ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Disusun Oleh: Laurens NPM: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA JULI 2012

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 Salah satu tujuan tersebut telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan prinsip yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. 2 Dalam konteks investasi di bidang pertambangan yang dilakukan melalui penanaman modal asing Modal. 1 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman 1

3 adalah dilakukan melalui joint venture yaitu suatu bentuk perjanjian usaha patungan antara Negara Indonesia dengan perusahaan pananaman modal asing, dimana Negara bertindak sebagai pemegang kuasa pertambangan menunjuk perusahaan penanaman modal asing yang bertindak sebagai kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan di bidang usaha Pertambangan Umum yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, pengangkutan dan penjualan bahan-bahan galian yang berada di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan atas hukum Reschsstaat. 3 Ciri-ciri negara hukum ialah, pertama, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, kedua, diakuinya hak asasi manusia yang dituangan dalam konstitusi, ketiga, adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintah (asas legalitas), keempat, adanya peradilan yang bebas dan merdeka, kelima, semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum 4. Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu dalam pembentukan undang-undang harus didasarkan pada undang-undang dasar (konstitusi) 5. Menurut penulis, hukum merupakan yang utama dalam mewujudkan kepastian hukum dan keadilan sosial demi terselenggaranya 3 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 Bagian Sistem Pemerintahan Negara. Angka 1. 4 Jimly Asshiddiqie, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum Ikatan Alumi Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Januari Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, 2008, hal:

4 kesejahteraan rakyat. Undang-undang yang ada harus mencerminkan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi Indonesia. Indonesia adalah negara hukum, maka semua produk undang-undang harus didasarkan pada Undang-Undang Dasar Keadilan sosial merupakan cita-cita dari Negara Indonesia yang paling utama. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapa pun sesuai apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum 6. Menurut Notohamidjojo, keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup dengan layak dalam masyarakat masingmasing harus diberi kesempatan menurut menselijke waardigheid (kepatuhan kemanusiaan). Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial ialah: Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada exploitation de I homme par I homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. 7 Sedangkan menurut John Rawls, keadilan harus memenuhi tiga unsur yaitu: pertama diandaikan tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari, karena abstraksi dari segala sifat individualnya orang mampu untuk sampai pada suatu pilihan yang rasional 6 Darji Darmodiharjo & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Cetakan keenam, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Media Pressindo, Yogyakarta, 2006, hal

5 tentang prinsip-prinsip keadilan; kedua diandaikan bahwa prinsip keadilan dipilih dengan semangat keadilan, yakni dengan kesediaan untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip keadilan yang telah dipilih. Sikap ini perlu karena sasaran individu yang harus dibagi rata antara banyak orang dan pasti tidak semua orang tidak menerima apa yang mereka inginkan. Sikap ini sebenarnya bertepatan dengan sikap rasional dari seorang yang bijaksana. Seorang yang bijaksana akan mengerti bahwa semua orang sungguh-sungguh berusaha memperhatikan kepentingan bersama secara dewasa, ia tidak akan merasa iri hati terhadap orang, sekurang-kurangnya tidak selama perbedaan tidak melampaui batas-batas tertentu; ketiga, diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individualnya dan baru kemudian kepentingan umum. Hal ini wajar karena orang berkembang secara pribadi dan ingin memperhatikan orang-orang dekatnya. 8 Demi mewujudkan keadilan sosial, pemerintah selaku pelaksana dari negara berusaha memanfaatkan modal yang ada yang ada, baik berupa sumberdaya lewat hasil produksi atau sumber daya alam berupa mineral (emas, tembaga, perak, nikel, batubara, dan lain-lain) untuk dikelola dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Dalam hal ini, pemerintah telah menyusun dan 8 Theo Huijebers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Cetakan ke 5, Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal

6 membuat undang-undang di bidang pertambangan. Pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia sendiri memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Pada tahun 1960, pada masa Orde Lama, Pemerintah Indonesia menerbitkan suatu peraturan mengenai pertambangan yang diundangkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pertambangan Tahun 1966, lahirlah Orde Baru yang ditandai dengan perubahan besar dalam tata kehidupan masyarakat, peran militer dan modal asing semakin kuat dan luas. Saat itu pemerintah Orde baru menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Meningkatnya sektor pertambangan pada era Orde Baru, karena sebagian besar disebabkan oleh sikap pemerintah yang lebih terbuka dengan modal asing. Setelah hampir selama kurang lebih empat dasawarsa sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok pertambangan, maka lahirlah peraturan perundangundangan yang mengatur lebih spesifik tentang pertambangan mineral dan batubara, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penyusunan dan pembentukan ketiga undang-undang di bidang pertambangan tersebut dimaksudkan guna mempercepat terlaksananya tujuan 5

7 negara dalam pembangunan ekonomi nasional guna menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara materiil dan spirituil berdasarkan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara tersebut dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensial di bidang pertambangan menjadi kekuatan ekonomi riil. 9 Dengan demikian yang menjadi payung hukum dari Undang- Undang Pertambangan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 yang dirumuskan: ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; 2. ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 3. ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat; 4. ayat (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; 5. ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dengan Undang-Undang. Perwujudan dari pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tertuang juga dalam Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Tentang Pertambangan, yang berbunyi: 9 Lihat Pertimbangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan, huruf a. 10 Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional. 6

8 Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 11 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tentang Pertambangan tidak mengatur tentang bagian dari hasil pengelolaan sumberdaya alam dari pihak-pihak yang melakukan pertambangan di Indonesia dengan negara yang mempunyai otoritas tinggi. Ketentuan dalam undang-undang ini Pasal 28 ayat 3, dikatakan bagian kepada daerah tempat lokasi di mana suatu perusahaan tambang tersebut beroperasi, pembagiannya hanya dari apa yang diperoleh oleh negara secara langsung dari perusahaan tambang tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Dalam hal pembagian hasil pengelolaan bahan tambang daerah tidak mendapat langsung dari perusahaan tambang yang beroperasi (mengeksploitasi bahan tambang) di daerahnya. Dalam kaitannya dengan bagian daerah dalam hasil pengelolaan pertambangan menurut undangundang Undang-Undang No 11 Tahun 1967, daerah tempat beroperasinya suatu perusahaan pertambangan hanya bisa menerima berapa pun bagian yang menurut pemerintah pusat yang akan diberikan kepada daerah tersebut. 11 Lihat Pasal 1 Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. 7

9 Hal ini jelas berdampak bagi daerah tersebut dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi rakyatnya. Salah satu contoh perusahaan pertambangan asing yang melakukan penanaman modal di Indonesia adalah PT Freeport. PT. Freeport telah beroperasi di Papua sejak bulan April Tahun Selama beroperasi di Papua, PT. Freeport telah berhasil mengeruk keuntungan hingga miliaran dollar pertahun berdasarkan laporan keuangan Freeport pada 2008, total pendapatan Freeport adalah US$ 3,703 miliar dengan keuntungan US$ 1,415 miliar. 12 Namun jika kita lihat, jauh dari apa yang dicita-citakan dalam konstitusi negara Indonesia, wilayah Provinsi Papua dalam rentang waktu berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, tidak bertumbuh menuju suatu masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Aktivitas ekonomi yang dihasilkan dari pengelolaan pertambangan belum memberikan kontribusi besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan penduduk asli Papua 13, tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang tersebut. Contoh lainnya lagi adalah PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan pertambangan yang beroperasi di daerah Sumbawa. Perusahaan ini 12 Penerimaan Negara dari Freeport Dinilai Tak Berimbang, diakses pada tanggal 29 September Pertambangan Papua Kasus Freeport, diakses pada tanggal 14 Maret

10 diperkirakan membukukan pendapatan pada kuartal I 2011 sebesar US$ 484,67 juta. 14 Selama ini PT Newmont Nusa Tenggara melakukan pembuangan sisa tambang ke dasar laut Teluk Senunu, Sumbawa, hal ini dinilai telah merugikan nelayan dan tidak sesuai dengan mekanisme perundangan. 15 Selain PT. Freeport dan PT Newmont Nusa Tenggara tersebut, masih banyak perusahaan perusahaan pertambangan asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia, namun pengelolaan pertambangan belum memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan sosial wilayah tempat di mana beroperasinya perusahaan tambang tersebut sesuai dengan keadilan sosial yang diamanatkan oleh UUD Landasan konstitusional konsepsi keadilan dalam pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Tahun Oleh sebab itu konsepsi keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam haruslah sesuai dengan Pasal 33 UUD Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian yuridis mengenai asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia Tenggara-Kuartal-I-Diperkirakan-US Juta, Pendapatan Newmont Nusa Tenggara Kuartal I Diperkirakan US$ 484,67 Juta, diakses pada tanggal 29 September Dampak Pertambangan: Walhi Siap Gugat Kementerian Lingkungan, diakses pada tanggal 22 Juli

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah konsepsi keadilan mengenai penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945? 2. Apakah ketentuan pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia menerapkan prinsip keadilan sebagaimana dimaksudkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan: 1. Mengetahui makna konsepsi keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun Mengetahui pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia apakah sesuai dengan prinsip keadilan sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun

12 D. Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan terhadap kaidah hukum muatan materi dalam peraturan pengelolaan pertambangan yang membawa keadilan bagi daerah tempat pertambangan itu berlangsung. 2. Memberi masukkan untuk merubah atau memperbaiki peraturan perundang-undangan mengenai eksploitasi pertambangan di Indonesia yang memberikan keadilan bagi kepentingan daerah setempat dan sesuai yang dimaksud oleh UUD E. Landasan Teori Isu sentral penelitian ini adalah asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. Landasan teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Teori Keadilan Sosial Asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan yang menjadi isu di sini adalah keadilan sosial, yang dalam hal ini yaitu keadilan bagi rakyat Indonesia. Dalam asas keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia, maka keadilan mencakup antara pihak perusahaan pertambangan dan rakyat Indonesia yang diwakili oleh Pemerintah Indonesia. Diskusi mengenai konsep keadilan di sini mau tidak 11

13 mau harus mengacu kepada pendapat para tokoh serta konsep keadilan yang memang telah ada di dalam Undang-Undang. Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan the search for justice. 16 Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. 17 Konsep keadilan Aristoteles ini terkait erat dengan pembentukan struktur kehidupan masyarakat yang didasarkan atas prinsip-prinsip persamaan (equality) dan solidaritas. Kemudian, Thomas Aquinas mengatakan keutamaan dalam keadilan adalah menentukan bagaimana hubungan orang dengan orang lain dalam hal iustum, yakni mengenai apa yang sepatutnya bagi orang lain menurut sesuatu kesamaan proporsional (aliquod opus adaequatum alteri secundum aliquem aequalitatis modum). 18 Dari pemikiran Thomas Aquinas inilah kemudian terbit pemahaman mengenai keadilan proposional. Pemikiran mengenai keadilan dari Aristoteles dan Thomas 16 Theo Huijebers, Op.cit, hal Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2004, hal Theo Huijebers, Op.cit, hal

14 Aquinas yang masih berpijak pada filsafat hukum alam inilah yang penulis anggap sebagai kategori konsep keadilan tradisional. Selanjutnya, menurut John Rawls, pada masyarakat yang telah maju (modern), hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsipprinsip keadilan. 19 Pemikiran mengenai keadilan John Rawls inilah, yang penulis anggap sebagai kategori konsep keadilan modern. Rawls mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri merupakan kendala utama dalam mencari prinsip-prinsip keadilan itu. Apabila dapat menempatkan diri pada posisi asli, manusia akan sampai pada dua prinsip keadilan yang paling mendasar, yaitu: 20 1) Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest equal liberty). Menurut pinsip ini setiap orang mempunyai hak yang sama atas seluruh keuntungan masyarakat. 2) Prinsip ketidaksamaan atau perbedaan, yang menyatakan bahwa situasi perbedaan (sosial ekonomi) harus diberikan aturan sedemikian rupa sehingga dapat menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah (paling tidak mendapat peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas). 19 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. cit., hal Ibid, hal

15 Konsep tentang keadilan memang selama ini mengandung banyak aspek dan dimensi. Kita dapat membedakan berjenis-jenis keadilan: 21 a. Keadilan komutatif (iustitia commutativa) Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masingmasing bagiannya, dengan mengingat supaya prestasi atau sama-nilai dengan kontraprestasi. b. Keadilan distributif (iustitia distributiva) Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. c. Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masingmasing hukumannya atau dendanya, sebanding dengan kejahatan atau pelanggarannya dalam masyarakat. d. Keadilan legal (iustitia legalis) Keadilan legalis ialah keadilan undang-undang. Keadilan legal menuntut supaya orang tunduk pada semua undang-undang, oleh karena undang-undang itu menyatakan kepentingan umum. Dengan mentaati hukum adalah sama dengan bersikap baik dalam segala hal, maka keadilan legal disebut keadilan umum (justitis generalis). e. Aeqsuitas 21 O. Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan: Beberapa Bab Dari Filsafat Hukum, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1975, hal

16 Aeqsuitas memberikan koreksi apakah subjek dalam situasi dan keadaan (omstandingheden) tertentu patut memperoleh haknya atau kewajibannya. Jika dikaji lebih dalam lagi, menurut penulis, keadilan sosial sesungguhnya tidak identik dengan salah satu konsep keadilan yang telah dipaparkan oleh penulis sebelumnya. Bahkan keadilan sosial juga tidak sama dengan nilai-nilai keadilan yang diimpikan dalam falsafah kehidupan yang biasa dikembangkan oleh para filsuf. Namun, ujung dari pemikiran dan impian-impian tentang keadilan itu adalah keadilan aktual dalam kehidupan nyata yang tercermin dalam struktur kehidupan kolektif dalam masyarakat. Artinya, ujung dari semua berbagai ide tentang keadilan di atas adalah keadilan sosial yang nyata. Karena itu, dapat dikatakan bahwa konsep keadilan sosial itu merupakan simpul dari semua dimensi dan aspek dari ide kemanusiaan tentang keadilan. Konsep keadilan sosial (social justice) berbeda dari ide keadilan hukum yang biasa dipaksakan berlakunya melalui proses hukum. Tetapi konsep keadilan sosial tentu juga tidak hanya menyangkut persoalan moralitas dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda-beda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain sehingga derajat universilitasnya menjadi tidak pasti. Seperti dikemukakan di atas, keadilan sosial memang harus dibedakan dari pelbagai dimensi keadilan, seperti keadilan equality, keadilan 15

17 proposional, keadilan liberal, keadilan komutatif, keadilan vindikatif, keadilan distributif, keadilan legal, dan sebagainya meskipun dapat juga dipahami bahwa keseluruhan ide tentang keadilan itu pada akhirnya dapat dicakup oleh dan berujung pada ide keadilan sosial. Konsep keadilan sosial ini sebenarnya telah diusung oleh para pendiri negara Indonesia. Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial ialah: Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada exploitation de I homme par I homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. 22 Sudah pernah saya katakan bahwa cita-cita dengan keadilan sosial ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Saya tekankan adil dan makmur, makmur dan adil, dengan menggunakan alat-alat industri, alat-alat teknologi yang sangat modern...tetapi industrialisme modern itu kita pergunakan untuk kepentingan umum. 23 Mohammad Hatta juga menyadari mengenai pentingnya keadilan sosial bagi rakyat Indonesia, yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat, namun hal ini menurutnya harus mengandaikan kedaulatan rakyat. Dalam sebuah pidato di Aceh pada tahun 1970, ia mengatakan: Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga 22 Soekarno, Op.cit, hal Ibid, hal

18 negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas sampai ke bawah berdasarkan kedaulatan rakyat. 24 Selain itu, konsep keadilan sosial dapat dilihat pada Alinea IV Pembukaan UUD Tahun 1945 yang menyatakan:. susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 25 Dari rumusan keadilan sosial di atas penulis menyimpulkan bila disimpulkan dalam tataran praktis: Pertama, keadilan sosial itu dirumuskan sebagai suatu yang sifatnya konkrit, bukan hanya abstrak-filosofis yang tidak sekedar dijadikan jargon politik tanpa makna; Kedua, keadilan sosial itu bukan hanya sebagai subjek dasar negara yang bersifat final dan statis, tetapi merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan bila dalam tataran normatif maka keadilan sosial dapat disimpulkan: Pertama, keadilan sosial adalah kesejaheraan rakyat. Dalam hal inilah maka keadilan sosial harus mengandaikan kedaulatan rakyat yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat. Kedua, keadilan sosial merupakan maksimalisasi kemakmuran rakyat. Keadilan 24 Mohammad Hatta, dalam Franz Magnis Suseno, Bung Hatta dan Demokrasi, Tempo, 18 Agustus Lihat Alinea IV Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun

19 sosial harus sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga, keadilan sosial itu seharusnya merupakan subjek dasar negara yang bersifat final dan statis yang terangkum dalam konteks (peraturan), kelembagaan, dan sistem nilai yang dapat berakibat kepada kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia; dan Keempat, keadilan sosial mengarah kepada kepentingan publik. Keadilan sosial akan tercipta jikalau kepentingan publik terlindungi. Jadi dalam penelitian ini, konsep keadilan sosial merupakan konsep utama yang melandasi isu pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. 2. Teori Fungsi Pemerintah Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya. 26 Jadi dalam hal ini keadilan berkaitan erat dengan negara untuk mewujudkannya. Negara terbentuk berdasarkan kesepakatan 26 Carl Joachim Friedrich, Op.cit, hal

20 masyarakat untuk membentuk kekuasaan untuk dapat menghentikan kekacauan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Dari kekuasaan yang diberikan pada negara tersebut negara mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk: Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosisal, yakni yang bertentangan satu sama lain yang menjadi antagonis yang membahayakan. 2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan masyarakat secara keseluruhan. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasiasosiasi masyarakat disesuaikan satu sama lain dan diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pengendalian dan pengorganisasian fungsi Negara mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tersebut dilakukan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya. 28 Sebab dalam kenyataannya, pihak atau organ yang meyelenggarakan kekuasaan Negara adalah pemerintah, baik dalam arti sempit lembaga eksekutif maupun dalam arti luas, meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam Negara. 29 Keterlibatan pemerintah yang sedemikian luas dalam tugas Negara ini menempatkan dirinya sebagai servis publik, yakni menyelenggarakan dan mengupayakan suatu keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakatnya Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hal Krishna Djaya Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, PT Citra aditya Bakti, Bandung, 2012, hal Ibid. 30 Ibid. 19

21 Selain itu, konsep fungsi pemerintah dalam pengaturan pengelolaan pertambangan dapat dilihat dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pemerintahan daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan insentif dan/atau kemudahan dalam ketentuan di atas adalah pemberian dari pemerintah daerah antara lain dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana, dan stimulasi, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian izin. Jadi konsep fungsi pemerintah dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di sini harus melihat kesejahteraan umum yang berlandaskan kepada keadilan sosial. Dengan demikian terdapat kaitan yang sangat erat antara keadilan sosial dengan fungsi pemerintah sebagai pewujud keadilan sosial dalam masyarakat. Pemerintah yang dimaksudkan di sini adalah alat perlengkapan negara (tingkat pusat dan daerah) yang menjalankan seluruh kegiatan bernegara dalam menyelenggarakan pemerintahan Ibid, hal 9. 20

22 3. Teori Asas Keadilan Dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang: 32 a. Mengantar lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: 1. hak-hak asasi manusia; 2. hak dan kewajiban warga negara; 3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; 4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara. b. Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untak diatur dengan Undang-Undang. Banyaknya hal-hal yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan memunculkan kemungkinan ketidaktepatan materi muatan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan oleh sebab itu penulis dalam menelaah pemaknaan keadilan dalam pengelolaan pertambangan melalui peraturan perundang-undangan akan memfokuskan kajiannya terhadap asas keadilan sebagai asas materi muatannya. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan materi 32 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 21

23 muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung asas-asas sebagai berikut: 33 a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hakhak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan 33 Lihat Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 22

24 merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial. i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. 23

25 k. Asas lain, sesuai substansi peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, salah satu asas yang harus ada dalam materi muatan Peraturan Perundang-undangan adalah asas keadilan. Berpijak pada hal inilah, maka setiap materi muatan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan pengelolaan pertambangan harus mempertanyakan makna pemahaman asas yang dimaknai sebagai keadilan secara secara proporsional, sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut. Jika kita kaji lebih dalam lagi, keadilan sosial dalam UUD 1945 sesungguhnya tidak identik dengan konsep keadilan dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun Keadilan sosial dalam Undang- Undang Dasar 1945 merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, keadilan dimaknakan sebagai proporsional. Dalam hal inilah, maka penulis akan menelaah pemaknaan keadilan dalam materi muatan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan pengelolaan pertambangan apakah merupakan keadilan proporsional ataukah merupakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 24

26 F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk menganalisa pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan Pendekatan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis, maka untuk menjawab isu hukum dalam penelitian, penulis akan menggunakan beberapa pendekatan: a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan diperlukan karena yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian ini yaitu keadilan dalam 34 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal

27 pengaturan pengelolaan pertambangan. Untuk itu peneliti harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat: comprehensive, all-inclusive, systematic. 35 Selain itu dalam metode pendekatan perundang-undangan, peneliti perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. 36 Dengan demikian, pendekatan perundang-undangan dalam penelitian ini merupakan legislasi dan regulasi mengenai pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. b. Pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. 37 Dalam penelitian ini, maka penulis akan menggali konsep keadilan berdasarkan pandangan-pandangan tokohtokoh dan doktrin-doktrin hukum yang berkembang dalam Ilmu Hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam undang-undang. 38 Jadi konsep-konsep hukum tersebut akan dijadikan penulis sebagai pijakan dalam membangun argumen-argumen hukum dalam memecahkan isu mengenai 35 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Malang, 2006, hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, Kencana, Jakarta, 2010, hal Ibid, hal Ibid, hal

28 pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. c. Pendekatan filsafat (philosopical Approach) Dengan sifat filsafat yang menyeluruh, mendasar dan spekulatif, penjelajahan filsafat akan mengupas isu hukum (legal issues) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupasnya secara mendalam. 39 Pemahaman akan makna merupakan hal yang esensial di dalam penelitian. 40 Melalui pendekatan filsafat penulis akan menyusun pemahaman akan pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. 3. Tehnik Pengumpulan Data dan Sumber Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang ada, yang berkaitan dengan objek penelitian. 41 Oleh karena itu, sumber data penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 42 Bahan hukum yang dikaji meliputi beberapa hal berikut: 39 Johnny Ibrahim, Op.cit, hal Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, hal Ronny Hantijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal

29 a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas bukubuku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana dan hasil simposium yang relevan dengan isu penelitian. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 4. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan pula metode analisis deskriptif kualitatif dengan penalaran deduktif. Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan menentukan isi aturan hukum setepat mungkin, sehingga kegiatan mendeskripsikan tersebut dengan sendirinya mengandung kegiatan 28

30 interprestasi. 43 Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam dogmatik hukum, yaitu deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif. 44 Dalam penelitian ini yang diinterprestasikan yaitu mengenai pemaknaan keadilan sosial terhadap norma aturan di dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia. G. Sistematika Penulisan Bab II membahas tentang konsep keadilan atas penguasaan dan penggunaan kekayaan alam pada tataran konseptual, filsafat, dan analitik. Tataran konseptual dan filsafat akan menjelaskan konsep keadilan dari pandangan tradisional, pandangan modern, pandangan tokoh bangsa Indonesia. Pada tataran analitik akan menjelaskan konsep fungsi pemerintah, dalam hal ini berkaitan dengan fungsi pemerintah sebagai pewujud keadilan sosial dalam masyarakatnya. Pada tataran yuridis akan menjelaskan konsep asas keadilan dalam materi muatan peraturan perundang-undangan dan makna keadilan dalam penguasaan dan penggunaan kekayaan alam menurut Pasal 33 UUD Bab III membahas tentang keadilan di dalam peraturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. Sebelum menguraikan keadilan di dalam 43 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal

31 peraturan pengelolaan pertambangan di Indonesia, dalam bab ini penulis akan membahas mengenai sejarah pengaturan pertambangan di Indonesia. Sedangkan hal yang terkait dengan pembahasan keadilan di dalam peraturan pengelolaan pertambangan di Indonesia adalah kaidah hukum asas keadilan dalam materi muatan peraturan perundang-undangan Pertambangan, meliputi: PERPU 37 Tahun 1960 Tentang Pertambangan, UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain itu, dalam bab ini penulis juga akan membahas keadilan dalam peraturan pelaksana pertambangan sebagai contoh UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua berkaitan dengan pemaknaan keadilan dalam pengaturan pengelolaan pertambangan di Indonesia. Bab IV merupakan bab Penutup yang berisi mengenai kesimpulan dari makna keadilan yang ada pada UUD 1945, UU mengenai Pertambangan, dan Peraturan Pelaksanaannya serta saran dari penulis yaitu apa yang harus dituangkan dalam materi muatan peraturan perundangundangan terkait dengan perwujudan kaidah hukum atas asas keadilan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bidang pertambangan di masa depan. 30

DAFTAR PUSTAKA. Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan, Jakarta: Gramedia, 1981.

DAFTAR PUSTAKA. Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan, Jakarta: Gramedia, 1981. DAFTAR PUSTAKA Buku Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan, Jakarta: Gramedia, 1981. Anshori, Abdul Ghofur,Filsafat Hukum, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 2009. Asshiddiqie,

Lebih terperinci

ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA

ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA ASAS KEADILAN DALAM PENGATURAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Disusun Oleh: Laurens, SH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH I. UMUM bahwa produk hukum merupakan landasan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum. 1 Maka dari itu semua aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum. 1 Maka dari itu semua aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, yang bukan negara

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini hendak membahas eksistensi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di Indonesia serta tolok ukur dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI PENDAHULUAN Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsepsi keadilan mengenai penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keadilan sosial. Landasan konstitusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam. Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam. Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk mensejahterakan kehidupan umum. Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 26 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hasil perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Meninbang : a. bahwa Negara mengakui

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 5

BAHAN TAYANG MODUL 5 Modul ke: PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN HUBUNGAN PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 SERTA PENJABARAN PADA PASAL- PASAL UUD 1945 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN NEGARA SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORITIS. pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. penyelenggara pemerintah daerah.

BAB III LANDASAN TEORITIS. pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. penyelenggara pemerintah daerah. BAB III LANDASAN TEORITIS A. KebijakanPemerintahan Daerah Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Apa informasi yang kalian peroleh

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 13 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Dan Implementasinya Bagian III Pada Modul ini kita membahas tentang keterkaitan antara sila keempat pancasila dengan proses pengambilan keputusan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN 2015-2019 Uraian dalam bab sebelumnya memberikan gambaran bahwa sesungguhnya pembangunan hukum nasional memerlukan landasan yang kuat. Terdapat 2 (dua) landasan

Lebih terperinci

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, 1 SALINAN 2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA Oleh : DENY KURNIAWAN NIM 11.11.5172 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI, DR, M.MA. KELOMPOK E PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag 3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara FILSAFAT PANCASILA Filsafat Harafiah; mencintai kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan. Filsafat Pancasila; refleksi kritis dan rasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia dasar filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berati lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatakan bahwa tujuan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN (Studi Analisis Muatan Asas Pengayoman Perda Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Volume 15, Nomor 2, Hal. 73-80 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Meri Yarni Fakultas Hukum Universitas Jambi Kampus Pinang

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) 1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 Di susun oleh : Nama : Garna Nur Rohiman NIM : 11.11.4975 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Tahajudin Sudibyo, Drs Untuk memenuhi Mata Kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan hukum selalu berhubungan dengan keberadaan manusia oleh sebab itu dikenal istilah ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada manusia,disitu ada hukum. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA Di susun oleh : Nama : Adam Putra Bakti NIM : 11.02.8089 Kelompok : A P. Studi : Pendidikan Pancasila Jurusan : D3-MI Dosen : Drs. M. Khalis Purwanto, MM

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN Dosen Nama : Dr. Abidarin Rosyidi, MMA :Ratna Suryaningsih Nomor Mahasiswa : 11.11.5435 Kelompok : E Program Studi dan Jurusan : S1 Sistem Informatika STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

PLEASE BE PATIENT!!!

PLEASE BE PATIENT!!! PLEASE BE PATIENT!!! CREATED BY: HIKMAT H. SYAWALI FIRMANSYAH SUHERLAN YUSEP UTOMO 4 PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PANCASILA NKRI BHINEKA TUNGGAL IKA UUD 1945 PANCASILA MERUPAKAN DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS; MENGETAHUI SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA MENJELASKAN

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Bab III Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/654/membumikan-pancasila-di-bumi-pancasila. Gambar 3.1 Tekad Kuat Mempertahankan Pancasila Kalian telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Didalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan

mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penyelenggaraan negara pada hakekatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU 61 BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU A. Materi Muatan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bisnis merupakan salah satu aktivitas kehidupan manusia dan bahkan telah merasuki semua sendi kehidupan masyarakat modern. Dengan fenomena ini mustahil orang

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : a. bahwa Penetapan Hari Jadi Ketapang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, yang merata,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif I. PEMOHON Drs. H.M. Bambang Sukarno, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA KSP RUKUN SURAKARTA DENGAN PT POS INDONESIA (PERSERO) KANTOR WILAYAH SRAGEN TENTANG PEMOTONGAN UANG PENSIUN UNTUK ANGSURAN KREDIT PENSIUN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA S I S T E M E K O N O M I I N D O N E S I A S O S I O L O G I C - 2 F I S I P A L M U I Z L I T E R A T U R E : M U N A W A R DKK ( 2 0 1 5 ) Pendahuluan Apabila sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: cabang-cabang produksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah selalu berupaya melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. 1 Bidang yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA DEMOKRASI PANCASILA Disusun oleh Nama : Mirzaq Affan Nursy NIM : 11.11.4825 Kelompok Prodi/Jurusan Dosen : C : S1 Teknik Informatika : Tahajudin S, Drs STMIK AMIKOM YOGYAKARTA DEMOKRASI PANCASILA ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci