persoalan lingkungan kota.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "persoalan lingkungan kota."

Transkripsi

1 MINGGU 6 Pokok Bahasan : Persoalan lingkungan perkotaan Sub Pokok Bahasan : a. Urbanisasi dan perkembangan kota b. Implikasi urbanisasi dan perkembangan kota terhadap persoalan lingkungan kota. c. Tantangan pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia. Urbanisasi dan perkembangan kota Pada abad 20, proses percepatan urbanisasi, khususnya di negara-negara dunia ketiga, merupakan sesuatu yang sangat fenomenal. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.1, apabila pada tahun 1950 baru sekitar 17 persen penduduk di dunia ketiga tinggal di wilayah perkotaan, pada akhir abad 20, jumlah penduduk perkotaan di dunia ketiga akan mencapai sekitar 45 persen dari total jumah penduduk. Antara saat ini dan tahun 2025, prosentase penduduk yang tinggal di perkotaan akan mencapai sekitar 85 persen di negara-negara maju dan sekitar 61 di negara-negara berkembang atau dunia ketiga. Pada tahun 2025 tersebut, juga diproyeksikan bahwa sekitar 80 persen penduduk perkotaan di dunia akan tinggal di kota-kota negara berkembang. Tabel 6.1. Kecenderungan dan proyeksi penduduk perkotaan per wilayah,

2 WILAYAH Jumlah penduduk kota (juta jiwa) Afrika Amerika Latin & Karibia Asia (tidak termasuk Jepang) Afrika Total negara berkembang Selain negara berkembang Prosentase penduduk yang tingal di pusat kota (juta jiwa) Afrika America Latin & Karibia Asia (tidak termasuk Jepang) Lain-lain Total negara berkembang Selain negara berkembang Sumber. United Nation, 1995 Lebih lanjut, jumlah absolut penduduk perkotaan di dunia juga menunjukkan angka yang sangat fenomenal. Apabila pada tahun 1975, baru terdapat sebesar 1,54 milyar penduduk dunia yang tinggal di wilayah perkotaan, pada tahun 2000, diproyeksikan terdapat 2,92 milyar penduduk dunia yang tinggal di perkotaan. Penting dicatat bahwa angka ini akan berlipat dua kali pada tahun 2025 nanti, dimana sekitar 5,07 milyar penduduk dunia akan tinggal di wilayah perkotaan (Unitaed Nation, 1995). Peningkatan jumlah penduduk dunia yang tinggal di perkotaan tentunya mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perkembangan dan penataan kota. terutama karena tuntutan perkembangan berbagai fasilitas dan ruang kota. Lebih lanjut, pertambahan penduduk kota juga mempunyai implikasi lingkungan yang besar, karena tidak saja tekanan terhadap areal-areal pertanian subur di sekitar kota meningkat, akan tetapi lingkungan kota itu sendiri semakin menimbulkan banyak persoalan-persoalan lingkungan, terutama berkaitan dengan limbah dan polusi.

3 Fenomena lain yang menarik dan perlu dicatat dalam kaitannya dengan percepatan urbanisasi di negara-negara berkembang menyangkut membengkaknya jumlah kota-kota besar atau apa yang sering disebut sebagai kota metropolitan atau juga mega cities. Bertambahnya jumlah kota-kota besar ini sangat penting dikaji, oleh karena mempunyai implikasi yang sangat signifikan dalam memberikan tekanan terhadap lingkungan serta model-model penataan ruang kota. Seperti terlihat dalam Tabel 6.2, Tabel 6.3, dan Kotak 6.1, pada tahun 2000, akan terdapat sekitar 50 kota di dunia yang berpenduduk lebih dari 4 juta jiwa. Lebih lanjut, pada tahun tersebut, enam kota terbesar di dunia akan berada di benua Asia dan dua di Amerika Latin. Pada tahun 2025, delapan belas dari dua puluh lima kota terbesar di dunia diperkirakan akan berada di negara-negara berkembang (United Nations, 1995).

4 Gam bar 6.1 Perkembangan penduduk perkotaan di dunia Catatan: ECA: Europe and Central Asia; LAC: Latin America and the Caribbean, MENA: Middle East and North Africa Tabel 6.2 Distribusi besaran kota di negara berkembang Jumlah I Ukuran kota kot berdasar a Penduduk kota % jumlah penduduk (juta jiwa) > 4 juta jiwa ,2 23,2 2 4 juta jiwa ,6 10,0 1 2 juta jiwa 0, ,0 10,3 11,0 8,8 juta jiwa Jumlah , ,1 53,0 Sumber: United Nations, 1995

5 Di benua Asia sendiri, fenomena berkembangya kota-kota besar perlu mendapat perhatian yang serius, karena implikasi lingkungan, sosial, serta politiknya yang sangat kompleks. Sebagamana dapat dilihat dalam Tabel 6.3,. terdapat sembilan kota-kota besar di Asia yang menunjukkan perkembangan sangat mencolok. Dari sembilan kota tersebut. diproyeksikan bahwa pada tahun 2025 mendatang, lima darinya akan mempunyai penduduk lebih dari 20 juta jiwa (Bangkok, Beijing, Jakarta, Shanghai, dan Tokyo). Angka-angka tersebut tentunya perlu mendapat perhatian yang serius bagi para perencana dan pengelola kota, oleh karena akan mempunyai implikasi yang luas bagi perkembangan dan penataan kota. Menata perkembangan kota dengan penduduk lebih dari 20 juta tentunya bukan merupakan sesuatu yang mudah, karena berarti seperti menata seluruh penduduk Kanada atau Australia, "hanya" dalam satu spot atau kota saja. Tabel 6.3 Proyeksi penduduk di sembilan kota besar di Asia KOTA NEGARA 1995 (juts jiwa) 2010 (juta jiwa) 2025 (juts jiwa) (%) Bangkok Thailand 9,7 14,0 22,5 2,83 Beijing Cina 12,4 17,8 22,3 1,97 Jakarta Indonesia 11,5 19,2 24,9 2,60 Manila Filipina 9,3 13,7 16,5 1,92 Osaka Jepang 10,6 10,6 10,6 0,00 Seoul Korea Selatan 11,6 13,0 13,3 0,45 Shanghai Cina 15,1 21,5 26,8 0,23 Tokyo Jepang 26,8 28,7 28,7 0,23 Yangoon Myanmar 3,9 6,3 10,0 3,19 Sumber: Sebagaimana telah banyak dikaji dan didokumentasi, terdapat kecenderungan bahwa kondisi lingkungan kota-kota besar di dunia ketiga menunjukkan penurunan yang sangat tajam. Hal ini tentunya sangat tidak positip karena sebagian besar penduduk dunia ketiga justru tinggal di kota-kota besar. Lebih lanjut, penelitian juga menunjukkan bahwa persoalan-persoalan lingkungan di kotakota besar jauh lebih kompleks dan sulit dicari pemecahannya dibanding persoalan lingkungan kota-kota sedang atau kecil. Persoalan sosial kota-kota besar juga cenderung sangat kompleks dan rumit serta membutuhkan penanganan yang

6 hatihati. Singkatnya kecenderungan bertambahnya jumlah kota-kota besar di negaranegara berkembang menuntut model-model penanganan lingkungan kota yang spesifik dan kompleks. Kotak 2.1 Klasifikasi perkotaan berdasarkan karekteristik demografi Berikut empat prinsip dasar klasifikasi kota yang di dunia berkembang saat ini dibedakan berdasar populasi, angka pertumbuhan, keanekaragaman peraturan dan kemampuan administrasi : Kota Metropolitan : Jumlah kota-kota dengan kepadatan penduduk lebih dari 2 juta akan bertambah dari 112 pada 1990 hingga 172 pada akhir abad ini. Angka pertumbuhan urban yang ada didalamnya akan terus bertambah 4 persen pertahun dalam dekade ini. Kebanyakan dari pertumbuhan ini akan terkonsentrasi pada kawasan pinggiran, ataupun pengurangan pada pusat kota. Kota metropolitan ini akan bertambah jumlahnya di negara berkembang, dan kota ini dapat mempunyai beberapa model pengelolaan kota. Kota Besar: Kota dengan populasi antara sampai dengan 2 juta jiwa ini adalah kota yang paling cepat tumbuh dibandingkan kota metropolitan. Di negara berkembang, kebanyakan kota dalam katagori ini akan menjadi kawasan besar metropolitan dalam satu-dua dekade, hanya dengan memindahkan pusat kota baru ke kota berukuran sedang atau menengah. Saat ini ada sekitar 330 kota seperti ini di negara berkembang, dan diperkirakan akan menjadi 400 kota pada tahun 2000 ( lihat tabel 2.2). Sekitar seperlima dari populasi urban ada pada kawasan ini, namun angkanya terus berkurang Ilayaknya kota besar yang beralih ke metropolitan Kota sedang : Saat ini terdapat sekitar kota dengan penduduk jiwa. Jenis kota semacam ini terus berkembang, tetapi jumlah penduduk urban mengalami penurunan. Sekitar 14 persen dari seluruh penduduk kota di dunia berada di kota seperti ini. Kota kecil : Kurang lebih sepuluh dari seribu pusat urban di dunia dengan penduduk kurang dari jiwa, serta 36% penduduk urban di dunia tinggal di

7 kawasan ini. Meskipun demikian jumlah penduduk ini terus mengalami penurunan. Pada umumnya kota kecil mempunyai pemerintahan yang lemah, meskipun beberapa diantaranya mempunya pemerintahan yang penting. Banyak dari kota kecil merupakan pusat penelitian di bidang pertanian. Perluasan kawasan kota terjadi di negara-negara berkembang. Diantaranya perluasan kawasan metropolitan, seperti kawasan metropolitan Bangkok dan Sao Paulo, serta perluasan kawasan Industri, seperti terjadi di kawasan industri Upper Silesian di dekat Katowice, Polandia. Source : United Nations, 1985 dan National Institute of Urban Affairs, 1988 Implikasi Urbanisasi dan Perkembangan Kota Terhadap Persoalan Lingkungan Sebagaimana dapat diduga, implikasi percepatan urbanisasi dan perkembangan kota di dunia terhadap persoalan-persoalan lingkungan sangatlah besar dan kompleks. Urbanisasi dan perkembangan kota berarti: meningkatnya tekanan terhadap daerah-daerah pertanian subur atau daerah-daerah yang mempunyai nilai ekologis penting, meningkatnya limbah, polusi, serta berbagai persoalan lingkungan urban lain. Lebih menarik sekaligus kompleks, tingkat urbanisasi dan implikasinya terhadap persoalan lingkungan ini juga berkaitan dengan tingkat perkembangan ekonomi suatu negara. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6.4, terdapat kaitan yang signifikan antara tingkat ekonomi suatu negara dengan persoalan urbanisasi dan lingkungan perkotaanya. Dapat dikatakan secara umum bahwa pada negaranegara yang sedang berkembang, persoalan pelayanan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan perumahan, masihlah sangat rendah. Hal ini tentunya dilematis, oleh karena kebutuhan dasar tersebut sangat mutlak diperlukan untuk pengembangan sumber daya manusia, agar masyarakat di negara-negara berkembang dapat mengejar ketinggalannya dengan negara-negara maju. Lebih lanjut, penting pula dicatat bahwa persoalan lingkungan perkotaan mempunyai dimensi yang luas, baik mulai dari tempat kerja, tingkat komunitas, sampai tingkat regional dan benua. Sebagaimana dikemukakan oleh Bartone

8 (1990), penting dipahami persoalan lingkungan urban ini dalam berbagai tingkatan spasialnya, oleh karena masing-masing tingkatan mempunyai karakteristik persoalan yang berbeda dan dengan sendirinya menuntut penanganan yang berbeda. Tabel 6.5 di bawah ini menjelaskan jenis persoalan lingkungan urban mulai dari tingkatan spasial lingkungan kerja, lingkungan komunitas, sampai lingkungan benua. Tabel tersebut menekankan bahwa setiap persoalan lokal mempunyai implikasi dan kaitan dengan persoalan lingkungan global. Penanganan lingkungan dalam skala lokal, dengan demikian, harus pula melihat implikasinya secara global. Tabel 6.4 Kaitan antara tingkat perkembangan ekonomi dan kualitas Iingkungan perkotaan Persoalan Negara Negara Negara Negara Iingkungan berpendapatan berpendapatan berpendapatan berpendapatan urban rendah rata-rata diatas rata-rata tinggi (< $650/kapita) ($650 ($ (> $6.500/kap) 2.500/kap) 6.500/kap) Penyediaan air Belum tercukupi Rendahnya Tercukupi Sesuai dengan dan sanitasi dan rendahnya akses untuk perencanaan kualitas, masyarakat khususnya untuk miskin masyarakat miskin Drainase Belum tercukupi Belum tercukupi Layak Bagus dan dan sering banjir dan sering banjir tercukupi Penampungan Belum tercukupi, Belum tercukupi Layak Iimbah padat khususnya untuk Bagus dan masyarakat tercukupi miskin Polusi air Sanitasi dan Penanganan penampungan masih kurang sampah kurang baik memadai Polusi udara Pemakaian batu bara

9 menimbulkan masalah Pembuangan Di tempat Pemakaian lahan Pembuangan Pembuangan limbah padat terbuka, limbah untuk Iimbah semi terkontrol; ada masih tercampur pembuangan terkontrol daur ulang limbah tidak limbah terkontrol; limbah tercampur Kebijakan Tidak ada Kemampuan Masih ada Mempunyai penanganan kemampuan masih rendah persoalan kebijakan yang limbah baik Pengaturan Penggunaan Kontrol guna Ada Ada lahan lahan tidak lahan tidak efektif pembatasan pembatasan terkontrol; kepemilikan kepemilikanlah banyak lahan lahan an kosong tidak difungsikan Perusakan Perbaikan Perbaikan Resiko Penanganan Iingkungan kerusakan kerusakan lebih kerusakan kerusakan karena alam dan kurang baik diperhatikan Iingkungan bagus manusia akibat industri Tabel 6.5 Skala spatial problema lingkungan urban SKALA RUMAH KOMUNITAS KAWASAN WILAYAH BENUA SPASIAL TANGGA/TEMPAT KERJA METROPOLITAN Rumah Air bersih Kawasan industri Jalan raya Prasarana Penyimpanan air Limbah cair Jalan Sumber air dan Sanitasi setempat Pengumpulan Pembuangan Listrik pelayanan Pembuangan sampah sampah dasar sampah Jalan Penanganan Ventilasi dapur lingkungan Iimbah cair Standard Limbah Kepadatan lalu Polusi air Hujan Karakteris perumahan manusia lintas Hilangnya asam

10 tik Kurangnya air dan Air dan tanah Kecelakaan kekayaan Pemanasa persoalan sanitasi Penumpukan Polusi udara ekologi n global Penyebaran sampah Pembuangan Menipisnya penyakit Banjir limbah beracun lapisan Polusi ruang dalam Polusi suara ozon Bencana alam Sumber: Bartone, 1990 Urbanisasi dan Perkembangan Kota di Indonesia Di Indonesia sendiri, urbanisasi juga merupakan fenomena yang sangat manarik dan penting mendapat perhatian yang seksama. Meskipun tingkatnya masih di bawah negara-negara Amerika Latin, tingkat urbanisasi di Indonesia melebihi beberapa negara di kawasan Asia seperti Burma, Vietnam, Kamboja, dan Pilipina. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.6 di bawah ini, pada awal abad 21 lebih dari setengah penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Ini berarti bahwa pada tahun 2005 mendatang, akan terdapat sekitar 90 juta lebih penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan. Jumlah ini tentunya sangat besar dan oleh karenanya dibutuhkan pemikiran perencanaan pembangunan lingkungan perkotaan, yang tidak saja indah, akan tetapi sehat dan mempunyai kualitas yang tinggi. Tabel 6.6 Tingkat urbanisasi di Indonesia ( ) Tahun Jumlah penduduk Angka urbanisasi Jumlah total Urban Rural , , , , , , ,22

11 Lebih lanjut, peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan di Indonesia juga disertai dengan kenyataan akan masih timpangnya persebaran penduduk di Indonesia. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 6.7 di bawah ini, persebaran penduduk di Indonesia cenderung kurang merata, terutama antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain. Apabila di tahun 2000 kepadatan penduduk di pulau Jawa mencapai lebih dari 1000 jiwa per kilo meter persegi, di wilayah-wilayah lain Indonesia, kepadatan penduduknya hanya sekitar 100 sampai 180 jiwa per kilo meter persegi. Angka ini tentunya menunjukkan adanya ketimpangan, karena mengindikasikan tidak meratanya investasi pembangunan di wilayah Indonesia. Lebih lanjut, kaitan antara persebaran penduduk ini dengan perkembangan dan penataan kota sangatlah besar, oleh karena dapat dikatakan bahwa seluruh pulau Jawa akan dicirikan dengan aglomerasi kota-kota yang dengan sendirinya akan memberikan tekanan yang berat terhadap kondisi lingkungan pulau Jawa yang sebenamya merupakan areal pertanian yang subur dan produktip. Tabel 6.7 Kepadatan Penduduk di Indonesia Menurut Wilayah ( ) Wilayah Luas (km2) Jumlah penduduk Kepadatan tiap km Sumatra Jawa BaIi+NTT+NTB+Timtim Kalimantan Sulawesi Maluku+Irja Nasional Implikasi Urbanisasi dan Perkembangan Kota di Indonesia Sebagaimana telah dapat diduga, percepatan urbanisasi dan perkembangan kota di Indonesia memberikan banyak implikasi baik dalam dimensi lingkungan, sosial, ekonomi, serta politis. Berkaitan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan tersebut, dengan sendirinya, lingkungan perkotaan di Indonesia harus menyiapkan ruang dan berbagai fasilitas kehidupan, khususnya papan dan pelayan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, komunikasi, transportasi, serta fasilitas sosial lainnya. Ini akan menjadi tantangan sendiri, terutama karena peningkatan tuntutan ini justru dibarengi dengan merendahnya kapasitas finansial pemerintah dalam menyediakan berbagai fasilitas dasar tersebut. Singkatnya, pemerintah kota di Indonesia akan dihadapkan

12 pada persoalan yang pelik, yakni bagaimana menyiapkan berbagai fasilitas kota bagi penduduknya. Sebagaimana diilustrasikan dengan Tabel 6.8 di bawah ini, kebutuhan akan papan atau rumah untuk penduduk perkotaan di Indonesia meningkat sangat tajam pada dasa warsa mendatang. Sampai tahun 2000, dengan jumlah penduduk perkotaan sebesar 82 juta jiwa, paling tidak dibutuhkan sekitar rumah per tahunya. Angka ini merupakan angka yang sangat tinggi oleh karena kemampuan pihak pemerintah dan sektor swasta dalam mengadakan perumahan hanya sekitar pertahunnya. Dengan kata lain, penduduk perkotaan tampaknya masih harus mengandalkan kebutuhan rumahnya dari sektor informal dengan segala implikasinya. Tabel 6.8 Perkiraan kebutuhan rumah di wilayah perkotaan Tahun Perkiraan jumlah penduduk Total luas lantai bangunan rumah yang dibutuhkan (m) Rata-rata per tahun Jumlah rumah baru yang dibutuhkan (unit) Selanjutnya, persoalan-persoalan sosial dan ekonomi perkotaan juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya kompleksitas masyarakat kota. Kemiskinan, kriminal, serta konflik-konflik perkotaan lain akan semakin muncul pada tingkat yang tak terbayangkan sebelumnya. Persoalan kemiskinan kota, sebagai misal. akan merupakan persoalan serius yang hams dihadapi pemerintah dan masyarakat kota di Indonesia. Khususnya setelah krisis moneter yang berkepanjangan, jumlah penduduk miskin di Indonesia akan meningkat pesat dan sebagian besarnya akan merupakan penduduk miskin perkotaan. Persoalan penduduk miskin kota ini lebih kompleks, terutama karena implikasi sosialnya yang

13 luas. Terdapat kecenderungan bahwa peningkatan penduduk miskin kota akan diikuti oleh berbagai persoalan sosial kota mulai dari kriminalitas kota, konflik sosial, anak jalanan, serta berbagai persoalan sosial lain. Tabel 2.9 Dsitribusi Penduduk Miskin di Indonesia Tahun Distribusi Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota + Desa ,79 40,37 40, ,84 33,38 33, ,04 28,42 28, ,06 26,85 26, ,14 21,18 21, ,14 16,44 17, ,75 14,33 15,08 Berikutnya, urbanisasi dan perkembangan kota di Indonesia juga akan membawa persoalan ekonomi kota yang baru dan lebih kompleks. Dengan meningkatnya urbanisasi, orientasi perkembangan ekonomi Indonesia akan tertuju pada pengembangan sektor-sektor jasa dan pertumbuhan kegiatan ekonomi skala kecil dan menengah, yang merupakan representasi dari pertumbuhan masyarakat menengah kota di Indonesia. Selanjutnya, kegiatan perekonomian perkotaan di Indonesia juga akan dicirikan dengan kaitan yang lebih luas dengan dunia global, terutama karena berkembangan media komunikasi elektronik yang memungkinkan kontak-kontak bisnis dapat dilakukan secara lebih cepat. Pada saat yang sama, akan tetapi, sektor informal kota juga akan terus berkembang, dan justru menjadi segmen terbesat ekonomi kota, terutama karena struktur masyarakat perkotaan yang masih dicirikan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Dualisme ekonomi kota sebagaimana dikemukakan di atas tentunya memerlukan perhatian yang serius oleh karena menyangkut persoalan yang seringkali dilematis, yakni antara kepentingan efisiensi dan keadilan sosial dalam pembangunan kota. Akhirnya, dari aspek lingkungan. wilayah perkotaan Indonesia juga akan menghadapi persoalan yang berat. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan perekonomian kota, persoalan tata ruang dan lingkungan perkotaan di Indonesia akan semakin meningkat. Kebutuhan akan lahan, ruang dan berbagai fasilitas

14 perkotaan lain akan terus meningkat. dan sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan sektor finansial pemerintah kota. Tuntutan akan pemanfaat ruang dan tanah yang lebih efisien akan semakin dituntut, sementara persoalan lingkungan perkotaan akan semakin timbul. Persoalan penyediaan air bersih, sanitasi, papan, serta lingkungan perumahan yang layak dan terjangkau akan terus bertambah. Sementara persoalan limbah kota (sampah padat, cair, polusi udara) juga akan semakin meningkat. Lebih lanjut, tuntutan akan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan juga akan semakin meningkat, sejalan dengan tumbuhnya kelas menengah perkotaan. Pada sisi lain, tekanan terhadap daerah-daerah pinggiran kota yang dicirikan dengan tanah pertanian subur juga akan terus berlangsung. Tantangan Pembangunan dan Pengelolaan Kota di Indonesia Berbagai persoalan kota sebagaimana dikemukakan di atas, pada akhirnya, menuntut pada bentuk-bentuk baru pengelolaan kota yang jauh lebih efisien, sekaligus demokratis, terutama untuk mengakomodasi kemajemukan masyarakat perkotaan yang semakin meningkat serta pertumbuhan kalangan menengah perkotaan yang semakin kritis. Pemerintah kota dengan demikian, tidak dapat lagi mengelola kota secara tradisional, yang cenderung pasip dan reaktip, serta mengandalkan sumber-sumber dana dari sektor publik atau pemerintah, khususnya pemerintah pusat. Dengan kata lain, sejalan dengan usaha-usaha desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah kota di Indonesia harus merupakan satu kesatuan manajemen yang kuat, modern, efisien, serta proaktip, karena pada pemerintah kotalah, keseluruhan penyelenggaraan pemerintahan akan tertumpu. Dalam konteks ini, upaya-upaya untuk mengembangkan manajemen perkotaan yang modern tersebut menuntut sederet kegiatan yang saling terkait antara lain: 1. Peningkatan kapasitas aparat perkotaan melalui pelatihan dan pendidikan 2. Pengembangan dan reformasi struktur pemerintahan kota, khususnya agar lebih akomodatip terhadap perubahan 3. Perubahan landasan hukum pemerintahan kota dan revisi peraturan di bidang perencanaan kota 4. Pengembangan pilot-pilot proyek pengelolaan kota, khususnya yang menyangkut program-program pembangunan kota dengan model kemitraan antara sektor publik, swasta, dan masyarakat

15 5. Pengembangan jaringan antar pemerintah kota, baik di dalam maupun di luar negeri 6. Pengembangan sistem informasi/data dasar untuk manajemen perkotaan yang modem - 7. Pembentukan pusat-pusat studi manajemen perkotaan, khussusnya melalui kerjasama antara perguruan tinggi dengan pemerintah pusat sampai daerah. Lebih lanjut, pengelola kota juga harus memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kaitan antara penataan ruang kota dengan persoalan lingkungan kota. Terdapat kecenderungan selama ini bahwa persoalan tata ruang dan lingkungan dilihat secara terpisah. Di masa depan, pengelola kota harus secara peka melihat bahwa keduanya sangatlah berkaitan. Dalam konteks ini berbagai program penanganan tata ruang dan lingkungan kota di Indonesia akan menjadi suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Program-program tersebut dapat meliputi: 1. Merevisi aturan dan pelaksanaan penyusunan tata ruang di Indonesia, khususnya penekanan pada model-model penyusunan tata ruang yang lebih dinamis, yang lebih dapat mengakomodasi perkembangan masyarakat dan berwawasan lingkungan. 2. Memperkuat mekanisme partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan kota, khususnya melalui model-model musyawarah dengan masyarakat. 3. Pengembangan model-model penanganan tanah-tanah terlantar di perkotaan 4. Mengembangkan model-model lingkungan perkotaan yang berkelanjutan. 5. Pengembangan model-model penghijauan kota untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat 6. Pengembangan model-model renovasi dan revitalisasi bagian-bagian kota yang melibatkan sektoir swasta dan masyarakat 7. Pengembangan model-model pariwisata perkotaan 8. Pengembangan model-model pengelolaan daerah konservasi 9. Pengembangan model-model penanganan daerah-daerah pinggiran kota/urban fringe 10. Pengembangan model-model pengelolaan pertanahan kota, khususnya melalui beberapa teknik antara lain: konsolidasi tanah perkotaan, land banking, serta tanah komunal 11. Pengembangan model-model koperasi perumahan

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI

BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI 2 Metropolitan di Indonesia 1 Pendahuluan PERTUMBUHAN PENDUDUK Suatu laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UNDP (2014) dalam laporan tahunannya Human Development Reports menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia saat ini sebesar 7,612 milyar penduduk sedangkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: LUTFI FADLI L2D 004 332 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1996, United Nations Centre for Human Programme (UNCHS/UN-HABITAT) untuk pertama kalinya mengembangkan Global Urban Indicator Program (GUIP). GUIP merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang `BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara menjumpai berbagai tantangan permasalahan. Salah satu tantangan tersebut adalah tantangan di bidang manajemen

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk

Lebih terperinci

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder. Makalah Kunci Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder Disampaikan oleh: Soenarno Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 4.1 Umum Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan produksi primer, kegiatan produksi sekunder, dan kegiatan produksi tersier. Industri merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban 1 Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran Oleh Prayoto Universitas Gadjah Mada Energi Sebagai Penunjang Peradaban Peradaban manusia sejak awal perkembangannya telah bertumpu

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten

Lebih terperinci

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

Community Development di Wilayah Lahan Gambut

Community Development di Wilayah Lahan Gambut Community Development di Wilayah Lahan Gambut Oleh Gumilar R. Sumantri Bagaimanakah menata kehidupan sosial di permukiman gambut? Pertanyaan ini tampaknya masih belum banyak dibahas dalam wacana pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 2 3 4 1 Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan 1. Jumlah rumah ibadah yang difasilitasi 400 jumlah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN Oot Hotimah *)

PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN Oot Hotimah *) PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN Oot Hotimah *) ABSTRAK Urbanisasi merupakan salah satu isu kependudukan yang penting dan mendesak untuk segera ditangani secara menyeluruh. urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

MENGENCANGKAN SABUK HIJAU JAKARTA: BELAJAR DARI SEOUL

MENGENCANGKAN SABUK HIJAU JAKARTA: BELAJAR DARI SEOUL Qodarian Pramukanto's Blog MENGENCANGKAN SABUK HIJAU JAKARTA: BE http://qpramukanto.staff.ipb.ac.id/essay/%e2%80%9cmengencangkan%e2%80%9d-sabuk-hijau-jak a MENGENCANGKAN SABUK HIJAU JAKARTA: BELAJAR

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN KEMENTERIAN DESA, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NASIONAL PERCEPATAN TAHUN 2015-2019 ? adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH - 125 - BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan untuk mencapai Visi dan Misi selanjutnya dipertegas melalui strategi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota Rujak Center for Urban Studies Pertumbuhan Penduduk Dunia Tahun 2008, : lebih dari separuh penduduk dunia (3,3 milyar orang), bertempat tinggal di kota Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN Rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS Pembangunan yang diprioritaskan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mendesak yang memberikan dampak luas bagi masyarakat, sebagai berikut : 8.1. Indikasi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena kota harus menanggung beban berat akibat tingginya tingkat pertambahan

I. PENDAHULUAN. karena kota harus menanggung beban berat akibat tingginya tingkat pertambahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah perkotaan yang tumbuh dengan pesat, khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, telah menimbulkan permasalahan yang rumit, karena kota harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN 3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN Manajemen pembangunan berbasis kinerja mengandaikan bahwa fokus dari pembangunan bukan hanya sekedar melaksanakan program/ kegiatan yang sudah direncanakan. Esensi dari manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Isu-isu Kontemporer Politik Cina (III)

Isu-isu Kontemporer Politik Cina (III) Isu-isu Kontemporer Politik Cina (III) 1. LINGKUNGAN HIDUP Salah satu isu yang menjadi masalah domestik kontemporer di Cina adalah lingkungan hidup. Ini terkait dengan adanya proses industrialisasi yang

Lebih terperinci