BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013"

Transkripsi

1 27 BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013 A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia 1. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair yang berarti secara kepercayaan, ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak kepada pihak yang lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya ke dalam (intern) hanya suatu jaminan saja untuk utang. 49 Pengertian ini mengandung arti bahwa yang terjadi adalah hanya pengalihan kepemilikan atas benda yang didasari oleh kepercayaan mengingat benda itu tidak diserahkan kepada kreditur melainkan tetap dipegang debitur. Namun demikian dengan adanya pengalihan ini, status benda itu hak miliknya adalah berada di tangan kreditur, bukan lagi ditangan debitur meskipun debitur menguasai benda itu. Dengan adanya pengalihan tersebut, maka posisi benda menjadi benda dengan jaminan fidusia. Fidusia merupakan lembaga jaminan yang sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi yang berakar dari hukum kebiasaan, dan telah menjadi yurisprudensi serta sekarang ini diformalkan dalam undang-undang. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan hal Bambang Riswanto, Sejarah dan Pengertian Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, 27

2 28 perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. Ketika hukum Romawi diresepsi oleh hukum Belanda, lembaga fidusia tidak turut diambil alih, oleh karena itu tidak mengherankan bahwa fidusia sebagai lembaga jaminan tidak terdapat dalam Burgelijk Wetboek (BW). Dengan berkembangnya gadai dan hipotik, lembaga fidusia yang berasal dari Romawi ini tidak popular dan tidak digemari lagi hilang dari lalu lintas perkreditan. 50 Namun demikian setelah sekian lama praktek jaminan fidusia tidak lagi digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi kelesuan ekonomi akibat kemerosotan hasil panen, sehingga semua perusahaan-perusahaan pertanian membutuhkan modal, sementara lembaga hipotik tidak dapat diandalkan sebab para petani mempunyai luas tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Disisi lain agar petani dapat mengambil kreditnya pihak perbankan juga meminta jaminan lain dalam bentuk gadai, akan tetapi para petani tidak dapat menyerahkan barang-barang karena dibutuhkan untuk proses produksi pertanian, di sisi lain pihak bank juga tidak membutuhkan barang-barang tersebut untuk diserahkan kepada pihak bank sebagai jaminan hutang. Konsekusni dari statisnya sektor hukum perkreditan dan lembaga jaminan tersebut melahirkan upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dan terobosan secara yuridis, maka di Belanda mulailah dihidupkan kembali konstruksi hukum pengalihan hak kepemilikan secara kepercayaan atas barang-barang bergerak sebagaimana telah dipraktekkan oleh masyarakat Romawi yang dikenal dengan fiducia cum ceditore. 50 Ibid, hal. 16

3 29 Pengakuan terhadap eksistensi jaminan fidusia bermula dari adanya yurisprudensi melalui putusan pertamanya tentang fidusia dalam perkara yang dikenal dengan nama Bier Brouwrij Arrest tanggal 25 Januari 1929 yang menyatakan bahwa jaminan fidusia tidak dimaksudkan untuk menyelundupkan / menggagalkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang dengan secara tidak pantas. Sistem hukum Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan hukum Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordasi (concordantie beginsel). 51 Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia juga diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerrecht Hof (HGG) tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus sebagai berikut : 52 Pedro Clignett meminjam uang dari Batafsche Petroeum Maatschapji (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil berdasarkan kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignent lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil BPM. Ketika Clignent benar-benar tidak melunasi utang-utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan perjanjian yang dibuat tidak sah. Menurut Clignett perjanjian yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitur maka gadai tersebut menjadi tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Dalam 51 C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hal Gunawan Darwanto, Sistem Hukum di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 51

4 30 putusannya HGH menolak alasan Clignent bahwa peristiwa tersebut bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hooggerrecht Hof dalam BIerbrouwerij Arrest, Clignent diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM. Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan akan teatpi sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya sebagai pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai disitu, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitur, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek jaminan fidusia. Mengenai objek jaminan fidusia ini, Hoogerrad Belanda maupun Mahkamah Agung Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang bergerak saja. Namun pada praktek kemudian orang juga melakukan fidusia terhadap barang tidak bergerak, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA Nomor 5 Tahun 1960), perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak menjadi kabur karena undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah. Lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 terjadi perbedaan yang meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan hak-hak atas tanah yang

5 31 tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun Pengertian jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya (Pasal 1 butir 1 dan 2 UU Nomor 42 Tahun 1999). Dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia dikatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu benda atau lebih satuuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang terdaftar maupun tidak terdaftar (termasuk dalam dan surat-surat berharga), yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Dalam pengertian benda termasuk pula piutang atas nama yang dahulu dilaksanakan pengikatannya dengan cara gadai tetapi dalam praktik perbankan biasa dikenal dengan pengalihan secara cessie (Pasal 613 KUH Perdata) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi obyek jaminan fidusia.

6 32 Objek jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dapat menggantikan cessie jaminan atas piutang ataupun yang disebut dengan Suijling sebagai Fiduciaire Cessie yang banyak dipergunakan dalam praktek pemberian kredit di bank-bank. Selanjutnya objek jaminan fidusia dapat berupa benda yang sudah dimiliki oleh pemberi fidusia pada saat pembebanannya, tetapi dapat pula dimasukkan benda yang akan diperoleh kemudian. 53 Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari, dalam Pasal 10 Undang- Undang Fidusia sudah ditetapkan bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari jaminan fidusia dan juga klaim asuransi apabila objek jaminan fidusia tersebut musnah didalam pelaksanaan eksekusinya. Menurut Munir Fuady, ketentuan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdapat antara lain dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Fidusia. Benda-benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut antara lain : Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum, 2. Atas benda berwujud, 3. Benda tidak berwujud, 4. Benda bergerak, 5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hak tanggungan, hipotik, 6. Benda yang sudah ada dan yang aka ada dikemudian hari yang tidak diperlukan sebuah akta pembebanan, 7. Dapat satuan atau jenis benda, 8. Dapat lebih dari satuan 53 Arie S. Hutagalung, Analisa Yuridis Mengenai Pemberian dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal Munir Fuady, Ketentuan Benda yang Menjadi Objek Jaminan Fidusia Dalam Undang- Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 57

7 33 jenis atau satuan benda, 9. Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, 10. Hasil klaim asuransi, 11. Benda persediaan. Pengalihan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia dilakukan atas dasar kepercayan dengan cara constitutum possessorium yang artinya pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda kepada penerima fidusia dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersbeut yang berakibat bahwa pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan penerima jaminan fidusia, yang pengalihannya harus didaftarkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pengalihan hak kepemilikan tersebut berada dari pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam (Pasal 584 jo. Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata). Dalam hal jaminan fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan / agunan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Dalam Pasal 5 sub 1 Undang-undang Fidusia bahwa bentuk akta perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Perjanjian jaminan fidusia baik berupa Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO) maupun cessie jaminan atas piutang yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang fidusia tidak diwajibkan dengan akta notaris. Alasan undang-undang menerapkan akta bentuk notaris adalah : Ratnawati W. Prasodjo, Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Mitra Ilmu, Jakarta, 2010, hal. 16

8 34 1. Akta notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. 2. Objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak. 3. Undang-undang melarang adanya fidusia ulang. Isi dari akta perjanjian fidusia yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikannya atas suatu benda kepada krediturnya sebagai jaminan untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Isi akta jaminan fidusia dalam Pasal 66 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 ditentukan minimum yang harus termuat didalamnya, diantaranya : Identitas pemberi dan penerima fidusia Mengingat akta tersebut merupakan akta notariil maka identitas para pihak secara otomatis harus sudah disebutkan secara lengkap didalamnya (Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Jabatan Notaris) 2. Data Perjanjian Pokok Sesuai dengan sifat assesoir daripada perjanjian penjaminan, maka kita perlu mengetahui dengan pasti perjanjian pokok sebagai dasar dari pemberian penjaminan, karena eksistensi perjanjian penjaminan sangat bergantung kepada perjanjian pokoknya. 3. Data benda jaminan Hak jaminan kebendaan muncul apabila kreditur memperjanjikan suatu jaminan khusus terhadap satu atau lebih benda tertentu, yang memberikan kedudukan yang didahulukan menurut Undang-Undang di dalam pelunasannya dari hasil eksekusi atas benda tersebut. Jadi sangatlah logis bahwa di dalam akta pemberian jaminan fidusia harus terdapat uraian tentang benda jaminan yang bersangkutan. 56 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan 5, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2007, hal. 191

9 35 4. Nilai penjaminan Nilai penjaminan adalah jumlah maksimal kreditur preferen atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak preferen kreditur tidak bisa lebih dari jumlah nilai penjaminan, tetapi bisa kurang. Hal itu berkaitan dengan sifat assesoir dari perjanjian jaminan. 5. Tanggal dan Nomor Meskipun di dalam Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tidak disyaratkan penyebutan tanggal dan nomor akta penjaminan, namun karena akta tersebut dituangkan secara notariil maka secara otomatis sudah ada dengan sendirinya, karena tanggal dan nomor digunakan sebagai dasar untuk mengetahui siapakah yang berhak sebagai pihak pertama atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia (Pasal 25 sub d P.J.N) Sifat Jaminan fidusia sejalan dengan sifat dari jaminan hak kebendaan, ini dikarenakan jaminan fidusia merupakan bagian dari jaminan khusus yang bersifat hak kebendaan yang mempunyai sifat yang memberikan perlindungan hukum secara penuh bagi pihak kreditur diantaranya : 1. Mempunyai sifat absolute (mutlak), yaitu dapat dipertahankan atau dilindungi terhadap setiap gangguan dari pihak ketiga. 2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suite) misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya, dan perjanjian tidak akan putus dengan berpindahnya atau dijualnya barang yang disewa. 3. Mempunyai sifat prioritas (droit de preferen) yaitu bahwa hak kebendaan lebih mendahulukan hak yang lebih dulu terjadi daripada hak yang terjadi kemudian. 4. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sebagai implikasi dari sifat droit de suite dari jaminan fidusia tersebut sehingga mengikat pihak ketiga dan

10 36 memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya 2. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan Fidusia Jaminan fidusia sesuai Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun Adapun asas pokok dalam jaminan fidusia, yaitu : a) Asas spesialitas atas Fixed Laon Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun Objek jaminan fidusia merupakan agunan atau jaminan atas pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada 57 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Jaminan : Komentar Pasal Demi Pasal Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal. 45

11 37 penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Oleh karena itu, objek jaminan fidusia harus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada segi lain harus pasti jumlah utang debitur atau paling tidak dipastikan atau diperhitungkan jumlahnya (verrekiningbaar, deductable). b) Asas Accesoir Menurut Pasal Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian pokok (principal agreement). Perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang, dengan demikian keabsahan perjanjian jaminan fidusia tergantung pada perjanjian pokok dan penghapusan benda objek jaminan fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok. c) Asas Droit de Suite Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, dinyatakan jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun berada, kecuali keberadaanya pada tangan pihak ketiga berdasarkan pengalihan hak atas piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata. Dengan demikian, hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atau in rem bukan hak in personam. d) Asas Preferen (Droit de Preference) Pengertian asas preferen atau hak didahulukan ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 yaitu memberi hak didahulukan atau diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain untuk mengambil pemenuhan pembayaran pelunasan utang atas penjualan benda objek

12 38 fidusia. Kualitas hak didahulukan penerima fidusia, tidak hapus meskipun debitur pailit atau dilkuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun Sebelum berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan, benda dalam dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Namun dengan berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah : 1. Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2. Dapat berupa benda berwujud 3. Benda berwujud termasuk piutang 4. Benda bergerak 5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan ataupun hipotek 6. Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian 7. Dapat atas satu satuan jenis benda 8. Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda 9. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 10. Benda persediaan

13 39 Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan disini dalam kaitannya dengan rumah susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Yang dapat menjadi pemberi fidusia adalah orang perorang atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang atau perorangan yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia. (Pasal 5 ayat (1) UUJF). Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenak waktu (jam) pembuatan akta tersebut. Akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat : a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan data perjanjian pokok yang dijamin fidusia yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia. b. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio efek, maka dalam akta

14 40 jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut. c. Nilai penjaminan d. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Adapun utang yang pelunasannya dijamin dengan jaminan fidusia dapat berupa: a. Utang yang telah ada b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu c. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Utang yang dimaksud adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Pasal 8 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberi fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Yang dimaksud dengan kuasa dalam ketentuan ini adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia dari pemberi fidusia. Sedangkan hukum dianggpa mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia, misalnya wali amanat yang mewakili kepentingan pemegang obligasi.

15 41 Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 menetapkan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Ini berarti benda tersebut demi hukum akan dibebani dengan jaminan fidusia pada saat Belanda dimaksud menjadi milik Pemberi Fidusia. Pembebanan tersebut tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Hal ini karena atas benda tersebut sudah dilakukan pengalihan hak kepemilikan sekarang untuk nantinya ketentuan dalam pasal ini penting dipandang dari segi komsial. Ketentuan ini secara tegas memperbolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bagi pelunasan utang. Menurut Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, jaminan fidusia ini meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, dan meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan. Yang dimaksud dengan hasild ari benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang diperoleh dan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Apabila benda diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak penerima fidusia. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia sendiri cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi atau portofolio perusahaan efek, maka

16 42 dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari benda tersebut. B. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Manual Sebelum Berlakunya Permenkumham Nomor 9 Tahun 2013 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur jaminan fidusia adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tenjang Jaminan Fidusia, yang diundangkan pada tanggal 30 September 1999 LN. 168, TLN dan berlaku pada saat diundangkan, berikut peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan pendaftaran jaminan fidusia LN Nomor 170, TLN 4005, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM Tahun 2000 tanggal 30 Oktober 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia, Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia NOMOR C.UM tanggal 19 Januari 2001 tentang Penghitungan Penetapan Jangka Waktu Penyesuaian dan Pendaftaran Perjanjian Jaminan Fidusia. Objek jaminan fidusia pada awalnya hanya benda bergerak saja. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 158/1950/Pdt tanggal 22 Maret 1950 dan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 372K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971, yang menyatakan bahwa fidusia hanya sah sepanjang mengenai barang-barang bergerak. Dalam perkembangannya objek fidusia tidak hanya benda bergerak saja, tetapi juga meliputi benda tidak bergerak. Ketentuan ini sebagaimana

17 43 dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) Nomor 42 Tahun 1999, yang pada intinya menyebutkan bahwa objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan maupun hipotik. 58 Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 3 UUJF Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa jamiinan fidusia tidak berlaku terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas bendabenda tersebut wajib didaftar. b. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih c. Hipotik atas pesawat terbang d. Gadai Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah : a. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya b. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur c. Apabila hutang sudah dilunasi, maka obyek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia 58 J. Satrio, Hukum Jaminam Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 41

18 44 d. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia. Menurut Pasal 5 ayat (1) UUJF Nomor 42 Tahun 1999 bahwa, pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan fidusia, selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan waktu (jam) pembuatan akta tersebut. Dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) tersebut, maka pembebanan jaminan fidusia yang merupakan perjanjian fidusia dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Pengertian akta otentik sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1868 KUH Perdata, bahwa : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Dalam fidusia, pendaftaran merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebagai syarat lahirnya jaminan fidusia untuk memenuhi asas publisitas. Ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) UUJF Nomor 42 Tahun 1999 berbunyi : benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, dan selain itu pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum. 59 Hal ini sesuai juga dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (3) UUJF Nomor 42 Tahun 59 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, 2006, hal. 213

19 , bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Prosedur pendaftaran jaminan fidusia secara manual dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Proses pendaftaran jaminan fidusia melakukan melalui kantor pendaftaran jaminan fidusia di Kanwil Departemen Hukum dan HAM (Kasubid Pendaftaran Jaminan Fidusia) 2. Dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara manual dokumen fisik yang harus di bawa adalah akta notariil jaminan fidusia berikut dokumendokumen yang menyertai. 3. Setelah dokumen fisik pendaftaran jaminan fidusia dinyatakan lengkap maka notaris diwajibkan mengisi formulir pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang berdasarkan akta jaminan fidusia disertai uraian objek jaminan fidusia. 4. Setelah pengisian formulir pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dinyatakan lengkap dan benar maka pihak KPF (Kantor Pendaftaran Fidusia) mengeluarkan / mencetak sertipikat jaminan fidusia yang disertai dengan uraian objek jaminan fidusia. 5. Setelah itu ditandatangani oleh kepala kantor pendaftaran fidusia secara manual. Dalam sistem hukum yang ada, dikenal dua jenis pendaftaran yaitu : a. Pendaftaran benda Pendaftaran suatu benda yang merupakan suatu pembukuan / registrasi benda tertentu, dimana dalam buku register tersebut dicatat dengan teliti ciri-ciri benda dan

20 46 pemilik benda yang bersangkutan, dan benda yang telah didaftarkan tersebut disebut dengan istilah benda terdaftar atau benda atas nama. Berdasarkan keterangan di atas, maka orang yang namanya terdaftar dalam buku pendaftaran benda/register menjadi pemilik dari benda yang bersangkutan. Dengan demikian hak dari pemilik benda menjadi terdaftar yang kemudian terhadap pemilik benda terdaftar tersebut akan dikeluarkan bukti kepemilikan. Selain itu karena hak yang terdaftar adalah hak si pemilik atas suatu benda, maka berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hak si pemilik merupakan hak kebendaan, suatu hak yang bersifat absolute, sehingga bisa ditujukan dan dipertahankan terhadap siapa saja. Hal lain yang juga berkaitan dengan sifat kebendaan adalah droit de suite. Terhadap benda yang telah didaftarkan atau benda terdaftar dalam penyerahan dan pembebanannya dilakukan dengan mendaftarkan kata peralihannya atau akta pembebanannya dalam buku register yang bersangkutan. Terhadap benda terdaftar ini, bagi pihak ketiga yang melakukan pengoperan atau melakukan pemindahan hak dari pihak yang tidak berhak, tidak dapat membenarkan perolehannya hanya berdasarkan itikad baik semata. b. Pendaftaran ikatan jaminan Pendaftaran ikatan jaminan yang berlaku dalam sistem hukum kita adalah pendaftaran ikatan jaminan atas benda terdaftar. Contohnya adalah ikatan jaminan yang ada pada hipotik dan hak tanggungan, dimana ikatan jaminannya merupakan ikatan jaminan terhadap benda terdaftar. Keadaan yang sama juga berlaku terhadap

21 47 tanah dimana tanah yang akan dijadikan jaminan harus didaftarkan dahulu baru bisa dijadikan jaminan. Pendaftaran fidusia yang diatur dalam UUJF Nomor 42 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap para pihak yang terkait dalam fidusia. Karena sebelum keluarnya UUJF Nomor 42 Tahun 1999 pendaftaran fidusia tidak diwajibkan Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh pihak penerima fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan pertanyaan Pendaftaran Jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UUJF Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat : 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia 2. Tanggal, nomor, akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia 3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

22 48 4. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia 5. Nilai penjaminan 6. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia Sebagai bukti bahwa kreditur telah melakukan pendaftaran jaminan fidusia adalah diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia oleh Kantor Pertanahan Fidusia, pada hari pendaftaran dilakukan. Sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya bahwa sertipikat jaminan fidusia dapat langsung dipakai sebagai alat eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tanpa melalui proses pengadilan, bersifat final dan mengikat. Apabila setelah didaftarkan terjadi perubahan dalam hal jaminan fidusia, maka penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan perubahan tersebut tidak perlu dilakukan dengan akta notaris. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 UUJF Nomor 42 Tahun Kantor Pendaftaran Fidusia berada dalam lingkup Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang bertempat di Jakarta. Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara bertahap sesuai keperluan akan didirikan di ibukota di seluruh Wilayah Negeri Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah

23 49 Negara Republik Indonesia, bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di setiap ibukota propinsi dan berad dalam lingkup Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sedangkan untuk pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah tingkat II dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, hal ini sesuai dengan keterangan dalam penjelasan Pasal 12 UUJF Nomor 42 Tahun Dengan dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia serta diterbitkannya sertipikat jaminan fidusia, maka benda atau obyek yang menjadi jaminan fidusia juga beralih kepemilikannya dari pemberi kepada penerima fidusia, walaupun penguasaanya diberikan secara sukarela kepada pemberi fidusia. Pemberi fidusia tidak lagi berhak untuk memperjualbelikan atau memindahtangankan obyek jaminan fidusia tersebut, kecuali untuk obyek jaminan fidusia yang berupa benda persediaan / stok barang dagangan (inventory). Pemberi fidusia bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan obyek jaminan fidusia sebagai akibat pemakaian dan keadaan obyek jaminan fidusia yang berada dalam penguasaanya karena obyek jaminan fidusia sepenuhnya berada dalam penguasaan pemberi fidusia termasuk memperoleh manfaat dari obyek jaminan fidusia tersebut. Bagi penerima fidusia setelah dilakukan pendaftaran jaminan fidusia, maka penerima fidusia menjadi kreditur preferen atau mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutang atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Dengan diterbitkannya sertipikat jaminan fidusia, maka penerima fidusia

24 50 mempunyai hak eksekutorial yaitu penerima fidusia langsung dapat melaksanakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia apabila pemberi fidusia melakukan cidera janji terhadap pelunasan utang yang dijamin dengan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tanpa harus melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Jaminan fidusia hapus karena beberapa hal, yaitu : a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia b. Adanya pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah, dan apabila terdapat jaminan asuransinya maka klaim asuransi tersebut menjadi hak dari penerima fidusia. Penerika fidusia mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia, dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Dengan hapusnya jaminan fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertipikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi. C. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pasca Terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 Perkembangan teknologi informasi memberikan perubahan terhadap tatanan hidup manusia. Jaminan fidusia juga merasakan perubahan tersebut, dimana

25 51 sekarang ini tata cara pendaftaran jaminan fidusia sudah beralih dari yang secara manual atau konvensional menjadi secara elektronik. Hal ini semakin nyata dirasakan setelah dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AU-06.OT tanggal 5 Maret 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik yang kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik. Surat Edaran tersebut dikeluarkan dalam rangka melaksanakan amanat yang terkandung dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2) UUJF Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, serta untuk memberikan pelayanan yang aman, nyaman, cepat dan bersih dalam pelaksanaan sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia. Dalam sistem administrasi pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik sudah tidak diberlakukan lagi seperti yang telah disampaikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU.06.OT pada angka 2 (dua), yaitu Kantor Pendaftaran Fidusia diseluruh Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak lagi menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara manual dan turut menginformasikan kepada pemohon untuk melakukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU.06.OT pada angka 4 (empat) menjelaskan

26 52 bahwa terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang telah diajukan kepada kantor pendaftaran jaminan fidusia dan telah membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). Sebelum berlakunya elektronik pendaftaran jaminan fidusia, maka kantor pendaftaran fidusia wajib menyelesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal berlakunya sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Pada Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU.06.OT pada angka 5 (lima) disebutkan bahwa terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana tersebut pada angka 4 (empat), tidak dapat terlesaikan maka permohonan harus dilakukan secara elektronik. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013, maka pelayanan hukum di bidang pendaftaran jaminan fidusia sudah meninggalkan cara manual atau konvensional dan sudah beralih secara elektronik. Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik disebutkan bahwa, Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik adalah pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh pemohon dengan mengisi aplikasi secara elektronik. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik disebutkan bahwa, Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik meliputi: a) pendaftaran permohonan jaminan fidusia, b) pendaftaran perubahan jaminan fidusia dan c) penghapusan jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor

27 53 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik disebutkan bahwa, Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik diseluruh kantor pendaftaran fidusia. Dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tentunya kepastian hukum harus dapat dijamin baik itu bagi pemberi fidusia, penerima fidusia maupun bagi pihak ketiga. Memberikan kepastian hukum sebagai tujuan dari dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia, dan yang menjadi fokus utama dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik adalah menyangkut benda yang menjadi objek jaminan. Tata cara pendaftaran permohonan jaminan fidusia secara elektronik diatur di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik disebutkan bahwa, Permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik diajukan kepada menteri, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM RI. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik disebutkan bahwa, Pendaftaran Permohonan jaminan fidusia secara elektronik dilakukan dengan mengisi formulir aplikasi.

28 54 Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik disebutkan bahwa pertama-tama membuka halaman login pendaftaran jaminan fidusia, dan pengguna wajib mengisi user name dan password sesuai dengan user name dan password yang telah diberika oleh Dirjen AHU setelah itu klik tombol submit (dilakukan oleh notaris). Untuk masuk pada menu pemohon maka notaris membuka tampilan menu pemohon yang terdiri dari 3 (tiga) pilihan menu, 1) menu pendaftaran digunakan untuk melakukan pengisian formulir pendaftaran jaminan fidusia, 2) menu perubahan digunakan untuk melakukan perubahan terhadap sertipikat jaminan fidusia, 3) menu daftar transaksi digunakan untuk melihat daftar transaksi yang telah dilakukan. Apabila melakukan pendaftaran secara elektronik maka notaris wajib membuka tampilan halaman formulir pendaftaran dengan mengklik menu pendaftaran, dan akan muncul halaman berbentuk formulir pendaftaran secara elektronik. Setelah itu isikan informasi secara bertahap mengenai pemohon yakni identitias pemberi dan penerima fidusia dapat berupa perusahaan atau perseorangan. Tampilkan kolom identitas penerima dan pemberi fidusia dengan cara mengklik tampilan kolom identitas penerima dan pemberi fidusia. Setelah halaman kolom identitas penerima dan pemberi fidusia muncul pada layar, klik untuk menambahkan nama penerima dan pemberi fidusia jika penerima dan pemberi fidusia lebih dari 1 (satu) orang / 1 (satu) pihak. Semua kolom harus diisi sesuai dengan identitas

29 55 penerima. Notaris mengisikan nomor akta jaminan fidusia, tanggal, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia tersebut. Tampilkan tampilan kolom perjanjian pokok dimana terdapat 3 (tiga) keterangan fasilitas yang tersedia 1) pilihan untuk nilai hutang, apabila hanya menggunakan 1 (satu) mata uang, 2) pilihan untuk nilai hutang, apabila menggunakan lebih dari 1 (satu) mata uang, 3) pilihan untuk mengganti mata uang dari negara lain. Notaris mengisikan uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada kolom uraian objek jaminan fidusia dan mengisikan nilai penjaminan pada kolom nilai penjaminan. Setelah itu notaris melanjutkan akses dengan membuka tampilkan nomor nilai objek jaminan fidusia, menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara menandai pernyataan. Mengklik proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol ulangi untuk kembali proses sebelumnya. Setelah melakukan submit maka akan muncul konfirmasi bahwa data berhasil diproses lalu klik OK. Notaris mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk melakukan pembayaran ke bank persepsi. Apabila tidak melakukan pembayaran selama 3 (tiga) hari maka data permohonan pendaftaran akan dibatalkan / dihapus dari data base. Setelah melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia di bank persepsi dan memperoleh bukti register pendaftaran jaminan fidusia dari bank persepsi maka notaris mengklik tanda cetak untuk mencetak bukti pendaftaran fidusia. Klik pernyataan untuk mencetak klik mencetak pernyataan pendaftaran fidusia. Klik sertipikat untuk mencetak sertipikat jaminan fdusia. Tombol sertipikat akan muncul

30 56 jika pemohon sudah melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia. Klik sertipikat untuk melihat tampilan cetak sertipikat, lalu klik tanda cetak untuk mencetak sertipikat. Pasal 3 ayat (4) menyebutkan bahwa bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat : a. nomor pendaftaran, b. tanggal pengisian aplikasi, c. nama pemohon, d. nama kantor pendaftaran fidusia, e. jenis permohonan, dan f. biaya pendaftaran permohonan jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal ayat (5) menyebutkan bahwa, berdasarkan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran permohonan jaminan fidusia melalui bank persepsi. Pasal 3 ayat (6) menyebutkan bahwa, setelah melaukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pemohon mencetak sertipikat jaminan fidusia yang telah ditandatangani secara elektronik oleh pejabat pendaftaran jaminan fidusia. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyebutkan bahwa, pendaftaran perubahan jaminan fidusia secara elektronik dilakukan dengan mengisi formulir aplikasi perubahan. Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa, Untuk dapat mengisi formulir aplikasi pendaftaran perubahan jaminan fidusia, pemohon mengisi : a. nomor, tanggal, bulan dan tahun sertipikat jaminan fidusia terakhir dan b. nama dan kedudukan notaris sebelum perubahan. Pasal 4 ayat (3)menyebutkan bahwa, pemohon mengisi aplikasi pendaftaran

31 57 perubahan jaminan fidusia sesuai dengan yang tertuang dalam akta perubahan jaminan fidusia. Pasal 4 ayat (4) menyebutkan bahwa, pemohon mencetak bukti pendaftaran perubahan jaminan fidusia setelah selesai melakukan pengisian formulir aplikasi perubahan. Pasal 4 ayat (5) menyebutkan bahwa, Bukti pendaftaran perubahan jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat : a. nomor pendaftaran, b. tanggal pengisian aplikasi, c. nama pemohon, d. nama kantor pendaftaran fidusia, e. jenis permohonan, dan f. biaya pendaftaran perubahan jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 ayat (6) menyebutkan bahwa, berdasarkan bukti pendaftaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5), pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran perubahan jaminan fidusia melalui bank persepsi. Pasal 4 ayat (7) menyebutkan bahwa, setelah melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pemohon mencetak sertipikat perubahan jaminan fidusia yang telah ditandatangani secara elektronik oleh pejabat. Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik disebutkan bahwa, Dalam hal pendaftaran perubahan jaminan fidusia dilakukan terhadap pendaftaran jaminan fidusia yang belum dilakukan secara elektronik, maka pemohon mengisi data terbaru pada aplikasi pendaftaran. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa, perubahan jaminan fidusia secara elektronik melalui formulir aplikasi pendaftaran perubahan yang meliputi a. identitas pemohon, b. identitas pemberi fidusia, c. identitas penerima fidusia, d. akta jaminan fidusia, e. perjanjian pokok, f. nilai penjaminan, g. nilai benda

32 58 yang menjadi obyek jaminan fidusia. Pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa, Pemohon mencetak bukti pendaftaran setelah selesai melakukan pengisian formulir aplikasi. Pasal 5 ayat (4) menyebutkan bahwa, Bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat : a. nomor pendaftaran, b. tanggal pengisian aplikasi, c. nama pemohon, d. nama kantor pendaftaran fidusia, e. jenis permohonan dan f. biaya pendaftaran perubahan jaminan fisuai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (5) menyebutkan bahwa, Berdasarkan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon melakukan biaya pendaftaran perubahan jaminan fidusia melalui bank persepsi. Pasal 5 ayat (6) menyebutkan bahwa, Setelah melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon mencetak sertipikat jaminan fidusia yang telah ditanda tangani secara elektronik oleh pejabat. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Permohonan Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyebutkan bahwa, jaminan fidusia hapus karena : a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia dan c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia Selanjutnya Pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa, Dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon mengajukan permohonan penghapusan sertipikat jaminan fidusia secara tertulis kepada menteri. Pasal 6 ayat (3) menyebutkan bahwa, Permohonan penghapusan jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melampirkan a. surat keterangan lunas

33 59 yang berasal dari penerima fidusia atau surat keterangan pelepasan hak atau surat keterangan musnahnya objek jaminan fidusia, b. sertipikat jaminan fidusia, c. bukti pembayaran biaya penghapusan sertipikat jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 ayat (4) menyebutkan bahwa, dalam hal pemohon telah melakukan pembayaran biaya penghapusan sertipikat jaminan fidusia, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertipikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak berlaku lagi. Dalam menu pemohonan pendaftaran pada poin D mengenai Uraian Objek Jaminan Fidusia dan poin F yaitu mengenai Nilai Objek Jaminan Fidusia. Karena dalam kedua poin tersebut tidak diberikan penjelasan yang lebih spesifik mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia serta penjelasan mengenai seberapa besar nilai dari benda tersebut. Hal tersebut memperoleh jawaban dengan merujuk kepada kata autentik yang dibuat oleh notaris sebagaimana yang dimaksud dalam poin B. Sehingga kemungkinan bagi pemberi fidusia untuk melaksanakan pendaftarkan fidusia kedua kalinya dapat dicegah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 UUJF Nomor 42 Tahun Dan juga untuk lebih menjamin kepastian hukum bagi para pihak, notaris sendiri yang akan melakukan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dengan menginput data sesuai dengan akta pembebanan yang dibuatnya tentunya dengan mendapat kuasa dari penerima fidusia dan juga karena mengingat username dan password untuk masuk ke dalam menu layanan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik hanya dimiliki oleh notaris sebagai pejabat umum yang berwenang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak

Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA 2.1.Sejarah Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair yang berarti secara kepercayaan, ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. 1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi suatu

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

fidusia online oleh notaris dapat digambarkan sebagai berikut :

fidusia online oleh notaris dapat digambarkan sebagai berikut : Secara praktek pelaksanaannya berdasarkan Buku Petunjuk Pendaftaran Fidusia Online Versi 1.0 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Umum (AHU) yang dapat menjadi pedoman dalam praktek pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA Objek Fidusia Lembaga jaminan fiducia memegang peranan yang penting, karena selain sebagai jaminan tambahan apabila dianggap masih kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum Positif adalah Jaminan Fidusia. Lembaga jaminan kebendaan fidusia tersebut sudah digunakan di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Asas Publisitas dalam Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Asas Publisitas dalam Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Asas Publisitas dalam Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik Pendaftaran merupakan suatu hal yang penting bagi sebuah jaminan kebendaan, termasuk jaminan fidusia.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 15 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM. Ttd DR. AIDIR AMIN DAUD, SH, MH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 15 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM. Ttd DR. AIDIR AMIN DAUD, SH, MH NIP KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga Buku Petunjuk Pendaftaran Jaminan Fidusia Online dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 15 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM. Ttd DR. AIDIR AMIN DAUD, SH, MH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 15 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM. Ttd DR. AIDIR AMIN DAUD, SH, MH NIP KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga Buku Petunjuk Pendaftaran Jaminan Fidusia Online dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A.Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia 1.Pengertian Fidusia Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan BAB III TINJAUAN UMUM A. Kajian Umum Hukum Perbankan Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia

BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia BAB II TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Sejarah Jaminan Fidusia Istilah Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.419, 219 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Elektronik. Tata Cara.

BERITA NEGARA. No.419, 219 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Elektronik. Tata Cara. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.419, 219 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Elektronik. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya kepercayaan, sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur (penerima kredit)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian dan Macam Jaminan 1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

MASALAH HUKUM JAMINAN FIDUSIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK Oleh : SUTAN AKHMAD JAMBEK NPM :

MASALAH HUKUM JAMINAN FIDUSIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK Oleh : SUTAN AKHMAD JAMBEK NPM : MASALAH HUKUM JAMINAN FIDUSIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK Oleh : SUTAN AKHMAD JAMBEK NPM : 5205220029 Perkembangan ekonomi yang semakin baik menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor perbankan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017 HAK DEBITUR ATAS OBJEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI HAK KEBENDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Octavianus Aldo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitianini adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA Oleh: Ni Putu Ni Putu Nugrahaeni Gde Made Swardhana Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study entitled "Setting Transfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46 pelanggaran - PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA oleh : Unan Pribadi,

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit

Lebih terperinci

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Agustina Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Fidusia

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80, 2015 PELAYANAN PUBLIK. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Pembuatan Akta. Tata Cara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Latar Belakang Jaminan Fidusia Adapun lahirnya lembaga fidusia didasari karena adanya kebutuhan dalam praktek. Terutama dalam upaya pembangunan termasuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar

PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar 14 PERJANJIAN FIDUSIA: PELUANG DAN HAMBATANNYA ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Dalam perjanjian fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

PROSEDUR JAMINAN FIDUSIA PADA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA

PROSEDUR JAMINAN FIDUSIA PADA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA PROSEDUR JAMINAN FIDUSIA PADA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA Nama : Ryant Gugy Nur iman Npm : 44209734 Pembimbing : Dr. Lana Sularto, SE, MMSI LATAR BELAKANG Selama ini, kegiatan

Lebih terperinci

Ernawati, Bambang Winarno, Siti Noer Endah. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Abstrak

Ernawati, Bambang Winarno, Siti Noer Endah. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Abstrak Analisis Yuridis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/Pmk.010/2012 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Terkait Kewajiban Pendaftaran Fidusia Ernawati, Bambang Winarno, Siti

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PADA PERJANJIAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK 1 Oleh: Muhammad Moerdiono Muhtar 2

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PADA PERJANJIAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK 1 Oleh: Muhammad Moerdiono Muhtar 2 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PADA PERJANJIAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK 1 Oleh: Muhammad Moerdiono Muhtar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah Pelaksanaan Perlindungan

Lebih terperinci