IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Euis Inayati NIM. M JURUSAN BIOLOGI i

2 digilib.uns.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ii

3 digilib.uns.ac.id iii

4 digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut. Surakarta, September 2012 Euis Inayati NIM. M iv

5 digilib.uns.ac.id IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Euis Inayati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. ABSTRAK Gua Toto dan luweng Toto merupakan sebagian gua di kawasan karst Gunung Kidul yang dihuni kelelawar. Penelitian mengenai identifikasi kelelawar di kawasan karst di Pulau Jawa masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis kelelawar yang ada di gua Toto dan luweng Toto Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di Gua Toto dan luweng Toto, Desa Wedi Utah, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta pada bulan Februari- November Koleksi kelelawar dilakukan menggunakan mistnet yang dipasang di mulut gua, sebanyak empat kali ulangan. Identifikasi kelelawar didasarkan pada karakter morfologi. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Untuk penentuan jauh dekatnya hubungan kekerabatan dilakukan dengan metode taksonomi numerik. Di gua Toto ditemukan tiga spesies, yaitu Miniopterus sp., Hipposideros diadema, dan Rhinolophus canuti, sedangkan luweng Toto ditemukan 2 spesies, yaitu Megaderma spasma dan Nycteris javanica. Hubungan kekerabatan terdekat berdasarkan persamaan karakter morfologi terdapat antara Rhinolophus canuti dengan Hipposideros diadema, sedangkan hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara Hipposideros diadema dengan Nycteris javanica dan Hipposideros diadema dengan Miniopterus sp. Kata kunci: Gua Toto dan Luweng Toto, Karst, Keanekaragaman Hayati, Kelelawar. v

6 digilib.uns.ac.id IDENTIFICATION OF BAT (ORDER CHIROPTERA) IN THE CAVE OF TOTO AND LUWENG TOTO OF GUNUNG KIDUL REGENCY- YOGYAKARTA Euis Inayati Biology department, Faculty of Mathematic and Natural Science Sebelas Maret University, Surakarta ABSTRACT The Cave of Toto and Luweng (deep hole) of Toto is a part of caves in the area Gunung Kidul Geo which are inhabited by bats. This research regarding to bats identification in Geo of Java Island is still limited. The aim of this research is to know some kinds of bats which are inhabited in the cave of Toto and luweng Toto in Gunung Kidul Regency of Yogyakarta. This research was performed in the cave of Toto and luweng Toto in the village of Wedi Utah, District of Semanu, Gunung Kidul Regency-Yogyakarta on in February up to November Collection of bats was performed by mistnet which are arranged in the mouth of the cave, it was reviewed for four times. Bat identification is based on character of morfology. Data analysis used is qualitative-descriptive approach. The method of Taxsonomy numeric is used for determining the relation of descent. Three species of bat were found in the cave of Toto, they are Miniopterus sp., Hipposideros diadema and Rhinolophus canuti, while in luweng Toto two species were found, they are Megaderma spasma and Nycteris Javanica. The nearest relation of descent based on the similarity of character of morfology are among Rhynolophus canuti and Hipposideros diadema, while the furthest relation of descent are among Hipposideros diadema and Nycteris Javanica, and Hipposideros diadema and Miniopterus sp. Keywords: Cave of Toto and Luweng commit (deep to hole) user of Toto, Geo, Bat, Biodiversity. vi

7 digilib.uns.ac.id MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya kepada Allah kami berharap (QS. Al Insyiroh: 6-8) Aku adalah aku Tak peduli apa yang orang lain katakan tentang diriku Aku akan tetap menjadi aku Be my self and get the best for my self -Euis- Allah tidak akan memberi cobaan diluar batas kemampuan hamba-nya -Anonim- Safety first then go wild! -Garry K. Smith- vii

8 digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya yang sangat sederhana ini saya persembahkan untuk mama dan bapak tercinta Dan untuk seseorang yang telah mengorbankan seluruh waktunya. kehidupan pribadinya bahkan meninggalkan skripsinya terima kasih Hanafi Eko Prasetyo Skripsi ini hanya untukmu walaupun tak kan pernah menggantikan skripsimu viii

9 digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi dengan judul: Identifikasi Kelelawar (Ordo Chiroptera) di Gua Toto dan Luweng Toto Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Selama melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah mendapat banyak masukan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Mama dan bapak tercinta yang telah memberikan dukungan, materi, semangat, kasih sayang, dan do anya untuk kelancaran studi penulis. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons)., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi. Bapak Dr. Agung Budiharjo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta serta pembimbing I yang telah memberikan izin penelitian, bimbingan, petunjuk, dan saran-sarannya sebelum penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini. ix

10 digilib.uns.ac.id Bapak Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuknya selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Noor Soesanti Handajani, M.Si., selaku penguji I yang telah memberikan saran-saran yang positif pada penyusunan skripsi ini. Bapak Dr. Sunarto, M.S., selaku pembimbing akademik serta penguji II yang telah memberikan saran-saran yang positif pada penyusunan skripsi ini dan masukan yang sangat berarti bagi kelancaran studi akademik penulis. Hanafi Eko Prasetyo yang telah membantu banyak, baik materi, tenaga, pikiran, waktu, perhatian, do a, semangat, dan semuanya telah dicurahkan demi kelancaran skripsi ini. Siti Annisa Amalia yang telah merelakan waktunya untuk membantu pada saat pengambilan sampel, meminjamkan alat untuk keperluan sampling, perizinan dan masih banyak lagi bantuan yang telah diberikan demi kelancaran skripsi ini. Bapak ketua desa Wedi Utah, yang telah mengizinkan dan merelakan rumahnya kami jadikan basecamp. Mas Topan Cahyono, S.Si., yang telah meminjamkan naskah skripsinya bertahun-tahun kepada penulis sejak penyusunan proposal sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Evi Irina, Evi Rosiana, Mas Cepot, Mas Kaspo, Priska, Hafiz, Fajar, dan kawan-kawan Matalabiogama Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada yang telah membantu pengambilan sampel kelelawar. x

11 digilib.uns.ac.id Kawan-kawan Biologi 2007 yang telah memberikan bantuan berupa dukungan, semangat, perhatian, dan do anya dalam penyelesaian skripsi ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bias bermanfaat bagi kita semua dan pihakpihak terkait. Surakarta, September 2012 Penyusun xi

12 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN. ABSTRAK... ABSTRACT. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN.. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN. i ii iii iv v vi vii viii xi xiii xiv xv xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang. 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penelitian. 2 D. Manfaat Penelitian... 2 BAB II. LANDASAN TEORI 4 A. Tinjauan Pustaka Biologi Kelelawar.. 4 xii

13 digilib.uns.ac.id a. Klasifikasi Kelelawar... 4 b. Morfologi Gua. 9 B. Kerangka Pemikiran. 9 BAB III. METODE PENELITIAN. 11 A. Waktu dan Tempat Penelitian.. 11 B. Alat dan Bahan. 11 C. Cara Kerja 12 D. Analisis Data 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 A. Jenis-Jenis Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto. 19 B. Analisis Kekerabatan Fenetik Jenis-Jenis Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto. 20 BAB V. PENUTUP. 23 A. Kesimpulan.. 23 B. Saran 23 DAFTAR PUSTAKA. 24 LAMPIRAN 27 xiii

14 digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jenis-Jenis Kelelawar yang Terdapat di Gunung Kidul 19 Tabel 2. Ukuran Tubuh Luar Kelelawar Gua Toto. 27 Tabel 3. Ukuran Tubuh Luar Kelelawar Luweng Toto.. 28 Tabel 4. Ukuran Tengkorak Kelelawar Gua Toto.. 29 Tabel 5. Ukuran Tengkorak Kelelawar Luweng Toto 29 Tabel 6. Deskripsi Karakter 33 Tabel 7. Tabulasi Karakter Taksonomi Tabel 8. Indeks Similaritas Tabel 9. Data Pengambilan Sampel Tabel 10. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tengkorak. 38 Tabel 11. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tubuh 41 DAFTAR GAMBAR xiv

15 digilib.uns.ac.id Halaman Gambar 1. Morfologi Kelelawar 5 Gambar 2. Kerangka Pemikiran 10 Gambar 3. Tree Plot Indeks Similaritas 5 Spesies Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto 20 Gambar 4. Hidung yang Kompleks pada Famili Rhinolophidae Gambar 5. Selaput Kulit Antar Paha Famili Vespertilionidae.. 45 Gambar 6. Ujung Ekor Berbentuk Huruf T pada Famili Nycteridae 46 Gambar 7. Bagian Hidung Famili Hipposideridae 47 Gambar 8. Peta Lokasi Penelitian.. 49 Gambar 9. Peta Gua Toto.. 50 Gambar 10a. Rhinolophus canuti.. 51 Gambar 10b. Megaderma spasma Gambar 10c. Hipposideros diadema 51 Gambar 10d. Miniopterus sp Gambar 10e. Nycteris javanica Gambar 11. Mulut Gua Toto Gambar 12a. Mulut Luweng Toto Horizontal Gambar 12b. Mulut Luweng Toto Vertikal xv

16 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Ukuran Tubuh Luar Kelelawar 27 Lampiran 2. Ukuran Tengkorak Kelelawar.. 29 Lampiran 3. Numerasi Karakter Taksonomi 30 Lampiran 4. Deskripasi Karakter. 33 Lampiran 5. Tabulasi Karakter Taksonomi.. 35 Lampiran 6. Indeks Similaritas 36 Lampiran 7. Data Sampling. 37 Lampiran 8. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tengkorak. 38 Lampiran 9. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tubuh 41 Lampiran 10. Deskripsi Jenis Kelelawar 44 Lampiran 11. Kunci Identifikasi Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto.. 48 Lampiran 12. Peta Lokasi Penelitian.. 49 Lampiran 13. Peta Gua Toto.. 50 Lampiran 14. Foto Penelitian. 51 xvi

17 digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN Singkatan Kepanjangan C 1 -C 1 Lebar gigi taring atas C 1 -M 3 Panjang baris gigi atas dari ujung belakang gigi geraham ketiga sampai bagian depan gigi taring C 1 -M 3 Panjang baris gigi bawah dari ujung belakang gigi geraham ketiga sampai bagian depan gigi taring cc centimeter cubic CCL Condylocanine Length dsb dan sebagainya E Ear FA Forearm GSL Greatest Skull Length HB Head and Body HF Hindfoot km kilometer M 3 -M 3 Lebar geraham ketiga atas mdpl meter diatas permukaan laut mm milimeter NTSys Numerical Taxonomy System ºC derajat celcius sp. spesies SPSS Statistical Package for the Social Sciences STO Satuan Taksonomi Operasional T Tail Tb Tibia WIB Waktu Indonesia bagian Barat ZB Zygomata Bold xvii

18 digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis posisi Indonesia sangat strategis, yaitu diapit oleh dua benua dan dua samudra sehingga keanekaragaman hayatinya sangat tinggi. Terkait dengan keanekaragaman kelelawar, Indonesia memiliki 21% spesies dari total keseluruhan spesies kelelawar yang telah diketahui di dunia, terdiri dari 9 famili dan 52 genus kelelawar (Suyanto, 2001). Kelelawar sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia karena peranannya sebagai pemencar biji buah-buahan, penyerbuk bunga tumbuhan bernilai ekonomi, pengendali hama serangga, penghasil pupuk guano dan tambang fosfat di gua (Suyanto, 2001). Selain itu, kelelawar tidak hanya makan, tetapi juga berperan memancarkan biji beragam tanaman seperti sawo, srikaya, jamblang, dan cendana ke berbagai daerah, sebab daya jelajah kelelawar hingga radius 60 km (Pramono, 2011). Habitat kelelawar adalah di dalam gua, batu karang, pepohonan, dan alam terbuka (Sudartin, 2009). Kelelawar yang tinggal di dalam gua, 20% pemakan buah, dan lebih dari 50% pemakan serangga (Suyanto, 2001). Indonesia memiliki kawasan karst yang sangat luas. Penelitian mengenai fauna karst dan gua di Jawa masih sangat minim (Deharveng and Bedos, 2000; Deharveng, 2003), dibandingkan dengan jumlah gua yang sudah terdata dan sff

19 digilib.uns.ac.id 2 terpetakan. Dengan demikian, penelitian inventarisasi dan keragaman fauna di kawasan karst sangat perlu dilakukan, mengingat data mengenai biodiversitas fauna masih terbatas, di sisi lain laju tekanan terhadap ekosistem ini semakin meningkat, hingga dikhawatirkan banyak jenis yang tidak bisa bertahan akan punah sebelum diketahui keberadaannya. Salah satu gua di Gunung Kidul yang merupakan habitat kelelawar adalah gua Toto dan luweng Toto yang berada di wilayah karst Gunung Kidul, Yogyakarta. Kelelawar di wilayah ini belum banyak diteliti secara mendalam mengenai keragaman jenisnya. B. Rumusan Masalah Bagaimana jenis dan hubungan kekerabatan antar spesies kelelawar di gua Toto dan luweng Toto Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kelelawar dan hubungan kekerabatan antar spesies kelelawar yang ada di gua Toto dan luweng Toto Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini diharapkan memiliki manfaat: sff

20 digilib.uns.ac.id 3 1. Sebagai informasi dan bahan referensi berupa database yang berisi klasifikasi taksonomi kelelawar terhadap upaya konservasi dan pelestarian mamalia bersayap di gua Toto dan luweng Toto. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan gua Toto dan luweng Toto dalam bidang pariwisata, pertanian, dsb sff

21 digilib.uns.ac.id 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Biologi Kelelawar a. Klasifikasi Kelelawar Secara taksonomi kelelawar dapat dituliskan Koopman dan Jones (1970), dalam klasifikasi ilmiah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum Class : Chordata : Mammalia Infraclass : Eutheria Super-ordo: Laurasiatheria Ordo : Chiroptera Kelelawar terbagi dalam dua sub-ordo, yaitu kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) dan kelelawar pemakan buah (Megachiroptera). Megachiroptera terdiri dari satu famili yaitu Pteropodidae, 42 genus, dan 175 spesies. Microchiroptera terdiri dari 16 famili, 145 genus, dan 788 spesies (Corbet & Hill, 1992). Indonesia memiliki 21% dari jumlah kelelawar yang sudah diketahui di dunia. Setidaknya ada 92 spesies kelelawar tersebar di Kalimantan (Suyanto, 2001), 91 spesies kelelawar tersebar di Papua dengan 19 spesies endemik (Pattiselanno, 2003), dan 21 spesies sff

22 digilib.uns.ac.id 5 tersebar di Sulawesi dengan 3 spesies endemik (Bergmans et al., 1988). Secara umum, kelelawar hidup secara berkelompok namun ada juga yang hidup sendiri (Suyanto, 2001). Kelelawar menghabiskan setengah hidupnya di tempat bertenggernya. Kelelawar lebih banyak hidup di dalam gua, karena di dalam gua memiliki iklim mikro yang stabil, kondisi cahaya yang stabil, dan dapat membuat koloni yang besar (Clements et al., 2006). b. Morfologi Gambar 1. Morfologi kelelawar (Anonim, 2011) Kelelawar termasuk ordo Chiroptera yang terdiri dari dua subordo yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Megachiroptera umumnya berukuran relatif besar, telinga tidak memiliki tragus/antitragus, mempunyai cakar pada jari sayap kedua, dan terdiri dari dua tulang jari. Microchiroptera umumnya berukuran kecil, telinga memiliki tragus/antitragus, jari sayap kedua tidak bercakar dan tidak memiliki tulang jari sff

23 digilib.uns.ac.id 6 Menurut Suyanto (2001), beberapa karakter yang dipakai untuk identifikasi jenis-jenis kelelawar yaitu: 1) Cakar jari kedua Ada beberapa jenis kelelawar yang memiliki cakar pada jari kedua, terutama famili Pteropodidae, tetapi kebanyakan kelelawar tidak memiliki ciri ini. 2) Rambut Pada jenis-jenis kelelawar tertentu rambut sangat jarang atau bahkan gundul, namun ada juga yang rambutnya sangat lebat. Warna rambut juga dapat membantu dalam identifikasi, meskipun tidak berlaku untuk semua jenis kelelawar. 3) Selaput kulit Selaput kulit yang diperhatikan terutama selaput kulit antar paha. Selaput kulit pada Microchiroptera (kecuali famili Rhinopomatidae) sangat berkembang, sedangkan selaput kulit pada Megachiroptera kurang berkembang. Selaput kulit antar paha ini berlekatan dengan ekor atau tulang ekor. Pelekatan dapat terjadi seluruhnya atau sebagian kecil saja. Kelelawar yang memiliki selaput kulit antar paha umumnya memiliki ekor yang relatif pendek, sedangkan kelelawar yang tidak memiliki selaput kulit antar paha ataupun selaput kulit antar pahanya belum berkembang dengan baik, memiliki ekor yang relatif panjang sff

24 digilib.uns.ac.id 7 4) Ekor Ada atau tidak adanya ekor juga dapat membantu identifikasi. 5) Telinga Selain ukuran dan bentuk daun telinga, bagian telinga yang perlu diperhatikan adalah tragus atau antitragus. Tragus adalah suatu bagian yang menonjol dari dalam daun telinga, berbentuk seperti tongkat. Antitragus adalah suatu bagian yang menonjol dari luar daun telinga, bentuknya bundar atau tumpul. 6) Bentuk hidung Beberapa kelelawar mempunyai hidung yang berbentuk tabung. 7) Lipatan kulit sekitar lubang hidung (Noseleaf) Jenis kelelawar tertentu, terutama famili Rhinolophidae dan Hipposideridae memilliki bagian khusus pada wajah, terutama disekitar lubang hidung, yang disebut daun hidung. Pada jenis-jenis kelelawar lain, daun hidungnya sangat sederhana, berupa lipatan kulit yang kecil tunggal dan tumbuh di ujung moncong saja. 8) Gigi Seperti halnya mamalia lain, gigi kelelawar terdiri dari dua set gigi sepanjang hidupnya, yaitu gigi susu dan gigi permanen. Pada megachiroptera biasanya memiliki tonjolan sff

25 digilib.uns.ac.id 8 geraham yang tumpul, sedangkan microchiroptera memiliki tonjolan yang runcing dan pola permukaan kunyah yang menyerupai huruf w. 9) Rigi palatum Rigi palatum adalah tonjolan kulit pada langit-langit. Ada tiga tipe, yang depan berupa garis-garis yang tidak terputus, yang tengah berupa garis-garis yang terputus, dan yang belakang berupa garis-garis yang tidak terputus menyerupai busur. 10) Penebalan kulit Pada beberapa jenis kelelawar ada penebalan kulit pada pada pangkal ibu jari sayap dan telapak kaki yang selanjutnya disebut bantalan kulit. 11) Tengkorak Ciri pada tengkorak juga penting dalam menentukan jenis kelelawar. Ciri ini terutama berupa ada atau tidak adanya processuss postorbitalis yaitu tonjolan tulang dahi di belakang mata, tonjolan pada tulang pipi yang disebut processuss zygomaticus postorbitalis, dan lekukan garis wajah dan dahi. Ukuran tengkorak juga dapat membantu dalam identifikasi sff

26 digilib.uns.ac.id 9 12) Panjang ruas jari akhir Pada anggota genus Miniopterus panjang ruas akhir (kedua) jari sayap nomor tiga hampir tiga kali panjang ruas jari pertama. 13) Ukuran tubuh luar Ukuran tubuh luar dapat membantu dalam identifikasi. Ukuran ini biasanya dalam milimeter. 2. Gua Ciri khas gua terletak pada kondisi lingkungan yang berbeda dengan lingkungan di luar gua. Kondisi yang khas di dalam gua yaitu tidak adanya cahaya, kelembaban yang relatif tinggi, dan temperatur yang relatif stabil dari hari ke hari. Namun pada lingkungan yang seperti ini masih dijumpai adanya kehidupan salah satunya kelelawar (Wahyuni, 2006). Gua di daerah Gunung Kidul memiliki potensi sebagai habitat berbagai jenis kelelawar (Septantri, 2006). B. Kerangka Pemikiran Gua Toto dan luweng Toto di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, merupakan salah satu gua yang menjadi habitat kelelawar. Kelelawar yang terdapat di gua ini diidentifikasi menggunakan karakter morfologi, sehingga dapat dibedakan antara spesies satu dengan spesies lainnya. Karakter morfologi juga dapat digunakan untuk mengetahui keragaman jenis kelelawar dan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar spesies yang dijumpai di Gua Toto dan Luweng commit Toto. to user Semakin banyak kesamaan karakter sff

27 digilib.uns.ac.id 10 morfologi antara spesies satu dengan spesies lain, maka semakin dekat hubungan kekerabatan kedua spesies tersebut. Dengan membandingkan semua karakter morfologi antara masing-masing spesies, maka didapatkan hubungan kekerabatan jenis-jenis kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto. Data dari analisis keragaman jenis dan hubungan kekerabatan ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi database kelelawar. Gua Toto dan luweng Toto sebagai daerah Karst Fauna Kelelawar Karakter Morfologi Keragaman jenis kelelawar Hubungan kekerabatan antar spesies Sumber informasi berupa database kelelawar Gambar 2. Kerangka pemikiran sff

28 digilib.uns.ac.id 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di gua Toto dan luweng Toto di Desa Wedi Utah, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, pada Februari- November Selain itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah mistnet, kantung blacu, dan sarung tangan untuk sampling; higrometer, termometer, luxmeter, dan altimeter untuk parameter lingkungan; jangka sorong untuk mengukur panjang bagian tubuh kelelawar; suntikan untuk membius dan memfiksasi kelelawar; botol koleksi untuk tempat kelelawar awetan basah; kertas label tahan air dan tinta tahan air untuk label spesimen; botol pot plastik 20 cc dan 30 cc untuk tempat awetan tengkorak kelelawar; dan alat bedah seperti skalpel, gunting bedah, dan pinset untuk membuat awetan kering. Bahan penelitian untuk identifikasi kelelawar adalah spesies kelelawar dari gua Toto dan luweng Toto dan alkohol 70% untuk pengawetan kelelawar sff

29 digilib.uns.ac.id 12 C. Cara Kerja Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu: 1. Pengukuran Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya, serta keadaan hujan atau tidak hujan. Pertama yang dilakukan adalah mencatat keadaan hujan atau tidak hujan, karena hal ini akan mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Suhu udara diukur dengan alat pengukur suhu yaitu termometer, intensitas cahaya dengan menggunakan luxmeter, dan kelembapan udara dengan menggunakan higrometer. Parameter ini diukur disekitar pemasangan mistnet (mulut gua), yaitu ± 5 meter di luar mulut gua, di mulut gua, dan ± 5 meter di dalam mulut gua. 2. Pengambilan Sampel di Lapangan Alat penangkapan kelelawar yang digunakan adalah mistnet, karena mulut gua relatif besar. Mistnet dipasang di mulut gua pada sore hari (sekitar pukul WIB) dan pagi hari (sekitar pukul WIB). Mistnet dipasang pada sebagian mulut gua. Kelelawar yang tertangkap mistnet dikeluarkan secara hati-hati dengan menggunakan sarung tangan untuk menghindari resiko tergigit kelelawar. Kelelawar yang sudah dikeluarkan kemudian dimasukkan ke dalam kantung blacu sebagai tempat sementara sebelum diidentifikasi. Jenis yang berlainan di tempatkan dalam kantung yang berbeda untuk menghindari perkelahian antar jenis. Mereka biasanya saling menggigit sehingga badannya tidak utuh lagi. Kelelawar sff

30 digilib.uns.ac.id 13 juga sangat peka terhadap kebisingan, sehingga dalam pengambilan sampel ini harus hati-hati dan tidak mengeluarkan suara-suara yang akan membuat gaduh supaya kelelawar tidak lari ke tempat lain. 3. Penanganan Sampel di Lapangan Dari kantung blacu kelelawar selanjutnya dimasukkan ke dalam kantung plastik yang telah diberi kapas beralkohol 70% agar kelelawar pingsan. Segera setelah kelelawar mati, diukur bagian tubuhnya yaitu panjang badan, panjang ekor, panjang kaki belakang, panjang telinga, panjang lengan bawah sayap, panjang betis serta pemberian label dari bahan tahan air. Data lapangan, seperti lokasi, tanggal koleksi dan nama kolektor dicatat. Selanjutnya mulut kelelawar disumpal kapas dan difiksasi dengan menyuntik tubuh kelelawar dengan alkohol 70%. Selanjutnya, kelelawar langsung dimasukkan ke dalam alkohol 70% untuk dikoleksi secara langsung di lapangan. 4. Identifikasi Kelelawar Identifikasi kelelawar dilakukan di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Identifikasi dilakukan dengan mengamati bentuk wajah dan ciri morfologi kelelawar tersebut. Dalam mencari identitas kelelawar, digunakan kunci identifikasi kelelawar dan buku panduan Kelelawar di Indonesia (Suyanto, 2001). Data morfometri tiap individu kelelawar tersebut disesuaikan dengan data morfometri jenis kelelawar yang ada sff

31 digilib.uns.ac.id 14 dalam buku identifikasi (Suyanto 2001) untuk mengetahui jenis kelelawar yang ditemukan. 5. Pembuatan Awetan Basah Langkah selanjutnya yang dilakukan sesampainya di laboratorium untuk membuat preparat awetan basah yakni: 1. Spesimen yang berasal dari lapangan dapat langsung diidentifikasi. 2. Setelah dilakukan identifikasi kemudian tiap jenis dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70%. 3. Botol koleksi yang telah berisi spesimen kelelawar dan alkohol 70%, siap diberi label tahan basah yang ditulis dengan tinta tahan air yang berisi nomor registrasi, jenis kelamin, lokasi, ketinggian tempat (mdpl), tanggal koleksi dan kolektor. 6. Pembuatan Awetan Kering Pembuatan awetan kering merupakan pembuatan awetan yang memerlukan proses yang lebih kompleks lagi dibandingkan dengan pembuatan awetan basah. Biasanya pembuatan awetan kering dimulai dengan melakukan proses pengulitan (skinning), pembersihan lemak, dan pengeringan. 7. Pembuatan Awetan Tengkorak 1. Setelah selesai menguliti spesimen, dilanjutkan dengan membersihkan tengkorak dari daging dan otot yang melekat dengan menggunakan skalpel dan pinset sff

32 digilib.uns.ac.id Bagian otak dikeluarkan secara hati-hati dengan cara mengorek bagian dalam tengkorak dengan menggunakan kawat pengumpil yang tidak tajam. 3. Tengkorak yang telah bersih ditempatkan pada pot plastik berukuran 20 cc atau 30 cc (sesuai besar tengkorak) dan diberi label dan nomor pada tengkoraknya dengan tinta tahan air sesuai dengan nomor pada badannya. 4. Tengkorak kemudian dikering anginkan, biasanya diletakkan didepan kipas angin selama beberapa waktu atau dibiarkan begitu saja pada suhu kamar. Sebelum disimpan bersama-sama dengan kulitnya dalam lemari koleksi, tengkorak diberi perlakuan temperatur yang sama seperti pada kulit. 8. Penentuan Kekerabatan dengan Karakter Morfologi Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagi berikut: 1. Penentuan Satuan Taksonomi (STO) Sampel spesies yang mewakili setiap jenis kelelawar diambil, yaitu diambil salah satu spesies kelelawar untuk masingmasing spesies yang berbeda. 2. Pemilihan karakter sff

33 digilib.uns.ac.id Pemilihan karakter taksonomi diusahakan sebanyak mungkin menggunakan karakter morfologi. Karakter yang dipilih diterapkan pada setiap STO. 4. Pemberian nilai karakter. 5. Karakter taksonomi yang telah dipilih diberi nilai dengan angka 0 untuk jawaban tidak, dan 1 untuk jawaban ya. 6. Menentukan hubungan kekerabatan antar STO dilakukan pengukuran indeks similaritas dengan menggunakan jarak taksonomi menggunakan software NTSys ver.2.0. D. Analisis Data 1. Keragaman Jenis Analisis data keragaman jenis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu dengan cara memberikan penjelasan dan keterangan mengenai hasil yang diperoleh dari pengambilan dan pengamatan sampel. Teknik tersebut digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang ada dalam pengamatan dan menghubungkan dengan teori yang melandasi data yang diperoleh dalam penelitian. Dalam mencari identitas kelelawar menggunakan literatur buku panduan Kelelawar di Indonesia (Suyanto, 2001) sff

34 digilib.uns.ac.id Hubungan Kekerabatan Penentuan jauh dekatnya hubungan kekerabatan dilakukan dengan metode taksonomi numerik yang dapat dibagi ke dalam beberapa langkah, yaitu sebagai berikut: a. Mengumpulkan data tentang karakter-karakter tiap spesimen yang akan dibandingkan. Pemilihan karakter diusahakan sebanyak mungkin. b. Data beberapa karakter taksonomik dikodekan menurut nilainya dengan menggunakan angka 0 untuk jawaban tidak, dan 1 untuk jawaban ya. c. Untuk menentukan hubungan kekerabatan antar genus dilakukan pengukuran indeks similaritas dengan menghitung persamaan karakter taksonomi antara 2 spesies dibagi banyaknya karakter taksonomi yang digunakan dikali 100%. d. Dari perhitungan jarak taksonomi, kemudian data yang diperoleh diolah menggunakan software NTSys. Hasilnya berupa sebuah diagram pohon (tree plot) jarak taksonomi. e. Data yang diperoleh dari pengukuran morfologi tubuh dan tengkorak kelelawar dianalisis dengan metode Tests of Between-Subjects Effects menggunakan program SPSS sff

35 digilib.uns.ac.id 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gua Toto dan luweng Toto terletak di Desa Wedi Utah, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Mulut gua terletak pada ketinggian 307 mdpl. Gua ini belum dikelola oleh pemerintah kabupaten setempat, sehingga gua ini masih alami. Jarak antar kedua mulut gua ini cukup dekat, hanya sekitar ± 50 meter. Luweng Toto mempunyai dua mulut gua. Mulut pertama merupakan mulut vertikal (Luweng) (lampiran 14, gambar 12b), dan mulut kedua berupa gua horizontal (lampiran 14, gambar 12a). Kondisi lorong gua kering (phreatic), tidak ada mata air maupun aliran sungai (Anonim, 2009). Gua Toto mempunyai mulut gua relatif besar dengan ukuran lebar mulut gua ± 10 meter, dan tinggi ± 5 meter (lampiran 14, gambar 11). Lorong gua menurun yang kemudian berlanjut ke dalam lorong gua dengan sebuah aliran sungai bawah tanah. (Anonim, 2009). Kondisi kedua gua ini sangat lembap, yakni kelembapan mencapai 100% dengan suhu berkisar antara 24-25º C di dalam gua. Pada saat mistnet dipasang sekitar pukul WIB intensitas cahaya di dalam gua 0 lux, di tempat pemasangan mistnet (mulut gua) 40 lux, dan ±5 meter di luar mulut gua 55 lux. Pintu masuk (mulut gua) ditutupi oleh pepohonan yang rimbun, jadi intensitas cahaya di luar mulut gua pun sangat minim sff

36 digilib.uns.ac.id 19 A. Jenis-Jenis Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto Dari hasil sampling ditemukan 5 jenis kelelawar, 2 jenis dari luweng dan 3 jenis dari gua Toto. Dari kelima jenis tersebut masuk ke dalam 5 famili yang berbeda. Kelelawar di gua Toto dan luweng Toto apabila dibandingkan dengan kelelawar yang biasa ditemukan di kawasan karst Gunung Kidul lebih beragam. Karena 60% kelelawar yang ditemukan di kawasan karst Gunung Kidul ditemukan juga di gua Toto, dan 20% ditemukan di luweng Toto (Tabel 1). Tabel 1. Jenis-jenis kelelawar yang terdapat di Gunung Kidul No. Spesies kelelawar Famili Gua Toto Luweng Toto Jenis yang paling banyak di Karst Gunung Kidul 1 Megaderma Megadermatidae - - spasma 2 Nycteris Nycteridae - javanica 3 Miniopterus Vespertilionidae - sp. 4 Rhinolophus Rhinolophidae - canuti 5 Hipposideros diadema Hipposideridae - *Ket : = ada - = tidak ada Berdasarkan tabel 1, diperkirakan persebaran kelelawar di gua-gua karst Gunung Kidul hampir sama. Karena jenis-jenis kelelawar itulah yang biasa hidup di gua karst Gunung Kidul. Dari kelima jenis kelelawar, hanya Megaderma spasma yang jarang ditemukan, dan berada di luweng Toto. Megaderma spasma sff

37 digilib.uns.ac.id 20 mungkin menyukai habitat yang kering, oleh karena itu jenis ini memilih luweng Toto sebagai tempat hidupnya. B. Analisis Kekerabatan Fenetik Jenis-Jenis Kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto Indeks similaritas terbesar adalah 81,8%, yakni antara Rhinolophus canuti dengan Hipposideros diadema. Persamaan dari kedua spesies ini adalah 18 karakter, sedangkan perbedaannya hanya 4 karakter, yakni tulang jari kaki, warna rambut, bentuk antitragus, dan ekor. Indeks similaritas terkecil adalah 36,4%, yakni antara Hipposideros diadema dengan Nycteris javanica dan Miniopterus sp. Persamaan karakter morfologi antara Hipposideros diadema dengan Nycteris javanica dan Miniopterus sp. hanya 8 karakter, sedangkan perbedaannya sebanyak 12 karakter dari 22 karakter yang dipakai. Di bawah ini disajikan tree plot indeks similaritas 5 spesies kelelawar. Gambar 3. Tree plot indeks similaritas 5 spesies kelelawar di Gua Toto dan Luweng Toto sff

38 digilib.uns.ac.id 21 Tree plot di atas dapat membantu untuk memberikan informasi jauh dekatnya hubungan antar spesies. Dari tree plot dapat dilihat bahwa hubungan antara Rhinolophus canuti dan Hipposideros diadema sangat dekat dilihat dari morfologinya. Kelima spesies ini masuk dalam 1 sub-ordo yang sama, yakni Microchiroptera, karena persamaan habitat, yakni tinggal di dalam gua. Kebanyakan kelelawar yang tinggal di dalam gua masuk dalam sub-ordo Microchiroptera. Kelima spesies ini hanya dibedakan dalam familinya saja, yaitu Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, dan Hipposideridae. Dengan demikian keragaman kelelawar di gua dan luweng Toto tinggi. Hubungan antara spesies dengan ukuran morfologi kelelawar sangat kuat, karena ukuran tubuh luar kelelawar dapat membantu dalam hal identifikasi. Oleh karena itu ukuran morfologi sangat penting dalam identifikasi spesies. Hubungan antara jenis kelamin dengan ukuran tubuh kelelawar sangat lemah. Hal ini dikarenakan antara betina dan jantan tidak ada perbedaan ukuran tubuh. Hubungan antara lokasi dengan ukuran tubuh juga sangat lemah. Hal ini dikarenakan semua kelelawar tinggal pada habitat yang sama, yakni di dalam gua. Hubungan antara jenis kelelawar dengan ukuran tengkorak kelelawar sangat kuat. Hal ini karena antar spesies yang berbeda, ukuran tengkoraknya pun akan berbeda pula. Oleh karena itu dalam melakukan identifikasi juga diperlukan data ukuran tengkorak kelelawar. Sama seperti halnya ukuran tubuh, ukuran tengkorak kelelawar dengan lokasi penelitian dan jenis kelamin juga tidak ada sff

39 digilib.uns.ac.id 22 hubungan. Hal ini disebakan karena kelelawar-kelelawar ini hidup di habitat yang sama, yakni di dalam gua. Bila kelima jenis kelelawar ini dibandingkan, akan lebih mudah membedakannya melalui ekornya. Karena ekor dari kelima jenis kelelawar ini berbeda antara satu jenis dengan yang jenis yang lain. Megaderma spasma tidak mempunyai ekor, Nycteris javanica ujung ekornya membentuk huruf T, Miniopterus sp. selaput antar pahanya membentuk huruf V, Hipposideros diadema ujung ekornya melebihi selaput kulit antar paha, dan Rhinolophus canuti ujung selaput antar pahanya datar. Hubungan kekerabatan tidak mempengaruhi pemilihan gua bagi kelelawar. Hal ini disebabkan karena kedua gua tersebut, yakni gua dan luweng Toto, mempunyai jarak yang berdekatan. Selain itu, gua yang dihuni oleh kelelawarkelelawar tersebut adalah habitat terbaik bagi mereka. Hampir di setiap gua di daerah karst Gunung Kidul ditemukan spesies-spesies itu sff

40 digilib.uns.ac.id 23 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Di Gua Toto ditemukan 3 spesies, yaitu Miniopterus sp. (Famili Vespertilionidae), Rhinolophus canuti (Famili Rhinolophidae), dan Hipposideros diadema (Famili Hipposideridae), sedangkan di luweng Toto ditemukan 2 spesies kelelawar, yaitu Megaderma spasma (Famili Megadermatidae) dan Nycteris javanica (Famili Nycteridae). 2. Hubungan kekerabatan terdekat berdasarkan persamaan karakter morfologi terdapat antara Rhinolophus canuti dengan Hipposideros diadema, sedangkan hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara Hipposideros diadema dengan Nycteris javanica dan Hipposideros diadema dengan Miniopterus sp. B. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, yang difokuskan pada roosting area, analisis pakan kelelawar, pupuk guano yang dihasilkan dari kotoran kelelawar, dan penelitian yang fokus pada salah satu spesies kelelawar yang ada di gua Toto dan luweng Toto sff

41 digilib.uns.ac.id 27 Lampiran 1. Ukuran tubuh luar kelelawar Tabel 2. Ukuran tubuh luar kelelawar gua Toto Characters Spesies HB T HF E FA Tb (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) T1 Miniopterus sp. 36,54 32,50 5,81 6,71 35,13 14,33 T2 Miniopterus sp. 40,50 41,98 7,45 7,36 35,17 13,62 T3 Miniopterus sp. 38,52 27,07 8,07 7,52 34,91 14,86 T4 Miniopterus sp. 35,91 32,18 7,03 6,13 35,17 13,31 T5 Miniopterus sp. 38,24 32,48 7,50 8,29 36,83 14,55 T6 Miniopterus sp. 37,98 32,77 7,15 6,69 34,61 13,51 T7 Miniopterus sp. 46,16 42,13 8,23 8,65 44,14 19,54 T8 Miniopterus sp. 41,26 34,20 6,00 6,56 35,33 13,62 T9 Miniopterus sp. 40,77 31,95 6,48 8,00 35,40 15,77 T10 Miniopterus sp. 48,80 34,79 8,36 8,18 47,96 20,12 T11 Miniopterus sp. 36,98 34,26 6,36 8,24 35,68 13,85 T12 Miniopterus sp. 34,50 33,36 6,65 7,73 35,04 14,21 T13 Miniopterus sp. 47,13 43,53 9,11 10,45 46,02 19,96 T14 Miniopterus sp. 36,23 35,26 8,09 8,58 35,97 14,19 T15 Miniopterus sp. 38,01 29,51 7,50 8,31 34,67 14,45 T16 Miniopterus sp. 36,78 26,69 6,40 6,47 36,92 13,72 T17 Miniopterus sp. 40,31 31,36 7,27 8,75 36,05 14,82 T18 Miniopterus sp. 41,04 37,03 7,37 8,84 35,53 14,75 T19 Miniopterus sp. 38,46 24,76 6,29 5,87 36,61 13,80 T20 Miniopterus sp. 37,84 31,92 7,66 8,16 34,64 13,88 T21 Miniopterus sp. 34,13 25,57 7,48 6,81 34,33 14,37 T22 Miniopterus sp. 36,16 25,65 7,86 6,18 35,76 15,06 T23 Miniopterus sp. 39,78 38,52 8,23 7,90 35,38 14,35 T24 Miniopterus sp. 40,35 36,30 6,16 7,59 36,96 14,87 T25 Miniopterus sp. 38,78 28,18 8,63 6,74 36,47 14,17 T26 Miniopterus sp. 39,01 42,69 6,91 8,59 36,73 13,36 T27 Miniopterus sp. 49,04 44,66 10,79 10,97 46,55 19,44 T28 Miniopterus sp. 37,25 36,44 7,04 4,96 35,06 14,76 T29 Miniopterus sp. 39,74 35,24 6,77 8,07 35,15 13,88 T30 Miniopterus sp. 35,70 27,50 7,25 6,40 35,10 13,77 T31 Miniopterus sp. 38,52 27,40 6,70 6,70 36,40 14,02 T32 Miniopterus sp. 36,11 33,22 7,59 7,06 34,74 13,63 T33 Miniopterus sp. 39,26 35,69 7,06 8,97 34,84 14,15 T34 Rhinolophus canuti 36,58 20,65 6,93 17,73 40,29 18,10 T35 Miniopterus sp. 37,65 35,85 7,12 6,91 34,95 13,99 T36 Miniopterus sp. 37,64 37,05 6,44 6,01 36,83 14,19 T37 Miniopterus sp. 37,20 23,09 7,66 6,21 34,51 14,55 T38 Miniopterus sp. 36,04 34,35 6,79 6,89 35,34 14,66 T39 Miniopterus sp. 36,39 32,08 7,58 7,78 36,12 14, sff

42 digilib.uns.ac.id 28 T40 Miniopterus sp. 36,82 28,46 6,46 7,17 35,00 13,72 Tabel 3. Ukuran tubuh luar kelelawar luweng Toto Characters Spesies HB (mm) T (mm) HF (mm) E (mm) FA (mm) Tb (mm) L1 Megaderma spasma 61,36-16,02 29,30 57,19 33,95 L2 Megaderma spasma 60,53-10,77 29,50 60,39 36,33 L3 Megaderma spasma 51,98-16,67 29,38 67,83 3,24 L4 Megaderma spasma 61,89-16,10 31,68 60,30 36,32 L5 Nycteris javanica 44,18 51,10 8,93 21,30 45,60 24,70 L6 Megaderma spasma sff

43 digilib.uns.ac.id 29 Lampiran 2. Ukuran tengkorak kelelawar Tabel 4. Ukuran tengkorak kelelawar gua Toto Characters Spesies GSL (mm) CCL (mm) ZB (mm) C 1 -M 3 (mm) M 3 -M 3 (mm) C 1 -C 1 (mm) C 1 -M 3 (mm) T1 Miniopterus sp. 13,40 11,58 3,50 2,43 5,38 3,63 5,00 T2 Miniopterus sp. 13,39 12,23 3,39 2,60 5,36 3,60 4,84 T3 Miniopterus sp. 13,39 11,58 3,46 3,17 5,44 3,74 4,53 T4 Miniopterus sp. 13,34 11,76 3,50 3,04 5,39 3,58 4,68 T6 Miniopterus sp. 13,35 11,64 3,70 3,08 5,45 3,50 5,19 T8 Miniopterus sp. 13,23 11,48 3,43 2,71 5,23 3,46 4,80 T9 Miniopterus sp. 13,61 11,56 3,43 2,71 5,31 3,65 4,37 T11 Miniopterus sp. 13,47 11,88 3,36 2,49 5,60 3,74 5,15 T12 Miniopterus sp. 13,86 11,90 3,54 2,98 5,43 3,49 4,97 T13 Miniopterus sp. 16,25 14,43 3,87 3,43 6,90 4,89 6,69 T18 Miniopterus sp. 13,44 11,84 3,34 2,82 5,19 3,51 4,14 T19 Miniopterus sp. 13,27 11,89 3,40 2,92 5,28 3,34 5,51 T22 Miniopterus sp. 13,43 11,71 3,44 3,02 5,40 3,57 5,27 T25 Miniopterus sp. 13,49 11,86 3,55 2,95 5,55 3,53 5,12 T27 Miniopterus sp. 16,11 14,82 3,92 3,92 7,10 4,85 6,18 T30 Miniopterus sp. 13,74 12,03 3,45 2,35 5,49 3,91 5,15 T31 Miniopterus sp. 13,61 12,04 3,62 2,77 5,60 3,55 5,85 T32 Miniopterus sp. 13,19 11,72 3,38 2,90 5,28 3,39 4,70 T34 Rhinolophus 18,84 16,37 3,06 3,81 6,81 4,13 7,18 canuti T35 Miniopterus sp. 14,05 11,73 3,41 3,03 5,28 3,62 4,43 T36 Miniopterus sp. 13,13 11,62 3,52 2,93 5,31 3,40 4,70 T37 Miniopterus sp. 13,38 11,90 3,44 2,82 5,21 3,54 4,72 T39 Miniopterus sp. 13,33 11,69 3,37 2,98 5,20 3,54 4,67 T40 Miniopterus sp. 13,20 11,71 3,26 2,84 5,34 3,40 3,68 Tabel 5. Ukuran tengkorak kelelawar luweng Toto Characters Spesies GSL (mm) CCL (mm) ZB (mm) C 1 -M 3 (mm) M 3 -M 3 (mm) C 1 -C 1 (mm) C 1 -M 3 (mm) L1 Megaderma spasma 25,39 22,11 3,54 5,91 8,26 5,21 10,17 L2 Megaderma spasma 25,96 23,59 3,73 6,38 8,05 5,35 10,02 L3 Megaderma spasma 26,69 23,54 3,73 6,65 8,64 5,67 11, sff

44 digilib.uns.ac.id 30 Lampiran 3. Numerasi Karakter Taksonomi Numerasi Karakter Taksonomi 1. Mempunyai ekor 0) Tidak 1) Ya 2. Ujung ekor bercabang 0) Tidak 1) Ya 3. Hidung berbentuk tabung 0) Tidak 1) Ya 4. Mempunyai daun hidung 0) Tidak 1) Ya 5. Daun hidung lebih kompleks 0) Tidak 1) Ya 6. Mempunyai lipatan kulit sederhana di sekitar hidung 0) Tidak 1) Ya 7. Memiliki tragus 0) Tidak 1) Ya sff

45 digilib.uns.ac.id Memiliki antitragus 0) Tidak 1) Ya 9. Tragus relatif panjang 0) Tidak 1) Ya 10. Ujung tragus terbelah 0) Tidak 1) Ya 11. Ujung tragus tumpul 0) Tidak 1) Ya 12. Tragus bengkok 0) Tidak 1) Ya 13. Tragus sempit 0) Tidak 1) Ya 14. Telinga kanan dan kiri bersambung pada pangkalnya 0) Tidak 1) Ya 15. Telinga besar 0) Tidak sff

46 digilib.uns.ac.id 32 1) Ya 16. Telinga bundar 0) Tidak 1) Ya 17. Selaput kulit antar paha runcing 0) Tidak 1) Ya 18. Panjang tulang jari kedua pada jari tangan/sayap nomor 3, tiga kali tulang jari pertama 0) Tidak 1) Ya 19. Tulang jari kaki nomor II-IV memiliki 2 buah tulang jari 0) Tidak 1) Ya 20. Rambut berwarna kemerah-merahan (oranye) 0) Tidak 1) Ya 21. Ujung ekor melebihi selaput kulit antar paha 0) Tidak 1) Ya 22. Antitragus membulat 0) Tidak 1) Ya sff

47 digilib.uns.ac.id 33 Lampiran 4. Deskripsi Karakter Tabel 6. Deskripsi karakter No. Karakter Spesimen Megaderma Nycteris Miniopterus Rhinolophus Hipposideros spasma javanica sp. canuti diadema 1 Mempunyai ekor Tidak Ya Ya Ya Ya 2 Ujung ekor Tidak Ya Tidak Tidak Tidak bercabang 3 Hidung berbentuk Tidak Tidak Ya Tidak Tidak tabung 4 Mempunyai daun Ya Tidak Tidak Ya Ya hidung 5 Daun hidung lebih Tidak Tidak Tidak Ya Ya kompleks 6 Mempunyai lipatan Tidak Ya Tidak Tidak Tidak kulit sederhana di sekitar hidung 7 Memiliki tragus Ya Ya Ya Tidak Tidak 8 Memilliki antitragus Tidak Tidak Tidak Ya Ya 9 Tragus relatif Ya Tidak Tidak Tidak Tidak panjang 10 Ujung tragus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak terbelah 11 Ujung tragus tumpul Tidak Ya Ya Tidak Tidak 12 Tragus bengkok Tidak Ya Ya Tidak Tidak 13 Tragus sempit Tidak Tidak Ya Tidak Tidak 14 Telinga kanan dan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak kiri bersambungan pada pangkalnya 15 Telinga besar Ya Ya Tidak Tidak Tidak 16 Telinga bundar Tidak Tidak Ya Ya Ya 17 Selaput kulit antar Tidak Tidak Ya Tidak Tidak paha runcing 18 Panjang tulang jari Tidak Tidak Ya Tidak Tidak terakhir pada jari tangan/sayap nomor 3, tiga kali tulang jari pertama 19 Tulang jari kaki Tidak Tidak Tidak Tidak Ya nomor II-IV memiliki 2 buah tulang jari 20 Rambut berwarna Tidak Tidak Tidak Tidak Ya kemerah-merahan sff

48 digilib.uns.ac.id 34 (oranye) 21 Ujung ekor melebihi selaput kulit antar paha 22 Antitragus membulat Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya sff

49 digilib.uns.ac.id 35 Lampiran 5. Tabulasi Karakter Taksonomi Tabel 7. Tabulasi karakter taksonomi sff

50 digilib.uns.ac.id 36 Lampiran 6. Indeks Similaritas Tabel 8. Indeks similaritas Rows/Cols Megaderma spasma Nycteris javanica Miniopterus sp. Rhinolophus canuti Hipposideros diadema Megaderma 100% spasma Nycteris 59,1% 100% javanica Miniopterus 40,9% 63,6% 100% sp. Rhinolophus 59,1% 54,5% 54,5% 100% canuti Hipposideros diadema 40,9% 36,4% 36,4% 81,8% 100% sff

51 digilib.uns.ac.id 37 Lampiran 7. Data Sampling Tabel 9. Data pengambilan sampel No. Tanggal Lokasi Keadaan Spesies yang didapat sampling cuaca 1 11 Februari Gua Toto Hujan 4 ekor Miniopterus sp Mei 2011 Gua Toto Tidak hujan 35 ekor Miniopterus sp. 1 ekor Rhinolophus canuti 3 Luweng Toto Tidak hujan 4 ekor Megaderma spasma 1 ekor Nycteris javanica 4 23 September Luweng Tidak hujan Toto 5 24 September Gua Toto Tidak hujan 1 ekor Miniopterus sp November 2011 Gua Toto Tidak hujan 2 ekor Miniopterus sp. 1 ekor Rhinolophus canuti 1 ekor Hipposideros diadema 7 Luweng Toto Tidak hujan sff

52 digilib.uns.ac.id 38 Lampiran 8. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tengkorak Tabel 10. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tengkorak Source Dependent Variable Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model GSL a E3.000 CCL b ZB.643 c C1M1A d M3M3A e C1C1A f C1M3B g Intercept GSL E4.000 CCL E4.000 ZB E4.000 C1M1A E3.000 M3M3A E4.000 C1C1A E3.000 C1M3B E3.000 Spesies GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Sex GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Lokasi GSL CCL ZB C1M1A commit.000 to user sff

53 digilib.uns.ac.id 39 M3M3A C1C1A C1M3B Spesies * Sex GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Spesies * Lokasi GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Sex * Lokasi GSL Spesies * Sex * Lokasi CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Error GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A sff

54 digilib.uns.ac.id 40 C1M3B Total GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B Corrected Total GSL CCL ZB C1M1A M3M3A C1C1A C1M3B a. R Squared =.996 (Adjusted R Squared =.995) b. R Squared =.994 (Adjusted R Squared =.993) c. R Squared =.750 (Adjusted R Squared =.705) d. R Squared =.960 (Adjusted R Squared =.952) e. R Squared =.983 (Adjusted R Squared =.979) f. R Squared =.900 (Adjusted R Squared =.882) g. R Squared =.944 (Adjusted R Squared =.934) sff

55 digilib.uns.ac.id 41 Lampiran 9. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tubuh Tabel 11. Tests of Between-Subjects Effects Ukuran Tubuh Source Dependent Variable Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model HB a T b HF c E d FA e Tb f Intercept HB E3.000 T HF E E3.000 FA E4.000 Tb E3.000 Spesies HB T HF E FA Tb Lokasi HB T HF E FA Tb Sex HB T HF E FA Tb Spesies * Lokasi HB T sff

56 digilib.uns.ac.id 42 HF E FA Tb Spesies * Sex HB T HF E FA Tb Lokasi * Sex HB T Spesies * Lokasi * Sex HF E FA Tb HB T HF E FA Tb Error HB T HF E FA Tb Total HB T HF E FA Tb Corrected Total HB T HF sff

57 digilib.uns.ac.id 43 E FA Tb a. R Squared =.769 (Adjusted R Squared =.735) b. R Squared =.488 (Adjusted R Squared =.415) c. R Squared =.500 (Adjusted R Squared =.429) d. R Squared =.889 (Adjusted R Squared =.873) e. R Squared =.958 (Adjusted R Squared =.952) f. R Squared =.957 (Adjusted R Squared =.950) sff

58 digilib.uns.ac.id 44 Lampiran 10. Deskripsi Jenis Kelelawar 1) Rhinolophus canuti Thomas & Wroughton, 1909 Famili Genus :Rhinolophidae : Rhinolophus Spesies :Rhinolopus canuti (Thomas & Wroughton, 1909) Ciri-ciri paling menonjol dari genus ini adalah daun hidung yang kompleks (gambar 4) yang dibedakan dari daun hidung belakang yang berbentuk seperti segitiga, daun hidung tengah, dan daun hidung depan yang berbentuk tapal kuda. Gigi seri atas kecil, ekor terbenam dalam selaput kulit antar paha, dan tidak memiliki tragus tetapi sebagai gantinya memiliki antitragus (lampiran 14, gambar 10a). Gambar 4. Hidung yang komplek pada Famili Rhinolophidae (Suyanto,2001) 2) Miniopterus Bonaparte, 1837 Famili Genus Spesies :Vespertilionidae : Miniopterus : Miniopterus sp. Ciri penting dari genus ini adalah panjang tulang jari terakhir pada sayap nomor tiga lebih dari commit tiga kali to user panjang tulang jari pertama (lampiran sff

59 digilib.uns.ac.id 45 14, gambar 10d). Seperti halnya Famili Vespertilionidae, selaput kulit antar pahanya berbentuk seperti huruf V (gambar 5). Telinganya pendek dan bundar dengan lipatan di bagian belakang dan tragus yang pendek melengkung sedikit ke depan. Gambar 5. Selaput kulit antar paha Famili Vespertilionidae (Suyanto,2001) 3) Megaderma spasma Linnaeus, 1758 Famili Genus :Megadermatidae : Megaderma Spesies :Megaderma spasma (Linnaeus, 1758) Telinga pada spesies ini besar dan tegak (lampiran 14, gambar 10b). Spesies ini memiliki tragus yang panjang dan terbelah serta kelelawar ini juga tidak memiliki ekor, tetapi selaput kulit antar paha tumbuh baik. 4) Nycteris javanica E. Geoffroy, 1813 Famili Genus : Nycteridae : Nycteris sff

60 digilib.uns.ac.id 46 Spesies : Nycteris javanica (E. Geoffroy, 1813) Ciri-ciri dari genus ini ialah memiliki telinga besar dan sangat panjang, kanan dan kirinya terpisah. Ujung ekor berbentuk huruf T, terbenam dalam selaput kulit antar paha (gambar 6). Spesies ini memiliki lipatan kulit sederhana di sekitar hidung, telinga yang panjang dan tragus pendek dan bengkok (lampiran 14, gambar 10e). Gambar 6. Ujung ekor berbentuk huruf T pada Famili Nycteridae (Suyanto, 2001) 5) Hipposideros diadema Geoffroy, 1813 Famili Genus : Hipposideridae : Hipposideros Spesies : Hipposideros diadema (Geoffroy, 1813) Ciri-ciri dari spesies ini diantaranya memiliki ekor yang tumbuh hingga melebihi selaput kulit antar paha, dan selaput kulit antar paha tumbuh baik. Daun hidung anterior dari spesies ini berbentuk seperti ladam kuda (gambar 7), bagian tengah daun hidung merupakan suatu bangunan daging yang berbentuk seperti sff

61 digilib.uns.ac.id 47 bantal pendek, sedangkan daun hidung posterior membentuk struktur seperti kantong yang bersekat-sekat. Warna seluruh rambut dari spesies ini oranye (kemerah-merahan) (lampiran 14, gambar 10c). Gambar 7. Bagian hidung Famili Hipposideridae (Suyanto, 2001) sff

62 digilib.uns.ac.id 48 Lampiran 11. Kunci identifikasi kelelawar di gua dan luweng Toto 1.a. Tidak berekor b. Ekor ada a. Telinga besar dan panjang, telinga kanan dan kiri bersambung pada pangkalnya. Megadermatidae 3.b. Telinga relatif kecil dan pendek, telinga kanan dan kiri tidak bersambung pada pangkalnya 3 3.a. Seluruh ekor terbenam dalam selaput kulit antar paha b. Tidak seluruh ekor terbenam dalam selaput kulit antar paha. 6 4.a. Tidak memiliki daun hidung... Vespertilionidae 5.b. Memiliki daun hidung. 5 5.a. Ujung tulang ekor berbentuk huruf T... Nycteridae 6.b. Ujung ekor tidak berbentuk huruf T a. Daun hidung belakang tumbuh baik sehingga berbentuk segitiga/lanset.. Rhinolophidae 7.b. Daun hidung belakang tumpul Hipposideridae sff

63 digilib.uns.ac.id 49 Lampiran 12. Peta Lokasi Penelitian Gambar 8. Peta lokasi penelitian sff

64 digilib.uns.ac.id 50 Lampiran 13. Peta Gua Toto sff

65 digilib.uns.ac.id 51 Lampiran 14. Foto Penelitian 1. Kelelawar Gambar 9. Peta gua Toto Gambar 10. a. Rhinolophus canuti, b. Megaderma spasma, c. Hipposideros diadema d. Miniopterus sp., e. Nycteris javanica sff

66 digilib.uns.ac.id Gua Toto Gambar 11. Mulut gua Toto 3. Luweng Toto a b Gambar 12. a. Mulut luweng commit Toto to user horizontal, b. Mulut luweng Toto vertikal sff

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI. Skripsi KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA LAHAN TANAMAN PADI DENGAN SISTEM ROTASI DAN MONOKULTUR DI DESA BANYUDONO BOYOLALI Skripsi Untuk memenuhi sebagian Persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro Hendrik Nurfitrianto, Widowati Budijastuti,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA 14 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 2 Tahun 2017 PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA ARRANGING OF ENRICHMENT MODULE OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia adalah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah kesatuan komunitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN, DENSITAS DAN DISTRIBUSI BENTOS DI PERAIRAN WADUK MULUR SUKOHARJO KAITANNYA DENGAN SEDIMENTASI. Skripsi

KEANEKARAGAMAN, DENSITAS DAN DISTRIBUSI BENTOS DI PERAIRAN WADUK MULUR SUKOHARJO KAITANNYA DENGAN SEDIMENTASI. Skripsi KEANEKARAGAMAN, DENSITAS DAN DISTRIBUSI BENTOS DI PERAIRAN WADUK MULUR SUKOHARJO KAITANNYA DENGAN SEDIMENTASI Skripsi Untukmemenuhisebagianpersyaratan GunamemperolehgelarSarjanaSains Oleh: Amin WahyuSetyojati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah karst sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia. Istilah aslinya adalah krst / krast yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

POLA BERSARANG BURUNG CEREK JAWA (Charadrius javanicus) DI PANTAI TRISIK YOGYAKARTA. Skripsi

POLA BERSARANG BURUNG CEREK JAWA (Charadrius javanicus) DI PANTAI TRISIK YOGYAKARTA. Skripsi POLA BERSARANG BURUNG CEREK JAWA (Charadrius javanicus) DI PANTAI TRISIK YOGYAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Risna Murti Ardian M 0406053 JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Laksito Nugroho M 0401037 JURUSAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STEK BATANG DAN KANDUNGAN POLIFENOL

PERTUMBUHAN STEK BATANG DAN KANDUNGAN POLIFENOL PERTUMBUHAN STEK BATANG DAN KANDUNGAN POLIFENOL PADA TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) SETELAH PEMBERIAN VARIASI KONSENTRASI NAA (1-Napthalene Acetic Acid) DAN IBA (Indole-3-Butyric Acid) Skripsi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU KALISORO, TAWANGMANGU. Skripsi

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU KALISORO, TAWANGMANGU. Skripsi KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LERENG GUNUNG LAWU KALISORO, TAWANGMANGU Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat dengan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR

TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR TINGKAT KESAMAAN KOMUNITAS HERBA DI SAVANA ALAS MALANG DAN SAVANA WATUNUMPUK TAMAN NASIONAL BALURAN SITUBONDO JAWA TIMUR SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Kelelawar Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang dibedakan atas jenis pakannya. Ordo Chiroptera memiliki 18 famili, 188 genus, dan 970 spesies

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN RASIO KONVERSI PAKAN IKAN NILA. (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

PERTUMBUHAN DAN RASIO KONVERSI PAKAN IKAN NILA. (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan PERTUMBUHAN DAN RASIO KONVERSI PAKAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Nita Ardita NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

Lebih terperinci

SELEKSI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI TERMOFILIK PASCA ERUPSI MERAPI SEBAGAI PENGHASIL ENZIM PROTEASE SKRIPSI

SELEKSI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI TERMOFILIK PASCA ERUPSI MERAPI SEBAGAI PENGHASIL ENZIM PROTEASE SKRIPSI SELEKSI, KARAKTERISASI, DAN IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI TERMOFILIK PASCA ERUPSI MERAPI SEBAGAI PENGHASIL ENZIM PROTEASE SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2). A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 1. Bapak Dr. Anthony Agustien selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeritas Andalas.

KATA PENGANTAR. 1. Bapak Dr. Anthony Agustien selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeritas Andalas. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis atas kehadirat Allah Yang Esa karena dengan berkah nikmat kesehatan, waktu dan kekukatan yang senantiasa dilimpahkan-nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Kelelawar Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Chiroptera Kelelawar memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata jalur pendakian Cemoro

Lebih terperinci

KEKERABATAN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) BERDASARKAN MORFOMETRI DAUN, BUAH DAN BIJI SKRIPSI. Oleh Winda Wahyu Purnamasari NIM

KEKERABATAN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) BERDASARKAN MORFOMETRI DAUN, BUAH DAN BIJI SKRIPSI. Oleh Winda Wahyu Purnamasari NIM KEKERABATAN LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.) BERDASARKAN MORFOMETRI DAUN, BUAH DAN BIJI SKRIPSI Oleh Winda Wahyu Purnamasari NIM 071810401089 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA oleh INTAN LISDIANA NUR PRATIWI NIM. M0110040 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM. M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM. M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika PERBANDINGAN METODE GRADIENT DESCENT DAN GRADIENT DESCENT DENGAN MOMENTUM PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DALAM PERAMALAN KURS TENGAH RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA oleh WAHYUNI PUTRANTO NIM.

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

PENDUGA RASIO PADA PENGAMBILAN SAMPEL ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI, KURTOSIS, DAN KORELASI

PENDUGA RASIO PADA PENGAMBILAN SAMPEL ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI, KURTOSIS, DAN KORELASI PENDUGA RASIO PADA PENGAMBILAN SAMPEL ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI, KURTOSIS, DAN KORELASI oleh EKO BUDI SUSILO M0110022 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT DI GUNUNG LAWU Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Disusun oleh: Wahid Fareszi M0408037 JURUSAN

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI

JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI Skripsi Oleh: Niko Susanto Putra 1108305020 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS OPHIUROIDEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN SKRIPSI. oleh Indrianita Wardani NIM

KEANEKARAGAMAN JENIS OPHIUROIDEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN SKRIPSI. oleh Indrianita Wardani NIM KEANEKARAGAMAN JENIS OPHIUROIDEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN SKRIPSI oleh Indrianita Wardani NIM 091810401017 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tulungrejo, Batu dekat Raya Selekta, Wisata petik apel kota Batu, dan Laboratorium Biosistematika Departemen Biologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Siti Latifatus Siriyah Nim :

SKRIPSI. Oleh : Siti Latifatus Siriyah Nim : INVENTARISASI PARASITOID FAMILI Chalcididae (Hymenoptera, Chalcidoidea) Di JALUR BLOK RAFLESIA TANDON TAMAN NASIONAL MERU BETIRI RESORT SUKAMADE KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh : Siti Latifatus Siriyah

Lebih terperinci

ESTIMASI-MM PADA REGRESI ROBUST (Studi Kasus Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2010)

ESTIMASI-MM PADA REGRESI ROBUST (Studi Kasus Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2010) ESTIMASI-MM PADA REGRESI ROBUST (Studi Kasus Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2010) oleh ENDAH KRISNA MURTI M0106039 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menginventarisasi karakter morfologi individu-individu penyusun populasi 2. Melakukan observasi ataupun pengukuran terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati. Salah satu dari sekian banyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011 bertempat di Stasiun Pusat Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HASIL FERMENTASI AMPAS KECAP DAN KOTORAN AYAM MENGGUNAKAN Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PEMANFAATAN HASIL FERMENTASI AMPAS KECAP DAN KOTORAN AYAM MENGGUNAKAN Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PEMANFAATAN HASIL FERMENTASI AMPAS KECAP DAN KOTORAN AYAM MENGGUNAKAN Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

OPTIMASI WAKTU, ph DAN SUHU UNTUK PRODUKSI SELULASE. DARI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN Attacus atlas L.

OPTIMASI WAKTU, ph DAN SUHU UNTUK PRODUKSI SELULASE. DARI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN Attacus atlas L. digilib.uns.ac.id i OPTIMASI WAKTU, ph DAN SUHU UNTUK PRODUKSI SELULASE DARI BAKTERI SALURAN PENCERNAAN Attacus atlas L. Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII

HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII HUBUNGAN ANTARAKREATIVITAS SISWA DAN KEMAMPUAN NUMERIKDENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA SMPKELAS VIII Skripsi Oleh: Dwi Isworo K 2308082 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Lampiran-lampiran Lampiran 1: Data Mentah Pengamatan Sebelum Dianalisis 1) Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4: Rata-rata tinggi tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Penelitian

Lebih terperinci

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae Megaerops Peters, 1865 Marga Megaerops Peters, 1865 terdiri tiga jenis, tetapi hanya dua jenis yang dijumpai di Pulau Sumatera yaitu Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) dan Megaerops wetmorei (Taylor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI. Oleh Heny Tri Wijayanti NIM.

MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI. Oleh Heny Tri Wijayanti NIM. MORFOMETRI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linnaeus) STRAIN GIFT DI EMPAT BALAI BENIH IKAN SKRIPSI Oleh Heny Tri Wijayanti NIM. 071810401083 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan paniki, niki, atau

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON

PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON PENGARUH ORIENTASI PADA INTERAKSI TiO 2 - POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) TERHADAP POTENSI TRANSFER PROTON Disusun Oleh : RUDI HARYONO M0310047 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI SKRIPSI OLEH INAYATI AL RAHIM A1C410004 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI JULI, 2016

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALINITAS TERHADAP PERSEBARAN IKAN MEDAKA KEPALA TIMAH (Aplocheilus panchax) DI SUNGAI OPAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN SALINITAS TERHADAP PERSEBARAN IKAN MEDAKA KEPALA TIMAH (Aplocheilus panchax) DI SUNGAI OPAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN SALINITAS TERHADAP PERSEBARAN IKAN MEDAKA KEPALA TIMAH (Aplocheilus panchax) DI SUNGAI OPAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN BIOLOGI DALAM PEMBUATAN SOAL HOT (HIGHER ORDER THINKING) DI SMA NEGERI 1 WONOSARI KLATEN

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN BIOLOGI DALAM PEMBUATAN SOAL HOT (HIGHER ORDER THINKING) DI SMA NEGERI 1 WONOSARI KLATEN KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN BIOLOGI DALAM PEMBUATAN SOAL HOT (HIGHER ORDER THINKING) DI SMA NEGERI 1 WONOSARI KLATEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN 2007-2011 Skripsi Diajukan Sebagai Kelengkapan dan Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum) VARIETAS SERUMPUNG DAN SEMBOJA

PENGARUH KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum) VARIETAS SERUMPUNG DAN SEMBOJA PENGARUH KERAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum) VARIETAS SERUMPUNG DAN SEMBOJA Presented by : BARI AKBAR 1507 100 013 Dosen Pembimbing : Mukhmammad Muryono

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

MODUL III LINGKUNGAN KERJA FISIK

MODUL III LINGKUNGAN KERJA FISIK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia industri, sumber daya manusia merupakan salah satu aspek terpenting dalam jalannya sistem. Namun seringkali banyak ditemui halangan keberhasilan dikarenakan

Lebih terperinci

MORFOMETRI TUMBUHAN PAKU MARGA LYGODIUM DI BLOK ANDONGREJO BANDEALIT TAMAN NASIONAL MERU BETIRI JEMBER JAWA TIMUR SKRIPSI

MORFOMETRI TUMBUHAN PAKU MARGA LYGODIUM DI BLOK ANDONGREJO BANDEALIT TAMAN NASIONAL MERU BETIRI JEMBER JAWA TIMUR SKRIPSI MORFOMETRI TUMBUHAN PAKU MARGA LYGODIUM DI BLOK ANDONGREJO BANDEALIT TAMAN NASIONAL MERU BETIRI JEMBER JAWA TIMUR SKRIPSI Oleh Halili NIM 071810401105 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR

PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KOMUNIKASI ORGANISASI DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENGEMBANGKAN OBJEK WISATA SAPTA TIRTA PABLENGAN SKRIPSI

PENGELOLAAN KOMUNIKASI ORGANISASI DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENGEMBANGKAN OBJEK WISATA SAPTA TIRTA PABLENGAN SKRIPSI PENGELOLAAN KOMUNIKASI ORGANISASI DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM MENGEMBANGKAN OBJEK WISATA SAPTA TIRTA PABLENGAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci