BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein Urin Normal Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk mendukung proses ultrafiltrasi dan menahan hampir semua protein dalam plasma. Dinding kapiler terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan endotel dengan lubang-lubang (fenestra), pada permukaan dilapisi hydrated gel yang mengandung glikoprotein polianionik, diameter nm, lapisan tengah adalah membrana basalis terdiri dari jaring-jaring fibril sub-endotel (lamina rara interna), lamina densa dan jaring-jaring fibril sub-epitel (lamina rara eksterna), dan lapisan luar adalah lapisan epitel yang menghadap kapsula Bowman yang menempel pada membrana basalis dan mempunyai tonjolan-tonjolan plasmatik membentuk celah. (16,17,27) Hampir seluruh hasil akhir metabolisme difiltrasi melalui glomerulus sedangkan kreatinin akan diekskresi melalui tubulus. Protein, asam-asam amino dan sebagian besar air beserta ion-ion direabsorpsi di tubulus proksimal. Sisa air dan ion-ion direabsorpsi di tubulus distal. Gangguan fungsi ginjal sangat tergantung luasnya kerusakan fungsi glomerulus. Hosteter dan kawan-kawan menyatakan bahwa filtrasi berdasarkan ukuran molekul bukan merupakan penentu karena makromolekul bermuatan negatif lebih sulit melewati membrana basalis dibanding makromolekul bermuatan positif atau netral dengan ukuran yang sama.

2 Membrana basalis merupakan glikoprotein bermuatan listrik yang menghalangi molekul bermuatan negatif seperti albumin melalui dinding kapiler glomerulus. (16,17) Oleh karena dinding kapiler glomerulus bersifat selektif terhadap muatan dan ukuran maka hanya sebagian kecil albumin, globulin dan protein plasma lainnya yang dapat melintas. Protein yang ada dalam urin pada penyakit ginjal merupakan campuran albumin dengan globulin. Bila ada kerusakan pada glomerulus akan dijumpai albumin sebagai protein utama. (11,16,17,27,28,29) 2.2 Proteinuria Proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal, pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran sebagai petanda resiko mortalitas kardiovaskular dan prediktor progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang dikeluarkan melalui urine berkorelasi dengan besarnya penurunan laju filtrasi glomerulus. (20,30) Protein yang difiltrasi glomerulus bersifat nefrotoksik, dapat menstimulasi proses inflamasi, fibrosis jaringan tubulus-interstisialis. Proses ini semakin berat dengan semakin banyaknya jumlah protein yang difiltrasi. Penurunan fungsi ginjal semakin besar sesuai dengan semakin banyaknya proteinuria. Proteinuria tidak hanya sekedar merupakan petanda adanya proses kerusakan di ginjal, akan tetapi juga faktor resiko dari PGK, penurunan laju filtrasi glomerulus atau progresivitas penyakit.

3 Proteinuria dapat dipakai untuk mengukur hasil pengobatan dan dapat dipakai sebagai target penatalaksanaannya. (20) Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Adanya protein di dalam urin sangatlah penting, dan memerlukan pemikiran lebih lanjut untuk menentukan penyebab/penyakit dasarnya. Adapun prevalensi proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal. (31) Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya di atas 150 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit di atas nilai normal. Dikatakan proteinuria masif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin. (31) Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul di dalam urin. Ini disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu : 1. Filtrasi glomerulus 2. Reabsorbsi protein tubulus (31)

4 2.2.1 Definisi Proteinuria Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin orang dewasa yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anakanak lebih dari 140 mg/m 2. Dalam keadaan normal, protein di dalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional. Urin normal mengandung hanya sedikit protein, kurang dari 10 mg / dl atau 150 mg/24 jam. Ada juga kepustakaan yang menuliskan bahwa protein urin masih dianggap fisiologis jika jumlahnya kurang dari 200 mg/hari pada dewasa (pada anak-anak 140 mg/m 2 ). (21,31,32,33,34,35) Patofisiologi Proteinuria Pada keadaan normal selektifitas muatan listrik dan ukuran dari dinding kapiler glomerulus akan mencegah protein ( albumin, globulin dan molekul protein plasma yang besar ) melewatinya. Membran glomerulus mengandung komponen muatan negatif, yang dapat menyebabkan penurunan filtrasi dari substansi anionik seperti albumin. Protein adalah bermuatan negatif dan hampir seluruhnya dihambat oleh dinding sel glomeruli. Protein mengalami filtrasi di membran glomerulus melalui seleksi perbedaan berat molekul dan muatan listrik. (18,36) Proteinuria terjadi karena molekul protein dapat melewati membran glomerulus. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomeruli, peningkatan tekanan intra glomerular atau keduanya.

5 Hiperglikemia merupakan faktor resiko utama terjadinya proteinuria karena dapat meningkatkan tekanan intraglomerular. (37) Hiperglikemia dapat merubah selektifitas perbedaan muatan listrik pada dinding kapiler glomeruli dan menyebabkan peningkatan permeabilitas. Pada ginjal yang sehat 99% albumin yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali di tubulus. Heparan sulfat merupakan molekul utama di membran glomerulus yang bermuatan negatif dan disintesis didalam endotel sel mesangial dan sel myomedial. Setelah mengalami sulfasi di dalam alat Golgi, Heparan Sulfat Proteoglikan ini akan masuk ke dalam matriks ekstraselular dari glomerulus dan arteri besar. Pada glukosa darah tidak terkontrol terjadi inhibisi enzim N-deacetylase yang berperan pada sintesa heparan sulfat akibat penurunan sintesa heparan sulfat, maka muatan negatif glomerulus berkurang sehingga protein yang bermuatan negatif lolos ke urin. (37,38) 2.3 Protein Urin 24 jam Melakukan pemeriksaan terhadap kadar yang tepat dari kandungan urin, itu lebih penting dari pada hanya sekedar mengetahui unsur yang terdapat di dalamnya. Perlu kewaspadaan terhadap masalah waktu guna untuk mendapatkan hasil kwantitatif yang akurat. Banyak substansi yang dihasilkan pada variasi diurnal seperti katekolamin, 17- hydroxysteroid dan elektrolit yang mana konsentrasinya menurun pada pagi hari dan terjadi peningkatan konsentrasi pada siang hari. Selain

6 perubahan konsentrasi yang terjadi oleh karena variasi diurnal, ada juga perubahan akibat aktifitas sehari-hari seperti exercise, makanan (proteins intake) dan metabolisme tubuh, oleh karena itulah pemeriksaan urin 24 jam merupakan gold standard. (18,21) Untuk mendapatkan hasil spesimen yang akurat, pasien harus memulai dan mengakhiri periode pengumpulan urin dengan kandung kemih yang kosong. Sebelumnya pasien harus diberitahu untuk memulai mengumpulkan urin pada waktu atau jam yang telah ditetapkan dengan membuang urin pertamanya lebih dulu ke toilet dan kemudian menampung semua urin yang dikemihkan untuk dikumpulkan sampai 24 jam kemudian, sampai tepat pada jam yang sama sejak dikumpulkan. (21) Perlu mempersiapkan pasien dengan instruksi tertulis dan menjelaskan prosedur pengumpulan urin, dengan menyiapkan wadah yang tepat. (21) Semua spesimen harus didinginkan pada suhu 2-8 C selama periode pengumpulan. (39) Dan juga memerlukan penambahan bahan pengawet kimia. Pengawet dipilih harus tidak beracun kepada pasien dan tidak boleh mengganggu pengujian yang akan dilakukan. Setibanya di laboratorium, spesimen 24 jam dicampur secara menyeluruh dan volume diukur dan dicatat. (21)

7 2.4 Kreatinin Kreatinin adalah produk katabolisme dari keratin fosfat yang ada di dalam otot. Hasil katabolisme tersebut memiliki nilai yang konstan dalam tiap individu setiap harinya. Kreatinin sangat bergantung dari massa otot. Secara kimiawi, kreatinin merupakan derivat dari kreatin. Biosintesis kreatin sendiri juga berasal dari glisin, arginin, dan metionin. Pemindahan gugus guanidino dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa guanidoasetat (glikosiamina), berlangsung di dalam ginjal dan tidak terjadi di hati atau otot jantung. Sintesis kreatin diselesaikan lewat reaksi metilasi guanidoasetat oleh senyawa S-adenosilmetionin di hati. Kreatinin dikeluarkan peredarannya dari darah oleh ginjal. Hampir tidak ada sama sekali reabsorpsi kreatinin yang dilakukan ginjal. Jika filtrasi yang dilakukan glomerulus berkurang maka kadarnya di darah akan tinggi. Sehingga kadar kreatinin di darah dan urin dapat dipakai untuk menghitung creatinine clearance, sekaligus GFR (Glomerulus Filtration Rate). (40) Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh tubulus proksimal ginjal. Berat molekulnya kecil sehingga dapat secara bebas masuk dalam filtrat glomerulus. Kreatinin yang diekskresi dalam urin terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh dan relatif stabil pada individu sehat (Levey,2003; Remer et al. 2002; Henry, 2001). Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis

8 kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari. Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun demikian, sebagian(16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (enteric cycling ). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1- metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan metilguanidin.. (41,42,43) Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan. (44)

9 Metode pemeriksaan kreatinin urin adalah Enzimatic colorimetric. Referens interval : ekskresi kreatinin urin normal adalah mg / kg / hari atau ( umol / kg / hari ) pada laki-laki, dan mg / kg / hari atau ( umol / kg / hari ) pada wanita. (27) 2.5 Protein Creatinine Ratio (PCR) Urin Belakangan ini beberapa laporan penelitian telah menulis tentang pemeriksaan ekskresi protein urin dengan memakai sampel urin sewaktu dengan melakukan pengukuran antara protein dengan konsentrasi kreatinin dan membandingkan sampel urin 24 jam sebagai gold standard. Adapun alasan digunakan format PCR untuk memperbaiki masalah variabilitas volume dan konsentrasi urin. National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) merekomendasikan pemeriksaan penunjang ratio protein terhadap kreatinin dengan urin pertama pada pagi hari atau urin sewaktu pada semua pasien PGK. (19,23,45) Format PCR merupakan hasil bagi antara protein urin dengan kreatinin urin dengan satuan mg/gr kreatinin. Protein dirasiokan dengan kreatinin adalah selain untuk mengurangi masalah variabilitas volume dan konsentrasi urin, protein dan kreatinin mencerminkan fungsi ekskresi ginjal dan kadar kreatinin relatif stabil diekskresikan walaupun jumlah urin sedikit atau banyak. (2,46)

10 Roger A. Rodby,MD dkk dari George Washington University, Washington, DC tahun 1995 melakukan penelitian, bahwa pengukuran PCR dapat digunakan untuk memprediksi proteinuria pada pasien ND. (24) Ayman M. Wahbeh dkk dari University of Jordan tahun 2009 telah membuktikan adanya korelasi yang baik antara PCR dan ekskresi protein urin 24 jam pada pasien ND. (25) Derhaschnig dkk tahun 2002 melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi, ditemukan PCR dengan sensitivitas 87.8%, spesifisitas 89.3%, positif prediktif value (PPV) 29.3% dan negatif prediktif value (NPV) 96.2%. (26) Nahid Shahbazian dkk dari Imam Khomeini Hospital, University of Medical Sciences, Ahwaz, Iran tahun 2008 melaporkan bahwa adanya korelasi yang significant antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam pada wanita dengan preeclampsia (P< 0.001). (47) Leanos-Miranda dkk tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam pada pasien wanita hamil dengan hipertensi. (P < 0.001). (48) BK Yadav dkk dari Purbanchal University, Kathmandu, Nepal tahun 2010 melaporkan bahwa terdapat korelasi yang sangat baik antara spot PCR dengan protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik dengan sensitivitas 96.65% dan spesifisitas 74,4%. (49)

11 2.6 Nefropati Diabetik Penyakit ginjal diabetik atau yang lebih dikenal sebagai Nefropati Diabetik adalah merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan adanya mikroalbuminuria persisten, proteinuria, peningkatan tekanan darah dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Keadaan ini dialami hampir sepertiga pasien diabetes dan terjadinya secara kronik tapi progresif. Hal ini akan berhubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular, retinopati dan neuropati. Kejadian ini berlangsung bertahun sesudah seseorang menderita diabetes dan gagal ginjal akan terjadi sesudah tahun. (6) Kecenderungan menjadi Nefropati Diabetik dipengaruhi oleh faktor genetik, etnik, gender dan usia pada onset diabetes. (6,50) Definisi Nefropati Diabetik Pada umumnya Nefropati Diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien Diabetes Mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24 jam ) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. (50) Nefropati Diabetik adalah salah satu komplikasi mikroangiopati (retinopati dan neuropati) pada Diabetes Melitus tipe1 dan tipe 2. (51,52) Dengan demikian perjalanan alamiah (natural history) ND didahului oleh satu fase yang disebut mikroalbuminuria yang merupakan gambaran dari perubahan fisiologi dan patogeni ginjal sebelum ND bermanifestasi.

12 2.6.2 Proteinuria pada Nefropati Diabetik Walaupun proteinuria mempunyai peranan sebagai petanda adanya kerusakan akibat penyakit ginjal, akan tetapi sebenarnya lebih dari itu, akibat peran proteinuria yang nefrotoksik. Pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran sebagai petanda dan prediktor progresivitas gagal ginjal pada DM. Banyaknya proteinuria berkorelasi dengan besarnya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Pada penelitian Modified Diet in Renal Disease (MDRD) didapatkan bahwa ekskresi protein yang semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya penurunan LFG. (20) Proteinuria asimtomatis merupakan tanda permulaan dari Nefropati Diabetik, timbulnya intermiten selama beberapa tahun dan akhirnya menetap disertai proteinuria massif. Pada stadium permulaan, proteinuria ringan dari Nefropati Diabetik ini sulit dibedakan dengan proteinuria karena glomerulonefritis membranous karena sebab lain. Bila terjadi proteinuria massif dan berlangsung lama selalu diikuti oleh gambaran klinik lainnya seperti sembab dan hipertensi. Proteinuria pada Nefropati Diabetik mempunyai karakteristik tersendiri, bersifat non selektif (bukan albumin). Proteinuria ini masih merupakan tanda yang dapat dipercaya sebagai indikator untuk Nefropati Diabetik asal dapat dikesampingkan penyebab lainnya seperti gagal jantung kongestif, ketoasidosis, pielonefritis termasuk keadaan fisiologis dan ortostatik. Pada Nefropati Diabetik, gejala proteinuria ini selalu disertai kelainan mikroangiopati dari

13 organ lain misalnya mikroaneurismata dari pembuluh darah retina, neuropati dan lain-lain. (51) Kapan kelainan ginjal (nefropati) ini muncul pada seorang pasien diabetes mellitus? Penelitian epidemiologi klinik menunjukkan, nefropati baru terjadi setelah 20 tahun menderita intoleransi glukosa pada diabetes mellitus tipe dewasa dan 14 tahun pada tipe yuvenil. (51) Patogenesis Nefropati Diabetik Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. (50) Patogenesis terjadinya Nefropati Diabetik ditentukan oleh faktor genetik, metabolik dan hemodinamik yang berkaitan satu sama lainnya. Patogenesis Nefropati Diabetik lebih mudah dipahami dengan meninjau perubahan struktural dan hemodinamik yang terjadi. Walaupun patogenesis DM tipe 1 dan 2 berbeda, namun patofisiologi komplikasi mikrovaskular yang bertanggungjawab terhadap tingginya angka mortalitas dan morbiditas adalah sama. (6)

14 Patogenesis terjadinya Nefropati Diabetik sebenarnya sangat kompleks, akan tetapi dapat dikelompokkan dalam 3 faktor utama yang memegang peranan penting dan saling interaksi satu sama lainnya, yaitu faktor genetik, metabolik dan hemodinamik. (6) Metabolik Genetik Hemodinamik Glukosa Protein Kinase C b 2 Hormon-hormon vasoaktif (mis. Angiotensin II, endotelin) Aliran/ tekanan Advanced glycation Transformin Growth Factor β Sitokin Vascular Endothelial Growth Factor Extracellular matrix (ECM) cross-linking ECM Permeabilitas pembuluh darah Penimbunan ECM Proteinuria Gambar 1. Patogenesis Nefropati Diabetik. (Disadur dari Cooper ME, Gilbert RE : Pathogenesis, Prevention and Treatment of Diabetic Nephropathy, 2003) Tahapan Nefropati Diabetik Sequen perjalanan klinik alamiah ND oleh Mogensen meliputi 5 tahapan gangguan fungsi ginjal dimulai dengan hiperfiltrasi dan hipertropi, mikroalbuminuria (nefropati insipien). proteinuria (overt nefropati) dan gagal ginjal. Perjalanan klinik dan keterlibatan ginjal pada DM, lebih jelas diterangkan pada tipe 1 dari pada tipe 2.

15 Tahap 1 : Fase awal terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal. LFG dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat. Tahap 2 : Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, berlangsung 5-15 tahun. LFG tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Mulai terjadi perubahan histologi awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik dan peningkatan matriks mesangial. Tahap 3 : Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. LFG meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin (Urine Albumin Excretion Rate = UAER) mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap 4 : Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut (overt nephropathy). Perubahan histologis makin jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Proteinuria meningkat. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini LFG menurun sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berkorelasi dengan tingginya tekanan darah. Tahap 5 : Tahap ini disebut juga End Stage Renal Disease (ESRD) atau tahap terjadinya gagal ginjal terminal, rata-rata 7 tahun sesudah proteinuria persisten. (6,53,54)

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir merupakan masalah yang besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia juga di Indonesia. (1) Penderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan ginjal merupakan komplikasi yang serius pada diabetes melitus (DM), diperkirakan terjadi pada sepertiga pasien DM di seluruh dunia. Diabetes melitus dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. diperkirakan meningkat mencapai 380 juta jiwa pada tahun Di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. diperkirakan meningkat mencapai 380 juta jiwa pada tahun Di Amerika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus (DM) tipe 2 yang disebabkan oleh perubahan fungsi ginjal. Perubahan fungsi ginjal diawali dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki 14 BAB.I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes ABSTRAK HUBUNGAN MIKROALBUMINURIA (MAU) DAN ESTIMATED GLOMERULAR FILTRATION RATE (egfr) SEBAGAI PREDIKTOR PENURUNAN FUNGSI GINJAL PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus(DM) adalah kelompok penyakit metabolik kronik yang khas ditandai oleh hiperglikemia akibat gangguan produksi insulin atau kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian penyakit ginjal kronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes Mellitus (DM) merupakan permasalahan yang besar di masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF), Negara Asia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Diabetes Mellitus (DM) juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, penyakit gula darah yang ditandai dengan hiperglikemi ( peningkatan kadar gula darah).

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar 1 BAB I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urin. Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor resiko yang telah diketahui untuk Cardiovascular Disease (CVD) dan progresi penyakit ginjal. Proteinuria umumnya terjadi pada pasien

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Oleh: PIGUR AGUS MARWANTO J 500 060 047 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

JUMLAH LEKOSIT DENGAN KADAR MIKROALBUMIN URIN PENDERITA DIABETES MELITUS

JUMLAH LEKOSIT DENGAN KADAR MIKROALBUMIN URIN PENDERITA DIABETES MELITUS JUMLAH LEKOSIT DENGAN KADAR MIKROALBUMIN URIN PENDERITA DIABETES MELITUS Azhari Muslim Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang e-mail : azharikoumouin@yahoo.com Abstract : Association

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan hipertensi ketika tekanan darah sistolik menunjukkan

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal II.1.1 Anatomi Gambar II-1. Anatomi Ginjal (diunduh dari http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/tortora/) Ginjal merupakan suatu organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS Penyakit DM Kelainan kronik mengenai metabolisme karbohidrat, lemak dan protein Gambaran khas DM: Gangguan atau kekurangan respon sekresi insulin, merupakan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al., 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia preeklampsia masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal setelah perdarahan dan infeksi. Angka kejadian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Anatomi & Fisiologi Ginjal pada bayi dan anak Ginjal terletak retroperitoneal (vert T12/L1-L4) Neonatus aterm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk minuman sachet, tidak hanya dari kalangan anak-anak tetapi banyak juga remaja bahkan orang tua yang gemar

Lebih terperinci

Universitas Lampung ABSTRAK

Universitas Lampung ABSTRAK Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012 Salman Alfarisi 1) Wiranto Basuki 2) Tiwuk

Lebih terperinci

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL PADA DIABETES MELITUS. Enny Probosari ABSTRAK

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL PADA DIABETES MELITUS. Enny Probosari ABSTRAK FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL PADA DIABETES MELITUS Enny Probosari ABSTRAK Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang penyebabnya multifaktor, ditandai dengan kadar gula darah tinggi (hiperglikemi)

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Clinical Practice Guidelines on Chronic Kidney Disease(CKD)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Clinical Practice Guidelines on Chronic Kidney Disease(CKD) 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik pada Anak Berdasarkan Clinical Practice Guidelines on Chronic Kidney Disease(CKD) oleh National Kidney Foundation s Kidney Outcomes Quality Initiative

Lebih terperinci

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Diabetes merupakan penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh anda untuk memproduksi atau menggunakan insulin. Yaitu, hormon yang bekerja untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J HUBUNGAN ANTARA KADAR KREATININ DARAH DAN KADAR UREUM DARAH DENGAN KADAR GULA DARAH PADA KEJADIAN PENYAKIT NEFROPATI DIABETIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk

Lebih terperinci

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun,

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun, BAB XII FAAL GINJAL Ginjal melakukan banyak fungsi, antara lain faal ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing yang bersifat toksis, regulasi keseimbangan air dan elektrolit, regulasi osmolalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Karbohidrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam tubuh manusia. Senyawa ini memiliki peran struktural dan metabolik yang penting. 10 Selama proses pencernaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dislipidemia Pada Penyakit Ginjal Kronis Dislipidemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal, bahkan jauh sebelum menjadi gagal ginjal tahap akhir, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. 8 Kebanyakan glukosa berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. 8 Kebanyakan glukosa berasal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa dalam Darah Tubuh manusia mengandung glukosa darah, atau yang biasa disebut gula darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia dengan prevalensi yang makin meningkat serta memiliki dampak medis dan sosial yang penting. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah diatas kadar normal atau disebut sebagai hiperglikemia (ADA, 2011). Kenaikan kadar gula

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN URIN DENGAN METODE ESBACH. III. PRINSIP Asam pikrat dapat mengendapkan protein. Endapan ini dapat diukur secara kuantitatif

PEMERIKSAAN URIN DENGAN METODE ESBACH. III. PRINSIP Asam pikrat dapat mengendapkan protein. Endapan ini dapat diukur secara kuantitatif PEMERIKSAAN URIN DENGAN METODE ESBACH I. TUJUAN Untuk mengetahui angka protein loss pada sampel urin II. METODE III. PRINSIP Asam pikrat dapat mengendapkan protein. Endapan ini dapat diukur secara kuantitatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pemeriksaan kadar Cystatin C pada penderita Diabetes

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pemeriksaan kadar Cystatin C pada penderita Diabetes BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Berdasarkan pemeriksaan kadar Cystatin C pada penderita Diabetes Melitus yang melakukan pemeriksaan di Laboratorium Klinik PRODIA Semarang MT.Haryono bulan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Serum asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin (Liu et al, 2014). Kadar serum asam urat dapat menjadi tinggi tergantung pada purin makanan, pemecahan purin

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3 1. Zat yang tidak boleh terkandung dalam urine primer adalah... Air Asam amino Urea Protein Kunci Jawaban : D Menghasilkan urine primer

Lebih terperinci

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Fungsi homeostatik ginjal Proses penyaringan (filtrasi)

Lebih terperinci