OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM"

Transkripsi

1 LAPORAN HASIL PENELITIAN OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM Oleh: Eko Sabar Prihatin (Bagian Hukum Tata Negara FH UNDIP) Dibiayai oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Tahun Anggaran 2009 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG TAHUN 2009

2 HALAMAN PENGESAHAN HASIL PENELITIAN 1. a. Judul Penelitian : OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap : Eko Sabar Prihatin,SH,MS b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Gol./Pangkat/NIP : IVB/Pembina Tk.I/ d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala e. Jabatan Struktural : - f. Bagian : Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNDIP 3. Jumlah Peneliti : 11 (sebelas) orang a. Wakil Ketua : Untung Dwi Hananto, SH, MHum b. Sekretaris : Indarja,SH,M H c. Anggota : Lita Tyesta ALW, SH,MHum d. Anggota : Untung Sri Harjanto,SH,MH e. Anggota : Amiek Sumarmi,SH,MHum f. Anggota : Amalia Diamantina,SH, MHum g. Anggota : Fifiana Wisnaeni, SH, MHum h. Anggota : Retno Saraswati, SH, MHum i. Tenaga Pendukung : Susilo, SH j. Tenaga Pendukung : Triyono, SH, MH k. Tenaga Pendukung : Heru Setiyono, Ssi 4. Lokasi Penelitian : Jawa Tengah 5. Lama Penelitian : 2 (dua) bulan 6. Biaya yang diperlukan : Rp ,- (seratus delapan juta dua ratus lima puluh rupiah ) Semarang, 28 Agustus 2009 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum UNDIP Ketua Peneliti, Prof. Dr. Arief Hidayat, SH, MS Eko Sabar Prihatin,SH,MS NIP NIP

3 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas selesainya penelitian dengan judul OTONOMI DAERAH DANPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ini. Pada kesempatan ini kami tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapaun sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tim peneliti juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Karenanya atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam hasil penelitian ini, kami mohon maaf dan mengharapkan saran, kritik serta masukan agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya Semarang, 28 Agsutus 2009 Tim Peneliti i

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... ABSTRAK.... i ii iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian... 6 D. Kontribusi Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan B. Spefikasi Penelitian C. Metode Pengumpulan Data D. Metode Penyajian Data E. Metode Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup Pengelolaan Sumber Daya Alam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Era Otonomi Daerah ii

5 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.. 93 B. Saran DAFTAR PUSTAKA iii

6 ABSTRAK Banyak permasalahan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya pemanfaatan sumber daya alam yang berkaitan dengan otonomi daerah. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan daerah yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya. Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan daerah, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Permasalahannya adalah Apakah di era otonomi daerah saat ini, peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam sudah memadai berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan? Bagaimanakah upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam di daerah? Bagimanakah penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses perijinan? Bagaimanakah upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders di daerah? Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif. Metode yuridis digunakan sehubungan dalam penelitian ini yang diteliti adalah peraturan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat. Kata kunci : otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam iv

7 BAB I PENDAHULUAN a. LATAR BELAKANG MASALAH Otonomi Daerah adalah salah satu mekanisme untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyat sehingga ruang partisipasi rakyat demi demokratisasi menjadi terbuka. Dengan dekatnya jarak baik politik maupun geografis antara rakyat dengan pembuat kebijakan seharusnya, kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah semakin besar. Otonomi dianggap jauh lebih demokratis dibanding sistem yang terpusat, bahkan lebih menjamin adanya pluralitas (tidak menggunakan pendekatan yang seragam seperti pada masa orde baru), karena menghindari dominasi suatu kekuasaan berdasarkan budaya atau agama atau kepercayaan/ideologi tertentu. Dengan otonomi maka daerah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kebijakan sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Dalam bidang pengelolaan sumber daya alam, otonomi daerah berarti: a. Menyesuaikan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dengan ekosistem setempat. b. Menghormati kearifan tradisional yang sudah dikembangkan masyarakat didalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara lestari. c. Tidak berdasarkan batas administratif, tetapi berdasarkan batas ekologi (bioecoregion). d. Meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan setempat dan bukan menghancurkan daya dukung ekosistem dengan eksploitasi yang melewati daya dukung. 1

8 e. Pelibatan secara aktif masyarakat adat dan penduduk setempat sebagai pihak yang paling berkepentingan (menentukan) dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Agar kebijakan pemerintah dan penyelenggaraan kekuasaan daerah dapat memenuhi rasa keadilan, kebutuhan dan keadilan masyarakat setempat, maka pelaksanaan otonomi harus memenuhi prasyarat sebagai berikut : 1) Otonomi bukan hanya menyangkut penyelenggaraan kekuasaan pemerintah atau pun legislatif, tetapi yang lebih penting lagi adalah merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pengalihan kekuasaan dari pemerintahan yang selama ini terpusat harus menjadi bagian dari proses demokratisasi yang dicirikan oleh adanya pengembangan kemampuan (capacity) dan sistem pertanggung-jawaban secara politik maupun hukum (tanggung-gugat) secara terbuka oleh para pejabat daerah; serta pengembangan kemampuan dan peluang rakyat setempat dalam melakukan pengawasan. 2) Untuk menjamin adanya demokratisasi dan pertanggung-jawaban pemerintah daerah dan DPRD maka sangatlah penting untuk mengubah sistem pemilihan umum. Pemilihan umum harus dilakukan dengan sistem distrik, sehingga para anggota DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat akan lebih bertanggung-jawab kepada para pemilihnya dan bukan kepada partai seperti yang terjadi saat ini. Selain itu, sistem pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa/Lurah) hingga pemerintah yang ada pada unit terkecil harus dilakukan dengan cara pemilihan langsung. Ini akan menghindari munculnya persokongkolan antara partai atau DPRD dengan kepala daerah, bahkan membuka peluang bagi rakyat untuk 2

9 mempersoalkan atau menggugat kebijakan pemerintah setempat yang merugikan kepentingan rakyat. 3) Otonomi yang paling dasar haruslah ada pada tingkat komunitas masyarakat yang terkecil seperti desa atau sejenis. Disini rakyatlah yang memutuskan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Rakyat diberi hak dan jaminan hukum untuk ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di desanya, misalnya soal penataan ruang atau kawasan, pemberian ijin investasi, bahkan hak untuk memperoleh prioritas dalam memanfaatkan atau menikmati hasil pengelolaan sumberdaya alam setempat. 4) Agar otonomi terhindar dari sistem negara di dalam negara, maka pengelolaan daerah-daerah otonom harus dilandaskan pada konstitusi nasional maupun pada peraturan perundangan lainnya yang berlaku secara nasional dan universal yaitu peraturan perundangan yang mengatur lingkungan hidup, hak azasi manusia, moneter, kebijakan luar negeri, dan pertahanan. 5) Daerah otonom juga harus menghormati hukum internasional yang telah disepakati oleh banyak negara, misalnya konvensi tentang hak-hak buruh; tentang anak-anak dan perempuan; tentang keanekaragaman hayati; tentang perdagangan bahan beracun berbahaya atau B3 (konvensi Basel); tentang perdagangan satwa (CITES); tentang hak azasi manusia; tentang hak untuk berpindah dan menetap; diskriminasi etnik dan ras, dan sebagainya. 6) Oleh karena itu, otonomi memerlukan adanya masyarakat sipil (civil society) yang terdiri dari berbagai unsur yang ada di dalam masyarakat, yang kuat, solid, selalu berpikir kritis, dan mampu melakukan kontrol atau pengawasan terhadap 3

10 penyelenggaraan kekuasaan daerah yang berada di tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif. 7) Otonomi haruslah mengubah pandangan dan perilaku penyelenggara kekuasaan di daerah untuk benar-benar menjadi pelayan masyarakat. Artinya pemerintah benarbenar meletakkan kepentingan dan suara masyarakat sebagai pijakan dari semua kebijakan publik yang dibuat. Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa begitu banyak masalah yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya pemanfaatan sumber daya alam yang berkaitan dengan otonomi daerah. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan daerah yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya. Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di manamana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan daerah, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari halhal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal 4

11 ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola sumber daya alam dengan sebaikbaiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat. b. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah di era otonomi daerah saat ini, peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam sudah memadai berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan? 2. Bagaimanakah upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam di daerah? 3. Bagimanakah penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses perijinan? 4. Bagaimanakah upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders di daerah? 5

12 c. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peraturan daerah (perda) di bidang pengelolaan sumber daya alam sudah memadai berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. 2. Mengetahui upaya penguatan kelembagaan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam di daerah. 3. Mengetahui penerapan dokumen pengelolaan sumber daya alam dalam proses perijinan. 4. Mengetahui upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders di daerah. d. KONTRIBUSI PENELITIAN a. Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan kajian lebih jauh tentang otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam. b. Selain hal itu diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah dan melengkapi ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara dan Hukum Lingkungan tentang otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam. 6

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan sumber daya alam termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan sumber daya alam, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah. 1. Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah: Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan. Membangun hubungan interdependensi antar daerah. Menetapkan pendekatan kewilayahan. 7

14 Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya alam titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit RPJPN merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup : 1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah. 2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasankawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif 8

15 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten. 5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan 9

16 pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. 2. Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan Dengan pesatnya pembangunan nasional yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga hal ini dapat menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi : 1. Regulasi Perda tentang Sumber Daya Alam. 2. Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup. 3. Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan 4. Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup. 10

17 5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders 6. Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan. 7. Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. 8. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia. 9. Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan Sumber Daya Alam adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam UUPLH, maka undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam 11

18 penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat pengelolaan sumber daya alam memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 26 Th 2007 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur. Mengingat kompleksnya pengelolaan sumber daya alam dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan. Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal 12

19 yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut. Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimpahkan sebagian kewenangan mengelola sumber daya alam di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam, demikian juga ego sektor. Pengelolaan sumber daya alam sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain, tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan sumber daya alam) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan sumber daya alam, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan sumber daya alam. Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan sumber daya alam selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan sumber daya alam (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup. 13

20 Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya. Lemahnya implementasi paraturan perundang-undangan. Peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundang-undangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya. Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundang-undangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum. Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga 14

21 masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup. Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerahdaerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat pembangunan di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. 15

22 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan secara yuridis yang mendasarkan pada kaidahkaidah hukum publik. B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif analitis, artinya suatu cara pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan memamarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta fakta yang tampak sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis secara objektif. Deskriptif artinya memberikan gambaran tentang objek yang diteliti, yaitu segala ketentuan dan prosedural yang berhubungan dengan otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan analitis artinya melakukan kajian deduktif, yaitu kajian yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (yang merupakan pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus) terhadap objek penelitian. Analitis ini dilakukan dalam rangka menjawab permasalahan dalam penelitian ini. C. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang lengkap, diperlukan data yang bersifat primer dan sekunder. 16

23 1. Data Primer Adalah data yang diperoleh melalui penelitian di lapangan dengan cara : a. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. b. Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara langsung secara terpimpin. Dalam hal ini dipersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan sebagai pedoman, tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan. 2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, dalam arti bahwa data ini diperoleh dari buku-buku karya ilmiah para sarjana, peraturan perundangundangan, catatan-catatan, arsip-arsip. D. Metode Penyajian Data Data Primer dan Data Sekunder yang telah diperoleh selama penelitian disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan sifat data itu sendiri. E. Metode Analisis Data Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh, dipilih dan disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisa secara kualitatif untuk menggambarkan hasil penelitian, selanjutnya disusun dalam karya ilmiah. 17

24 Data-data yang telah terkumpul diteliti dan dianalisis dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu pola berfikir yang mendasarkan dari suatu fakta yang sifatnya umum kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya khusus. 18

25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan Berkelanjutan atau sustainable development sebenarnya bukanlah suatu konsep yang baru di tingkat global maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya masih belum dipahami dengan baik, karena masih banyak menimbulkan kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan serta mempunyai banyak hambatan pada tataran implementasi atau pelaksanaan. Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang memperhatikan dan mempertimbangkan dimensi lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya konsep tersebut sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan, menurut Siti Sundari Rangkuti Konferensi Stocholm telah membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (eco-development). Dilaksanakannya konferensi tersebut adalah sejalan dengan keinginan dari PBB untuk menanggulangi dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi, bertepatan dengan di umumkannya Strategi Pembangunan Internasional bagi Dasawarsa Pembangunan Dunia ke 2 (The Second UN Development Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni Sidang Umum PBB menyerukan untuk meningkatkan usaha dan 19

26 tindakan nasional serta Internasional guna menanggulangi proses pemerosotan kualitas lingkungan hidup agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha melindungi dan mengembangkan kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkembang dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional. Amanat inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep Pembangunan Berkelanjutan. Pengaruh Konferensi Stocholm terhadap gerakan kesadaran lingkungan tercermin dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang lingkungan hidup, termasuk di Indonesia. Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disahkan oleh resolusi SU PBB No (XXVII) tertanggal 15 Desember Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai a first step in developing international environment law. Bagi Indonesia konsep ini sebenarnya merupakan suatu konsep yang relatif baru. Menurut Emil Salim, inti pokok dari Pembangunan yang lama tidak mempertimbangkan lingkungan, dan memandang kerusakan lingkungan sebagai biaya yang harus dibayar. Walaupun demikian konsep ini sebenarnya sudah dibahas mendahului Konferensi Stockholm dalam Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Bandung tanggal Mei sedangkan Konferensi Stockholm berlangsung tanggal Juni Menurut Daud Silalahi Seminar Nasional 20

27 Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional 1972 di UNPAD yang bekerjasama dengan BAPPENAS telah mengawali konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan (ecodevelopment). Menurut pendapatnya pertemuan ini membawa pengaruh pada pengaturan hukum lingkungan dan pada konsep pembangunan dengan masuknya pertimbangan lingkungan dalam setiap keputusan rencana pembangunan. Seminar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional (1972) dengan tema hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat berkembang dengan baik, dan hanya dengan lingkungan akan berkembang ke arah yang optimal. Otto Sumarwoto menilai seminar tersebut sebagai suatu tonggak sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Karena itu perbincangan tentang pembangunan tentang Pembangunan Berkelanjutan sudah dibahas di Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, namun hingga sekarang masih menjadi masalah yang belum dapat diwujudkan secara baik. Dalam kurun waktu tersebut bangsa Indonesia telah berusaha untuk menjadikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang berkelanjutan bahkan ditambah dengan berwawasan lingkungan, namun prakteknya menunjukkan lain. Dalam gambaran tentang kondisi umum mengenai pengelolaan Sumber daya alam dan lingkungan hidup, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menyebutkan bahwa Konsep Pembangunan Berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali. Karena itu pembangunan berkelanjutan adalah sebuah harapan yang harus diwujudkan dan dalam upaya mewujudkannya itu peranan hukum menjadi sangat relevan. 21

28 2. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN YANG BERWAWASAN LING- KUNGAN HIDUP. Istilah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang kita pergunakan disini merupakan terjemahan dari sustainable development yang sangat populer dipergunakan di negara-negara Barat. Istilah Pembangunan Berkelanjutan secara resmi dipergunakan dalam Tap MPR No. IV /MPR/1999 tentang GBHN, sedangkan istilah Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan Hidup digunakan dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu juga dikenal ada istilah lingkungan dan pembangunan, sedang sebelumnya lebih popular digunakan istilah Pembangunan yang berwawasan Lingkungan sebagai terjemah dari Eco-development. Sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai dipusatkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Pertama kali istilah ini muncul dalam World Conservation Strategy dari the International Union for the conservation of nature, lalu dipakai oleh Lester R. Brown dalam bukunya Building a Suistainable Society (1981). Istilah tersebut kemudian menjadi sangat popular melalui laporan Bruntland, Our Common Future (1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang akhirnya pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigma Pembangunan Berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua negara di dunia. Perkembangan kebijakan lingkungan hidup, menurut Koesnadi Hardjasoemantri, didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkat WCED. WCED dibentuk PBB memenuhi keputusan Sidang Umum PBB Desember 1983 No. 38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr. 22

29 Mansour Khalid (Sudan), salah satu anggotanya dari Indonesia adalah Prof. Dr. Emil Salim. Salah satu tugas WCED adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya. WCED telah memberikan laporannya pada tahun 2000 yang diberi judul Our Common Future yang memuat banyak rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan perubahan hukum. Sedangkan Soerjani menambahkan bahwa panitia ini menghasilkan laporan yang berjudul Our Common Future pada tahun Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul Hari Depan Kita Bersama Salah satu tonggak penting yang di pancangkan oleh panitia ini adalah agar pemahaman tentang perlunya wawasan lingkungan dalam Pembangunan di praktekkan di semua sektor dan terkenal dengan istilah Sustainable Development. Dalam laporan WCED Our Common Future ditemui sebuah rumusan tentang Sustainable Development sebagai berikut: Suistainable Development is defined as development that meet the needs of the present without comprosing the ability of future generations to meet their own needs. Ada beberapa penekanan yang kita temukan dalam terjemahan rumusan ini. Dalam terjemahan Laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan disebutkan Umat memiliki kemampuan untuk menjadikan pembangunan ini berkesinambungan (sustainable) untuk memastikan bahwa Pembangunan ini dapat memenuhi kebutuhanya. Selanjutanya dalam laporan Komisi Dunia untuk lingkungan hidup dan pembangunan tentang Hari Depan Kita Bersama (1988) dikemukakan beberapa penegasan lebih lanjut tentang pembangunan berkelanjutan ini. Dikatakan konsep pembangunan yang berkesinabungan memang mengimplikasikan batas - bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat teknologi dan organisasi sosial 23

30 sekarang ini mengenai sumber daya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia, akan tetapi teknologi untuk memberi jalan bagi era baru pertumbuhan ekonomi. Kemudian ditambahkan pula bahwa Pembangunan global yang berkesinambungan juga mensyaratkan mereka yang hidup lebih mewah untuk mengambil gaya hidup dalam batas-batas kemampuan ekologi planet ini dalam hal penggunaan energi, misalnya. Lebih lanjut penduduk yang bertambah cepat dapat meningkatkan tekanan pada sumber daya dan penyelamatan naiknya taraf hidup, jadi pembangunan yang berkelanjutan hanya dapat dikejar bila besarnya populasi penduduk dan pertumbuhan selaras dengan potensi produktif yang terus berubah dari ekosistem. Akhirnya pembangunan yang berkelanjutan bukanlah suatu tingkat keselarasan yang tetap, akan tetapi lebih berupa suatu proses dengan pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan yang konsisten dengan kebutuhan hari depan dan kebutuhan masa kini. Kami menyadari bahwa proses itu tidak mudah. Pilihan-pilihan yang menyakitkan harus dibuat. Jadi dalam analisis akhirnya, pembangunan yang berkelanjutan pasti bersandar pada kemauan politik. Dalam menanggapi rumusan Pembangunan Berkelanjutan, Emil Salim dalam terjemahan laporan ke dalam bahasa Indonesia mengemukakan bahwa rumusan pembangunan berkelanjutan memuat dua konsep pokok yakni, pertama, konsep kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok kaum miskin sedunia, terhadap siapa prioritas utama perlu diberikan; dan kedua, gagasan keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Dengan demikian keprihatinan kemiskinan dan ikhtiar menanggapi keterbatasan akibat keadaan teknologi dan organisasi 24

31 sosial menjadi latar belakang pembahasan masalah-masalah lingkungan dan pembangunan. Selain hal itu dikemukakan ada beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari konsep pembangunan berkelanjutan ini, yaitu : Pertama, proses pembangunan itu mesti berlangsung secara berlanjut, terus menerus di topang oleh sumber daya alam, kualitas lingkungan dan manusia yang berkembang secara berlanjut, Kedua, sumber daya alam terutama udara, air dan tanah memiliki ambang batas, sehingga penggunaannya akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya. Penurunan itu berarti berkurangnya kemampuan sumber daya alam tersebut untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan, sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber daya alam dengan sumber daya manusia. Ketiga, kualitas lingkungan berkolerasi langsung dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin posistif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya kualitas fisik, pada harapan usia hidup, pada turunnya tingkat kematian dan lain sebagainya. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan, akan memberi pengaruh positif terhadap kualitas hidup. Keempat, pembangunan berkelanjutan menumbuhkan solidaritas transgenerasi, dimana pembangunan ini memungkinkan generasi sekarang untuk meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pandangan yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Ignas Kleden yang antara lain menyatakan bahwa ada dua hal yang dipertaruhkan disini, yaitu daya dukung sumber-sumber daya tersebut, dan solidaritas transgenerasi; maksudnya adalah bagaimana kita mengekang diri untuk tidak merusak sumber-sumber daya yang ada, agar 25

32 dapat bersikap adil terhadap masa depan umat manusia. Kegagalan kita untuk memelihara daya dukung sumber-sumber daya itu akan menyebabkan kita berdosa karena telah melakukan sesuatu (sin of commission) sementara kegagalan untuk mewujudkan solidaritas transgenerasi itu akan menyebabkan kita berdosa karena telah melalaikan sesuatu. Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan tidak lepas dari berbagai interpretasi. Moeljarto Tjokrowinoto misalnya menyebutkan ada interpretasi yang lahir dari pemikiran kaum environmentalist dan ada pula interpretasi yang datang dari para pakar lembaga-lembaga donor. Kedua interpretasi pembangunan berkelanjutan tadi mempunyai implikasi administratif tertentu. Menurut Moeljarto munculnya konsep pembangunan berkelanjutan didorong oleh kenyataan tingginya mortality rate proyekproyek pembangunan di negara berkembang. Alokasi input yang berkesinambungan tidak menjadikan proyek pembangunan tadi berkembang dengan kekuatan tersendiri. Dikatakan pula bahwa sustainable development atau pembangunan berkelanjutan ini mungkin diwujudkan melalui keterkaitan (interlinkages) yang tepat antara alam, aspek sosio-ekonomis dan kultur. Dikatakan juga bahwa sustainable development bukanlah suatu situasi harmoni yang tetap dan statis, akan tetapi merupakan suatu proses perubahan dimana eksploitasi sumber daya alam, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, perubahan kelembagaan konsisten dengan kebutuhan pada saat ini dan di masa mendatang. Pandangan lain diungkapkan Sonny Keraf. Dikemukakannya bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kritik pembangunan di satu pihak tetapi di pihak lain adalah suatu teori normatif yang menyodorkan praksis pembangunan yang baru sebagai jalan keluar dari kegagalan developmentalisme selama ini. 26

33 Sedangkan menurut Mas Achmad Santoso istilah sustainable development mengandung berbagai penafsiran yang berbeda-beda karena terminologi pembangunan berkelanjutan sangat terbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian. Disamping konsep sustainable development yang berasal dari WCED, muncul pula batasan tentang pembangunan yang didukung oleh Bank Dunia, World Conservation Society (IUCN) serta IUCN bersama UNEP dan WWF yang antara lain menekankan pada perbaikan sosial ekonomi, pelestarian sumber daya alam dan perhatian pada daya dukung sumber daya alam serta keanekaragamannya dalam jangka panjang. Konsep ini dirumuskan dalam apa yang dinamakan Carrying for the Earth: The Strategy for Sustainable Living menggantikan World Conservation Strategy (WCS). Dalam rumusan Carrying for the Earth disingkat CE (1991) perumusan tentang sustainable development digariskan sebagai berikut: improving the quality of human life while living within the carrying capacity of supporting ecosystem. A sustainable economy is the product of sustainable development. It maintains natural resources base, it can continue to develop by adopting and through improvement in knowledge, organization, technical efficiency and wisdom. Konsep pembangunan berkelanjutan ini mengakui tentang pentingnya peranan hukum untuk menopang terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Menurut Koesnadi Hardjosoemantri, pertama kali dalam evolusi konsep pembangunan berkelanjutan telah dilakukan upaya untuk menggariskan kerangka hukum yang komprehensif guna menetapkan pembangunan berkelanjutan. Dalam mengemukakan pentingnya mekanisme hukum dalam tingkat nasional, regional dan global dalam menetapkan dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan. CE menyatakan bahwa hukum lingkungan, dalam pengertiannya yang luas, adalah sarana esensial bagi mencapai keberlanjutan. 27

34 Konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan lebih jauh dalam KTT Bumi yang diselenggarakan di Rio de Jenairo pada tanggal 3-14 Juni 1992, konferensi ini merupakan momentum global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan membentuk kemitraan dunia untuk mencapai kehidupan dan kualitas dunia, yang lebih baik. Konferensi ini menghasilkan banyak keputusan penting antara lain The Rio Declaration on Environment and Development dan agenda 21. Prinsip pertama dari Rio Declaration menyatakan bahwa: human beings are as the center of the concern for sustainable development. They are entitled to a healthy and productive life in harmony with nature (manusia merupakan perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak untuk mendapatkan suatu kehidupan yang baik dan produktif yang harmonis dengan alam). Selanjutnya berdasarkan Agenda 21, pada tahun 1992 telah diselenggarakan Sidang Umum PBB dan The Economic and Social Council (ECOSOC) yang membentuk Commision on Sustainable Development (CSD) yang beranggota 53 negara yang dipilih oleh ECOSOC dengan memperhatikan kelayakan distribusi geografis. Sekretariat CSD berkedudukan di New York dan pertemuan-pertemuan diselenggarakan di New York dan Genewa. CSD bertujuan untuk : ensure the effective follow-up of UNCED, as well as to enhance international cooperation and rationalize the intergovermental decision making capacity for the integration of environment and development issues and to examine the progress of the implementation of agenda 21 at the national, regional and international levels, fully guided by the principles of the Conference, in other to achive sustainable development. Dengan demikian sudah ada suatu badan dunia yan menangani pengembangan pembangunan berkelanjutan yang meliputi tatanan nasional, regional dan global. 28

35 Pertemuan terakhir yang membahas tentang pembangunan berkelanjutan ini adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan (2002) sebagai kelanjutan dari KTT Rio de Jenairo. Dalam KTT ini lebih ditegaskan lagi mengenai perubahan paradigma pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan tidak saja harus dilihat sebagai pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harus memperhatikan dimensi sosial yaitu tentang manusianya sendiri dan alam ciptaan Tuhan yang dianugrahkan kepada manusia. Melalui pendekatan tersebut maka pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mempunyai dasar dan landasan yang lebih kokoh untuk diterapkan, hanya saja konsep tersebut masih harus di sosialisasikan secara lebih luas. Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on the human and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak hanya memasukkan aspek lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973 aspek lingkungan hidup masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan ke Repelita II dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan penjabarannya dalam Repelita III. Pada tahun 1978 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 1982 diubah menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian pada 1992 dirubah menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH) sampai sekarang. Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan aspek lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita. 29

36 Pada tahun 1982 telah diundangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN 1982 No. 12) tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup (UULH) secara terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan pembangun-an dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang dinamakan pembangunan berwawasan lingkungan Undang-Undang ini mempunyai arti penting tersendiri, menurut Siti Sundari Rangkuti UULH ini mengadung berbagai konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum lingkungan baik nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap pembinaan hukum lingkungan Indonesia, sehingga perlu dikajinya perundang-undangan lingkungan modern sebagai satu sistem keterpaduan. Dalam Pasal 4 huruf d Undang-Undang ini disebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Mengenai pengertian pembangunan bewawasan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 13 yang menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Penjelasan UULH (TLN.3215) dinyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya alam untuk menopang pembangunan secara berkesinambungan. Ketentuan tersebut selain menggunakan istilah pembangunan berwawasan lingkungan juga menggunakan istilah pembangunan berkesinabungan istilah yang disebutkan terakhir dapat juga dijadikan acuan istilah sustainable 30

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA OLEH DR. H. ABDURRAHMAN, SH. MH Makalah Disampaikan Pada SEMINAR PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL VIII TEMA PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah- MEMAHAMI AMDAL Edisi 2 oleh Mursid Raharjo Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup i ii Memahami AMDAL Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup iii iv Memahami AMDAL MEMAHAMI AMDAL Editor: Mursid Raharjo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2007 Hak

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Wahyu

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of Idaho, USA, 19

Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of Idaho, USA, 19 PENGERTIAN, PROSES & MANFAAT AMDAL Oleh : Baharuddin Nurkin -Dawn- Baharuddin Nurkin, Ph.D Lahir : 24 Febr. 1946, Bantaeng Pendidikan formal: M.Sc (Washington State Univ. USA, 1983); Ph.D (University of

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang : a. bahwa kekayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan Pewarta-Indonesia, MESKI istilah undang-undang pokok tidak dikenal lagi dalam sistem dan kedudukan peraturan perundang-undangan sekarang ini, namun keberadaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

TANTANGAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH

TANTANGAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH JRL Vol. 4 No.1 Hal 47-51 Jakarta, Januari 2008 ISSN : 2085-3866 TANTANGAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH Lestario Widodo Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT BPPT Gedung 2,Jl MH Thamrin No

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/68; TLN NO.3699 Tentang: PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran I : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004 Tentang : Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. Tanggal : September 2004 PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global (global warming), pencemaran udara, pencemaran air, mahkluk hidup lain yang mengisi ruang di atas bumi ini.

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global (global warming), pencemaran udara, pencemaran air, mahkluk hidup lain yang mengisi ruang di atas bumi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan serta kualitas lingkungan hidup saat ini semakin menunjukkan angka penurunan, fenomena ini sesungguhnya dapat mengancam kehidupan manusia dan mahkluk hidup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman.

Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. Baca artikel ini,diskusikan kemudian buat rangkuman. 1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan deep ecology? 2. Bagaimana menerapkan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apa peran pemerintah dalam konsep

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA 1 GUBERNUR KALIMANTAN UTARA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN LEMBAGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 16 2000 SERI.D KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 32 TAHUN 2000 T E N T A N G PEDOMAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DAN PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002 T E N T A N G I I ENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebenarnya bukanlah konsep baru, baik secara nasional maupun global. Di Indonesia, konsep ini telah menjadi bahan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Sumber : Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional oleh Siti Sundari Rangkuti 1 Pengertian KEBIJAKAN PUBLIK Merupakan suatu aturan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci