HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Karakterisasi Kacang Hijau Bahan baku yang digunakan dalam suatu proses produksi sangat berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada proses pembuatan sari kacang hijau ini perlu dilakukan penelitian pendahuluan mengenai karakterisasi kacang hijau yang digunakan. Adapun hasil karakterisasi kacang hijau disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Hasil karakterisasikacang hijau Parameter Uji Hasil Penelitian (%b.b) Penelitian sebelumnya * (%) Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar serat Kadar karbohidrat (by difference) Ket: *= sience direct Hasil karakterisasi kacang hijau menunjukkan bahwa komponen terbesar penyusun kacang hijau adalah karbohidrat, yaitu sebesar 53.63%, padahal menurut literatur kadar karbohidrat kacang hijau berkisar %. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak kacang hijau pada bahan penelitian cukup besar sehingga nilai karbohidrat berkurang. Nilai karbohidrat dihitung dengan cara by difference, yaitu pengurangan jumlah komponen bahan total dengan jumlah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat dan kadar protein.karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur (Winarno 1995). Karbohidrat dalam bahan makanan terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat yang dapat dicerna (pati) dan yang tidak dapat dicerna (serat) oleh tubuh dalam sistem metabolisme. Komponen terbesar kedua dari kacang hijau yaitu protein. Kadar protein kacang hijau yang didapat dari hasil penelitian yaitu 22.29% sedikit lebih rendah dibanding literatur. Sedangkan menurut Astawan (2009) protein yang terkandung dalam biji kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 22.2 g/100 g. Protein ini merupakan salah satu zat penting yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.protein dibutuhkan untuk pembentukan enzim, antibodi, dan beberapa hormon. Kadar air dalam pangan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan terhadap bahan pangan yang ingin diketahui kandungan airnyasampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Pada penelitian, penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven yang pertama-tama bahan dipanaskan pada suhu ±105 o C. Hal ini disebabkan kacang hijau tahan atau stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan, lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu, bahan dimasukkan dalam 19

2 desikator untuk mencegah bahan menyerap uap air dari udara sekeliling hingga mencapai bobot yang konstan. Bobot sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapat berat konstannya, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel, setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan. Berdasarkan data analisis diatas, dapat dilihat bahwa kadar air kacang hijau sebesar 10.72%. Sedikit berbeda dengan data yang didapat diliteratur yaitu sekitar %. Hal ini karena kacang hijau dibeli dari pasar, sehingga penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik akan menyebabkan nilai kadar air meningkat sehingga terjadi proses penyerapan air dan berakibat pada penurunan mutu produk. Kacang hijau tersebut biasanya ditempatkan di dalam karung atau wadah terbuka. Semakin tinggi nilai kadar air, maka semakin mudah mikroorganisme tumbuh dan umur simpan semakin pendek sesuai dengan literatur yang meyebutkan bahwasemakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada(ilham 2010). Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9.3 kalori/g lemak, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4.1 dan 4.2 kalori/g (Winarno 1997). Menurut Winarno (1997) sekitar 96% bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Meskipun sedikit, tubuh membutuhkan unsur mineral sebagai zat pembangun dan pengatur. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar abu dari biji kacang hijau yaitu sebesar 4.14% sesuai dengan rentang nilai yang didapat di literatur yaitu berkisar dari %. Kacang hijau memiliki kandungan lemak yang rendah, namun memiliki kandungan protein yang tinggi. Lemak dalam tubuh berguna sebagai cadangan energi untuk aktivitas tubuh. Kacang-kacangan merupakan sumber lemak nabati. Lemak nabati umumnya kaya akan polyunsaturated fatty acid (PUFA), yaitu asam lemak tak jenuh yang mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap. Kandungan lemak dalam biji kacang hijau sangat rendah yaitu hanya 1.2 g/100 gr. Berdasarkan penelitian, kadar lemak kacang hijau bernilai 4.70% menunjukkan hasil yang berbeda. Begitu pula dengan nilai kadar serat dan kadar air, hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan angka diluar rentang dari literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan varietas, lokasi tumbuh, dan teknik budaya. Keragaman zat gizi tanaman pangan diakibatkan oleh banyaknya faktor yang saling bergantungan, terutama faktor genetik, sinar surya, curah hujan, topografi, tanah, lokasi, musim, pemupukan, dan derajat pemasakan. Susunan tanaman pangan dari galur yang sama tetapi tumbuh pada tempat berbeda, sering berbeda (Astawan 2009). 20

3 Serat termasuk kedalam karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun keberadaan serat ini sangat penting. Hasil analisis, kadar serat kacang hijau hanya sebesar4.52% jauh lebih kecil dibandingkan dengan data yang diperoleh dari literatur yang berkisar %. Ini menunjukkan biji kacang hijau yang digunakan untuk bahan penelitian mempunyai kadar serat yang lebih rendah dari biasanya padahal serat merupakan salah satu komponen penting bagi tubuh. Menurut Santoso dan Bambang(2005), faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan pangan tersebut, sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan fisik dari serat makanan serta berpengaruh juga terhadap peran fisiologis dalam tubuh Pembuatan Sari Kacang Hijau Dalam pembuatan sari kacang hijau, pertama kali dilakukan proses sortasi terhadap biji kacang hijau yang digunakan. Sortasi dimaksudkan untuk membuang kotoran dan menghilangkan biji yang rusak. Sortasi yang dilakukan secara manual dengan mengambil kotoran yang ada dan membuang biji yang mengambang dalam air. Sortasi ini perlu dilakukan karena karekteristik biji kacang hijau yang kurang seragam. Somaatmadja (1974) menyatakan bahwa sifat tanaman kacang hijau yang tidak menguntungkan antara lain berbunga terus-menerus, sehingga pada satu pohon terdapat buah masak, buah muda dan bunga. Pada waktu panen, kemungkinan buah muda dan bunga ikut terambil yang menyebabkan biji yang dihasilkan kurang seragam. Sebelum kacang hijau dimasak, dilakukan perendaman dalam air. Selama kacang hijau direndam, kacang hijau akan menyerap air sehingga biji akan mengembang. Perendaman biji kacang hijau bertujuan untuk memudahkan pemasakan pada tahap selanjutnya. Perendaman air yang terlalu lama akan menyebabkan biji kacang hijau berkecambah. Biji yang berkecambah akan mempengaruhi baik pada nilai gizinya maupun sifat fungsionalnya. Perendaman kacang hijau juga dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular kacang hijau dan mempermudah pengupasan kulit kacang hijau akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan (Sundarsih 2009). Dalam penelitian ini dilakukan perendaman selama 12 jam. Setelah direndam dan ditiriskan, kacang hijau siap untuk dimasak. Pemasakan ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu kacang hijau. Seperti halnya pada kebanyakan tanaman leguminosa lainnya, kacang hijau mempunyai aroma langu pada waktu mentah. Bau langu ini disebabkan oleh enzim lipoksigenase. Pemanasan akan menginaktifkan enzim ini. Disamping itu pemanasan akan menginaktifkan tripsin inhibitor sehingga diharapkan daya cerna sari kacang hijau yang dihasilkan akan meningkat (Ulum 1997). Kacang hijau yang telah dimasak siap untuk diblender dan ditambahkan air masak dengan perbandingan bobot kering kacang hijau dengan air sebesar 1:8 mengacu pada penelitian Triyono (2010) yang menyatakan bahwa pembuatan sari kacang hijau yang paling disukai adalah dengan proporsi penambahan air 1:8. Setelah diblender, selanjutnya ampasnya dipisahkan dengan penyaringan menggunakan kain saring. Terakhir dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 60 C selama ± 30 menit untuk mengurangi aktivitas biologis mikroorganisme. 21

4 Penentuan Bahan Penstabil Dan Konsentrasi CMC. Sebelum penelitian utama, telah dilakukan penentuan bahan penstabil dan konsentrasi yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Bahan penstabil yang digunakan antara lain maltodekstrin dan CMC dengan jumlah konsentrasi yang sama. Berdasarkan hasil pengujian ini CMC merupakan bahan penstabil yang dapat mengikat sari kacang hijau dalam air dengan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan bahan penstabil maltodekstrin, untuk itu CMC dipergunakan untuk proses pembuatan minuman sari kacang hijau pada penelitian selanjutnya. Selain itu pada penelitian pendahuluan ini dicari konsentrasi CMC yang akan ditambahkan dalam minuman sari kacang hijau.berdasarkan hasil uji stabilitas suspensi sari kacang hijau di dapat jumlah CMC dengan konsentrasi 0.1% merupakan hasil terbaik, sehingga untuk penelitian selanjutan konsentrasi CMC yang dipergunakan adalah 0.1%. Hal ini disebabkan karena CMC sebagai bahan penstabil lebih efektif daripada maltodekstrin dalam mempertahankan mutu sari kacang hijau dilihat dari penampakan secara visual. 0.05% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% endapan Gambar 8. Penentuan konsentrasi CMC Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang ph sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang ph 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Nussinovitch 1997). Konsentrasi CMC yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan pengendapan. Pemakaian CMC dengan konsentrasi % sudah biasa digunakan untuk mempertahankan stabilitas suspensi sari buah, namun stabilitas suspensi dan mutu terbaik belum direkomendasikan dengan tepat secara khusus bagi sari kacang hijau. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CMC yang tepat untuk menghasilkan sari kacang hijau yang stabil dan tetap berkualitas baik PENELITIAN UTAMA Pengujian Sari Kacang Hijau 1) Kadar Protein Kadar protein merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui banyaknya jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk yang dianalisis. Semakin banyak jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk maka nilai kadar protein produk tersebut semakin besar.berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan 22

5 amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai kadar protein. Tidak berpengaruhnya faktor waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap nilai kadar protein perlakuan adalah karena kurang lebarnya selang waktu maupun amplitudo yang digunakan serta disebabkan oleh nitrogen yang hilang akibat proses sonikasi relatif kecil. Begitu pula dengan interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01), hal ini diduga karena faktor waktu dan amplitudo tidak mempengaruhi nilai kadar protein, sehingga interaksinya juga tidak berpengaruh nyata maka tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Kadar Protein (%) Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Gambar9. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar protein sari kacang hijau Histogram kadar protein yang disajikan pada Gambar 9menunjukkan bahwa nilai kadar protein yang telah disonikasi tidak jauh berbeda hasilnya dengan kontrol yaitu berkisar antara (%bb). Kadar protein tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 0.33% dan yang terendah pada perlakuan A3B2 (60menit:30%) sebesar 0.23%, ketidakseragaman nilai kadar protein yang dihasilkan karena saat penelitian pengupasan kulit ari kacang hijau tidak seragam sehingga menyebabkan nilai kadar protein pun berbeda. Pengupasan kulit ari kacang hijau akan menurunkan kadar tannin. Barrog et al. (1985) menyatakan bahwa kandungan tannin pada kacang hijau terpusat pada kulitnya yaitu 3.95 mg/100 mg bobot kering dan berbagai perlakuan seperti perendaman, perkecambahan, pembakaran dan perebusan dapat mengurangi kadar tannin. Tannin adalah senyawa fenolik yang mempunyai BM dan dapat bereaksi dengan protein membentuk komplek yang tidak larut. Perebusan kacang hijau selama 30 menit dapat menurunkan kadar tannin sampai 73%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa produk sari kacang hijau yang dihasilkan mempunyai kadar protein yang rendah. Rendahnya protein bisa disebabkan oleh perlakuan perendaman dan pemanasan yang menyebabkan protein dalam kacang hijau terdenaturasi sehingga tidak larut air. Selain itu, pada saat ekstraksi protein yang terekstrak dalam air sedikit dan sisanya tertinggal pada residu. Pemanfaatan residu tersebut bisa digunakan 23

6 sebagai campuran pakan ternak. Residu dikeringkan sampai terbentuk tepung dan dicampurkan dengan bahan lain seperti tepung ikan dan diolah berbentuk pellet (Ulum 1997). Protein yang dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet, gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat atau bahan-bahan kimia tertentu dapat mengalami proses denaturasi. Denaturasi protein itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa menyebabkan kerusakan ikatan peptida.radiasi sinar ultraviolet dan panas memberikan energi kinetik pada protein dan menyebabkan atom-atom tervibrasi cukup cepat sehingga merusak ikatan hidrogen. Radiasi sinar ultraviolet juga dapat merusak ikatan peptida didekat lingkar aromatik dalam molekul protein. Sedangkan Gelombang ultrasonik dapat merusak lingkar aromatik yang ada dalam molekul protein, yang berakibat hilangnya interaksi hidrofobik yang terjadi karena dua lingkar aromatik yang berdekatan (Sumardjo 2009). Gambar 10. Gelombang ultrasonik merusak interaksi hidrofobik Sumber :Sumardjo (2009) Menurut Sundarsih (2009), menurunnya kadar protein dengan semakin lamanya perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struktur biji kacang hijau sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya. 2) Kadar Lemak Kadar lemak merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu suatu produk. Produk bermutu yang terkait dengan kadar lemak tergantung dari harapan atau keinginan konsumen, apakah produk tersebut diharapkan berkadar lemak tinggi atau rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai kadar lemak sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara (%bb). Kadar lemak yang cukup rendah tersebut menguntungkan karena dengan kondisi itu maka produk semakin tahan lama atau tidak mudah tengik serta aman dikonsumsi bagi mereka yang memiliki berat badan berlebih. Kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 1.62% dan yang terendah pada perlakuan A1B2 (20menit:30%) sebesar 0.64%. Hal ini bisa disebabkan karena ketidakseragaman pengupasan kulit kacang hijau akan membuat lemak dalam bahan baku lebih mudah terdekomposisi oleh panas saat pemasakan. Menurut Gaman dan Sherrington (1981), dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak. Menurut (Astawan 2009), kacang hijau mempunyai kadar lemak yang rendah. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak 24

7 jenuh dan 27% asam lemak jenuh. Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak jenuh tinggi. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan. Kadar Lemak (%) Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Gambar 11. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar lemak sari kacang hijau Gambar 11 memperlihatkan bahwa kadar lemak kontrol lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak perlakuan. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak, sehingga nilai kadar lemak perlakuan lebih rendah. Ketika gelombang ultrasonik melewati medium cair atau setengah cair (jaringan lemak) akan membentuk gelembung udara yang akan membentur membran sel lemak atau lemak dengan kecepatan sangat tinggi (microjetting/microstreaming) menyebabkan sel lemakrusak. Lemak akan terurai menjadi gliserol dan asam lemak. 3) Total Padatan Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan pada tingkat kepercayan 99% tetapi waktu sonikasi berpengaruh nyata terhadap total padatan pada tingkat kepercayaan 95%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total padatan sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara persen. Total padatan tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 14.94% karena kontrol tidak dilakukan proses sonikasi, sehingga tidak adanya pemecahan partikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar 9.6%. Hal ini disebabkan semakin lama waktu sonikasi dan semakin tinggi amplitudo gelombang ultrasonik maka partikel yang dipecahkan semakin banyak, ukuran partikelnya semakin kecil serta larutan makin 25

8 homogen.prinsip dari pengujian ini yaitu sampel diuapkan dalam cawan, ditimbang dan dikeringkan sampai bobot konstan dalam oven pada C. Penurunan bobot bahan selama pengeringan cawan merupakan padatan total. Sonikasi menghasilkan gelembung tekanan rendah dan tekanan tinggi yang bergantian dalam cairan, mengarah ke pembentukan dan pecahnya gelembung vakum. Fenomena ini diistilahkan dengan cavitation dan menyebabkan adanya rongga yang terjadi akibat transfer gelombang yang diberikan. Efek ini digunakan untuk memecah gumpalan dan menggiling partikel menjadi ukuran mikro atau nanometer. Dalam aspek ini, sonikasi merupakan alternatif unuk penghancuran berkecepatan tinggi dan pengaduk pembakar butiran sari kacang hijau Total Padatan (%) Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Gambar 12. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan sari kacang hijau 4) ph (Derajat keasaman) Nilai ph adalah salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas suatu produk pangan, perubahan nilai ph yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk pangan. Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu penyebab produk olahan menjadi cepat rusak. ph sering menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Menurut Jay et.al. (2005) sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada ph Sebagian besar kapang berkembang pada ph Nilai ph di luar umumnya bersifat merusak. Beberapa jenis jasad renik dalam bahan pangan seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh baik pada kisaran nilai ph Selain itu nilai ph menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai ph berarti tingkat keasaman produksemakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai ph berarti tingkat keasaman produk semakin tinggi. 26

9 Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai ph. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai ph. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi yang telah dilakukan tidak menguramgi atau menambah nilai ph perlakuan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai ph sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara termasuk kedalam jenis minuman netral. Nilai ph tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1(60 menit : 20%) yaitu sebesar 6.67 dan yang terendah pada perlakuan A1B1 (20 menit : 20%) sebesar Berdasakan Gambar 13 dapat diketahui bahwa kisaran ph tersebut merupakan kondisi yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri neutrofil (suka suasana netral). ph Gambar 13. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap ph sari kacang hijau 5) Viskositas Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Viskositas atau kekentalan dapat dikatakan sebagai gesekan dalam fluida. Viskositas atau kekentalan juga dapat diartikan sebagai sifat cairan yang memiliki gesekan atau hambatan ketika cairan tersebut sedang bergerak. Dalam cairan, viskositas disebabkan oleh adanya gaya kohesi antar molekul. Sedangkan dalam gas, viskositas terjadi karena adanya tumbukan antara molekul (partikel) di dalam gas tersebut (Giancoli 2001). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi memberikan pengaruh yang nyata (p<0.01) terhadap nilai viskositas. Dilihat dari hasil uji Duncan perlakuan A0(kontrol) berbeda nyata terhadap perlakuan A1 (20 menit), A2(40 menit) dan A3(60 menit). Perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A1(20 menit) dan A2(40 menit) tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A3(40 menit). Sedangkan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yangberbeda nyata (p>0.01). Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak 27

10 memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.01) terhadap nilai viskositas, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai viskositas sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara Cp. Nilai viskositas tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar Cp hal ini karena kontrol tidak mengalami proses sonikasi sama sekali sehingga tidak adanya pemecahan pertikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar Cp. Data hasil pengukuran terlihat bahwa semakin lama waktu sonikasi, dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka nilai viskositas semakin kecil. Penurunan viskositas ini disebabkan karena pecahnya partikel dan granula menjadi ukuran yang lebih kecil membentuk molekul agregat sehingga mengurangi kemampuan menyerap air. Penurunan viskositas ini menunjukkan adanya penurunan jumlah partikel terlarut dalam larutan setelah sonikasi. Sonikasi memutuskan rantai polimer CMC melalui proses kavitasi yang terjadi dalam medium larutan sari kacang hijau tersebut. Putusnya rantai CMC menjadikan larutan kurang kental jika dibandingkan kondisi sebelumnya. Semakin lama waktu pemberian gelombang ultrasonik pada larutan sari kacang hijau, maka proses terpotongnya rantai kimiawi CMC juga semakin banyak Viskositas (Cp) Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Gambar 14. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap viskositas sari kacang hijau Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula terhadap kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Viskositas dari setiap fluida berbeda-beda, fluida yang mudah mengalir misalnya air yang tegangan luncurnya relatif kecil sehingga viskositasnya juga relatif kecil. 28

11 Viskositas fluida sangat dipengaruhi oleh suhu, jika suhu naik viskositas gas bertambah sedangkan viskositas cairan berkurang. Produk pangan dikatakan kental jika nilai viskositasnya tinggi dan sebaliknya jika nilai viskositasnya rendah disebut encer. Perubahan nilai viskositas dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan atau penurunan mutu pangan(fafa 2008). 6) Total Padatan Terlarut Nilai total padatan terlarut menunjukkan persen total padatan terlarut dalam suatu larutan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan, biasanya dinyatakan dalam satuan % gula sukrosa atau Brix. Analisis zat padat terlarut mengukur jumlah zat padat yang larut dalam air. Sebagian besar komponen yang terkandung terdiri atas komponenkomponen yang larut air seperti glukosa, fruktosa, suksrosa dan protein yang larut air. Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat hand refractometer. Gambar 15menunjukkanhistogram pengukuran nilai total padatan terlarut secara lengkap. Nilai total padatan terlarut sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara Brix, nilai total padatan terlarut yang bernilai 9 Brix terdapat pada perlakuan A1B2, A2B2 dan A2B3 dan perlakuan yang lain bernilai 8.75 Brix. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik pada minuman sari kacang hijau tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai total padatan terlarut dengan tingkat kepercayaan 99%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan terlarut, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total Padatan Terlarut ( brix) Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Gambar 15. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan terlarut 29

12 Winarno (1995) menerangkan bahwa indeks refraksi dipengaruhi oleh air dan gula dalam bahan yang diukur, sehingga nilai total padatan terlarut yang rendah menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa belum berlangsung keseluruhan. Dengan demikian nilai TPT yang semakin rendah akan memberikan hasil yang semakin baik, karena mengindikasikan bahwa produk belum mengalami kerusakan yang berarti. Suhu sonikasi yang semakin tinggi mempercepat proses hidrolisis pati menjadi gula yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa (gula invert). Pati adalah senyawa polisakarida yang tidak larut dalam air, sedangkan glukosa dan fruktosa adalah senyawa monosakarida yang larut dalam air, sehingga terurainya pati menjadi glukosa dan fruktosa menyebabkan nilai total padatan terlarut pada beberapa sampel meningkat. Padatan terlarut yang terkandung dalam suatu produk terdiri atas komponen-komponen yang terlarut dalam air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan komponen lain. Pada kadar air tinggi, kadar total padatan terlarut akan rendah dan sebaliknya. Pada kadar air rendah akan semakin banyak padatan yang dapat larut dalam air persatuan berat bahan. Peningkatan total padatan terlarut kemungkinan juga disebabkan karena adanya reaksi Maillard tahap awal yaitu reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna dan larut dalam air (Syarief dan Halid 1993). 7) Uji Mikrobiologi Pada penelitian ini mutu mikrobiologi yang diuji meliputi uji TPC, kapang dan khamir dengan dua dan tiga kali pengenceran serta uji Salmonella dan E.Coli dengan satu dan dua kali pengenceran. Data hasil pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 6. Minuman sari kacang hijau memiliki ph yang netral berkisar termasuk kelompok minuman netral. Nilai ph medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran ph 3-6. Berdasarkan nilai ph minuman sari kacang hijau, dapat dilihat bahwa mikroorganisme mempunyai sedikit potensi untuk tumbuh. Selain itu, produk minuman sari kacang hijau sudah melewati dua kali tahap pasteurisasi yang dapat membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian termofilik. Metode TPC hanya menghitung jumlah koloni tanpa melihat jenis mikroba yang terdapat dalam produk tersebut. Hasil analisis nilai TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba sari kacang hijau menunjukkan nilai negatif pada semua sampel dan kedua pengenceran kecuali perlakuan A3B2 pada pengenceran 10-2 terdapat 2x10 2 koloni/g produk. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminasi saat pengujian dilakukan. Bakteri yang mungkin tumbuh dalam minuman sari kacang hijau adalah bakteri golongan mesofil atau neutrofil (senang akan suasanan netral). Menurut Muchtadi (1995), kerusakaan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya gas, lendir, busa dan lain-lain. Pembusukan yang disebabkan pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suhu, air, gas seperti oksigen dan karbondioksida, serta ph. Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Mikroorganisme yang dapat merusak produk minuman sari kacang hijau adalah mikroba yang termasuk kedalam golongan psikrofil dan mesofil. Bakteri psikrofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu (-5)-30 C dan memiliki suhu optimum pertumbuhan 30

13 15 C. Sedangkan bakteri mesofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu C dan suhu optimum pertumbuhan C.Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin pertumbuhan mikroba terhambat (Wasetiawan 2009). Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi Mikroba TPC Kapang E.coli Salmonella A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Kontrol Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik (Fardiaz 1989). Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri koliform dalam produk yang diuji serta untuk memastikan bahwa koliform yang biasanya mengkontaminasi produk melalui air yang digunakan dalam proses pembuatan produk tidak tumbuh pada produk sari kacang hijau. Keberadaan koliform dapat dijadikan sebagai indikasi kehigienisan suatu produk pangan. Kelompok koliform mencangkup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 C (Lay 1994). Berdasarkan penelitian, semua sampel menunjukkan hasil yang negatif baik pada pengenceran 10-1 maupun 10-2, sehingga dapat dipastikan minuman sari kacang hijau sangat aman untuk dikonsumsi. 31

14 Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bukan pembentuk spora yang terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang semuanya diketahui bersifat patogen baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan. Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu pengujian Salmonella pada minuman sari kacang hijau sangat penting untuk dilakukan. Hasil penelitian semua sampel menunjukan hasil yang negatif baik pada pengenceran 10-1 maupun Kapang dan khamir terdapat secara luas di alam dan dapat mencemari makanan melalui peralatan yang tidak disanitasi dengan baik atau melalui udara yang tercemar. Kapang dan khamir dapat tumbuh dominan dalam makanan atau minuman pada kondisi a w dan ph rendah, kandungan garam tinggi atau memiliki kandungan gula yang tinggi. Pada ekosistem pangan, khamir dapat tumbuh bersama-sama dengan mikroorganisme lain dan dapat tumbuh bersama berinteraksi saling menguntungkan atau merugikan. Suhu optimum untuk pertumbuhan khamir berbeda-beda, namun kapang dan khamir mempunyai suhu optimum petumbuhan C(Fardiaz 1989). Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-2 dan Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 o C selama 48 jam. Hasilnya menunjukkan nilai negatif pada semua perlakuan maupun kontrol. Uji mikrobiologi terhadap total bakteri, E.coli, kapang khamir dan Salmonella semuanya menunjukkan nilai yang negatif kecuali sampel dengan waktu sonikasi 60 menit dan amplitudo 30% hal ini disebabkan karena ph sari kacang hijau mendekati netral serta dilakukannya proses termal sebanyak dua kali serta proses sonikasi merupakan salah satu cara untuk membunuh mikroorganisme Stabilitas Suspensi Kestabilan sari kacang hijau dilihat dengan ada atau tidaknya endapan pada produk. Pada hari pertama penyimpanan (24 jam), sari kacang hijau kontrol dan A1B1 (20 menit : 20%) sudah mulai terbentuk endapan pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Setelah hari kedua mulai terlihat endapan lagi pada sampel A1B2 (20 menit : 30%), A1B3 (20 menit : 40%) dan A2B1 (40 menit : 20%). Warna endapan masih cerah dan masih sama dengan warna sari kacang hijau. Setelah tiga hari penyimpanan, endapan yang terbentuk semakin jelas dan semakin mengendap ke dasar botol. Hanya sampel A3B2 (60 menit : 30%) dan A3B3 (60 menit : 40%) yang tidak terbentuk endapan selama tiga hari penyimpanan baim pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Endapan yang terbentuk pada sari kacang hijau tidak terlalu berbeda dengan adanya perlakuan penyimpanan pada dua suhu yang berbeda, yang membedakannya hanyalah warna endapan yang terbentuk. Suhu yang lebih tinggi maka akan menghasilkan warna yang lebih tua pada endapan yang terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena suhu tinggi mempercepat kerusakan pigmen pada produk sari kacang hijau. Hasil uji stabilitas berdasarkan penampakan visual menunjukkan bahwa stabilitas tertinggi sari kacang hijau selama tiga hari penyimpanan baik pada suhu ruang (28 C) maupun sahu lemari es (4 C) diperoleh pada perlakuan sonikasi 60 menit dan amplitudo sebesar 40% sedangkan stabilitas terendah diperoleh pada perlakuan tanpa perlakuan sonikasi dan amplitudo (kontrol). Tingginya stablitias sari kacang hijau akibat perlakuan sonikasi 60 menit disebabkan karena banyaknya partikel yang dipecahkan oleh gelombang ultrasonik sehingga laju pengendapan menurun, serta adanya penambahan bahan penstabil CMC sebesar 0.1%. 32

15 Gambar 16. Uji stabilitas suhu ruang setelah tiga hari CMC mempunyai ion Na + CMC yang cukup banyak sehingga partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau terikat dan dapat membentuk struktur gel. Penjelasan ini didukung oleh Nussinovitch (1977) yang menyatakan bahwa Na + CMC memiliki sifat ionik yang dapat menarik partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau sehingga dapat membentuk struktur gel dan meningkatkan kekentalan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa CMC dapat mengentalkan dan menstabilkan larutan karena reaksinya dengan air dan protein. Rendahnya stabilitas pada kontrol karena semua partikel yang ikut tersuspensi dalam sari kacang hijau ini mengendap. Hal ini diduga karena tidak adanya pemecahan partikel sama sekali oleh gelombang ultrasonik yang mampu mengecilkan ukuran partikel sehingga laju pengendapan jauh lebih cepat. Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Nandar 2009). Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya. Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. Koloid hidrofobik tidak terlarut dalam air dan tidak sepenuhnya dapat basah oleh air,tetapi kolid hidrofobik terdispersi sebagai molekul yang sangat kecil. Disebabkan ketidakstabilannya, koloid hidrofobik dapat tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang cukup lama. Partikel-partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga membentuk agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai koagulasi dan flokulasi. Gabungan partikel dapat terdiri dari ukuran partikel yang bermacam-macam dan konsentrasi yang berbeda-beda pula. Penggabungan partikel merupakan akibat lanjutan dari tumbukan antar partikel, dimana laju tumbukan sebanding dengan konsentrasi dari dua partikel yang saling bertumbukan (Gregory 2006). Stabilitas fisik suspensi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada 33

16 kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking (Nandar 2009). Tabel 7. Hasil pengamatan stabilitas suspensi secara visual Sampel 4 C 28 C 4 C 28 C 4 C 28 C Kontrol A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Berdasarkan uji stabilitas ini, sari kacang hijau dapat digolongkan menjadi suspensi sistem flokulasi yaitu partikel terflokulasi terikat lemah,cepat mengendap, dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Sifat dari sistem flokulasi yaitu partikel merupakan agregat yang bebas, sedimentasi terjadi cepat, sedimen terbentuk cepat, sedimen tidak membentuk cake yang keras dan mudah terdispersi kembali seperti semula, wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata (Nandar 2009). Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikelbenar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halusdan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersikembali (Priyambodo 2007).Dengan dilakukannya proses sonikasi dan ditambahkan bahan penstabil CMC, maka minuman sari kacang hijau yang dihasilkan cukup stabil dengan tidak mengurangi kandungan gizinya. Sampel terbaik dari uji stabilitas ini adalah A3B3 (60 menit : 40%). 34

17 Uji Ukuran Partikel Uji ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel sari kacang hijau yang dihasilkan dari proses sonikasi. Menggunakan dua cara yaitu pengujian dengan mikroskop digital pada semua sampel dan uji PSA (Particle Size Analyzer) pada sampel yang stabilitasnya paling baik dengan kontrol sebagai pembandinganya. Mikroskop adalah suatu alat yang dapat memperbesar benda hingga ribuan kali. Sebuah mikroskop digital terdiri dari mikroskop biasa dengan kamera digital yang dibangun ke dalamnya. Gambar yang terlihat melalui mikroskop digital dapat diproyeksikan ke monitor komputer dan disimpan pada file komputer. Perbedaan utama antara mikroskop optik dan mikroskop digital adalah pembesarannya. Mikroskop perbesaran optik dilakukan dengan mengalikan perbesaran lensa oleh pembesaran lensa mata. Karena mikroskop digital tidak memiliki sebuah lensa mata, pembesaran tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode ini. Sebaliknya untuk perbesaran mikroskop digital dilakukan dengan berapa kali lebih besar sampel adalah direproduksi pada monitor. Oleh karena itu, pembesaran akan tergantung pada ukuran monitor (Sativa 2011). Berdasarkan uji mikroskop terlihat jelas bahwa sampel kontrol (yang tidak diberi perlakuan) ukuran partikelnya masih sangat besar dan berkelompok. Setelah dilakukan proses sonikasi, partikel mulai terpecah menjadi bagian yang lebih kecil dan homogen, namun untuk sonikasi dengan waktu 20 menit meskipun partikel sudah mulai terpecah oleh gelombang ultrasonik tetapi masih ada beberapa partikel yang ukurannya cukup besar. Begitu pula dengan waktu sonikasi 40 menit, tapi terlihat semakin lama waktu sonikasi dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka ukuran partikel akan semakin kecil dan homogen, hal ini ditunjukkan dengan seragamnya gambar yang didapat dari uji mikroskop yaitu pada Lampiran 9. Tabel 8. Hasil uji ukuran partikel Sampel Ukuran Partikel Kontrol µm A1B µm A1B µm A1B µm A2B µm A2B µm A2B µm A3B µm A3B µm A3B µm 35

18 Uji PSA atau analisis ukuran partikel digunakan untuk menggambarkan distribusi ukuran partikel dalam sampel. Analisis ukuran partikel dapat diterapkan untuk bahan padat, suspensi, emulsi, bahkan aerosol. Ada banyak metode yang dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel suatu larutan. Pengujian PSA ini menggunakan prinsip difraksi laser, dimana ketika sinar cahaya (laser) tersebar oleh sekelompok partikel, sudut hamburan cahaya berbanding terbalik dengan ukuran partikel (misal ukuran partikel yang lebih kecil, semakin besar sudut hamburan cahaya). Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi (menggumpal) yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Lusi 2011). Sampel yang diuji merupakan sampel terbaik dari hasil uji stabilitas dan uji mikroskop yaitu sampel dengan perlakuan A3B3 (60 menit:40%) dan kontrol sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengujian (Lampiran 10), diperoleh ukuran partikel sari kacang hijau berkisar dari nm sedangkan kontrol berkisar nm karena alat yang digunakan hanya bisa membaca dari nm. Padahal, berdasarkan uji mikroskop partikel sari kacang hijau kontrol bisa mencapai 340 mikron atau setara dengan nm. Dengan demikian perlakuan sonikasi selama 60 menit dengan amplitudo gelombang ultrasonik sebesar 40% cukup efektif untuk mengecilkan ukuran partikel dari rata-rata 240 mikron menjadi nanometersehingga dapat meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau Uji Organoleptik Uji organoleptik adalah disiplin ilmu yang menganalisa dan mengukur respon indera manusia terhadap komposisi produk yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran daya terima terhadap produk (Susiwi 2009). Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang sangat sensitif. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Panelis yang dipilih dalam uji ini adalah panelis agak terlatih yang berjumlah 20 orang. Menurut Soekarto (1985), panelis yang termasuk kedalam panelis agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Penilaian panelis meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, dan rasa dari minuman sari kacang hijau. Pada penelitian ini uji organoleptik lebih difokuskan kepada penerimaan suatu produk. Uji penerimaan bersifat lebih subjektif, oleh karena itu beberapa panelis yang memiliki kecenderungan ekstrim (sangat suka atau sangat tidak suka terhadap suatu produk) tidak dapat digunakan pada uji penerimaan. Uji penerimaan dapat dilakukan dengan menggunakan panelis yang agak terlatih. Contoh pembanding atau contoh baku tidak digunakan pada uji penerimaan. Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan, bahkan tanggapan yang sudah diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan. Tanggapan kesukaan yang dihasilkan bersifat sangat pribadi, sehingga kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan dari suatu produk (Lawless dan Heymann 1999). 36

19 1. Respon Panelis terhadap Warna Warna minuman sari kacang hijau yang dihasilkan dari penelitian ini umumnya hijau kekuningan. Hasil uji hedonik terhadap warna minuman sari kacang hijau menunjukkan skor penerimaan , hal ini membuktikan bahwa panelis menyukai warna minuman sari kacang hijau. Nilai skor penerimaan tertinggi dihasilkan dari perlakuan A2B2 (40 menit:30%), sedangkan skor terendah dihasilkan dari perlakuan A3B2 (60 menit:30%). Skor Penerimaan Warna A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Gambar 17. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap warna minuman sari kacang hijau Warna adalah faktor pertama yang dinilai konsumen ketika membeli bahan pangan, meskipun penentuan bahan makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizinya (Winarno 2002). Skor penerimaan panelis terhadap warna sari kacang hijau yang disonikasi dengan berbagai variasi waktu dan amplitudo gelombang ultrasonik diperlihatkan pada Gambar 17. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 14 terdapat sembilan sampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A2B3 (40 menit : 40%) dan A2B2 (40 menit : 30%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. 2. Respon Panelis terhadap Rasa Citarasa bahan makanan terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Pada umumnya panelis menyukai karena rasa manisnya sari kacang hijau. Gambar 18 memperlihatkan bahwa skor penerimaan panelis terhadap rasa sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Dilihat dari histogram, rasa yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan A2B1 dengan skor 5.3 dan perlakuan yang paling banyak tidak 37

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Kadar gizi tahu biji cempedak diuji di laboratorium yang ada di daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas Obat dan Makanan)

Lebih terperinci