BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan dan terjadi hubungan kerja sama demi memenuhi kebutuhan hidup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan dan terjadi hubungan kerja sama demi memenuhi kebutuhan hidup"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Permukiman merupakan tempat dimana masyarakat terintegrasi dalam satu kesatuan dan terjadi hubungan kerja sama demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bab ini akan membahas tinjauan pustaka yang mendukung pembahasan penelitian ini, antara lain: asal usul terbentuknya permukiman, tipologi permukiman dan permukiman etnik Melayu yang nantinya akan menjadi landasan dalam studi kasus penelitian ini sendiri Terbentuknya Suatu Permukiman Permukiman merupakan suatu proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu (Marpaung dan Alip, 2009) Kemudian manusia tersebut hidup secara berkelompok yang didasari oleh hubungan kekerabatan, status kemasyarakatan ataupun pekerjaan yang sama. Seiring dengan berjalannya waktu, maka terbentuklah suatu area hunian dengan latar belakang masyarakat yang beragam. Proses terbentuknya suatu area hunian manusia terjadi melalui proses yang panjang. Proses inilah yang dinamakan sejarah atau asal usul terjadinya suatu permukiman. Sejarah mempunyai peran penting dalam menjelaskan suatu kronologis peristiwa yang terjadi, dimana selalu ada kesinambungan antara kejadian sebelumnya dengan kejadian selanjutnya. Menurut Kevin Lynch, bentuk permukiman terjadi sangat didukung oleh fungsi utamanya. Fungsi utama tersebut dipengaruhi oleh ide-ide masyarakat yang menghuni suatu permukiman. Ide-ide tersebut selalu dilatarbelakangi oleh 7

2 peristiwa-peristiwa yang menjadi basis terciptanya suatu bentuk (Kostof, 1991). Terbentuknya suatu permukiman tidak terlepas dari tokoh dibalik pendirinya. Pendiri atau pencipta suatu permukiman bisa berasal dari kalangan apapun. Militer, pejabat pemerintahan, pengusaha, peneliti, penjajah maupun tokoh agama bisa dikategorikan pendiri suatu permukiman (Kostof, 1991 : 12). Seperti yang dilakukan Olmsted pada tahun 1869 dalam merancang kawasan desa Riverside di Kota Illinois, Amerika Serikat (Gambar 2.1). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Olmsted merancang suatu tapak yang tadinya terlihat rata menjadi sesuatu yang berkarakter. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari pola sirkulasi jalannya yang berliku dan penyusunan blok-blok yang memiliki ciri khas dari kawasan tersebut. Penyusunan blok-blok dan pola sirkulasi jalan yang berliku memberikan kesan romantis sehingga membuat kawasan tersebut memiliki keunikan. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa seorang arsitek dalam merancang suatu kawasan harus memiliki dasar pemikiran. Begitu juga halnya dengan masyarakat yang menciptakan suatu area hunian yang menjadi tempat tinggal mereka. Suatu bentuk kawasan ataupun permukiman yang diciptakan oleh seseorang haruslah memiliki dasar pemikiran yang dapat membuat kawasan tersebut memiliki ciri khas. 8

3 Gambar 2.1. Rancangan tapak permukiman desa Riverside, Illinois (Sumber: Permukiman yang Tumbuh secara Tidak Terencana Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan permukiman tidak terencana. Permukiman terencana merupakan suatu area hunian yang dirancang oleh seseorang tokoh. Permukiman ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon dengan sirkulasi jalan berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman. Permukiman tidak terencana berkembang sesuai dengan berjalannya waktu. Permukiman ini biasanya memiliki beberapa keunikan antara lain bentuknya yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku, dan munculnya lorong-lorong di sekitar bangunan (Kostof, 1991:43). Kajian ini akan membahas mengenai permukiman yang berkembang secara tidak berencana. Permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan aktifitas 9

4 manusia didalamnya yang pada dasarnya dilakukan sesuai keinginannya sendiri (Kostof, 1991:48). Terbentuknya permukiman tidak terencana dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya individu mendatangi suatu kawasan tertentu dan kemudian bermukim di kawasan tersebut yang disebutkan oleh F. Castagnoli dalam bukunya yang berjudul Orthogonal Town Planning in Antiquity, 1971 (Kostof, 1991: 43). Kemudian individu tersebut akan menghasilkan keturunan sehingga pada permukiman tidak terencana mayoritas penduduknya memiliki hubungan saudara. Permukiman yang terbentuk tidak terencana tidak selalu sudah jelas, karena adanya unsur campuran antara sifat yang statis dan dinamis (Krier, 1997). Bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Jalan sebagai ruang penghubung merupakan elemen dinamis (Mc Clusky, 1979). Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari permukiman (Oktay, 1998). Secara umum, bentuk dari permukiman tidak terencana menurut Fernandez (2011) adalah bentuk grid teratur, bentuk grid tidak teratur, bentuk dengan koridor sentral dan bentuk dengan koridor pusat. Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid teratur memliki bentuk grid urban dengan jalan yang paralel dan melintang dengan dimensi yang hampir seragam. Hal ini biasa terjadi pada lahan yang relatif datar. Bentuk yang teratur ini mengikuti kondisi lahan dan sangat memungkinkan untuk menemukan kekacauan konfisgurasi pada lahan yang datar (Gambar 2.2). 10

5 Gambar 2.2 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid teratur (Sumber: Fernandez, 2011) Bentuk permukiman tidak terencana dengan grid tidak teratur memiliki konfigurasi fisik dan spasial dalam bentuk yang tidak teratur (Gambar 2.3). Hal ini terjadi karena perbedaan antara sistem jalan dan jalur garis alam yang terbentu secara alami, seperti garis sungai. Gambar 2.3 Permukiman tidak terencana dengan bentuk grid tidak teratur (Sumber: Fernandez, 2011) 11

6 Bentuk permukiman tidak terencana dengan koridor sentral merupakan permukiman yang tumbuh dengan mengikuti jalur lalu lintas utama yang memberikan nilai sebagai sumbu fokus utama dan beberapa cabang yang lateral (Gambar 2.4). Gambar 2.4 Permukiman tidak terencana dengan koridor pusat (Sumber: Fernandez, 2011) Sementara itu pola permukiman tidak terencana menurut Wiriaatmadja (1981) pada umumnya adalah pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain (Gambar 2.5), pola permukiman dengan cara berkumpul dan tersusun memanjang mengikuti jalan lalu lintas (Gambar 2.6), pola permukiman dengan cara terkumpul dan menggerombol dalam sebuah kampung atau desa (Gambar 2.7) dan pola permukiman berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan (Gambar 2.8). 12

7 Gambar 2.5 Pola permukiman tersebar dan berjauhan (Sumber: Wiriaatmadja, 1981) Gambar 2.6 Pola permukiman berkumpul dan tersusun memanjang (Sumber: Wiriaatmadja, 1981) 13

8 Gambar 2.7 Pola permukiman berkumpul dan menggerombol (Sumber: Wiriaatmadja, 1981) Gambar 2.8 Pola permukiman berkumpul dan tersusun melingkar (Sumber: Wiriaatmadja, 1981) Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permukiman tidak terencana, cenderung memiliki pola yang tidak terencana pula. Hal itu biasanya diakibatkan oleh pergerakan manusia di dalam permukiman tersebut. Namun pola yang tidak terencana tersebut dapat memberikan suatu keunikan 14

9 tersendiri terhadap permukiman tersebut. Sesuatu yang cenderung terjadi secara acak, dapat memberikan kesan yang menyenangkan, penasaran dan kebahagiaan Budaya dalam Permukiman Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu permukiman terjadi hubungan antara manusia, alam dan penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistem nilai yang dianut suatu masyarakat, berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya. Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu rumah meliputi faktor budaya religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan fungsi tertentu yaitu: (a) Sebagai tempat tinggal yang nyaman; (b) Sebagai sumber ibadah; (c) Sebagai sumber ilmu; (d) Sebagai sumber pendapatan. Permukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistem sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik lingkungan. Menurut Koentjaningrat (1985), perumahan dan permukiman (rumah dan lingkungannya) sebagai wujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil dari kompleks gagasan suatu budaya yang tercermin pada pola aktivitas sosial masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur terbentuk dari tradisi masyarakat (folk traditional) merupakan bangunan yang mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-kebiasaan serta keinginan- 15

10 keinginan masyarakat. Keterkaitan antara budaya dan rumah sebagai salah satu unsur pembentuk permukiman dijelaskan Rapoport, A. (1969) bahwa rumah tidak hanya dapat dipandang sebagai bentuk fisik yang tersusun dari serangkaian struktur saja, namun merupakan bentuk dari fenomena budaya yang berasal dari lingkungan pergaulan yang dimiliki. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pola dalam suatu desa sangat dipengaruhi oleh budaya. Budaya adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan sebagian tata cara hidup yang dianggap lebih tinggi dan diinginkan. Tentu setiap daerah memiliki ciri- ciri adat, kehidupan dan tingkah laku yang berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk fisik bangunan, tata letak dan unsur- unsur lainnya seperti kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat kampung. Rapoport (1969) menjelaskan bahwa faktor budaya akan menentukan perilaku seseorang, yang antara lain tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya dalam masyarakat serta menentukan macam wadah kegiatan tersebut Tipologi Permukiman Definisi Tipologi Untuk memahami suatu tempat (place) yang dibentuk sebagai wadah dari kebutuhan manusia baik berupa rumah atau lingkungan permukiman, bisa dilakukan dengan membagi tiga komponen struktural yang ada pada tempat tersebut, yaitu tipologi, morfologi dan topologi (Scultz,1988). Topologi merupakan tatanan spasial dan pengorganisasian spasial yang abstrak dan matematis. Morfologi merupakan artikulasi formal untuk membentuk 16

11 karakter arsitektur, dan dapat dibaca melalui pola, hierarki dan hubungan ruang. Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur, yang mana hal ini dapat didukung dari pemahaman skala dan identitas. Tipologi dalam hal ini lebih menitikberatkan sesuatu yang tradisional daripada yang modern. Tipologi adalah studi tentang tipe. Tipe adalah kelompok dari objek yang memiliki ciri khas formal yang sama. Dalam hal ini tipologi merupakan sebuah bidang studi yang mengklasifikasikan, mengkelaskan, mengelompokkan objek dengan persamaan ciri khas dan sifat dasar ke dalam tipe tipe tertentu dengan cara memilah bentuk keragaman dan kesamaan jenis (Sulistijowati,1991). Berdasarkan teori tersebut, maka beberapa bangunan dalam suatu lingkungan yang memiliki keunikan yang sama tentunya dapat diidentifikasi memiliki tipologi yang sama. Saverio Muratory dalam buku Urban and Regional Planning membedakan tipologi tersebut menjadi 4 tingkatan skala yaitu bangunan, kabupaten, kota dan wilayah. Menurut Muratory, hal-hal yang dapat diidentifikasi tipologinya adalah tata bangunan, jalan dan ruang luar (McLoughlin, 1969). Tata bangunan dan aspek fisik yang mempengaruhi keberadaan suatu massa bangunan dianggap sebagai elemen statis. Di dalam tata bangunan terdapat beberapa hal yang dapat ditemukan ciri khasnya di antaranya material bangunan, fasade bangunan, bentuk bangunan dan gaya arsitekturnya. Sementara itu jalan dan ruang luar merupakan elemen dinamis yaitu suatu elemen yang dapat bergerak membentuk suatu permukiman. Jalan dan ruang luar merupakan suatu ruang penghubung masyarakat di sekitar hunian. 17

12 Tipologi adalah ilmu yang mempelajari sesuatu dengan cermat dengan pendekatan yang lebih dalam dan dalam bentuk yang modernisasi. Muratori memiliki maksud eksplisit bahwa metodenya dalam menganalisa dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain arsitektur dan perkotaan. Dalam pandangan Muratori tipologi tidak hanya tentang bangunan tetapi juga tentang dinding, jalanjalan, kebun, pembangunan kota dan segala sesuatu yang menentukan bentuk kota dalam jangka waktu tertentu (McLoughlin, 1969). Contoh tipologi yang mengembangkan teori Muratori dapat dilihat pada bangunan Cannigia dan Maffei (Gambar 2.8). Bangunan ini memperkenalkan konsep ke pola dasar. Dalam karyanya mereka mencari apa yang disebut dengan bentuk dasar yang mendahului semua jenis yang telah ada dan mencoba menggabungkan di antara keduanya. Misalnya Roman Domus sebagai bentuk dasar untuk setengah abad ke depan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan wawasan mendalam ke dalam ciri khas tersebut. Wawasan ini dapat digunakan untuk mengembangkan bangunan-bangunan baru yang mengambil studi dari masa lalu sampai sekarang ini. Hal ini bertujuan untuk memadukan kreativitas dalam konteks yang menjadi sesuatu keunikan tersendiri. 18

13 Gambar 2.9 Pola permukiman di Cannigia dan Maffei (Sumber Buku ll progetto nell edilizia, 1984) 2.5. Pola Permukiman Bentuk kota atau kawasan merupakan hasil proses budaya manusia dalam menciptakan ruan kehidupannya, sesuai kondisi site, geografis, dan terus berkembang menurut proses sejarah yang mengikutinya. Menurut Kostof (1991), peran dan perkembangan masyarakat sangat berpengaruh dalam suatu proses pembentukan suatu kawasan. Sehingga terbentuknya pola suatu kawasan akan terus berkembang sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu 19

14 awal dan akhir yang jelas. Kota lahir dan berkembang secara spontan, diatur menurut pendapat masyarakat secara umum yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan, agama, sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga lahir suatu pola kota organik yang berorientasi pada alam, dan mempunyai sosial yang kuat. Berkembangnya masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu kota yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola grid. Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor aspirasi masyarakat tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pola yang harmonis antara kehidupan manusia dan lingkungan alamnya. Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya. Kondisi fisik yang dimaksud antara lain meliputi iklim, kesuburan tanah, dan topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di wilayah tersebut. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat, kecuali yang bertempat tinggal sepanjang aliran sungai, biasanya membentuk pola linear mengikuti aliran sungai Macam Macam Pola Permukiman Menurut Bintarto, ada tiga pola permukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya, yaitu sebagai berikut: 20

15 a. Pola permukiman memanjang (Linear) Pola permukiman memanjang memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang karena mengikuti jalan, sungai, rel kereta api atau pantai. Gambar 2.10 Pola permukiman penduduk memanjang Sumber: 1. Mengikuti Jalan Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri jalan. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga memudahkan pembangunan jalanjalan di permukiman. Pola ini terbentuk secara alami untuk mendekati sarana transportasi. 21

16 Gambar 2.11 Pola permukiman penduduk mengikuti jalan Sumber: 2. Mengikuti rel kereta api Pada daerah ini permukiman berada di sebelah kanan dan kiri rel kereta api. Umumnya pola permukiman seperti ini banyak terdapat di daerah perkotaan dan daerah yang padat penduduknya. Gambar 2.12 Pola permukiman penduduk mengikuti rel kereta api Sumber: kids.org 22

17 3. Mengikuti alur sungai Pada daerah ini permukiman terbentuk memanjang mengikuti aliran sungai. Biasanya pola permukiman ini terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk. Gambar 2.13 Pola permukiman penduduk mengikuti alur sungai Sumber: 4. Mengikuti Garis Pantai Daerah pantai pada umumnya merupakan permukiman penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah ini permukiman terbentuk memanjang mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan di laut. 23

18 Gambar 2.14 Pola permukiman penduduk mengikuti garis pantai Sumber: b. Pola Permukiman Terpusat Pola permukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola permukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman permukiman memusat mendekati lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal di permukiman terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola permukiman ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antar keluarga atau antar teman bekerja. 24

19 Gambar 2.15 Pola permukiman terpusat di daerah pegunungan Sumber: lh3.ggpht.com c. Pola Permukiman Tersebar Pola permukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah ini, penduduk akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Mata pencaharian penduduk pada daerah ini sebagian besar dalam bidang pertanian, lading, perkebunan dan peternakan. 25

20 Gambar 2.16 Pola permukiman tersebar Sumber: Masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam Tata Kehidupan dan Lingkungan Pemukimannya Tata Kehidupan Masyarakat Melayu Sumatera Timur Dalam kehidupan masyarakat Melayu Sumatera Timur, kerukunan ditujukan dari cara bertindak dan berperilaku, berupa hubungan antara seseorang terhadap saudara-saudaranya, keluarga maupun masyarakat luas. Musyawarah merupakan cara yang dilakukan untuk menjaga kerukunan, begitu pula terhadap pemeliharaan nilai-nilai religius dan tatanan lingkungan. Upacara ritual berkembang dan masih dijunjung tinggi di kalangan masyarakat Melayu Sumatera Timur yang berdiam di suatu tempat, baik di desa maupun yang berada di kota. Semua hal tersebut mempengaruhi pembentukan pola permukiman Melayu Sumatera Timur. 26

21 Rukun merupakan keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan keluarga. Suasana kehidupan masyarakat diharapkan dapat mencerminkan keadaan masyarakat yang harmonis. Keadaan rukun terjadi apabila semua pihak dalam keadaan damai, suka bekerja, saling menerima dalam keadaan tenang dan sepakat. Suatu konflik dapat terjadi apabila kepentingan-kepentingan saling bertentangan. Kerukunan menuntut agar setiap individu berusaha untuk melepaskan kepentingan pribadi untuk kepentingan desa atau kampung, dan merupakan perwujudan kerukunan. Hal tersebut terjadi misalnya pada pembuatan saluran air, kegiatan bersih desa, perbaikan jalan dan lain-lain. Dalam menjaga kerukunan, orang melakukan musyawarah untuk dapat menentukan sikap dan keputusan bagi orang banyak, sehingga orang dapat mengemukakan pendapatnya. Musyawarah dimana semua suara dan pendapat didengarkan merupakan bentuk cara pengambilan keputusan sebagai pemecahan atas suatu masalah yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu Sumatera Timur Masyarakat Melayu Sumatera Timur dan Lingkungan Permukimannya Masyarakat Melayu Sumatera Timur pada umumnya berdiam di suatu tempat atau desa dengan sawah ladang berada di sekitar tempat tersebut. Tradisi dan sifat gotong royong dipegang kuat oleh masyarakat 27

22 meski hubungan dengan sesama individu dalam proses produksi usaha tani telah bersifat komersial. Umumnya tempat kediaman berbentuk persegi panjang dengan pola jaringan jalan berbentuk empat persegi panjang. Permukiman cenderung mengelompok di dekat jalan-jalan utama dan tidak tersusun pada pusat tertentu, seperti mengitari rumah penguasa atau kepala desa, tempat-tempat ibadah, maupun pasar atau pusat perbelanjaan lainnya Permukiman Suku Melayu Sumatera Timur Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Sumatera Timur Penduduk mendirikan rumah secara berkelompok. Rumah-rumah penduduk berada di antara jalan raya atau jalan setapak, tetapi ada juga yang letaknya tidak beraturan. Pola permukiman Melayu Sumatera Timur terbentuk dengan adanya jalan besar, sungai, pohon-pohon, bambu atau pohon kelapa sebagai batas. Lapangan dan mesjid sebagai tempat berkumpul masyarakat biasanya terdapat pada pusat desa. Masalahmasalah yang timbul dalam masyarakat dibahas secara musyawarah. 28

23 Proses Perubahan Lingkungan Fisik Sesuatu yang merupakan hasil karya manusia karena latar belakang sosial budaya masyarakat atau kondisi sosial budaya manusia pada umumnya. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya akan mengalami perubahan, terutama pada ruang dan bentuk dari lingkungan. Perubahan-perubahan itu disebabkan dari dalam yang dimulai dari kegiatan budaya masyarakat yang lambat laun akan mengalami variasi. Perubahan-perubahan tersebut meliputi industrialisasi dan kontak dengan budaya lain yang tidak saja menimbulkan dampak positif tetapi juga negatif Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Suku Melayu Pada permukiman Melayu kita akan menjumpai adanya perbedaan atau karakteristik tertentu, baik tata kehidupan maupun lingkungan permukimannya. Bagi orang Melayu, permukiman atau perkampungan haruslah dibangun penuh perhitungan, karena disanalah mereka menetap turu temurun. Permukiman dibangun dengan landasan adat (budaya) serta kepercayaan yang dianutnya, kemudian disempurnakan dengan larang pantang yang diberlakukan secara ketat. Orang-orang tua Melayu mengingatkan: dalam menyusuk (membangun) kampung, adat dipegang lembaga dijunjung atau dikatakan: apabila hendak menusuk kampung, 29

24 adat dipakai lembaga dihitung, supaya tuah apat besambung, supaya rezeki terus melambung. Ketentuan adat tentang membangun kampung atau permukiman disebut Adat Menusuk Kampung (Adat Membangun Kampung). Dahulu, ketentuan adat inilah yang menjadi acuan dasar dari masyarakat setempat dalam membuat perkampungan. Ketentuan adat ini memberi petunjuk bahwa masyarakat Melayu tidaklah membuat perkampungan dengan semena mena, tetapi melalui proses yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa mereka membangun perkampungan dengan perhitungan yang cermat, agar kampung itu memberikan manfaat bagi penghuninya. Selain itu juga menimbulkan rasa aman dan sejahtera, serta memberi peluang untuk pengembangan perkampungan ke masa depannya. Acuan di atas memberi petunjuk betapa ketat dan cermatnya ketentuan adat tentang membangun suatu perkampungan. Orang tua menegaskan di dalam menyusuk kampung adat dipakai lembaga dijunjung, atau dikatakan apabila kampung hendak didirikan, adat dan undang jadi pedoman, pantang dan larang jadi pegangan, musyawarah mufakat jadi landasan. 30

25 2.9. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Melayu di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat Kondisi permukiman yang ada saat ini dapat dilihat bahwa pada umumnya bangunan rumah di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam berbentuk rumah panggung baik permanen maupun tidak permanen. Letak rumah masyarakat di sana ada yang terletak dekat dengan jalan utama dan ada yang jauh dari jalan utama. Sehingga untuk mencapai jalan utama harus melewati jalan setapak. Bangunan rumah tinggal hampir seluruhnya tidak mengalami perubahan fungsi sebagai fungsi utama yaitu rumah tinggal. Hanya sebagian bangunan yang pada awalnya berfungsi sebagai rumah tinggal yang kemudian digunakan untuk toko atau warung. Pada kawasan ini juga terdapat beberapa bangunan seperti kantor kepala desa, gedung sekolah, rumah suluk untuk pria dan wanita, rumah fakir miskin dan anak terlantar, tempat penampungan janda-janda. Sedangkan bangunan peribadatan terdiri dari satu buah mandarsah. Ruang terbuka yang ada pada kawasan ini selain berfungsi sebagai jalan, juga untuk makam yang terletak dekat dengan lokasi mandarsah. Penduduk pada Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat hampir rata-rata bersuku Melayu. Masyarakat merupakan penganut agama Islam yang taat dan hidup dalam suasana agamamis. Dimana mandarsah dan agama memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada generasi muda. 31

26 2.10. Arsitektur Tradisional Melayu Sumatera Timur Dalam budaya Melayu Sumatera Timur, seni pembangunan rumah tradisional disebut dengan istilah Seni Bina. Rumah memiliki arti yang sangat penting bagi orang Melayu. Rumah bukan saja sebagai tempat tinggal dimana kegiatan kehidupan dilakukan dengan sebaik-baiknya tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan hidup. Orang Melayu selalu berusaha mendirikan rumah walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Orang Melayu juga mendambakan rumah kediaman yang baik dan sempurna, yang bangunan fisiknya memenuhi ketentuan adat dan keperluan penghuninya. Sedangkan dari sisi spiritualnya, rumah itu dapat mendatangkan kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian dan ketenteraman. Hal ini menjadikan rumah mustahak dibangun dengan berbagai pertimbangan yang cermat, dengan memperhatikan lambang-lambang yang merupakan refleksi nilai budaya masyarakat pendukungnya. Karena luasnya kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu, yang akan menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup, bangunan sebaiknya didirikan melalui tata cara yang sesuai dengan ketentuan adat. Dengan memakai tata cara yang tertib, barulah sebuah bangunan dapat disebut Rumah Sebenar Rumah. Menurut Husny (1976), karakteristik rumah Melayu dipengaruhi oleh aspek iklim setempat dan syariat agama. Pengaruh iklim dimanifestasikan dalam bentuk rumah berkolong atau panggung dengan tiang-tiang yang tinggi serta ditunjukkan dengan adanya banyak jendela yang ukurannya hampir sama dengan pintu. Banyaknya jendela dan lubang angin bertujuan untuk memberi udara dan cahaya yang cukup bagi penghuninya. Sementara syarat agama (Syariat Islam) 32

27 mempengaruhi arsitektur Melayu, diantaranya berupa pemisahan ruang lelaki dan ruang perempuan (Sinar, 1993). Juga terlihat dari ukiran-ukiran dinding dan tiang yang menghindari motif hewan ataupun manusia. Motif yang digunakan adalah motif berbentuk bunga, daun dan buah serta sulur-sulurannya (Husny, M. L., 1976). Bahan bangunan yang digunakan dalam pembuatan rumah Melayu Sumatera Timur masih terbuat dari kayu dan atapnya masih menggunakan rumbia. Menurut Sinar (1993), bahwa kayu untuk rumah berasal dari kayu yang tahan lama dan tahan air. Jenis-jenis kayu yang digunakan antara lain kayu cengal, merbau, damar laut, kulim, petaling, cingkam, damuli, lagan dan sebagainya Rumah Tinggal Melayu Sumatera Timur Rumah tinggal Melayu Sumatera Timur adalah jenis rumah panggung atau rumah berkolong dengan tiang-tiang yang tinggi. Tinggi tiang penyangga ini berkisar antara dua sampai dua setengah meter. Berikut akan dipaparkan bagian-bagian rumah tinggal Melayu Sumatera Timur (Gambar 2.17). 33

28 Gambar 2.17 Rumah Tradisional Melayu Sumatera Timur Sumber: Digambar ulang, Atap dan Bubungan Bahan utama atap adalah daun nipah dan daun rumbia. Tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Atap dari daun nipah dan daun rumbia dibuat dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut bengkawan. Untuk memasang atap digunakan tali rotan sedangkan untuk memasang perabung digunakan pasak yang terbuat dari nibung. Rumah Melayu asli memiliki bubungan panjang sederhana dan tinggi. Pada pertemuaan atap dibuat talang yang berguna untuk menampung air 34

29 hujan. Pada kedua ujung perabung rumah induk dibuat agak terjungkit ke atas. Dan pada bagian bawah bubungan atapnya melengkung, menambah seni kecantikan arsitektur rumah Melayu. 2. Tiang Bangunan tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau bersegi. Ukuran sebuah tiang bergantung kepada besar atau kecilnya rumah. Bentuk tiang secara tradisional mengandung lambang yang dikaitkan dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Termasuk kaitannya dengan alam lingkungan dan arah mata angin. Lambang-lambang itu kemudian dijalin dengan makna tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 3. Pintu Pintu disebut juga dengan Lawang. Pintu masuk di bagian muka rumah disebut pintu muka. Sedangkan pintu di bagian belakang disebut pintu dapur atau pintu belakang. Pintu masuk ke rumah harus mengarah ke jalan umum. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pintu umumnya lebar antara 60 sampai 100 cm dengan tinggi 1,5 sampai 2 meter. Pintu sebaiknya terletak di kiri rumah atau dekat ke bagian kiri rumah. Di atas pintu kebanyakan dibuat tebukan yang indah bentuknya menunjukkan ketinggian martabat si empunya rumah. 35

30 4. Jendela Jendela lazim disebut Tingkap atau Pelinguk. Bentuknya sama seperti bentuk pintu. Tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih rendah. Jendela mengandung makna tertentu. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang baik dan patuh yang tahu adat tradisinya. Sedangkan letak yang rendah melambangkan pemilik bangunan adalh orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka. 5. Tangga Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Kaki tangga terhujam ke dalam tanah atau diberi alas dengan benda keras. Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat berbentuk bulat atau pipih. Anak tangga kebanyakan berjumlah ganjil. Sebab menurut kepercayaan, bilangan genap kurang baik artinya. 6. Dinding Pada umumnya dinding terbuat dari kayu meranti, punak, medang atau kulim dengan tebal 2-5 cm dan lebar cm. Makna dinding selalu dikaitkan dengan sopan santun yaitu sebagai batas kesopanan. Dinding rumah dibuat dari papan yang dipasang vertikal dan dijepit dengan kayu penutup. Kira-kira 20 cm di bawah tutup tiang biasanya dibuat lubang 36

31 angin. Pada lubang angin ini diberi hiasan dengan tebukan. Makin tinggi nilai tebukan ini, makin tinggilah martabat serta makin terpandang si empunya rumah. 37

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari bangsa Indonesia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH OLEH : SANDRA REZITHA KEMALASARI Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya Email: sandrarezitha@hotmail.com ABSTRAK Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. EVALUASI BANGUNAN Yaitu, penelitian yang lebih formal berdasarkan lapangan penyelidikan analitis. Evaluasi bangunan bertujuan untuk mengatasi ketepatgunaan, kemanfaatan, perubahan

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Geografi Pengertian Desa Kota Potensi Desa Kota Unsur - unsur potensi Fisik desa Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Sekian... Pengertian Desa... Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah sebagai Wujud Fisik Kebudayaan Budaya menurut Amos Rapoport didefinisikan sebagai cara hidup yang khas, serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG TEMU ILMIAH IPLBI 2013 IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG Wienty Triyuly (1), Sri Desfita Yona (2), Ade Tria Juliandini (3) (1) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam BAB VI KESIMPULAN 6.1. Karakteristik Bangunan Asli (Periode 1) Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam permukiman warga Cina (Chinese Kamp) di depan Benteng Marlborough mempunyai dua

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin Adat Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial pada Lamin Adat adalah

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Perawang Barat maju pesat dalam pembangunan maupun perekonomian, hal ini didukung BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Sejarah Desa Perawang Barat adalah salah satu Desa hasil dari pemekaran dari Desa Induk yaitu Desa Tualang berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP DASAR Konsep dasar dalam perancangan hotel ini adalah menghadirkan suasana alam ke dalam bangunan sehingga tercipta suasana alami dan nyaman, selain itu juga menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB III.1. TAMANSARI GAMBAR III.1. Umbul Winangun Tamansari dibangun pada tahun 1749, oleh sultan Hamengkubuwomo I (Pangeran Mangkubumi) kompiek ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Kawasan Wisata Goa Kreo. Tanggap Lingkungan. Asitektur Tradisional Jawa. Asitektur Regionalisme

BAB V KAJIAN TEORI. Kawasan Wisata Goa Kreo. Tanggap Lingkungan. Asitektur Tradisional Jawa. Asitektur Regionalisme BAB V KAJIAN TEORI 5.1. Kajian Teori Penekanan/Tema Desain Latar Belakang Penekanan Desain Kawasan Wisata Goa Kreo Tanggap Lingkungan Memiliki Karakter kedaerahan yang mengadaptasi lingkungan Asitektur

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 2012 TENTANG PENAMAAN JALAN, TAMAN TERBUKA, TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DAN PENOMORAN BANGUNAN

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun bertambah dengan pesat sedangkan lahan sebagai sumber daya keberadaannya relatif tetap. Pemaanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan mengenai identifikasi perubahan rumah tradisional desa Kurau, dalam upaya memberikan kontribusi secara deskriptif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Suku Dayak Provinsi Timur, dikenal dengan keragaman suku asli pedalamannya. Jika kita mendengar Timur, pastilah teringat dengan suku Dayak dan rumah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan

Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan Kriteria Khusus Untuk Perancangan Kampung Wisata Berwawasan Lingkungan Di Daerah Perbatasan Peningkatan kualitas lingkungan (prinsip pembangunan berwawasan lingkungan) Pelayanan Terhadap Masyarakat (perbaikan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1. Konsep Dasar Konsep dasar yang melatarbelakangi perancangan stasiun tv TPI didasarkan pada empat isu utama, yaitu : Pembagian sirkulasi yang sederhana, jelas, dan efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

: Kampung Sampireun. Atap dilapisi ijuk

: Kampung Sampireun. Atap dilapisi ijuk : Kampung Sampireun Atap dilapisi ijuk Atap dilapisi ijuk Kolom terbuat dari batang bambu Kolom terbuat dari batang bambu Konsep bentuk massa secara global yakni mengambil bentuk dari rumah tradisional

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan 29 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Teluk Mesjid Desa Teluk Mesjid adalah suatu wilayah di kecamatan Sungai Apit kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN PENOMORAN BANGUNAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area

Konsep Tata Masa. Parkir. Green area. Green area Konsep Tata Masa 1. Bagian Barat langgar 2. Bagian Utara Rumah induk 3. Bagian Selatan Rumah 4. Bagian Timur kandang & Dapur Parkir Green area Konsep tata masa dalam perancangan taman wisata budaya mengutip

Lebih terperinci

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4. 1 Ide awal (conceptual idea) Ide awal dari perancangan stasiun ini muncul dari prinsip-prinsip perancangan yang pada umumnya diterapkan pada desain bangunan-bangunan transportasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1 Tema Ruang dan Sirkulasi III.1.a Latar Belakang Pemilihan Sebagian besar museum yang ada sekarang ini, tidak terlalu memperhatikan ruang dan sirkulasi. Ini bisa dilihat dari

Lebih terperinci

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Hubungan Arsitektur dan Budaya Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Budaya dan Peradaban Budaya: Totalitas dari pola-pola perilaku yang terproyeksikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki ciri khas dan budaya yang unik. Rumah tinggal berbentuk panggung, aksara khusus, dan catatan kuno yang disebut lontaraq.

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang arsitektur rumah tradisional di Desa Pinggirpapas, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Arsitketur tradisional Madura

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan Sekolah Islam Terpadu memiliki image tersendiri didalam perkembangan pendidikan di Indonesia, yang bertujuan memberikan sebuah pembelajaran

Lebih terperinci

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau

Lebih terperinci

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari, Adaptasi Teknologi di Rumah Adat Sumba 109 ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari* Jurusan Arsitektur - Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III KOTA PALEMBANG

BAB III KOTA PALEMBANG BAB III KOTA PALEMBANG 3.1. Secara Fisik 3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus sebagai kota terbesar serta pusat kegiatan sosial ekonomi

Lebih terperinci

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 368 Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur Fahrani Widya Iswara dan Hari Purnomo Departemen Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN Dalam sebuah perancangan, dibutuhkan sebuah metode untuk memudahkan perancang dalam mengembangkan ide rancangan. Metode deskriptif analisis adalah salah satunya, metode ini berisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Visual Kondisi visual suatu kota sangat erat berkaitan dengan fenomena psikologinya yang berkaitan dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan suatu rasa tertentu

Lebih terperinci

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan

Lebih terperinci

Kondisi Geografis dan Penduduk

Kondisi Geografis dan Penduduk Kondisi Geografis dan Penduduk 1) Kondisi geograis suatu wilayah terdiri dari empat faktor utama yaitu: a) Litosfer (lapisan tanah), b) Atmosfer (lapisan udara), c) Hidrosfer (lapisan air), d) dan biosfer

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa BAB 6 HASIL PERANCANGAN 6.1. Hasil Perancangan Hasil perancangan Pusat Seni dan Kerajinan Arek di Kota Batu adalah penerapan konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci