BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan lalulintas adalah kejadian pada lalulintas jalan dimana paling sedikit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan lalulintas adalah kejadian pada lalulintas jalan dimana paling sedikit"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalulintas adalah kejadian pada lalulintas jalan dimana paling sedikit melibatkan satu kendaraan yang mengakibatkan kerusakan yang merugikan pemiliknya atau korbannya(suwardi,2009). Berdasarkan Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas pada Pasal 229 : (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat. (2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. (5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan. 31

2 II.2 Karateristik Kecelakaan Kecelakaan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor. Secara garis besar kecelakaan diklasifikasikan berdasarkan tipe kecelakaan, korban kecelakaan, kondisi kendaraan saat kecelakaan, kendaraan terlibat kecelakaan, waktu kecelakaan (hari dan jam), cuaca saat kecelakaan terjadi, lokasi kecelakaan, tipe tabrakan, jenis kendaraan dan penyebab kecelakaan (Aldian,2009). Berdasarkan Pedoman Penanganan lokasi rawan kecelekaan lalu lintas (Pd T B ) analisis data kecelakaan menitik beratkan kepada kajian antara tipe kecelakaan yang dikelompokkan atas tipe kecelakaan dominan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan 5W + 1H, yaitu Why (penyebab kecelakaan), What (tipe tabrakan), Where (lokasi kecelakaan), Who (pengguna jalan yang terlibat), When (waktu kejadian) dan How (tipe pergerakan kendaraan). 1) why : Faktor penyebab kecelakaan (modus operandi) Analisis ini dimaksudkan untuk menemukenali faktor-faktor dominan penyebab suatu kecelakaan. Faktor-faktor ini antara lain (mengacu kepada formulir data kecelakaan atau Sistem-3L) : a) terbatasnya jarak pandang pengemudi, b) pelanggaran terhadap rambu lalu lintas, c) kecepatan tinggi seperti melebihi batas kecepatan yang diperkenankan, d) kurang antisipasi terhadap kondisi lalu lintas seperti mendahului tidak aman, e) kurang konsentrasi, f) parkir di tempat yang salah, g) kurangnya penerangan, h) tidak memberi tanda kepada kendaraan lain, dsb. 32

3 2) what : Tipe tabrakan Analisis tipe tabrakan bertujuan untuk menemukenali tipe tabrakan yang dominan di suatu lokasi kecelakaan. Tipe tabrakan yang akan ditemukenali (mengacu kepada formulir data kecelakaan atau Sistem-3L) antara lain: a) menabrak orang (pejalan kaki), b) tabrak depan-depan, c) tabrak depan-belakang, d) tabrak depan-samping, e) tabrak samping-samping, f) tabrak belakang-belakang, g) tabrak benda tetap di badan jalan, h) kecelakaan sendiri / lepas kendali. 3) who: Keterlibatan pengguna jalan Keterlibatan pengguna jalan di dalam kecelakaan di kelompokkan sesuai dengan tipe pengguna jalan atau tipe kendaraan seperti yang termuat di dalam formulir data kecelakaan atau Sistem-3L, antara lain: a) pejalan kaki, b) mobil penumpang umum, c) mobil angkutan barang, d) bus, e) sepeda motor, f) kendaraan tak bermotor (sepeda, becak, kereta dorong, dsb) 33

4 4) where: Lokasi kejadian Lokasi kejadian kecelakaan atau yang dikenal dengan tempat kejadian perkara (TKP) mengacu kepada lingkungan lokasi kecelakaan seperti: a) lingkungan permukiman, b) lingkungan perkantoran atau sekolah, c) lingkungan tempat perbelanjaan, d) lingkungan pedesaan, e) lingkungan pengembangan, dsb. 5) when: Waktu kejadian kecelakaan Waktu kejadian kecelakaan dapat ditinjau dari kondisi penerangan di TKP atau jam kejadian kecelakaan. a) ditinjau dari kondisi penerangan, waktu kejadian dibagi atas: (1) malam gelap / tidak ada penerangan, (2) malam ada penerangan, (3) siang terang, (4) siang gelap (hujan, berkabut, asap), (5) subuh atau senja. b) ditinjau dari jam kejadian mengacu kepada periode waktu yang terdapat pada formulir data kecelakaan. 6) how: Kejadian kecelakaan Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi pada dasarnya didahului oleh suatu manuver pergerakan tertentu. Tipikal manuver pergerakan kendaraan mengacu kepada formulir data kecelakaan, antara lain: 34

5 a) gerak lurus, b) memotong atau menyiap kendaraan lain, c) berbelok (kiri atau kanan), d) berputar arah, e) berhenti (mendadak, menaik-turunkan penumpang), f) keluar masuk tempat parkir, g) bergerak terlalu lambat, dsb. Klasifikasi kecelakaan yang dipakai PT. Jasa Marga (Persero) dalam Simamora (2011) adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan dibagi dalam empat golongan yaitu : 1) kecelakaan sangat ringan (damage only) : kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan/korban benda saja. 2) kecelakaan ringan : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan. 3) kecelakaan berat : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka berat. 4) kecelakaan fatal : kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. 2. Berdasarkan kelas korban kecelakaan, maka korban kecelakaan diklasifikasikan menjadi : a) korban luka ringan Adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka luka yang tidak membahayakan jiwa dan tidak memerlukan pertolongan lebih lanjut dari rumah sakit, yang terdiri dari : Luka kecil di daerah kecil dengan pendarahan sedikit dan penderita sadar Luka bakar dengan luasnya kurang dari 15% Keseleo dari anggota badan yang ringan tanpa komplikasi 35

6 Penderita penderita di atas semuanya dalam keadaan sadar, tidak pingsan atau muntah muntah b) korban luka berat Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban mengalami luka- luka yang dapat membahayakan jiwa dan memerlukan pertolongan/perawatan lebih lanjut di rumah sakit, yang terdiri dari : Luka yang menyebabkan keadaan penderita menurun, biasanya luka mengenai kepala atau batang kepala. Luka bakar yang luasnya meliputi 25% dengan luka baru. Patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat dan pendarahan hebat. Pendarahan hebat kurang lebih 500 cc. Benturan / luka yang mengenai badan penderita yang menyebabkan kerusakan alat alat dalam, misalnya dada, perut, usus, kandung kemih, ginjal, limpa, hati, tulang belakang dan batang kepala. c) korban meninggal dunia Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa/meninggal dunia. 3. Berdasarkan faktor penyebab kecelakaan, kecelakaan disebabkan beberapa faktor yaitu faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan. 4. Berdasarkan waktu kecelakaan, jenis kecelakaan ini ditetapkan menurut satu periode waktu tertentu. 5. Berdasarkan lokasi terjadinya kecelakaan a) Lokasi jalan lurus 1 lajur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah b) Tikungan jalan c) Persimpangan jalan 36

7 6. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sedan, jeep, pick up, mini bus, bus sedang, bus besar 2 as, bus besar > 3 as, truk kecil, truk besar 2 as, truk besar > 3 as, truk trailer dan truk gandeng. 7. Berdasarkan cuaca saat kejadian kecelakaan, menurut cuaca diklasifikasikan atas cerah, mendung, berkabut, berdebu, berasap, gerimis, dan hujan lebat. 8. Berdasarkan jenis kecelakaan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-depan, depan-belakang, tabrakan sudut, tabrakan sisi, lepas kontrol, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki, tabrak parkir, dan tabrakan tunggal. Dimana PT Jasa Marga mengelompokkan jenis tabrakan yang melatarbelakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas menjadi : a) Tabrakan depan depan Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana keduanya saling beradu muka dari arah yang berlawanan, yaitu bagian depan kendaraan yang satu dengan bagian depan kendaraan lainnya. b) Tabrakan depan samping Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaran yang satu menabrak bagian samping kendaraan lainnya. c) Tabrakan depan belakang Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaraan yang satu menabrak bagian belakang kendaraan di depannya dan kendaraan tersebut berada pada arah yang sama. d) Tabrakan samping samping Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian samping kendaraan yang satu menabrak bagian yang lain. 37

8 e) Menabrak penyeberang jalan Adalah jenis tabrakan antara kendaraan yang tengah melaju dan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan. f) Tabrakan sendiri Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju mengalami kecelakaan sendiri atau tunggal. g) Tabrakan beruntun Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang melibatkan lebih dari dua kendaraan secara beruntun. h) Menabrak obyek tetap Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak obyek tetap dijalan. Berdasarkan uraian diatas maka klasifikasi kecelakaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan waktu kecelakaan, untuk waktu kecelakaan diklasifikasikan menurut hari terjadinya kecelakaan dan jam terjadinya kecelakaan. 2. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan dibagi dalam empat golongan yaitu kecelakaan sangat ringan (kendaraan), kecelakaan ringan, kecelakaan berat, dan kecelakaan fatal. 38

9 Tabel II.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya Gambar / Lambang Klasifikasi Keterangan / Keterangan Tabrak Depan Terjadi pada jalan lurus yang berlawanan arah. Tabrak Belakang Terjadi pada satu ruas jalan searah Pengereman mendadak Jarak kendaraan yang tidak terkontrol Terjadi pada jalan lurus dan searah Pelaku menyiap kendaraan Tabrak Samping Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan Kendaraan yang mau menyiap Tabrak Sudut Tidak tersedia pengaturan lampu lalu lintas atau rambu-rambu pada persimpangan jalan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi Kehilangan Kontrol Terjadi pada saat pengemudi kehilangan konsentrasi Kendaraan mengalami hilang kendali Sumber : Setijowarno (2003), dalam Simamora (2011) 39

10 3. Berdasarkan tipe tabrakan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-belakang, depan-depan, tabrakan sudut, tabrakan sisi, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki,tabrak parkir, dan tabrakan tunggal, lepas kontrol. 4. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenisjenis kendaraan seperti : sepeda motor, mobil penumpang, pick up, bus, truck, truck 2 as, truck trailer. 5. Berdasarkan kelas korban kecelakaan, maka korban kecelakaan diklasifikasikan menjadi korban luka ringan, korban luka berat, dan korban meninggal dunia. 6. Berdasarkan jenis kelamin, diklasifikasikan menjadi laki-laki dan perempuan. 7. Berdasarkan usia, dikalasifikasikan menjadi usia dibawah 17 tahun sampai diatas usia 45 tahun. 8. Berdasarkan jenis pekerjaan, diklasifikasikan menjadi pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil, wiraswasta, pegawai swasta/karyawan dan tidak bekerja/lain-lain. II.3 Faktor Faktor Penyebab Kecelakaan Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu kejadian kecelakaan terjadi akibat dari komulatif beberapa faktor penyebab kecelakaan. Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan identik dengan unsur-unsur pembentuk lalu lintas yaitu pemakai jalan, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Kecelakaan dapat timbul jika salah satu dari unsur tersebut tidak berperan sebagaimana mestinya. Pada Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian lalu lintas di wilayah Perkotaan, Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, menyatakan bahwa faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik 40

11 dengan unsur unsur sistem transportasi, yaitu pemakai jalan ( Pengemudi dan Pejalan kaki ), Kendaraan, Jalan dan Lingkungan, atau kombinasi dari dua unsur atau lebih. Kecelakaan dapat disebabkan oleh faktor pemakai jalan (pengemudi dan pejalan kaki), faktor kendaraan dan faktor lingkungan (Pignataro, 1973). Pignataro juga menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh kombinasi dari beberapa faktor perilaku buruk dari pengemudi ataupun pejalan kaki, jalan, kendaraan, pengemudi ataupun pejalan kaki, cuaca buruk ataupun pandangan yang buruk. Mulyono (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa faktor manusia mempunyai konstribusi terbesar sebagai penyebab kecelakaan hingga 80%, meski tidak berdiri sendiri.menurut Hobbs (1979) mengelompokkan faktor faktor penyebab kecelakaan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Faktor pemakai jalan (manusia) b. Faktor kendaraan c. Faktor jalan dan lingkungan Berdasarkan hasil penelitian yang pernah ada, faktor penyebab kecelakaan dapat dikomposisikan dalam tabel II.2. berikut ini. Tabel II.2 Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas jalan Faktor Uraian % Penyebab Pengemudi lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang Kendaraan ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan 2.76 sistem kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi Jalan persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/ dikendalikan, marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin 3.23 Lingkungan lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat

12 dengan kendaraan lambat, interaksi/campur antara kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hukum belum efektif, pelayanan gawatdarurat yang kurang cepat. Cuaca: gelap, hujan, kabut, asap Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000) dikutip oleh Dwiyogo dan Prabowo (2006), dikutip oleh Robertus dan Sadar (2007) Dari Tabel II.2. di atas, faktor pengemudi (human error) menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 93,52% dalam penyebab kecelakaan, faktor jalan di peringkat kedua sebesar 3,23%, dan di peringkat ketiga faktor kendaraan sebesar 2,76%. II.3.1 Faktor Manusia a. Pengemudi Faktor manusia sebagai pengemudi kendaraan sangat berperan penting dalam menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat, dan menghentikan kendaraaan. Manusia sebagai pengemudi memiliki faktor-faktor fisiologis dan psikologis. Faktorfaktor tersebut perlu mendapat perhatian karena cenderung sebagai penyebab potensial kecelakaan. Perilaku pengemudi berasal dari interaksi antara faktor manusia dengan faktor lainnya termasuk hubungannya dengan unsur kendaraan dan lingkungan jalan (Dwiyogo dan Prabowo,2006). Faktor-faktor fisiologis dan psikologis tersebut dapat dilihat pada tabel II.3 dibawah ini : Tabel II.3 Faktor-faktor fisiologis dan psikologis Faktor Fisiologis Sistem syaraf Penglihatan Pendengaran Stabilitas Perasaan Faktor Psikologis Motivasi Intelegensia Pelajaran / Pengalaman Emosi 42

13 Indera Lain (sentuh,bau) Modifikasi (lelah, obat) Sumber : Robertus dan Sadar (2007) Kedewasaan Kebiasaan Faktor manusia sebagai pengemudi kendaraan sangat berperan penting dalam menjalankan kendaraan, dengan mempercepat, memperlambat, dan menghentikan kendaraaan. Hal ini merupakan penyebab utama timbulnya kecelakaan lalu lintas. Beberapa faktor pengemudi yang cenderung menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain adalah : a. Pengemudi mabuk (drunk driver); adalah keadaan di mana pengemudi hilang kesadaran karena pengaruh obat-obatan, alkohol, atau narkotika yang dipergunakan pengemudi sebelum ataupun pada saat pengemudi mengemudikan kendaraannya. b. Pengemudi mengantuk; adalah keadaan dimana pengemudi kurang istirahat (tidur). c. Pengemudi kurang terampil (unskilled driver); yaitu keadaan dimana pengemudi kurang dapat memperkirakan kendaraannya, misalnya kemampuan untuk melakukan pengereman, kemampuan untuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya, dan lain-lain. d. Pengemudi lelah (fatiqued or overly tired driver); adalah keadaan di mana pengemudi terbagi konsentrasinya karena kondisi fisik lelah. e. Pengemudi tidak mempunyai jarak pandang yang cukup; adalah keadaan di mana pengemudi dengan jarak antara kendaraannya dengan kendaraan di depannya kurang dari jarak pandang henti yang disyaratkan. f. Pengemudi lengah (emotional or distracted driver); yaitu keadaan dimana pengemudi mengemudikan kendaraannya dalam keadaan terbagi konsentrasinya (perhatiannya) karena melamun, mengambil sesuatu, menyalakan api rokok, menggunakan ponsel, melihat ke kanan kekiri, ngobrol atau bercakap-cakap selama mengemudikan kendaraan dan sebagainya. 43

14 Analisis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa usia tahun merupakan penyebab terbesar kecelakaan (55,99%), kelompok usia tahun adalah kelompok terbesar penyebab kecelakaan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Sedangkan pada kelompok tahun sebagai penyebab kecelakaan menurun cukup drastis. Kelompok usia 40 tahun menjadi penyebab kecelakaan relatif lebih kecil seiring dengan kematangan dan tingkat disiplin yang lebih baik. Faktorfaktor usia tersebut dapat dilihat pada tabel II.4 dibawah ini : Tabel II.4 Usia pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu-lintas jalan KELOMPOK USIA % tahun tahun tahun tahun tahun tahun Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000), dikutip oleh Robertus dan Sadar (2007) Menurut PP No.44 Th.1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, memuat pasal-pasal yang dapat dipandang sebagai perangkat lunak pengelolaan pengemudi. Pasal-pasal ini khusus memuat ketentuan-ketentuan bagi pengemudi menyangkut: penggolongan, persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), ujian bagi pemohon SIM, dan lain-lain termasuk ketentuan batas usia minimum hak mengemudi kendaraan bermotor, yaitu: 1) Usia 16 tahun, dapat memiliki SIM-C 2) Usia 17 tahun, dapat memiliki SIM-A 3) Usia 20 tahun, dapat memiliki SIM-B.I untuk mengemudikan mobil bus dan mobil barang, dan SIM-B.II untuk mengemudikan traktor atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan. 44

15 b. Pejalan kaki Salah satu pemakai jalan lainnya adalah pejalan kaki (pedestrian) juga dapat menjadi penyebab kecelakaan. Pejalan kaki dapat menjadi penyebab kecelakaan dalam berbagai kemungkinan seperti menyeberang jalan pada tempat ataupun waktu yang tidak tepat (tidak aman), berjalan terlalu ketengah dan tidak berhati-hati. Menurut Hermariza (2008) Seperti halnya pengemudi, perilaku pejalan kaki juga dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar, antara lain: Kecepatan pejalan kaki. Kecepetan berjalan setiap orang berbeda beda. Kecepatan berjalan rata-rata orang dewasa berkisar 1,4 m perdetik sedangkan untuk anak kecil terkadang bisa lebih cepat yaitu mencapai kisaran 1,6 m perdetik. Kondisi trotoar yang kurang nyaman. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pejalan kaki lebih menyukai menggunakan badan jalan sebagai bagian perjalanannya. II.3.2 Faktor Kendaraan Kendaraan merupakan sarana angkutan yang digunakan sebagai perantara untuk mencapai tujuan dengan cepat, selamat dan hemat, serta menunjang nilai aman dan nyaman. Dalam kaitannya dengan keselamatan umum, kendaraan yang digunakan di jalan raya seharusnya sudah mendapatkan sertifikasi layak jalan yang dikeluarkan oleh dinas terkait sebelum dioperasikan. Tingkat resiko terjadinya bahaya kecelakaan akibat ketidaklayakan kendaraan cukup tinggi, sehingga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran akan hal tersebut. 45

16 Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknisnya yang tidak layak jalan ataupun penggunaan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Yang dimaksud dengan kondisi teknis yang tidak layak jalan misalnya seperti rem blong, mesin yang tiba-tiba mati, ban pecah, kemudi tidak berfungsi dengan baik, lampu mati, dll. Sedangkan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan misalnya kendaraan yang dimuati secara berlebihan (Hermariza,2008). Terdapat beberapa karakteristik kendaraan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas antara lain : a. Ban; kondisi ban sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sebelum masuk pintu tol, pengemudi harus memeriksa kondisi ban dan tekanan udara pada ban. Ban yang gundul serta tekanan ban yang berlebihan pada ban kendaraan dapat menyebabkan ban mudah pecah. Apabila ban mudah pecah, maka kendaraan tersebut akan kehilangan keseimbangan sehingga kecelakaan lalu lintas dapat terjadi. b. Alat kendali kendaraan; yang termasuk alat-alat kendali kendaraan adalah rem, kopling, dan kemudi. Sebelum memasuki jalan tol, pengemudi harus memeriksa keadaan rem, kopling, dan kemudi. Kondisi rem dan kopling yang sudah tipis, atau minyak rem yang sudah habis, serta keadaan kemudi yang tidak seimbang dapat mengakibatkan kendaraan mudah selip. Pengemudi pun dapat kehilangan keseimbangan dalam mengendarai kendaraan. Hal tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. c. Lampu kendaraan; lampu kendaraan merupakan faktor yang sangat penting, terutama bila kendaraan dioperasikan malam hari. Lampu kendaraan sebagai alat penerangan berfungsi antara lain untuk : 1. Agar kendaraan dapat dikenali/didefinisikan oleh pengemudi. 46

17 2. Menyediakan penerangan di luar bagi pengemudi agar dapat melihat pemandangan di depan dan di sekitar kendaraan pada saat kendaraan melaju. Semua lampu yang berada di kendaraan harus dipastikan berfungsi dengan baik. Bila lampu kendaraan tidak menyala, maka pengemudi tidak dapat melihat keadaan jalan dengan jelas atau kendaraannya tidak dapat dilihat oleh kendaraan lain. Keberadaan kendaraan yang berlawanan arah terkadang menggunakan lampu yang menyulitkan. Keadaan ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. d. Dimensi Kendaraan; dimensi kendaraan terdiri dari berat, ukuran, dan daya kendaraan. Semakin besar dimensi kendaraan maka akan semakin lambat akselerasi yang dapat dilakukan sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan semakin tinggi. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 81 tahun 1993 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006), menyebutkan antara lain tujuannya: a) Untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan. b) Melestarikan lingkungan dari kemungkinan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan Sehingga untuk keperluan tersebut maka diperlukan beberapa alat pengujian yang antara lain meliputi : Alat uji suspensi roda dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan; Alat uji rem utama dan rem parkir; Alat uji lampu utama; Alat uji spedometer; Alat uji emisi gas buang, termasuk ketebalan gas buang; Alat pengujian berat; Alat uji posisi roda depan; 47

18 Alat uji tingkat suara; Alat uji dimensi; Alat uji tekanan udara; Alat uji kaca; Alat uji ban; Alat uji sabuk keselamatan; Peralatan pembantu. II.3.3 Faktor Jalan Jalan juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Menurut Hermariza (2008) Kondisi jalan dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Jalan yang rusak dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain untuk hal-hal sebagai berikut: Kerusakan pada permukaan jalan, misalnya terdapat lubang yang tidak dikenali pengemudi. Konstruksi jalan yang tidak sempurna, misalnya posisi permukaan bahu jalan terlalu rendah dibandingkan dengan permukaan perkerasan jalan. Geometrik jalan yang kurang sempurna, misalnya derajat kemiringan yang terlalu kecil atau terlalu besar pada tikungan, terlalu sempitnya pandangan bebas bagi pengemudi, dan lain sebagainya. Menurut Hermariza (2008) hubungan antara keselamatan dan perencanaan jalan sangat sulit untuk dianalisa karena keterkaitan keduanya dengan faktor faktor lain seperti faktor kendaraan dan manusianya selaku pengguna jalan. Kondisi jalan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan terdiri dari dua hal yaitu faktor fisik dan perangkat pengatur lalu lintas. 48

19 1. Faktor fisik a. Tata letak jalan Tata letak jalan sangat bermanfaat untuk menyesuaikan kondisi jalan yang dibuat dengan perencanaan jalan dan geometrik jalan b. Permukaan jalan Permukaan jalan yang basah dan licin, cenderung membuat keamanan dan kenyamanan berkurang. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika turun hujan yang dapat membatasi pandangan pemngemudi. Namun tidak berarti jalan yang tidak licin / rusak itu baik. Tidak sedikit kecelakaan yang terjadi merupakan akibat dari kondisi permukaan jalan yang buruk, seperti berlubang, tidak rata,dll. Pada intinya diperlukan pengawasan dan pemantauan yang benar terhadap kondisi permukaan jalan sehingga dapat segera dilakukan tindakan antisipasi apabila diperlukan. c. Desain jalan Desain jalan yang baik adalah yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan ( pengemudi ) serta ekonomis. Selain itu juga harus sesuai dengan aspek hukum yang berlaku berupa peraturan-peraturan di jalan raya, undang-undang jalan dan faktor lingkungan. Desain geometrik jalan meliputi desain geometrik fisik jalan itu sendiri dan tuntutan sifat-sifat lalu lintas. Desain fisik jalan sangat dipengaruhi oleh dimensi kendaraan dan kecepatan rencana kendaraan. Melalui perencanaan geometrik, perencana berusaha menciptakan hubungan yang baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal serta dalam batas pertimbangan ekonomi yang layak. Dalam desain ini, lebar jalan, alinemen, median jalan, drainase jalan, maupun perkerasan jalan 49

20 dibuat sesuai dengan sifat, komposisi kendaraan yang akan menggunakan jalan tersebut sehingga memberikan nilai keamanan yang tinggi. Beberapa hal dalam desain geometrik jalan yang perlu diperhatikan antara lain: - Lebar lajur jalan Lebar lajur jalan ditentukan oleh dimensi dan kecepatan kendaraan. Umumnya lebar lajur terdiri atas jalur lalu lintas, median jalan, drainase jalan, bahu jalan dan pagar pengaman. - Standar perencanaan geometric dan alinemen Untuk mewujudkan suatu jalan yang aman dan nyaman, dalam perencanaan desain jalan merujuk pada peraturan standar perencanaan geometrik dan alinemen jalan disesuaikan dengan fungsi jalan., kecepatan rencana dan klasifikasi medan. - Desain perkerasan jalan Tipe perkerasan yang paling menentukan adalah lapisan teratas dari perkerasan (surface), karena faktor pengereman mengandalkan gesekan antara kendaraan dan perkerasan. Ketentuan terhadap dimensi dan desain geometrik jalan berbeda beda sesuai dengan kelas jalannya. 2. Piranti pengatur lalu lintas Yang dimaksud dengan piranti pengatur lalu lintas adalah perangkat yang berfungsi untuk membatasi gerak kendaraan sehingga tercipta lalu lintas yang aman dan nyaman untuk seluruh pengguna jalan. Perangkat ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu marka jalan dan rambu lalu lintas. Keduanya berfungsi untuk mengatur lalu lintas dalam kaitannya dengan memperlancar arus lalu lintas. Piranti dapat berupa petunjuk jalan, marka jalan, rambu lalu lintas, dan lampu jalan ( penerangan) yang terutama berpengaruh pada malam hari untuk membantu kemampuan pandang. 50

21 a. Marka jalan Bentuk fisik dari marka jalan yaitu berupa garis putus-putus maupun garis lurus berwarna putih maupun kuning yang dipergunakan sepanjang perkerasan jalan. Pada jalan bebas hambatan dibantu dengan delineator dan mata kucing yang berada di luar perkerasan pada jarak tertentu. Marka jalan ini termasuk dalam piranti lalu lintas yang dianggap dapat mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa penuntun, petunjuk, pedoman, larangan atau peringatan terhadap kemungkinan adanya bahaya yang timbul. b. Penerangan jalan Fungsi utama dari penerangan jalan adalah untuk memberikan cahaya/penerangan yang dapat membantu penglihatan yang cepat, tepat dan nyaman terutama pada malam hari. Pengemudi harus dapat melihat pada jarak jauh dan menentukan dengan pasti posisinya., khususnya arah jalan maupun sekitarnya dan segala hambatan hambatan yang mungkin terjadi selama berlalu lintas. Selain itu, penempatan penerangan jalan harus ditentukan sesuai kebutuhan dan ditempatkan pada titik yang tepat. Penggunaan penerangan jalan raya secara tepat sebagai suatu alat operasi akan memberikan keuntungan ekonomis dan social kepada masyarakat. Sebagian besar aspek keamanan lalu lintas melibatkan faktor penglihatan. Faktor utama yang berpengaruh langsung pada penglihatan adalah: - kecerahan objek pada atau di dekat jalan raya - kecerahan latar belakang jalan - kontras antara objek dan daerah sekitarnya - perbandingan antara penerangan jalan dengan lingkungan sebagaimana dilihat oleh pengamat. - waktu yang tersedia untuk melihat objek. c. Rambu lalu lintas 51

22 Piranti lalu lintas ini membantu memberikan petunjuk kepada pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya. Petunjuk dapat berupa arah, atau peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh pengemudi. Perhatian diutamakan pada penempatan rambu-rambu agar sedemikian rupa dapat dengan mudah dilihat oleh pengemudi,selain itu besar huruf dan warna serta bentuk dari rambu juga harus diperhatikan. Terkadang terdapat kasus dimana rambu lalu lintas diletakkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan di tempat yang kurang tepat. Misalnya rambu peringatan adanya tikungan diletakkan tepat di tikungan yang dimaksud sehingga terkesan tidak berguna karena pengemudi sudah mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu penempatan rambu yang tepat sangat diperlukan dalam rangka program prevensi kecelakan. Jalan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain dapat dilihat: a. Kerusakan pada permukaan jalan (adanya lubang yang sulit dikenali oleh pengemudi). b. Konstruksi jalan yang rusak atau tidak sempurna (misalnya letak bahu jalan terlalu rendah terhadap permukaan jalan). c. Geometrik jalan yang kurang sempurna (misalnya derajat kemiringan/superelevasi yang terlalu kecil atau terlalu besar pada belokan). II.3.4 Lingkungan Terkadang lingkungan juga merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan. Widyasih (2003) mengatakan bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Diantaranya adalah kendaraan berhenti, penyebrang jalan, asap kendaraan, asap lingkungan, hewan, dan benda asing di jalan. Dalam Elkhasnet (2009) Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan 52

23 mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pergunungan. Dalam Simamora (2011) Pertimbangan cuaca yang tidak menguntungkan serta kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat ditentukan. Lingkungan jalan menuntut perhatian pengemudi tergantung dari tempat dan waktu, karena lingkungan jalan akan berubah terhadap waktu dan tempat. Kendaraan yang tidak berhenti pada tempat yang sudah disediakan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Benda-benda asing juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, misalnya: paku, batu, dan lain-lain. Asap tebal yang terdapat di jalan, baik asap kendaraan maupun asap lingkungan (pembakaran sampah/rumput di pinggir jalan), juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Asap tebal dapat menghalangi pandangan pengemudi, sehingga tidak dapat melihat jalan maupun kendaraan lain yang berada di depannya. Bagaimanapun pengemudi dan pejalan kaki merupakan faktor terbesar dalam kecelakaan lalu lintas para perancang jalan bertanggung jawab untuk memasukkan sebanyak mungkin bentuk bentuk keselamatan dalam rancangannya agar dapat memperkecil jumlah kecelakaan, sehubungan dengan kekurangan geometrik. Faktor lingkungan dapat berupa pengaruh cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi lingkungan jalan, penyeberang jalan, lampu penerangan jalan. II.4 Daerah Rawan Kecelakaan Hal yang pertama dan penting dalam penanggulangan kecelakaan lalu lintas adalah identifikasi lokasi yang memerlukan perhatian lebih. Secara umum maksud titik rawan adalah titik rawan yang utuh artinya bukan hanya titik rawan yang mengikuti definisi geometrik saja, tetapi juga meliputi daerah dimana resiko kecelakaannya tinggi juga daerah yang mempunyai angka kecelakaan tinggi, resiko kecelakaan tinggi dan potensi kecelakaan tinggi pula pada 53

24 suatu ruas jalan dapat disebut daerah rawan kecelakaan. Lokasi yang dianggap sebagai daerah bahaya sering disebut juga Black Spot. Dalam Pedoman Operasi ABIU/UPK (Accident Blackspots Investigation Unit/Unit Penelitian Kecelakaan) Dirjen Perhubungan Darat (2007), daerah rawan kecelakaan dibedakan sebagai berikut : a. Blackspot adalah lokasi pada jaringan jalan (sebuah persimpangan, atau bentuk yang spesifik seperti jembatan, atau panjang jalan yang pendek, biasanya tidak lebih dari 0,3 km), di mana frekuensi kecelakaan atau jumlah kecelakaan lalu lintas dengan korban mati, atau kriteria kecelakaan lainnya, per tahun lebih besar daripada jumlah minimal yang ditentukan. b. Blacklink adalah panjang jalan (lebih dari 0,3 km, tapi biasanya terbatas dalam satu bagian rute dengan karakteristik serupa yang panjangnya tidak lebih dari 20 km) yang mengalami tingkat kecelakaan, atau kematian, atau kecelakaan dengan kriteria lain per kilometer per tahun, atau per kilometer kendaraan yang lebih besar daripada jumlah minimal yang telah ditentukan. c. Blackarea adalah wilayah di mana jaringan jalan (wilayah yang meliputi beberapa jalan raya atau jalan biasa, dengan penggunaan tanah yang seragam dan yang digunakan untuk strategi manajemen lalu lintas berjangkauan luas. Di daerah perkotaan wilayah seluas 5 km persegi sampai 10 km persegi cukup sesuai) mengalami frekuensi kecelakaan, atau kematian, atau kriteria kecelakaan lain, per tahun yang lebih besar dari jumlah minimal yang ditentukan. d. Mass Treatment (black item) adalah bentuk individual jalan atau tepi jalan, yang terdapat dalam jumlah signifikan pada jumlah total jaringan jalan dan yang secara kumulatif terlibat dalam banyak kecelakaan, atau kematian, atau kriteria kecelakaan lain, per tahun daripada jumlah minimal yang ditentukan. 54

25 Kriteria umum yang dapat digunakan untuk menentukan blackspot dan blacksite menurut Dewanti (1996) dalam Simamora (2011) : a. Blackspot. Jumlah kecelakaan selama periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, tingkat kecelakaan atau accident rate (per-kendaraan) untuk suatu periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan, keduanya melebihi nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis. b. Blacksite. Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan perkm melebihi suatu nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per-kendaraan melebihi nilai tertentu. Pada daerah perkotaan, lokasi rawan kecelakaan yang dianggap sebagai blackspot berupa persimpangan atau segmen ruas jalan sepanjang meter untuk jalan perkotaan, sedangkan untuk jalan antar kota adalah ruas jalan sepanjang 1 km (Pd-T B,2004). Kriteria umum lainnya yang dapat digunakan untuk menentukan black spot adalah : 1. Memiliki angka kecelakaan yang tinggi. 2. Lokasi kejadian kecelakaan relatif menumpuk. 3. Kecelakaan terjadi dalam ruang dan rentang waktu yang relatif sama. 4. Memiliki penyebab kecelakaan dengan faktor yang spesifik. 5. Tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis yang diturunkan dari analisis data tersedia. Menurut Dwiyogo dan Prabowo (2006) Lokasi rawan kecelakaan lalu lintas adalah lokasi tempat sering terjadi kecelakaan lalu lintas dengan tolak ukur tertentu, yaitu ada titik awal dan titik akhir yang meliputi ruas (penggal jalur rawan kecelakaan lalu lintas) atau simpul (persimpangan) yang masing-masing mempunyai jarak panjang atau rasidu tertentu. Ruas jalan di dalam kota ditentukan maksimum 1 (satu) km dan di luar kota ditentukan 55

26 maksimum 3 (tiga) km. Simpul (persimpangan) dengan radius 100 meter. Tolak ukur kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas dan simpul ditentukan pada tabel II.5 berikut ini. Tabel II.5 Ketentuan Lokasi Rawan Kecelakaan Lokasi Rawan Kecelakaan Dalam Kota Luar Kota Pada ruas dan simpul jalan Minimal 2 kecelakaan lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/rugi material (pertahun). Minimal 3 kecelakaan lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/rugi material (pertahun). Sumber : Pedoman Penyusunan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (1990) dikutip oleh Dwiyogo dan Prabowo (2006) Lokasi rawan kecelakaan adalah suatu lokasi dimana angka kecelakaan tinggi dengan kejadian kecelakaan berulang dalam suatu ruang dan rentang waktu yang relatif sama yang diakibatkan oleh suatu penyebab tertentu (Pd-T B). Khisty dan Lall (1989) menyatakan bahwa ada 7 metode dalam mengidentifikasi lokasi rawan kecelakaan. Yaitu : 1. Metode Frekuensi 2. Metode Tingkat Kecelakaan 3. Metode Laju Frekuensi 4. Metode Kendali Mutu Tingkat 5. Metode Keparahan Kecelakaan 6. Metode Indeks Bahaya 7. Inventori fitur Jalan Berbahaya 1. Metode frekuensi Digunakan untuk mengidentifikasi dan memeringkatkan lokasi berdasarkan banyaknya kecelakaan. Suatu nilai kritis dapat ditetapkan untuk pemilihan tempat, seperti 10 atau lebih per tahun (yang meliputi semua jenis kecelakaan). Jalan raya yang panjangnya 56

27 2500 mil (sekitar 4000 km) atau kurang umumnya dapat menggunakan metode ini (Khisty,1989). Dalam metode ini, daerah rawan kecelakaan ditentukan dengan suatu angka, dimana angka tersebut dianggap mewakili sebuah nilai kritis. Seluruh kecelakaan yang terjadi dianggap merupakan suatu hal yang sangat serius dan harus diperhatikan, tanpa melihat jumlah dan kondisi korban. Metode ini dapat dihitung berdasarkan jumlah kecelakaan atau tingkat kecelakaan. Dalam perhitungan berdasarkan jumlah kecelakaan hanya mencari segmen yang memiliki jumlah kecelakaan lebih besar dari nilai kritis. Untuk perhitungan berdasarkan tingkat kecelakaan, suatu segmen dinyatakan black spot jika tingkat kecelakaan di segmen tersebut lebih tinggi dari indeks tingkat kecelakaan. Tingkat kecelakaan adalah suatu besaran yang menunjukkan jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan km perjalanan. Rumus tingkat kecelakaan dapat dilihat pada persamaan (2.1)....(2.1) Sedangkan indeks tingkat kecelakaan merupakan besarnya tingkat kecelakaan dengan jumlah kecelakaan 10 kejadian. Pada dasarnya akan diperoleh hasil yang sama antara perhitungan berdasarkan jumlah ataupun tingkat kecelakaan (Hermariza,2008). 2. Metode tingkat kecelakaan Menggabungkan frekuensi kecelakaan dengan keberadaan kendaraan (yakni, volume lalu lintas) dan dinyatakan sebagai kecelakaan per juta kendaraan untuk persimpangan atau kecelakaan per juta kendaraan mil perjalanan untuk bagian jalan raya. Tempatnya kemudian diperingkat dalam urutan tingkat kecelakaan yang menurun. Sistem jalan raya yang 57

28 panjangnya mil atau kurang dapat menggunakan metode ini. Untuk tempat-tempat titik : Rsp =.....(2.2) untuk bagian-bagian jalan : Rse =.....(2.3) dengan : Rsp = tingkat kecelakaan disatu titik (kecelakaan/juta kendaraan) Rse = tingkat kecelakaan di bagian jalan (kecelakaan/juta kendaraan-mil) A T V L = jumlah kecelakaan untuk periode kajian = AADT selama periode kajian (untuk persimpangan) = perjumlahan volume yang masuk untuk seluruh cabang persimpangan = panjang bagian jalan (mil) 3. Metode laju frekuensi Metode laju frekuensi biasanya diterapkan dengan terlebih dahulu memilih sejumlah besar sampel tempat dengan kecelakaan tinggi yang didasarkan pada kriteria jumlah kecelakaan (yakni, metode frekuensi) yang dari sini tingkat kecelakaan dihitungnya. Suatu prosedur modifikasi ialah dengan memetakan frekuensi kecelakaan pada sumbu mendatar dan tingkat kecelakaan pada sumbu tegak. Dengan demikian, setiap kecelakaan dapat dikategorikan dengan menempatkannya dalam satu sel matriks. Pada gambar 2.2 dapat dilihat contoh matriks frekuensi. Sudut kanan atas menandakan tempat-tempat yang paling berbahaya. 58

29 Tingkat Kecelakaan p sel terburuk r i o r i t a s 1 p r i o r i t a s 2 Frekuensi kecelakaan Gambar 2.2 Matriks Frekuensi (Sumber : Khisty,1989) 4. Metode kendali mutu tingkat Memanfaatkan pengujian statistik untuk menentukan apakah tingkat kecelakaan pada tempat tertentu itu sangat lebih tinggi daripada laju rata-rata yang ditentukan sebelumnya untuk tempat-tempat dengan karakteristik yang serupa, yang didasarkan pada distribusi Poisson. laju kritis, yang didasarkan pada tingkat kecelakaan rata-rata berskala sistem untuk jenis jalan raya, ialah sebagai berikut :... (2.4) dengan : Rc = tingkat kecelakaan kritis untuk suatu titik (kecelakaan/10 6 kend) atau ruas (kecelakaan/10^6 kend-mil) Ra = tingkat kecelakaan rerata untuk suatu titik dengan karakteristik serupa atau pada jenis jalan yang sama. 59

30 M = juta kendaraan yang melewati titik atau juga kendaraan-mil perjalanan dalam satu ruas jalan. K = faktor probabilitas yang ditentukan oleh tingkat signifikan yang diinginkan. 5. Metode keparahan kecelakaan Digunakan untuk mengidentifikasi dan memeringkat prioritas tempat-tempat kecelakaan tinggi. Keparahan kecelakaan dikelaskan oleh National Safety Council (AS) dikutip oleh Khisty (1989) dalam dan banyak negara lain kedalam 5 kategori berikut : kecelakaan fatal F : satu kematian atau lebih (F) Luka-luka jenis A : kecelakaan yang menyebabkan cacat (A) Luka-luka jenis B : kecelakaan bukan cacat (B) Luka-luka jenis C : kemungkinan luka-luka (C) PDO : hanya kerusakan harta benda (PDO=Property Damage Only) Salah satu dari banyak metode keparahan menggunakan faktor hanya kerusakan harta benda ekivalen (EPDO) dengan : EPDO = 9,5(F+A) + 3,5(B+C) +PDO... (2.5) Dengan huruf-huruf menandakan jumlah setiap kategori. Pemeringkatan tempat berdasarkan jumlah EPDO yang dihitung. 6. Metode indeks bahaya Menggunakan rumus untuk mengembangkan indeks tingkat di setiap tempat yang dicurigai. Faktor-faktor yang digunakan dalam metode ini ditunjukkan pada lembaran contoh (gambar 2.3). Data mentah setiap faktor diikonversi menjadi nilai petunjuk menggunakan grafik. Nilai petunjuk ini kemudian dikalikan dengan faktor pembobot. Indeks-indeks bahaya parsial dijumlahkan untuk mendapatkan indeks bahaya untuk tempat tersebut. 60

31 Nomor Tempat Tanggal Jenis Persimpangan Pedesaan Pertanda Data Nilai Pertanda (NP) Bobot Banyaknya Kecelakaan Tingkat Kecelakaan 7,67 kecelakaan / tahun 2,47 kecelakaan / MEV H.I Parsial (NP x Bobot) 59 0,145 8,6 49 0,199 9,8 Keparahan Kecelakaan $ ,169 11,8 Rasio Volume (Kapasitas) 0, ,073 1,6 Rasio jarak >2,0 (rerata pandang bobot) 0 0,066 0,0 Konflik Lalu Lintas - 0,053 Manuver Tersendatsendat - 0,061 Harapan 2,19 (rerata Pengemudi bobot) 37 0,132 4,9 Kekurangan Sistem 2, ,102 4,8 Informasi 41,5. Jumlah 0, ,5 Kekuatan penilaian relatif Jumlah bobot yang berlaku x 100 = 89 % Gambar 2.3 Contoh Metode Indeks Bahaya (Sumber : Khisty,1989) 7. Metode inventori fitur jalan berbahaya Sebagian besar didasarkan pada pembandingan kegagalan jalan yang ada dengan standar keselamatan dan desain. Tujuan dari desain keselamatan jalan proaktif atau 61

32 keselamatan desain sadar secara eksplisit memperkirakan risiko. Tidak hanya harus diperkirakan total risiko tetapi juga komponen risiko. Dalam metode ini, identifikasi lokasi rawan kecelakaan melalui survey langsung ke lokasi kecelakaan. Semakin banyak kekurangan fitur pada jalan tersebut, maka dapat dikategorikan jalan tersebut sebagai black spot. Ukuran yang dipakai untuk menentukan black spot adalah kekurangan fitur pada jalan berbahaya. Contoh-contoh fitur berbahaya seperti jembatan sempit, kemiringan sisi jalan yang terjal, lajur atau bahu yang sempit, jembatan layang tak berpagar, lampu jalan yang tidak ada, rambu-rambu lalu lintas yang tidak tersedia atau tidak jelas, dan sebagainya. II.4.1 Metode Tingkat Kecelakaan Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan tingkat kecelakaan adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui tingkat kecelakaan (accident rute) suatu ruas jalan adalah jumlah kecelakaan setiap 100 juta km per perjalanan (Pignataro,1973), dinyatakan dalam persamaan : RSEC = x A... (2.6) 365 x T x V x L Keterangan : RSEC : tingkat kecelakaan sepanjang jalan yang diamati A : jumlah kecelakaan yang terliput V : LHR L : panjang jalan T : waktu analisa 62

33 b. Untuk perhitungan tingkat kecelakaan pada titik tertentu menggunakan (Pignataro, 1973) : RSP = x A... (2.6) 365 x T x V Keterangan : RSP : tingkat kecelakaan suatu titik tertentu V : LHR A : jumlah kecelakaan terdata T : waktu analisa (tahun) c. Untuk menghitung tingkat kecelakaan berdasarkan jumlah total pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan selam periode investigasi menggunakan rumus (Pignataro, 1973) : R = x N... (2.7) V Keterangan : R : tingkat kecelakaan per 100 juta kendaraan per km N : jumlah pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan selama periode investigasi V : jumlah perjalanan kendaraan per mile di jalan selama periode investigasi d. Untuk menghitung angka kematian berdasarkan jumlah kendaraan (Pignataro,1973) yang terdaftar atau terdata menggunakan rumus : R = x B... (2.8) M 63

34 Keterangan : R : angka kematian per 100 juta kendaraan yang terdaftar B : jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas dalam 1 tahun M : jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar pada suatu tempat e. Untuk menghitung angka kecelakaan berdasarkan jumlah perjalanan kendaraan per km menggunakan (Pignataro, 1973) : R = x C... (2.9) V Keterangan : R : tingkat kecelakaan per 100 juta kendaraan per km C : jumlah total kecelakaan (mati dan luka-luka) dalam 1 tahun V : perjalanan kendaraan per mile dalam 1 tahun II.4.2 Metode Analisa Statistik ( Uji Chi Kuadrat) Menurut Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (Pd. T B), Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Analisa statistik dimanfaatkan untuk melihat sejauh mana suatu tipe kecelakan yang dianggap dominan pada suatu lokasi kecelakaan akan berbeda nyata dengan kondisi kecelakaan di suatu perkotaan atau ruas jalan. Teknik analisa statistik : 1) Variabel : tentukan variabel / tipe kecelakaan sejenis baik untuk lokasi yang diamati (site) maupun keseluruhan lokasi diluar lokasi yang ditinjau (control) 64

35 2) Hipotesis : buat suatu pernyataan dengan asumsi asumsi untuk menguji adanya persamaan atau perbedaan dari kondisi site dengan control, dengan hipotesis nol (Ho) dan alternatifnya (Hi) sebagai berikut : Ho : tidak terdapat perbedaan yang berarti antara jumlah angka kecelakaan pada grup kecelakaan pada suatu lokasi rawan (site) dengan kelompok tipikal kecelakaan yang sejenis pada ruas jalan atau pada suatu area (control) secara umum. Hi : terdapat perbedaan yang berarti. a) Uji Chi kuadrad Nilai observasi diperoleh dengan perhitungan Chi kuadrat yang mengacu kepada tabel kontingensi 2x2 seperti pada contoh tabel-1 : Tabel IV-1 Tabel Kontingensi 2x2 Variabel Site Control Total Tipe kecelakaan x a C g = a + c Tipe Kecelakaan selain x b D h = b + d Total e = a + b f = c+d n = a+b+c+d Rumus Chi Kuadrat (x 2 ) : X / ²...(3.0) Dengan : X 2 adalah nilai Chi kuadrat a adalah proporsi tipikal kecelakaan (site) b adalah proporsi tipikal kecelakaan lainnya (site) c adalah proporsi tipikal kecelakaan (control) 65

36 d adalah proporsi tipikal kecelakaan lainnya (control) e,f,g,h, n lihat pada Tabel-1 II.5 Jalan Menurut PP No.34 Tahun 2006, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. II.5.1. Bagian - Bagian Jalan Bagian bagian jalan meliputi : a. Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dengan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian yang paling luar dari ruang manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan. b. Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. c. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan. 66

37 II.5.2. Klasifikasi Jalan Menurut sistem jaringan jalan, jalan terdiri atas : a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Menurut fungsinya, jalan dikelompokkan menjadi empat yaitu : a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal merupakan jalan umum yamg berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Menurut statusnya, jalan dikelompokkan menjadi lima yaitu : a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol. 67

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi jika salah satu unsur lalu lintas tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi jika salah satu unsur lalu lintas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Semakin berkembang suatu wilayah maka kebutuhan transportasi akan semakin meningkat dan permasalahan di dalamnya pun akan bertambah. Masyarakat dituntut untuk memiliki mobilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kecelakaan di dalam Pedoman penanganan lokasi rawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kecelakaan di dalam Pedoman penanganan lokasi rawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian kecelakaan Lalu Lintas Pengertian kecelakaan di dalam Pedoman penanganan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas (2004) adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangkasangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Definisi kecelakaan menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil. BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas yaitu berkaitan dengan dasar hukum dan pengaturan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KECELAKAAN LALU LINTAS Studi Kasus : Jalan Nasional (Jalan Lintas Sumatera) Kabupaten Serdang Bedagai

STUDI KARAKTERISTIK KECELAKAAN LALU LINTAS Studi Kasus : Jalan Nasional (Jalan Lintas Sumatera) Kabupaten Serdang Bedagai STUDI KARAKTERISTIK KECELAKAAN LALU LINTAS Studi Kasus : Jalan Nasional (Jalan Lintas Sumatera) Kabupaten Serdang Bedagai Markus Branly Siregar 1, Irwan S Sembiring 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Definisi kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; Kecelakaan Lalu Lintas

Lebih terperinci

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Kecelakaan Menurut Fachrurrozy (2001) beberapa karakteristik kecelakaan yang diperlukan dalam analisis kecelakaan lalu lintas adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Oglesby and Hicks (1988), kecelakaan kendaraan adalah kejadian yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan cepat. Selain itu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas, yang merupakan penjabaran UU No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Miro (2002), Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ketempat lain, dimana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TIXJAUAX PUSTAKA. Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya

BAB II TIXJAUAX PUSTAKA. Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya BAB II TIXJAUAX PUSTAKA 2.1 Umum Sekarang ini pola arus lalu lintas jalan raya di Yogyakarta umumnya mempunyai corak lalu lintas yang masih tercampur {mixed traffic) dengan semua jenis kendaraan yang lewattanpa

Lebih terperinci

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Lokasi yang dipilih untuk dilakukan penelitian tentang daerah rawan kecelakaan ini yaitu ruas jalan tol Jakarta Cikampek. Lokasi ini dipilih

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, memuat bahwa (Inspeksi Keselamatan Jalan) IKJ merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. no. 22 Tahun 2009 adalah ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan. kerusakan kendaraan dan/atau barang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. no. 22 Tahun 2009 adalah ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan. kerusakan kendaraan dan/atau barang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Definisi kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 adalah ; Kecelakaan Lalu Lintas adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, pemekaran kota, dan peningkatan aktivitas sosial ekonomi sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kecelakaan Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tidak tentu kapan terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyatakan bahwa Inspeksi Keselamatan Jalan (IKJ) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

2. Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya.

2. Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya. BAB II TINJ AllAN PUSTAKA A. Pengertian Kendaraan Bermotor **» Kendaraan bermotor (Daryanto, 1999) adalah suatu kendaraan yang dijalankan oleh mesin yang dikendalikan manusia diatas jalan. Jenis kendaraan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 Pada bab ini akan diuraikan analisis data dari hasil survei primer dan sekunder yang dilakukan pada Studi Evaluasi Lokasi Black Spot di Jalur Utara dan Selatan Pulau Jawa dalam

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN

HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN Najid Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara e-mail: najid29@yahoo.com mobile phone: 818156673 Abstract: Rapid

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAR II TINJAUAN PUSTAKA

BAR II TINJAUAN PUSTAKA BAR II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Lalulintas dan Daerah Rawan Kecelakaan Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 1993 tentang prasarana dan 1a1ulintas ja1an rnenyebutkan bahwa kcce1akaan 1a1ulintas ada1ah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Data Satlantas Polwiltabes Semarang menunjukkan kecelakaan yang terjadi pada jalan non tol di Kota Semarang dalam kurun waktu 2001 2005 cenderung menurun dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum U-Turn Menurut Tata Cara Perencanaan Pemisah (1990), median atau pemisah tengah didefinisikan sebagai suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : A. Karakteristik kecelakaan berdasarkan beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Fungsional Untuk dapat mewujudkan peranan penting jalan sesuai Undang Undang No. 22/2009 tentang lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk 15 pada semua perangkat jalan mulai dari perancangan, bentuk jalan, pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya dikembangkan untuk jalan-jalan baru, akan tetapi semakin banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-12-04-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MOBIL BUS MITSUBISHI L 300 P-2669-U MENABRAK DARI BELAKANG (REAR

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Pejalan kaki yang tertabrak kendaraan pada kecepatan 60 km/jam hampir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Pejalan kaki yang tertabrak kendaraan pada kecepatan 60 km/jam hampir 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Zona Selamat Sekolah (ZoSS) ZoSS adalah lokasi di ruas jalan tertentu yang merupakan zona kecepatan berbasis waktu untuk mengatur kecepatan kendaraan di lingkungan sekolah.

Lebih terperinci

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 %

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 % Traffic safety (keselamatan lalulintas) l li Penyebab kecelakaan di Indonesia: a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 % Manusia penyebab utama kecelakaan lalulintas Penyebab

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN LALU LINTAS KOTA SEMARANG ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN LALU LINTAS KOTA SEMARANG ABSTRAK ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN LALU LINTAS KOTA SEMARANG Rudatin Ruktiningsih Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Segijapranata Semarang email : rudatin.ruktiningsih@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Inspeksi keselamatan jalan menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (2016) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN 3

METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3 A. LANDASAN PEMIKIRAN Keselamatan transportasi jalan saat ini sudah merupakan masalah global yang bukan hanya menjadi permasalahan transportasi saja tetapi sudah menjadi permasalahan

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-11-05-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TABRAKAN ANTARA MOBIL BUS PO. SUMBER KENCONO W-7666-UY DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu proses pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat asal menuju tempat tujuan yang dipisahkan oleh jarak geografis (Departemen Perhubungan,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian dan Definisi Kecelakaan Kecelakaan lalulintas berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 ayat 1 adalah : Suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kinerja Lalu Lintas Jalan Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Keselamatan Jalan Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata masalah transportasi

Lebih terperinci

Pengertian Lalu Lintas

Pengertian Lalu Lintas LALU LINTAS Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TERTIB LALU LINTAS DAN PENYELENGGARAANNYA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Pengemudi dan pengendara menangkap 90% informasi melalui mata mereka! Engineer harus menyampaikan informasi berguna melalui rambu-rambu dan garis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA TUGAS AKHIR Program S1 Oleh I DEWA AYU SRI EKA YADNYANI ( 0219151052 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK 2009 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Variabel-variabel bebas yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel terikat perilaku safety

Lebih terperinci

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL, SEMARANG 1

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL, SEMARANG 1 ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL, SEMARANG 1 Marwoto 2, Epf. Eko Yulipriyono, Joko Siswanto 3 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai Ibukota Propinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermotor, manusia atau hewan (Suryadharma, Hendra Susanto, Benediktus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermotor, manusia atau hewan (Suryadharma, Hendra Susanto, Benediktus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Jalan raya adalah lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Lintasan adalah jalur tanah yang diperkuat / diperkeras dan jalur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kecelakaan, lalulintas, tingkat pemahaman aturan lalulintas, pemodelan dan prediksi kecelakaan

ABSTRAK. Kata kunci : kecelakaan, lalulintas, tingkat pemahaman aturan lalulintas, pemodelan dan prediksi kecelakaan VOLUME 1 NO.1, FEBRUARI 214 MODEL KECELAKAAN LALULINTAS BERDASARKAN KORELASI POPULASI, TINGKAT PEMAHAMAN PENGGUNA DAN TINGKAT PERTUMBUHAN KENDARAAN DI KOTA BESAR, SEDANG DAN KECIL SUMATERA BARAT Cut Dona

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Kecelakaan lalu lintas itu dapat diuraikan melalui adanya relasi statistik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Transportasi Menurut Nasution (1996) transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini terlihat tiga

Lebih terperinci

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-09-02-01-01 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu disusun suatu tahapan - tahapan dalam suatu penelitian (metodologi). Tahapan pelaksanaan yang akan dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta )

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta ) ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta ) Beni Thobir Ahmad Chusaini Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Surakarta Jl. Raya Palur KM 05 Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci