BAB I PENDAHULUAN. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia di muka bumi ini selalu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia di muka bumi ini selalu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah perilaku menuju ke hal yang lebih baik itu tidaklah semudah yang dibayangkan. Perubahan itu melalui perjalanan yang panjang, berjenjang, dan berkesinambungan. Satusatunya jalur yang dapat ditempuh yakni pendidikan. Pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh bangsa dan masyarakat Indonesia tetapi juga oleh Negara-negara maju. Bahkan di negara-negara industri dimana ikatan moral sudah semakin longgar, masyarakatnya sudah mulai merasakan perlunya pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan. Masalah pendidikan tidak lepas dari keberadaan siswa yaitu orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangannya harus melalui proses belajar. Termasuk di dalamnya belajar mengenal diri, belajar mengenal orang lain, dan belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Ini dilakukan agar siswa dapat mengetahui dan menempatkan posisinya di tengah-tengah masyarakat sekaligus mampu mengendalikan diri. 1

2 2 Kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah (Nursisto, 2002:78). Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah dianggap barang biasa dan untuk memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja keras dari berbagai pihak untuk mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap disiplin dan tata tertib sekolah tersebut perlu dicegah dan ditangkal. Membicarakan tentang kedisiplinan sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum (Harian pikiran rakyat, kamis 18 Desember 2008). Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti: kasus bolos, perkelahian atau tawuran, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya. Menyimak dan menyaksikan pemberitaan di media massa dan elektronik akhir-akhir ini menggambarkan bahwa tingkat kedisiplinan siswa

3 3 umumnya masih tergolong memprihatinkan. Kuantitas pelanggaran yang dilakukan oleh siswa semakin bertambah dari waktu ke waktu. Beberapa masalah yang kerap terjadi di sekolah, dan barangkali hal ini juga terjadi hampir di semua sekolah diantaranya: (1) mengabaikan atau pelanggaran tata tertib sekolah, khususnya tentang berpakaian dan berpenampilan; (2) membolos pada mata pelajaran tertentu; (3) merokok di lingkungan sekolah; (4) terlambat masuk sekolah; (5) berpacaran di lingkungan sekolah yang cenderung agresif, ditempat terbuka, tanpa ada perasaan malu atau risih; (6) geng siswa, atau kelompok siswa dengan tanpa identitas jelas; (7) pertikaian antar siswa; (8) perkelahian antar sekolah; (9) hegemoni siswa senior; (10) rovokasi cenderung negatif dari alumni; (11) tidak peduli terhadap kebersihan dan keindahan lingkungannya, termasuk coret mencoret dinding sekolah dan fasilitas sekolah; (12) penggunaan psikotropika dan narkotika; (13) nongkrong di luar area sekolah, seperti tempat game atau internet; (14) pencurian barang siswa lain saat lengah; (15) malas belajar; (16) tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Hasil penelitian terhadap kenakalan remaja (Masngudin HMS, 2007) pada umumnya dikategorikan sebagai anak bersekolah di kota besar dilihat dari bentuk dan persentasenya adalah sebagai berikut: (1) berbohong 100%; (2) pergi keluar rumah tanpa pamit 100%; (3) keluyuran 93.3%; (4) begadang 98.3%; (5) minum-minuman keras 83.3%; (6) penyalahgunaan narkotika 73.3%; (7) kebut-kebutan 63.3%; (8) berkelahi dengan teman 56.7%;

4 4 (9) hubungan sex di luar nikah 40%; (10) berjudi 33.3%; (11) membolos 23.3%; (12) melihat gambar porno 23.3%; (13) menonton film forno 16.7% Tumbuh kembangnya perilaku buruk menurut Dreikuns dan Cossel (1994) berdasarkan hasil pengamatannya menjelaskan bahwa perilaku buruk yang muncul pada anak didik secara spesifik terkristalisasi menjadi: (1) untuk menarik perhatian; (2) untuk mendapatkan kekuasaan; (3) dipicu perasaan dendam; dan (4) mempertontonkan kekuranganya. Untuk lebih jelasnya pengertian masing-masing aspek yang dimaksud dapat disimak dari contoh-contoh kasus berikut: pada kasus untuk menarik perhatian orang lain, guru atau orang tua, anak biasanya menggunakan 2 cara yaitu melalui perilaku aktif distruktif dan pasif deskriftif. Pertama, pada khususnya aktif distruktif, anak menjalankan aksinya dengan cara melakukan kebaikan yang sangat mencolok untuk menutupi Kekuatan Buruk yang sebenarnya itikad jelek pada siswa. Lantaran intensitas melakukan perbuatan tersebut bukan untuk belajar atau bekerjasama, melainkan berusaha menonjolkan dalam rangka menarik perhatian khusus. Kekeliruan anak dalam menyesuaikan diri lewat menarik perhatian, akan tampak lebih jelas manakala pujian atau perhatian yang diharapkan tidak berhasil di dapatkan, maka sikap anak baik yang dilakukan akan berakhir. Kedua, pada kasus pasif distruktif, anak menjalankan aksinya untuk menarik perhatian dalam format anak manis, anak kesayangan guru atau anak perlu belas kasihan semakin banyak usaha yang dilakukan oleh anak

5 5 untuk mencapai tujuannya makin tinggi perhatian yang diharapkan oleh anak, namun bila perhatian yang diharapkan dari guru tidak sepadan dengan usaha yang dilakukan, maka anak tidak bergairah lagi untuk belajar efeknya cenderung menjadi pemalas, bahkan kearah yang negatif. Jika orang tua atau guru tidak segera mengambil tindakan dalam menghadapi tuntutan anak untuk memperoleh perhatian yang berlebihan tersebut, biasanya anak akan melakukan ekpasi terhadap kekuasaannya agar menjadi penguasa pada diri anak akan tumbuh pikiran-pikiran yang menjurus salah seperti sifat ego pribadi yang penting bagi saya orang lain masa bodoh, jika sifat berkuasa pada siswa muncul di kelas, biasanya guru akan berpikir bahwa eksistensinya sebagai penguasa kelas, biasanya guru melakukan serangan balik untuk meredam munculnya bibit kekuasaan pada siswa dan jika langkah tersebut benar-benar dilakukan oleh guru, barang kali sama halnya guru telah menuangkan bensin kedalam api yang menyala. Secara garis besar banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar di sekolah. Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangannya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah. Kedisiplinan siswa sering kali kita dengar sebagai suatu masalah di sebuah sekolah, apalagi pada jenjang sekolah menengah yang siswasiswanya beranjak dewasa dan mulai belajar mengenal jati diri pribadinya, dimana siswa sering melakukan pelanggaran di sekolah. Dalam kaitanya

6 6 dengan penegakkan kedisiplinan, masih ada guru yang menggunakan hukuman dalam penegakkan disiplin di sekolah. Bahkan di jaman tahun 80 an sekolah-sekolah yang dianggap baik terkenal karena peraturan yang ketat dan disiplin yang tinggi. Sekolah itu bagus karena disiplinnya kuat sekali, buktinya tiap ada anak yang melanggar peraturan dihukum dengan hukuman yang berat. Komentar para orang tua siswa di jaman itu. Demikianlah dijaman itu sekolah yang pandai menghukum siswanya dengan hukuman berat malah diburu para calon orang tua siswa. Banyak pihak yang masih menghubungkan penegakan disiplin di sekolah dengan menghukum siswa. Padahal kedua-duanya tidak saling berhubungan. Karena terbukti penegakan disiplin dengan hukuman hanya akan membuahkan sikap disiplin yang semu yang lahir karena ketakutan bukan karena lahirnya kesadaran akan perbaikan perilaku. Banyak contoh penerapan disiplin siswa di sekolah yang mengarah pada penerapan pendisiplinan dengan kekuatan fisik, seperti yang terjadi di IPDN Jati Nangor Jawa Barat sehingga megakibatkan korban baik meninggal atau cacat fisik, tetapi yang lebih parah lagi adalah psikis (mental) sehingga anak didik akan merasa dendam dan akan membalasnya kepada adik-adik tingkatnya dengan dalil pendisiplinan. Bila anak tidak mampu lagi melakukan perlawanan untuk mendapatkan kekuasaannya maka anak akan mencari cara lain, untuk melakukan tindakan pembalasan yakni dendam, munculnya sifat dendam

7 7 pada anak biasannya perasaan anak yang terpukul yang disebabkan oleh perilaku guru baik secara batin (kata-kata yang menyakitkan) maupun Fisik (Mohammad Efendi, 2006) Di SMA Darul Hikam yang merupakan objek penelitian penulis, dalam melaksanankan penerapan sikap disiplin siswa ternyata masih jauh dari harapan sekolah, terbukti dengan masih adanya siswa yang melanggar tata tertib sekolah seperti tidak membuat tugas, terlambat datang ke sekolah, berbohong, mengaktifkan handphone saat jam belajar, tidak berboncengan motor antara laki-laki dan perempuan, terlambat masuk kelas setelah jam istirahat, pemakaian seragam yang tidak lengkap, bagi siswa laki-laki rambut yang kurang rapi, dan bagi siswa perempuan jilbab yang tidak memakai kerudung dalam. Menurut guru bimbingan konseling di sekolah tersebut, yang melatar belakangi siswa melakukan sikap tidak disiplin diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada anaknya dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak, adanya perkembangan media elektronik, kurang demokratisnya pendekatan dari orang tua, lingkungan keluarga yang notabenenya keluarga tingkat ekonomi menengah ke atas sehingga anak kurang mandiri dan manja, mencari perhatian guru, ego yang tinggi, dan anak tinggal tidak dengan orangtuanya melainkan dengan saudara atau

8 8 kerabatnya. Karakter siswa tersebut menimbulkan sulitnya menanamkan disiplin, terutama disiplin ketika siswa datang ke sekolah tepat waktu. Berkaitan dengan permasalahan di atas, penulis pada penelitian yang akan dilakukan, mengangkat judul PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA SMA TAHUN AJARAN 2009/2010. Dengan harapan agar dalam menegakkan kedisiplinan siswa hendaknya setiap penegak disiplin sekolah dapat menerapkan metode bagaimana meningkatkan kedisiplinan siswa dengan kesadaran sendiri dan penuh tanggung jawab dan mengubah pola penerapan disiplin tidak dengan hukuman berat. Disinilah pentingnya peran guru bimbingan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat mengoptimalkan perkembangan anak-anak dan remaja, dengan alasan pertama, pemberian layanan bantuan dalam bimbingan dan konseling didahului oleh upaya-upaya pemahaman kemampuan, karakteristik dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para peserta didik. Kedua, pemberian layanan bimbingan konseling dilaksanakan secara individual, kelompok, klasikal dan massal. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan konseling, termasuk materi bimbingan yang akan dilaksanakan seyogyanya dapat secara langsung mengacu pada satu atau lebih fungsi-fungsi bimbingan konseling agar hasil yang akan dicapai secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

9 9 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Pada penelitian ini masalah dibatasi pada meningkatkan kedisiplinan siswa melalui bimbingan pribadi sosial. Untuk itu akan diuraikan secara singkat mengenai kedisiplinan siswa dan bimbingan pribadi sosial. Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai yaitu nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa. Disiplin sekolah merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu. Adanya kedisiplinan dapat menjadi semacam tindakan preventif dan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan hidup kalangan pelajar. Di sekolah masalah disiplin siswa tidak pernah selesai, berbagai cara telah dilakukan oleh sekolah demi tegaknya kedisiplinan. Di Darul Hikam kedisiplinan siswa adalah faktor utama dalam keberhasilan proses pembelajaran. Upaya-upaya dalam penegakkan kedisiplinan telah dilakukan seperti pemberian hukuman bagi yang melanggar dan memberikan penghargaan bagi siswa yang selalu mentaati tata tertib sekolah. Hukuman yang diberikan tentunya bersifat edukatif seperti dengan memberikan hafalan ayat-ayat Al-Qur an, membersihkan lingkungan sekolah dan shaum.

10 10 Pemberian reward bagi siswa yang tidak melanggar dengan memberikan sertifikat penghargaan di akhir semester. Akan tetapi dengan cara tersebut guru merasa masih kurang berhasil dalam penegakkan kedisiplinan, siswa masih ada yang terlambat datang ke sekolah, tidak mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas setelah jam istirahat, pemakaian seragam yang tidak lengkap, bagi siswa laki-laki rambut yang kurang rapi, dan bagi siswa perempuan jilbab yang tidak memakai kerudung dalam. Kedisiplinan siswa yang diharapkan adalah yang lahir dan tumbuh dari dalam diri dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Dengan demikian, disiplin menjadi bagian dari kebutuhan dan kepentingan positif mereka di sekolah maupun luar sekolah, selain menjadi budaya positif bagi mereka. Dari phenomena yang terjadi di SMA Darul Hikam, maka perlu adanya upaya peningkatan dalam menegakkan kedisiplinan agar hasil yang diharapkan akan lebih maksimal. Untuk itu perlu cara baru terutama dalam memberikan hukuman bagi siswa yang melanggar. Cara tersebut diharapkan akan lebih efektif dan tepat sasaran. Bimbingan Konseling pribadi sosial merupakan salah satu alternatif pilihan, Di Indonesia layanan bimbingan dan konseling di sekolah telah berkembang cukup lama. Hal ini merupakan komitmen para pengelola dan pelaksana pendidikan terhadap tujuan pendidikan yang diharapkan, yaitu membentuk dan mengembangkan pribadi siswa secara optimal dan utuh. Pribadi yang utuh ialah yang: (1) beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang

11 11 Maha Esa; (2) berbudi pekerti luhur; (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan; (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani; (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri; dan (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1992: 7) Tujuan pendidikan sejalan dengan konsep bimbingan dan konseling yang berupaya untuk memandirikan individu sehingga dapat berkembang secara optimal serta untuk membantu membuat keputusan dan memecahkan masalah. Berkenaan dengan pemecahan masalah, masalah individu ada yang bersifat pribadi dan sosial. Atas alasan inilah perlunya diberikan bimbingan pribadi-sosial. Bimbingan sosial pribadi dirahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalahmasalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu. (Syamsu, 2005). Manfaat kedisiplinan adalah membuat siswa menjadi lebih tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya, serta siswa juga dapat mengerti bahwa kedisiplinan itu amat sangat penting bagi masa depannya kelak, karena dapat membangun kepribadian siswa yang kokoh dan bisa diharapkan berguna bagi semua. Setidaknya ada dua bentuk disiplin yang perlu dikembangkan oleh sekolah, yaitu preventif dan korektif. Disiplin preventif, yaitu upaya

12 12 menggerakkan siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yaitu upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada. Dari batasan masalah tersebut dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran secara umum kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam Tahun Ajaran 2009/2010? 2. Bagaimanakan gambaran setiap aspek kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam Tahun Ajaran 2009/2010? 3. Program bimbingan seperti apa yang sesuai dengan gambaran kedisiplinan SMA Darul Hikam Tahun Ajaran 2009/2010? 4. Bagaimanakah penilaian personil sekolah terkait program bimbingan yang telah disusun? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh rumusan program bimbingan dan konseling pribadi sosial untuk meningkatkan kedisiplinan siswa khususnya di SMA Darul Hikam.

13 13 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran secara umum kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam Tahun Ajaran 2009/2010. b. Memperoleh gambaran berdasarkan aspek pembangun kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam Tahun Ajaran 2009/2010. c. Memperoleh program bimbingan pribadi-sosial kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam. d. Memperoleh program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan penilaian personil sekolah (kepala sekolah dan guru BK). D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara praktis dapat memberikan pedoman kepada guru-guru khususnya guru bimbingan konseling dalam upaya meningkatkan disiplin siswa pada sistem pendidikan SMA Darul Hikam. Pedoman ini sangat penting dan sangat berguna untuk melaksanakan pembinaan kepribadian sebagai parameter setiap pengajaran. 2. Secara teoritis dapat dijadikan khazanah ilmu pengetahuan untuk mengembangkan bimbingan konseling pribadi sosial dalam kaitannya dengan disiplin siswa pada proses kegiatan belajar.

14 14 3. Dapat menjadikan masukan dalam pengembangan paradigma pembinaan kedisiplinan siswa di sekolah-sekolah yang ada di lingkungan Perguruan Darul Hikam dengan menggunakan hubungan timbal balik antara sekolah dengan masyarakat (orang tua dan siswa) dalam mewujudkan tanggungjawab pembinaan disiplin siswa. E. Asumsi Penelitian Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kedisiplinan merupakan kepatuhan atau ketaatan seseorang dalam menjalankan peraturan yang ada dengan tegas dan senang hati tanpa ada paksaan dari pihak lain atau dari luar, melainkan timbul dari dalam dirinya sendiri untuk mematuhinya. 2. Kedisiplinan siswa merupakan kepatuhan atau ketaatan siswa dalam belajar yang dilandasi rasa tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi tanpa harus menunggu perintah dari orang lain. 3. Disiplin mempunyai dua fungsi yaitu sebagai alat pendidikan, dan sebagai alat untuk penyesuaian dalam kehidupan (Koestoer, 1983 : 48). 4. Bimbingan sosial-pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalahmasalah diriya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan

15 15 karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami individu (Syamsu, 2005). F. Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan pendekatan mix method design yang bersifat descriptive-developmental atau deskriptif-pengembangan (Sevilla, et al., 1993: 81-84). Deskriptif karena penelitian ini mendeskriptifkan atau menjelaskan kondisi objektif dari peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Kondisi yang dimaksud adalah perilaku kedisiplinan siswa kelas X SMA Darul Hikam Bandung tahun ajaran Sebagaimana dijelaskan sudjana & Ibrahim (1989: 52) bahwa metode penelitian deskriptif digunakan apabila bertujuan untuk mendeskriptifkan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Selain itu, metode descriptive-developmental yang sifatnya pengembangan digunakan karena pada akhirnya deskriptif yang diperoleh dari pengambilan data lapangan tentang kedisiplinan siswa, merupakan dasar bagi pengembangan program bimbingan konseling sosial-pribadi dalam rangka meningkatkan kedisiplinan siswa.

16 16 G. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Darul Hikam yang berlokasi di Jl. Tubagus Ismail Depan No 76 Bandung. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengna menggunakan teknik probability sampling, yaitu cluster-proportional random sampling. Yaitu suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel secara acak dan dengan proposi yang sama (Nana Sujana dan Ibrahim, l989).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu berbuat untuk hal yang lebih baik. Untuk mengubah prilaku menuju ke hal yang lebih baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia. Hal ini akan terus berubah seiring dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia. Hal ini akan terus berubah seiring dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan seorang guru tidak lepas dari yang namanya peserta didik hal inilah yang menyebabkan adanya interaksi antara keduanya karena saling membutuhkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang 1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup dengan baik tanpa berhubungan dengan orang lain, karena hampir setiap hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin merupakan kunci sukses bagi kegiatan belajar siswa di sekolah, karena dengan disiplin maka setiap siswa akan menciptakan rasa nyaman serta aman belajar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI TERHADAP PERILAKU DISIPLIN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGANTRU TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI TERHADAP PERILAKU DISIPLIN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGANTRU TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI TERHADAP PERILAKU DISIPLIN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGANTRU TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Kewarganegaraan.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Kewarganegaraan. PENEGAKAN KEDISIPLINAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SEKOLAH (Studi Kasus di SMP Negeri 4 Tawang Sari, Kecamatan Tawang Sari, Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menempatkan posisinya di tengah-tengah masyarakat sekaligus mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menempatkan posisinya di tengah-tengah masyarakat sekaligus mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa adalah orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan yang dalam perkembangannya harus melalui proses belajar. Termasuk di dalamnya belajar mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan tersebut meliputi beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Lalu apa sebenarnya penyebab kenakalan remaja? Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

BAB I PENDAHULUAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan tersebut meliputi beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk itu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam mencerdaskan kehidupan dan untuk memajukan kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, agar dapat menciptakan sumber. peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, agar dapat menciptakan sumber. peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia yang baik sangat dibutuhkan oleh setiap negara baik untuk negara yang maju maupun yang sedang berkembang. Oleh karena itu, agar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan perilaku yang bersifat kemanusiaan dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Identitas Sekolah 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.1 Way Halim Kecamatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik. 1. sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang mempunyai sikap disiplin

BAB I PENDAHULUAN. mengubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik. 1. sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang mempunyai sikap disiplin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin dalam belajar merupakan hal yang penting di dalam pendidikan. Dengan menjalankan disiplin akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Disiplin belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada, perbincangan tentang pendidikan akan tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dari masa tanpa identitas ke masa pemilikan identitas diri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENGAWASAN ORANG TUA DENGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 MUARO JAMBI OLEH :

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENGAWASAN ORANG TUA DENGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 MUARO JAMBI OLEH : ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENGAWASAN ORANG TUA DENGAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 MUARO JAMBI OLEH : FUJI WULANDARI NIM : ERA1D009156 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai harapan bangsa, negara dan agama senantiasa menarik perhatian banyak pihak, baik oleh orang tua, pendidik, pemerintah maupun anggota masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu sosial dan sebagai warga Negara perlu mengembangkan kemampuan diri untuk dapat hidup di tengah-tengah komunitasnya. Salah satu cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas merumuskan tujuan pada Bab II, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa yang diperlukan untuk melanjutan sistem pemerintahan demi memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis (wahdatul anasir), manusia memiliki empat fungsi yaitu manusia sebagai makhluk Allah SWT, manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional, eksistensinya sangat urgensif dalam rangka mewujudkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 1 Nomor 2 Tahun 2016 Hal 8 13 Periode Wisuda November 2016 PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini, banyak sekali persoalan yang dihadapi para remaja antara

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini, banyak sekali persoalan yang dihadapi para remaja antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, banyak sekali persoalan yang dihadapi para remaja antara lain kenakalan remaja. Kenakalan remaja lebih banyak cakupnya dan lebih dalam bobot isinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan setiap individu yang terlibat di dalam pendidikan itu dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah tapi di rumah dan di lingkungan sosial, bahkan sekarang ini peserta

Lebih terperinci

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa menjalani dunia Pendidikan bagi siswa yang memiliki rentang usia 15-18 tahun adalah Pendidikan berjenjang Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia yang potensial dalam pembangunan nasional adalah melalui sektor pendidikan. Pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang unik. Keunikan tersebut karena melibatkan subjek berupa manusia dengan segala keragaman dan ciri khasnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib sekolah bagi semua pihak yang terkait bagi guru, tenaga

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib sekolah bagi semua pihak yang terkait bagi guru, tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tata tertib sekolah bukan hanya sekedar kelengkapan dari sekolah, tetapi merupakan kebutuhan yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak yang terkait,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenakalan yang paling banyak terjadi yaitu sifatnya pelanggaran terhadap norma

BAB I PENDAHULUAN. Kenakalan yang paling banyak terjadi yaitu sifatnya pelanggaran terhadap norma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin menarik perhatian. Permasalahannya semakin meningkat, bukan dalam frekuensinya tetapi yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. generasi-generasi muda menjadi generasi yang cerdas. Maksud dari generasigenerasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. generasi-generasi muda menjadi generasi yang cerdas. Maksud dari generasigenerasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah sebuah instansi resmi yang bertujuan memberikan pelayanan dalam bidang pendidikan. Sekolah merupakan lembaga formal guna mencetak generasi-generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. Bahkan keduanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pentingnya moral dalam kehidupan manusia adalah manusia tidak biasa hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang memuat tujuan negara, memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya memiliki kecerdasan saja, tetapi harus disertai dengan kesehatan mental dan

Lebih terperinci

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis bentuk kenakalan siswa di SDN 02 Kalijoyo Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan SDN 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada dasarnya disebabkan karena adanya perubahan dan perkembangan baik

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada dasarnya disebabkan karena adanya perubahan dan perkembangan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah utama yang sering muncul pada makhluk biologis dan sosial seperti manusia pada dasarnya disebabkan karena adanya perubahan dan perkembangan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Rakhman Firdaus, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Rakhman Firdaus, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam pembangunan bangsa, karena pendidikan dapat mengubah keadaan suatu bangsa menuju ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : ELY ERNAWATI A PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN SIKAP SISWA DALAM MENERIMA PELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN AJARAN 2009/ 2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 153 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Peran keteladanan guru PKn dalam membina kedisiplinan siswa melalui beberapa proses yaitu memberikan hukuman dan sanki yang tegas bagi siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal yang negatif dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman-temannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter dan akhlak generasi muda sangatlah urgent, karena maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

yang dikatagorikan buruk. Perbuatan buruk merupakan pelanggaran yang tidak diharapkan tetapi banyak muncul. Kemunculan pelanggaran

yang dikatagorikan buruk. Perbuatan buruk merupakan pelanggaran yang tidak diharapkan tetapi banyak muncul. Kemunculan pelanggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara normatif, perbuatan ada yang dikatagorikan baik dan ada yang dikatagorikan buruk. Perbuatan buruk merupakan pelanggaran yang sebenarnya tidak diharapkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil uji hipotesis, hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil uji hipotesis, hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan 151 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis, hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan hasil observasi dari temuan di lapangan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia pendidikan sedang berkembang, banyak sekolah-sekolah yang berdiri dengan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk mendukung proses belajar siswa mereka, namun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan,

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci