EVALUASI LAHAN DAERAH TANGKAPAN HUJAN DANAU TOBA SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI LAHAN DAERAH TANGKAPAN HUJAN DANAU TOBA SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN"

Transkripsi

1 EVALUASI LAHAN DAERAH TANGKAPAN HUJAN DANAU TOBA SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada Fakultas Pertanian, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Terbuka Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 26 Mei 2005 OLEH: ZULKIFLI NASUTION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Yang terhormat, Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, para Dekan, Ketua Lembaga dan unit kerja, para Dosen dan Karyawan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, teman sejawat, mahasiswa dan hadirin yang saya muliakan. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Tiada cukup perbendaharaan kata, untuk mengucapkan rasa syukur ke hadirat ALLAH Swt atas nikmat dan karunianya yang dilimpahkan kepada kami, hingga pada hari ini Insya Allah dapat menyampaikan pidato ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Atas izin dan ridhonya perkenanlah saya dihadapan Bapak/Ibu dan hadirin sekalian membacakan pidato ilmiah yang berjudul EVALUASI LAHAN DAERAH TANGKAPAN HUJAN DANAU TOBA SEBAGAI DASAR PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2

3 1. Pendahuluan Danau Toba dengan luas permukaan 800 kilometer persegi merupakan danau terluas di Asia. Dengan cepatnya pembukaan lahan untuk pertanian dan hutan tanaman industri, berpotensi untuk terjadinya konflik penggunaan lahan. Oleh sebab itu diperlukan evaluasi lahan agar pengembangan lahan dan manajemen hutan dapat berjalan dengan baik. Pengembangan lahan merupakan proses penting dalam perubahan suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Batasan pengembangan lahan sangat luas karena termasuk di dalamnya beberapa kegiatan seperti konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dan pemukiman. Dewberry (1996) menyatakan bahwa desain pengembangan lahan merupakan proses sistematik dari pengumpulan data, studi, ekstrapolasi data dan analisis agar didapatkan hasil yang lebih baik. Evaluasi lahan merupakan suatu proses analisis untuk mengetahui potensi lahan untuk penggunaan tertentu yang berguna untuk membantu perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan. Evaluasi lahan meliputi interpretasi data fisik kimia tanah, potensi penggunaan lahan sekarang dan sebelumnya (Jones et al., 1990), yang bertujuan untuk memecahkan masalah jangka panjang terhadap penurunan kualitas lahan yang disebabkan oleh pengunaannya saat ini, memperhitungkan dampak penggunaan lahan, merumuskan alternatif penggunaan lahan dan mendapatkan cara pengelolaan yang lebih baik (Sys, 1985; Rossiter, 1994). Leuschner (1984) menyatakan bahwa pengelolaan lahan dan hutan merupakan hasil integral dari seluruh komponen lingkungan baik fisik, kimia, biologi sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kepututusan perencanaan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan konservasi lahan. Konservasi lahan tidaklah bermaksud untuk tidak menggunakan lahan tetapi memanfaatkan lahan sebaik mungkin sehingga resiko terhadap kerusakan lahan seminimal mungkin (Margules and Pressey, 2000). Penggunaan lahan tanpa memperhatikan faktor kerusakan lingkungan akan menyebabkan kehilangan hutan, pertukaran iklim, erosi tanah dan banjir (Pearce, 2000). Saat ini pembangunan berkelanjutan sudah menjadi konsep dasar untuk pengelolaan lahan baik lahan pertanian, kehutanan dan pemukiman agar diperoleh kualitas hidup yang lebih baik (TAG, 1988), walaupun metoda tentang pembangunan berkelanjutan tersebut belum sepenuhnya difahami (Fresco et al., 1994). 3

4 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Menurut Tzschupke (1998), kata berkelanjutan (Sustainability) pertama sekali ditulis oleh seorang Jerman Hanns von Carlowiz dalam Sylvicultura oeconomica pada tahun 1713 yang beberapa dekade kemudian menjadi dasar manajemen sumberdaya alam. Sekarang ini pengertian berkelanjutan mengikuti batasan yang dibuat oleh Bruntland Commission dalam laporannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. 2. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Evaluasi Lahan Konsep lahan haruslah tidak disamakan dengan tanah. Dalam pengertian lahan sudah termasuk tanah dengan segala sifat-sifatnya serta keadaan lingkungan sekitarnya. Jika sifat-sifat tersebut sama dalam segala aspek dikatakan unit lahan (Drissen and Koninj, 1992). Unit lahan ini biasanya di petakan dengan karakteristik yang spesifik dan merupakan dasar untuk mengevaluasi lahan (FAO, 1976; 1983). Tujuan utama mendefenisikan unit lahan adalah agar diperoleh hasil maksimal dalam penilaian kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dan mendapatkan cara yang tepat dalam pengelolaannya (FAO, 1983). Untuk mendeskripsikan unit lahan haruslah merujuk kepada karakteristik lahan seperti kemiringan lahan, ketersediaan air dan sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Nasution, 1989). Menurut FAO (1985) perencanaan penggunaan lahan merupakan penilaian yang sistematik terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif penggunaan lahan dan memperoleh opsi yang terbaik dalam memanfaatkan lahan agar terpenuhi kebutuhan manusia dengan tetap menjaga agar lahan tetap dapat digunakan pada masa yang akan datang. Sedangkan evaluasi lahan merupakan penilaian terhadap lahan untuk penggunaan tertentu Konsep Dasar dan Perkembangan Evaluasi Lahan Dent and Young (1987) menyatakan bahwa evaluasi lahan suatu proses untuk memprakirakan potensi lahan untuk penggunaan tertentu termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk tanaman pangan, perkebunan, daerah turis, pemukiman dan daerah konservasi. Dengan demikian dalam mengevaluasi lahan diperlukan banyak ahli dalam bidangnya masing-masing, sebagai contoh dalam evaluasi lahan untuk pertanian memerlukan ahli dalam bidang tanah, agronomi, hidrologi, biologi dan ekologi yang dibentuk menjadi satu tim yang akan mengambil keputusan dalam menentukan kesesuaian lahan (Nasution, 2003). 4

5 Hasil dari evaluasi lahan merupakan dasar bagi pengambil keputusan untuk menetapkan penggunaan lahan dan pengelolaan (management) yang dperlukan. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air, sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir (FAO, 1977). Beberapa sistem evaluasi lahan (Klingebiel and Montgomery, 1976; Chan et al., 1975) menyarankan klasifikasi berdasarkan jumlah dan tingkat keragaman dan faktor penghambat produksi. The FAO Framework for Land Evaluation tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi lahan secara parametrik (Purnell, 1977). Hal ini disebabkan oleh kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap kriteria yang akan digunakan dalam evaluasi, tetapi bukan berarti FAO Framework tidak dapat digunakan untuk pendekatan parametriks hanya perlu pengembangan pada parameter yang akan digunakan. Keunggulan sistem parametriks ini tidak saja menghitung klas kesesuaian lahan berdasarkan sifat-sifat tanah saja akan tetapi memperhitungkan seluruh faktor iklim dan memetakannya dalam satu peta kesesuaian lahan. Dalam penilaian parametriks, data iklim dibagi menjadi empat kelompok yaitu karakteristik iklim yang berhubungan dengan 1) curah hujan, 2) Suhu, 3) Kelembaban udara dan 4) Sinar mata hari. Untuk menghitung indeks iklim digunakan persamaan: CI k Π Ri i= 1 = k 1 (100) dengan: CI = indeks iklim Ri = rating ke dari karakteristik iklim k = jumlah karakteristik iklim Π = simbol matematika untuk perkalian. Indeks yang diperoleh dikonversikan ke dalam seluruh rating iklim dengan persamaan empiris (Nasution, 2003): CR = 13, ,897 CI r = 0,99. Nilai inilah yang digunakan untuk evaluasi lahan dengan menggabungkannya dengan indeks lahan. 5

6 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Metoda yang digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk penggunaan tertentu telah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan keilmuan dan analisis terhadap hasil dari evaluasi itu sendiri. Sejak tahun 1930-an Storie telah membuat penilaian terhadap lahan untuk pengembangan pertanian (Storie, 1954). Konsep dasar dari penilaian ini didasarkan pada perkalian karakteristik lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dihitung dalam persen. Penilaian ini dinamakan SIR (Storie Index Rating) dengan persamaan SIR = A x B x C A = Karakteristik profil tanah B = tekstur permukaan tanah C = faktor-faktor yang mempengaruhi (seperti drainase, kemiringan lahan dan kemasaman tanah Ablaiter (1937) telah mengemukakan suatu alternatif untuk mengevaluasi lahan secara parametriks. Beliau mengelompokkan tanah menjadi 10 kelompok berdasarkan indeks tanaman. Standar penilaian diberikan nilai 100 untuk lahanlahan yang sangat produktif untuk hasil tanaman tertentu. Kemudian lahan yang dinilai didasarkan atas hasilnya dalam persen terhadap standar hasil yang mungkin diperoleh secara maksimal. Selanjutnya Fitzpatrick (1937) menilai tanah untuk tanaman tertentu menurut hasil (produksi). Produksi rata-rata tahunan tertinggi diberi nilai 100 dan yang gagal panen dinilai 0, dari sini persamaan linier sederhana digunakan untuk mengkonversi nilai lahan yang dievalusi. Pada tahun 1948, Storie mengemukakan suatu Rating Chart berdasarkan penilainan terhadap tanah kemudian ternyata sangat penting untuk menilai pertumbuhan kayu (timber). Sebagai tambahan penilaian ini juga telah memperhitungkan faktor iklim (Storie and Wieslander, 1948). Selanjutnya Storie and Harradine (1950) menilai tanah untuk produksi hutan kayu berdasarkan produksi kayu, sedangkan untuk jenis kayu yang belum diketahui (belum ada data) berapa produksi maksimal yang dapat diperoleh evaluasinya didasarkan atas penilaian terhadap karakteristik tanah dan iklim dan dinilai menurut Indeks Storie. Mitchell (1950) pertama sekali mengemukakan suatu tabulasi cara penilaian produksi tanah pada suatu areal. Penilaian ini harus merujuk kepada salah satu tanaman utama yang ditanam pada areal tersebut. Clarke (1950) mengembangkan Indeks Produksi berdasarkan atas formula perkalian yang sederhana dari data percobaan di lapangan. Formula ini dikembangkan atas dasar asumsi ciri sifat fisik tanah yang sangat mempengaruhi produktifitas yaitu: 6

7 tekstur, ke dalam tanah dan kondisi drainase. Sedangkan Blagovidove (1960) menghasilkan tabel evalusi produksi dimana penilaian berdasarkan penjumlahan dari nilai sifat tanah. Storie (1964) mengklasifikasikan lahan menurut kesesuaiannya untuk pertanian beririgasi ke dalam 6 tingkatan (I s/d VI) dengan menggunakan Storie Rating Index dengan menghitung 10 (sepuluh) karakteristik tanah yang terpenting yaitu: kedalaman tanah, permeabilitas profil tanah, tekstur, kemiringan, drainase, kegaraman atau alkalinitas, ph, kondisi erosi, nutrisi tanah dan relif mikro. Riquier et al. (1970) mengusulkan suatu indeks untuk produktifitas tanah dengan hanya mempertimbangkan 9 karakteristik tanah yaitu kedalaman efektif tanah, tekstur dan struktur tanah, kejenuhan basa, kelarutan garam-garam, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation mineral liat, cadangan mineral, drainase dan kelembaban tanah. Riquier (1974) menekankan bahwa metoda parametriks terdiri dari tiga komponen yaitu: 1) Evaluasi secara terpisah terhadap ciri-ciri tanah sesuai dengan kepentingannya, 2) Mengkombinasikan secara numerik sesuai kaedah matematika, dengan tidak melupakan hubungan antar faktor dan 3) Indeks akhir digunakan untuk membuat tingkatan (rank) lahan untuk tujuan penggunaannya. Sedangkan Allgood and Gray (1978) telah menggunakan dua metoda untuk menentukan Indeks Produksi Tanaman yaitu: 1) Model sifat tanah, yang didasarkan atas tanggap tanaman terhadap sifat dan ciri tanah dan 2) Model klasifikasi tanah, yang didasarkan atas diagnosa terhadap karakteristik tanah, klasifikasi tanah dan dapat digunakan untuk memprakirakan indek produksi. Kedua model ini telah menggunakan model multiple regression untuk memprakirakan hasil atau produksi tanaman. Dalam sistem parametriks, kriteria diagnosa dinilai secara numerik dan klasifikasi kesesuaian lahan didapatkan dengan perhitungan matematika (Require and Schwarz, 1972). Bertentangan dengan pendapat Purnell, pendekatan parametriks telah sukses digunakan untuk mengevaluasi lahan untuk pertanian secara umum (Requer et al., 1970) termasuk pengembangannya di daerah arid dan semi arid (Sys and Verheye, 1972) dan telah dicobakan untuk daerah tropika (Sys nad Fankart, 1972; Sys, 1978, Nasution, 1989; Nasution 2003) Prinsip-prinsip Evaluasi Lahan Dasar prinsip dari kerangka kerja evalusi lahan adalah : 1) Kesesuaian lahan dinilai dan diklasifikasikan sesuai dengan penggunaan lahan yang direncanakan, 2) Evaluasi memerlukan suatu perbandingan antara keuntungan yang akan diperoleh dan masukan yang diberikan terhadap lahan, 3) Pendekatan multi 7

8 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara disiplin 4) Evalusi dilaksanakan dengan pertimbangan berbagai faktor fisik, kimia tanah, ekonomi dan sosial, 5) Kesesuaian telah memperhitungkan keberlanjutan penggunaan lahan dan 6) Evaluasi meliputi berbagai pilihan penggunaan lahan Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan Klasifikasi terdiri dari 4 katagori (FAO, 1976): 1) Ordo kesesuian lahan, menunjukkan kesesuaian lahan yang dinilai, 2) Klas kesesuaian lahan, menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo, 3) Sub klas kesesuaian menunjukkan faktor pembatas yang ada pada lahan tersebut dan merupakan faktor yang harus dikelola dan 4) Unit kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil dalam sub klas terutama berdasakan manajemen yang diperlukan. Ordo kesesuaian tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu Sesuai (S) dan Tidak sesuai (N). Walaupun tidak ada pembatasan terhadap jumlah klas dalam satu ordo, telah direkomendasikan hanya menggunakan tiga klas untuk S dan dua klas untuk N (FAO, 1976; Mc Rae and Burnham, 1981; Drissen and Koninj, 1992). Struktur klasifikasi ini seperti tertera pada Tabel 1. Table 1: Struktur klas kesesuain lahan (Drissen and Koninj, 1992) Ordo C A T E G O R I Klas Sub klas Unit S1 S2m S2e-1 S2e S2e-2 S (Sesuai) S2 S2me etc Etc S3 N1m N1 N (Tidak sesuai) N1e N2 dll Ordo S (Sesuai): satuan lahan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor pembatas baik ringan maupun sedang dalam pemanfaatan lahan. Nilai Indeks lahan biasanya > 25. Terdapat tiga klas untuk ordo ini yaitu S1 (Sangat sesuai): 8

9 adalah satuan lahan dengan tanpa, atau hanya tiga sampai empat faktor pembatas ringan, Indeks lahan biasanya > 75. S2 (Kesesuaian sedang): satuan lahan dengan lebih dari empat faktor pembatas ringan ; dan atau lebih dari saru sampai tiga faktor pembatas sedang ; Nilai Indeks lahan antara 50 dan 75. S3 (Kesesuaian marginal): Satuan lahan dengan lebih dari dua sampai tiga faktor pembatas sedang dan/atau tidak terdapat faktor pembatas berat sehingga lahan masih dapat digunakan.nilai Indeks lahan antara 25 dan 50. Ordo N (tidak sesuai): satuan lahan dengan beberapa faktor pembatas berat dan/atau mempunyai satu faktor pembatas sangat berat sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Nilai Indeks lahan < 25. Satuan lahan ini mempunyai dua Klas yaitu N1: satuan lahan yang masih dapat digunakan setelah perbaikan (diberikan beberapa Input) dan N2: satuan lahan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi walaupun telah dilakukan perbaikan. Tabel 2 menunjukkan Ordo, Sub Ordo dan Klas kesesuaian lahan berdasarkan jumah dan tingkat faktor pembatas. Tabel 2: Ordo, Sub Ordo dan Klas Kesesuaian Lahan, Nilai Indeks, Berdasarkan Jumah dan Tingkat Faktor Pembatas. Tingkat pembatas Ordo Klas Nilai S S S2 + > <75 S N >1 0 N N >1* 1* < 25 +: beragam *: tidak dapat diperbaiki 2.4. Perhitungan Indeks Lahan (Land Index) Untuk evaluasi karakteristik lahan pada pendekatan parametrik, perhitungan indeks lahan dari maksimum (100) ke minimum (0). Indeks lahan ini dihitung dari setiap parameter kualitas/karakteristik lahan yang menjadi parameter 9

10 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara evaluasi. Idealnya penilaian harus menunjukkan keadaan optimal dalam persen. Hubungan antara faktor pembatas dan nilai lahan seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Faktor Pembatas dan Nilai Lahan Simbol Intensitas pembatas Nilai Tidak ada Sedikit Sedang Banyak Sangat banyak - mungkin untuk diperbaiki - tidak mungkin untuk diperbaiki Nilai ini diinterpolasi dari suatu skala yang dibuat dari tabel kebutuhan tanaman atau suatu hal yang akan dievaluasi. Interpolasi linier sederhana digunakan untuk menghitung nilai karakteristik/kualitas lahan berdasarkan Tabel kebutuhan tersebut. Indeks lahan dihitung dari setiap parameter. Nilai iklim yang telah dihitung sebelumnya dimasukkan ke dalam sistem perhitungan. Indeks lahan dihitung sesuai persamaan (Nasution, 1989): LI = R min n 1 Π*0,01* Ri i 1 dengan: LI = Indeks lahan. Rmin = Nilai minimal karakteristik lahan (termasuk nilai iklim secara keseluruhan). Ri = rating ke i selain rating minimal Π = simbol matematik untuk perkalian. Perkalian 0,01 untuk menjadikan keseluruhan nilai dalam persen. Evaluasi lahan dengan pendekatan parametrik dilaksanakan dengan asumsiasumsi sebagai berikut: 1) Jumlah karakteristik/kualitas lahan harus dibuat seminimum mungkin untuk menghindari pengulangan dari karakteristik yang ada kaitannya, sehingga menurunkan nilai indeks lahan. 2) Karakteristik/ kualitas lahan yang penting dinilai dalam rentang yang luas (misalnya 100 sampai 20), yang kurang penting lebih sempit (misalnya 100 sampai 60). 3) Nilai 100 dipakai untuk karakteristik yang terbaik. 4) Harus dipertimbangkan nilai horizon tanah dengan memberi nilai lebih besar terhadap horizon yang dekat ke permukaan. 10

11 Kedalaman tanah harus dipertimbangkan sesuai dengan kedalaman perakaran yang normal. Untuk Pinus merkusii dan Eucalyptus misalnya 4 bagian ke dalam tanah untuk setiap 20 cm dengan koreksi indeks 1,75 1,25 0,75 0,25. Untuk padi, jagung dan bawang merah koreksi terhadap kedalaman tanah memakai indeks 1,2 dan 0,8. Gambar 1 menunjukkan Bagan alir dari metodologi evaluasi lahan. Data survei tanah Iklim Karakteristik/Kuali tas lahan Agro-Kilmatik Indeks iklim Kebutuhan tanaman (tanah dan lanskap) Nilai seluruh faktor iklim Nilai Tingkat pembatas Indeks lahan Klas kesesuaian lahan Gambar 1. Diagram Alir Metoda Evaluasi Lahan 11

12 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 2.5. Klas Kesesuaian Lahan Klas kesesuaian lahan diklasifikasikan berdasarkan indeks lahan dengan mempertimbangkan produksi yang umum didapatkan pada jenis tanah yang sama. Hasil optimal merupakan produksi yang diperoleh pada lahan yang baik dengan manajemen yang memadai seperti pusat-pusat penelitian. Untuk padi misalnya produksi optimum pada 7 ton/ha, sedangkan marginal produksi diperoleh dari nilai produksi yang biaya produksinya sama dengan hasil yang diperoleh atau hanya untung sedikit saja. 3. Kesesuaian Iklim dan Lahan untuk Beberapa Tanaman Utama di Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba Tanaman yang dihitung kesesuaiannya di daerah tangkapan hujan Danau Toba terdiri dari tanaman padi dan jagung untuk pewakil tanaman pangan, bawang merah untuk tanaman hortikultura, pinus dan eukaliptus untuk tanaman kehutanan. Pemilihan pewakil ini didasarkan kepada tanaman utama dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di daerah tersebut Daerah Iklim dan Kesesuaian Iklim Daerah tangkapan hujan Danau Toba jika dihitung berdasarkan metoda Thiessen, dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2. Pembagian ini berdasarkan atas curah hujan. Tabel 4. Rerata Curah Hujan dan Luas Daerah Hujan Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba Berdasarkan Metoda Thiessen No Stasiun Rerata curah hujan (mm/tahun) Intensitas hujan (mm/hari) Hari hujan Luas daerah hujan (Ha) 1 Siborong-Borong 2, ,691 2 Dolok Sanggul 1, Balige Porsea 1, Pangururan 1, Mogang 1, Ambarita 1, ,327 8 Parapat 1, ,632 9 Sidamanik 2, , Aek Nauli 2, , Situnggaling 1, ,764 12

13 Total 259,594 Dari Tabel 1, terlihat luas Daerah Tangkapan Hujan Danau Toba yang hanya 259,594 Ha dibagi menjadi 11 (sebelas) daerah hujan, yang berarti harus dilakukan 11 macam pengelolaan air untuk produksi tanaman. Tabel 5 menunjukkan kesesuaian iklim untuk pertumbuhan padi, jagung, bawang merah, pinus dan eukaliptus 13

14 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Gambar 2: Daerah Curah Hujan Berdasarkan Metoda Thiessen 14

15 Tabel 5: Kesesuaian Iklim untuk Pertumbuhan Padi, Jagung, Bawang Merah, Pinus dan Eukaliptus Lokasi Kesesuaian iklim untuk tanaman terpilih Padi* Mt 1 Mt2 Jagung Bawang Merah Pinus Eukaliptus Siborong- S3 S3 S1 N1 S1 S1 Borong Dolok Sanggul S3 S3 S2 S1 S2 S1 Balige S3 S3 N1 S1 S3 S3 Porsea S3 S3 N1 S1 S3 S3 Pangururan S3 S3 N1 S1 S2 S1 Mogang S3 S3 S3 N1 S2 S1 Ambarita S3 S3 S3 S1 S2 S1 Parapat S3 S3 S3 S1 S2 S1 Sidamanik S3 S3 S3 S1 S1 S1 Aek Nauli S3 S3 N1 S1 S3 S2 Situnggaling S3 S3 S3 N1 S2 S1 Mt1: Musim tanam pertama Mt2: Musim tanam kedua * Hanya untuk padi sawah, teras, dan irigasi, tidak disarankan untuk padi ladang tadah hujan. Dari hasil perhitungan ini dapat dilihat bahwa iklim di Daerah Tangkap Air (DTA) Danau Toba hanya marginal untuk pertanaman padi. Jagung baik dikembangkan di Siborong-borong dan Dolok Sanggul, sedangkan untuk bawang merah baik dikembangkan di Pangururan, Ambarita dan Parapat, sedangkan untuk pinus dan eukaliptus dapat dikembangkan di seluruh areal DTA Danau Toba Tanah, Kesesuaian Lahan dan Pengelolaan yang diperlukan. Taksonomi tanah di daerah DTA Danau Toba terdiri dari dari 14 (empat belas) Great Group yang terletak pada 33 satuan lahan seperti tertera pada Gambar 3 dan Tabel 6. 15

16 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Satuan Lahan dan Jenis Tanah di Daerah Tangkapan Air Danau Toba 16

17 Tabel 6. Great Group tanah dan luasannya di DTA Danau Toba No Great Group Tanah Luas Ha % 1 Fluvaquents 8.973, Tropopsamments 2.030,85 <1 3 Troporthents 1.319,97 <1 4 Andaquepts 6.091, Dystropepts , Dystrandepts , Eutropepts , Hydrandepts , Humitropepts , Troporthods 2.034, Tropohemist (Gambut) 1.414,50 <1 13 Halpludalf 2.125, Kandiudox 44,75 <1 15 Trace (beragam) 19 Pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa di DTA Danau Toba terdapat tanah yang sangat subur yaitu tanah Hapludalf (Alfisols), namun hanya seluas 1 persen dan itupun terhampar pada daerah dengan kemiringan persen. Kesesuaian lahan untuk masing-masing unit lahan seperti tertera pada Tabel 7. Dari Tabel 7 tersebut dapat dilihat di DTA Danau Toba perlu diterapkan teknologi pertanin modern untuk meningkatkan produksi. Teknologi minimal yang harus dilaksanakan termasuk pemupukan yang berimbang, pemberan-tasan hama dan penyakit dan konservasi lahan. Pengelolaan lahan merupakan keputusan yang diambil untuk satuan lahan yang berbeda perlakuannya dari satuan lahan lainnya (Rossiter, 1994). Tabel 8 menunjukkan pengelolaan lahan yang diperlukan untuk masing-masing satuan lahan. 17

18 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Tabel 7. Ringkasan kesesuaian lahan untuk Padi, Jagung, Bawang merah, Pinus dan Eukaliptus di Daerah Tangkapan Air Danau Toba 18

19 Tabel 7, Lanjutan 19

20 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara Table 8. Pengelolaan lahan yang diperlukan untuk Padi, Jagung, Bawang merah, Pinus and Eukaliptus 20

21 Table 8. Lanjutan Catatan: Non = Tidak diperlukan pengelolaan lahan ND = Tidak direkomendasikan untuk dikembangkan UCA PAN 21

22 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara TERIMA KASIH Jabatan Guru Besar Tetap pada Universitas Sumatera Utara adalah suatu kehormatan yang tinggi, yang diperoleh melalui suatu persyaratan yang ketat dan jalan yang panjang. Sepanjang perjalanan itu kami telah bertemu dengan banyak orang yang telah memberikan bekal dan semangat bagi kami, bahkan pada saat-saat yang sangat sekalipun. Untuk itu sewajarnyalah apabila pada kesempatan ini kami sekeluarga mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada mereka. Pertama-tama pekenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor USU beserta jajarannya atas kepercayaan dan kehormatan mengusulkan saya memangku jabatan Guru Besar dan memberi kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan sebagai Dekan Fakultas Pertanian USU. Ucapan terima kasih selanjutnya secara khusus dan tulus saya sampaikan kepada Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) yang saya kenal jauh hari sebelumnya, (pada saat saya tidak terpikir pun untuk mampu menjadi Sarjana), atas bantuan dan dorongan yang tiada henti-hentinya kepada saya untuk sampai ke jenjang jabatan Guru Besar yang terhormat ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada seluruh anggota Dewan Guru Besar dan Anggota Senat Akademik USU yang telah berkenan memberikan kepercayaan dan kehormatan kepada saya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Suvei Tanah dan Evaluasi Lahan. Pada Fakultas Pertanian USU. Khusus kepada Bapak Prof. Dr. Fanani Lubis Sp.D, Prof. Dr. Hemat Brahmana dan Prof. Dr. Sorimuda Sarumpaet Prof. Dr. Ir. JA. Napitupulu, MSc Prof. Dr. Alfi Syahrin, SH. MS, Abanganda Hasnil Basri Siregar, SH, Drg. Saidina Hamzah dandalimunthe, SpPerio terima kasih atas bantuannya. Ucapan terima kasih yang tulus juga saya sampaikan kepada para Pembantu Rektor USU, DR. Ir. A. Faiz Albar, MSc, Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, Ir. Gembira Sinuraya, MS dan Abanganda Ir. Isman Nuriadi, Ir. MK. Bangun, MS atas bantuannya dan kebersamaannya selama ini. Kepada Senat Fakultas Pertanian USU, terutama kepada Bapak Prof. MPL. Tobing dan Bapak Prof. DR. Ir. SJ. Damanik, MSc, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya mengusulkan saya menjadi Guru Besar Tetap di Fakultas Pertanian USU. Ucapan terima kasih yang tulus juga kami sampaikan kepada para Guru saya di Sekolah Dasar Tjokroaminoto Kisaran, Sekolah Menengah Pertama Negeri I- Kisaran, Sekolah Menengah Atas Negeri I-Kisaran, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiah dan Aliah Al-Islamiah Kisaran, Para Dosen saya di Fakultas Pertanian USU, Geologische Institute Rijksuniversiteit Ghent, Belgie dan School of Biological Sciences, Universiti Sains Malaysia yang telah mendidik dan membekali saya ilmu pengetahuan yang sangat banyak, yang tidak dapat saya bayangkan sebagai seorang anak dari ayah saya yang hanya menyelesaikan sekolah dasar sampai klas III Sekolah Rakyat di Singengu Julu Kotanopan. 22

23 Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada guru mengaji saya Bapak Imran Lubis, Alm. Almukarram Abd Hamid Andak, Al Ustadz Ruslan Daud dan Alm. Almukarram Alhafidh Syech Maksum Abdullathief yang telah mendidik saya sehingga tidak menjadi anak yang terlalu nakal. Secara khusus, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Ir. Lahudin, MS, Prof. Dr. C. Sys dan Prof. Dr. Mashhor Mansor masing-masing sebagai Ketua pembimbing dan promotor saya mulai pada jenjang pendidikan S1, S2 dan S3. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada mantan Rektor USU Alm Prof. Dr. AP. Parlindungan, SH, mantan dekan Fakultas Pertanian USU Prof. DR. Ir. Abu Dardak, MSc dan Alm Ir. Sutedjo, MSc yang telah menerima saya sebagai staf pengajar di USU, dan kepada mantan Rektor USU Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah Sp OG dan Prof. Moenaf Hamid Regar, MA.Sc yang memberi kesempatan bagi saya untuk mengikuti program Pasca sarjana di Belgia. Kepada Abanganda Prof. dr. Darwin Dalimunthe, Ph.D, Prof.Dr. Ir. Sumono, MS, Prof. Dr. Ir. Abd Rahim Matondang, MSIE dan kakanda Prof. Dr. Ir. Khairunnisa Haris, MSc, Ir Syamsinar Yusuf, MS saya ucapkan terima kasih atas tegorantegorannya sehingga hidup saya selalu pada jalan yang benar. Demikian pula kepada Prof. dr. T. Bahri Anwar Johan, Sp.J(K), dr. Chairul Yoel, Sp.A(K), Ir. Irsal dan dr. Gontar Siregar Sp.D saya ucapkan atas perhatiannya yang sangat khusus. Ucapan terima kasih yang tulus saya ucapkan kepada sahabat-sahabat saya yang selalu bersama melakukan survei dilapangan terutama kepada Ir. Agus Sunaryadi, MSi dan Ir Gomal Gehardi yang membuka jalan bagi saya mengikuti survei Rencana Teknik Satuan Pemukiman Transmigrasi di hampir seluruh Indonesia. Kepada Abanganda Dr. Usman Rasyid, Adinda Ir. Syarifuddin, MP, Ir. Rahmat, Ir. Mukhlis, MS, Drs. Khairuddin, MSc Ibu Ir. Menauli Tarigan, MS, Drs. Iskandar Syarif, MA, Ir. Hardi Guchi, MS, Bapak Prof. Dr. Jazanul Anwar, Ir. Dartius, MS dan Dr. Ternala Alexander Barus terima kasih atas kerjasamanya semasa kita bekerja di Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan USU. Kepada sahabat saya Ir. Supriadi, MS, Ir. Sudaryanto, Dra, Julia Reveni, MSi, Ir Nasir, yang selalu setia membantu saya sejak dari awal kuliah di USU sampai pada pekerjaan sehari-hari. Khusus kepada Ir. Kasmal Aripin Lubis MSi saya ucapkan banyak terima kasih atas jasanya mengajar saya Bahasa Mandailing dan hidup lebih sabar. Kepada abang Zainal Fikri Nasution, SH juga saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. David Parry, Mr. Philip Ashton, Mr. Godwin Singham, Nyrth Cabance, MSc, Dr. CK. John dan Mr. A. Maheswaran yang telah mengajak saya bekerja pada World Bank Project dan banyak memberikan jalan bagi saya untuk mengenal negara-negara asing di luar negara tercinta ini. Kepada sahabat-sahabat saya di Jurusan Tanah terutama kepada Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Dr. Ir. Masri Sitanggang, Ir. Bintang Sitorus, MP dan seluruh staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Pertanian USU saya ucapkan banyak terima kasih atas kritik, saran dan koreksi kepada sahabat kalian ini yang lebih banyak khilafnya daripada benarnya, sebab sejak kita sama-sama mahasiswa saya lebih takut dengan kebingungan daripada kesalahan karena aku sangat setuju dengan 23

PERSEPSI PUBLIK MENGENAI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA SEMARANG

PERSEPSI PUBLIK MENGENAI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA SEMARANG PERSEPSI PUBLIK MENGENAI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Lebih terperinci

Rehabilitasi hutan di Indonesia

Rehabilitasi hutan di Indonesia Tinjauan Rehabilitasi Hutan Pelajaran dari Masa Lalu Rehabilitasi hutan di Indonesia Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa? Editor Ani Adiwinata Nawir Murniati Lukas Rumboko Center for

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Oleh : SARWORINI NIM : K5402039

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Oleh : SARWORINI NIM : K5402039 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011 Oleh : SARWORINI NIM : K5402039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP ii PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP Buku Ajar MKU By Tim MKU PLH Editor: Dewi Liesnoor Setyowati Sunarko Rudatin Sri Mantini Rahayu Sedyawati UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FEBRUARI 2014 iii Kata Pengantar Saat

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 ANALISIS DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DELI SERDANG T E S I S Oleh: JAMES ERIK SIAGIAN 057018033 / EP SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH (Studi Kasus: Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal Tahun 2009-2011) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M. ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.L 090304067 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Solusi Bisnis: Mewujudkan Deklarasi Heart of Borneo

Solusi Bisnis: Mewujudkan Deklarasi Heart of Borneo BUSINESS REPORT HoB NI 2011 Solusi Bisnis: Mewujudkan Deklarasi Heart of Borneo Fokus pada kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan kerjasama dengan PWC Heart of Borneo Jaringan Bisnis Hijau Di WWF kami

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK 1 ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK (STUDI KASUS KABUPATEN PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2003) Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 1 TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

Panduan Dasar Memahami dan Memantau Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO

Panduan Dasar Memahami dan Memantau Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO Panduan Dasar Memahami dan Memantau Penerapan Prinsip dan Kriteria RSPO Mendukung Upaya Advokasi Hak Petani, Buruh, Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Terkena Dampak Industri Sawit di Indonesia dipersiapkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, PDRB, IPM, PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN / KOTA JAWA TENGAH

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, PDRB, IPM, PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN / KOTA JAWA TENGAH ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, PDRB, IPM, PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN / KOTA JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHA TANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS DAYA SAING USAHA TANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS DAYA SAING USAHA TANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG TESIS Oleh : Fery Murtiningrum NPM. E2D011108 PROGRAM STUDI PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KODEFIKASI RPI 5. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut

KODEFIKASI RPI 5. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut KODEFIKASI RPI 5 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF (RPI) TAHUN 2010 2014 PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT Jakarta, Februari 2010 Disetujui Oleh: Kepala Pusat,

Lebih terperinci

KONDISI DAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN

KONDISI DAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN 2 KONDISI DAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN doc. Togu Manurung 2.1. Tutupan Hutan dan Perubahannya Tutupan Hutan Semula: dari Jaman Prapertanian sampai tahun 1900 Berdasarkan kondisi iklim dan topografi yang

Lebih terperinci

Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Yang Berkelanjutan 1

Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Yang Berkelanjutan 1 Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Yang Berkelanjutan 1 Pendahuluan R.HAMDANI HARAHAP 2 Ekosistem Wilayah Pesisir Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat

Lebih terperinci

Konteks REDD+ di Indonesia. Pemicu, pelaku, dan lembaganya. Working Paper

Konteks REDD+ di Indonesia. Pemicu, pelaku, dan lembaganya. Working Paper Working Paper Konteks REDD+ di Indonesia Pemicu, pelaku, dan lembaganya Giorgio Budi Indrarto Prayekti Murharjanti Josi Khatarina Irvan Pulungan Feby Ivalerina Justitia Rahman Muhar Nala Prana Ida Aju

Lebih terperinci

Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air (Studi kasus: Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu)

Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air (Studi kasus: Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu) Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Analisis Defisit Sumber Daya Air Terpadu Sebagai Upaya Pelestarian Sumber Daya Air (Studi kasus: Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu)

Lebih terperinci

Dinamika Proses Desentralisasi Sektor Kehutanan di Sulawesi Selatan

Dinamika Proses Desentralisasi Sektor Kehutanan di Sulawesi Selatan Case Studies on Decentralization and Forests in Indonesia case study 11b Dinamika Proses Desentralisasi Sektor Kehutanan di Sulawesi Selatan Sejarah, Realitas dan Tantangan Menuju Pemerintahan Otonomi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN Mata Kuliah Prasyarat Wajib Program Sarjana HKU 1123 Koordinator: Abdullah Abdul Patah, S.H., LL.M. Pengampu:

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN PENGELOLAAN AIR DAS AIR BENGKULU. Oka Andriansyah Rita Mustikasari

GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN PENGELOLAAN AIR DAS AIR BENGKULU. Oka Andriansyah Rita Mustikasari GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN PENGELOLAAN AIR DAS AIR BENGKULU Oka Andriansyah Rita Mustikasari GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN PENGELOLAAN AIR DAS AIR BENGKULU Oleh : Oka Andriansyah Rita Mustikasari English

Lebih terperinci

Berbasis Masyarakat di Indonesia

Berbasis Masyarakat di Indonesia Lahan Gambut Berbasis Masyarakat di Indonesia i3 Dipublikasikan oleh: Wetlands International Indonesia Programme PO. Box 254/BOO Bogor 16002 Jl. A. Yani 53 Bogor 16161 INDONESIA Fax.: +62-251-325755 Tel.:

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Peran dan Arti AMDAL DR. IR. RIRIEN PRIHANDARINI, MS

Peran dan Arti AMDAL DR. IR. RIRIEN PRIHANDARINI, MS Peran dan Arti AMDAL DR. IR. RIRIEN PRIHANDARINI, MS Konsep AMDAL di Indonesia AMDAL secara formal berasal dr US National Environmental Policy Act (NEPA) th 1969; Dalam UU ini AMDAL dimaksudkan sbg alat

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN

RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Kementerian Pertanian 2011 COMMISSION ON

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA

PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA Oleh Ade Raselawati NIM: 107084000542 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

11. ALIH GUNA DAN ASPEK LINGKUNGAN LAHAN SAWAH

11. ALIH GUNA DAN ASPEK LINGKUNGAN LAHAN SAWAH Alih Guna dan Aspek Lingkungan Lahan Sawah 307 11. ALIH GUNA DAN ASPEK LINGKUNGAN LAHAN SAWAH Lahan sawah tidak hanya penting sebagai penghasil padi dan palawija yang merupakan barang privat (private goods)

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PEWILAYAHAN SUMBER

Lebih terperinci

FUNGSI SOSIAL TANAH. Agus Surono

FUNGSI SOSIAL TANAH. Agus Surono FUNGSI SOSIAL TANAH Agus Surono UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA FAKULTAS HUKUM 2013 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Agus Surono FUNGSI SOSIAL TANAH Agus Surono Cet. 1 - Jakarta : Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu

Lebih terperinci