PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)"

Transkripsi

1 PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh: USTIKA HANIS PRAMUDYA C PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 i

2

3

4

5 PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil peraturan hukum, penerapan hukum dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur di Pengadilan Negeri Surakarta. Metode penelitian menggunakan pendekatan hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif, sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan. Model analisis menggunakan interactive model of analisys. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kejahatan pemerkosaan, telah di atur dalam KUHP maupun dalam ketentuan peraturan lain yang lebih khusus, seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, upaya pemberian sanksi hukuman tambahan juga telah diberlakukan dengan dikeluarkannya PERPPU tentang hukuman kebiri. Penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan adalah dengan mencari dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, dimana hakim akan berpegang teguh pada yang dirumuskan dalam surat dakwaan penuntut umum. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan adalah dengan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan terdakwa, serta mempertimbangkan nilai keadilan baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum. Kata kunci: anak, pemerkosaan, dan putusan ABSTRACT This study aimed to determine the profile of the rule of law, implementation of laws and consideration of the judge in the verdict in the criminal act of rape against children who are still minors in Surakarta District Court. The research method uses normative legal approach that is descriptive, the source data consists of primary and secondary data sources. Data were collected by technical literature studies and field studies. Model analysis using interactive models of analisys. The results showed the existence of legislation governing the crime of rape, has been set in the Criminal Code and the provisions of other, more specialized, such as the Law on Child Protection, the effort sanctioning additional sentences have also been imposed by the issuance PERPPU punishment emasculated, Application of the law by judges in decisions is to find and validate the material based on the facts revealed during the trial, where the judge will cling formulated in the indictment the prosecutor. The basic consideration in decisions judge is consideration of the aggravating things and the things that relieve the defendant, as well as considering the value of justice for victims, defendants, and society in general. Keywords: children, rape, and the verdict 1

6 1. PENDAHULUAN Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan yang berat terhadap korban, seperti kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan sanksi hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi pelaku. Korban tindak kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan keadilan, baik dari segi hukum maupun dari segi pemulihan mental dan psikis. Terlebih yang menjadi korban tindak kejahatan pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Keberadaan anak yang mempunyai peran sebagai penerus generasi bangsa harus dijaga keberadaanya. Perlu adanya perhatian dan perlindungan khusus terhadap kehidupan anak agar terhindar dari tindak kejahatan yang akan mengancam keselamatan dirinya. Perlu adanya peran dari lingkungan terdekat seperti keluarga untuk menjamin keamanan dan kenyamanan anak. Keberadaan keluarga harus mampu melindungi, menyayangi, dan mengasihi sebagai satu kesatuan keluarga yang aman dan nyaman bagi perkembangan anak. Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Pengertian perkosaan sendiri adalah seseorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani. 2 Tindak kejahatan pemerkosaan tidak hanya melanggar norma kesusilaan dan norma agama saja, tetapi juga telah melanggar hak asasi manusia yang melekat pada diri korban, apalagi yang menjadi korban pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Pelaku pemerkosaan harus mendapatkan hukuman yang berat, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Perlu adanya peraturan hukum yang 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama, 2011, hal

7 mengatur mengenai sanksi hukuman yang berat terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan, selain itu juga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi hukuman tersebut. Tindak kejahatan pemerkosaan secara umum telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286. Tindak kejahatan Pemerkosaan dengan korban anak yang masih di bawah umur dengan korban orang dewasa tentunya akan berbeda, baik dari penanganan korbanya maupun penegakan hukumnya. Korban pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tentunya masih memiliki masa depan yang panjang yang seharusnya mampu dijaga dan dilindungi, karena merupakan generasi penerus kehidupan bangsa. Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur telah diatur sendiri di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),(2),(3). Pemberian sanksi hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur harus dilakukan, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Pemerintah dalam menanggapi meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual. Penerapan sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan, terutama terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Sanksi pidana bertujuan untuk memperbaiki pribadi terpidana berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna. 3 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah antara lain: (1) Bagaimanakah profil peraturan hukum 3 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana,Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 4. 3

8 tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?, (2) Bagaimanakah penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?, dan (3) Apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, untuk mengetahui penerapan hukum dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur di Pengadilan Negeri Surakarta. Adapun manfaat dari penelitian ini yang bersifat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya hukum pidana, terutama mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Manfaat yang bersifat praktis adalah: (1) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh, dan (2) Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 2. METODE Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan hukum yuridis normatif yaitu: pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatannya. 4 Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal 17. 4

9 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Peraturan Hukum tentang Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak yang Masih di Bawah Umur Negara telah menjamin hak-hak setiap warga negara untuk hidup, sejak mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Hal tersebut telah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya: Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 I Ayat (1), Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 39 Tahun 1999 juga telah mengatur tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 4. Secara umum peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai perlindungan anak, seperti dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, khususnya Pasal 1 Butir (2). Sedangkan mengenai kejahatan pemerkosaan telah diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kejahatan kekerasan di dalam KUHP dapat digolongkan antara lain: (1) Kejahatan terhadap nyawa orang lain Pasal KUHP, (2) Kejahatan penganiayaan Pasal KUHP, (3) Kejahatan seperti pencurian, penodongan, perampokan Pasal 365 KUHP, (4) Kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285 KUHP, dan (5) Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karna kealpaan, Pasal KUHP. 5 Adapun bentuk-bentuk tindak pidana kekerasan antara lain: (1) Tindak pidana pembunuhan, (2) Tindak pidana penganiayaan berat, (3) Tindak pidana pencurian dengan kekerasan, (4) Tindak pidana perkosaan, dan (5) Tindak pidana kekerasan terhadap ketertiban umum. 6 Tindak kejahatan pemerkosaan secara umum telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286. Mengenai sanksi hukuman terhadap kejahatan pemerkosaan di bawah umur, telah diatur di dalam KUHP pada Pasal 287 Butir (1) dan (2). Ketentuan yang masih sama tentang tindak pidana pemerkosaan juga telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 294 Butir (1) dan (2). Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur juga telah diatur secara khusus di dalam 5 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia. hal Ibid. 5

10 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1), (2), (3). Pemerintah dalam menanggapi meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan, khususnya terhadap anak di bawah umur, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut dikeluarkan dengan tujuan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan oleh pelaku-pelaku lain. Keberadaan sanksi hukuman tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan. Selain itu keberadaan sanksi hukuman tersebut juga diharapkan akan memberikan pembelajaran kepada masyarakat secara umum agar tidak melakukan perbuatan yang serupa. Penerapan Hukum oleh Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak yang Masih di Bawah Umur Surat dakwaan merupakan dasar dalam menyusun surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum, yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses penyelesaian perkara pidana, di mana dalam membuat dakwaan penuntut umum harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan agar dakwaanya dianggap sah. 7 Pertama, dakwaan Penuntut Umum untuk Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN.Ska. Surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yaitu berupa dakwaan alternatif, yakni jenis dakwaan yang terdakwanya didakwa dengan lebih dari satu perbuatan, yang diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: (1) Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (2) Pasal 82 UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; (3) Pasal 287 ayat (1) KUHP. Karena dakwaan disusun secara Alternatif, maka hanya dakwaan yang mendekati fakta-fakta di persidangan yang akan dibuktikan, yakni dakwaan Ketiga Pasal 287 ayat (1) KUHP. 7 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 6

11 Kedua, dakwaan Penuntut Umum untuk Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. Jaksa penuntut harus benar-benar cermat dan jeli dalam menyususn surat dakwaan, agar dakwaan tersebut sesuai dapat dibuktikan dalam persidangan sesuai dengan pasal yang didakwakan kepada terdakwa. 8 Adapun surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa Penuntut Umum, yaitu berupa dakwaan Alternatif, yakni jenis dakwaan yang terdakwanya didakwa dengan lebih dari satu perbuatan, yang diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: (1) Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, (2) Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Karena dakwaan disusun secara alternatif maka hanya dakwaan yang mendekati fakta-fakta di persidangan yang akan dibuktikan, yakni dakwaan Pertama Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Penyusunan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, baik dalam Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. maupun Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN.Ska, telah dianggap sesuai dengan hasil pemeriksaan dan penyidikan. Di mana telah terpenuhinya dua syarat dalam dakwaan penuntut umum, yakni: (a) Syarat formil mengenai identitas terdakwa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Pasal 143 Ayat (2) Huruf A, dan (b) Syarat materil berkaitan mengenai penerapan hukum materil dalam perkara yang penulis bahas ini telah dianggap terpenuhi. Di mana diuraikan secara jelas mengenai kronologis, tempat dan waktu dari kejadian perkara tersebut yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Pasal 143 ayat (2) Huruf B. Selanjutnya, dalam dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum menggunakan dakwaan Alternatif. Di mana dalam dakwaan tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan yang mendekati fakta-fakta di 8 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 7

12 persidangan, sehingga jika salah satu dakwaan telah terbukti maka dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam dakwaan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska. yang dibuktikan adalah Pasal 287 ayat (1) KUHP. Hal tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa. 9 Adapun kualifikasi unsur-unsur tindak pidananya adalah sebagai berikut: Mengenai Unsur barang siapa dalam hal ini dianggap telah terpenuhi, dalam dalam dakwaan Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska di mana yang menjadi Terdakwa Alfin Ardian alias Pincuk bin Joko Catur Supriyadi. Hal tersebut di dasarkan pada saat melakukan perbuatannya para terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, cakap, serta tidak ada tekanan atau paksaan sehingga dapat dipertanggung-jawabkan perbuatanya, serta para terdakwa telah membenarkan pula seluruh identitasnya dalam surat dakwaan. Sementara untuk unsur bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dianggap telah terpenuhi, hal tersebut didasarkan pada saat terdakwa dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk saksi korban yang bukan istrinya untuk melakukan hubungan badan, dimana pada saat kejadian tersebut saksi korban masih di bawah umur, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya Akta Kelahiran nomor 1255/tp/1996 tanggal 31 Maret 1997, dimana berdasarkan akta kelahiran tersebut saksi korban masih berumur 15 tahun. Selanjutnya, untuk unsur padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk kawin dianggap telah terpenuhi, hal tersebut didasarkan pada Akta Kelahiran Nomor 1255/tp/1996 tanggal 31 Maret 1997, dimana berdasarkan akta kelahiran tersebut saksi korban masih berumur 15 tahun dan masih sekolah di SMAN 7 Surakarta kelas I, sehingga saksi korban dianggap belum masanya untuk dikawin. 9 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 8

13 Dasar-dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan dalam Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak yang Masih di Bawah Umur Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terlebih dahulu akan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang akan dijadikan dasar dan pijakan dalam membuat suatu putusan. 10 Hakim akan menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa, kemudian memberikan penilaian serta menghubungkan dengan hukum yang sesuai, dengan harapan dapat memberikan suatu putusan yang mencerminkan rasa keadilan yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada TuhanYang Maha Esa. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim dalam sebuah putusan pemidanaan harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dimana putusan yang dihasilkan didasarkan sekurang-kurangnya pada dua alat bukti yang sah, serta dari keyakinan hakim dalam memutus perkara tersebut. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 11 Pertama, alat bukti. Alat bukti yang di anggap sah yang akan di jadikan sebagai bahan pertimbangan bagi majelis hakim dalam perkara ini, yakni berlandaskan pada fakta-fakta yang terungkap persidangan berupa: (1) Keterangan Saksi, dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska yakni: Wahyu Sulistyana Jaya Negara bin Pipit Supriyadi (Alm), Bergas Longgor Winengku, Bryan Anggasi Pasca Perdana, Eddy S Wirahbumi. Sedangkan dalam Putusan Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. yakni: Evi Dianawati, Reno Dewi Vransisca binti Kelik Rusyanto, Muhammad Ni am Faradis bin Sardi, Kartika Putri Wijayanti, Edytya Kenintom; (2) Alat bukti surat, berupa Visum Et Repertum dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN.Ska berupa Visum Et Repertum nomor SFK-49/VER/X/2011/Ur Kes. tertanggal 25 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh Dr. D. Aji Kadarmo, Sp.F.DFM. Putusan Nomor 10 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal

14 Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. berupa Visum Et Repertum dari RSUD DR. Moewardi Surakarta Nomor: VER/044/IRM/RSDM/XII/2015 tanggal 12 Desember 2015 pemeriksaan oleh DR. dr. Abdurahman Laqif, Sp. OG (K), terhadap Reno Dwi Vrancisca; dan (3) Keterangan Terdakwa dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska yakni: terdakwa Alfin Ardian alias Pincuk bin Joko Catur Supriyadi, sedangkan dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN yakni: terdakwa Warso alias Pendek bin Sonorejo. Adapun alat bukti di atas dianggap sah, di mana hal tersebut didasarkan bahwa apabila alat bukti tersebut saling dihubungkan satu sama lain terdapat kesesuaian antara keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta alat bukti surat. Dengan mendasarkan kesesuaian tersebut, maka akan di peroleh fakta hukum yang meyakinkan bagi majelis hakim, yang selanjutnya akan di jadikan dasar dalam membuat putusan. 12 Pertanggung-jawaban pidana, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdakwa dianggap mampu untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, di mana terdakwa dalam keadaan sadar serta mengetahui akibat yang akan timbul dari perbuatannya, serta terdakwa dalam keadaan sehat baik jasmani dan rohaninya serta dianggap cakap untuk mampu menilai baik dan buruk akan perbuatannya. Disisi lain juga tidak ditemukan adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf dari perbuatan terdakwa, yang dapat menjadi dasar alasan penghapusan pidana. Kualifikasi unsur-unsur dari pasal yang diterapkan kepada terdakwa, baik dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska, maupun Putusan Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. bila dikaitkan dengan Kesesuaian antara Pertimbangan Hakim, Dakwaan Penuntut Umum, dan Alat Bukti, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa telah dipenuhinya unsur dan syarat dipidananya terdakwa. Hal tersebut didasarkan dari hasil pemeriksaan di persidangan, di mana alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang didalamnya terdapat 12 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 10

15 keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga di dukung dari pengakuan para terdakwa yang mengakui secara jujur atas perbuatannya. Dengan demikian Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu tindak pidana telah sesuai. Kedua, pertimbangan hakim. Pertimbangan hakim tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung terhadap salah satu hakim yang memeriksa dan mengadili kasus tersebut yakni Bapak Agus Iskandar yang pada intinya beliau mengatakan: (1) Hakim sebelum menjatuhkan putusan, maka akan terlebih dahulu memeriksa perkara pidana, dimana hakim akan berusaha mencari dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, selain itu hakim juga akan berpegang teguh pada yang dirumuskan dalam surat dakwaan penuntut umum; (2) Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa juga sangat memperhatikan dari sifat kejahatan dan juga faktor yang melatar belakangi dari terdakwa, serta dampak sosial akibat kejahatan tersebut; dan (3) Hakim juga akan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan bagi terdakwa. 13 Adapun hal-hal yang meringankan dan memberatkan para terdakwa dalam putusan yang di jatuhkan oleh majelis hakim. Dalam hal ini penulis akan berusaha untuk menguraikan pertimbangan tersebut yakni: (1) Hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Hal-Hal yang meringankan para terdakwa dalam putusan yang di jatuhkan oleh majelis hakim antara lain: (a) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatanya. Menurut pandangan penulis, Penyesalan yang dilakukan oleh terdakwa atas perbuatannya, merupakan sebagai wujud keinginan untuk kembali menjadi pribadi yang benar, dimana terdakwa menyadari akan perbuatannya, dan ingin menjadikan hukuman tersebut sebagai penyesalan dengan wujud pembelajaran untuk memperbaiki diri, serta tidak mengulangi perbuatannya lagi; (b) Terdakwa berterus-terang dan bersikap sopan 13 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 11

16 selama persidangan. Menurut pandangan penulis bahwa sikap berterus terang dan sopan merupakan hal wajib yang harus dilakukan oleh terdakwa, hal tersebut dijadikan sebagai cerminan wujud penyesalan atas perbuatannya, serta untuk memperbaiki sikapnya; (c) Terdakwa belum pernah dihukum. Menurut pandangan penulis, bahwa para terdakwa sebelum melakukan tindak pidana masih dianggap sebagai pribadi yang baik. Dalam hal ini terdakwa dianggap sebagai pribadi yang terpengaruh ketika melakukan tindak pidana tersebut; (d) Para terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Menurut pandangan penulis, bahwa terdakawa merupakan kepala keluarga, dan juga sebagai tulang punggung bagi keluarganya, sehingga apabila terdakwa di jatuhi hukuman terlalu lama akan berdampak bagi keluarga terdakwa terutama dalam hal ekonomi, karena dalam hal ini keluarga tidak mendapatkan nafkah dari terdakwa selama dalam penjara. 14 Selanjutnya untuk yang kedua, hal-hal yang memberatkan para terdakwa dalam putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim antara lain: (a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Menurut pandangan penulis, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah menyebabkan keresahan dan ketakutan bagi masyarakat, sehingga perlu adanya ketegasan dari aparat penegak hukum, dalam hal ini majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal, agar hukuman tersebut mampu menjadikan pembelajaran khususnya bagi terdakwa, dan masyarakat pada umumnya, sehingga penjatuhan hukuman tersebut dianggap sesuai; (b) Perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban. Menurut pandangan penulis, perbuatan terdakwa bisa dikatakan sebagai perbuatan yang telah merampas hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa. Dengan demikian tindak pidana yang di lakukan oleh para terdakwa di anggap sebagai perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Dalam hal ini, terdakwa tidak pernah memperhitungkan bagaimana akibat yang akan terjadi dengan korban, dalam hal ini kerugian yang timbul bagi korban, baik dari segi moril maupun materiil. Dengan demikian, penjatuhan hukuman oleh hakim terhadap para terdakwa dianggap sebagai suatu bentuk agar menciptakan keadilan 14 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 12

17 bagi korban, bagaimana pun perbuatan terdakwa tidak dapat dibenarkan, sehingga sudah seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan demikian penjatuhan hukuman dengan mempertimbangkan hal yang memberatkan ini dianggap telah sesuai. 15 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana adalah untuk memperbaiki terdakwa agar tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut. Pemberian sanksi pidana dengan menimbulkan efek jera bagi pelaku berupa kepastian hukum, dengan memberikan pertimbangan dari segi pelaku berupa motif dan tujuan pelaku dalam melakukan tindak pidana tersebut. sedangkan dari segi korban berupa penderitaan yang dialami korban, serta memberikan nasehat bagi terdakwa selama dalam proses persidangan, dengan tujuan agar terdakwa menyadari perbuatannya dan diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum. 4. PENUTUP Kesimpulan Pertama, keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kejahatan pemerkosaan, baik dalam KUHP maupan dalam ketentuan peraturan lain yang lebih khusus, seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, adalah untuk melindungi keberadaan anak dari segala bentuk tindak kejahatan pemerkosaan. Upaya pemberian sanksi hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak juga telah diberlakukan dengan dikeluarnya Perppu tentang hukuman kebiri, tujuannya adalah untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Kedua, penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, adalah dengan mencari dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta hakim akan berpegang teguh pada yang dirumuskan dalam surat dakwaan penuntut umum. 15 Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB. 13

18 Ketiga, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur adalah dengan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan terdakwa, serta mempertimbangkan nilai keadilan baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum. Saran Pertama, bagi aparat penegak hukum, diharapkan dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kejahatan pemerkosaan, baik dalam KUHP maupan dalam ketentuan peraturan lain yang lebih khusus, seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, mampu menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk menindak setiap pelaku tindak pidana pemerkosaan, khususnya bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Pemberian sanksi hukuman tambahan juga harus mampu dilakukan oleh aparat penegak hukum, hal tersebut didasarkan dengan dikeluarnya Perppu tentang hukuman kebiri, dimana tujuan utamanya adalah untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Kedua, bagi lembaga peradilan, diharapkan dalam menerapkan hukum, ketika menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, untuk lebih tegas, demi memenuhi rasa keadilan, baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum, sehingga tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur dapat dihapuskan. Ketiga, bagi hakim, diharapkan dalam menjatuhkan putusan untuk membuat dasar-dasar pertimbangan sendiri sesuai dengan keyakinan dari hakim dan berdasarkan ketentuan yang berlaku, serta alangkah baiknya dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum menjatuhkan putusan, perlu juga memperhatikan faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana tersebut, sehingga diharapkan ada jalan keluar, agar tindak pidana pemerkosaan khususnya terhadapa anak yang masih di bawah umur tersebut tidak terulang kembali. 14

19 Persantunan Skripsi ini, penulis persembahkan kepada: Orang tua saya tercinta atas doa, dukungan yang penuh dan juga penantiannya. Saudara-saudaraku tersayang atas dukungan, doa dan semangatnya. Teman-teman dan sahabat-sahabat tak terkecuali, terimakasih atas do a, dorangan dan semangatnya atas motivasi, dukungan dan doanya selama ini. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Marpaung, Leden, 2009, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika. Mertokusumo, Sudikno 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Jogjakarta: Liberty. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soesilo, R, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia. Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan, 2011, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama. Soebekti, R., dan R. Tjitrosudibyo, 1983, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 15

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS. ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.) ABSTRACT : Oleh : Ida Ayu Vera Prasetya A.A. Gede Oka Parwata Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perjalanan tahun ini, kita telah dihadapi dengan bermacammacam persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang terjadi pada kehidupan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH 1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar )

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar ) PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar ) ALDILLA AYU CHANDRA NIM : 11100068 Abstrak : Penerapan sanksi hukum oleh hakim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum serta merupakan proses penyesuaian masyarakat terhadap kemajuan jaman. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum.ini mudah terlihat pada perumusan perumusan dari tindak pidana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS KASUS TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN YANG BERKEDOK PEMBERANTASAN DUKUN SANTET

TINJAUAN YURIDIS ATAS KASUS TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN YANG BERKEDOK PEMBERANTASAN DUKUN SANTET TINJAUAN YURIDIS ATAS KASUS TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN YANG BERKEDOK PEMBERANTASAN DUKUN SANTET (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Wonosobo dan Pengadilan Negeri Brebes) Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI) PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI) Oleh : Putu Dian Asthary I Gst Agung Ayu Dike Widhyaastuti Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Udayana ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

SKRIPSI. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR (Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah)

SKRIPSI. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR (Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah) SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR (Studi Kasus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia Tuhan dari sebuah ikatan perkawinan. Setiap anak yang dilahirkan adalah suci, oleh karena itu janganlah sia-siakan anak demi penerus generasi

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

PROSES PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN PELAKU DAN KORBAN ANAK DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PROSES PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN PELAKU DAN KORBAN ANAK DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PROSES PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN PELAKU DAN KORBAN ANAK DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI Oleh: Desak Made Pratiwi Dharayanti A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is

Lebih terperinci

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA Oleh: Brian Edward Samuel Sorongan I Ketut Keneng, SH., MH. Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH I Dewa Made Suartha I Ketut Keneng Hukum Acara Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR Oleh Ida Ayu Ary Widiatmika Anak Agung Sri Utari Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Criminal offenses or crimes commited by

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.99, 2016 SOSIAL. Perlindungan Anak. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882). PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan sanksi pidana bagi anak, tindak pidana persetubuhan.

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan sanksi pidana bagi anak, tindak pidana persetubuhan. ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan Nomor : 01. / Pid.sus-An / 2015 / PN.Ngw) Oleh : Yon Tedy Teja Mukti NPM. 12100015

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta No. : 255/Pid.Sus/2011/PN.YK.) S K R I P S I Oleh: YOHANES BOYKE

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana

Lebih terperinci

[

[ PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN. TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt) S K R I P S I Oleh : MOHAMAD RIANSYAH SUGORO E1E004146 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA Oleh Ni Putu Ari Manik Wedani Pembimbing Akademik Nyoman Satyayudha Dananjaya Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia memiliki tujuan yang sangat jelas dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PEMBUKTIAN PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DENGAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO (Studi Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2013/PN.SKH) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh I Nyoman Adi Wiradana Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI ANAK DIBAWAH UMUR TANPA SUMPAH DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS TINDAK PIDANA MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM NOMOR:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci