REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK INFRASTRUKTUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK INFRASTRUKTUR"

Transkripsi

1 REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK INFRASTRUKTUR Latar Belakang Masalah Infrastruktur menyangkut berbagai barang modal, seperti jalan, pelabuhan laut dan udara, energi, irigasi, sistem keuangan, jaringan komunikasi, kawasan ekonomi khusus (KEK), dan lain sebagainya. Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan kunci sukses dalam percepatan pembangunan suatu negara, baik menyangkut pembangunan ekonomi dan sosial. Kegagalan melakukan investasi infrastruktur secara baik menandakan kegagalan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi suatu bangsa secara berkelanjutan. berikut : Manfaat infrastruktur dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial diantara sebagai 1. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan modal sehingga menurunkan biaya produksi, meningkatkan laba usaha, meningkatkan jumlah produksi, meningkatkan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan masyarakat; 2. Memberi implikasi yang signifikan untuk pencapaian sasaran-sasaran pembangunan berkelanjutan; 3. Mempercepat pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah; 4. Mendorong investasi yang baru; 5. Meningkatkan konektivitas antar penduduk suatu negara dan membuka isolasi bagi masyarakat yang terbelakang; 6. Memfasilitasi aliran gagasan, barang, dan jasa untuk memeri nilai tambah dalam kegiatan ekonomi dan sosial; 7. Mendorong peningkatan efisiensi dalam alokasi sumber daya karena infrastruktur memudahkan akses terhadap tenaga kerja dan bahan baku serta memberikan peluang bagi aktivitas-aktivitas alternatif. Apabila infrastruktur tidak tersedia secara memadai maka akan mendatang serangkaian dampak yang merugikan diantaranya sebagai berikut : 1. Menghalangi pertumbuhan ekonomi dan daya saing internasional suatu bangsa (Delmon, 2006); 2. Menyebabkan rendahnya kualitas hidup serta meningkatkan bahaya penyakit dan kematian (Willoughby, 2004); 3. Kesulitan untuk memberantas kemiskinan; 4. Meningkatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah karena banyaknya kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi yang dapat mengancam eksistensi suatu negara. Berdasarkan hal-hal di atas, maka dibutuhkan upaya yang serius untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun kemudahan akses. Namun demikian, melakukan pembangunan infratruktur relatif membutuhkan biaya besar,

2 waktu yang cukup lama, serta sering tidak secara langsung memberikan manfaat saat selesai dibangun. Faktor-faktor ini sering menciptakan disinsentif bagi suatu negara untuk melakukan investasi dalam infrastruktur. Hal ini sering diperparah oleh beberapa hal diantaranya: (1) lemahnya kemauan politik pengambil keputusan untuk membangun infrastruktur yang mencukupi; (2) masih terjadinya korupsi yang membuat pembangunan infrastruktur menjadi lebih mahal; serta (3) tidak sinergi dengan infrastruktur yang dibangun dengan infrastruktur yang telah ada sebelumnya. Sebagai salah satu negara berkembang yang berada pada kelompok Low Middle Income Countries, Indonesia membutuhkan pembangunan infrastruktur secara signifikan, baik dari kapasitas maupun kualitas. Hal itu menjadi prasyarat utama untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk meningkatkan pendapatan dan mempercepat pencapaian kesejahteraan bersama. Namun demikian, banyak permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam bidang infrastruktur. Hal ini membuat kekayaan sumber daya alam yang berlimpah serta jumlah penduduk yang besar kurang mampu diutilisasi untuk memberikan hasil yang jauh lebih besar dari yang diperoleh saat ini. Permasalahan Infrastruktur di Indonesia Beberapa permasalahan utama pada bidang infrastruktur di Indonesia yang dapat dikemukakan di sini adalah sebagai berikut : 1. Masih buruknya perencanaan pembangunan infrastruktur dan kepatuhan terhadap rencana pada berbagai tingkatan pemerintah sehingga pada satu sisi sering terjadi tumpang tindih pembangunan infrastruktur pada suatu wilayah atau sektor dan di sisi lain sering terjadi suatu integrasi yang baik antara suatu infrastruktur dengan infrastruktur lain yang seharusnya terpadu sehingga infrastruktur yang dibangun memberikan manfaat jauh di bawah apa yang diharapkan; 2. Penambahan infrastruktur belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan, bagi dari segi kuantitas maupun kualitas; 3. Kurangnya upaya untuk melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur, bahkan pada infrastruktur strategis seperti waduk dan irigasi yang sangat penting dalam pembangunan sektor pertanian. Saat ini lebih dari 50% waduk dan irigasi dalam kondisi rusak;. 4. Masih banyak terjadi ketimpangan dalam ketersediaan infrastruktur antar wilayah maupun antar sektoral. Sebagai contoh, energi listrik banyak tersedia di Pulau Jawa dan Bali namun sangat minim di luar kedua pulau tersebut sehingga menyulitkan daerah yang lain dsalam mengembangkan investasi sehingga melebarkan kesenjangan antara kedua wilayah tersebut; 5. Belum tersedianya International Hub Port (IHP) yang menghubungkan Indonesia dengan negara-negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika, dan Australia untuk menggantikan Singapura yang dapat digunakan untuk mengurangi defisit Transaksi Berjalan dari kegiatan jasa; 6. Belum tersedianya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memadai terutama di luar Jawa untuk mendapatkan manfaat dari kluster, aglomerasi, dan industri yang terintegrasi;

3 7. Masih kurangnya alokasi dana untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Kondisi Beberapa Infrastruktur Utama Indonesia Dibandingkan Beberapa Negara Asean Kondisi Jalan Keberadaan jalan sangat mempengaruhi efisiensi biaya transportasi dan biaya operasional dalam mata rantai ekonomi. Ketiadaan jalan ataupun kondisi jalan yang rusak akan menciptakan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sehingga menurunkan daya saing ekonomi. Pada sektor Pertanian, minimnya jalan produksi dan jalan penghubung ke pasar akan membuat kerusakan atas kebanyakan hasil pertanian sehingga merugikan petani. Selain itu menyebabkan disparitas harga yang tinggi di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang. Data mengenai jalan di Indonesia menunjukan bahwa hingga tahun 2011, panjang jalan yang ada sebesar km. Panjang jalan di Indonesia merupakan yang terpanjang di Asean. Pertumbuhan panjang rata-rata untuk periode sebesar 3,57%. Bila dikaitkan dengan luas wilayah Indonesia dan ketersediaan jalan yang ada, maka angka pertumbuhan ini relatif rendah. Di kawasan Asean, Malaysia merupakan negara yang memiliki pertumbuhan rata-rata panjang jalan paling tinggi pada periode yang sama, yaitu 10,59%. Namun demikian, Indonesia menempati urutan tertinggi kedua di Asean dalam pertambahan panjang jalan yang diaspal, yaitu tumbuh rata-rata 6,18%, di bawah Malaysia yang tumbuh 11,57%. Dari aspek persentase panjang jalan yang diaspal terhadap total panjang jalan, Indonesia menempati peringkat terendah di antara beberapa negara Asean, yaitu rata-rata 58,46%. Namun karena pertumbuhan panjang jalan yang telah diaspal di Indonesia lebih tinggi dari pertumbuhan total panjang jalan sehingga persentase jalan yang telah diaspal meningkat dari 55,31% pada tahun 2004 menjadi 65,82% pada Selengkapnya dapat dilihat Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Panjang Jalan Indonesia dan Beberapa Negara di ASEAN, Sumber : ASEAN-Japan Transport Partnership,

4 Di samping, masih rendahnya panjang jalan yang diaspal dari total pajang jalan yang tersedia, banyak jalan yang mengalami kerusakan parah karena pemeliharaan yang minim. Data Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2012 menunjukan sebanyak km atau setara 10% jalan nasional dalam kondisi rusak. Mengingat nilai strategis dari jalan dalam mendorong pembangunan ekonomi dan social yang signifikan, maka pembangunan jalan dan peningkatan kualitas jalan menjadi tantangan pemerintah untuk 5-10 tahun ke depan. Kondisi Pelabuhan Laut Di kawasan Asean, Indonesia memiliki jumlah pelabuhan laut terbanyak, yaitu 2,328 unit dimana 2,187 unit merupakan pelabuhan domestik dan 141 unit pelabuhan internasional pada tahun 2011 (lihat Tabel 1.2). Dari segi jumlah pelabuhan, Indonesia hanya membutuhkan sedikit tambahan pelabuhan laut untuk pulau-pulau terluar. Persoalan mendasar adalah minimnya jumlah dan luas terminal peti kemas serta panjang dermaga pada pelabuhan-pelabuhan utama sehingga memperlambat mobilisasi barang dan meningkatkan biaya transportasi. Tabel 1.2 Perkembangan Pelabuhan Laut Indonesia dan Beberapa Negara di Asean, Keterangan : Jumlah pelabuhan adalah semua jenis pelabuhan Sumber : ASEAN-Japan Transport Partnership, Kondisi dermaga yang belum sesuai kebutuhan dan kualitas fasilitas penunjang pelabuhan laut yang masih minim pada sebagian besar pelabuhan laut di Indonesia, tidak sekedar meningkatkan biaya transportasi tetapi juga mendorong terjadinya penjualan ikan di tengah laut oleh nelayan-nelayan lokal kepada nelayan asing yang mengakibatkan kerugian bagi negara. Oleh sebab itu, panjang dermaga, pelabuhan/terminal peti kemas, dan sarana penunjang pelabuhan laut lainnya semestinya menjadi fokus perhatian dalam pembangunan infrastruktur kelautan. Kondisi Pelabuhan Udara Seperti halnya pelabuhan laut, Indonesia memiliki jumlah pelabuhan udara terbanyak di Asean, yaitu 262 unit dimana 233 unit melayani hanya penerbangan domestik dan 29 pelabuhan internasional pada tahun 2011 (lihat Tabel 1.3). Dari segi jumlahnya, ke depan Indonesia tidak banyak membutuhkan tambahan pelabuhan udara, melainkan lebih banyak pada panjang landasan serta kapasitas terminal untuk meningkatkan memungkinkan pendaratan pesawat berbadan lebar pada pelabuhan-pelabuhan udara potensial. unit

5 Tabel 1.3 Perkembangan Pelabuhan Udara Indonesia dan Beberapa Negara di ASEAN, Keterangan : Jumlah pelabuhan udara adalah semua jenis pelabuhan udara Sumber : ASEAN-Japan Transport Partnership, Walaupun Indonesia memiliki jumlah pelabuhan udara yang banyak, namun kebanyakan dari mereka memiliki tingkat utilisasi yang rendah. Ini disebabkan terbatasnya pesawat yang melayani daerah-daerah kecil. Kondisi Energi Listrik Kondisi energi listrik merupakan persoalan yang sangat krusial di Indonesia, terutama di luar Jawa dan Bali. Ini menimbulkan kesulitan untuk mendatangkan investasi ke daerah yang menyebabkan daerah lain sulit berkembang sehingga pada gilirannya meningkatkan kesenjangan antar daerah pada kegiatan industri dan pendapatan masyarakat. Di samping itu, keterbatasan kapasitas listrik membuat rasio elektrifikasi menjadi rendah. Rendahnya rasio elektrifikasi mengindikasikan masih banyak daerah dan masyarakat yang belum menikmati listrik. Hal ini menyebabkan keterbelakangan masyarakat, kesulitan meningkatkan ekonomi rumah tangga, serta mengganggu perkembangan sumber daya manusia karena waktu untuk belajar sangat terbatas. Ketersediaan listrik di Indonesia sesungguhnya merupakan yang tertinggi di Asean. Pada tahun 2011 kapasitas listrik di Indonesia sebsar 182,384,000,000 kwh. Posisi selanjutnya ditempati Malaysia dengan kapasitas 130,090,000,000 kwh dan Vietnam dengan kapasitas (lihat Tabel 4). Namun bila dikaitkan dengan penduduk serta kebutuhan listrik rumah tangga dan industri, maka kapasitas listrik Indonesia jauh di bawah negara-negara di Asean. Ini terlihat dari fakta lapangan dimana sering terjadinya pemadaman bergilir di berbagai daerah di Indonesia. Kondisi listrik yang ada merupakan penghalang utama bagi percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia. Tabel 1.4 Perkembangan Kapasitas Listrik Indonesia dan Beberapa Negara di Asean,

6 Sumber : World Bank, Bila dilihat dari aspek pertumbuhan, kapasitas listrik di Indonesia meningkat rata-rata 6,41% pada periode dimana masih relatif jauh di bawah Vietnam (10,30%) dan sedikit di bawah Malaysia (7,47%). Hal yang perlu dicermati di sini adalah pertumbuhan listrik di Vietnam. Sebagai Negara yang belum lama keluar dari system ekonomi tertutup, Vietnam menyadari pentingnya listrik sebagai sarana mengejar ketertinggalannya. Bila melihat posisi kapasitas listrik Vietnam pada tahun 2014, Vietnam telah jauh berada di atas negara lain di Asean di luar Indonesia dan Malaysia. Kondisi ini dapat menjelaskan mengapa industri di Vietnam tumbuh relatif lebih cepat. Kondisi Sarana/Prasarana Komunikasi Sarana dan prasarana komunikasi di Indonesia berkembang sangat pesat pada satu dasawarsa terakhir terutama dengan muncul penyedia jasa telepon seluler dan internet. Namun demikian, pada berbagai tempat terjadi kekurangan kapasitas bandwidth sehingga sering terjadi gangguangangguan yang merugikan konsumen. Di samping itu, terdapat potensi terjadinya tacit collusion dan kartel dalam harga mengingat adanya hubungan istimewa antar penyedia jasa komunikasi sehingga biaya komunikasi Indonesia masih relatif mahal. Di samping itu, masih banyak daerah di Indonesia yang belum mendapat layanan telepon. Ini terjadi karena kecenderungan penyedia jasa komunikasi hanya ingin masuk pada daerah gemuk. Oleh sebab itu, dibutuhkan regulasi yang mengatur tentang kapasitas bandwidth serta kewajiban melayani daerah kurus. Solusi Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dikemukakan beberapa solusi sebagaimana berikut ini. A. Solusi untuk permasalahan 1 dan 2 Untuk melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur yang baik, meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur sesuai kebutuhan, serta mendorong kepatuhan terhadap rencana yang dibuat dibutuhkan serangkaian kebijakan diantaranya sebagai berikut. 1. Meningkatnya kemampuan aparatur perencanaan di kabupaten/kota untuk merencanakan kebutuhan pembangunan infrastruktur di kabupaten/kota masing-masing sesuai kebutuhan, baik kuantitas maupun kualitas. Dan juga, baik yang dapat dibiayai oleh APBD-nya maupun yang membutuhkan bantuan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Oleh sebab itu, setidaknya 80% belanja pemerintah provinsi dan belanja kementerian dan lembaga di daerah harus berdasarkan permintaan dari kabupaten/kota. Oleh sebab itu, proposal dari kabupaten/kota harus dimasukan paling lambat akhir Maret pada periode t-1 dari tahun anggaran agar dapat diajukan pada anggaran provinsi maupun kementerian dan lembaga. 2. Dalam melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur perlu dibuat matriks berdasarkan wilayah yang mengaitkan infrastruktur yang akan dibangun dengan infrastruktur yang telah tersedia untuk menghindari tumpang tindih dan meningkatkan sinergitas antar infrastruktur yang ada. Salah satu contoh yang terkait dengan tidak

7 dijalankan matriks dalam pembangunan infrastruktur yaitu pembangunan dermaga untuk nelayan tidak terkoneksi dengan infrastruktur jalan sehingga nelayan menghadapi kesulitan untuk mengangkut tangkapan ke pasar sehingga akhirnya merugikan nelayan. 3. Perlunya diatur tentang sistem hukuman bagi pelaksana pembangunan infrastruktur daerah yang tidak sesuai rencana ataupun yang bersifat tumpang tindih lewat pengurangan atau penundaan distribusi dana perimbangan atau cara lain yang memungkinkan. B. Solusi untuk permasalahan 3 Akar masalah dari kurangnya upaya untuk melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur diantaranya sebagaiberikut: (1) keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk pemeliharaan infrastruktur, baik pada APBN maupun APBD; (2) moral hazard oknum pemerintah untuk menunda pemeliharaan dan membiarkan kerusakan infrastruktur menjadi lebih parah agar perbaikan infrastruktur tersebut membutuhkan biaya besar sehingga peluang mendapat gratifikasi lebih besar; (3) kurangnya kemauan politik pemerintah dan dewan, baik di daerah maupun pusat untuk melakukan pemeliharaan atas infrastruktur yang ada; dan (4) ketidakjelasan kepemilikan atas infrastruktur, apakah pemerintah pusat, pemerintah provinsi, ataukah pemerintah kabupaten/kota, sehingga rakyat yang dirugikan tidak jelas kemana mengasjukan keluhannya. Untuk mengatasi hal permasalahan di atas, maka perlu dilakukan kebijakan sebagai berikut: (1) mewajibkan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga untuk menganggarkan minimum sekian persen belanja untuk pemeliharaan; (2) melakukan identifikasi kembali atas infrastruktur yang ada dengan melibatkan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk memperoleh kejelasan kepemilikan atas aset infrastruktur sehingga kegiatan pemeliharaan tidak salah objek dan tidak saling menyalahkan; (3) mencantumkan kepemilikan pada aset infrastruktur utama yang melayani kepentingan umum agar meningkatkan transparansi dan tanggung jawab pemeliharaan, misalnya pada tanda nama jalan dicantumkan juga klasifikasinya, apakah jalan nasional, jalan provinsi, ataukah jalan kabupaten/kota; serta (4) jalan produksi yang dibangun oleh dinas teknis di daerah, misalnya jalan yang dibangun oleh Dinas Pertanian seharusnya diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum begitu selesai dikerjakan agar pemeliharaan dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum sebab umumnya Dinas Pertanian tidak dialokasikan anggaran untuk pemeliharaan jalan produksi. C. Solusi untuk permasalahan 4 Terjadinya ketimpangan dalam ketersediaan infrastruktur antar wilayah terutama disebabkan oleh kebijakan pembangunan infrastruktur yang lebih condong ke Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan pertimbangan jumlah penduduk dan keberadaan industri. Di samping itu, pembangunan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) umumnya berbiaya lebih tinggi mengingat kondisi geografis di KTI yang merupakan daerah kepulauan serta bahan baku untuk membangun infrastruktur umumnya dipasok dari Jakarta dan Surabaya. Oleh sebab itu,

8 pembangunan infrastruktur di KTI membutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan dewan. Khusus untuk energi listrik, terjadi kesenjangan yang lebar dalam pasokan pada Pulau Jawa dan Bali dengan wilayah di luar mereka. Hal ini menyulitkan daerah di luar Jawa dan Bali menarik investasi ke daerahnya. Di samping penyebab yang bersifat umum di atas, terjadinya kesenjangan pasokan listrik antar daerah disebabkan pula oleh luasnya wilayah cakupan layanan PLN sehingga membuat BUMN tersebut menanggung beban berat dan tidak fokus. Oleh sebab itu, PLN sebaiknya di-spin off menjadi dua perusahaan terpisah dimana satu melayani KBI dan satunya melayani KTI. D. Solusi untuk permasalahan 5 Indonesia belum memiliki International Hub Port (IHP) yang dapat menggantikan posisi Singapura. Ini disebabkan kebijakan pengembangan pelabuhan laut banyak diarahkan untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung priok dan Tanjung Perak. Dari aspek posisi strategis, kedua pelabuhan berada di jalan buntu bila dikaitkan dengan perdagangan internasional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu membangunan IHP di utara Indonesia, yaitu di Sumatera Utara untuk melayani Eropa, Asia Selatan, Afrika, dan Timur tengah dan di Sulawesi Utara untuk melayani kawasan Asia Pasifik dan Amerika. Untuk pembangunan IHP perlu melakukan konsorsium dengan melibatkan Main Line Operator (MLO) internasional untuk secara tidak langsung memaksa mereka untuk mengarahkan kapal-kapal di bawah kelolaan mereka untuk memanfaatkan IHP yang dibangun. Hal ini untuk menghindari under utilization atas IHP. E. Solusi untuk permasalahan 6 Pembangunan industri selama ini yang terpusat di Pulau Jawa akan semakin memberatkan wilayah tersebut serta menimbulkan disparitas yang tinggi dengan daerah di luar Jawa. Dengan demikian, pemerintah perlu mempermudah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memadai di luar Jawa, terutama di pulau-pulau besar. Pembangunan KEK itu sendiri pada dasarnya untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di Indonesia. Selain penyiapan lahan, hal pokok lain yang perlu dilakukan adalah mencari investor yang akan beroperasi di KEK, baik investor domestik maupun asing. Sebaiknya industri yang dibangun di KEK menggunakan bahan baku yang banyak tersedia di wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal seandainya karakter masyarakat di wilayah tersebut tidak tahan untuk melakukan aktivitas yang monoton yang umumnya terjadi di pabrik. F. Solusi untuk permasalahan 7 Kurangnya alokasi dana untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur terutama timbul karena sebagian besar anggaran pemerintah terserap untuk belanja wajib terutama belanja gaji serta subsidi bahan bakar dan energi yang jumlahnya masing-masing di atas belanja infrastruktur. Oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa kebijakan strategis diantaranya sebagai berikut. Pertama, melakukan kebijakan negative growth terhadap jumlah pegawai yang didahului dengan analisis beban kerja untuk menentukan kebutuhan jumlah pegawai untuk

9 suatu fungsi. Dengan kemajuan teknologi yang ada, maka semestinya kebutuhan pegawai untuk melakukan suatu fungsi seharusnya jauh lebih sedikit dibanding saat teknologi masih rendah. Bilamana telah diperoleh jumlah yang optimal lewat analisis beban kerja, maka kebijakan negative growth untuk pegawai akan dihentikan dan diganti menjadi kebijakan zero growth jika komposisi pegawai telah optimal. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi ataupun meminimalkan penambahan belanja pegawai. Kedua, pemerintah dan dewan perlu kembali melakukan moratorium atas pemekaran wilayah sebab pemekaran wilayah memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan belanja pegawai. Dengan demikian dapat mencegah pembengkakan belanja pegawai yang akan mengambil porsi belanja infrastruktur. Ketiga, dana dekonsentrasi yang disalurkan selama ini sebagian besar untuk belanja barang dan belanja bantuan sosial yang sering kurang produktif. Oleh sebab itu, sebaiknya dana dekonsentasi lebih diarahkan untuk belanja modal infrastruktur. Untuk hal tersebut, pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat mengajukan kegiatan pembangunan infrastruktur yang akan dibiayai dengan dana dekonsentrasi sehingga dapat mengubah alokasi belanja dari dana dekonsentrasi. Kesimpulan Kuantitas dan kualitas infrastruktur Indonesia secara umum masih belum mendukung pembangunan ekonomi dan sosial secara optimal, bila dikaitkan dengan ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Secara lebih rinci dikemukakan sebagai berikut. 1. Perencanaan pembangunan infrastruktur belum dilakukan dengan baik pada berbagai tingkatan pemerintah. Hal ini menyebabkan sering terjadinya tumpang tindih pembangunan infrastruktur di satu wilayah ataupun tidak terkoneksinya suatu infrastruktur dengan infrastruktur yang lain yang semestinya harus terintegrasi sehingga sinergitasnya menjadi rendah dan bahkan pada beberapa kasus infrastruktur yang dibangun tidak digunakan. Kondisi ini timbul karena kelemahan sumber daya manusia pemerintah dalam perencanaan maupun keterlibatan legislatif yang seringkali bersifat destruktif bagi pembangunan infrastruktur yang baik. 2. Masih banyak infrastruktur dalam keadaan rusak, terutama jalan dan irigasi yang disebabkan oleh kurangnya kegiatan pemeliharaan. Ini disebabkan oleh: (1) keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk pemeliharaan infrastruktur, baik dalam APBN maupun APBD; (2) moral hazard oknum pemerintah yang membiarkan kerusakan menjadi parah agar perbaikan membutuhkan biaya besar yang mendatangkan peluang mendapat gratifikasi ataupun korupsi dengan jumlah lebih besar; (3) kurangnya kemauan politik pemerintah dan dewan, baik di daerah maupun pusat untuk melakukan pemeliharaan atas infrastruktur yang ada; dan (4) ketidakjelasan kepemilikan atas aset infrastruktur antar tingkatan pemerintahan.

10 3. Terjadinya ketimpangan ketersediaan infrastruktur antara KBI dan KTI terutama disebabkan oleh kebijakan pembangunan infrastruktur selama ini lebih condong ke KBI. Di samping itu, pembangunan infrastruktur di KTI umumnya berbiaya lebih tinggi mengingat kondisi geografis KTI yang merupakan daerah kepulauan serta bahan baku untuk membangun infrastruktur umumnya dipasok dari Jakarta dan Surabaya. 4. Indonesia membutuhkan pembangunan International IHP di bagian utara untuk menggantikan peran Singapura. Pembangunan yang terlalu difokuskan pada Pelabuhan Tanjung priok dan Tanjung Perak adalah kurang tepat karena keduanya berada pada jalan buntu dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri. 5. Pembangunan industri selama ini yang terpusat di Pulau Jawa akan menambah beban wilayah tersebut serta menimbulkan disparitas yang tinggi dengan daerah di luar Jawa. 6. Pemerintah mengalami kendala dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sebab anggaran belanja banyak terserap oleh belanja wajib yang sering tidak produktif. 7. Ketersediaan listrik di Indonesia merupakan yang terbesar di Asean. Namun bila dikaitkan dengan jumlah penduduk, luas wilayah, serta kebutuhan rumah tangga dan industri, maka jumlahnya masih jauh dari memadai untuk mendorong kegiatan investasi secara signifikan. Selain itu terjadi kesenjangan dalam pasokan listrik antara Pulau jawa dan Bali dengan pulaupulau di luarnya. Salah satu penyebabnya adalah luasnya wilayah cakupan layanan PLN sehingga membuat BUMN tersebut menanggung beban berat dan tidak fokus. 8. Panjang jalan di Indonesia merupakan yang terpanjang di Asean, namun persentase jalan yang diaspal dari total panjang jalan merupakan yang terendah di Asean. Di samping itu banyak jalan kondisi rusak. Khusus untuk jalan nasional, 10% dalam keadaan rusak. 9. Dari segi jumlah, Indonesia memiliki pelabuhan laut terbanyak di Asean, namun memiliki persoalan dengan panjang dermaga, terminal peti kemas, serta sarana dan prasarana penunjang pelabuhan laut lainnya. 10. Indonesia memiliki pelabuhan udara terbanyak di Asean, namun masih memiliki kelemahan pada panjang landasan pada pelabuhan udara utama, kelemahan pada sarana dan prasarana penunjangnya, serta rendahnya frekuensi penerbangan di daerah, terutama daerah kecil. 11. Perkembangan infrastruktur komunikasi di Indonesia terutama infrastruktur telepon selular dan internet sangat pesat namun kualitasnya masih rendah dan berbiaya tinggi. Pada bisnis ini terdapat kemungkinan adanya tacit collusion maupun kartel karena hubungan istimewa antar penyedia jasa layanan sehingga biaya komunikasi masih relatif tinggi. Rekomendasi Berdasarkan kajian ini, maka diketengahkan beberapa rekomendasi untuk melakukan pembenahan terhadap infrastruktur di Indonesia untuk mempercepat pembangunan di Indonesia.

11 1. Persoalan infrastruktur yang paling krusial di Indonesia adalah terbatasnya energi listrik yang menjadi penghambat kegiatan investasi terutama di luar Jawa dan Bali. Oleh sebab itu, pemerintah perlu lebih memfokuskan pada pembangunan infrastruktur listrik secara signifikan di luar Jawa dan Bali. Kebijakan yang perlu diambil diantaranya sebagai berikut. a. Mempercepat penggantian pembangkit listrik bertenaga diesel dengan sumber lain yang berbiaya lebih murah. b. Mengembangkan desa swadaya listrik untuk desa yang berada di remote area dengan memanfatkan sumber-sumber pembangkit listrik yang tersedia setempat. Ini untuk mengurangi penurunan daya listrik di jalan karena harus melayani remote area. Dengan demikian, listrik dari pembangkit PLN dapat lebih difokuskan pada wilayah padat penduduk serta kawasan industri dan perdagangan. c. Melakukan spin-off terhadap PLN menjadi dua perusahaan terpisah dimana satunya melayani Kawasan Barat Indonesia dan lainnya Kawasan Timur Indonesia agar lebih fokus dalam membenahi kesenjangan listrik antar wilayah. 2. Pengembangan pelabuhan laut sebaiknya lebih difokuskan pada perpanjangan dermaga dan fasilitas penunjang kegiatan pelabuhan dan merealisasikan pembangunan dua International Hub Port (IHP) di wilayah utara Indonesia, yaitu di Sulawesi Utara dan Sumatera Utara untuk memperbaiki sistem logistik nasional untuk menekan beban transpor domestik sehingga menaikan daya saing produk Indonesia di pasar global. 3. Dalam pembangunan IHP sebaiknya dibentuk konsorsium dengan melibatkan Main Line Operator (MLO) internasional. Melibatkan MLO internasional dalam konsorsium IHP dimaksudkan untuk secara tidak langsung memaksa mereka untuk mengarahkan kapal-kapal di bawah kelolaan mereka untuk memanfaatkan IHP yang dibangun. 4. Salah satu penyebab masalah dalam infrastruktur di Indonesia adalah lemahnya kegiatan perencanaan. Akibatnya, sering pembangunan infrastruktur daerah tidak sesuai dengan kebutuhan daerah ataupun tumpang tindih. Untuk membenahi kelemahan ini maka perencanaan infrastruktur sebaiknya dilimpahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu dibutuhkan kebijakan untuk meningkatnya kemampuan aparatur perencanaan di kabupaten/kota untuk merencanakan kebutuhan pembangunan infrastruktur di kabupaten/kota masing-masing sesuai kebutuhan daerah masing-masing, baik yang dapat dibiayai oleh APBD mereka sendiri maupun yang membutuhkan bantuan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Untuk mendukung hal ini, setidaknya 80% belanja pemerintah provinsi dan belanja kementerian dan lembaga di daerah harus berdasarkan permintaan dari kabupaten/kota. Untuk menerapkan hal ini, proposal dari kabupaten/kota sebaiknya dimasukan paling lambat akhir Maret pada periode t-1 dari tahun anggaran agar dapat diajukan pada anggaran provinsi maupun kementerian dan lembaga untuk dibelanjakan pada tahun anggaran berikut (t).

12 5. Dalam melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur perlu dibuat matriks infrastruktur berdasarkan wilayah yang mengaitkan infrastruktur yang akan dibangun dengan infrastruktur yang telah tersedia untuk menghindari tumpang tindih dan meningkatkan sinergitas antar infrastruktur yang ada serta menghindari pembangunan infrastruktur yang mubazir. 6. Perlunya diatur tentang sistem hukuman bagi pelaksana pembangunan infrastruktur daerah yang tidak sesuai rencana ataupun yang bersifat tumpang tindih lewat pengurangan atau penundaan distribusi dana perimbangan atau cara lain yang memungkinan. 7. Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur serta banyaknya infrastruktur yang rusak disebabkan oleh kurangnya kegiatan pemeliharaan. Untuk membenahi hal tersebut perlu dilakukan kebijakan sebagai berikut. a. Mewajibkan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga untuk menganggarkan persentase minimum tertentu dari total belanja untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pada setiap tingkatan pemerintah untuk beberapa kurun waktu ke depan sehingga ketersediaan infrastruktur yang baik dianggap cukup memadai. b. Melakukan identifikasi kembali atas infrastruktur yang ada dengan melibatkan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk memperoleh kejelasan kepemilikan atas aset infrastruktur sehingga objek yang harus dipelihara oleh tiap tingkatan pemerintah menjadi jelas. 8. Pembangunan industri selama ini yang terpusat di Pulau Jawa akan semakin memberatkan wilayah tersebut serta menimbulkan disparitas yang tinggi dengan daerah di luar Jawa. Dengan demikian, pemerintah perlu mempermudah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memadai di luar Jawa, terutama di pulau-pulau besar. Pembangunan KEK itu sendiri pada dasarnya dibutuhkan untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di Indonesia. 9. Selain penyiapan lahan, hal pokok lain yang perlu dilakukan adalah mencari investor yang akan beroperasi di KEK, baik investor domestik maupun asing. Sebaiknya industri yang dibangun di KEK menggunakan bahan baku yang banyak tersedia di wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal seandainya karakter masyarakat di wilayah tersebut tidak tahan untuk melakukan aktivitas yang monoton yang umumnya terjadi di pabrik. 10. Untuk memperbesar alokasi dana untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur maka perlu dilakukan beberapa kebijakan strategis diantaranya sebagai berikut. a. Melakukan pengurangan porsi belanja pegawai melakukan kebijakan negative growth terhadap jumlah pegawai yang didahului dengan analisis beban kerja untuk menentukan kebutuhan jumlah pegawai untuk suatu fungsi. Kebijakan negative growth nantinya akan diganti dengan kebijakan zero growth jika komposisi pegawai negeri telah optimal. b. Pemerintah dan dewan perlu kembali melakukan moratorium atas pemekaran wilayah sebab pemekaran wilayah memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan belanja pegawai. Dengan demikian dapat mencegah pembengkakan belanja pegawai yang dapat mengambil porsi belanja infrastruktur.

13 c. Dana dekonsentrasi yang disalurkan selama ini sebagian besar untuk belanja barang dan belanja bantuan sosial yang sering kurang produktif. Oleh sebab itu, sebaiknya dana dekonsentasi lebih diarahkan untuk belanja modal infrastruktur. Untuk hal tersebut, pemerintah kabupaten/kota perlu diwajibkan mengajukan kegiatan pembangunan infrastruktur yang akan dibiayai dengan dana dekonsentrasi berdasarkan perencanaan yang terintegrasi sehingga dapat mengubah alokasi belanja dari dana dekonsentrasi. Perlu dilakukan revisi regulasi dalam bidang komunikasi untuk mewajibkan penyedia jasa komunikasi untuk melayani daerah kecil (pasar kurus) jika mereka ingin memperluas cakupan di daerah besar (pasar gemuk) berdasarkan suatu rasio pembanding tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas jangkauan komunikasi di seluruh wilayah Indonesia. Kepustakaan Delmon, J. (2006), Infrastructure at the Crossroads : Lessons from 20 Years of World Bank experience, Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development. Willoughby, C. (2004), "Infrastructure and the Millennium Development Goals, Complementarity of Infrastructure for Achieving the Millennium Development Goals, Berlin: United Nations: ASEAN-Japan Transport Partnership, World Bank,

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG Dibawakan oleh Bp. Ir. Wilfred I. A. singkali *) PENGERTIAN PASAR : Pasar Produk Industri Pracetak dan Prategang : Adalah pasar konstruksi yang menggunakan

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Artikel Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka. Usia untuk sebuah bangsa yang semakin matang tersebut, tidak seharusnya menyurutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan berikut adalah sebuah pertanyaan yang tampak sederhana terhadap kondisi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan peningkatan yang significan tiap tahunnya, hal ini nyata dilihat sejak digulirnya konsep otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Tahun 2010 Kabupaten Sintang sudah berusia lebih dari setengah abad. Pada usia ini, jika merujuk pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang dikenal dengan Negara Kepulauan dengan luas daratan yang dimiliki melebihi luas lautannya, kini sedang berusaha untuk dapat bersaing dengan negara

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI OLEH: DRS.H.M. ILHAM ALIM BACHRIE, MM WAKIL KETUA UMUM KADIN SULAWESI SELATAN PENTINGNYA KAWASAN ANDALAN DI KTI Kawasan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH I. Pendahuluan Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH Oleh : Marsuki Disampaikan dalam acara Workshop Inn Red International dengan Tema : Manajemen Pembiayaan Infrasturktur Regional Pemerintah Daerah. Hotel

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

Oleh : Iman Sugema. Membangun Ekonomi Mandiri & Merata

Oleh : Iman Sugema. Membangun Ekonomi Mandiri & Merata Oleh : Iman Sugema Membangun Ekonomi Mandiri & Merata Pertumbuhan melambat, ketimpangan melebar, & kalah dagang GDP Growth 7.00 6.81 6.50 6.00 5.99 6.29 5.81 6.44 6.58 6.49 6.44 6.33 6.34 6.21 6.18 6.03

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan investasi pemerintah total dan menurut jenis yang dibelanjakan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Tingkat Pengangguran 1.3 Tingkat Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA Biro Riset LM FEUI Operator angkutan kereta api di Indonesia saat ini dilakukan oleh BUMN Perkeretaapian, yaitu PT. Kereta

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang satu pihak bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan listrik merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan berbagai kegiatan dapat dilakukan dengan adanya peralatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

PERAN APBN-P 2014 TERHADAP DISKUSI INDEF 20 MEI 2014

PERAN APBN-P 2014 TERHADAP DISKUSI INDEF 20 MEI 2014 PERAN APBN-P 2014 TERHADAP PERCEPATAN INFRASTRUKTUR DISKUSI INDEF 20 MEI 2014 Kondisi Infrastruktur di Indonesia (1) Perkembangan Infrastruktur di Indonesia relatif lambat Infrastruktur Indonesia menempati

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan Rilis PUPR #1 18 Juli 2017 SP.BIRKOM/VII/2017/352 Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan Yogyakarta--Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Ekonomi Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah merupakan kerangka implementatif atas pelaksanaan RKPD Kabupaten Sijunjung Tahun

Lebih terperinci