KAJIAN TEKNIS STANDAR NASIONAL INDONESIA BISKUIT SNI
|
|
- Deddy Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN TEKNIS STANDAR NASIONAL INDONESIA BISKUIT SNI Oleh Hendra Wijaya, Nirwana Aprianita 1 Abstract Biscuit is product which processed by baking the dough of flour with addition of other ingredients and with or without addition of permitted food additives. SNI for biscuit products established in 1992 therefore it is necessary to study whether these standards are still appropriate for the products. Based on the study, these are four different types of biscuits, namely hard biscuits, crackers, cookies, and wafer. The quality parameters and requirements of the proposed biscuit are consist of smell, taste, color, max. 4% of moisture, max. 1.5% ash contents for hard biscuit, max. 2% of ash content for crackers, cookies, and wafer, min. 5.5% of protein content for hard biscuit and min. 6% of protein content for crackers, cookies, and wafer, min. 18% of fat content for cookies, max. 1% of free fatty acid, max 6 meq/kg of peroxide value. The requirements of heavy metal for all kind of biscuits are max. 0,5 mg/kg of timbel, max 0,05 mg/kg of mercury, max 40 mg/kg of tin, max 0,2 mg/kg of cadmium and the requirement of arsenic is max 0,1 mg/kg. The max limit of microbial contaminations are max 1 x 10 4 colony/g for Aerobic Plate Counts, max 10/g for Escherichia coli, max negative/25 g for Salmonella sp., max. 1 x 10 2 colony/g for Bacillus cereus, and max. 1 x 10 4 for yeast and mold. Keywords: biscuit, standard 1 Peneliti di Balai Besar Industri Agro, Kementerian Perindustrian 1
2 I PENDAHULUAN Biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diijinkan. SNI biskuit telah berumur 18 tahun sejak ditetapkan pada tahun 1992 sehingga perlu dilakukan kajian apakah standar tersebut masih sesuai untuk digunakan. Setiap standar yang sudah ada harus selalu ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 5 tahun. Hal ini disebabkan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut ilmu pengetahuan dan teknologi sudah mengalami perkembangan, demikian juga kebutuhan dan perilaku konsumen, peraturan pemerintah, dan lain-lain. SNI Biskuit pada prinsipnya ditetapkan secara sukarela kecuali untuk produk dan jasa yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan. Adanya perubahan standar tepung terigu sebagai bahan baku utama pembuatan biskuit merupakan dasar pengkajian SNI biskuit. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji parameter dan persyaratan mutu biskuit, SNI yang bisa diusulkan untuk bahan revisi Standar Nasional Indonesia Biskuit. II METODE PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis biskuit yang beredar di pasar dengan standar nasional dan internasional produk sejenis. Pengumpulan data juga dilakukan melalui survey ke Bandung, Bekasi, dan Tanggerang. Dari perbandingan hasil analisis, survey dan diskusi maka diusulkan parameter dan persyaratan mutu biskuit. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Biskuit Menurut SNI , biskuit diklasifikasikan dalam empat jenis: biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Pengklasifikasian ini masih tetap digunakan untuk standar berikutnya. Sebagai perbandingan, Malaysian Standard mengklasifikasikan biskuit: Specification for cream crackers, specification for wafer, and specification for semi-sweet biscuits and cookies dalam tiga standar yang berbeda. Masing-masing nomor standar tersebut adalah: MS 476 : 1998, MS 1433 : 1998, dan MS 1434 : Dari hasil survey ternyata industri biskuit di Bekasi umumnya dilakukan oleh industri besar atau Pemilik Modal Asing (PMA) sedangkan industri biskuit di Tangerang banyak memproduksi biskuit jenis wafer. 2
3 3.2 Kadar Air Tabel 1 menunjukkan hasil analisis kadar air biskuit yang beredar di pasar. Hasil analisis adalah antara 0,93% sampai dengan 7,89% dengan rata-rata 2,69%. Dengan syarat kadar air pada SNI sebesar maksimum 5% maka hanya satu contoh uji (5%) yang tidak memenuhi standar. Ini sangat memungkinkan apabila syarat mutu kadar air diperketat menjadi maksimum 4%. Dengan syarat mutu kadar air 4%, maka jumlah yang tidak memenuhi adalah 2 contoh. Jika dibandingkan dengan standar Malaysia, masing-masing mempersyaratkan kadar air cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies berturut-turut adalah 4,0%, 3,5%, 4,0% dan 4,0%. Kadar air yang rendah dihasilkan dari proses pemanggangan adonan biskuit yang sempurna. Hal ini akan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang nantinya bisa merusak biskuit. Tabel 1 Hasil Analisis Kadar Air Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Kadar Air (%) Rata-rata Kadar Abu Tabel 2 menunjukkan hasil analisis kadar abu biskuit yang beredar di pasar dengan nilai antara 0,54% sampai dengan 2,23% dan rata-rata 1,42%. SNI mempersyaratkan kadar abu biskuit keras maksimum 1,5% dan crackers, cookies dan wafer masing-masing maksimum 2%. Standar Malaysia tidak mempersyaratkan kadar abu. Berdasarkan Tabel 2, persyaratan abu untuk cookies dan wafer sebesar maksimum 2% masih dapat dipenuhi oleh produsen (100%) sehingga masih dapat 3
4 digunakan untuk SNI berikutnya. Persyaratan crackers sebesar maksimum 2% dipenuhi oleh 3 produk dari 4, hal ini cukup menyulitkan produsen sehingga diusulkan kadar abu crackers pada SNI berikutnya adalah 2,5%. Persyaratan biskuit keras sebesar maksimum 1,5% masih dapat dipenuhi oleh 5 produsen (71%) dari 7 produsen sehingga masih dapat digunakan untuk SNI berikutnya. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam biskuit dan berhubungan erat dengan kemurnian serta kebersihan suatu bahan. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Semakin tinggi kadar abu dalam biskuit maka proses pembuatan biskuit tersebut diduga kurang bersih sehingga persyaratan kadar abu sangat penting untuk mengetahui tingkat kebersihan atau kemurnian suatu bahan. 4 Tabel 2 Hasil Analisis Kadar Abu Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Jenis Biskuit Kadar Abu (%) 1 cookies cookies cookies cookies cookies wafer wafer wafer wafer Crackers Crackers Crackers Crackers Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Kadar Protein Tabel 3 menunjukkan kadar protein biskuit yang beredar di pasar dan pengelompokannya: cookies, wafer, crackers dan biskuit keras. Menurut SNI , biskuit diklasifikasikan menjadi: biskuit keras, crackers, cookies dan
5 wafer masing-masing dengan kadar protein minimum 6,5%, min 8%, min 6% dan min 6%. Cookies adalah biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Tabel 3 menunjukkan hasil uji lab cookies dengan nilai antara 5,86% sampai dengan 12% dan rata-rata 7,43%. Jika dibandingkan dengan SNI (min 6%) maka 60% memenuhi standar. Dua contoh yang kurang memenuhi masing-masing adalah 5,86% dan 5,99% mendekati persyaratan minimum 6%. Ini menunjukkan bahwa produk biskuit cookies yang beredar masih sanggup memenuhi persyaratan min. 6%. Standar Malaysia untuk cookies lebih longgar yaitu hanya sebesar min. 4,5%. Wafer adalah biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis protein wafer dengan nilai antara 3,21% sampai dengan 6,04% dan rata-rata 4,70%. Jumlah yang memenuhi SNI hanya 1 (25%) contoh uji. Ini menunjukkan bahwa persyaratan sebesar min 6% cukup tinggi. Untuk SNI berikutnya, diusulkan persyaratan protein untuk wafer adalah minimum 5% sama dengan standar Malaysia. Tabel 3 Hasil Analisis Kadar Protein Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Jenis Biskuit Protein (mg/kg) 1 cookies cookies cookies cookies cookies wafer wafer wafer wafer Crackers Crackers Crackers Crackers Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras Biskuit keras 5.42 Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebh mengarah keras asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis protein crackers dengan nilai antara 6,43% sampai 5
6 dengan 16,8% dan rata-rata 9,46%. Jumlah yang memenuhi SNI hanya 1 (25 %) contoh uji. Ini menunjukkan bahwa persyaratan sebesar minimum 8% cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan standar Malaysia yang hanya minimum 5,5%. Untuk SNI berikutnya, diusulkan persyaratan protein untuk crackers adalah minimum 6%. Biskuit keras adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis protein biskuit keras dengan nilai antara 5,4% sampai dengan 7,52% dan rata-rata 6,14%. Jumlah yang memenuhi SNI hanya 28% contoh uji. Ini menunjukkan bahwa persyaratan sebesar min. 6,5% cukup tinggi. Jumlah yang memenuhi dengan persyaratan 5,5% adalah 86% sehingga diusulkan untuk persyaratan SNI berikutnya adalah minimum 5,5%. Standar Malaysia tidak mempunyai klasifikasi biskuit keras. 3.5 Kadar Lemak Kadar lemak belum dipersyaratkan pada SNI biskuit tahun Lemak merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam makanan karena dapat menyebabkan perubahan sifat pada makanan tersebut. Perubahan bahkan dapat terjadi ke arah yang tidak diinginkan seperti ketengikan. Tabel 4 menunjukkan hasil analisis kadar lemak biskuit yang beredar di pasar. Hasil analisis adalah antara 8,6% sampai dengan 27,4% dengan rata-rata 20,32%. Standar Malaysia mempersyaratkan lemak pada semi-sweet biscuit dan cookies masing-masing adalah 7% - 18% dan 18% sedangkan pada wafer dan cracker kadar lemak tidak disyaratkan. Usulan untuk persyaratan SNI berikutnya adalah minimum 7% sehingga semua contoh memenuhi persyaratan. Bahan yang memberikan kontribusi terhadap kadar lemak dalam biskuit diantaranya adalah: lemak nabati (minyak kelapa sawit dan minyak rapesssed), susu bubuk, telur, coklat bubuk dan mentega. 6 Tabel 4 Hasil Analisis Kadar Lemak Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Kadar Lemak (%)
7 No. Sampel Kadar Lemak (%) Rata-rata Asam Lemak Bebas Tabel 5 menunjukkan hasil analisis asam lemak bebas biskuit yang beredar di pasar. Nilainya antara 0,07% sampai dengan 0,41%, dan nilai rata-rata 0,20%. Asam lemak bebas pada biskuit dapat dihasilkan dari penambahan langsung bahan-bahan yang memang telah mengandung asam lemak bebas dan dari hidrolisis lemak oleh air atau oleh enzim. Bahan-bahan yang kemungkinan memang telah mengandung asam lemak bebas yang ditambahkan ke biskuit adalah minyak kelapa sawit, susu dan lain-lain. Jenis asam lemak yang paling tinggi dalam biskuit kemungkinannya adalah asam lemak yang berasal dari terigu karena terigu merupakan bahan baku utama. Menurut (Buckle, et al., 1987) jenis asam lemak yang paling banyak dalam tepung terigu adalah asam linoleat, asam palmitat, dan asam oleat. Standar malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies masing-masing mempersyaratkan asam lemak bebas sebesar maksimum 1% sehingga diusulkan persyaratan asam lemak bebas untuk SNI biskuit adalah maksimum 1%. Tabel 5 Hasil Analisis Asam Lemak Bebas Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Asam Lemak Bebas (%)
8 No. Sampel Asam Lemak Bebas (%) Rata-rata Bilangan Peroksida Bilangan peroksida biskuit menunjukkan tingkat kerusakan lemak atau minyak yang terdapat dalam biskuit. Kadar lemak biskuit untuk biskuit keras dan cookies masingmasing diusulkan 7% - 8% dan min. 18% sehingga produsen akan berusaha memenuhi kadar lemaknya. Tingginya kadar lemak ini, memungikinkan biskuit akan rusak akibat rusaknya lemak yang ada di dalam biskuit. Kerusakan lemak dapat terjadi karena udara dan aktivitas enzim. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis bilangan peroksida biskuit yang beredar di pasar. Bilangan peroksida terdeteksi pada tiga contoh uji dengan nilai tertinggi 1,48 meq/kg. Komposisinya adalah tepung terigu, gula, lemak nabati (minyak kelapa sawit, minyak rapeseed rendah erusic), gula, pati jagung,garam, susu bubuk, bahan pengembang, kalsium karbonat, lesitin kedelai, pecita rasa dan sayuran kering. Standar Malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies masing-masing mempersyaratkan bilangan peroksida sebesar maks. 6 meq/kg sehingga diusulkan persyaratan untuk SNI berikutnya adalah 6 meq/kg. Tabel 6 Hasil Analisis Bilangan Peroksida Biskuit yang Beredar di Pasar 8 No. Sampel Bilangan Peroksida (meq/kg) Rata-rata 0.09
9 3.8 Vitamin B1 Vitamin B 1 (tiamin) bertindak sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat dan terdapat dalam semua jaringan makhluk hidup (J. M. deman, 1997). Vitamin B 1 dibutuhkan oleh manusia minimum 1 mg per 2000 k.kal. Peningkatan aktivitas metabolisme seperti yang diakibatkan oleh kerja berat, kehamilan, atau penyakit memerlukan konsumsi yang lebih tinggi. Beberapa hal yang dapat merusak tiamin adalah panas, oksigen, belerang oksida, pelindian, dan ph netral atau basa. SNI belum mempersyaratkan tiamin sebagai syarat mutu. Alasan perlu dilakukan kajian terhadap tiamin pada biskuit adalah disyaratkannya tiamin pada tepung terigu sebagai bahan baku utama pembuatan biskuit yaitu sebesar 2,5 mg/kg. Tabel 7 menunjukkan hasil analisis vitamin B 1 biskuit yang beredar di pasar. Ratarata hasil analisis adalah 7,35 mg/kg dengan nilai minimum <0,25 mg/kg dan nilai maksimum 58 mg/kg. Hasil analisis tiamin 65% adalah <0,25 mg/kg. Ini kemungkinan disebabkan rusaknya vitamin B 1 karena panas selama proses pembuatan biskuit. Untuk SNI berikutnya, diusulkan vitamin B 1 tidak disyaratkan karena sebahagian hilang karena pemanasan saat proses. Jika disyaratkan maka produsen diharapkan melakukan fortifikasi pada biskuit dan ini tentu memberatkan perusahaan. Standar Malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies tidak mempersyaratkan vitamin B 1. Tabel 7 Hasil Analisis Vitamin B1 Biskuit yang Beredar di Pasar No. sampel Vitamin B 1 (mg/kg) <0, <0,25 5 <0,25 6 <0, <0,25 12 <0,25 13 <0,25 14 <0,25 15 <0,25 16 <0,25 17 <0,25 18 <0,25 19 <0, Rata-rata
10 3.9 Vitamin B 2 Vitamin B2 (riboflavin) merupakan komponen dari dua koenzim flavin mononukleotida (FMN) dan flavin mononukleotida (FAD). Kebutuhan riboflavin untuk manusia beragam tergantung aktivitas metabolisme dan bobot badan yang mempunyai rentang mulai dari 1 sampai 3 mg per hari. Kebutuhan orang dewasa 1,1 sampai 1,6 mg per hari. Vitamin B2 stabil terhadap oksigen dan ph asam tetapi tidak stabil dalam medium basa dan sangat peka terhadap cahaya. Jika kena cahaya, laju kerusakan meningkat dengan meningkatnya ph dan suhu. Pemanasan pada kondisi netral atau asam tidak merusak vitamin (J. M. deman, 1997). SNI belum mempersyaratkan riboflavin sebagai syarat mutu. Alasan perlu dilakukan kajian terhadap riboflavin pada biskuit adalah disyaratkannya riboflavin pada tepung terigu sebagai bahan baku utama pembuatan biskuit yaitu sebesar 4 mg/kg. Tabel 8 menunjukkan hasil analisis vitamin B2 biskuit yang beredar di pasar. Rata-rata hasil analisis adalah 10,04 mg/kg dengan nilai minimum <0,25 mg/kg dan nilai maksimum 58,3 mg/kg. Hasil analisis riboflavin yang lebih besar dari 0,25 mg/kg adalah 45%. Pada produk ini, vitamin B2 relatif tidak rusak karena panas selama proses pembuatan biskuit. Untuk SNI berikutnya, diusulkan vitamin B2 tidak disyaratkan karena sebahagian hilang karena pemanasan saat proses. Jika disyaratkan maka produsen diharapkan melakukan fortifikasi pada biskuit dan ini tentu memberatkan perusahaan. Standar Malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies tidak mempersyaratkan vitamin B2. Tabel 8 Hasil Analisis Vitamin B2 Biskuit yang Beredar di Pasar 10 No. Sampel Vitamin B 2 (mg/kg) 1 <0,25 2 <0,25 3 <0,25 4 <0, <0,25 7 <0,25 8 <0,25 9 <0, <0,25 12 <0, <0,25 Rata-rata 10.04
11 3.10 Asam Folat Asam folat (folasin) mengandung tiga bagian senyawa: pterin, asam p-aminobenzoat dan asam glutamat. Dosis folasin yang dianjurkan setiap harinya untuk orang dewasa adalah 400 ug. Kebutuhan tambahan untuk orang hamil sebesar 400 ug/hari dan untuk ibu menyusui 200 ug/hari. Asam folat bersifat labil dan mudah rusak karena pemasakan tetapi stabil terhadap panas dalam medium asam. Tabel 9 menunjukkan hasil analisis asam folat biskuit yang beredar di pasar. Nilai minimumnya adalah 0,89 mg/kg, maksimumnya 4,3 mg/kg dengan rata-rata 2,32 mg/kg. Asam folat pada biskuit terutama berasal dari tepung terigu yang mempersyaratkan asam folat minimal 2 mg/kg. Asam folat terdeteksi pada semua contoh uji. Jika asam folat dipersyaratkan pada SNI biskuit berikutnya maka diusulkan min. 2 mg/kg. Standar Malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies tidak mempersyaratkan asam folat. Tabel 9 Hasil Analisis Asam Folat Biskuit yang Beredar di Pasar No. Sampel Asam Folat (mg/kg) Rata-rata Cemaran Logam Menurut SNI , syarat mutu cemaran logam pada biskuit adalah timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), raksa (Hg), timah (Sn) dan cemaran arsen (As), masing-masing sebesar maks. 1,0 mg/kg, maks. 10,0 mg/kg, maks 40,0 mg/kg, maks. 0,05 mg/kg dan maks. 0,5 mg/kg. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan dan gizi, beberapa logam yang sebelumnya 11
12 dianggap sebagai cemaran tetapi sekarang dianggap sebagai unsur esensial yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga sengaja ditambahkan ke dalam suatu produk (difortifikasi). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan dan SNI 7387:2009, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk produk bakeri maka cemaran logam adalah cemaran arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg), Timah (Sn) dan timbal (Pb) dengan persyaratan masing-masing adalah maks. 0,1 mg/kg, maks. 0,2 mg/kg, maks. 0,05 mg/kg, maks. 40 mg/kg, dan 0,5 mg/kg. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) tidak disyaratkan di dalam peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan SNI. Seng merupakan fortifikan pada beberapa produk seperti tepung terigu sebagai bahan makanan. Syarat mutu seng dalam SNI 3751:2009, Tepung terigu sebagai bahan makanan adalah min. 30 mg/kg. Tabel 10 menunjukkan hasil analisis seng biskuit yang beredar di pasar. Nilai minimumnya adalah 3,97 %, maksimum 51,3 % dengan nilai rata-rata 18,05 %. Standar Malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies tidak mempersyaratkan Zn sebagai cemaran. Pada SNI tepung terigu sebagai bahan makanan, SNI 3751:2009, mmempersyaratkan Zn minimum 30 mg/kg. Kadar Zn yang kurang dari 30 mg/kg pada biskuit disebabkan pengunaan tepung terigu pada pembuatan biskuit tidak 100%. Kadar Zn yang sangat rendah kemungkinan disebabkan oleh produsen tidak hanya menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku tetapi telah disubsitusi dengan tepung yang lain yang tedak mengandung Zn. Untuk SNI berikutnya diusulkan untuk mempersyaratkan Zn minimum 15 mg/kg. Jumlah produk yang memenuhi adalah 70%, untuk produk yang belum memenuhi standar disarankan untuk menggunakan tepung terigu yang telah difortifikasi. Tabel 10 Hasil Analisis Seng Biskuit yang Beredar di Pasar 12 No. Sampel Seng (Zn) (mg/kg)
13 No. Sampel Seng (Zn) (mg/kg) Rata-rata Cemaran Mikroba Menurut SNI , syarat mutu cemaran mikroba pada biskuit untuk biskuit keras, crackers, cookies dan wafer yaitu angka lempeng total = maksimum 1,0 x 10 6, coliform = maksimum 20 APM/g, Eschrichia coli = maksimum <3 APM/g, kapang = maksimum 1 x 10 2 koloni/g. Syarat mutu ini harus mengikuti Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan dan SNI 7388:2009, Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Biskuit dapat dikelompokkan ke dalam produk roti dan produk bakeri tawar dan premiks berdasarkan proses dan bahan baku yang digunakan. Parameter dan persyaratannya masing-masing adalah adalah Angka lempeng total (ALT) (30 C, 72 jam) = maksimum 1 x 10 4 koloni/g, Eschrichia coli = maksimum 10/g, Salmonella sp. = maksimum negatif/25g, Bacillus cereus = maksimum 1 x 10 2 koloni/g, dan kapang dan khamir = maksimum 1 x 10 4 koloni/g. IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian SNI biskuit, SNI , diperoleh bahwa parameter yang diusulkan untuk dipersyaratkan pada SNI berikutnya adalah keadaan meliputi bau, rasa, dan warna, kadar air, kadar protein, kadar lemak, asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Cemaran logam dan cemaran mikroba menyesuaikan dengan persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. 4.2 Saran Berdasarkan hasil kajian terhadap biskuit, dapat diusulkan parameter dan persyaratan mutu biskuit untuk SNI adalah sesuai pada Tabel di bawah ini. 13
14 Tabel 11 Usulan Syarat Mutu Biskuit Persyaratan No. Kriteria Uji Satuan Biskuit Keras Crackers Cookies Wafer 1 Keadaan 1.1 bau 1.2 rasa 1.3 warna 2 Kadar air (b/b) % maks. 4 maks. 4 maks. 4 maks. 4 3 Kadar abu (b/b) % maks. 1,5 maks. 2 maks. 2 maks. 2 4 Kadar protein % min. 5,5 min. 6% min. 6% min. 5% (b/b) 5 Kadar lemak (b/b) % - - min. 18% - 6 Asam lemak % maks. 1 maks. 1 maks. 1 maks. 1 bebas (b/b) 7 Bilangan meq/kg maks. 6. maks. 6 maks. 6 maks. 6 peroksida 8 Cemaran logam 8.1 Kadmium (Cd) 8.2 Timah (Sn) 8.3 Merkuri (Hg) 8.4 Timbal (Pb) 9 Cemaran arsen (As) 10 Cemaran mikroba 10.1 Angka lempeng total mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks. 0,2 maks. 40 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 0,2 maks. 40 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 0,2 maks. 40 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 0,2 maks. 40 maks. 0,05 maks. 0,5 mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1 koloni/g maks. 1 x 10 4 maks. 1 x 10 4 maks. 1 x 10 4 maks. 1 x Escherichia coli per gram maks. 10 maks. 10 maks. 10 maks Salmonella sp. per 25 gram Negatif negatif Negatif negatif 10.4 Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 10 2 maks. 1 x 10 2 maks. 1 x 10 2 maks. 1 x Kapang dan khamir koloni/g maks. 1 x 10 4 maks. 1 x 10 4 maks. 1 x 10 4 maks. 1 x 10 4 V DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Kategori Pangan. Kategori Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta 3. Badan Standardisasi Nasional Sistem Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta 14
15 4. Badan Standardisasi Nasional Kaji Ulang Standar Nasional Indonesia. Makalah: disampaikan pada Workshop Perumusan Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta 5. Badan Standardisasi Nasional SNI 7387:2009, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta 6. Badan Standardisasi Nasional SNI 7388:2009, Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta 7. Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H. dan Wootton, M. (1987). Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo. Universitas Indonesia. Jakarta 8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta 9. Department of Standards Malaysia MS 1433: 1998; Specification for Wafer. Department of Standards Malaysia, Malaysia 10. Department of Standards Malaysia MS 1434:1998; Specification for Semi-Sweet Biscuits and Cookies. Department of Standards Malaysia. Malaysia 11. Department of Standards Malaysia MS 1435:1998; Method of Sampling and Test for Biscuits. Department of Standards Malaysia. Malaysia 12. Department of Standards Malaysia MS 476:1998; Specification for Cream Crackers. Department of Standards Malaysia. Malaysia 13. Dewan Standardisasi Nasional SNI ; Biskuit. Dewan Standardisasi Nasional 15
16 16 Prosiding PPI Standardisasi 2010 Banjarmasin, 4 Agustus 2010
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinci4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah
Lebih terperinciLampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment
7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang terbuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%. Biasanya formulasi biskuit
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil
Lebih terperinciSNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12
LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar
Lebih terperinciLampiran 1 Standard Mutu Bahan Baku dan Bahan pembantu
Lampiran 1 Standard Mutu Bahan Baku dan Bahan pembantu A. Standar Mutu Tepung Terigu (SNI 01-3751-2000) No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bentuk 1.2 Bau 1.3 1.4 Rasa 56 Serbuk Normal (bebas
Lebih terperinciYoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang
AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. fermentasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Menurut SNI 2973-2011 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepungterigu dengan atau substitusinya, minyak
Lebih terperinciMinuman sari buah SNI
Standar Nasional Indonesia Minuman sari buah ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Pendahuluan...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Cara pengambilan contoh...
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi, Habitat dan Sistematika Ikan Sidat. larak, dan ikan pelus. Tubuh sidat memanjang dan dilapisi sisik kecil
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi, Habitat dan Sistematika Ikan Sidat Sidat merupakan hewan yang termasuk ke dalam famili Anguillidae. Hewan ini memiliki banyak nama daerah seperti ikan uling, ikan moa,
Lebih terperinciIII. TINJAUAN PUSTAKA
III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survey yang dilakukan Kementerian PPN pada pertengahan tahun 2013, masih ditemukan lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Anak kurang gizi dapat
Lebih terperinciLAMPIRAN. Jenis cemaran mikroba dan batas maksimum
216 LAMPIRAN Peraturan Kepala Badan Pengawas obat dan Makanan Nomor Hk.00.06.1.52.40.11 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya
I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi
Lebih terperinciPENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU DALAM BISKUIT
PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU DALAM BISKUIT Mashfufatul Ilmah (1112016200027) Eka yuli Kartika, Eka Noviana Nindi Astuti, Nina Afria Damayanti PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
Lebih terperinciPRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA
PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Durian Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of Fruits ini termasuk dalam famili Bombaccaceae
Lebih terperinciStandart Mutu Mie Kering Menurut SNI
7. LAMPIRA Lampiran 1. SI Mie Kering Standart Mutu Mie Kering Menurut SI 01-2774-1992 o Uraian Satuan 1. Keadaan 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Persyaratan Mutu 1 Mutu 2 ormal ormal ormal ormal ormal ormal
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe
Standar Nasional Indonesia Saus cabe ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat
Lebih terperinciAir demineral SNI 6241:2015
Standar Nasional Indonesia Air demineral ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen
Lebih terperinciSTANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN
STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 01-2600 - 1992 SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN =========================================== DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PENDAHULUAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kadar protein tepung
Lebih terperinciTARIF LINGKUP AKREDITASI
TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan
Lebih terperinciLampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI
LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI 01-3820-1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Bulat Panjang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai
Lebih terperinciPEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK
PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK Utilization of Patin Fish Protein Concentrate To Make Biscuit and Dewita*, Syahrul, Isnaini Jurusan
Lebih terperinciPenentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman alpukat memiliki nama botanis Persea americana, Mill
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Alpukat Tanaman alpukat memiliki nama botanis Persea americana, Mill (Rismunandar, 1986). Buah alpukat selalu ada pada setiap musim. Alpukat tergolong famili tanaman
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Saus tomat ICS 67.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Persyaratan...1
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciSarden dan makerel dalam kemasan kaleng
Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
Lebih terperinciLampiran 1. Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan
52 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan Jenis uji Satuan Persyaratan Keadaan a. Bentuk - Serbuk b. Bau - Normal (bebas dari abu asing) c. Warna - Putih, khas terigu Benda
Lebih terperinciIkan beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan kelapa yang mencapai 3.187.700 ton pada tahun 2013 (BPS, 2014).
Lebih terperinciTuna dalam kemasan kaleng
Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah
Lebih terperinci2013, No.710 6
6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
No. 739, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN
Lebih terperinci7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg.
7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning Kandungan Gizi Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi
Lebih terperinciAir mineral SNI 3553:2015
Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.
Lebih terperinciSosis ikan SNI 7755:2013
Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciMasa berlaku: Alamat : Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya 15 Agustus 2006 Telp. (031) , pswt 150 Faks. (031) ,
LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-325-IDN Nama Laboratorium : Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi - Universitas Airlangga Kimia Daging Protein total AOAC 2000, edisi 17, Vol. 1, chapter
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kata terigu dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Portugis trigo yang. proteinnya, tepung terigu dapat dibagi menjadi:
TINJAUAN PUSTAKA Tepung Terigu Tepung terigu merupakan butiran halus yang dihasilkan dari biji gandum, biasanya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, roti, mie, dan pasta. Asal kata terigu dalam
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan
Lebih terperinciSiomay ikan SNI 7756:2013
Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciLAMPIRAN B1 E2 A3 E3 B3
Lampiran 1. Layout LAMPIRAN D1 C1 A1 C3 D3 D2 A2 B2 C2 E1 B1 E2 A3 E3 B3 1. A1, A2 A3 = Varietas Kirik 2. B1, B2, B3 = Varietas Gambyong 3. C1, C2, C3 = Varietas Jawa 4. D1, D2, D3 = Varietas Gatotkaca
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Susu
TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tegak yang tingginya mencapai 0,9-1,8m hingga 3m. Umbinya dapat mencapai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ganyong Ganyong dengan nama ilmiah Canna edulis Kerr, merupakan tanaman tegak yang tingginya mencapai 0,9-1,8m hingga 3m. Umbinya dapat mencapai panjang 60cm, dikelilingi oleh
Lebih terperinciAir mineral alami SNI 6242:2015
Standar Nasional Indonesia Air mineral alami ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bakpia. dibungkus dengan adonan tepung dengan sedikit minyak nabati (Ihsan, 2010).
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakpia Bakpia adalah makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus dengan tepung lalu dipanggang. Isi bakpia saat ini sangat variatif, tidak hanya menyajikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Beralkohol Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Minuman ini diproses dari hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan
Lebih terperinciJahe untuk bahan baku obat
Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
-1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,
Lebih terperinciKERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI
KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dan beta-karoten (provitamin A) (Suarni dan Firmansyah, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan merupakan makanan pokok di beberapa daerah. Jagung juga berperan dalam perkembangan
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman
TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi, Habitat, Kedudukan Taksonomi dan Kandungan Gizi Waluh (Cucurbita moschata Durch) Tanaman waluh (Jawa Tengah) atau sering disebut labu kuning dan labu parang (Jawa Barat)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,
PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciSTANDAR NATIONAL INDONESIA TAHU
Lampiran 1. SNI Tahu STANDAR NATIONAL INDONESIA 01-3142-1998 TAHU Definisi : Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine species) dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses pembekuan dan agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu, pemanis, penstabil,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.
Lebih terperinciMenurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007
Lebih terperinciJenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur
LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG JAGUNG
PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7
Lebih terperinciEVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN
EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis) BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH (MSM), TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG UDANG REBON (Acetes erythraeus) The Quality Evaluation Of Cookies Which
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut
Lebih terperinciFormulasi Crackers Tepung Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus Hoffmeister) sebagai Sumber Protein Alternatif dengan Tinjauan Angka Kecukupan Protein
Prosiding Farmasi ISSN: 246-6472 Formulasi Crackers Tepung Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus Hoffmeister) sebagai Sumber Protein Alternatif dengan Tinjauan Angka Kecukupan Protein 1 Mega Hasmaya Sari, 2
Lebih terperinci