TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING"

Transkripsi

1 TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING Ugro Hari Murtiono dan Agus Wuryanta Peneliti Madya pada Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Surakarta uh_murtiono@yahoo.com ABSTRAK - Waduk alam Rawapening merupakan salah satu prioritas penanganan permasalahan lingkungan hidup terkait dengan tingginya lonjakan populasi enceng gondok (eichornia crassipes) yang telah mengganggu pasokan air untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Tuntang. Melonjaknya populasi enceng gondok diduga disebabkan oleh tingginya unsur hara (Eutrofikasi) di Rawapening, yang berasal dari hasil penggunaan pupuk kimia pada sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan sayuran. Eutrofikasi adalah proses pengayaan (enrichment) air dengan unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktifitas primer perairan terutama unsur hara Nitrogen (N) dan Phospor (P), hal ini merupakan masalah yang dihadapi di seluruh dunia yang terjadi di ekosistem air tawar maupun marin.tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber terjadinya eutrifikasi di Waduk Alam Rawapening di Kab, Semarang, Jawa Tengah. Metode yang digunakan adalah mengambil dan menganalisis sampel air permukaan yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi seperti lahan pertanian (sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan sayuran) di Daerah Tangkapan Air Rawapening. Disamping itu juga dilakukan analisis sampel air permukaan pada masing masing sungai utama yang bermuara di Waduk alam Rawapening. Penentuan titik sampel, dilakukan berdasarkan peta penggunaan lahan skala 1: yang telah diperbaharui dengan analisis citra SPOT tahun 2006 dengan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil kajian menunjukkan, unsur Nitrogen (N) yang masuk dalam Waduk Alam Rawapening sangat tinggi yaitu sebesar 2.181,71 ton/th (53,73% dari total semua unsur zat kimia). terendah di Sungai Kedung Ringin 19,479 ton/th. Kandungan unsur P sebesar 420,04 ton/th (10,34% dari total semua unsur zat kimia). Kandungan unsur N dan P tertinggi pada S.Panjang yaitu sebesar 769,025 ton/th dan 105,432 ton/th. Sedangkan Sungai Kedung Ringin menyumbang unsur N dan P terendah yaitu sebesar 19,479 ton/th dan 4,790 ton/th. Dapat disimpulkan bahwa penyumbang eutrofikasi tertinggi di Waduk alam Rawapening berasal dari lahan sayur (591,923 ton/th atau 62,06 %)di Sub DAS Panjang. Kata Kunci : Eutrifikasi, Lahan Pertanian, dan Waduk Alam Rawapening. PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk buatan dalam jangka panjang secara terus menerus dan tidak terkontrol akan berdampak tidak baik pada kesuburan tanah dan lingkungan di sekitar lahan pertanian. Dampak negatif dari penggunaan pupuk 170

2 buatan antaralain penurunan ph tanah, rusaknya struktur tanah, keseimbangan organisme di dalam tanah terganggu dan menurunnya kualitas air permukaan pada lahan pertanian dan sungai (Novisan., 2002). Waduk alam Rawapening di Kabupaten Semarang merupakan salah satu waduk prioritas penanganan terkait dengan permasalahan lingkungan hidup yaitu lonjakan pertumbuhan gulma air (enceng gondok/eichornia crassipes dan ganggang rante/hydrilla) dan tingginya sedimentasi dan. Melonjaknya populasi enceng gondok diduga disebabkan oleh tingginya unsur hara (Eutrofikasi) di Rawapening. Menurut Effendi., H. (2003), Eutrofikasi adalah proses pengayaan (enrichment) air dengan unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktifitas primer perairan terutama unsur hara Nitrogen (N) dan Phospor (P). Unsur hara tersebut berasal dari hasil penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian (sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan sayuran) yang terbawa aliran sungai dan bermuara di waduk alam Rawapening. Terdapat 9 (sembilan) sungai yang berada di Daerah Tangkapan Air (DTA) dan bermuara di waduk alam Rawapening yaitu Panjang, Galeh, Rengas, Torong, Kedung Ringin, Ringin, Parat, Sraten dan Legi. Selanjutnya nama sungai tersebut digunakan sebagai nama sub DAS di DTA Rawapening Selain itu, sedimentasi di waduk alam Rawapening Kabupaten Semarang terus mengalami peningkatan dari 133,75 m 3 pada tahun 1993 menjadi 149,22 m3 pada tahun Akibatnya daya tampung air Rawapening menurun sekitar 16 juta m3 selama kurun waktu 28 tahun (1976 s/d 2004) yaitu dari 65 juta m 3 menjadi 49 juta m3 (Kompas. 2009). Apabila tidak segera dilakukan upaya penyelamatan, eksistensi waduk alami tersebut terancam dan diperkirakan pada tahun 2021 Rawapening akan berubah menjadi daratan. Sedangkan melonjaknya pertumbuhan enceng gondok telah menutupi hampir 70 % (seluas ha) luas permukaan genangan air (Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah. 2012). Hal tersebut telah mengganggu pasokan air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tuntang. Oleh karena itu kajian mengenai kualitas air permukaan sebagai penyebab eutrofikasi penting dilakukan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai upaya penanganannya. Analisis kualitas air pada lahan pertanian (Sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan sayur) di masing masing sub DAS sebagai point source pollution dan di masing masing sungai sebagai non point source pollution, dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan unsur hara terutama unsur N dan P. Tujuan kajian adalah mengidentifikasi sumber terjadinya eutrofikasi di Waduk Alam Rawapening di Kab, Semarang, Jawa Tengah. METODE Rancangan Penelitian Survey dan pengambilan sampel air permukaan dilakukan pada penggunaan lahan pertanian (sawah irigasi, sawah tadah hujan dan lahan sayur) dan di sungai utama yang bermuara di Rawapening. Lahan sawah irigasi (dua kali panen padi) yang ada di DTA Rawapening, pemupukan dilakukan dua kali untuk satu kali masa tanam. Untuk sawah tadah hujan (satu kali panen padi), 171

3 pemupukan dilakukan dua kali untuk satu kali masa tanam. Sedangkan pada lahan sayur pemupukan dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Prosedur Kerja Melakukan identifikasi jenis-jenis penggunaan lahan dengan bantuan peta dan citra pengindraan jauh dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) Informasi penutupan/penggunaan lahan di DTA Rawa Pening diperoleh dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: tahun 2001 dalam format digital dan hasil analisis citra SPOT 4 perekaman 18 Agustus tahun 2006 dan cek lapangan tahun Pengambilan sampel air juga dilakukan pada DAS Tuntang Hulu (Panjang, Galeh, Rengas, Torong, Kedung Ringin, Ringin, Parat, Sraten dan Legi) terutama pada wilayah yang diduga sebagai penyumbang nutrient terbesar sehingga menyebabkan eutrofikasi di Waduk Alam Rawa Pening yaitu pada lahan pertanian sawah irigasi, sawah tadah hujan dan pertanian sayur. Penentuan titik pengambilan sampel tersebut, dilakukan berdasasarkan peta penggunaan lahan dan akan disesuaikan pada saat survey di lapangan. Lokasi pengambilan sampel air terbagi dalam 2 titik yaitu: point source pollution dan non point source pollution. Point source pollution merupakan titik pengambilan sampel yang berada pada masing-masing penggunaan lahan dominan (Sub sub DAS) sedangkan non point source pollution berada pada masing-masing outlet sub DAS yang masuk pada Waduk Alam Rawapening. Bahan dan peralatan Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini yaitu : ATK (kertas HVS, tonner printer, ordner, stopmap, flashdisk, stopmap); bahan perlengkapan lapangan (blocknote, pensil, ballpoint, jas hujan, sepatu lapangan; plot penjeratan sedimen erosi dengan metode stik pada tanaman mangrove; camera; meteran dan hagameter; abney level; dan peralatan survey tanah (bor, cangkul, skop, pisau, plastik, ring sampel). Lokasi Penelitian Lokasi kajian terletak di DTA Rawapening. DTA Rawapening merupakan bagian hulu DAS Tuntang. Secara administratif Sebagian besar DTA Rawapening terletak di Kabupaten Semarang, dan secara geografis terletak pada koordinat 110o17 BT s/d 110o30 BT dan 7o5 LS s/d 7o25 LS. Peta lokasi kajian disajikan pada Gambar

4 Gambar 1. Lokasi kajian Analisis Data Menghitung kandungan unsur hara berupa Nitrogen (N) dan Phosphor (P) yang dilakukan pada saat pemupukan pada penggunaan lahan yang diduga sebagai penyumbang tertinggi terjadinya eutrifikasi di Waduk Alam Rawa Pening yaitu pada penggunaan lahan: sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan lahan sayur pada masing masing sub DAS yang masuk di DTA Waduk Alam Rawa Pening (Panjang, Galeh, Rengas, Torong, Kedung Ringin, Ringin, Parat, Sraten dan Legi). HASIL dan PEMBAHASAN Penggunaan lahan yang diduga sebagai sumber terjadinya eutrifikasi di Waduk Alam Rowopening. Informasi penggunaan lahan DTA Rawapening dianalisis dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: yang telah di update dengan citra SPOT tahun Penggunaan lahan yang diduga sebagai sumber terjadinya Eutrifikasi yaitu penggunaan lahan yang banyak menggunakan pupuk, pada penggunaan lahan : Sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan lahan sayur. Pada sawah irigasi yang ada di DTA Tuntang terdiri dari sawah irigasi dengan pemupukan 2 kali dan 173

5 dalam 1 tahun 2 masa panen, pada sawah tadah hujan dengan pemupukan 2 kali dalam 1 tahun 1 masa panen, dan pada lahan sayur dengan pemupukan 1 kali dalam 1 tahun 3 masa panen. Distribusi spasial penggunaan lahan di DTA Rawapening disajikan pada gambar 2. Luas Penutup/Penggunaan Lahan pada sub-sub DAS di DTA Rawapening disajikan pada Tabel 1. Gambar 2. Peta penggunaan lahan DTA Rawapening 174

6 Tabel 1. Luas Penutup/Penggunaan Lahan pada sub-sub DAS di DTA Rawa Pening. No. Sub DAS Luas Penutup/penggunaan lahan (Ha) Galeh Kedung Ringin Legi Panjang Parat Rengas Ringin Sraten Torong Tubuh Air/Danau Total Prosentase Sawah Irigasi 503,05 74,62 256,23 231,58 474,04 488,84 662,94 265,17 509,97 Sawah Tadah Hujan 504,62 10,42 127,89 988,49 668,06 248,13 65,03 402,71 117,40 Lahan sayur 643,74 358,33 218,29 (ha) 1.007,67 85,04 384, , ,43 736,97 727,97 886,17 627, , , , ,56 44,33 % 40,06 % 15,61 % 100% Pemupukan yang dilakukan pada lahan sawah irigasi, sawah tadah, dan lahan sayur Pemupukan yang dilakukan pada lahan sawah irigasi dengan pupuk urea 400 kg/ha/th (0,4 ton/ha/th) dan ponska 400 kg/ha/tahun (0,4 ton/ha/th), dan sawah tadah hujan pupuk urea 200 kg/ha/th (0,2 ton/ha/th/) dan ponska 200 kg/ha/th (0,2 ton/ha/th/) sedangkan pada Lahan Sayur dengan menggunakan pupuk ZA = 750 kg/ha/th (0,75 ton/ha/th), kg/ha = (1,050 ton/ha/th), dan pupuk kandang = 7500 kg/ha/tahun (7,5 ton/ha/th). Pemupukan Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, dan Lahan Sayur di DTA Tuntang Hulu, disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pemupukan Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, dan Lahan Sayur di DTA Rawa Pening No Sub DAS Galeh Kedng Ringin Legi Panjang Parat Rengas Ringin Sraten Torong Sawah Irigasi () Sawah Tadah hujan () Lahan Sayur () Ponska Ponska Za 201,222 29, ,492 92, , , , , , ,222 29, ,492 92, , , , , , ,925 2,084 25, , ,613 49,625 13,007 80,542 23, ,925 2,084 25, , ,613 49,625 13,007 80,542 23, , , , , , ,688 Pupuk kandang 4.828, , ,16 626, , , ,378 9,152, , ,

7 Kandungan unsur dalam pupuk urea dan ponska pada penggunaan lahan sawah rigasi dan tadah hujan Kandungan unsur dalam pupuk urea berupa Nitrogen (N = 46 %), sedangkan 54% zat pembawa (carrier) berupa double superposfat (DS) dengan zat pembawanya, kandungan unsur pada pupuk phonska adalah Nitrogen (N) = 15 %, Phoshor (P) = 15 %, Kalium (K) = 15%, dan Sulfur = 10 %. Unsur kandungan dalam Pupuk urea dan Ponska Pada Penggunaan Lahan Sawah Irigasi dan Tadah Hujan disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Kandungan unsur dalam Pupuk dan Ponska Pada Penggunaan Lahan Sawah Irigasi di DTA Rawa Pening. Sawah Irigasi No Sub DAS Ponska N = 46% N =15% P = 15% K=15% S = 10% 1 Galeh 92,562 30,183 30,183 30,183 20,122 2 Kedung Ringin 13,731 4,477 4,477 4,477 2,985 3 Legi 47,146 15,374 15,374 15,374 10,249 4 Panjang 42,611 13,895 13,895 13,895 9,263 5 Parat 87,224 28,442 28,442 28,442 18,962 6 Rengas 89,947 29,331 29,331 29,331 19,554 7 Ringin 121,981 39,776 39,776 39,776 26,518 8 Sraten 48,792 15,910 15,910 15,910 10,607 9 Torong 93,835 30,598 30,598 30,598 20, , , ,988 30, ,658 Tabel 4. Kandungan unsur dalam Pupuk dan Ponska Pada Penggunaan Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah Tadah hujan No Sub DAS Ponska N = 46% N =15% P = 15% K=15% S = 10% 1 Galeh 46,425 15,139 15,139 15,139 10,092 Kedung 2 Ringin 0,958 0,313 0,313 0,313 0,208 3 Legi 11,766 3,837 3,837 3,837 2,558 4 Panjang 90,941 29,655 29,655 29,655 19,770 5 Parat 61,462 20,042 20,042 20,042 13,361 6 Rengas 22,828 7,444 7,444 7,444 4,963 7 Ringin 5,983 1,951 1,951 1,951 1,301 8 Sraten 37,049 12,081 12,081 12,081 8,054 9 Torong 10,801 3,522 3,522 3,522 2, ,212 93,982 93,982 93,982 62,

8 Kandungan unsur dalam pupuk ZA, urea, dan Pupuk Kandang Pada Penggunaan Lahan Sayur Kandungan unsur dalam pupuk ZA berupa Nitrogen (N = 21 %) dan Sulfur (S= 24%) dan pada pupuk urea nitrogen (N) = 46 %. Unsur kandungan dalam Pupuk ZA, urea, dan Pupuk Kandang Pada Penggunaan Lahan Sayur, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan unsur dalam Pupuk ZA, urea, dan pupuk kandang Pada Penggunaan Lahan Sayur. Lahan Sayur No Sub DAS ZA N=21% Galeh Kedung Ringin Legi Panjang Parat Rengas Ringin Sraten Torong 101,390 56,437 34, ,207 S=24% N = 46% Pupuk Kandang 115,874 64,499 39, , , , , , , , , ,698 Unsur N,P,K,S, dan Pupuk Kandang yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan Sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan lahan sayur. Unsur N,P,K,S, dan Pupuk Kandang yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan Sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan lahan sayur. Disajikan pada Tabel 6. Dari unsur-unsur tersebut Pupuk kandang yang terbesar dengan 9.152,698 ton/th (78,66%), sedangkan sisanya unsur N,P,K, dan Sulfur adalah 21,34 %. Tabel 6. Unsur N,P,K,S, dan Pupuk Kandang yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan Sawah irigasi, Sawah tadah hujan, dan Lahan sayur yang masuk di Waduk Alam Rowopening. Sub DAS N P K S Pupuk Kandang Galeh Kedung Ringin Legi Panjang Parat Rengas Ringin Sraten Torong 184,309 19,479 78, , , ,55 169, , , ,06 45,322 4,79 19,211 43,55 48,484 36,775 41,727 27,991 34,12 301, ,322 4,79 19,211 43,55 48,484 36,775 41,727 27,991 34,12 301,97 30,214 3,193 12,807 29, ,08 32, ,46 24,517 27,819 18, ,16 22, , , ,167 32, , ,34 247, , ,57 229, ,01

9 Tabel 7. Unsur kandungan dalam pupuk ZA dan urea Pada Penggunaan Lahan Sayur. Sub DAS ZA Pupuk Kandang dari Kotoran Sapi + Ayam * ) N=21% S=24% N=46% N=1,88% P=1,29% K=1,81% Ca=5,56% Mg=0,67% Galeh Kdung Ringin Legi Panjang 101, , ,765 90,768 62,282 87, ,441 32,348 Parat 56,437 64, ,522 50,524 34,668 48, ,423 18,006 Rengas Ringin Sraten 34,380 39, ,556 30,779 21,119 29,632 91,026 10,969 Torong 0 192, , , , , , ,890 61,323 *)Sumber: Tabel 8. Unsur N,P,K,S,Ca, dan Mg yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan Sawah irigasi, Sawah tadah hujan, dan Lahan sayur yang masuk di Waduk Alam Rowopening. No. Sub DAS N P K S Ca Mg 1. Galeh 184,309 45,322 45,322 30, , Kedung Ringin 19,479 4,790 4,790 3,193 32, Legi 78,123 19,211 19,211 12, , Panjang 769, , , , ,441 32, , Parat 526,653 83,152 97,127 96, ,423 18, , Rengas 149,550 36,775 36,775 24, , Ringin 169,691 41,727 41,727 27, , Sraten 314,547 49,110 57,623 57,953 91,026 10, , Torong 138,756 34,120 34,120 22, , ,71 420,04 467, , ,890 61, ,575 Prosentase 53,73 % 10,34 % 11,52 % 10,37% 12,53 % 1,51 % 100 % kandungan unsur N = 2.181,71 ton/th (53,73 %) tertinggi pada S.Panjang = 769,025 ton/th, terendah di Sungai Kedung Ringin 19,479 ton/th. kandungan unsur P = 420,04 ton/th (10,34%), tertinggi pada S.Panjang = 105,432 ton/th, terendah di Sungai Kedung Ringin 4,790 ton/th. kandungan unsur K = 467,634 ton/th (11,52%) tertinggi pada S.Panjang = 105,432 ton/th, terendah di Sungai Kedung Ringin 4,790 ton/th. kandungan unsur S = 144,907 ton/th (10,57%), tertinggi pada S.Panjang = 144,907 ton/th, terendah di Sungai Kedung Ringin 3,193 ton/th. 178

10 kandungan unsur Ca = 508,890 ton/th (12,53%), tertinggi pada S.Panjang = 268,441 ton/th, terendah di Sungai Sraten 91,026 ton/th. kandungan unsur Mg = 61,323 ton/th (1,51 %) tertinggi pada S.Panjang = 268,441 ton/th, terendah di Sungai Sraten 10,969 ton/th. Dari data pada Tabel 8 Nilai Nitrogen (N) yang masuk dalam Waduk Alam Rowo Pening sangat tinggi yaitu 53,73% yang diduga sebagai sumber Eutrifikasi yang terjadi di Waduk Alam Rowo Pening. Tabel 9. Unsur N dan P yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan Sawah irigasi, Sawah tadah hujan, dan Lahan sayur. Sawah irigasi Sawah tadah Lahan sayur hujan No Sub DAS 1. Galeh Kd. 2. Ringin 3. Legi 4. Panjang 5. Parat 6. Rengas 7. Ringin 8. Sraten 9. Torong Prosentase N P N P N P 122,745 30,183 61,564 15,139 0 N 184,309 P 45,322 Unsur N dan P 229,631 18,208 4,477 1,271 0, ,479 4,79 24,269 62,52 15,374 15,603 3, ,123 19,211 97,334 56,506 13, ,596 29, ,923 62, , , , ,666 28,442 81,504 20, ,483 34, ,653 83, , ,278 29,331 30,272 7, ,55 36, , ,757 39,776 7,934 1, ,691 41, ,418 64,702 15,910 49,13 12, ,715 21, ,547 49,11 363, ,433 30,598 14,323 3, ,756 34,12 172, , , ,194 93, , , , , ,762 49,52% 43,71% 85.85% 14,15% Keterangan : - kandungan unsur N pada penggunaan lahan (sawah irigasi + sawah tadah hujan + lahan) sebesar 2.181,722 ton/th. (85,85 %). kandungan unsur N tertinggi pada lahan sayur dengan jumlah sebesar 953,712 ton/th (43,71%), dari jumlah ini tertinggi terjadi pada sub DAS panjang sebesar 591,923 ton/th (62,06 %). - kandungan unsur P tertinggi pada penggunaan lahan (sawah irigasi + sawah tadah hujan + lahan) sebesar 420,04 ton/th (14,15 %) Kandungan unsur P tertinggi pada sawah irigasi sebesar ton/th (49,52%), namun dari jumlah ini tertinggi terjadi pada lahan sayur sebesar 62,282 ton/th (30 %). unsur P pada penggunaan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan lahan sayur sebesar 420,04 ton/th (14,15%) - unsur P dan N yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan 179

11 lahan Sawah irigasi, Sawah tadah hujan, dan Lahan sayur sebesar 2.601,762 ton/th tertinggi di sub DAS Panjang sebesar 874,857 ton/th (33,62%) KESIMPULAN 1. Penggunaan lahan yang diduga sebagai sumber terjadinya Eutrifikasi yaitu penggunaan lahan yang banyak menggunakan pupuk pada: sawah irigasi dengan luas: 3.466,46 ha (44,33 %), sawah tadah hujan dengan luas 3.132,74 ha (40,06 %), dan lahan sayur dengan luas 1.220,36 ha (15,61 %) 2. Pemupukan yang dilakukan pada lahan sawah irigasi dengan pupuk urea 400 kg/ha/th (0,4 ton/ha/th) dan ponska 400 kg/ha/tahun (0,4 ton/ha/th), dan sawah tadah hujan pupuk urea 200 kg/ha/th (0,2 ton/ha/th/) dan ponska 200 kg/ha/th (0,2 ton/ha/th/) sedangkan pada Lahan Sayur dengan menggunakan pupuk ZA = 750 kg/ha/th (0,75 ton/ha/th), kg/ha = (1,050 ton/ha/th), dan pupuk kandang = 7500 kg/ha/tahun (7,5 ton/ha/th). 3. kandungan unsur N yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening pada penggunaan lahan (sawah irigasi + sawah tadah hujan + lahan sayur) sebesar 2.181,722 ton/th (85,85%). 4. kandungan unsur N yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening tertinggi pada lahan sayur sebesar 953,712 ton/th (43,71%) terjadi pada sub DAS panjang sebesar 591,923 ton/th (62,06 %) 5. unsur P pada penggunaan lahan ( sawah irigasi + sawah tadah hujan + lahan sayur) sebesar 420,04 ton/th (14,15%). 6. kandungan unsur P yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening tertinggi pada sawah irigasi sebesar 207,988 ton/th (49,52%), namun dari jumlah ini tertinggi terjadi pada lahan sayur sebesar 62,282 ton/th (30 %) 7. kandungan unsur (P + N) yang diduga sebagai penyumbang eutrifikasi yang masuk di Waduk Rowopening dari penggunaan lahan (sawah irigasi + sawah tadah hujan + lahan sayur) sebesar 2.601,762 ton/th tertinggi di sub DAS Panjang sebesar 874,857 ton/th (33,62%) PENGHARGAAN (acknowledgement) Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Nur Sumedi, S.Pi. MP. yang telah memberi ijin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di DTA Rawapening. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan informasi yang terkait dengan DTA Rawapening. Teknisi hidrologi (sdr. Edy Sulasmiko) dan teknisi lahan dan vegetasi (sdr. Aris Boediono) yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan lapangan dan analisis sample air, diucapkan terimakasih. 180

12 REFERENSI Rawa Pening. Kampung itu Berubah Menjadi Rawa. Kompas, 10 Juni Effendi.,H Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi, Kambing, Domba dan Ayam. Novizan Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Penyusunan Rencana Tata Ruang Rinci Kawasan Rawapening. 181

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi

Lebih terperinci

KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA

KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal. 294-301 Jakarta, September 2008 ISSN 1441-318X KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA Euthalia Hanggari Sittadewi Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Degradasi lingkungan menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan masyarakat, sehingga komponen-komponen pembentuk lingkungan tidak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir

Lebih terperinci

KAJIAN PERAN DOMINASI JENIS MANGROVE DALAM PENJERATAN SEDIMEN TERLARUT DI SEGARA ANAKAN CILACAP

KAJIAN PERAN DOMINASI JENIS MANGROVE DALAM PENJERATAN SEDIMEN TERLARUT DI SEGARA ANAKAN CILACAP KAJIAN PERAN DOMINASI JENIS MANGROVE DALAM PENJERATAN SEDIMEN TERLARUT DI SEGARA ANAKAN CILACAP Oleh : Ugro Hari Murtiono Gunardjo Tjakrawarsa Uchu Waluya Heri Pahlana Disampaikan pada : Ekspose Hasil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING Pada bagian ini, penulis ingin memaparkan mengenai kondisi danau Rawa Pening secara umum baik mengenai lokasi geografis, kondisi alam atau kondisi topografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 207 ISBN: 978 602 36 072-3 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Rahardyan Nugroho Adi dan Endang Savitri Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN RAKYAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN RAKYAT DI DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG KAJIAN KUALITAS AI TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN AKYAT DI DAEAH TANGKAPAN AI WADUK AWAPENING, KABUPATEN SEMAANG Ugro Hari Murtiono dan Agus Wuryanta Peneliti Madya pada Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Daerah Aliran Sungai 1. Wilayah Administrasi Sub-DAS Serayu untuk bendungan ini mencakup wilayah yang cukup luas, meliputi sub-das kali Klawing, kali Merawu, Kali Tulis

Lebih terperinci

Formulir PuPS versi 1.1

Formulir PuPS versi 1.1 Formulir PuPS versi 1.1 Penyusunan Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi Oleh : Isnawan, BP3K Nglegok Diisi dengan memberi tanda cek ( ) pada kotak tersedia Nama : Lokasi : Luas lahan : (Isi

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si SIDIK CEPAT DEGRADASI SUB DAS TUNTANG HULU Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si Kementerian Lingkungan Hidup dan Kuhutanan (KLHK)/ eks. Kementerian Kehutanan salah satu tugas pokoknya adalah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Rawapening terhadap Erosi dan Sedimentasi Danau Rawapening

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Rawapening terhadap Erosi dan Sedimentasi Danau Rawapening 2015 Biro Penerbit Planologi Undip Volume 11 (1): 103-116 Maret 2015 Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Rawapening terhadap Erosi dan Sedimentasi Danau Rawapening Dian Apriliyana1 Diterima : 31

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah adalah salah satu jenis palawija yang dapat ditanam di sawah atau di ladang. Budidaya kacang tanah tidak begitu rumit, dan kondisi lingkungan setempat yang

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI TUNTANG DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Oleh : Idung Risdiyanto Permasalahan utama DTA Waduk Saguling adalah tingkat sedimentasi, limpasan permukaan yang tinggi dan kondisi neraca air DAS yang defisit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakat setempat menghadapi umpan balik yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakat setempat menghadapi umpan balik yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi di Indonesia dikembangkan untuk mengairi persawahan, walaupun tidak semua persawahan yang ada sekarang ini dilayani oleh sistem irigasi. Persawahan itu

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

Tak Hanya Bersihkan Danau Rawa Pening, Kementerian PUPR Akan Tata Bukit Cinta

Tak Hanya Bersihkan Danau Rawa Pening, Kementerian PUPR Akan Tata Bukit Cinta Rilis PUPR #1 16 Oktober 2017 SP.BIRKOM/X/2017/506 Tak Hanya Bersihkan Danau Rawa Pening, Kementerian PUPR Akan Tata Bukit Cinta Ambarawa--Upaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembalikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis. Hampir setiap hari produk ini

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan produk pertanian strategis yang ketersediaannya di Indonesia berlimpah sepanjang tahun. Konsumsi sayuran masyarakat Indonesia sendiri selalu meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, karena memiliki kandungan gizi yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI

FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 1 Hal. 59-66 Jakarta, Januari 2008 ISSN 1441-318X FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI Euthalia Hanggari Sittadewi Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan salah satu daerah potensial di Indonesia dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan salah satu daerah potensial di Indonesia dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lampung merupakan salah satu daerah potensial di Indonesia dalam sektor peternakan yakni sapi potong, kambing, dan ayam broiler. Bahkan saat ini menjadi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Karangawen Studi Kasus : Pembangunan Karang Awen, Demak Hadi Winoto, Bambang Sudarsono, Arief Laila Nugraha* ) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. 5.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Wonosobo Secara geografis Kabupaten Wonosobo terletak di provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah sebesar 984,68 km2 pada koordinat 7o21 LS (Lintang Selatan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan merupakan satu kesatuan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EROSI LAHAN PERTANIAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

VALUASI EKONOMI EROSI LAHAN PERTANIAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI SEPA : Vol. 8 No.2 Pebruari 2012 : 154 161 ISSN : 1829-9946 VALUASI EKONOMI EROSI LAHAN PERTANIAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI JOKO SUTRISNO 1, BUNASOR SANIM 2, ASEP SAEFUDDIN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWAPENING UNTUK MENJAMIN KELESTARIANNYA

MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWAPENING UNTUK MENJAMIN KELESTARIANNYA MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWAPENING UNTUK MENJAMIN KELESTARIANNYA Nana Haryanti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS E-mail: nana_haryanti@yahoo.com

Lebih terperinci