co), meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan karat dan panas, daya hantar listrik dan kejenuhan magnetis. g. Vanadium(V), meningkatkan kekuatan, batas rentang, kekuatan panas dan ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas. h. Wolfram(W), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap normalisasi dan daya sayat, tetapi menurunkan regangan. i. Titanium (Ti), memiliki kekuatan yang sama seperti baja, mempertahankan sifatnya hingga 400 C, karena itu merupakan kawat las. 2.6 MESIN STAMPING PRESS Mesin Stamping Press adalah salah satu mesin produksi yang digunakan untuk membuat komponen ataupun part dari material lembaran logam (Sheet Metal). Prinsip kerja dari mesin Stamping Press adalah lembaran logam diletakkan diantara Dies (Punch dan Die) kemudian bagian punch turun dan menekan lembaran Logam, sehingga lembaran logam mengalami perubahan bentuk. Adapun istilah perubahan bentuk tersebut antara lain : a. Piercing / Pelubangan b. Bending / Pembengkokan c. Triming / Pemotongan d. Forming / pembentukan

12 17 Gambar 2.8 Mesin Stamping Press (Sumber : Alat yang digunakan pada mesin Stamping press disebut dies yang terdiri dari punch (bagian atas) dan Die ( bagian bawah ). Untuk menghemat biaya dan membantu proses perawatan, dies yang bersentuhan langsung dengan material lembaran logam dibuat sistem terpisah (insert). Bagian ini umumnya dibuat dari material yang lebih keras dibandingkan bagian lain yang tidak mengalami beban kejut. Selain itu koefisien gesek pada material insert dies juga dibuat sekecil mungkin sehinga gaya yang bekerja pada permukaan dies menjadi lebih kecil dan dies tidak mudah aus. 2.7 TUNGKU PERLAKUAN PANAS VACUM HARDENING Salah satu pertimbangan yang paling penting yang harus dipenuhi ketika perlakuan panas baja perkakas khususnya SKD11, perlakuan harus dilakukan dengan perubahan minimal pada permukaan benda kerja. Meminimalkan paparan udara selama perlakuan panas dengan mengurangi kandungan udara di dalam ruang chamber dengan menciptakan vacuum parsial merupakan metode yang tepat untuk menghindari oksidasi pada permukaan benda kerja. Tungku vacuum dengan tekanan 26 Pa mp ( μm Hg) mungkin dapat diwujudkan dengan peralatan canggih yaitu pompa vacuum yang terintegrasi dengan tungkunya (Schonmetz & Gruber, 1985)

13 18 Tungku vacuum secara historis telah popular sebagai perlakuan panas seperti halnya proses sintering, dan outgassing. Tungku vacuum menjadi dominan yang dipilih untuk proses pengerasan baja perkakas. Salah satu alasan penggunaan yang meluas untuk tungku vacuum adalah kemampuan untuk bebas dari masalah lingkungan. Berbeda dengan jenis perlakuan panas yang lain seperti salth bath heat treating, masalah pembuangan dieliminasi dengan penggunaan metode perlakuan panas tungku vacuum. Alasan lain penggunaaan jenis vacuum tungku ini adalah flexibilitas. Vacuum tungku dapat di design sampai temperatur operasi lebih dari 2760 C dan variasi siklus seperti preheating, stress relieving, hardening, maupun quenching dapat dilakukan hanya dengan satu tungku vacuum. Sebuah tungku vacuum single chamber sederhana pada gambar 2.9 terdiri dari satu chamber dimana proses heating dan cooling dilakukan didalam tungku vacuum tersebut. Pendinginan atau quenching dilakukan dengan menghembuskan gas inert N 2 ke permukaan benda kerja. Untuk mendapatkan quenching yang cepat agar struktur mikro yang diinginkan tercapai, perlu dinaikkan tekanan gas inert N 2 yang masuk ke dalam ruang tungku vacuum. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan blower kecepatan tinggi - tekanan tinggi yaitu dengan spesifikasi tekanan gas pendinginan sampai 60kPa (6 Bar). Laju pendinginan sangat tergantung dari bentuk, dimensi, dan jenis baja perkakas benda kerja. Gambar 2.9 Vacuum furnace single chamber Berbagai vacuum tungku dikembangkan dengan memvariasikan pengaturan kecepatan aliran gas N 2, volume aliran gas N 2, dan tekanan gas N 2 yang masuk ke dalam ruang tungku untuk mendapatkan laju pendinginan yang baik.

14 PROSES HARDENING PADA BAJA PERKAKAS SKD11 Baja perkakas SKD 11 adalah baja yang dihasilkan dari proses hot working tool steel yang memiliki beberapa unsur paduan penting seperti Cr, V, dan Mo yang cukup tinggi. Pengaruh unsur-unsur tersebut memberikan pengaruh kuat terhadap sifat ketahanan aus, ketahanan korosi, dan kemampuan operasi pada temperatur tinggi. Pada umumnya baja perkakas yang dihasilkan dari proses hot working tool steel dan yang ada dijual di pasaran adalah baja perkakas yang belum mengalami proses hardening, tetapi baja perkakas annealing. Tujuan dari baja annealing adalah untuk memberikan kemudahan bagi pengguna material melakukan proses machining ataupun pembentukan dengan cara pemotongan. a. Annealing Proses annealing pada baja perkakas SKD11 adalah proses perlakuan panas dengan cara memanaskan benda kerja diatas temperatur kritikal (Ac1) dan dibawah temperatur austenite (Ac3) yang diikuti dengan proses pendinginan secara lambat. Tujuan dari proses annealing pada baja perkakas SKD11 adalah untuk mendapatkan struktur mikro campuran ferrit-perlit. Untuk dapat melihat zona temperatur Ac1 dan Ac3 pada proses annealing dapat dilihat dari diagram fasa biner Fe-C yang diperlihatkan pada gambar 2.1 (Van Vlack, 1985) Gambar 2.10 Diagram fasa Fe-C zona annealing sumber : Lawrance Van Vlack,1985

15 20 Pada umumya temperatur annealing untuk baja perkakas SKD11 adalah C diikuti proses pendinginan didalam tungku. Setelah proses annealing struktur mikro yang dihasilkan adalah campuran ferrite pearlite dengan kekerasan HB. b. Hardening Hardenability atau mampu pengerasan mengacu pada kemampuan baja untuk diubah sebagian atau seluruhnya dari fase austenite untuk menjadi martensit pada kedalaman tertentu ketika didinginkan dibawah kondisi khusus. Kondisi ini juga mencerminkan sifat empiris mampu pengerasan dari baja,dan banyak jenis percobaan telah dirancang untuk mengukur atau menggambarkan mampu pengerasan dari berbagai jenis baja. Martensite adalah struktur mikro yang biasanyana diinginkan dalam proses hardening pada baja karbon - paduan rendah. Laju pendinginan harus cukup cepat untuk mendapatkan kurva hidung pada diagram Time - temperature transformation (TTT) ketika proses pendinginan seperti yang diperlihatkan oleh kurva A pada gambar 2.11 untuk mendapatkan sejumlah martensit. Jika laju pendiinginan tidak cukup cepat maka akan kehilangan kurva hidung pada kurva TTT sehingga terbentuk curva B, C, dan D pada gambar 2.11 beberapa bertransformasi menjadi bainit, perlit, dan kemungkinan ferrit seluruhnya. Dengan menurunnya persentase zona martensit maka pada material baja juga akan mengalami penurunan sifat kekerasan. Proses hardening pada baja perkakas SKD11 dapat dilakukan pada temperatur C diikuti pendinginan cepat oleh air, gas N 2, atau media oli dan menghasilkan kekerasan HRC dengan struktur mikro martensit (Van Vlack, 1985).

16 21 Gambar 2.11 Diagram time-temperatur-transformation (TTT) (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) c. Tempering Proses tempering pada baja adalah dengan melakukan pemanasan kembali baja setelah proses hardening dibawah temperatur kritikal (723 C) untuk memperbaiki sifat mekanikal ataupun ketangguhan dan keuletan material baja perkakas tetapi juga memperbesar ukuran butiran dari matrix logam yang terbentuk. Proses tempering pada baja perkakas SKD61 dilakukan secara bertahap yaitu tahap I temperatur 580 C selama 150menit dan tahap II pada temperatur 600 C selama 150menit. Hasilnya di akhir tahap II tempering didapatkan nilai kekerasan HRC. 2.8 TEKNOLOGI PHYSICAL VAPOUR DEPOSITION PVD merupakan proses yang melibatkan pembentukan lapisan coating pada permukaan material dengan prinsip deposisi atau pengendapan secara fisik paritikelpartikel atom, ion atau molekul dari bahan pelapis/coating. Terdapat tiga teknik untuk melakukan proses PVD, yaitu thermal evaporation, sputtering, dan ion plating. Pada teknik thermal evaporation material akan dipanaskan dalam kondisi yang vacuum, kemudian dengan temperatur yang cukup tinggi atom

17 22 atom akan menguap dari sumber dan akan mengendap pada material yang akan dilapisi. Pada sputtering material akan dilapisi dengan proses penghamburan atom secara mekanik dengan menjatuhkan kejut ion-ion atau atom-atom yang berenergi dan biasanya menggunakan atom Argon. Benturan atom Argon mampu mengeluarkan atom target yang kemudian menuju logam yang dilapis (substrat) dan part lain yang ada dalam chamber. Sedangkan untuk proses ion plating, prinsip dasarnya sama seperti proses evaporation. Pada proses ini sumber pelapisnya berasal dari kawat yang dijadikan sebagai anoda, sedangkan material yang akan dilapisi akan menjadi katoda dengan menggunakan sumber DC dengan tegangan antara -500 hingga V, sehingga atom bergerak cepat menuju ke substrate dan menghasilkan lapisan yang lebih rapat dan kuat. Gambar Skema peralatan PVD Coating

18 23 Gambar struktur mikro yang dilihat dengan SEM hasil proses PVD Coating diberikan dalam Gambar Gambar Contoh Struktur mikro hasil PVD Coating 2.9 PENGUJIAN KEKERASAN MIKRO VICKERS Pengujian kekerasan adalah salah satu pengujian dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilakukan pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi benda uji. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya (Surdia,2000). Pengujian yang lazim digunakandalam menentukan tingkat kekerasan bahan adalah dengan metode uji kekerasan Vickers. Pengujian Vickers memiliki banyak keuntungan. Pengujian Vickers dapat dilakukan tidak hanya pada benda yang lunak akan tetapi juga dapat dilakukan pada bahan yang keras. Bekas penekanan yang kecil pada pengujian Vickers mengakibatkan kerusakan bahan percobaan relatif sedikit. Pada benda kerja yang tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan gaya yang relatif kecil.dikarenakan atas kelebihan pengujian kekerasan Vickers jika dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan yang lain, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengujian Vickers dalam menentukan kekerasan spesimen uji. Proses pengujian kekerasan dengan metoda Vickers mula-mula permukaan logam yang akan diuji ditekan dengan indentor berbentuk piramida intan

19 24 yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida yang berhadapan adalah sebesar 136º. Gambar Prinsip pengukuran kekerasan Vickers (Sumber : Engkos Koswara, 1999) Angka kekerasan Vickers (VHN) merupakan angka kekuatan benda uji terhadap pembebanan pada tiap luas penampang bidang yang menerima Pembebanan (Koswara, 1999). VHN dapat diperoleh dengan persamaan berikut: Dimana, VHN = 2P sin(θ 2 ) D 2 P = Beban yang digunakan (kg) = 1.854P D 2 θ= Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136 ) d = Panjang diagonal rata-rata (mm) 2.10 PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya: mikroskop electron, mikroskop fieldion, mikroskop field emission,dan mikroskop sinar X penelitian ini mengunakan

20 25 mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: 1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. 2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan spesimen, pengampelasan dan pemolesan dilanjutkan pengetsaan. Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya, setelah memastikan rata betul kemudian dilanjutkan dengan proses pengampelasan dengan nomor kekasaran yang berurutan dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halus (nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. pemolesan dilakukan dengan autosol yaitu metalpolish, bertujuan agar didapat permukaan yang rata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti kaca. Langkah terakhir sebelum melihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan spesimen dalam larutan etsa dengan posisi permukaan yang dietsa menghadap keatas. Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan spesimen sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh karena itu perlu digerak-gerakkan. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan mikroskop logam. Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran dan banyaknya bagian struktur yang berbeda Gambar 2.15 Pemeriksaan benda uji dengan mikroskop metalurgi. A : Contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop B : Penampilan contoh melalui mikroskop (Sumber : Engkos Koswara, 1999)

21 PENGAMATAN SRUKTUR MIKRO DENGAN SCANING ELECTRON MMIKROSCOPE (SEM) dan ENERGY DIPERSIVE SPECTROSCOPY (EDS) Cara kerja SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penampakan pengolahan electron sekunder yang dipancarkan oleh sampel. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas electron menyapu permukaan sampel, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis mirip seperti gerakan mata yang sedang membaca. Sinyal electron sekunder dihasilkan dari hasil titik pada permukaan yang selanjutnya ditangkap oleh secondary electron (SE) detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode Ray Tube)/Monitor TV. Cara kerja EDS digunakan untuk mengetahui kandungan unsur kimia dari suatu material, prinsip kerjanya yaitu dengan cara menangkap dan mengolah sinyal pendaran (flouresensi) sinar X yang dikeluarkan oleh suatu volume kecil pada permukaan sampel. Pendaran sinar X timbul sebagai akibat interaksi berkas electron energy tinggi dengan electron dari atom sasaran, sehingga electron tersebut tereksitasi yaitu terlemparnya electron yang tereksitasi tersebut cenderung kembali ke orbit yang energinya lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi tersebut cenderung kembali ke orbit yang energinya lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar X. Dari energi sinar X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom atau unsur yang terkandung dalam material sasaran. Hal ini dikarenakan masing-masing unsur menyebar pada panjang gelombang spesifik bahkan teknik ini dapat digunakan untuk mengamati unsur-unsur material suatu daerah kecil pada permukaan sampel. Apabila teknik SEM dan EDS digabungkan maka keduanya dapat dipakai untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang dimiliki oleh fasa yang terlihat pada struktur mikro (Koswara, 1999).

22 27 Gambar 2.16 Skema Alat Uji SEM EDS (Sumber : Engkos Koswara, 1999)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Di dunia industri baja mempunyai peranan yang sangat penting. Baja sebagai bahan baku pelat, pipa, lembaran, profil dan sebagainya. Pembentukan baja dapat melalui proses

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) BAJA Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya. Baja

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM Pengertian perlakuan panas ialah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur bahan melelui penyolderan atau penyerapan panas : dalam pada itu bentuk bahan tetap

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C) MK: TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-6 Sistem Besi-Karbon Nurun Nayiroh, M.Si Sistem Besi-Karbon Besi dengan campuran karbon adalah bahan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah baja. Kegunaan baja

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

STUDI BANDING PELAPISAN MATERIAL SKD11 DENGAN METODE PHYSICAL VAPOUR DEPOSITION DAN THERMAL DIFUSION PADA KOMPONEN INSERT DIES MESIN STAMPING PRESS

STUDI BANDING PELAPISAN MATERIAL SKD11 DENGAN METODE PHYSICAL VAPOUR DEPOSITION DAN THERMAL DIFUSION PADA KOMPONEN INSERT DIES MESIN STAMPING PRESS 21 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 1, Februari 2017 STUDI BANDING PELAPISAN MATERIAL SKD11 DENGAN METODE PHYSICAL VAPOUR DEPOSITION DAN THERMAL DIFUSION PADA KOMPONEN INSERT DIES MESIN STAMPING

Lebih terperinci

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Materi ini membahas tentang proses perlakuan panas pada baja. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan defenisi dari proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plunger tip adalah salah satu rangkaian komponen penting pada mesin high pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

Lebih terperinci

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 Syaiful Rizal 1) Ir.Priyagung Hartono 2) Ir Hj. Unung Lesmanah.MT 3) Program Strata Satu Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada bidang metalurgi, terutama mengenai pengolahan baja karbon rendah ini perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena erat dengan

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

PROSES THERMAL LOGAM

PROSES THERMAL LOGAM 1 PROSES THERMAL LOGAM TIN107 Material Teknik Fungsi Proses Thermal 2 Annealing Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses berikutnya. Hardening Mempersiapkan material

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL Balkhaya 2114201007 Dosen Pembimbing Suwarno, ST., M.Sc., Ph.D. LATAR BELAKANG Alat potong bidang pertanian

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau 6 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sifat-Sifat Logam Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau pembebanan. Setiap logam mempunyai daya tahan terhadap pembebanan yang berbeda-beda, perbedaan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Data awal: Spesifikasi awal Studi pustaka Persiapan benda uji: Pengelompokkan benda uji Proses Pengujian: Pengujian keausan pada proses

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING, MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) HEAT TREATMENT PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Proses laku-panas atau Heat Treatment kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan

Lebih terperinci

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 Disusun oleh : Endah Lutfiana 2710 100 099 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai Heat Treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pemanasan yang diikuti proses pendinginan selama waktu tertentu dan bila perlu dilanjutkan dengan pemanasan serta pendinginan ulang. Perlakuan panas

Lebih terperinci

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas I Komang Astana Widi 1), Wayan Sujana 2), Teguh Rahardjo 3) 1),2),3 ) Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT Oleh : Nama : Ika Utami Wahyu Ningsih No. Pokok : 4410215036 Jurusan : Teknik Industri FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA HEAT TREATMENT Heat Treatment atau Perlakuan

Lebih terperinci

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper: PROSES TEMPER Proses temper adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketangguhan yang tinggi. Proses temper terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat II TINJAUAN PUSTAKA A. Heat Treatment Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Baja Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI 1025 DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO JurusanTeknikMesin, Sekolah Tinggi Tekhnik Harapan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel atau baja yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Fasa Transformasi Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan dari

Lebih terperinci

Perlakuan panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (Heat Treatment) Perlakuan panas (Heat Treatment) Pertemuan Ke-6 PERLAKUAN PANAS PADA BAJA (Sistem Besi-Karbon) Nurun Nayiroh, M.Si Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Sasi Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Sasi Kirono, Azhari Amri Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak:

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan I. TINJAUAN PUSTAKA Teori yang akan dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah tentang klasifikasi baja, pengaruh unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan martensit,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C Adi Dermawan 1, Mustaqim 2, Fajar Shidiq 3 1. Mahasiswa, Universitas Pancasakti, Tegal 2. Staf Pengajar,

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT Saefudin 1*, Toni B. Romijarso 2, Daniel P. Malau 3 Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN INFOMATEK Volume 18 Nomor 2 Desember 2016 KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN Bukti Tarigan *) Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Sub Modul Praktikum PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT NIDN :0112077801 Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH. Darmanto * ) Abstrak

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH. Darmanto * ) Abstrak PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH Darmanto * ) Abstrak Sifat mekanis baja dipengaruhi oleh prosentase karbon dalam

Lebih terperinci

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM Bibit Sugito Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan,

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MERCU BUANA

UNIVERSITAS MERCU BUANA BAB II DASAR TEORI 2.1. Perlakuan Panas Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA Ahmad Supriyadi & Sri Mulyati Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH.,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi dari element campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang mempunyai perlakuan bahan dan

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo

Lebih terperinci

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM Sebagian besar transformasi bahan padat tidak terjadi terus menerus sebab ada hambatan yang menghalangi jalannya reaksi dan bergantung terhadap waktu. Contoh : umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S Mahasiswa Edwin Setiawan Susanto Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M. Sc. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si. 1 Latar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0,2% hingga

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan-bahan logam Baja adalah paduan antara besi dengan karbon (Fe-C) yang mengandung karbon maksimal 2,0 % dengan sedikit unsur silikon (Si), Mangan (Mn), Phospor (P), dan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR MODEL PRAKTIKUM : HARDENABILITY TANGGAL PRAKTIKUM : 11 DESEMBER 2016 NAMA ASISTEN : ENGKOS NAMA PRAKTIKAN : TIO ERWINSYAH NIM/KELOMPOK : 2112162033/5 KELAS : EKSTENSI

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci