Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-nya Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 dapat diselesaikan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah kepada instansi yang lebih tinggi dan kepada masyarakat. Dokumen ini juga merupakan dokumen penting dalam siklus perencanaan sebagai umpan balik untuk masukan tahun berikutnya. Diharapkan dapat membantu penyusunan rencana strategik dan rencana kinerja serta pelaksanaan pengukuran kinerja. Dokumen ini menjadi penting karena merupakan data terpadu antara kinerja anggaran yang mendukungnya, antara sasaran dan keluaran yang dicapai, sehingga dapat menjadi instrumen untuk menilai efektifitas dan efisiensi, dan produktifitas instansi. LAK ini telah disusun dengan cermat, tepat dan terukur melibatkan semua unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta selalu berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sebagai penunjang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Melalui LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja misi, sasaran, program, dan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2012, sesuai yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 menggambarkan pencapaian kinerja atas pelaksanaan tugas/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sepanjang tahun 2012 berdasarkan rencana strategis yang telah ditetapkan, dan penetapan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai tekad dan janji rencana kinerja. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 i

3 Kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para pelaksana program/kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan seluruh program/kegiatan pada tahun berikutnya. Demikian laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Tahun 2012, mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia. Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL, Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 ii

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar i Ikhtisar Eksekutif iii Daftar Isi iv Daftar Tabel vi Daftar Grafik vii Daftar Gambar viii Daftar Lampiran ix BAB I PENDAHULUAN 1 A Latar Belakang 1 B Tujuan 2 C Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi 2 D Sistematika 3 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 4 A Perencanaan Kinerja 4 1. Visi 4 2. Misi 4 3. Tujuan 4 4. Nilai-Nilai 5 5. Sasaran, Program, Indikator dan Luaran 5 6. Kebijakan dan Strategi 8 B Perjanjian Kinerja 9 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 11 A Pengukuran Kinerja 11 B Analisis Akuntabilitas Kinerja 12 C Sumber Daya Sumber Daya Manusia Sumber Daya Anggaran 43 BAB IV PENUTUP 47 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 iii

5 IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan wujud akuntabilitas pencapaian kinerja dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun dan Rencana Kinerja Tahunan 2012 yang telah ditetapkan melalui Penetapan Kinerja Tahun Penyusunan LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 ini pada hakekatnya merupakan kewajiban dan upaya untuk memberikan penjelasan mengenai akuntabilitas terhadap kinerja yang telah dilakukan selama tahun Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembangunan kesehatan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun , Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun yaitu Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Program kefarmasian dan alat kesehatan mempunyai sasaran hasil program meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan Indikator Kinerja Utama Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin. Pencapaian kinerja Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin tahun 2012 telah terealisasi 92,85% dari target yang telah ditetapkan sebesar 90%, atau tercapai sebesar 103,17%. Obat dan vaksin yang dipantau adalah obat dan vaksin yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan dasar. Data ketersediaan obat dan vaksin di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam memenuhi ketersediaan obat dan vaksin: - Penyediaan alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah - Penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan - Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat. - Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic - Bimbingan teknis pengelolaan obat Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 iv

6 Untuk mencapai indikator tersebut diatas, alokasi yang dibutuhkan sebesar Rp (satu triliyun enam ratus sembilan puluh empat juta lima ratus dua puluh tujuh ribu dua ratus enam belas ribu rupiah) dengan realisasi sebesar Rp (satu triliyun lima ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tujuh puluh dua juta empat ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan ratus empat puluh rupiah) dengan persentase sebesar 90,78%. Adapun kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja tersebut diatas adalah: 1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) 3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian 4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian 5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 v

7 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 Target dan Realisasi Indikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012 Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012 Capaian Indikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2012 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2012 Jumlah Pegawai Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 Laporan Realisasi Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 Laporan Realisasi Anggaran Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 vi

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun Grafik 2 Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin 14 Tahun dan Target Renstra Grafik 3 Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan 17 Kesehatan Tahun dan Target Renstra Grafik 4 Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra Grafik 5 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi 21 Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun dan Target Renstra Grafik 6 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar 23 Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun dan Target Renstra Grafik 7 Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi 25 Persyaratan Distribusi Tahun dan Target Renstra Grafik 8 Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan 27 Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra Grafik 9 Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan 29 Kefarmasian Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra Grafik 10 Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan 31 Dasar Pemerintah Tahun dan Target Renstra Grafik 11 Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di 33 Dalam Negeri Tahun dan Target Renstra Grafik 12 Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam 35 Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun dan Target Renstra Grafik 13 Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan 37 Tahun dan Target Renstra Grafik 14 Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program 39 Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun dan Target Renstra Grafik 15 Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun dan Target Renstra 41 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 vii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Penandatangangan Penetapan Kinerja Eselon II dengan Eselon I di 10 Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 Gambar 2 Instalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara 18 Gambar 3 Launching e-regalkes (system registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan 21 SSO (Single Sign On) Gambar 4 Peningkatan Kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit 26 Gambar 5 Ruang Farmasi Puskesmas Kabupaten Toraja Utara 28 Gambar 6 Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Kepulauan Riau 32 Gambar 7 Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia 34 Gambar 8 Penyusunan RKAKL Ditjen Binfar dan Alkes Tahun Gambar 9 Pembahasan DIM RUU Sediaan Farmasi 40 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 viii

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Formulir Rencana Kinerja Tahunan 48 Lampiran II Formulir Pengukuran Kinerja 49 Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 ix

11 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemerintahan dapat berjalan dengan baik apabila menjalankan sistem manajemen organisasi yang baik yaitu meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan kinerja. Sistem manajemen ini telah diatur sebagai satu kesatuan dari sub-sub sistem yang saling mendukung dan mempengaruhi. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan mendorong dan mengatur tata kelola seluruh unit kerja yang ada sehingga secara koordinatif dan sinergis bergerak menuju pencapaian visi dan misi organisasi. Muara dari sistem ini adalah pelaporan akuntabilitas kinerja yang menguraikan seluruh perjalanan sub-sub sistem secara berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yaitu dengan tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu; dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana stratejik, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Laporan Akuntabilitas Kinerja disusun dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pernerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab, untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah ini disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui PerMenPAN & RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang telah dijabarkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

12 Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas, maka Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada setiap tahunnya menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja kepada Menteri Kesehatan. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tersebut merujuk pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun B. TUJUAN Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Dokumen Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun C. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Direktorat Jenderal b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

13 D. SISTEMATIKA Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 ini menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama tahun Pencapaian kinerja tersebut dibandingkan dengan perjanjian kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: Ikhtisar Eksekutif Bab I Pendahuluan, menjelaskan gambaran umum Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan sekilas pengantar lainnya. Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja). Bab III Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan pencapaian sasaran-sasaran Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja. Bab IV Penutup, menjelaskan kesimpulan atas laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun Lampiran Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

14 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. PERENCANAAN KINERJA Perencanaan kinerja merupakan proses penjabaran lebih lanjut dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (renstra) yang mencakup periode tahunan. Rencana kinerja menggambarkan kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan indikator kinerja beserta target-targetnya berdasarkan program, kebijakan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis. Perencanaan Kinerja disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah dan terpadu. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan , yaitu dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/Menkes/SK/I/ VISI Visi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Visi Kementerian Kesehatan , yaitu: MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN 2. MISI Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Misi Kementerian Kesehatan , yaitu: a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 3. TUJUAN Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

15 4. NILAI-NILAI Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menganut dan menjunjung nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan yaitu: a. Pro Rakyat b. Inklusif c. Responsif d. Efektif e. Bersih 5. SASARAN, PROGRAM, INDIKATOR DAN LUARAN Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun , Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun yaitu : PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, telah ditetapkan satu indikator kinerja utama dalam mencapai sasaran hasil program, yaitu: Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

16 Tabel 1 Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun SASARAN PROGRAM Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat INDIKATOR KINERJA UTAMA Persentase ketersediaan obat dan vaksin TARGET 2010 TARGET 2011 TARGET 2012 TARGET 2013 TARGET % 85% 90% 95% 100% a. Pengertian 1) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasespsi untuk manusia. 2) Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. b. Definisi Operasional Persentase tersedianya obat dan vaksin selama 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stock, 3 bulan lead time pengadaan) bagi pelayanan kesehatan dasar di sarana pelayanan kesehatan pemerintah. c. Cara perhitungan/rumus 1) Rumus Catatan : Jumlah obat dan vaksin yang tersedia adalah : Sisa stok + total penggunaan selama periode tertentu Sisa stok adalah jumlah fisik obat dan vaksin di akhir periode tertentu Total penggunaan dihitung kumulatif dari Januari tahun tersebut Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan perhitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x 18 bulan (12 bulan kebutuhan 1 tahun, 3 bulan cadangan/buffer stock mengantisipasi kenaikan penggunaan, 3 bulan lead time pengadaan). Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

17 2) Pembilang Jumlah obat dan vaksin yang tersedia 3) Penyebut Kebutuhan 4) Ukuran Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Misal: Pemakaian rata-rata per bulan parasetamol tablet 500 mg tahun 2011 Kabupaten A 100 (maka kebutuhan selama tahun 2012 adalah 18 x 100 = 1.800) Pemakaian selama TW I = 300, TW II= 270, TW III = 315 dan TW = IV 350. Pada akhir TW I, II,III dan IV berturut-turut sisa stok 250, 90, 200 dan 400 a) Tingkat ketersedian Parasetamol dihitung dengan menggunakan rumus berikut : A = TW I B = TW II C = TW III D = TW IV b) Dengan cara yang sama dihitung persentase masing item obat dan vaksin, kemudian dihitung persentase rata-rata. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

18 d. Sumber data 1) Laporan Ketersediaan Obat dan Vaksin dari Kab/Kota/Provinsi, yang dikirimkan ke Pusat setiap triwulan 2) Hasil monitoring/bimbingan teknis e. Langkah kegiatan 1) Pengumpulan data kebutuhan, stok terakhir, dan pemakaian rata-rata obat perbulan di provinsi/kabupaten/kota; 2) Penyusunana rencana kebutuhan obat nasional dengan melibatkan penanggung jawab Program Pusat, Seksi Farmasi/Seksi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian, dan penanggung jawab program di dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota; 3) Pengadaan obat dan vaksin sesuai dengan perencanaan kebutuhan masing-masing provinsi/kabupaten/kota dan mempertimbangkan sisa stok obat dan vaksin yang masih dapat dipakai; 4) Evaluasi persentase ketersediaan obat dan vaksin. Dalam mencapai indikator tersebut di atas, didukung oleh beberapa kegiatan dengan menghasilkan luaran sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan 2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). 3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. 4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian. 5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. 6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. 7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 6. KEBIJAKAN DAN STRATEGI Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode , perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Dalam rangka mencapai sasaran hasil program, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengikuti strategi Meningkatkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

19 ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, yaitu dengan menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dilakukan melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), utamanya pada Obat Esensial Generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat. Fokus: a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat. b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik. c. Meningkatkan penggunaan obat rasional. d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat, obat tradisional, kosmetika, makanan, alat kesehatan dan PKRT yang beredar. e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas. f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian. g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu. h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia. i. Meningkatkan penelitian di bidang obat, kemandirian di bidang produksi bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan. B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian kinerja diformulasikan dalam penetapan kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian tujuan dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

20 sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja aparatur dan sebagai dasar pemberian pengharaan (reward) dan sanksi. Gambar 1. Penandatangangan Penetapan Kinerja Eselon II dengan Eselon I di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menyusun penetapan kinerja tahun 2012 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah indikator kinerja utama yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1099/Menkes/SK/VI/2011 tentang Indikator Kinerja Utama Tingkat Kementerian Kesehatan Tahun diintegrasikan dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun Target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun Target perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 2 Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat Persentase ketersediaan obat dan vaksin 90% Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

21 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUKURAN KINERJA Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut: 1. Perencanaan dan penetapan tujuan 2. Pengembangan ukuran yang relevan 3. Pelaporan formal atas hasil 4. Penggunaan informasi Tahun 2012 merupakan tahun ketiga pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Pengukuran kinerja yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 dalam rangka pencapaian target dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

22 Tabel 3 Target dan Realisasi Indikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET (%) REALISASI (%) CAPAIAN (%) Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat Persentase ketersediaan obat dan vaksin B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA Sasaran program merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, yang diukur dengan indikator yang telah ditetapkan. Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatknya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2012 adalah Persentase Ketersediaan obat dan vaksin sebesar 90%, dengan analisis capaian kinerja sebagai berikut: Kondisi yang dicapai: Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 pencapaian indikator kinerja persentase ketersediaan obat dan vaksin terealisasi sebesar 92,85% dari target yang ditetapkan sebesar 90%. Dengan demikian, ketersediaan obat dan vaksin telah tercapai sebesar 103,17%. INDIKATOR KINERJA TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN Persentase obat dan vaksin ketersediaan 90% 92.85% % Obat dan vaksin yang dipantau adalah obat dan vaksin yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan dasar. Jumlah item obat dan vaksin yang dipantau adalah 144 item, terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin untuk imunisasi dasar. Data ketersediaan obat dan vaksin di Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

23 MALUKU GORONTALO KEPULAUAN RIAU NAD RIAU LAMPUNG JAWA TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI UTARA JAMBI PAPUA SULAWESI TENGAH BANGKA BELITUNG NUSA TENGGARA TIMUR NUSA TENGGARA BARAT SULAWESI BARAT SUMATERA SELATAN BENGKULU KALIMANTAN SELATAN JAWA BARAT KALIMANTAN TIMUR SUMATERA BARAT MALUKU UTARA JOGYAKARTA JAWA TIMUR KALIMANTAN BARAT SUMATERA UTARA DKI JAKARTA BANTEN KALIMANTAN TENGAH BALI SULAWESI TENGGARA PAPUA BARAT Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Data yang dilaporkan adalah data per tanggal 30 November 2012, diantara 33 Provinsi yang melapor sebanyak 26 Provinsi sedangkan 7 Provinsi tidak melaporkan data ketersediaan obat dan vaksin pada periode pelaporan akhir tahun Gambaran ketersediaan obat dan vaksin masing masing provinsi dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012 PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN PERSENTASE KETERSEDIAAN Dari grafik diatas, dapat dilihat persentase ketersediaan obat di tiap provinsi bervariasi antara 65,50% s.d. 129,45%. Dari 26 Provinsi yang melaporkan ketersediaan obat dan vaksin paling rendah adalah Maluku (65,50%) dan paling tinggi adalah Kalimantan Barat (129,45%). Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi Maluku 65,50% menunjukkan obat dan vaksin tersedia untuk 11,79 bulan. Jika terjadi kekosongan karena keterlambatan pengadaan tahun berikutnya, kebutuhan obat dan vaksin dipenuhi dari buffer stock provinsi dan nasional. Jika dibandingkan dari target awal renstra, realisasi indikator kinerja selalu memenuhi target, sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

24 Grafik 2 Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun dan Target Renstra KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN 100% 80% 80% 82% 85% 87% 90% 92.85% 100% 60% 40% Target Realisasi 20% 0% Dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menyusun paket pengadaan obat dan vaksin termasuk perbekalan kesehatan. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan/penyediaan vaksin haji/umroh (vaksin meningitis dan influenza), obat buffer stok bencana/klb, filariasis, obat AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS), obat malaria, obat/vaksin flu burung, reagen skrining darah, obat TB/Paru, obat dan perbekalan kesehatan haji, obat dan perbekalan kesehatan emergensi, obat program kesehatan ibu dan anak, obat gizi, vaksin reguler, obat Operasi Surya Baskara Jaya / Sail Morotai 2012, dan obat Poliklinik Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertanggung jawab pada pelaksanaan pengadaan obat dan vaksin tersebut sampai dengan pendistribusiannya ke Dinas Kesehatan Provinsi. Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu : - Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah - Tersedianya Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan - Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat. - Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic - Bimbingan teknis pengelolaan obat Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

25 Permasalahan: Meskipun secara nasional capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin adalah sebesar 103,17%, masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain: a. Belum optimalnya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mengalokasikan anggaran bagi: - penyediaan obat dan vaksin - dukungan sarana prasarana pengelolaan obat dan vaksin - biaya distribusi obat dan vaksin untuk mendorong ketersediaan obat dan vaksin di Kabupaten/Kota. - biaya operasional instalasi farmasi sehingga biaya untuk pengadaan obat dan vaksin masih mengandalkan dari DAK bidang kefarmasian. b. Kurangnya Komitmen beberapa daerah untuk menyampaikan laporan ketersediaan obat dan vaksin ke pusat c. Mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Usul Pemecahan Masalah: a. Meningkatkan komitmen Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam hal penyediaan anggaran bidang kesehatan termasuk obat, vaksin, perbekalan kesehatan dan sarana prasarana pengelolaan obat agar ditetapkan dalam bentuk nilai persentase dari APBN, APBD dan DAK Bidang Kefarmasian yang besarannya dapat menjamin ketersediaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan. b. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan DAK Bidang Kefarmasian untuk Kabupaten/Kota. c. Mengembangkan strategi implementasi dalam rangka meningkatkan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota yaitu one gate policy, perencanaan obat terpadu dan electronic logistic system (e-logistic). d. Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kepada Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan SDM sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi Upaya pemecahan masalah ini dilakukan secara bersama dan berkesinambungan. Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator pencapaian sebagai berikut: 1. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan 2. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar 3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

26 4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik 5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi 6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 8. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 9. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri 10. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi 11. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan 12. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan program kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi 13. Jumlah rancangan regulasi yang disusun Pencapaian kinerja masing-masing Indikator diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kondisi yang dicapai: Target indikator Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan 70% terrealisasi sebesar 82.80% dengan capaian indikator sebesar %. Tabel 4 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase penggunaan obat TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 70% 82,80% 118,29% generik di fasilitas pelayanan kesehatan Penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan diambil dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Persentase penggunaan obat generik di Rumah Sakit masih rendah (70,61%), sedangkan penggunaan di Puskesmas sudah mencapai 95%. Dari grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa capaian indikator dari target awal renstra, realisasi penggunaan obat obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan selalu memenuhi target, bahkan sejak tahun 2011 capaiannya telah memenuhi target akhir renstra sebesar 80%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

27 Grafik 3 Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun dan Target Renstra PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN 100% 80% 60% 40% 20% 0% 82% 82.80% 80% 64.45% 60% 65% 70% Target Realisasi Permasalahan: a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK /Menkes/I/159/2010 tentang Pengawasan dan Pembinaan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jenis obat generik yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah terutama Rumah Sakit. b. Data penggunaan obat generik di Rumah Sakit belum dapat diakses secara optimal karena belum terbentuknya sistem pelaporan secara berkala penggunaan obat generik dari RS Pemerintah ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota. c. Kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas dan instalasi farmasi kabupaten/kota menyebabkan kekosongan obat di puskesmas tidak terinformasi ke instalasi farmasi kabupaten/kota, sehingga puskesmas menyediakan obat generik bernama dagang menggunakan dana APBD (Jamkesda). Usul Pemecahan Masalah: a. Koordinasi dengan unit terkait yang bertanggung jawab dengan Rumah Sakit (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan). b. Membangun sistem peresepan elektronik yang dapat diakses oleh pemegang kebijakan. c. Menertibkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

28 2. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar Kondisi yang dicapai : Tabel dibawah ini menunjukkan realisasi Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 71,63% telah memenuhi target sebesar 70%, dengan capaian kinerja sebesar 102,33%. Tabel 5 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 70% 71.63% % Jumlah Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar diperoleh dengan melakukan penilaian terhadap Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu: Sumber daya manusia pengelola obat dengan bobot 20%, sarana dan prasarana bobot 40% serta biaya operasional bobot 20%. Instalasi Gambar2. Instalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara Farmasi Kabupaten/Kota dikatakan memenuhi standar jika memiliki penilaian diatas 60%. Data Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang mencakup ketiga aspek tersebut diperoleh dari kegiatan bimbingan teknis ke instalasi farmasi kabupaten/kota dan hasil laporan Dinas Kesehatan Provinsi. Dari 497 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang memenuhi standar berjumlah 356 atau sebesar 71,63%. Pada tahun 2010, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar baru mencapai 32,80% dari 60% jumlah yang ditargetkan. Pada Tahun 2011, realisasinya meningkat siginifikan dan mencapai target yang telah ditetapkan dan tercapai juga di Tahun Gambaran capaian instalasi farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar dari Tahun 2010 sampai 2012 dibandingkan dengan akhir renstra dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

29 Grafik 4 Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA SESUAI STANDAR 80% 60% 60% 65% 71% 70% 71.63% 80% 40% 32.80% Target Realisasi 20% 0% Permasalahan: a. Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang memadai karena masalah keterbatasan anggaran. b. Penempatan penanggung jawab pengelola obat di beberapa daerah tidak sesuai dengan kompetensi. c. Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas. d. Rendahnya komitmen pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah, serta kurangnya alokasi dana untuk biaya operasional Instalasi Farmasi Kab/Kota. Usul Pemecahan Masalah: a. Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan. b. Perlu diupayakan alokasi anggaran untuk pemenuhan sarana prasarana Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota baik dari APBN maupun dari sponsor (dana hibah) c. Melakukan peningkatan kemampuan SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota d. Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada terkait pengelolaan obat. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

30 3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Kondisi yang dicapai: Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling alat kesehatan dan PKRT dimaksud diatas dilakukan di 32 Provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 1099 sampel. Seluruh sampel ini dilakukan pengujian di beberapa laboratorium yang terakreditasi. Jumlah sampel yang telah diperoleh hasil uji adalah 876 sampel, terdiri dari 752 sampel yang memenuhi syarat dan 124 sampel tidak memenuhi syarat. Sedangkan 223 sampel belum memperoleh hasil uji. Pengambilan sampel produk alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang telah diuji dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat pengujian dibandingkan dengan jumlah sampel alat kesehatan dan PKRT yang sudah diperoleh hasil ujinya. Tabel 6 Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 85% 85,84% 100,98% Dari tabel diatas terlihat persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat dapat terealisasi dengan baik yaitu 85,84% dengan capaian 100,99% dari target yang ditetapkan sebesar 85%. Perbandingan target dan realisasi indikator tersebut tahun serta target renstra digambarkan pada grafik dibawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

31 Grafik 5 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun dan Target Renstra PRODUK ALKES DAN PKRT YANG BEREDAR MEMENUHI PERSYARATAN KEMANAN, MUTU DAN MANFAAT 100% 84.93% 95% 80% 85% 85.84% 70% 70% 50% Target Realisasi 0% Gambar 3. Launching e-regalkes (system registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan SSO (Single Sign On) Permasalahan: Walaupun secara nasional target indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar telah tercapai 100,99%, masih terdapat kendala dalam indikator tersebut, yaitu: a. Keterbatasan laboratorium penguji alat kesehatan dan PKRT yang terakreditasi. b. Lamanya hasil uji yang dikeluarkan oleh laboratorium, sehingga tidak dapat segera ditindaklanjuti. c. Belum optimalnya penggunaan sumber daya untuk post market surveilance terhadap produk alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. d. Belum ada pembagian peran yang jelas dalam melakukan sampling alat kesehatan dan PKRT antara pusat dan daerah. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

32 Usul Pemecahan Masalah Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut: a. Pemetaan kemampuan laboratorium pengujian alat kesehatan. b. Perluasan kerjasama laboratorium uji yang terakreditasi. c. Mendidik tenaga PPNS, melakukan pelatihan dalam pelaksanaan post market dan menyediakan sistem e-monitoring post market surveilance dalam rangka pengawasan alat kesehatan dan PKRT. d. Perlu adanya pembagian prioritas sampling antara pusat dan daerah, pusat melakukan sampling investigasi sedangkan daerah melakukan sampling regular. 4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik Kondisi yang dicapai: Monitoring dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah dilaksanakan di 34 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT, diperoleh hasil 22 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang melaksanakan CPAKB dibandingkan dengan jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang di monitor. Dari hasil monitoring dan evaluasi diperoleh data 64,71% sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat CPAKB, dengan demikian target yang ditetapkan untuk tahun 2012 sebesar 50% telah tercapai sebesar 129,42%. Tabel 7 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 50% 64,71% 129,42% Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

33 Grafik 6 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun dan Target Renstra SARANA PRODUKSI ALKES DAN PKRT YANG MEMENUHI CARA PRODUKSI YANG BAIK 80% 60% 60% 60% 65.91% 64.71% 45% 50% 60% 40% 20% Target Realisasi 0% Permasalahan: Permasalahan dalam pencapaian indikator sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik: a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT. b. Keterbatasan kemampuan SDM dalam pelaksanaan audit sarana produksi alat kesehatan dan PKRT. c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap propinsi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat: a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT. b. Meningkatkan kemampuan SDM Pusat dan Daerah dalam CPAKB dan CPPKRTB. c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

34 5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2012, indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi ditargetkan 60% dan terealisasi 64,44%. Dengan demikian pencapaian kinerjanya sebesar 107,40%. Tabel 8 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 60% 64,44% 107,40% Indikator tersebut dicapai melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi di 45 sarana distribusi alat kesehatan, terdapat 29 sarana distribusi yang memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Definisi Operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang melaksanakan CDAKB dibandingkan dengan jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor. Jika dibandingkan dari tahun 2010, realisasi indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi mengalami peningkatan rata-rata 5,25%. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

35 Grafik 7 Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun dan Target Renstra SARANA DISTRIBUSI ALKES YANG MEMENUHI PERSYARATAN DISTRIBUSI 80% 60% 40% 20% 0% 70% 58.95% 64.44% 60% 55% 50% 50% Target Realisasi Permasalahan : Kendala yang dialami dalam pencapaian indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi: a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada Penyalur Alat Kesehatan (PAK). b. Tidak seimbangnya jumlah SDM yang tersedia baik dalam kuantitas maupun kualitas dengan jumlah PAK untuk melakukan monitoring sarana distribusi alat kesehatan (beban kerja terlalu berat). c. Penggabungan kegiatan monitoring sarana distribusi dengan sarana produksi menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap provinsi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi syarat: a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada PAK. b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM baik dipenuhi sendiri atau melalui kerjasama dengan pihak ketiga c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

36 6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah IFRS Pemerintah yang telah melaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling. Kondisi yang dicapai: Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar untuk triwulan I sebanyak 168 RS dengan indikator capaian 21,5%, triwulan II sebanyak 191 RS dengan capaian indikator 24,46%, triwulan III sebanyak 206 RS dengan capaian indikator 26,4% dan triwulan IV sebanyak 276 RS dengan capaian indikator 35,33%. [Perhitungan berdasarkan jumlah RS milik Pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 781 RS (SIRS tahun 2011)]. Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa persentase instalasi farmasi rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dapat terealisasi dengan baik yaitu 35,33% atau mencapai 100,9% dari target yang ditetapkan sebesar 35%. Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN Persentase Instalasi Farmasi 35% 35.33% 100.9% Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Gambar 4. Peningkatan Kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit Peningkatan capaian target tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pemerintah sejak tahun 2010 secara bertahap mengalami peningkatan, karena tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi yang mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigm lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

37 Grafik 8 Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR 50% 45% 40% 30% 25% 25.30% 30% 30.33% 35% 35.33% Target 20% Realisasi 10% 0% Permasalahan: Pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di Rumah sakit pada prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a. Kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah apoteker di beberapa rumah sakit tidak sesuai dengan rasio jumlah apoteker terhadap tempat tidur (1:30). Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pelayanan farmasi klinik, karena apoteker lebih fokus terhadap pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit, sehingga perlu dipikirkan untuk menempatkan tenaga apoteker sesuai dengan kebutuhan. b. Kualitas beberapa SDM belum melaksanakan tugas sesuai kompetensinya Apoteker di rumah sakit belum dapat melaksanakan pelayanan farmasi klinik, karena masih banyak belum diberi kesempatan untuk melaksanakan kompetensinya. Ketidaktahuan tenaga kesehatan lain dapat menghambat tugas apoteker dalam melaksanakan pengetahuannya. c. Dukungan manajemen rumah sakit Dukungan manajemen rumah sakit dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit sangat diperlukan agar tenaga kesehatan dirumah sakit dapat bekerja secara profesional. Dukungan dalam pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan konseling, visite dan PIO yang merupakan amanat dari Keputusan Menteri Kesehatan untuk dapat dilaksanakan di seluruh rumah sakit. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

38 Usul Pemecahan Masalah: Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah: a. Penambahan Apoteker di rumah sakit sesuai dengan rasio jumlah tempat tidur dan rawat jalan. b. Pemberian motivasi dan Role Model pelayanan kefarmasian di rumah sakit Apoteker yang belum melaksanakan pelayanan kefarmasian dapat dimotivasi dengan memberikan support bahwa peran Apoteker sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Selain itu, bagi Apoteker yang berhasil memberikan pelayanan kefarmasian sesuai standar dijadikan sebagai role model bagi apoteker lain agar dapat termotivasi. c. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit Dengan advokasi kepada manajemen rumah sakit diharapkan pihak manajemen dapat mendukung pelaksanaan kefarmasian di rumah sakit sesuai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit berupa tugas dan peran apoteker sesuai standar. Bagi rumah sakit yang berhasil, pengalaman Direktur rumah sakit yang IFRSnya telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standard dan kebijakan pelayanan kefarmasian terkait pelayanan farmasi klinik dapat dijadikan role model untuk rumah sakit lain. 7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Kondisi yang dicapai: Berdasarkan Profil Data Kesehatan Tahun 2011, Indonesia memiliki Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non Perawatan. Tahun 2012, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebanyak 755 Puskesmas (25,01%). Gambar 5. Ruang Farmasi Puskesmas Kabupaten Toraja Utara Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

39 Tabel 10 Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 25% 25,01% 100,4% Dari data tersebut dapat terlihat target tahun 2012 telah tercapai, namun jika dilihat dari jumlah Puskesmas yang ada di Indonesia, pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan belum optimal dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Namun pada kenyataannya jumlah tenaga kefarmasian di Puskesmas masih sangat terbatas. Pada Laporan Sebaran Jumlah Tenaga Kefarmasian di Puskesmas per Provinsi (Badan PPSDM, 31 Desember 2011), jumlah Apoteker di Puskesmas sebanyak 1561 orang (rata-rata rasio 18,86%) dan jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian sebanyak 8326 orang (rata-rata rasio 91%). Data Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian ini mencakup PNS dan Tenaga Honorer. Perbandingan realisasi target indikator tahun 2010 sampai dengan target renstra tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 9 Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun dan Target Renstra 40% PUSKESMAS PERAWATAN YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR 40% 30% 25% 25.01% 20% 10% 10% 9.40% 15% 15.15% Target Realisasi 0% Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

40 Permasalahan Beberapa permasalahan yang dialami dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan adalah sebagai berikut: a. Jumlah tenaga kefarmasian (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian) yang terbatas kurang mencukupi Puskesmas Perawatan yang jumlahnya cukup banyak. b. Puskesmas yang telah memiliki apoteker baru sebatas melakukan pengelolaan obat, belum melakukan pelayanan kefarmasian. c. Kesulitan dalam mendapatkan data dari Provinsi karena belum terlaksananya system pelaporan yang rutin, sehingga sulit memperoleh data based yang akurat. Usul Pemecahan Masalah Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan: a. Advokasi kepada pemangku kepentingan (Ditjen Dikti Depdiknas, Perguruan Tinggi, APTFI, Organisasi Profesi dan Pemda) terkait kebutuhan Apoteker secara kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. b. Meningkatkan peran tenaga kefarmasian di Puskesmas melalui pelatihan mengenai cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik. c. Melakukan koordinasi secara berjenjang antara Pemerintah Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam hal pelaporan pelaksanaan pelayanan kefarmasian. 7. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Penggunaan obat dikatakan rasional (WHO 1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kritera Tepat (Diagnosis, Indikasi, Jenis Obat, Dosis-Cara-Lama Pemberian, Informasi dan Penilaian Kondisi Pasien). Kondisi yang dicapai: Persentase Penggunaan Obat Rasional (POR) di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah tahun 2012 memiliki target sebesar 50% dengan realisasi pencapaian POR di puskesmas sebesar 62,63% (capaian 125,26%). Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

41 Tabel 11 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 50% 62,63% 125,26% Penetapan persentase POR di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah dilakukan melalui pemantauan indicator peresepan untuk Penggunaan injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare non spesifik dan jumlah re rata resep. Jika dibandingkan dari target awal rensta, realisasi Penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah telah tercapai, bahkan sejak tahun 2011 realisasinya telah melebihi target akhir renstra. Kondisi tersebut tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 10 Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun dan Target Renstra PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN DASAR PEMERINTAH 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 66.12% 62.63% 60% 50% 42.00% 40% 30% Target Realisasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

42 Permasalahan: Permasalahan dalam pelaksanaan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah adalah sebagai berikut: a. Belum optimalnya pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi sehingga identifikasi dan evaluasi permasalahan dalam pelaksanaan penggerakan POR belum merata. b. Belum semua Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota memiliki Tim Penggerak POR untuk memantau penggunaan obat rasional di wilayah masing-masing c. Belum sepenuhnya pelayanan kefarmasian terlaksana dan juga tenaga kesehatan lain belum sepenuhnya mendapat informasi tentang penggunaan obat rasional. d. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat secara swa medikasi (pengobatan sendiri). Usul Pemecahan Masalah: Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah: a. Dilaksanakan pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi melalui dana dekonsentrasi sehingga penggerakan POR dapat dilakukan secara optimal. b. Meningkatkan advokasi pada Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota agar membentuk Tim Penggerak POR Provinsi / Kabupaten / Kota. c. Penempatan tenaga kefarmasian yang sesuai dengan kompetensinya dan perlunya pelatihan secara kontinu pada tenaga kesehatan lain (dokter, perawat, apoteker, bidan) tentang penggunaan obat rasional. d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dalam peningkatan POR untuk swamedikasi di masyarakat serta meningkatkan advokasi dan jejaring kerja sama dengan organisasi masyarakat. Gambar 6. Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Kepulauan Riau Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

43 8. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri Kondisi yang dicapai: Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri berjumlah 15 jenis dari target yang telah ditetapkan sebesar 25, dengan demikian capaian kinerja indikator tersebut mencapai 60%. Tabel 12 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN % Pencapaian 15 bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri telah disesuaikan dengan definisi operasional (DO) bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri yaitu bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan, yang merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi. Dari grafik dibawah ini, terlihat bahwa indikator jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri dari awal tahun renstra belum memenuhi target (kumulatif) yang ditetapkan. Dengan demikian hingga tahun 2014, terdapat 30 bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri. Target ini diupayakan dapat dicapai hingga akhir renstra (Tahun 2014). Grafik 11 Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di Dalam Negeri Tahun dan Target Renstra BAHAN BAKU OBAT DAN OBAT TRADISIONAL PRODUKSI DI DALAM NEGERI Target Realisasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

44 Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satuan kerja lintas sektor terkait seperti Industri Farmasi BUMN dan swasta, BPPT, LIPI, lembaga-lembaga penelitian serta universitas dalam memenuhi kebutuhan pengembangan produksi obat dan obat tradisional serta melengkapi sarana dan prasarana kebutuhan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri, melakukan perencanaan berbasis bukti. Gambar 7. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia Permasalahan: Dalam mencapai kinerja indikator jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri masih menghadapi berbagai permasalahan sebagai berikut: a. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri b. Belum optimalnya koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri c. Belum optimalnya sinergitas Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri. Usul Pemecahan Masalah: Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, maka perlu disusun strategi untuk mengatasi permasalahan yang timbul diantaranya : Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

45 a. Mengoptimalkan koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri b. Mengoptimalkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri c. Mengoptimalkan aliansi strategis antara Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri. 9. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi Kondisi yang dicapai Tahun 2012, indikator jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi terealisasi sebesar 6 standar dari 6 standar yang ditargetkan. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya sebesar 100%. Capaian indikator kinerja diperoleh kumulatif sejak tahun 2011 sejumlah 4 standar dan pada tahun 2012 sejumlah 2 standar. Tabel 13 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN % Grafik 12 Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun dan Target Renstra STANDAR PRODUK KEFARMASIAN YANG DISUSUN DALAM RANGKA PEMBINAAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Target Realisasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

46 Permasalahan a. Perbedaan kandungan setiap zat aktif dalam tanaman obat yang sama dari tiap daerah asal menyebabkan kesulitan dalam menetapkan kadar standar. b. Penetapan monografi sebagai komponen standar terkait dengan pihak lain. Usul Pemecahan Masalah a. Koordinasi dengan semua pihak terkait dalam penyediaan tanaman obat dengan kandungan zat aktif yang memenuhi standar. b. Meningkatkan koordinasi dalam menetapkan monografi. 10. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan Kondisi yang dicapai: Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan menunjukkan kinerja kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dokumen anggaran merupakan salah satu fasilitasi yang diberikan kepada satker di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam menunjukkan kinerjanya, Gambar 8. Penyusunan RKAKL Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013 sekaligus menjaga satker tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang perencanaan dan keuangan Negara. Kinerja pada indikator ini dilihat dengan tingkat penyelesaian dokumen anggaran bagi tahun berjalan (2012), dibandingkan dengan jumlah dokumen penganggaran dan diukur dalam satuan persentase. Tabel 14 Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase dokumen anggaran TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 90% 92,68% 102,9% yang diselesaikan Pada tahun 2012, kinerja dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada indikator ini telah dapat melampaui target ditetapkan. Capaian kinerja indikator Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

47 persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sebesar 102,9% (target 90%, realisasi 92,68%). Dengan demikian, hingga tahun ketiga pemberlakuan Renstra Kementerian Kesehatan Periode , target untuk indikator ini senantiasa tercapai, sebagaimana dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 13 Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun dan Target Renstra DOKUMEN ANGGARAN YANG DISELESAIKAN 100% 80% 80% 80% 85% 85% 90% 92.68% 100% 60% 40% Target Realisasi 20% 0% Permasalahan : Pencapaian target kinerja pada indikator persentase dokumen anggaran yang diselesaikan tidak terlepas dari masalah yang dijumpai pada tahun 2012, yaitu tinggiya frekuensi usulan anggaran, terutama pada revisi yang membutuhkan persetujuan Direktur Jenderal. Selain itu, masih adanya kelengkapan dokumen anggaran yang belum dipenuhi sehingga menghambat realisasi penyelesaian dokumen anggaran. Perlu perbaikan agar masalah serupa tidak dijumpai pada tahun mendatang. Usul Pemecahan Masalah: Untuk mengatasi masalah yang dijumpai, maka dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas SDM perencana di tiap satker Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Sosialisasi pedoman pedoman di bidang perencanaan, penganggaran, dan keuangan negara. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

48 11. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi Kondisi yang dicapai: Indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi merupakan salah satu penerapan pembagian kewenangan di bidang kesehatan (terutama kefarmasian) dan fasilitasi terhadap pembagian tersebut. Melalui dekonsentrasi, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan diharapkan dapat terlaksana dengan baik hingga ke tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah. Oleh karenanya, dukungan terhadap hal ini diberikan dalam bentuk penganggaran dan asistensi pelaporan bagi satker penerima dana dekonsentrasi. Pada tahun 2012, capaian indikator ini telah mencapai 111,8% (target 80%, realisasi 89,44%). Tabel 15 Capaian Indikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN 80% 89,44% 118,8% Capaian ini diukur dengan membandingkan alokasi dana dekonsentrasi yang dilaksana pertanggungjawabkan terhadap total alokasi dana dekonsentrasi tahun Berdasarkan nilai capaian, maka target indikator ini senantiasa tercapai hingga tahun ketiga pemberlakuan Renstra Kementerian Kesehatan periode , terlihat pada tabel dibawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

49 Grafik 14 Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun dan Target Renstra DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI DAERAH DALAM RANGKA DEKONSENTRASI 100% 80% 60% 40% 20% 67.29% 60% 90.92% 90.78% 80% 70% 100% Target Realisasi 0% Permasalahan: Capaian indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi tidak terlepas dari masalah yang dihadapi sebagai berikut : a. Belum optimalnya kinerja satker penerima dana dekonsentrasi dalam pelaporan program pertanggungjawaban keuangan sesuai ketentuan. b. Kendala geografis dalam realisasi dana distribusi obat dan vaksin, dimana kesulitan mencapai provinsi cukup besar sehingga kab/kota tidak memanfaatkan dana tersebut secara optimal. Usul Pemecahan Masalah: Terhadap masalah masalah yang dijumpai, dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut: a. Advokasi dan peningkatan pengetahuan tentang pelaporan program dan pertanggungjawaban keuangan bagi SDM satker penerima dana dekon. b. Penerapan mekanisme reward and punishment bagi kewajiban pelaporan pertanggungjawaban. c. Fasilitasi dan distribusi dalam bentuk DAK yang langsung kepada kab/kota. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

50 12. Jumlah rancangan regulasi yang disusun Kondisi yang dicapai: Gambar 9. Pembahasan DIM RUU Sediaan Farmasi Dalam penyusunan peraturan perundangundangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan tahun 2012, ditargetkan sebanyak 13 rancangan regulasi tersusun dengan realisasi 15 rancangan regulasi (Capaian kinerja 115,18%). Rancangan regulasi tersebut terdiri atas rancangan Undang- Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan. Tabel 16 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Jumlah rancangan regulasi yang disusun TARGET 2012 REALISASI 2012 CAPAIAN ,38% Dalam rangka mendukung pelaksanaan program kefarmasian dan alat kesehatan, telah disusun 15 rancangan regulasi bidang kefarmasian dan alat kesehatan, terdiri dari: 1. Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Pangan Olahan 2. Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika 3. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penunjukan PT. Kimia Farma sebagai Pelaksana Paten oleh Pemerintah 4. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Praktik Apoteker (Apotek) 5. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 6. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 7. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas 8. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik 9. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

51 10. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Ekspor Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 11. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Iklan Alat Kesehatan 12. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rencana Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 13. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Instalasi Farmasi 14. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemasukan Obat, Obat Tradisional dan makanan serta Alat Kesehatan melalui skema Khusus (Special Acces Scheme) 15. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Jumlah rancangan regulasi yang disusun merupakan indikator yang baru di tetapkan pada awal tahun Jika dibandingkan dengan target awal renstra, realisasinya selalu tercapai, sebagaimana tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 15 Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun dan Target Renstra RANCANGAN REGULASI YANG DISUSUN Target 5 Realisasi Permasalahan: a. Belum adanya Mekanisme Tatalaksana dalam Penyusunan Peraturan Perundangundangan di Lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai acuan dalam menyusun peraturan bidang kefarmasian dan alat kesehatan b. Adanya isu nasional yang menjadi prioritas untuk segera ditetapkan regulasinya, sehingga kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya menjadi tertunda. Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 013 i DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 31 Januari 2013 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TAHUN 2014 DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2017

KATA PENGANTAR. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 5 Februari 2016 Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dra. Maura Linda S, Ph.D NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 5 Februari 2016 Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dra. Maura Linda S, Ph.D NIP KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas izin dan karunia-nya dapat diselesaikan. Laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan disusun sebagai wujud

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS

LAPORAN AKUNTABILITAS Pusat Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan L LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 30 Januari 2015 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS,

KATA PENGANTAR. Jakarta, 30 Januari 2015 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS, KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2014 disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas kinerja berdasarkan perencanaan

Lebih terperinci

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Memasuki awal tahun 2016 sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Inspektorat IV melakukan kegiatan yang

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016

Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 Rencana Kerja Tahunan Tahun 2016 DIREKTORAT PELAYANAN KEFARMASIAN Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KINERJA PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF TENAGA LAPANGAN DIKMAS (TLD)/ FASILITATOR DESA INTENSIF (FDI) Lampiran 3

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF TENAGA LAPANGAN DIKMAS (TLD)/ FASILITATOR DESA INTENSIF (FDI) Lampiran 3 Lampiran 3 DAFTAR NAMA TLD/FDI PENERIMA DANA INSENTIF TAHUN 2012 PROVINSI :... NO NAMA ALAMAT *) KAB/KOTA NAMA BANK CABANG/UNIT NO. REKENING MASA KERJA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) *) sesuai dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1008, 2016 KEMENRISTEK-DIKTI. Laporan Kinerja. PTN. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014 KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akuntabilitasi Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Tahun 2014 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, maka diperlukan suatu pedoman dan arahan yang jelas sebagai acuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pedoman dan arahan dituangkan dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas Nasional (PN)

Lebih terperinci

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Outline Paparan 1. Kinerja Pelaksanaan Rencana Kerja Kemenkes 2014-2015 - Capaian Indikator

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Contents LANDASAN PENGATURAN ASPEK PENGATURAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan awal dari implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012 KATA PENGANTAR MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Puji syukur ke hadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.834 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Rencana Aksi Kegiatan

Rencana Aksi Kegiatan Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA PADA PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan PPSDM Kesehatan tahun 2014 Page 1

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan PPSDM Kesehatan tahun 2014 Page 1 Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan PPSDM Kesehatan tahun 2014 Page 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya manusia

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG PENETAPAN NAMA NAMA PENERIMA DANA PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2012 Menimbang :, a. bahwa jumlah lanjut usia yang membutuhkan perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah

kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat. Berbagai hambatan dan kendala yang diidentifikasi, telah Pengantar D alam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak merupakan salah satu sasaran pokok pembangunan nasional. Untuk

Lebih terperinci

B A B P E N D A H U L U A N

B A B P E N D A H U L U A N 1 B A B P E N D A H U L U A N I A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintah yang berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab telah diterbitkan Instruksi Presiden No.

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan IKHTISAR EKSEKUTIF Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kinerja Ditjen dan Penguasaan Tanah Tahun merupakan media untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja Direktorat Jenderal selama tahun, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Oleh Adila Prabasiwi, S.K.M, M.K.M Pengertian SKN Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

REVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017

REVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017 REVIEW ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DALAM APBN TAHUN 2017 Dalam APBN TA 2017, anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp58,27 triliun atau menurun sebesar 8,07 persen dibandingkan dengan alokasi anggaran

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Ke

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Ke No. 426, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Akuntabilitas Kinerja. Sistem. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS

Lebih terperinci

[RENCANA AKSI DIREKTORAT RUMAH SWADAYA]

[RENCANA AKSI DIREKTORAT RUMAH SWADAYA] TAHUN 2016 0 KATA PENGANTAR Rencana Aksi merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh masing-masing unit organisasi dan unit kerja sebelum melaksanakan tugas dan kegiatannya. Direktorat Rumah, sebagai

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SALATIGA TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SALATIGA TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SALATIGA TAHUN 2016 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SALATIGA 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF BAGI PENILIK

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF BAGI PENILIK ( PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN INSENTIF BAGI PENILIK KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

B.IV TEKNIK EVALUASI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

B.IV TEKNIK EVALUASI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA B.IV TEKNIK EVALUASI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA DEPARTEMEN AGAMA RI SEKRETARIAT JENDERAL BIRO ORGANISASI DAN TATALAKSANA TAHUN 2006 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat

Lebih terperinci

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014 PROGRAM DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 2014 Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Makassar, 24 April 2014 O U T L I N E Dasar Hukum Struktur Organisasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahnya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/54/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/54/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/54/2014 TENTANG TIM REKRUTMEN PETUGAS KESEHATAN HAJI INDONESIA TAHUN 1436 H/2015 M DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan kembali Organisasi dan Tata

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan kembali Organisasi dan Tata No.890, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. UPT. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2361/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA INSTANSI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.3-/216 DS71-99-46-4 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ten

2015, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ten BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.890, 2015 KEMENDIKBUD. Lembaga Jaminan Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah KATA PENGANTAR Dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) merupakan suatu hal yang penting bagi terselenggaranya tatakelola kinerja yang baik, oleh karenanya, RKT menjadi suatu hal yang cukup kritikal yang harus

Lebih terperinci

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 Tantangan Pembangunan Kesehatan Derajat kesehatan rakyat yg setinggitingginya

Lebih terperinci

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI. SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MMMMMERNJHEDSOAHDCsiDHNsaolkiDFSidfnbshdjcb XZCnxzcxzn PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo No.1452, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. SAKIP. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan sebagai pusat rujukan layanan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semarang, Maret 2015 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

Kata Pengantar. Semarang, Maret 2015 Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah P E M E R I N T A H P R O V I N S I J A W A T E N G A H LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2014 DINAS BINA MARGA PROVINSI JAWA TENGAH Semarang 2015 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DAK BIDANG PENDIDIKAN MENENGAH TAHUN ANGGARAN 2013 I. KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci