DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi...
|
|
- Hartono Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KATA PENGANTAR Hasil-hasil kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam perundingan internasional dapat dihasilkan baik dari forum multilateral, regional dan bilateral. Kesepakatan ini selain dapat membuka akses pasar juga dapat mengamankan kebijakan perdagangan nasional serta mendapatkan capacity building dan technical assistance sesuai kepentingan perekonomian Indonesia. Kebijakan-kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Indonesia harus dapat dipertahankan di berbagai forum internasional sehingga tidak melanggar ketentuan perdagangan internasional. Dengan terjalinnya kerja sama perdagangan internasional dengan negara mitra dagang, maka selain menurunkan tarif barang Indonesia juga dapat mengedepankan capacity building dan technical assistance ketika bernegosiasi. Dari hasil perundingan yang telah dicapai selama ini disusunlah buku Hasil Kesepakatan/Perjanjian Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelbagai pihak dalam mencari referensi tentang perkembangan perundingan-perundingan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Republik Indonesia. Jakarta, Desember 2012 Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i ii A. Indonesia Pakistan... 1 B. Indonesia Ekuador C. Indonesia Peru D. Indonesia Kamboja E. Indonesia Laos dan Filipina F. Indonesia Viet Nam
2 A. INDONESIA - PAKISTAN Perundingan PTA antara Indonesia dengan Pakistan merupakan implementasi dari Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership (FACEP) Indonesia Pakistan yang ditandatangani kedua Menteri Perdagangan pada tanggal 24 November Perundingan ini dilakukan melalui forum Trade Negotiating Committee (TNC) dan telah dilakukan perundingan TNC sebanyak 8 kali yang dimulai pada tanggal 13 juni 2006 di Islamabad dan perundingan terakhir pada tanggal 16 September 2011 di Jakarta. Peta Perundingan RI-Pakistan (TNC 1 s/d TNC 8) Perundingan TNC ke 1 sampai dengan TNC ke 4 berhasil mencapai sebagian besar kesepakatan dalam rangka menyelesaikan perundingan PTA. Namun karena belum dicapainya kesepakatan dalam beberapa hal seperti jeruk Kinnow Pakistan serta CPO dan Produk CPO Indonesia, dan ditambah posisi Pakistan yang kurang fleksibel serta bertahan dengan posisinya dengan menekankan level of playing field, maka perundingan mengalami kebuntuan dan terhenti pada TNC ke 6. Kebuntuan perundingan ini membuat total nilai ekspor Indonesia ke Pakistan di tahun 2009 sempat mengalami penurunan dengan nilai ekspor sebesar US$ 665,2 juta atau turun sebesar 28,4% bila dibandingkan dengan total nilai ekspor di tahun 2008 yang mencapai US$ 929,6 juta. Dalam periode Januari Agustus 2011 total ekspor Indonesia ke Pakistan baru mencapai nilai US$ juta (Sumber BPS diolah oleh Pusdata Kemendag). Salah satu faktor eksternal yang turut membantu penurunan kinerja ekspor Indonesia adalah pembentukan Free Trade Agreement (FTA) bilateral antara Pakistan dan Malaysia yang mulai berlaku pada 1 Januari Hal ini membuat produk unggulan Indonesia ke Pakistan seperti CPO dan produk CPO kalah bersaing dengan produk Malaysia. Total nilai ekspor CPO Indonesia ke 1
3 Pakistan merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan nilai ekspor Indonesia ke Pakistan. Tahun 2009 nilai ekspor CPO Indonesia ke Pakistan sebesar US$ 36 juta atau turun sebesar 83,6% apabila dibandingkan dengan periode 2008 yang mencapai US$ 219 juta. Hasil Perundingan Di awal tahun 2011, Indonesia mulai melakukan konsolidasi dan upaya guna memberikan posisi yang lebih fleksibel dalam rangka memecah kebuntuan dan melanjutkan perundingan PTA dengan Pakistan. Akhirnya melalui dua kali TNC (TNC ke 7 dan 8), perundingan PTA Indonesia dengan Pakistan dapat diselesaikan dengan hasil hasil utama sebagai berikut: 1. Kedua pihak berhasil mencapai kesepakatan terkait dengan product list PTA dengan rincian sebagai berikut: a. Indonesia memperoleh 287 Pos Tarif dengan 7 diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut. b. Indonesia mendapatkan market access untuk produk edible palm oil Indonesia (HS ; HS ; HS ; HS ; HS ; HS dan HS ) sebesar 15% dari Margin of Preference (MoP) pada tarif MFN Pakistan, sehingga produk edible palm oil Indonesia mendapatkan treatment yang sama dengan produk edible palm oil Malaysia. c. Pakistan memperoleh 221 Pos Tarif dengan 27 diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut. d. Pakistan mendapatkan market access sebesar 0% sepanjang tahun untuk jeruk Kinnow Pakistan (HS ). 2. Kedua pihak setuju untuk menggunakan tarif MFN yang telah disepakati pada saat implementasi PTA sebagai dasar untuk 2
4 menetapkan program liberalisasi tarif. Apabila terdapat pihak yang menurunkan tarif setelah implementasi perjanjian maka tarif yang telah diturunkan tersebut digunakan sebagai acuan tarif dasar. 3. Kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan Minutes of the 7th TNC Meeting between Indonesia Pakistan yang telah diadakan di Islamabad pada tanggal Juni Kedua pihak sepakat untuk segera menyelesaikan persyaratan legal bagi implementasi PTA secepatnya. PTA Indonesia Pakistan akan ditandatangani pada tanggal dan tempat yang akan ditentukan kemudian melalui komunikasi diplomatik. Secara umum Indonesia diuntungkan dengan penyelesaian PTA karena produk ekspor unggulan Indonesia, yaitu CPO, dapat medapatkan kembali daya saingnya yang selama tiga tahun ini kalah dengan produk CPO dari Malaysia Tindak lanjut Pasca TNC 8 Dalam upaya meningkatkan perekonomian kedua negara, pada tanggal 3 Februari 2012 bertempat di Kementerian Perdagangan, telah ditandatangani PTA antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Islam Pakistan oleh Menteri Perdagangan RI dengan Duta Besar Pakistan di Jakarta yang telah ditunjuk sebagai pejabat kuasa. Dalam Framework kesepakatan PTA ini Indonesia memperoleh 287 pos tarif yang mendapatkan fasilitas akses pasar preferensi kedalam pasar domestik Pakistan. Sedangkan Pakistan memperoleh 221 pos tarif yang mendapatkan fasilitas akses pasar preferensi kedalam pasar domestik Indonesia. Salah satu poin penting dari diselesaikannya perundingan PTA ini adalah keberhasilan memperoleh market access untuk produk edible palm oil Indonesia sebesar 15% dari Margin of Preference (MoP) pada tarif Most Favoured Nations Pakistan, sehingga produk 3
5 edible palm oil Indonesia mendapatkan treatment yang sama dengan produk Malaysia. Dengan ditandatanganinya PTA Indonesia-Pakistan ekspor CPO Indonesia ke Pakistan yang sebelumnya sebesar US$ 36 juta atau turun 83,6%, pada tahun 2011 kembali naik menjadi sebesar USD juta, hal tersebut diduga karena ada dampak positif dari selesainya perundingan PTA Indonesia-Pakistan tahun
6 B. INDONESIA - EKUADOR Sebagai negara yang sama-sama merupakan negara yang dilalui garis khatulistiwa dan mempunyai prospek pengembangan infrastruktur yang baik di masa mendatang, Ekuador menjadi salah satu negara yang akan dijadikan pasar non-tradisional di antara negara-negara Amerika Latin. Keinginan pemerintah Indonesia dalam pengembangan pasar di Ekuador tersebut diperkuat dengan kunjungan kerja Presiden Indonesia ke Quito yang didampingi oleh beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Julid II yaitu Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan. Selain Presiden RI melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Ekuador, di sela-sela kunjungan Presiden RI tersebut, dilakukan pula penandatanganan Memory of Understanding (MOU) on Trade and Investment Cooperation antara RI-Ekuador yang ditandatangi oleh Minister of Trade RI dan Minister of Foreign Affairs Trade and Integration Ekuador. Dalam menggali peluang pasar di Ekuador, Menteri Perdagangan RI selain mempresentasikan tentang pasar Indonesia di hadapan beberapa Menteri Ekonomi Ekudor juga mengadakan dialog inteaktif langsung dengan pelaku bisnis Ekuador. Dalam pertemuan singkat tersebut beberapa produk dan sektor yang diminati dari Indonesia adalah produk tekstil seperti pakaian untuk tentara, produk sepatu dan alas kaki, suku cadang kendaraan roda 4 dan roda 2, kendaraan roda 4 dan roda 2, produk elektronik, serta pengembangan sektor pariwisata. Tahun mendatang Indonesia mengaharapkan dukungan dari Ekuador dalam pelaksanaan APEC 2013 dan KTT ASEAN 2013 di Bali. Selain itu, Indonesia dan Ekuador juga sepakat untuk mengembangkan kegiatan promosi dan kerjasama bilateral kedua negara dengan melakukan pertemuan bilateral secara rutin dan melibatkan dunia usaha serta mengadakan misi dagang dan pameran dagang.
7 C. INDONESIA - PERU Melihat peluang pasar Peru yang cukup besar dan letak georafis Peru yang strategis di antara negara-negara Amerika Latin, menjadikan Peru sebagai salah satu negara di kawasan Amerika Selatan yang akan dijadikan pasar non-tradisional bagi produkproduk ekspor unggulan Indonesia sekaligus menjadikan Peru sebagai negara mitra dagang Indonesia dalam pengembangan investasi di Indonesia. Sejalan dengan sasaran yang akan dicapai tersebut, strategi kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia adalah pengembangan kegiatan promosi perdagangan dan investasi kedua negara melalui Memory of Understanding (MOU) on Trade Promotion Activities yang ditandatangi oleh Minister of Foreign Trade and Tourism (Mincetur) of the Republic of Peru dan Minister of Trade of the Republic of Indonesia pada tahun 2011 lalu. Sebagai wujud realisasi program promosi tersebut kemudian Indonesia mengadakan kegiatan Misi Dagang dan Pertemuan Bilateral Indonesia ke Lima (Peru) yang dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan, dengan mengajak serta beberapa pelaku bisnis Indonesia dari berbagai sektor antara lain produk kayu dan rotan, pertanian, perikanan, tekstil. Peru sendiri kemudian dipimpin oleh Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata juga berperan aktif dalam ASEAN Latin Business Forum (ALBF) yang diadakan Indonesia di Shangrilla Hotel Jakarta. Dalam kunjungan kerja Peru ke Jakarta, sekaligus sebagai tindak lanjut kunjungan kerja Menteri Perdagangan ke Lima beberapa bulan lalu, disepakati antara lain bahwa: (1) Indonesia akan mendukung penuh pengembangan perusahaan minuman dengan merek dagang Big Cola Peru di Indonesia melalui pemantauan ketersediaan gula Rafinasi untuk proses industri pembuatan minuman, (2) Indonesia dan Peru sepakat untuk bekerjasama dalam pengembangan sektor perikanan, termasuk pakan ternak perikanan, (3) Peru bersedia menjadi suplier Indonesia untuk produk beras dalam memenuhi keinginan pasar domestik Indonesia, (4) Indonesia dan Peru juga sepakat untuk menyelesaikan perjanjian P4M. Tahun 2013 mendatang, sebagai tuan rumah APEC 2013 dan KTT ASEAN, Indonesia mengharapkan dukungan penuh dari negaranegara mitranya termasuk Peru. Pemerintah Indonesia (Kementerian Perdagangan) bekerjasama dengan KADIN juga berencana 51
8 mengadakan pertemuan bilateral dan kunjungan dagang ke Peru pada tahun mendatang serta mengajak serta pelaku bisnis Peru untuk datang ke Indonesia dan mengunjungi Trade Expo Indonesia 2013 sebagai salah satu pameran terbesar di Indonesia. 52
9 D. INDONESIA KAMBOJA Data Kementerian Perdagangan Kamboja menunjukkan bahwa sampai dengan November 2011, ekspor beras Kamboja telah mencapai ton. Kenaikan ekspor beras Kamboja tahun ini sangat signifikan mengingat ekspor beras Kamboja secara keseluruhan pada tahun 2010 tercatat sebesar ton. Pemerintah Kamboja mentargetkan bahwa ekspor beras tahun 2011 secara keseluruhan akan mencapai ton. Kamboja memiliki potensi untuk menjadi alternatif sebagai salah satu sumber pemasok beras bagi ketahanan pangan Indonesia. Namun hingga saat ini Kamboja masih mengalami tantangan untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam jumlah besar seperti Indonesia. Hingga saat ini, Kamboja cenderung mengekspor beras berkualitas tinggi ke negara Eropa yang memberikan tariff preferences kepada Least Developed Countries seperti Kamboja. Produk beras Kamboja akan lebih mampu bersaing di varietas fragrant rice, khususnya menghadapi pesaing utama seperti Thailand. Dengan kebijakan pemerintah Thailand untuk mematok harga berasnya serta kebijakan tariff preferences bagi beras Kamboja di Eropa, Kamboja diindikasikan akan lebih kompetitif di segmen beras tersebut dibandingkan Thailand. Sampai saat ini, kebijakan Kamboja untuk ekspor berasnya, khususnya dalam hal mengkoordinasikan permintaan pasar dalam jumlah besar akan lebih mengarah pada pembentukan asosiasi oleh swasta dan bukan pada badan usaha pemerintah. Kebijakan ini tidak menutup kemungkinan dapat dibentuknya kerjasama Government to Government dengan Indonesia mengingat PM Hun Sen, dalam pertemuan bilateral dengan Presiden RI pada bulan November 2011, telah meminta agar Indonesia dapat mempertimbangkan Kamboja sebagai alternatif pengadaan ketahanan pangan Indonesia khususnya untuk produk beras. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, Menteri Perdagangan RI dan Senior Minister & Minister of Commerce, Kamboja pada tanggal 28 Agustus 2012 di Kamboja telah menandatangani Memorandum 57
10 of Understanding (MoU) perdagangan beras antara Indonesia dan Kamboja yang akan memayungi pembelian beras dari Kamboja bila sewaktu-waktu Indonesia cq BULOG memerlukannya untuk memenuhi cadangan beras nasional. Berdasarkan MoU, pembelian beras sampai maksimal ton/tahun dari Kamboja dilakukan dengan mempertimbangkan produksi dan stok beras di dalam negeri serta tingkat harga beras dunia. Dengan ditandatanganinya MoU Rice on Trade RI-Kamboja pada tanggal 28 Agustus 2012 di Kamboja, diharapkan dapat membuka peluang untuk kerjasama selanjutnya yang lebih luas untuk perdagangan dan investasi. Hal positip yang akan segera direalisasikan melalui ekspor bio pupuk ke Kamboja dari 4 (empat) konsorsium PT. Perkebunan Nasional sejumlah ton pada akhir Oktober atau awal November tahun Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MoU Rice on Trade RI- Kamboja sebagaimana dimaksud di atas, menurut informasi dari BULOG hingga kini belum ada realisasi pembelian beras dari Kamboja. 58
11 E. INDONESIA LAOS DAN FILIPINA Dalam rangka mendorong kelancaran arus barang, Negara-negara Anggota ASEAN sepakat untuk melakukan penyempurnaan terkait Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) intra-asean khususnya dalam hal keharusan melengkapi Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) untuk barang yang sudah menikmati tingkat tarif 0% di ASEAN. Penyempurnaan ketentuan ROO merupakan mandat dari Pertemuan Dewan AFTA ke-22 yaitu agar dikembangkan dan diadopsi pengaturan yang lebih maju yang dapat mendukung terwujudnya aliran bebas barang di kawasan ASEAN pada tahun Lebih lanjut AFTA Council sepakat menciptakan rezim sertifikasi operasional yang sederhana guna lebih memaksimalkan pemanfaatan tarif internal nol. Guna menindaklanjuti arahan AFTA Council, Gugus Tugas Tingkat Tinggi bidang Integrasi Ekonomi (HLTF-EI) ke-15 sepakat menyambut baik pemikiran pelaksanaan rezim surat keterangan asal barang ganda ( dual certification of origin regime ) pada tahun 2012, yaitu pelaksanaan secara paralel sistem sertifikasi mandiri (self-certification) bagi eksportir yang telah disetujui dan sistem konvensional yaitu penerbitan surat keterangan asal Formulir D. Selanjutnya, sidang Dewan AFTA ke-23 tahun 2009 mengesahkan program kerja menuju operasionalisasi sertifikasi mandiri (Work Plan Toward Operationalisation of Self-Certification) dan mendesak badan sektoral terkait untuk melakukan pengembangan persiapan implementasi sebelum tahun Dalam rangka pembangunan kepercayaan serta sistem pengelolaan resiko, pertemuan Dewan AFTA ke-25 mengarahkan negara-negara anggota lainnya yang belum bergabung dalam proyek percontohan untuk membentuk proyek percontohan yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kapasitas masing-masing negara ASEAN. Dalam kaitan ini, para Menteri juga memberikan arahan bahwa proyek percontohan dapat dilaksanakan dengan kondisi-kondisi atau persyaratan-persyaratan khusus sesuai dengan kesiapan masing-masing negara ASEAN. Menindaklanjuti arahan tersebut, Indonesia bersama Laos dan Filipina mengembangkan prosedur sertifikasi operasional dalam rangka pelaksanaan proyek percontohan sertifikasi mandiri yang kedua. Prosedur sertifikasi operasional tersebut hanya membatasi penggunaan sertifikasi mandiri pada eksportir produsen serta membatasi penandatangan pada pernyataan tagihan (invoice declaration) maksimal tiga orang untuk setiap 61
12 eksportir yang telah besertifikasi. Selain prosedur sertifikasi operasional, juga telah disepakati program kerja pengembangan dan implementasi proyek percontohan kedua untuk pelaksanaan sertifikasi mandiri di ASEAN. Memorandum Saling Pengertian Antarpemerintah Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) Peserta Pada Proyek Percontohan Kedua Untuk Pelaksanaan Sistem Sertifikasi Mandiri Kawasan (Memorandum of Understanding Among the Governments of the Participating Member States of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on the Second Pilot Project for the Implementation of A Regional Self-Certification System) ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Gita Wirjawan, Menteri Industri dan Perdagangan Laos, Nam Viyaketh, dan Sekretaris Perdagangan dan Industri Filipina, Gregory L. Domingo, pada tanggal 29 Agustus 2012, disela-sela pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN di Siem Riep, Kamboja. Adapun pokok-pokok atau isi Memorandum Saling Pengertian, antara lain: (i) (ii) (iii) Negara-negara Anggota Peserta sepakat untuk memperkenalkan proyek percontohan kedua untuk pelaksanaan suatu sistem sertifikasi mandiri kawasan dalam AFTA dan Negara-negara Anggota ASEAN lainnya dapat mengajukan menjadi suatu Negara Anggota Peserta setiap saat, berdasarkan Pasal 9 Memorandum Saling Pengertian (MOU) ini. Selama pelaksanaan proyek percontohan kedua, Negara-Negara Anggota Peserta wajib memberikan perlakuan tarif preferensial atas barang-barang yang berasal dari Negara-negara Anggota Peserta lainnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 Persetujuan, setelah penyampaian salah satu berikut ini: (a) Surat Keterangan Asal sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 dan Lampiran 7 Persetujuan; atau (b) Pernyataan Tagihan yang dikeluarkan oleh seorang Eksportir Bersertifikat, sesuai dengan prosedur-prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran MOU ini. Negara-negara Anggota Peserta sepakat bahwa proyek percontohan kedua akan dilakukan sesuai dengan modalitas dan prosedurprosedur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran MOU ini. Setiap Negara-negara Anggota Peserta memiliki hak dengan alasan-alasan keamanan nasional, kepentingan nasional, ketertiban umum atau 62
13 (iv) (v) (vi) kesehatan masyarakat untuk menangguhkan secara sementara, baik secara keseluruhan maupun sebagian, pelaksanaan MOU ini, yang penangguhannya wajib berlaku dengan segera setelah pemberitahuan telah disampaikan kepada Negara-negara Anggota Peserta lainnya melalui saluran diplomatik atau Sekretariat ASEAN. Setiap Negara-negara Anggota Peserta wajib mematuhi kerahasiaan dan kerahasiaan atas dokumen-dokumen, informasi dan data lain yang diterima dari, atau dipasok untuk Negara-negara anggota Peserta lainnya selama masa pelaksanaan MOU ini. Setiap perbedaan atau sengketa diantara Negara-negara Anggota Peserta berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan dan/atau pemberlakuan ketentuan-ketentuan dari MOU ini wajib diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan/atau perundingan diantara Negara-negara Anggota Peserta dimaksud. Setiap Negara Anggota Peserta dapat mengusulkan setiap perubahan terhadap ketentuan-ketentuan MOU ini. Perubahan dimaksud wajib berlaku berdasarkan kesepakatan tertulis dari seluruh Negara Anggota Peserta melalui wakil-wakilnya ditingkat SEOM dan suatu salinan naskah resmi dari MOU yang telah diubah dimaksud wajib disampaikan kepada masing-masing Negara Anggota Peserta. Negara-negara Anggota ASEAN bukan Peserta dapat mengaksesi MOU ini setiap saat berdasarkan kesepakatan Negara-negara Anggota Peserta melalui wakil-wakilnya ditingkat Pertemuan Pejabat Senior bidang Ekonomi (SEOM). MOU ini wajib mulai berlaku untuk Negara-negara Anggota ASEAN yang telah mengaksesi setelah penyimpanan piagam-piagam ratifikasi atau surat-surat penerimaannya oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, yang wajib dengan segera memberitahukan kepada setiap masing-masing Negara- Anggota Peserta mengenai penyimpanannya dimaksud. Berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (3) Memorandum Saling Pengertian ini, Memorandum Saling Pengertian mulai berlaku setelah semua pihak telah menyampaikan instrumen-instrumen pengesahan kepada Sekeretaris Jenderal ASEAN. Sesuai dengan program kerja yang telah disepakati para pihak, diharapkan Memorandum Saling Pengertian ini dapat berlaku paling lambat kuartal pertaman tahun
14 (vii) Pengakhiran MOU ini wajib tidak mengurangi hak dan kewajiban seluruh Negara Anggota Peserta sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan MOU ini sebelum atau sesudah tanggal berlakunya pengakhiran dimaksud, kecuali berdasarkan kesepakatan seluruh Negara Anggota Peserta. Pengesahan Memorandum Saling Pengertian ini akan semakin memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha Indonesia khususnya UKM untuk menikmati tarif preferensi pada saat melakukan ekspor ke negara Laos dan Filipina. Lebih lanjut para pelaku usaha khususnya UKM juga dapat lebih meningkatkan efisiensi dari segi waktu dan biaya sehingga dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi atas barang yang diekspor ataupun diimpor. Di sisi lain Indonesia juga akan menerima konsekuensi antara lain berkurangnya nilai pemasukan negara dari segi pemasukan negara bukan pajak dan pelaku usaha di Indonesia juga dituntut untuk dapat memproduksi barang yang berdaya saing regional. Dengan disahkannya Memorandum Saling Pengertian ini, diharapkan pelaku usaha Indonesia dapat memanfaatkan sistem sertifikasi mandiri secara maksimal sehingga berdampak pada neraca perdagangan yang surplus dan semakin banyaknya eksportir produsen yang mengekspor tidak dalam bentuk bahan mentah. 64
15 F. INDONESIA VIET NAM Memorandum Saling Pengertian atau dalam Bahasa Inggris disebut Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Viet Nam mengenai Perdagangan Beras, sudah mulai dilakukan pada tahun MoU tersebut merupakan basis hukum bagi kedua negara (Government to Government) untuk dapat melakukan pembelian dan penjualan beras oleh lembaga yang ditunjuk oleh masing-masing negara, dalam hal ini BULOG - Indonesia dan Vina FOOD - Viet Nam. Pada tanggal 25 April 2009, kedua negara menandatangani MoU yang diberlakukan mulai tahun 2010 hingga Sesuai kesepakatan dalam MoU tersebut, maka Viet Nam harus menyediakan sebanyak maksimal 1 juta ton beras per tahun bagi pembelian Indonesia apabila Indonesia membutuhkannya. Pada tanggal 16 November 2011, total jumlah 1 juta ton tersebut direvisi menjadi 1,5 juta ton. Hal tersebut dilakukan mengingat pengadaan beras dari Thailand pada tahun 2011 tidak memungkinkan karena harga yang cukup tinggi. Pada tanggal 18 September 2012, kembali MoU mengenai Perdagangan Beras antara Indonesia dan Viet Nam diperpanjang. Di dalamnya berisi komitmen Viet Nam untuk menyediakan beras maksimal 1,5 juta ton/tahun selama tahun 2013 sampai dengan Hal tersebut berlaku dalam kondisi sewaktu-waktu Indonesia memerlukan pembelian beras dari Viet Nam untuk memenuhi cadangan beras nasional dalam rangka ketahanan pangan, dengan mempertimbangkan kondisi pasokan, kebutuhan, kondisi produksi di kedua Negara dan tingkat harga beras internasional. Untuk melindungi harga beras domestik, BULOG sebagai institusi yang diberikan kewenangan untuk mengeksekusi MoU tersebut, diminta memastikan agar beras impor tersebut tidak memasuki pasar domestik. Dalam rangka ketahanan pangan, Kementerian Perdagangan sangat mendukung swasembada pangan. Penandatanganan MoU seperti ini, telah kita lakukan dengan beberapa negara produsen beras di 65
16 ASEAN, seperti Kamboja dan Thailand. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan alternatif bagi Indonesia dan mengurangi ketergantungan kepada hanya satu negara tertentu. Dengan demikian, apabila Indonesia terpaksa harus melakukan impor beras, maka dapat mengimpor dari negara yang memberikan penawaran harga yang lebih murah dengan kualitas yang cukup baik. 66
17 MoU on The Second Pilot Project for The Implementation of a Regional Self-Certification Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan bersama dengan Sekretaris Perdagangan dan Perindustrian Filipina, Gregory L. Domingo serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos, Nam Viyaketh, Rabu (29/8) menandatangani Nota Kesepahaman "Proyek Percontohan Kedua untuk Implementasi Sistem Sertifikasi Mandiri di Kawasan Indonesia, Laos dan Filipina". Penandatanganan Nota Kesepahaman ini disaksikan langsung oleh Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan. Nota Kesepahaman mengenai Sistem Sertifikasi Mandiri ini bertujuan untuk membantu para eksportir yang telah diberi kewenangan oleh pemerintah, agar dapat langsung menerbitkan Sertifikasi Asal Barang (SKA) secara mandiri. Sistem ini tentunya akan sangat mempercepat dan mempermudah proses administrasi ekspor ke negara ASEAN yang telah ikut menandatangani proyek percontohan kedua. Selain mempercepat dan mempermudah proses, para eksportir yang telah ditunjuk tersebut juga pada akhirnya akan dapat mengurangi biaya tinggi dalam proses pengurusan dokumen ekspor.
18 Penandatanganan MoU antara Indonesia Kamboja Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Beras dengan Menteri Senior & Menteri Perdagangan Kamboja Cham Prasidh di Siem, Kamboja, 28 Agustus Dengan penandatanganan MoU ini, pemerintah Kamboja berkomitmen untuk menyediakan cadangan beras sewaktu-waktu apabila Indonesia memerlukannya sebagai kebutuhan cadangan beras nasional untuk ketahanan pangan. MoU ini bersifat tidak mengikat untuk penyediaan beras sampai dengan 100ribu ton/tahun selama 4 tahun dengan syarat harga yang lebih murah dari negara-negara lain.
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG PENGENAAN TARIF BEA MASUK DALAM SKEMA ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA) DENGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1034, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Sistem Sertifikasi Mandiri. Percontohan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013
Lebih terperinciPROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG
PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,
Lebih terperinciPROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015
Lebih terperinciMENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN LETTER OF UNDERSTANDING FOR THE AMENDMENT OF THE PRODUCT SPECIFIC RULES SET OUT IN APPENDIX 2 OF ANNEX 3 OF THE AGREEMENT ON
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinciPROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinciPROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA
PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinci2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinci2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter
No.773, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Tarif. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinci4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia
Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST
Lebih terperinciMEMPERHATIKAN bahwa Pasal 17 Persetujuan mengatur untuk setiap perubahan daripadanya yang akan disepakati bersama secara tertulis oleh para Pihak;
PROTOKOL KEDUA UNTUK MENGUBAH PERSETUJUAN PERDAGANGAN BARANG DARI PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara
Lebih terperinci2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia
No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS OF THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC CO-OPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/2007---/M-DAG/PER/9/2007 TENTANG PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)
Lebih terperinciASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara
ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON INVESTMENT OF THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC CO-OPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS AND
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015
PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE
BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor
Lebih terperinci2016, No pelabuhan-pelabuhan Negara Anggota ASEAN dan Tiongkok; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mene
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2016 PENGESAHAN. Agreement. Transportasi Laut. ASEAN - RRT. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON MARITIME
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.
No.528, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2015
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation
Lebih terperinciMenteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/MPP/Kep/1/1997
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/MPP/Kep/1/1997 TENTANG KETENTUAN DAN TATACARA PERMOHONAN FASILITAS
Lebih terperinciPIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT
PIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT ------------------------------------------------------------------------------------------------ PEMBUKAAN Pemerintah negara-negara anggota
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND THE BASIC AGREEMENT ON THE ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION SCHEME (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciKinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010
SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciPERSETUJUAN CADANGAN BERAS DARURAT ASEAN PLUS TIGA
PERSETUJUAN CADANGAN BERAS DARURAT ASEAN PLUS TIGA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Republik Uni Myanmar, Republik
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara
Lebih terperinciSIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia
SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan
Lebih terperinciNOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk selalu
Lebih terperinciMULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL
MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok
Lebih terperinciTinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah
Lebih terperinciStrategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010
Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Priyo Hadi Sutanto & Joko Mogoginta Kusuma Sahid Prince Hotel Solo, 26 Maret 2010 2010 All Rights Reserved. 19 Juli 1991
Lebih terperinciBAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN
BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK EKUADOR MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK (AGREEMENT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN
Lebih terperinciThere are no translations available.
There are no translations available. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) disingkat SKA adalah dokumen yang disertakan pada waktu barang ekspor Indonesia yang telah memenuhi ketentuan asal barang
Lebih terperinciSTRATEGI INDONESIA DALAM MENINGKATKAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) KE PAKISTAN TAHUN Oleh : Ilham Satriadi.
STRATEGI INDONESIA DALAM MENINGKATKAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) KE PAKISTAN TAHUN 2007-2013 Oleh : Ilham Satriadi ilhamsatriadi@yahoo.com Pembimbing : Afrizal, S.IP, MA Bilbliografi : 2 Buku, 1 Surat
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.
ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan
Lebih terperinciIMPOR MURAH DENGAN SKEMA FREE TRADE AGREEMENT
IMPOR MURAH DENGAN SKEMA FREE TRADE AGREEMENT Kurniawan, SE ASBTRAK Skema FTA pada dasarnya ditujukan untuk pengaturan penurunan dan/atau penghapusan tarif bea masuk, sebagai wujud dari berkembangnya liberalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN NOTA KESEPAHAMAN (MOU) ANTARA KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK FEDERASI JERMAN MENGENAI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDIA TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG PERTAHANAN (AGREEMENT
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian
1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi
Lebih terperinciPIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT ------------------------------------------------------------------------------------------------ PEMBUKAAN Pemerintah negara-negara anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinci