BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM HAK CIPTA. A. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual. benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga yang bermaksud

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM HAK CIPTA. A. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual. benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga yang bermaksud"

Transkripsi

1 BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM HAK CIPTA A. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual Suatu hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga yang bermaksud mengganggu hak itu. Siapa saja wajib menghormati pelaksanaan hak kebendaan itu. Sebaliknya, hak perseorangan hanya dapat dipertahankan untuk sementara terhadap orang-orang tertentu saja. Karena itu, hak kebendaan bersifat mutlak (absolut) dan hak perseorangan bersifat relatif (nisbi). Wirjono Prodjodikoro menyatakan, bahwa hak kebendaan itu bersifat mutlak. Dalam hak gangguan oleh orang ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya terhadap siapapun juga yang mengganggunya dan orang pengganggu ini dapat ditegur oleh pemilik hak benda berdasar atas hak benda itu. Ini berarti, bahwa di dalam hak kebendaan tetap ada hubungan langsung antara seorang dan benda, bagaimanapun juga ada campur tangan dari orang lain. Sedang hak perseorangan, tetap ada hubungan antara orang-orang, meskipun ada terlihat suatu benda di dalam perhubungan hukum. 28 Di dalam praktik pembedaan antara hak kebendaan dan hak perseorangan itu sangat sumier, tidak mutlak lagi. Sifat-sifatnya yang bertentangan itu tidak tajam lagi. Pada tiap-tiap hak itu terdapat hak kebendaan dan hak perseorangan tersebut, dengan titik berat yang berlainan, mungkin pada hak kebendaan atau 28 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: PT.Intermasa, 1981), hal

2 mungkin pada hak perseorangan. 29 Apabila dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta tahun Tahun 1997 maupun Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Hak Cipta Tahun 2002, yang menyatakan bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang berarti hak yang semata-mata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dengan kata lain Hak Cipta memberikan hak khusus kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, tidak ada orang lain yang boleh menggunakan atau melakukan hak untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan milik orang lain, terkecuali dengan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan. Pasal 56 dikaitkan dengan Pasal 73 Undang-Undang Hak CIpta Tahun 2002 menyatakan bahwa pemegang hak cipta berhak meminta kepada Pengadilan Niaga untuk melakukan penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan Ciptaan yang dilanggarnya, yang untuk selanjutnya dimusnahkan oleh Negara, terkecuali Ciptaanya bersifat unik dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan. Bahkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar sebelum menjatuhkan putusan akhir, hakim dapat 29 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal 27-28

3 memerintah pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/ atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Pemegang Hak Cipta juga berhak meminta seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukkan, atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Pasal 56 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 secara tegas juga memberikan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga karena merasa dirugikan atau dilanggarnya Hak Ciptaannya. Hal ini berhubung karya karya cipta dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tadi merupakan hak milik pribadi dan manunggal dengan dirinya, yang tidak dapat dialihkan atau disita daripadanya dan tetap mengikuti diri Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dimana saja dia berada. Dengan demikian, dari ketantuan Pasal 56 dihubungkan dengan Pasal 75 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002, tampak sekali kalau Hak Cipta itu bagian daripada hak Kebendaan, yang merupakan hak mutlak serta bersifat mengikuti Ciptaannya, walaupun tidak mendapat perlindungan hukum di Negara ini. B. Sistem Pendaftaran Hak Cipta Salah satu perbedaan yang dianggap cukup penting antara Auteurswet dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah tentang Pendaftaran Hak Cipta. Auteurswet 1912 tidak ada memberi ketentuan tentang pendaftaran Hak Cipta ini. Menurut KoIIewijn sebagaimana yang dikutip oleh Widya Pramono

4 menyebutkan, Ada 2 (dua) jenis pendaftaran atau stelsel pendaftaran, yaitu stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif. 30 Stelsel konstitutif berarti bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan hukum. Stelsel deklaratif bahwa pendaftaran itu, bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan atau prasangka saja bahwa menurut undang-undang orang yang ciptaannya terdaftar itu adalah yang berhak atas ciptaannya. Dalam penjelasan umum Undang-undang Hak Cipta disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif, artinya bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran Hak Cipta. Selanjutnya dalam penjelasan umum Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 dinyatakan bahwa pendaftaran Hak Cipta Program Computer (Software) dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta Program Komputer. Pendaftaran ini tidak mutlak diteruskan, karena tanpa pendaftaran Hak Cipta Program Komputer dilindungi. Hanya mengenai ciptaan atas suatu Program Komputer yang tidak didaftarkan akan sukar dan lebih memakan waktu dalam pembuktiannya. Hal yang penting lagi dari pendaftaran ini adalah dengan pendaftaran dapat memberikan semacam kepastian hukum serta lebih memudahkan dalam prosedur pengalihan hak Widyo Pramono, Tindak Pidana Hak Cipta, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997), hal Andi Hamzah, Undang-Undang Hak Cipta yang telah Diperbaharui, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal. 60.

5 Dalam Pasal 35 Undang-undang Hak Cipta hanya disebutkann, Dirjen menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam daftar umum ciptaan. Jadi disini terlihat, bahwa untuk mendapatkan pengakuan hak cipta perlu pendaftaran. Tata cara pendaftaran hak cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-H.C , tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan. Dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut disebutkan: Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktur Paten dan Hak Cipta dengan surat rangkap 2 (dua), ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas folio berganda; 2 (dua) Surat Permohonan tersebut berisi: a. Nama, Kewarganegaraan dan alamat pencipta; b. Nama, Kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; c. Nama, Kewarganegaraan dan alamat kuasa; d. Jenis dan judul ciptaan; e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan rangkap 3 (tiga). Surat permohonan pendaftaran hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan, pengumuman pendaftaran ciptaan dalam Tambahan Berita Negara RI. 32 Dengan terdaftarnya hak cipta seseorang dalam daftar ciptaan, secara teoritis hak cipta maupun pemegang hak cipta sudah aman. Untuk itu, apabila ada pihak lain yang mengklaim bahwa yang terdaftar tersebut adalah miliknya, maka pihak mengklaimlah yang wajib membuktikan kebenaran haknya. Keuntungan lain yang diperoleh bagi pencipta yang mendaftarkan ciptaannya, dapat menggugat pelanggar hak cipta tersebut. 32 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01.H.C tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan

6 C. Hak Cipta dalam Persetujuan TRIP s dan Bern Convention Berkembangnya perdagangan internasional dan adanya gerakan perdagangan bebas mengakibatkan makin terasa kebutuhan terhadap perlindungan HKI yang sifatnya tidak lagi timbal balik, tetapi sudah bersifat antar negara secara global. Pada akhir abad ke-19, perkembangan pengaturan HKI mulai melewati batas-batas negara. Tonggak sejarahnya diawali dengan dibentuknya Paris Convention for The Protection of Industrial Property (disingkat Paris Convention atau Konvensi Paris) yang merupakan suatu perjanjian internasional mengenai perlindungan terhadap hak kekayaan perindustrian yang diadakan pada tanggal 20 Maret 1883 di Paris. Tidak lama kemudian pada tahun 1886, dibentuk pula sebuak konvensi untuk perlindungan di bidang hak cipta yang dikenal dengan International Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (disingkat Bern Convention atau Konvensi Bern) yang ditandatangani di Bern. 33 Untuk mengelola kedua konvensi itu, melalui Konferensi Stockholm tahun 1967 telah diterima suatu konvensi khusus untuk pembentukan organisasi dunia untuk Hak Kekayaan Intelektual ( Convention Establishing the World Intelektual Property Organization/WIPO) dan Indonesia menjadi anggotanya bersama dengan ratifikasi Konvensi Paris. Sementara itu, General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dibentuk pada tahun Pada awalnya GATT diciptakan sebagai bagian dari upaya penataan kembali struktur perekonomian dunia dan mempunyai misi untuk mengurangi hambatan berupa bea masuk (tariff barrier) maupun hambatan 33 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op. cit., hal. 12.

7 lainnya (non-tariff barrier). Setelah sistem ini berjalan selama 40 tahun, akhirnya dengan ditandatangainya naskah akhir Putaran Uruguay timbul kesepakatan untuk membentuk organisasi internasional yang mempunyai wewenang substantif dan cukup komprehensif yaitu World Trade Organization (WTO) yang akan menggantikan GATT sebagai organisasi internasional. 34 WTO yang akan mengelola seluruh persetujuan dalam Putaran Uruguay bahkan persetujuan GATT serta hasil-hasil putaran setelah itu. Pada Putaran Uruguay, negara-negara maju berhasil membentuk koalisi yang bertujuan untuk memasukkan perlindungan HKI kedalam sistim GATT, dimana usulan itu menunjukkan bahwa negara-negara maju terutama Amerika Serikat ingin memasukkan issu HKI ke dalam kerangka GATT yang disebabkan terutama karena Amerika Serikat telah mengalami berbagai kerugian akibat terjadinya pelanggaran HKI dalam perdagangannya dengan negara lain. Kemudian atas desakan Amerika Serikat dan beberapa negara maju, topic perlindungan HKI di negara-negara berkembang muncul sebagai suatu isu baru dalam sistem perdagangan internasional. HKI sebagai issu baru muncul di bawah topik Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs). Perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang kompleks, komprehensif, dan ekstensif. 35 TRIPs merupakan kesepakatan internasional paling lengkap berkenaan dengan perlindungan HKI H.S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI-Press, 1997), hal Ibid Agus Sardjono, Op. cit, 149

8 Indonesia kemudian meratifikasi perjanjian TRIPs ini melalui Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Pengesahan Organisasi Perdagangan Dunia) yang diundangkan pada tanggal 2 Nopember tahun Persetujuan TRIPs ditujukan untuk mendorong terciptanya iklim perdagangan dan investasi yang lebih kondusif dengan: menetapkan standar minimum perlindungan HKI dalam sistim hukum nasional negara-negara anggota WTO; 2. menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HKI; 3. menciptakan suatu mekanisme yang transparan; 4. menciptakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan dapat diprediksi untuk menyelesaikan sengketa HKI di antara para anggota WTO; 5. memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa sistem HKI nasional mendukung tujuan-tujuan kebijakan publik yang telah diterima luas; 6. menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan sistem HKI. Selain ciri-ciri pokok tersebut, persetujuan TRIPs pun mengandung unsurunsur yang perlu diperhatikan dari segi peraturan perundang-undangan nasional tentang HKI, yaitu: Memuat norma-norma baru; 37 Eddy Damian dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pte.Ltd., bekerjasama dengan Penerbit Alumni Bandung, 2002, hal Ibid

9 2. Memiliki standar yang lebih tinggi; 3. Memuat ketentuan penegakan hukum yang taat. Berpijak dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kesepakatan TRIPs tidak lepas dari desakan dari negara-negara maju untuk melindungi kepentingan mereka di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual. Ketika negara-negara berkembang tidak memberikan perlindungan terhadap HKI, maka investor dari negara-negara maju enggan untuk datang membawa teknologi mereka dan menanamkan modalnya ke negara-negara berkembang. Bahkan bagi Amerika Serikat perlindungan HKI menjadi salah satu syarat penting untuk meningkatkan investasi. 39 Hak Kekayaan Intelektual sebagai sebuah hak tidak dapat dilepaskan dari persoalan ekonomi. Diakui bahwa HKI merupakan sebuah rezim yang sama sekali berbeda dengan karakteristik dari pengetahuan tradisional di negara-negara berkembang. Pada perkembangannya berkaitan dengan perdagangan dunia yang semakin mengglobal, HKI lebih bersifat rezim individualis untuk memonopoli teknologi guna melindungi investasi (modal). HKI tidak dapat dilepaskan dari kepentingan pemilik modal. Tidak ada riset untuk tujuan mencapai new invention yang tidak memerlukan biaya besar. Pelaksanaan hasil riset (berupa invensi yang patenable) pun memerlukan modal yang tidak sedikit. Dengan demikian antara HKI, khususnya paten, dan modal layaknya seperti dua sisi mata uang yang sama, 39 Agus Sardjono mengutip William C. Revelos, Paten Enforcemen Difficulties in Japan: Are There Any Satisfactory Solution for United States, Op. cit. hal. 150.

10 sehingga perlindungan HKI cenderung ditafsirkan sebagai perlindungan pemilik modal. 40 Prinsip HKI yang demikian tentu memiliki perbedaan dengan prinsip kepemilikan masyarakat tradisional di banyak negara berkembang yang lebih bersifat komunal. Menurut Agus Sardjono, referensi yang digunakan oleh pembuat Undang Undang Hak Cipta di Indonesia bukan sistem nilai atau norma yang bersumber dari masyarakat Indonesia pada umumnya, sebab masyarakat Indonesia pada umumnya tidak terbiasa atau tidak memahami sistem yang bercorak induvidualistik-kapitalistik sebagaimana rezim HKI tersebut. Masyarakat Indonesia pada umumnya mempunyai karakter atau corak komunalistik dan spritualistik, yang sangat berbeda dengan dasar filosofi system HKI. Itulah sebabnya menjadi sangat mudah untuk ditebak bahwa referensi yang digunakan untuk menyususn perundang-undangan HKI Indonesia adalah hasil Konvensi Internasional seperti Paris Convention, Berne Convention, dan lainlainnya. Itulah sebabnya rezim HKI hingga hari ini dianggap sebagai rezim yang asing bagi sebagian besar warga masyarakat Indonesia. Bahkan mungkin masih banyak sarjana hukum Indonesia yang tidak memahami sistem HKI itu sendiri. 41 Berpijak dari uraian di atas, peneliti berpendapat bahwa ketidaksinkronan antara prinsip HKI yang bersifat individualistis dan lebih ditujukan sebagai perlindungan terhadap investasi dari negara-negara maju dengan pola kepemilikan dalam kebanyakan masyarakat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia Ibid. hal Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), hal.

11 yang bersifat komunal, walau berarti tidak mengakui hak-hak individu menjadi salah satu hambatan dalam penegakan undang-undang HKI. Konvensi Bern 1886, pada garis besarnya memuat tiga prinsip dasar, berupa sekumpulan ketentuan yang mengatur standar minimum sekumpulan ketentuan yang berlaku khusus bagi negara-negara berkembang. Tiga prinsip dasar yang dianut konvensi Bern, yaitu: Prinsip National Tratment Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu citaan seseorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan disalah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh seorang pencipta warga negara sendiri. 2. Prinsip Automatic Protection Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (must not be conditional upon compliance Independence with any formality). 3. Prinsip Independence of Protection Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindngan hukum negara asal pencipta. Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta 42 Edy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999), hal. 61.

12 dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah sebagaiberikut: 43 a. Ciptaan yang dilindungi, adalah semua ciptaan dibidang sastra, ilmu pengetahuan dan seni, dalam bentuk apapun perwujudannya. b. Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation) atau pengecualian (exeption), yang tergolong sebagai hak-hak eksklusif: 1) Hak untuk menterjemahkan; 2) Hak mempertunjukkan di muka umum suatu ciptaan sastra, drama musik, dan ciptaan musik; 3) Hak mendeklamasikan (to recite) di muka umum semua ciptaan sastra. 4) Hak penyiaran (broadcast) 5) Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun. 6) Hak menggunakan ciptaannya sebagai bahan untuk ciptaan audio visual. 7) Hak membuat arransemen dan adaptasi dari suatu ciptaan. Selain dari pada hak-hak eksklusif, dalam konvensi Bern juga mengatur apa yang dinamakan dengan hak moral. Hak dimaksud iniadalah hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi atau menambah keaslian ciptaan yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta Ibid, hal Ibid, hal. 62

13 Standar berlaku mengenai jangka waktu berlakunya perlindungan hukum hak cipta, konvensi Bern menentukan sebagai ketentuan umum: selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Terhadap ciptaan yangtidak diketahui atau penciptaanya memakai nama samaran atau pencipta merahasiakan jati dirinya, jangka waktu perlindungan adalah 50 tahun, semenjak pengumumannya secara sah dilakukan, kecuali jikapencipta yang memakai nama samaran atau merahasiakan namanyadiketahui identitas pribadinya, jangka waktu perlindungan diberikansesuai dengan ketentuan yang berlaku umum, yaitu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah meninggal dunia. Selanjutnya konvensi Bern mengatur jangka waktuperlindungan hukum ciptaan-ciptaan audiovisual, jangka waktu minimum perlindungan hukum adalah 50 tahun sejak ciptaan direkam dan dapat diperoleh oleh konsumen. Atau jika tidak direkam dan tidak dapat diperoleh konsumen perlindungan hukumnya adalah minimum 50 tahun semenjak diciptakan. Untuk ciptaan-ciptaan yang tergolong seni terapan dan fotografi, jangka waktu minimum perlindungan diberikan adalah 25 tahun semenjak diciptakan. D. Pelanggaran Terhadap Hak Cipta Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun, ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi

14 dibandingkan kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu Hak Atas Kekayaan Intelektual yang sangat rentan dieksploitasi sehingga diperlukan pengaturan komprehensif di setiap negara sebagai langkah antisipatif. 45 Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta adalah hak milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa. Perlindungan hak cipta secara individual pada hakikatnya merupakan hal yang tidak dikenal di Indonesia. Suatu ciptaan oleh masyarakat dianggap secara tradisional sebagai milik bersama. Tumbuhnya kesadaran bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu mempunyai nilai ekonomi. Adapun dalam pandangan tradisional segi nilai moral hak cipta lebih menonjol daripada nilai ekonomisnya. Baru setelah menonjol nilai ekonomis dari hak cipta, terjadilah pelanggaran terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak 45 Ahmad M. Ramli, Fathurahman, Film Independen dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilmn Indonesia (Bandung: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 18

15 pidana pembajakan lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video serta komputer. Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya tersebut berasal dari karya ciptaannya. Hak cipta juga dilanggar bila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi. Tindak pidana hak cipta biasanya dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan perdagangan. Motifnya adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara melanggar hukum. Modus operandinya yang terbanyak adalah menggandakan dalam jumlah besar untuk dijual kepada masyarakat. Adapun alat yang digunakan berteknologi cukup canggih, seperti alat-alat komputer, mesin-mesin industri, alat-alat kimia, alat transportasi, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya guna mensukseskan usaha mereka. Hasil produksi bajakannya pun sangat baik, sehingga sulit untuk membedakan antara karya cipta yang asli dengan hasil bajakan. Lokasi untuk melakukan tindak pidana hak cipta pada umumnya dilakukan di lokasi pabrik pembuatan hasil produksinya dan di rumah-rumah perorangan yang dianggap aman dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Korban atau sasaran mereka adalah pencipta ataupun pengusaha/pedagang yang memegang hak cipta dari pencipta untuk memperbanyak ciptaan dari penciptanya.

16 Berdasarkan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Konsolidasi), ada 2 (dua) klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran Hak Cipta, yaitu: 1. Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau rekaman. 2. Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan. Menurut siaran IKAPI 15 Februari 1984, kejahatan pelanggaran Hak Cipta dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini dapat terjadi antara lain pada buku, lagu dan notasi lagu. 2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut pembajakan (piracy). Perbuatan ini banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu, kaset lagu dan gambar (DVD dan VCD). 46 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (Lampung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 221

17 Undang-undang Hak Cipta telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yakni sarana hukum pidana dan hukum perdata. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dituntut secara pidana dan perdata sekaligus. Dalam Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dinyatakan bahwa: Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Berdasarkan Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997, pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, selain dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana. Demikian Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 juga telah menyediakan dua sarana hukum untuk yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata. Bahkan, dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, penyelesaian sengketa lainnya dapat dilakukan di luar Pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 dinyatakan bahwa: Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran Hak Cipta. Ini berarti berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, pelaku pelanggaran Hak Cipta, selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana. Berhubung hak moral tetap melekat pada

18 penciptanya, pencipta atau ahli waris suatu ciptaan berhak untuk menuntut atau menggugat seseorang yang telah meniadakan nama penciptanya yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan itu, atau mengubah isi ciptaan itu tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Hak ini dinyatakan dalam Pasal 41 Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Pasal 65 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: 1. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu: 2. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya; 3. mengganti atau mengubah judul Ciptaan itu; atau 4. mengubah isi Ciptaan. Menurut Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan: 1. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari Pencipta; 2. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; 3. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: a. ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau b. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 4. perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

19 5. perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; 6. perubahan yang dilakukan beradasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; 7. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Mengacu pada Undang-undang Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Untuk ciptaan yang ada dalam ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta ciptaan ini dilindungi dalam wilayah dalam negeri maupun luar negeri, sementara itu untuk ciptaan yang terdapat pada ketentuan Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta sifat perlindungannya hanya berlaku ketika ciptaan itu digunakan oleh orang asing. Salah satu Ciptaan yang mendapat perlindungan Hak Cipta adalah buku. 47 Suatu karya tulis yang diterbitkan penerbit dengan wujud buku yang memuat tulisan tentang esai ilmu hukum adalah suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta karena buku semacam ini merupakan ciptaan baik yang termasuk ilmu pengetahuan (= ilmu hukum), maupun seni (= susunan perwajahan karya tulis), dan sastra (= esai). Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Pelanggaran terhadap hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas, 47 Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

20 pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluasluasnya.

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Intellectual Property Rights (IPR) dalam bahasa Indonesia memiliki 2 (dua) istilah yang pada awalnya adalah Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS PERLINDUNGAN TERHADAP PENULIS BUKU

BAB II PENGATURAN ATAS PERLINDUNGAN TERHADAP PENULIS BUKU BAB II PENGATURAN ATAS PERLINDUNGAN TERHADAP PENULIS BUKU A. Hak cipta sebagai Hak Eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta Dalam konsep perlindungan hak cipta disebutkan bahwa hak cipta tidak melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi teknologi berbasis sumber daya kecerdasan manusia. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi buku berisikan pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan lainnya yang akan menambah wawasan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

: /2 /0 04

: /2 /0 04 » Apakah yang dimaksud dengan Hak cipta?» Apa yang dapat di hak ciptakan?» Berapa Lama hak cipta berakhir?» Apa yang ada dalam Domain Publik?» Apakah Cukup Gunakan?» Alternatif untuk Hak Cipta» Hak cipta

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I Hak Cipta. I. Pendahuluan

BAB I Hak Cipta. I. Pendahuluan BAB I Hak Cipta I. Pendahuluan Hak kekayaan Intelektual dapat dairtikan suatu bagian dari ide, gagasan, imajinasi seseorang yang dituangkan lewat suatu karya seni maupun karya sastra. Hak Cipta adalah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 SUATU TINJAUAN TENTANG HAK PENCIPTA LAGU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA 1 Oleh: Ronna Sasuwuk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah yang merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 85, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PROGRAM KOMPUTER Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PROGRAM KOMPUTER Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukumnya 12 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PROGRAM KOMPUTER 2.1 Hak Cipta 2.1.1 Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukumnya Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta No.28 Tahun 2014 (selanjutnya disebut UUHC

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 19-2002 mengubah: UU 6-1982 lihat: UU 7-1987 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 29, 1997 HAKI. HAK CIPTA. Perdagangan. Ekonomi. (Penjelasan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 45 BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia Permasalahan hak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Undang-Undang Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual (termasuk program-program komputer) UU No.

Tinjauan Umum Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Undang-Undang Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual (termasuk program-program komputer) UU No. Undang-undang Hak Cipta dan Perlindungan Terhadap Program Komputer PERTEMUAN 7 Tinjauan Umum Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Undang-Undang Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual (termasuk program-program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci

INTISARI HAK CIPTA. UU No 28 Tahun 2014

INTISARI HAK CIPTA. UU No 28 Tahun 2014 INTISARI HAK CIPTA UU No 28 Tahun 2014 Definisi Pasal 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, di mana persaingan bisnis berlangsung sengit, para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus berupaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai suku tersebar di seluruh daerah. Keberadaan suku-suku tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai suku tersebar di seluruh daerah. Keberadaan suku-suku tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Kita mengetahui bahwa Negara Indonesia ini terdiri dari berbagai suku tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.266, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A. Presiden Republik Indonesia,

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A. Presiden Republik Indonesia, L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A No. 29, 1997 HAKI. HAK CIPTA. Perdagangan. Ekonomi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3679). UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Kekayaan Intelektual berarti suatu karya manusia yang lahir dengan curahan tenaga, karsa, cipta, waktu, dan biaya. Segala jerih payah itu menjadi kontribusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 302, 1997 (HAKI. PATEN. Perdagangan. Penemuan. Ekonomi. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN DITJEN HKI. (Dengan Bapak Agung Damarsasongko) : Berapa lama jangka waktu perlindungan Hak Cipta?

HASIL WAWANCARA DENGAN DITJEN HKI. (Dengan Bapak Agung Damarsasongko) : Berapa lama jangka waktu perlindungan Hak Cipta? LAMPIRAN HASIL WAWANCARA DENGAN DITJEN HKI (Dengan Bapak Agung Damarsasongko) : Berapa lama jangka waktu perlindungan Hak Cipta? Bapak Agung : Jangka waktu perlindungan Hak cipta: 6. Selama hidup ditambah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana tidak setiap usaha baik dalam skala kecil, menengah, meupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Beakang Isu mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights, merupakan isu yang sangat menarik dan sangat bersinggungan erat dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. invensi. Ciptaan atau invensi tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat

I. PENDAHULUAN. invensi. Ciptaan atau invensi tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Atas Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disebut HKI) merupakan hasil proses kemampuan berpikir yang dijelmakan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau invensi. Ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis hak atas kekayaan intelektual adalah karya cipta. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis hak atas kekayaan intelektual adalah karya cipta. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu jenis hak atas kekayaan intelektual adalah karya cipta. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia yang pertama dikenal adalah Hak Pengarang/ Hak Pencipta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Mengingat: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan Kekayaan Intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pelaksanaan Perjanjian Lisensi Program Komputer menurut Undang- Menurut Soebekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa di

BAB IV. A. Pelaksanaan Perjanjian Lisensi Program Komputer menurut Undang- Menurut Soebekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa di BAB IV TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENYALAHGUNAAN SOFTWARE KOMPUTER SECARA MASSAL BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI OLEH SUATU INSTANSI DENGAN MICROSOFT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

Hak Cipta. Pengertian Hak Cipta hak ekslusif untuk 1. mengumumkan, 2. memperbanyak, 3. memberi izin

Hak Cipta. Pengertian Hak Cipta hak ekslusif untuk 1. mengumumkan, 2. memperbanyak, 3. memberi izin Hak Cipta Pengertian Hak Cipta hak ekslusif untuk 1. mengumumkan, 2. memperbanyak, 3. memberi izin Beberapa Pengertian Pengumuman adalah 1.pembacaan, 2.penyiaran, 3.pameran, 4.penjualan, 5.pengedaran,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN KEKAYAAN INTELEKTUAL PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dari daerah tersebut. Pada ruang lingkup nasional lagu-lagu yang

BAB I PENDAHULUAN. khas dari daerah tersebut. Pada ruang lingkup nasional lagu-lagu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu hiburan yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat pada umumnya. Musik tersebut meliputi berbagai macam jenis hiburan mulai dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika jaman perdagangan menjadi semakin luas dan persaingan usaha menjadi semakin kuat, merek mempunyai arti yang sangat penting, baik bagi produsen maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah Intellectual Property Rights (IPR) diartikan sebagai Hak Milik

BAB I PENDAHULUAN. Istilah Intellectual Property Rights (IPR) diartikan sebagai Hak Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Intellectual Property Rights (IPR) diartikan sebagai Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Berbicara tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia akan menghadapi era perdagangan bebas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia akan menghadapi era perdagangan bebas yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia akan menghadapi era perdagangan bebas yang memberikan kebebasan negara-negara untuk melakukan perdagangan tanpa adanya restriksi atau pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif manusia atau khususnya perlindungan hukum atas hasil kreativitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. kreatif manusia atau khususnya perlindungan hukum atas hasil kreativitas manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual sebagai konsep hukum merupakan terminologi umum untuk menyebut berbagai hak atau sekumpulan hak yang melindungi upaya kreatif manusia atau khususnya

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4045 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

UU 12/1997, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987

UU 12/1997, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987 Copyright 2002 BPHN UU 12/1997, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987 *9630 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKI

TINJAUAN TENTANG HAKI TINJAUAN TENTANG HAKI Mata Kuliah : Legal Aspek dalam Produk TIK Henny Medyawati, Universitas Gunadarma Materi dikutip dari beberapa sumber Subjek dan objek hukum Subjek Hukum adalah : Segala sesuatu yang

Lebih terperinci