ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes)"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) SKRIPSI ANITA DWI SATYA WACANA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN ANITA DWI SATYA WACANA. Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA). Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang tumbuh dengan baik di dataran rendah. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tingkat permintaan dan kebutuhan bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini sangat menguntungkan untuk diusahakan. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4,56 kilogram atau 0,38 kilogram per kapita per bulan. Oleh karena itu permintaan bawang merah akan terus meningkat dengan perkiraan 5 persen per tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Di Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes menyuplai sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23 persen kebutuhan bawang merah nasional. Tujuan dari penelitian ini antara lain : (1) Menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, (2) Menganalisis fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah, (3) Menganalisis efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian dilakukan di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Februari hingga Maret 2011 yang merupakan tahap pengumpulan data primer di lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapang, baik melalui pengamatan langsung dengan menggunakan kuisioner dan wawancara pada sejumlah petani dan lembaga pemasaran yang terlibat (responden) pada wilayah pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pemilihan petani responden dilakukan dengan teknik random sampling. Jumlah petani yang dijadikan sebagai responden berjumlah 30 orang yang dianggap telah mewakili populasi petani bawang merah di Kelurahan Brebes. Penentuan responden lembaga pemasaran lainnya dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran pemasaran bawang merah di lokasi penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari lembaga pemasaran sebelumnya dari tingkat petani sampai ke pedagang pengecer. Pedagang yang diambil sebagai ii

3 sampel terdiri dari sepuluh orang pedagang pengumpul, empat orang pedagang pengirim, lima orang pedagang besar, dan enam orang pedagang pengecer. Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat saluran pemasaran, yaitu pola saluran pemasaran I : petani pedagang pengumpul pedagang pengirim pedagang besar non lokal (Sumatra) pedagang pengecer non lokal (Sumatra) konsumen non lokal. Pola saluran pemasaran II : petani pedagang pengumpul pedagang pengirim pedagang besar non lokal (Jawa) pedagang pengecer non lokal (Jawa) konsumen non lokal. Pola saluran pemasaran III petani pedagang besar lokal pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Pola saluran pemasaran IV petani pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Masing-masing lembaga pemasaran yang berada di Kelurahan Brebes memiliki fungsi sesuai dengan peran dan kebutuhannya. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat pasar persaingan sempurna, struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar bersifat oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga yang terjadi baik di tingkat petani hingga di pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan bersama. Pembayaran yang dilakukan oleh petani dan pedagang besar dilakukan dengan sistem pembayaran angsuran, sedangkan dari pedagang besar hingga ke pedagang pengecer, pembayaran dilakukan dengan sistem pembayaran tunai. Kerjasama yang dilakukan antar lembaga pemasaran baik di tingkat pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar dan pedagang pengecer berlangsung dengan baik dan telah dilakukan untuk waktu yang lama. Berdasarkan hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya, pola saluran pemasaran III memiliki rasio keuntungan terhadap biaya terbesar, yaitu sebesar 7,25. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang dilakukan terhadap empat pola saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Kelurahan Brebes, dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang paling efisien karena memiliki margin pemasaran peling kecil, farmer s share paling besar, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang cukup besar dibandingkan dengan pola saluran pemasaran lainnya. Namun pada pola saluran pemasaran IV, jumlah petani responden yang terlibat dalam kegiatan pemasaran relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah petani responden pada pola saluran pemasaran I. Volume produk yang dipasarkan pada pola saluran pemasaran IV berjumlah kecil, sehingga nilai keuntungan total yang diperoleh petani dan lembaga pemasaran lainnya relatif sedikit. Pola saluran pemasaran yang dianggap lebih menguntungkan bagi petani dan lembaga pemasaran lainnya adalah pola saluran pemasaran I, karena pada pola saluran pemasaran I petani dan lembaga pemasaran lainnya dapat menjual bawang merah dalam volume yang lebih besar sehingga menhasilkan keuntungan total yang lebih besar pula meskipun dengan margin pemasaran terbesar, farmer s share terkecil dan rasio keuntungan terhadap biaya terkecil. iii

4 ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) ANITA DWI SATYA WACANA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) : Anita Dwi Satya Wacana : H Disetujui, Pembimbing Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Juni 2011 Anita Dwi Satya Wacana H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak R.S. Basuki dan Ibu Intan Nurcahya. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 030 Sukajadi Pekanbaru pada tahun , SD Negeri 10 Petang Kebon Jeruk Jakarta Barat pada tahun 1999 dan menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Cempaka Cirebon pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 1 Sumber Cirebon. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Sumber Cirebon. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Kemudian pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Sebagai Mayor. vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkah, rahmah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes). Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi lembaga pemasaran, struktur, dan perilaku pasar serta efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penulis menyadari, dalam menyelesaikan skripsi masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun diharapkan skripsi ini dapat menjadi masukkan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Juni 2011 Anita Dwi Satya Wacana viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, waktu, bimbingan, solusi dan kesabaran yang telah diberikan selama penulis menyusun skripsi ini. 2. Dr. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Joko Purwono yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis yang selalu memberikan saran, masukkan kepada penulis. 4. Pihak Kelurahan Brebes dan Kecamatan Brebes atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 5. Ketua dan staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes, petani dan pedagang responden, atas waktu, fikiran dan bantuannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Ayahanda R.S Basuki dan Ibunda Intan Nurcahya, abangku Rurys Setyawan, adikku Tomy Pasi Oktava yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa kepada penulis selama ini. 7. Akhyar Sulaiman Pattiradja atas panduan dan bantuannya dalam membantu penulis melakukan penelitian dan pencarian data primer di Kelurahan Brebes. 8. Bang Herry, Mbak Melani, Kineta, Tante Lutfiah dan keluarga atas bantuannya sebagai penerjemah selama penulis melakukan kegiatan pengumpulan data primer di Kelurahan Brebes. 9. Agribisnis 44, Mega, Nunu, Asti, dan Nuning serta teman-teman Agribisnis 44 yang telah meluangkan waktu untuk sharing dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. ix

10 10. Teman-teman Puri Sembilan, Sri, Ivon, Anis, Nella atas kehadirannya mendukung penulis dalam seminar skripsi dan ibu Yanti yang selalu memberikan dukungan, masukkan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 11. M. Syafriyansyah Bermani atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar penulis. x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Syarat Tumbuh dalam Budidaya Bawang Merah Perlakuan Pasca Panen Studi Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Fungsi Lembaga Pemasaran Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Efisiensi Saluran Pemasaran III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Fungsi Lembaga Pemasaran Struktur Pasar Perilaku Pasar Efisiensi Pemasaran Margin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Saluran Pemasaran Analisis Fungsi Pemasaran Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis Margin Pemasaran Analisis Farmer s Share xiii xiv xv xi

12 4.4.6 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Keadaan Penduduk Karakteristik Petani Responden Tataniaga Bawang Merah VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola Saluran Pemasaran I Pola Saluran Pemasaran II Pola Saluran Pemasaran III Pola Saluran Pemasaran IV Fungsi Lembaga Pemasaran Struktur Pasar Perilaku Pasar Analisis Efisiensi Pemasaran VII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun Perbandingan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani dan di Tingkat Konsumen Tahun Tinjauan Penelitian Terdahulu Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Sudut Pembeli Luas Lahan di Kelurahan Brebes Tahun Jumlah Penduduk Kelurahan Brebes Berdasarkan Usia tahun Jumlah penduduk Kelurahan Brebes berdasarkan mata Pencaharian Tahun Karakteristik Petani Responden Usahatani Bawang Merah di Kelurahan Brebes tahun Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran bawang Merah di Kelurahan Brebes Analisis Margin Pemasaran Bawang Merah pada Bulan Februari-Maret 2011 di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Farmer s Share pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di 76 Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Rasio Keuntungan dan Biaya pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Konsep Margin Pemasaran... Halaman Skema Kerangka Pemikiran Operasional Alur Pengambilan Sampel Petani dan Pedagang Perantara 35 Bawang Merah di Kelurahan Brebes Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kabupaten Brebes.. 48 xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner Petani Kuisioner Pedagang Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran I Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran II Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran III Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran IV 95 xv

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang agribisnis. Komoditas hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Salah satu produk dari komoditas sayuran adalah bawang merah. Di Indonesia tanaman bawang merah telah lama diusahakan oleh petani sebagai usahatani komersial. Tingkat permintaan dan kebutuhan bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini sangat menguntungkan untuk diusahakan. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4,56 kilogram atau 0,38 kilogram per kapita per bulan. Oleh karena itu permintaan bawang merah akan terus meningkat dengan perkiraan 5 persen per tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia 1. Permintaan bawang merah pada tahun 2005 mencapai kilogram dengan rincian kilogram untuk kebutuhan konsumsi dan ,000 kilogram untuk kebutuhan lain seperti benih, industri dan ekspor. Dengan perkiraan peningkatan permintaan sebesar 5 persen per tahun, maka pada tahun 2009, estimasi permintaan bawang merah adalah sebesar kilogram dengan rincian kilogram untuk kebutuhan konsumsi dan ,000 kilogram untuk kebutuhan lain 2. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang tumbuh dengan baik di dataran rendah. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Selain itu, bawang merah juga memiliki manfaat sebagai obat tradisional seperti kompres penurun panas, Anonim Konsumsi Bawang Merah Indonesia Per Kapita. php?. [diakses 30 Mei 2011]. Anonim Permintaan Bawang Merah Nasional. [diakses 30 Mei 2011]. 1

17 diabetes, penurun kolesterol darah dan kadar gula darah, mencegah pengerasan dan penebalan pembuluh darah, dan maag karena kandungan senyawa allin dan allisin di dalamnya. Selain itu, peningkatan pertumbuhan industri makanan juga turut meningkatkan permintaan bawang merah dalam negeri diluar kebutuhan konsumsi restoran dan hotel serta industri olahan lainnya seperti acar, bumbu, bawang goreng dan bahan baku campuran obat-obatan. Di Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes menyuplai sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23 persen kebutuhan bawang merah nasional. Dengan produksi sebesar kilogram pada tahun 2009, pertanian bawang merah menyumbang PDRB Kabupaten Brebes sebesar 58 persen 3. Beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan di Kabupaten Brebes adalah varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau). Namun hanya bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning yang dikembangkan di Kelurahan Brebes. Bawang merah di Kelurahan Brebes ditanam dengan sistem monokultur maupun tumpang gilir, dengan waktu panen raya pada bulan Mei-Juni dan Agustus-September. Beberapa faktor iklim yang penting dalam budidaya bawang merah adalah ketinggian tempat, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Sebagai komoditas unggulan yang sekaligus menjadi andalan di Kabupaten Brebes, bawang merah dikembangkan di 10 wilayah Kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas utama tersebut, yaitu Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Larangan, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Losari, Kecamatan Kersana, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Larangan, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes. 3. Nurdin, Mohammad Boks Laporan dan Analisis Hasil Liaison Ad Hoc Komoditas Bawang Merah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. [Diakses 30 Mei 2011] 2

18 Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (kilogram) Rata-rata Produksi (kilogram/ha) , , , , ,34 Sumber : BPS Kabupaten Brebes 2009, diolah Pada tahun 2009, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mengalami penurunan dibanding produksi pada tahun Jika pada tahun 2008 produksi bawang merah di Kabupaten Brebes mencapai kilogram dari luas panen hektar, maka pada tahun 2009 produksi hanya mencapai kilogram dari luas panen hektar. Harga bawang merah berfluktuasi setiap bulannya. Fluktuasi harga tersebut cenderung mengikuti jumlah produksi yang dihasilkan pada bulan tersebut. Pada saat jumlah produksi bawang merah tinggi, harga bawang merah cenderung turun, dan sebaliknya pada saat produksi bawang merah rendah harga cenderung naik. Dari Tabel 2 terlihat perbedaan yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan konsumen. Hal tersebut dapat terjadi akibat tidak efisiennya saluran pemasaran yang dilalui oleh produk, panjangnya saluran pemasaran, banyaknya fungsi yang dilakukan oleh pedagang perantara, tingginya biaya yang dikeluarkan dan tingginya keuntungan yang diambil oleh pedagang perantara. Pola harga musiman bawang merah di tingkat petani dan tingkat konsumen dalam periode tahun diperlihatkan pada Tabel 2. Pada tingkat petani di tahun 2009 harga bawang merah terendah yaitu terjadi pada harga Rp 4.224,30 sedangkan harga tertinggi mencapai harga Rp 6.323,00. Pada tingkat konsumen, harga bawang merah terendah terjadi pada harga Rp 7.922,10 sedangkan harga bawang merah tertinggi mencapai harga Rp ,80. 3

19 Tabel 2. Perbandingan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani dan di Tingkat Konsumen Tahun Tahun Harga Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) Margin (Rp/Kg) Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) Margin (Rp/Kg) Januari 4.224, , , , , ,00 Februari 6.323, , , , , ,50 Maret 5.771, , , , , ,60 April 5.205, , , , , ,00 Mei 4.941, , , , , ,40 Juni 4.647, , , , , ,40 Juli 6.001, , , , , ,90 Agustus 5.331,10 14,900, , , , ,00 September 5.586, , , , , ,30 Oktober 5.112, , , , , ,30 November 6.102, , , , , ,10 Desember 5.440,60 12,283, , ,00 Rata-rata 5.390, , , , , ,50 Sumber: Liaison Dispertan Brebes, Survei Pemantauan Harga, DW DSM (diolah) Pada tingkat petani di tahun 2010 harga bawang merah terendah yaitu terjadi pada harga Rp 5.605,70 sedangkan harga tertinggi mencapai harga Rp ,00. Pada tingkat konsumen, harga bawang merah terendah terjadi pada harga Rp ,60 sedangkan harga bawang merah tertinggi mencapai harga Rp ,10. Rata-rata harga bawang merah di tingkat petani pada tahun 2009 adalah Rp 5.390,60 atau sebesar 47,25 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yaitu sebesar Rp ,79. Rata-rata harga bawang merah di tingkat petani pada tahun 2010 adalah Rp 7.291,13 atau sebesar 49,95 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yaitu sebesar Rp ,91. Margin pemasaran terbesar pada tahun 2009 diperoleh pedagang perantara pada penjualan bulan Agustus, yaitu sebesar Rp 9.569,70 sedangkan pada tahun 2010, margin 4

20 pemasaran terbesar diperoleh pedagang perantara juga pada penjualan bulan Agustus, yaitu sebesar Rp , Perumusan Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Daerah ini mampu memproduksi hingga lebih dari 300, kilogram per tahun yang dipasarkan di Provinsi Jawa Tengah dan pasar nasional. Namun tingginya tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes tidak membuat harga bawang merah di daerah tersebut stabil, pada kenyataannya harga bawang merah di Kabupaten Brebes berfluktuasi setiap bulannya (Tabel 2). Musim tanam yang dilakukan secara hampir bersamaan, akan menyebabkan produksi bawang merah melimpah pada musim panen yang mengakibatkan turunnya harga jual bawang merah. Tingginya curah hujan yang berlangsung, menyebabkan turunnya produktivitas bawang merah. Selain itu, angin kumbang yang biasanya terjadi pada bulan Juli hingga bulan Agustus relatif jarang berhembus pada tahun 2009 hingga tahun 2010 akibat curah hujan yang tinggi. Sifat angin kumbang yang sejuk namun tidak lembab merupakan faktor pendukung dalam peningkatan produksi bawang merah. Setelah menghasilkan bawang merah, tindak lanjut petani kemudian adalah memasarkan hasil produksinya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, sistem pemasaran bawang merah yang ada selama ini dinilai dan belum dapat mensejahterakan petani produsen. Harga yang terjadi di tingkat konsumen akhir selama ini dinilai belum seimbang jika dibandingkan dengan margin pemasaran yang diterima oleh pedagang perantara. Sistem pemasaran yang belum efisien tersebut menyebabkan harga bawang merah di tingkat konsumen relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bawang merah di tingkat petani (Tabel 2). Harga rata-rata bawang merah di tingkat petani pada tahun 2009 hanya mencapai Rp 5.390,60, sedangkan harga rata-rata di tingkat konsumen mencapai Rp ,79. Jika dibandingkan, maka ada selisih margin yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. 5

21 Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran selain petani, kurangnya informasi pasar yang dibutuhkan oleh pelaku pasar yang terlibat dalam aktivitas pemasaran dan tingginya biaya pemasaran yang digunakan dalam kegiatan pemasaran bawang merah hingga ke tingkat konsumen akhir. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes 2. Bagaimana fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah 3. Apakah saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes sudah efisien dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes 2. Menganalisis fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah 3. Menganalisis efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terutama bagi petani dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran komoditas bawang merah terutama di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan 6

22 masukan dan pembelajaran bagi perkembangan kelembagaan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan analisis tataniaga bawang merah Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dalam lingkup analisis pemasaran komoditas bawang merah dilihat dari pola saluran pemasaran, fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Dalam hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi bagaimana efisiensi pemasaran komoditas bawang merah yang terjadi yang kemudian dapat memberikan gambaran secara umum mengenai kegiatan pemasaran untuk komoditi bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini juga dibatasi pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran komoditas bawang merah yang berlokasi di Kelurahan Brebes hingga pedagang besar yang berlokasi di luar Kelurahan Brebes seperti di daerah Palembang, Jambi, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pola saluran pemasaran yang diteliti dibatasi pada pola saluran pemasaran yang memasarkan komoditas bawang merah dalam bentuk bawang merah mentah (tidak diolah) hingga ke konsumen akhir yaitu konsumen rumah tangga. 7

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi selain bawang putih dan bawang Bombay. Tanaman bawang merah banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah yang memiliki iklim kering dan suhu yang cukup tinggi. Jika dilihat secara ilmiah, kedudukan bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Lilialaes (Liliflorae) Famili : Liliales Genus : Allium Spesies : Allium ascalonicum L. Menurut Rahayu (1998), bawang merah tergolong tanaman semusim atau setahun yang berbentuk rumpun dengan akar serabut. Tanaman bawang merah memiliki batang yang sangat pendek, sehingga hampir tidak tampak dengan daun yang memanjang dan berbentuk silindris. Pangkal daunnya akan berubah bentuk dan fungsinya hingga membentuk umbi lapis. Umbi tersebut kemudian membentuk tunas baru yang kemudian tumbuh membesar dan setelah dewasa akan membentuk umbi kembali. Karena sifat pertumbuhan tersebut maka dari satu umbi dapat membentuk satu rumpun tanaman yang berasal dari hasil peranakan umbi. Cukup banyak varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia seperti varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau), tetapi umumnya tingkat produktivitasnya masih terhitung rendah. Saat ini, varietas bawang merah yang sebagian besar diusahakan di Kelurahan Brebes adalah jenis 8

24 Bima dan jenis Kuning. Menurut Wibowo (1999), varietas Bima merupakan salah satu varietas yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi dibanding dengan varietas lainnya. Varietas Bima sangat terkenal dengan produksinya yang sangat tinggi hingga mencapai kilogram per hektar. Varietas ini sangat unik, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap tingkat curah hujan yang tinggi. Umbi yang dihasilkan berukuran besar, bercincin kecil dengan warna merah muda. Umur panen dari varietas Bima termasuk pendek, yaitu sekitar hari. Sedangkan varietas Kuning memiliki tingkat produktivitas yang sedikit lebih rendah dari varietas Bima, yaitu sekitar kilogram per hektar. Varietas ini sangat cocok untuk ditanam pada musim kemarau. Umbi yang dihasilkan berbentuk bulat dengan cincin-cincin umbi lapis yang jelas. Umur panen dari varietas ini tergolong panjang, yaitu sekitar 80 hari Syarat Tumbuh dalam Budidaya Bawang Merah Menurut Rukmana (1994), dalam budidaya bawang merah terdapat beberapa syarat dan perlakuan agar tanaman bawang merah dapat berproduksi dengan baik, yaitu : 1. Iklim Bawang merah akan berproduksi dengan sangat baik jika ditanam di daerah yang berikilim kering dengan suhu yang cenderung panas dan cuaca cerah. Tanaman bawang merah memiliki akar yang pendek, sehingga walaupun ditanam di daerah yang beriklim kering, tanaman ini harus diberikan pengairan yang baik. Musim yang sangat tepat untuk menanam bawang merah adalah pada akhir musim hujan atau pada awal musim kemarau. 2. Suhu dan Ketinggian Tempat Tanaman bawang merah sangat baik diusahakan di tempat yang memiliki ketinggian kurang dari 30 meter di atas permukaan laut atau di dataran rendah dengan suhu rata-rata berkisar antara o C. Pada suhu di bawah 22 o C, tanaman bawang merah akan mengalami kesulitan untuk berumbi, sehingga tingkat produktivitasnya akan sangat rendah. 9

25 3. Tanah Bawang merah dapat ditanam di sawah setelah panen padi atau dapat juga ditanam di tanah darat seperti tegalan, kebun dan pekarangan. Tanah yang sangat baik untuk pertumbuhan bawang merah adalah tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organis atau humus. Selain itu, dibutuhkan tanah yang memiliki aerasi yang baik dan tidak becek. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi, sehingga umbi yang dihasilkan akan berukuran lebih besar Perlakuan Pasca Panen Penanganan panen dan pasca panen merupakan satu rangkaian dengan kegiatan budidaya tanaman. Kegiatan ini juga perlu mendapat perhatian khusus dan hati-hati agar hasil yang akan dipasarkan mempunyai kualitas baik dan bernilai ekonomis tinggi. Penanganan pasca panen yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan bawang merah setelah panen meliputi pembersihan, pengeringan, sotrasi dan grading, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. 1. Pembersihan Umbi bawang merah yang baru dipanen keadaannya masih sangat kotor, karena banyak tanah yang melekat pada umbi. Pembersihan umbi dapat dilakukan bersamaan dengan proses pengikatan daun dari beberapa rumpun tanaman. Setelah pengikatan selesai, pembersihan umbi dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan ikatan bawang merah tersebut dibantu juga dengan tangan sehingga tanah yang menempel berjatuhan. Setelah bawang merah bersih, ikatan dapat diletakkan di tempat penjemuran. 2. Pengeringan Proses pengeringan bawang merah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu penjemuran, pengasapan dan pengeringan mekanis. Penjemuran bawang merah umumnya dilakukan di lahan-lahan bekas penanaman. Areal yang dibutuhkan untuk penanaman sekitar 50 hingga 60 persen dari luas area penanaman. Saat penjemuran berlangsung, bagian umbi bawang merah 10

26 tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung untuk menghindari terjadinya sengatan luka bakar pada umbi. Pada saat penjemuran, umbi diletakkan di bagian bawah dengan daun di bagian atas. Cara pengasapan dilakukan apabila kondisi cuaca sedang buruk dan tidak mungkin dilakukan penjemuran. Pengasapan dilakukan di tempat khusus dengan membuat tungku-tungku berbahan bakar kayu atau sekam. Untuk mengatur suhu, tempat pengasapan dilengkapi dengan jendela yang dapat dibuka dan thermometer sebagai pengatur suhu. Agar bawang merah kering secara merata, perlu dilakukan pembalikan atau pertukaran tempat. Bila panas ruangan dipertahankan secara normal, dalam 12 jam umbi sudah cukup kering. Umbi bawang merah dapat juga dikeringkan dengan menggunakan pengering mekanis. Prinsip kerja alat tersebut yaitu dengan menggunakan sumber pemanas kompor. Pipa-pipa pemanas dipanaskan dengan kompor hingga udara di dalam pipa ikut memanas. Kemudian udara tersebut dialirkan ke dalam ruangan pengering yang berisi rak-rak penyimpanan bawang dengan menggunakan blower atau kipas angin. Selama berada di dalam bilik pengeringan, air yang terkandung di dalam umbi akan menguap, hingga umbi akan mengering. 3. Sortasi dan Grading Kegiatan sortasi dan grading dilakukan untuk memisahkan umbi bawang merah yang baik dengan yang cacat, busuk, terkena hama penyakit atau kerusakan lainnya. Ukuran yang dijadikan acuan biasanya adalah keseragaman, umur umbi, tingkat kekeringan, penyakit, bentuk umbi dan ukuran besar kecilnya umbi. 4. Penyimpanan Dalam kegiatan penyimpanan bawang, diperlukan ruangan khusus berupa gudang penyimpanan yang bersuhu sekitar 25 hingga 30 o C dengan tingkat kelembapan 60 hingga 70 persen dan memiliki ventilasi yang baik. Bila bawang merah disimpan di ruangan dengan tingkat kelembapan tinggi, bawang merah akan mudah terserang penyakit, terutama oleh jamur. Untuk mempermudah dalam kegiatan pengangkutan, bawang merah sebaiknya 11

27 dimasukkan dalam kemasan karung yang anyamannya jarang, sehingga udara dapat masuk. 5. Pengangkutan Pengangkutan bawang merah dilakukan ke beberapa tempat seperti gudang, pasar, supermarket atau ekspor. Agar bawang merah tidak rusak selama proses pengangkutan berlangsung, diperlukan kendaraan yang dapat memberikan tempat yang luas dan aman selama perjalanan. Agar kualitas bawang merah terjamin, hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap umbi, seperti benturan fisik, kontaminasi kotoran, ataupun terkena air hujan Studi Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai tataniaga komoditas hortikultura adalah penelitian Rosantiningrum (2004), tentang Analisis Produksi dan Pemasaran Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus Desa Banjaranyar, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah), penelitian Anggraini (2000) tentang Analisis Usahatani dan Pemasaran bawang Merah (Kasus di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah), penelitian Maulina (2001) mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah (Kasus : Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Dati II Brebes, Jawa tengah), penelitian Ariyanto (2008) mengenai Analisis Tataniaga Sayuran Bayam (Kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor), dan penelitian Agustina (2008) mengenai Analisis Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Kubis (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat). Penelitian Rosantiningrum (2004) didasari adanya fakta bahwa sistem pemasaran bawang merah yang terjadi pada tahun 2004 belum memberikan insentif yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani. Permasalahan tersebut disebabkan oleh harga bawang merah yang fluktuatif yang perubahannya terjadi dalam waktu kurang dari satu bulan. Akibat dari fluktuasi harga bawang merah tersebut dinilai oleh peneliti dapat merugikan petani. Nilai koefisien variasi perubahan harga bawang merah yang terjadi pada tahun 2001 dan 2002 lebih dari 12

28 10 persen yaitu 19,68 persen dan 22,35 persen yang berarti terjadi ketidaksempurnaan sistem pemasaran dengan perbedaan harga yang sangat signifikan setiap bulannya. Penelitian Anggraini (2000) juga didasari adanya fakta bahwa belum sempurnanya sistem pemasaran bawang merah yang terjadi pada tahun Sistem pemasaran yang ada selama ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani, karena keuntungan terbesar berada di tangan pedagang perantara. Permasalahan tersebut disebabkan oleh harga bawang merah yang fluktuatif yang perubahannya terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Akibat dari fluktuasi harga bawang merah tersebut dinilai oleh peneliti dapat merugikan petani. Penelitian Maulina (2001) didasari adanya fakta bahwa adanya peningkatan permintaan bawang merah yang signifikan setiap tahunnya antara tahun 1986 hingga tahun 1995 yaitu dengan rata-rata sebesar 6,39 persen per tahun, sehingga bawang merah dianggap memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan ke di masa depan dan dapat memberikan keuntungan bagi petani. Penelitian Ariyanto (2008) didasari atas informasi yang diterima di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, yaitu saluran tataniaga bayam memiliki jalur tataniaga yang panjang dan farmers s share rendah dengan kisaran antara 28 persen - 42,8 persen. Perbedaan harga bayam di tingkat petani dengan di tingkat konsumen terjadi begitu besar. Petani di Desa Ciaruten Ilir sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang menerima harga. Dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Keluhan ini semakin diperkuat karena fluktuasi harga selalu berubah-ubah. Penelitian Agustina (2008) didasari oleh fakta bahwa harga yang terjadi pada komoditas kubis setiap saat dapat berubah. Fluktuasi harga tersebut pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara volume permintaan dan penawaran dimana tingkat harga meningkat jika volume permintaan melebihi penawaran dan sebaliknya. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena selain banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat, informasi yang tersedia untuk semua pihak masih relatif kurang, kemudian kelemahan dalam mencari dan menentukan peluang pasar serta belum kuatnya segmentasi pasar. Hal ini menyebabkan adanya 13

29 margin atau perbedaan harga di tingkat produsen dan di tingkat konsumen yang cukup besar, serta tidak adanya keterpaduan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Hasil dari penelitian Rosantiningrum (2004) mengenai pola saluran pemasaran menyatakan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, yaitu pola I dari petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen non lokal, pola II dari petani pedagang pengumpul pedagang besar atau grosir pedagang pengecer konsumen non lokal, dan pola III yaitu dari petani pedagang pengumpul konsumen lokal. Dari ketiga pola tersebut, Rosantiningrum menyatakan bahwa pola II merupakan pola yang paling banyak digunakan oleh pelaku tataniaga di Desa Banjaranyar yaitu sebesar 86,87 persen. Di Desa Wanasari, Kecamatan Brebes, terdapat lebih banyak pola saluran pemasaran. Pola saluran tersebut yaitu pola I dari petani pedagang pengumpul desa pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pegecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk, pola II dari petani pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pengecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk. Pola saluran III merupakan saluran terpanjang yang dilalui komoditas bawang merah di Desa Wanasari, yaitu dari petani pedagang pengumpul desa pasar bawang pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pengecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk. Pola saluran IV merupakan pola yang terjadi dalam lingkup pemasaran lokal yaitu dari petani pedagang pengumpul desa pasar bawang pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Berdasarkan hasil penelitian Anggraini (2000), pola saluran pemasaran I dan II yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 46,67 persen dan 33,33 persen. Penelitian Maulina (2001) memiliki pola saluran pemasaran yang hampir menyerupai pola saluran pemasaran dari penelitian Rosantiningrum (2004). Pada penelitian ini, pola saluran pemasaran yang terjadi terbagi dalam tiga pola, yaitu pola I dari petani pedagang besar - konsumen, pola II dari petani pedagang pengumpul pedagang besar pedagang pengecer konsumen non lokal, dan 14

30 pola III dari petani pedagang pengumpul pedagang pengecer kosumen lokal. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pola saluran yang paling banyak digunakan di Desa Kemukten adalah pola III, yaitu sebesar 77,78 persen. Penelitian Ariyanto (2008) menyatakan bahwa pola saluran pemasaran sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terbagi dalam tiga saluran pemasaran yaitu Saluran pemasaran 1 : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen. Saluran pemasaran 2 : petani pedagang pengecer konsumen. Saluran pemasaran 3 : petani konsumen. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar (farmer s Share) diterima oleh petani sebesar 100 persen. Pada saluran tataniaga tiga petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang di wawancarai yang melakukan kegiatan tataniaga ini. Di Desa Cimenyan, terdapat tiga saluran tataniaga kubis yaitu: (1) Petani - Pedagang Pengumpul I - Grosir Pengecer - Konsumen (2)Petani - pedagang pengumpul II - Grosir - Pengecer - Konsumen (3) Petani Grosir - Pengecer - Konsumen. Saluran dua dibagi menjadi dua bagian, pertama pemasaran di daerah produksi (lokal) dan kedua pemasaran di luar daerah produksi. Alternatif saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran tiga dengan nilai total margin sebesar Rp 1.681,87, farmer s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2, Fungsi Lembaga Pemasaran Mengenai fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, hasil dari penelitian Rosantiningrum (2004) memiliki kesamaan dengan penelitian Maulina (2001). Fungsi yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi fasilitas berupa fungsi informasi pasar, sedangkan 15

31 pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa penyimpanan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang grosir atau pedagang besar dan pedagang pengecer melakukan fungsi yang sama dengan pedagang pengumpul. Hasil penelitian Anggraini (2000) menunjukkan perbedaan dalam fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dibandingkan dengan kedua penelitian lainnya. Pada penelitian tersebut, petani melakukan fungsi yang lebih banyak yaitu fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa penyimpanan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang besar dan pedagang pengecer melakukan fungsi yang hampir sama, yaitu meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan, pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, dan fungsi informasi pasar berupa informasi pasar, dan ditambah fungsi pengangkutan pada fungsi yang dilakukan oleh pedagang besar. Sedangkan pedagang grosir melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan dan fungsi fasilitas berupa fungsi informasi pasar. Hasil penelitian Ariyanto (2008) menunjukkan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Hasil penelitian Agustina (2008) menyatakan bahwa petani melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan fungsi pengangkutan. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, dan pengangkutan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi 16

32 pasar. Pedagang pengumpul II melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi dan grading, informasi harga, pembiayaan dan penanggungan risiko. Pedagang grosir melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, serta fungsi fasilitas berupa sortasi dan grading. Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan dan penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan informasi pasar Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis struktur dan perilaku pasar dilakukan dalam penelitian Rosantiningrum (2004), Ariyanto (2008) dan Agustina (2008) sedangkan kedua penelitian lainnya tidak melakukan analisis tersebut. Pada penelitian Rosantiningrum, struktur pasar dianalisis dengan melihat jumlah lembaga yang terlibat, jenis produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Di tingkat petani hingga pedagang pengumpul, jenis produk yang dipasarkan seragam atau homogen, sedangkan di tingkat pedagang grosir hingga pedagang pengecer produk yang dijual lebih beragam atau heterogen dari ukuran dan harganya. Hambatan keluar masuk pasar pada tingkat petani dan pedagang pengecer rendah dilihat dari kebutuhan modal yang rendah untuk dapat masuk pasar. Sedangkan bagi pedagang pengumpul dan pedagang grosir, dibutuhkan modal yang besar untuk dapat masuk ke dalam kegiatan pemasaran bawang merah, sehingga hambatan masuk dan keluar pasar relatif tinggi. Informasi pasar diperoleh pelaku kegiatan pemasaran melalui pedagangpedagang yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Berdasarkan analisis tersebut, Rosantiningrum menyimpulkan bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopoli, pada tingkat pedagang grosir adalah struktur pasar monopolistik, sedangkan pada tingkat pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna. Analisis perilaku pasar diamati dengan melihat sistem penentuan harga bawang merah serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran yang 17

33 terlibat. Sistem penentuan harga yang dilakukan oleh petani hingga pedagang pengecer di Desa Banjaranyar dilakukan dengan sistem tawar menawar. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing lembaga pemasaran menghadapi harga yang telah ditentukan oleh lembaga pemasaran diatasnya sehingga semua lembaga pemasaran yang terlibat hanya sebagai price taker. Dalam penentuan harga pasar, tidak ada kerjasama antara pedagang, sehingga harga yang terbentuk berdasarkan mekanisme kerja hukum permintaan dan penawaran. Pada penelitian Ariyanto (2008), struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifar pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan menjual kepada pedagang pengecer. Secara umum sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama anatara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual-beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pada penelitian Agustina (2008), struktur pasar yang dihadapi petani kubis yaitu oligopsoni. Hal ini dikarenakan jumlah lembaga tataniaga kubis tidak sebanding dengan jumlah petani. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Sedikitnya jumlah pedagang pengumpul desa (I dan II) menyebabkan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang pengumpul, sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker akibat posisi tawar yang lemah walaupun dalam proses transaksi dilakukan secara tawar-menawar. Pedagang pengumpul I menghadapi struktur 18

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) Oleh LUSIANA AGUSTINA A14304052 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA.

MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA. MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA. OLEH: I PUTU DHARMA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR. 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Endianto, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Endianto, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu dapur atau penyedap rasa. Terutama masyarakat Indonesia yang menambahkankannya

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN KERUAHAN PRODUKSI BAWANG MERAH Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Faktor internal kemampuan kelompok

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK 116 ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG Ekawati Budi Utaminingsih, Watemin, dan Dumasari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

wirausaha manajer dan wirausaha social engineer. Para pelaku wirausaha bisn

wirausaha manajer dan wirausaha social engineer. Para pelaku wirausaha bisn I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keragaman budaya. Selain keragaman budaya, penduduk Indonesia juga memiliki beragam mata pencaharian, mulai dari bidang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 92 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Wahyu Wahyuna 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian,

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 7 NO. 2 SEPTEMBER 2014 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 7 NO. 2 SEPTEMBER 2014 ISSN AGROVIGOR VOLUME 7 NO. 2 SEPTEMBER 2014 ISSN 1979 5777 84 PENGARUH TINGGI BEDENGAN PADA DUA VARIETAS LOKAL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) Holish 1, Eko Murniyanto 2, Catur Wasonowati 2 1 Alumni Prodi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu

Lebih terperinci