DIKTAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA (Pola Pengelolaan SDA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIKTAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA (Pola Pengelolaan SDA)"

Transkripsi

1 DIKTAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA (Pola Pengelolaan SDA) Oleh: Ilham Poernomo April 2012 PROGRAM S2 TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JANABADRA i

2 KATA HANTAR Modul/Diktat/Bahan Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air ini disiapkan sebagai salah satu pegangan Mahasiswa dalam mengikuti kuliah pada mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air pada Program S2 Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Janabadra yang dimulai pada semester ganjil Modul/Diktat/Bahan Ajar Pola Pengelolaan Sumber Daya Air ini merupakan rangkaian modul/diktat/bahan ajar yang pertama, secara khusus mengambarkan proses dan tahapan pengelolaan sumber daya yang berlaku atau berjalan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air beserta pendalaman terhadap pengertian, pemahaman dan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada setiap wilayah sungai. Modul/Diktat/Bahan Ajar ini setiap tahun selalu diperbaiki dan ditambah mengikuti perkembangan yang ada, khususnya terhadap terbitnya peraturan perundangan baru terkait dengan pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Semoga dengan direbitkannya Modul/Diktat/Bahan Ajar Pengelolaan Sumber Daya Air ini dapat menambah pemahaman dan membuka wawasan para mahasiswa pada Program S2 Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Janabadra dalam partisipasinya sebagai para pemangku kepentingan atau stake holder dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Yogyakarta, April 2012 ( Ilham Poernomo) ii

3 DAFTAR ISI KATA HANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air BAB II. BATAS WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGELOLA 2.1. Daerah Aliran Sungai 2.2. Wilayah Sungai 2.3. Cekungan Air Tanah 2.4. Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai BAB III. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 3.1. Penyusunan Visi Misi, Kebijakan dan Strategi Visi Misi, Kebijakan dan Strategi 3.2. Perumus dan Penyusun Kebijakan Pengelolaan SDA 3.3. Kebijakan Nasional Sumber Daya Air BAB IV. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 4.1. Pengertian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.2. Pasal demi Pasal Landasan Hukum Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.3. Pedoman Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.4. Perumusan dan Penyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.5. Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air 4.6. Proses Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.7. PKM 4.8. Muatan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air 4.9. Inventarisasi Data Perumusan Tujuan Pengelolaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan Analisis Sebagai Bahan Pertimbangan Pengelolaan Sumber Daya Air Beberapa Skenario Kondisi Wilayah Sungai Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Setiap Skenario dan Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air Peninjauan dan Evaluasi iii

4 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum tahun 2004 pengelolaan sumber daya air di Indonesia didasarkan pada Undang Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 1974 Tentang Pengairan yang penekanannya pada upaya pengeloaan pengairan untuk kepentingan irigasi dan air baku untuk air minum dan pengendalian banjir. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya air di negara-negara maju (barat) menganut konsep one river, one management and one plan, yaitu pengelolaan dan pengembangan sumber daya air yang didasarkan pada konsep satu sungai, satu pengelolaan dan satu perencanaan. Artinya dalam setiap setiap sungai harus dikelola dalam satu sistem pengeloaan (manajemen) dan satu kesatuan perencanaan dari mulai hulu sampai hilir sungai. Konsep tersebut tidak mudah diterapkan di Indonesia dengan mengingat belum ada peraturan perundangan yang mengatur serta banyaknya lembaga atau organisasi baik pemerintah maupun swasta yang berkepentingan atau terkait dalam pengelolaan sumber daya air. (catatan: alinea ini ditambahkan materi latar belakang IWRMP dari power pint) Permasalahan sumber daya air di Indonesia selalu muncul dan selalu meningkat dari tahun ke tahun, seperti penggundulan hutan, meluasnya lahan kritis, meningkatnya pencemaran terhadap sumbersumber air, menurunnya kuantitas ketersediaan air pada sumber-sumber air, menurunnya kualitas sumber-sumber air, pelayanan air bersih untuk pemenuhan air rumah tangga (masyarakat belum menikmati air bersih), perkotaan dan industri (RKI) sangat rendah, daya rusak air yang semakin meninkat, hal ini ditunjukkan dengan; banjir yang terjadi semakin meningkat frekuensinya, dampak luapan/genangan banjir semakin meningkat, kerusakan sungai akibat banjir semaikin meningkat, pengendapan sungai dan muara karena sedimentasi tinggi, kerusakan pantai karena abrasi, sistem pengeloaan pengukuran, pengamatan, pemantauan klimatologi, hujan, muka air sungai (debit sungai), kualitas air sungai, peringatan dini (banjir) yang kurang terpelihara sehingga kurang berfungsi secara baik, pengelolaan data iklim, hujan, debit banjir, kualitas air yang kurang terkoordinasi dan sulit dikases serta kurangnya pelibatan atau peran masyarakat, dunia usaha dalam penentuan kebijakan dalam pengelolaan masyarakat. Kompleksnya permasalahan sumber daya air di atas, sebagai latar belakang diterbitkannya Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (UU SDA No.7/2004) yang sering disebut dengan Undang-Undang Sumber Daya Air. Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut merupakan paradigma baru yang digunakan sebagai landasan pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan: konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air (UU SDA No.7/2004, ps 1 no.7) yang kemudian disebut sebagai 3 (tiga) aspek pengelolaan sumber daya air (penjelasan UU SDA No.7/2004, ps 77, ayat 2). Beberapa prinsip dasar pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, adalah pengelolaannya dilaksanakan secara (UU SDA No.7/2004 ps 3, beserta pejelasannya): 1. menyeluruh, yaitu: mencakup 3 (tiga) aspek pengelolaan, yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air; 2. terpadu, yaitu: yaitu pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan antarsektor dan antarwilayah administrasi; 3. dan berwawasan lingkungan hidup, yaitu: pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan; 1

5 dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Undang-Undang Sumber Daya Air telah menggariskan bahwa tahapan pengelolaan sumber daya air, yaitu diawali dengan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, penyusunan perencanaan pengelolaan sumber daya air (master plan), studi kelayakan, penyusunan program, rencana detail, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, Poernomo (2007). Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, maka disusun pola pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2). Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 13, ayat 1 dan 2; telah mengamanatkan bahwa wilayah sungai dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional. Namun untuk alasan operasional yang mendesak Menteri Pekerjaan Umum menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, di Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungai (WS), dengan status sebagai berikut: 1. WS di dalam satu Kabupaten/Kota; 2. WS lintas Kabupaten/Kota; 3. WS Lintas Provinsi; 4. WS Strategis Nasional; 5. WS lintas Negara. Yang dalam konsideran Keputusan Menteri PU tersebut; menimbang nomor c; disebutkan sambil menunggu Keputusan Presiden RI Tentang Penetapan Wilayah Sungai dan Peraturan Pemerintah Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Wilayah Sungai dan Cekungan Air Tanah perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersurat prosedur pengelolaan sumber daya air pada suatu WS yang pada tahap awal harus dilaksanakan: 1. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan tujuan pengelolaan sumber daya air, skenario dan alternatif strategi serta kebijakan operasional dalam pengelolaan sumber daya air. Dokumen ini digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan tahap berikutnya; 2. Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, yang merupakan arahan upaya fisik dan non fisik setiap sektor dalam pengelolaan sumber daya air pada WS. Dengan melaksanakan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7/Th 2004 dan Peraturan Pemerintah No.42/Th 2008 maka diharapkan sumber daya air dapat dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air terpadu (integrated water rasources management) adalah sebuah proses yang mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah dan sumber-sumber terkait dengan tujuan untuk mengoptimalkan resultan ekonomis dan kesejahteraan sosial dalam 2

6 perilaku yang cocok tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem-ekosistem penting (Global Water Partnership Technical Advisory Committee, 2001). Ditambahkan definisi umum pengelolaan SDA.. Pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non struktural untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan lingkungan (Kodoatie, 2005). Dalam pasal-pasal Undang-Undang Sumber Daya Air telah tersirat tahapan pengelolaan sumber daya air pada suatu WS. Robert Kodoati (2008) menyusun diagram pengelolaan sumber daya air dengan tahapan sebagai berikut: 1. Penyusunan Kebijakan Sumber Daya Air, 2. Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, 3. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air (Rencana Induk), 4. Studi Kelayakan, 5. Penyusunan Program Pengelolaan Sumber Daya Air 6. Rencana Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air, 7. Rencana Detail Pengelolaan Sumber Daya Air, 8. Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Sumber Daya Air, 9. Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air. Landasan penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no. 7/Th 2004 pasal 13 ayat 1, pasal 14 ayat 1, pasal 15 ayat 1, pasal 16 ayat1, dan Peraturan Pemerintah no.42/th 2008 pasal 1 no7, pasal 3 nomor a, pasal 4 ayat 1 nomor a. Landasan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no. 7/Th 2004 pasal 11, ayat 1 dan 2 dan Peraturan Pemerintah no.42/th 2008 pasal 4, ayat 1 nomor c. Landasan penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air; Undang-Undang Sumber Daya Air no. 7/Th 2004 pasal 59, ayat 3 dan Peraturan Pemerintah no.42/th 2008 pasal 3, nomor a, Pasal 26, ayat 1. Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air disebutkan pengertian dari Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Apabila dikaitkan dengan tahapan pengelolaan yang diuraikan di atas maka Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada setiap wilayah sungai menjadi dokumen penting dan strategis untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan dari pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai. 3

7 BAB II. BATAS WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGELOLA 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 1, nomor 11, definisi DAS adalah: Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sesuai dengan kondisi topografinya maka DAS dapat diklasifikasikan menurut bentuk atau tipikal dengan karakteristik sebagai berikut: No. Tipikal/Bentuk Karakteristik Tampak Atas 1 DAS bulu burung Bentuknya memanjang seperti bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama. Banjir relatif kecil karena waktu tiba air dari masing2 anak sungai ber-beda2 (tdak bersamaan) 2 DAS Radial Bentuknya seperti kipas-linkaran Anak sungainya memusat di satu titik secara radial. Banjir relatif besar tetapi relatif tidak lama. Laut 3 Das Paralel Bentuk seperti kipas Anak sungainya 2-3 jalur sejajar; pararel bermuara di bag. Hilir. Banjir relatif besar tetapi relatif tidak lama. Laut 4. DAS Komplek Bentuknya gabungan dari bentuk no. 1 s/d 3 di atas Laut Dalam setiap DAS terdapat daerah resapan dan tampungan air hujan (recharge), waduk, danau, embung, situ dan sungai, penanganan air limbah, pengambilan air baku untuk air rumah tangga, perotaan, industri, irigasi serta bangunan pengendalian banjir seperti digambarkan berikut: 4

8 Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai Gambar 2.2. Perspektif Daerah Aliran Sungai 5

9 2.2. Wilayah Sungai Menurut Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 1, nomor 11, definisi Wilayah Sungai (WS) adalah: adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan km2. Peraturan Menteri PU No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, di Indonesia terdapat 133 Wilayah Sungah (WS), dengan status sebagai berikut: 1. WS di dalam satu Kabupaten/Kota, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, sebanyak 13 WS; 2. WS lintas Kabupaten/Kota, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, sebanyak 51 WS; 3. WS Lintas Provinsi, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 27 WS; No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi 1 A2-1 Alas - Singkil N A D -Sumatera Utara 2 Batang Natal A2-2 Btg.Batahan - Sumut - Sumbar 3 A2-3 Rokan Riau - Sumatera Barat -Sumatera Utara 4 A2-4 Kampar Riau - Sumatera Barat 5 A2-5 Indragiri Riau - Sumatera Barat 6 A2-6 Batanghari Jambi - Sumatera Barat 7 A2-7 Musi Sumsel-Bengkulu- Lampung 8 A2-8 Mesuji - Tulang Lampung - Bawang Sumsel 9 A2-9 Teramang-Ipuh Bengkulu-Jambi 10 A2-10 Nasal - Padang Guci 11 A2-11 Kepulauan Seribu 12 A2-12 Cidanau-Ciujung- Cidurian-Cisadane- Ciliwung-Citarum Bengkulu - Lampung DKI Jakarta - Banten Banten-DKI Jakarta-Jabar 13 A2-13 Citanduy Jawa Barat - Jawa Tengah 14 A2-14 Cimanuk - Cisanggarung Jawa Barat - Jawa Tengah Nama-Nama DAS Lae Pardomuan; Lae Silabuhan; Lae Siragian; Lae Singkil; L.Kuala Baru Btg. Batahan; Btg. Natal Rokan; Bangko; Rokan Kiri; Rokan Kanan; Kubu; Sumpur; Sontang; Asik; Air Pesut; Sibinail; Pagang; Pincuran Panjang;Timbawan Kampar; Kampar Kiri; Kampar Kanan; Bt.Kapur; Bt.Mahat; Kuantan; Indragiri;Gaung Anak Serka; Guntung; Pateman; Palangki; Ombilin; Sinamar Btg.Hari; Tungkal; Bentaro; Mandahara; Lagan; Air Hutan; Jujuhan; Siat; Timpeh; Kuko; Pangean; Momong; Sipotar; Sangir; Talantam; Bangko; Gumanti; Pinti Kayu;Pkl.Duri Besar Musi; Lakitan; Kelingi; Rawas; Semangus; Batang Hari Leko; Mesuji; Tlg. Bawang; Tjg. Pasir; Randam Bsr; Sibur Besar; Tawar; Bati Dalam Kecil; Randam Besar; Meham Kecil Teramang; Ipuh; Retak; Buluh; Selagan; Bantal; Dikit; Manjuto Air Nasal; Air Sambat; Air Tetap; Air Luas; Air Kinal; Air Padang Guci; Air Sulau; Air Kedurang; Air Bengkenang; Air Manna (Kepulauan Seribu) Cisadane; Ciliwung; Citarum; Cidanau; Ciujung;Cidurian Citanduy, Cibeureum; Cimeneng; Kadalmeteng; Ciputra Pinggan; Sapuregel; Kawungaten; Cikonde; Cikembulan; Cihaur Cimanuk; Cisanggarung; Cipanas; Ciwaringin;Cikondang; Kasuncang; Babakan; Kabuyutan; Kluwut 6

10 No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi 15 A2-15 Progo - Opak - DI Yogyakarta - Serang Jateng 16 A2-16 Bengawan Solo Jawa Timur - Jawa Tengah Nama-Nama DAS Progo; Opak; Serang; Tangsi; Elo; Oyo Keduwang; Jurang Gempal; B. Solo/Jurug Solo; Grindulu; Lorong; Lamong; K. Gondang; K. Sragen; Semawon; Wungu; Semawun; Geneng; Sondang 17 A2-17 Jelai-Kendawangan Kalteng - Kalbar Jelai; Kendawangan 18 A2-18 Barito - Kapuas Kalimantan Selatan - Barito; Kapuas; Murung, Martapura; Riam Kanan; Riam Kalimantan Tengah Kiwa; Negara; Ambawang; Kubu; Landak;Tapin 19 A2-19 Dumoga - Sangkup Sulawesi Utara - Gorontalo Dumoga; Sangkup; Buyat; Lomboit; Andagile; Bulawa; Tuliawa 20 A2-20 Limboto - Bulango - Gorontalo - Bone Sulawesi Utara Limboto; Bulango; Bone Gorontalo- 21 A2-21 Randangan Sulawesi Randangan; Tengah 22 A2-22 Palu - Lariang Sulteng - Sulsel - Sulbar Palu; Lariang; Watutela; Pasangkayu; Mesangka; Surumba; Sibayu; Tambu 23 A2-23 Kaluku - Karama Sulbar - Sulsel Kaluku; Karama; Babbalalang; Malunda; Mandar 24 A2-24 Pompengan - Sulsel - Sultra Pompengan; Larona; Kalaena; Latuppa; Bua; Lamasi; Larona Makawa; Bungadidi; Kebo; Rongkong; Balease 25 A2-25 Sadang Sulsel - Sulbar Sadang; Mamasa; Rapang; Libukasi; Galang-galang; Lissu; Barru; Lakepo; Lampoko;Kariango; Pangkajene; Bone-bone; Segeri; Karajae; Malipi; 26 A2-26 Lasolo - Sampara Sul.Tenggara- Sulsel-Sulteng 27 A2-27 Omba Papua - Irian Jaya Barat Lasolo; Sampara; Lalindu; Aopa; Tinobu; Luhumbuti; Landawe; Amesiu Omba; Lengguru; Madefa; Bedidi; Bomberai 4. WS Strategis Nasional, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 37 WS; Pulau Sumatera No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A3-1 Meureudu - Baro N.A.D. Meureudu; Baro; Tiro; Pante Raja; Utue; Putu; Trienggadeng; Pangwa; Beuracan; Batee 2 A3-2 Jambo Aye N.A.D. Jambo Aye; Geuruntang; Reungget; Lueng; Simpang Ulim; Malehan; Julok Rayeu; Keumuning; Gading; Idi Rayeuk; Lancang; Jeungki; Peundawa Rayeuk; Peureulak; Peundawa Puntong; Leugo Rayeuk; 3 A3-3 Woyla - Seunagan N.A.D. Woyla; Seunagan; 4 A3-4 Tripa - Bateue N.A.D. Tripa; Bateue; 5 A3-5 Belawan - Ular - Padang Sumatera Utara Belawan; Ular; Deli; Belumai; Padang; Martebing; Kenang; Serdang; Percut; Bedagai; Belutu 6 A3-6 Toba-Asahan Sumatera Utara Danau Toba; Sei Asahan; Silau; Tanjung; Suka 7 A3-7 Batang Angkola- Sumatera Utara Batang Angkola; Batang Gadis Batang Gadis 8 A3-8 Siak Riau Siak; Siak Kecil; Bukit Batu; Palentung; Tapung Kanan; Tapung Kiri; Masigit; Bulu Kala; Mandau; Dumai 9 A3-9 Reteh Riau Reteh; Gangsal 10 A3-10 Pulau Batam - Kepulauan Riau (Pulau Batam; Pulau Bintan) Pulau Bintan 11 A3-11 Anai-Kuranji-Arau- Mangau-Antokan Sumatera Barat Anai; Kuranji; Arau; Mangau; Antokan; Air Dingin; Tapakis; Ulakan; Andaman; Pariaman; Manggung; Naras; Limau; Kamumuan; Paingan; Tiku; Bungus 12 A3-12 Sugihan Sumatera Burung; Gaja Mati; Pelimbangan; Beberi; Olok; Daras; 7

11 Selatan 13 A3-13 Banyuasin Sumatera Selatan 14 A3-14 Way Seputih-Way Sekampung Lampung Medang; Padang Banyuasin; Senda; Limau; Ibul; Puntian; Pangkalan Balai; Buluain; Kepayang; Mangsang; Kedawang; Titikan; Mendes; Tungkal; Keluang; Lalan; Supat; Lilin Seputih; Sekampung; Wako; Kambas; Penet; Kuripan; Sabu; Sukamaju Pulau Jawa No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A3-15 Pemali - Comal Jawa Tengah Pemali; Pemali Notog; Comal; Cacaban; Waluh; Sengkarang; Sambong; Sragi 2 A3-16 Jratunseluna Jawa Tengah Jragung, Tuntang; Serang; Lusi; Juwana; Anyar; Klampok; Semarang; Garang; Randuguntini 3 A3-17 Serayu - Jawa Tengah Serayu; Bogowonto; Bengawan; Ijo; Luk Ulo; Bogowonto Cokroyasan; Sempor; Padegolan; Tipar; Wawar; Telomoyo; Watugemulung; Pasir; Tuk; Yasa; Srati; Donan 4 A3-18 Brantas Jawa Timur Brantas; Santun; Punyu; Bango; Putih; Widas; Konto Pulau Bali, NTB dan NTT No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A3-19 Bali - Penida Bali Ayung; Ho; Balian; Daya; Sabah; Panarukan; Sangiang Gede 2 A3-20 Pulau Lombok N.T.B. Dodokan; Jangkok; Babak; Renggung; Palung; Blimbing; Segara; Pemining; Meninting; Sidutan 3 A3-21 Aesesa N.T.T. Aesesa; Wae Mokel; Naggaroro; Mautenda; Wolowona; Waiwajo; Nebe Pulau Kalimantan No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi 1 A3-22 Kapuas Kalimantan Barat 2 A3-23 Pawan Kalimantan Barat 3 A3-24 Seruyan Kalimantan Tengah 4 A3-25 Kahayan Kalimantan Tengah 5 A3-26 Mahakam Kalimantan Timur Nama-Nama DAS Kapuas; Ambawang; Kubu; Landak; Nipah; Paduan; Peniti; Kapar; Mancar; Kerawang; Melendang; Satai Pawan; Simpang; Semandang; Semanai Seruyan Kahayan; Sebangau Mahakam; Semboja; Senipah; Semoi Pulau Sulawesi No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A3-27 Sangihe Talaud Sulawesi Utara (Sangihe Talaud) 2 A3-28 Tondano - Sulawesi Utara Ranowangko; Ranopaso; Nimanga; Marondor; Likupang Sosongae; Tondano; Likupa 3 A3-29 Paguyaman Gorontalo Paguyaman; 4 A3-30 Parigi - Poso Sulawesi Tengah Parigi; Poso; Tompis; Bambalemo; Podi; Dolago; Tindaki 5 A3-31 Laa - Tambalako Sulawesi Tengah Laa; Tambalako; Tirongan; Salato; Morowali; Sumare; Bahonbelu; Bahodopi 6 A3-32 Walanae - Sulawesi Walanae; Cenranae; Paremang; Bajo; Awo; Peneki; Cenranae Selatan Keera; Ranang; Larompong; Gilirang; Noling; Suli; Suto; 8

12 7 A3-33 Jeneberang Sulawesi Selatan Jeneberang; Jeneponto; Maros; Matulu; Salangketo; Tangka; Aparang; Pamukulu Pulau Maluku No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A3-34 Pulau Buru Maluku (Pulau Buru) 2 A3-35 Pulau Ambon - Maluku (Pulau Ambon; Pulau Seram) Pulau Seram 3 A3-36 Kepulauan Kei - Maluku (Kepulauan Kei - Aru) Aru 4 A3-37 Kepulauan Yamdena-Wetar Maluku (Kepulauan Yamdena-Wetar) 5. WS lintas Negara, yang pengelolaannya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sebanyak 5 WS No Kode WS Nama Wilayah Sungai Provinsi Nama-Nama DAS 1 A1-1 Benanain NTT-Timor Benanain-Mena Leste 2 A1-2 Noel-Mina NTT-Timor Noel Mina; N Termanu; Nugkurus; (P Rote); (P Sabu) Leste 3 A1-3 Sesayap Kaltim_Serawak Malaysia Sesayap; Sebakung; Sebakis; Sebuku; Sembaleun; Semenggaris; Noteh; Sinualan; Itai; Sekata; Linuang 4 A1-4 Mamberami-Tami- Apauvar Papua-Papua Nugini Kayan, Ansam; Belayau Memberamo; Gesa; Bigabu; Sobger; Tariku; Nawa; Taritatu; Van Dalen; Tani; Apauvar; Verkume; Tor; Biri; Wiru; Sermo, Grime; Sentani. 5 A1-5 Enlanden-Digul- Bikuma Papua-Papua Nugini Catatan: dalam waktu dekat akan diterbitkan Keputusan Presiden tentang wilayah sungai. Enlanden; Digul; Maro; Kumbe; Bulaka; Bian; Dolak; Digul; Cemara Cekungan Air Tanah Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (UU SDA No.7/2004, pasal 1, nomor 12). Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, disusun pola pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah (UU SDA No.7/2004, pasal 11, ayat 1 dan 2), Hal ini ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (PP PSDA No.42/2008), pasal 4, ayat 1, nomor b dan c, yang menyatakan bahwa: pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada wilayah sungai (WS) dan cekungan air tanah (CAT) yang ditetapkan; dan pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai (UU SDA No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah (PERPRES No.26/2011), di Indonesia terdapat 421 (empat ratus dua puluh satu) Cekungan Air Tanah (CAT) yang terdiri dari; (dua ratus lima) cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, (seratus tujuh puluh enam) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, - 36 (tiga puluh enam) cekungan air tanah lintas provinsi dan - 4 (empat) cekungan air tanah lintas negara. 9

13 Pemerintah kabupaten/kota mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya, demikian untuk hal yang sama, pemerintah provinsi pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota dan pemerintah pusat untuk cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai Sesuai amamat Peraturan Pemerintah No.42/2008 maka yang dimaksud menteri yang membidangi sumber daya air adalah menteri Pekerjaan Umum. Pada PP PSDA No.42/2008, disebutkan adanya unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas Negara dan wilayah sungai strategis nasional melaksanakan tugas: - membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air (pasal 19, 20, dan 21) - menyusun rancangan rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai (pasal 35, 36, dan 37) Maka untuk merealisasikan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada WS ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai. Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai dalam Peraturan Pemerintah no.42/2008 adalah merupakan unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air dan dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi : a. penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai; b. penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai; c. pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai; d. penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan; e. penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai; f. operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai; g. pengelolaan sistem hidrologi; h. penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air; i. fasilitasi kegiatam Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai; j. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air; k. pelaksanaan ketatausahaan Balai Wilayah Sungai dan Balai Besar Wilayah Sungai. Balai Wilayah Sungai No. Nama Balai Lokasi Wilayah Kerja Tipe A 1 BWS Sumatera I Banda Aceh WS Meureudu-Baro, WS Jambo-Aye,WS Woyla-Seunagan, WS Tripa-Bateu,WS Alas-Singkil 2 BWS Sumetera II Medan WS Belawan-Ular Padang WS Toba- Asahan, WS Batang Angkola-BatangGadis, WS Batang Natal-Batang Batahan 3 BWS Sumatera III Pekanbaru WS Rokan, WS Siak, WS Kampar, WSIndragiri, WS Reteh 4 BWS Sumatera V Padang WS Anai-Kuranji-Arau-Mangau-Antokan 5 BWS Sumatera VI Jambi WS Batanghari 6 BWS Sumatera VII Bengkulu WS Air Majunto-Sebelat 10

14 7 BWS Bali-Penida Denpasar WS Bali-Penida 8 BWS Nusa Tenggara I Mataram WS P. Lombok 9 BWS Kalimantan II Kuala Kapuas WS Seruyan, WS Kahayan, WS Barito- Kapuas 10 BWS Kalimantan III Samarinda WS Sesayap, WS Mahakam 11 BWS Sulawesi III Palu WS Palu-Lariang, WS Parigi-Paso, WS Laa- Tambalako, WS Kaluku-Karama Tipe B 12 BWS Sumatera IV Batam WS P. Batam-P. Bintan 13 BWS Nusa Tenggara II Kupang WS Aesesa, WS Benanain, WS Neo-Mina 14 BWS Kalimantan I Pontianak WS Kapuas, WS Pawan, WS Jelai- Kendawangan 15 BWS Sulawesi I Manado WS Sangihe-Talaud, WS Tondano- Likupang, WS Dumoga-Sangkub 16 BWS Sulawesi II Gorontalo WS Limboto-Bulango-Bone, WSPaguyaman, WS Randangan 17 BWS Maluku Ambon WS P. Buru, WS P. Ambon-Seram, WSKep. Kei-Aru, WS Kep. Yamdena-Wetar 18 BWS Papua Jayapura WS Memberamo, WS Einlanden-Digul- Bikuma Balai Besar Wilayah Sungai No. Nama Balai Lokasi Wilayah Kerja 1 BBWS Sumatera VIII Palembang WS Musi, WS Banyuasin, WS Sugihan 2 BBWS Mesuji-Sekampung Bandar Lampung WS Mesuji-Tulang Bawang dan WS Way Seputih - Way Sekam-pung 3 BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian Serang WS Cidanau-Ciujung-Cidurian 4 BBWS Ciliwung-Cisadane Jakarta WS Ciliwung-Cisadane dan WS Kep. Seribu 5 BBWS Citarum Bandung WS Citarum 6 BBWS Cimanuk Cisanggarung Cirebon WS Cimanuk-Cisanggarung 7 BBWS Citanduy Banjar WS Citanduy 8 BBWS Pemali-Juana Semarang WS Pemali-Comal dan WS Jratunseluna 9 BBWS Serayu-Opak Yogyakarta WS Serayu-Bogowonto dan WS Progo- Opak-Serang 10 BBWS Bengawan Solo Surakarta WS Bengawan Solo 11 BBWS Brantas Surabaya WS Brantas 12 BBWS Pompengan-Jeneberang Makassar WS Pompengan - Larona, WS Sadang, WS Walanae-Cenranae, WS Jeneberang dan WS Lasolo-Sampara 11

15 BAB III. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 3.1. Penyusunan Visi Misi, Kebijakan dan Strategi Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi yang disusun oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota menjadi landasan dalam penyusunan pola pemgelolaan sumber daya air pada wilayah sungai. Visi Misi Visi adalah harapan yang akan dicapai oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota sedangkan Misi adalah usaha yang akan dilakukan untuk mencapai atau mewujudkan harapan tersebut. Kebijakan Kebijakan merupakan adalah arahan pokok untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan berfungsi sebagai instrumen dalam melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air. Strategi Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario kondisi wilayah sungai Perumus dan Penyusun Kebijakan Pengelolaan SDA Menurut UU SDA No.7/2004, pasal 14 s/d 16, ayat 1, 1. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah adalah menetapkan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi adalah menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya. 3. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota adalah menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten sekitarnya. Kebijakan pengelolaan sumber daya air adalah arahan strategis dalam pengelolaan sumber daya air (PP PSDA No.42/2008, ps 1, no.7). Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada: a. kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan c. pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai. (PP PSDA No.42/2008, ps 4, ayat 1). Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, yang selanjutnya disebut kebijakan nasional sumber daya air, disusun dan dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional dan ditetapkan oleh Presiden (PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat1). 13

16 Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi disusun dan dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi dan ditetapkan oleh gubernur (PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat2). Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat kabupaten/kota disusun dan dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan ditetapkan oleh bupati/walikota. (PP PSDA No.42/2008, ps 6, ayat2) 3.3. Kebijakan Nasional SDA Kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air telah dirumuskan oleh Dewan Nasional Sumber Daya Air dan ditetapkan oleh Presiden, melalui Peraturan Presiden RI, Nomor 33 Tahun 2011, Tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air Latar Belakang Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa selain berperan sebagai penopang sistem kehidupan juga sebagai modal pembangunan. Hampir seluruh aktivitas dan komoditas dalam kehidupan di muka bumi ini sangat tergantung pada ketersediaan air. Hasil pembangunan sumber daya alam (termasuk sumber daya air) telah mampu menyumbang kepada produk domestik bruto dan menyerap tenaga kerja. Meskipun potensi total tahunan sumber daya air di Indonesia masih berlimpah, tetapi distribusinya tidak merata baik ditinjau dari letak geografis setiap pulau maupun dari segi distribusi curah hujan bulanan. Ketidaksiapan dalam mengantisipasi dinamika kependudukan dan pembangunan yang terus meningkat serta siklus air musiman yang semakin tidak menentu sebagai dampak perubahan iklim global, akan menghadapkan kita pada situasi krisis sumber daya air baik yang terjadi saat ini maupun di waktu mendatang. Pembangunan yang sangat pesat, pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya kegiatan ekonomi selama tiga dasawarsa terakhir mengakibatkan peningkatan alih fungsi lahan di berbagai wilayah. Perubahan kawasan hutan dan lahan menjadi lahan permukiman, perkotaan, dan pertanian serta peruntukan lainnya mengakibatkan berkurangnya kapasitas resapan air, peningkatan erosi lahan, sedimentasi pada sumber-sumber air, serta peningkatan kerentanan kawasan terhadap bahaya kekeringan, banjir dan tanah longsor, pencemaran air, intrusi air laut serta penurunan produktivitas lahan yang kesemuanya itu akan mengakibatkan kerugian ekonomi, kerawanan sosial dan kerusakan lingkungan. Beberapa permasalahan lain, yang juga perlu mendapat perhatian yaitu: 1. Konflik dalam penggunaan air Akibat ketidak-seimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan, pada musim kemarau seringkali terjadi persengketaan dalam penggunaan air antarpetani, antarpengguna air, antara masyarakat yang tinggal di kawasan hulu dan hilir baik antarkelompok maupun antarwilayah administrasi pemerintahan. 2. Keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber Jaya air menjadi faktor penyebab kurangnya perhatian dan peran mereka terhadap upaya pelestarian sumber daya air dan pemeliharaan sarana dan prasarananya. 3. Tumpang tindih peran lembaga pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan. Hingga saat ini masih banyak terjadi tumpang tindih dan kesenjangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi antarinstansi, sehingga menyebabkan pengelolaan sumber daya air menjadi tidak efektif dan efisien. 4. Keterbatasan data dan informasi sumber daya air yang benar dan akurat 14

17 Tumpang tindih dalam pengumpulan data dan data yang tidak konsisten antarsektor masih sering terjadi karena setiap instansi bekerja menurut keperluannya masing-masing. Sehingga data dan informasi sumber daya air untuk mendukung pengambilan keputusan pada berbagai tingkatan, belum cukup terjamin keakuratan dan kebenarannya, baik pada tingkat manajerial maupun operasional. Selain itu terdapat pula tantangan sebagai berikut: 1. Millenium Development Goals Dalam pergaulan masyarakat internasional, Indonesia terikat pada kesepakatan Millenium Development Goals dan Johannesburg Summit 2002 yang mentargetkan agar jumlah penduduk yang belum mendapat layanan air bersih dan sanitasi pada tahun 2000, berkurang hingga separuh pada tahun Sementara itu, tingkat layanan terhadap kebutuhan air bersih dan sanitasi pada saat ini masih rendah, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan, perdesaan, pulau-pulau kecil dan kawasan pantai, merupakan tantangan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. 2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya Terkait Air IImu pengetahuan dan teknologi pengelolaan sumber daya air yang terus dikembangkan oleh negara lain merupakan tantangan bagi Indonesia agar tidak mengalami ketertinggalan. Penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi serta peningkatan sumber daya manusia sangat diperlukan, agar Indonesia lebih mampu dan mandiri dalam pengelolaan sumber daya air. Kerja sama pengelolaan sumber daya air antarnegara diperlukan mengingat Indonesia memiliki beberapa wilayah sungai yang berbatasan dengan negara lain. Menghadapi realita permasalahan dan tantangan sebagaimana tersebut diatas diperlukan kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air yang berfungsi: 1) Memberi arah pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional untuk periode tahun ; 2) M e nj a d i a c ua n b agi m e nt eri d a n pi m p i n a n lem b a g a p e m e r i n -t a h nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang sumber daya air; 3) Menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan 4) Menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi, dan penyusunan rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai strategis nasional, dan wilayah sungai lintas negara. Kebijakan nasional pengelolaan sumber Jaya air disusun berdasarkan visi: "Sumber Daya Air Nasional yang dikelola secara Menyeluruh, Terpadu, dan Berwawasan Lingkungan untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia", dan berpedoman pada tujuh asas pengelolaan sebagaimana telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu: kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas. Untuk mewujudkan visi tersebut, kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan dilakukan melalui lima misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan konservasi sumber daya air secara terus menerus; 2. Mendayagunakan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat; 3. Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air; 4. Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air; dan 5. Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air nasional yang terpadu antarsektor dan antarwilayah. 15

18 Kebijakan Umum terdiri dari Kebijakan umum terdiri dari: 1. Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menata ulang tugas pokok dan fungsi lembaga yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan efektifitas koordinasi dan keterpaduan program lintas sektor, paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; b. Menyelesaikan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air selambat-lambatnya pada Tahun 2015 di semua wilayah sungai sesuai dengan kewenangannya; c. Meningkatkan efektifitas fungsi dan peran koordinasi Dewan Sumber Daya Air Nasional dalam rangka mengoptimalkan sinergi dan keselarasan program antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan; d. Membentuk dewan sumber daya air provinsi oleh pemerintah provinsi selambatlambatnya pada akhir Tahun 2011, serta memfasilitasi agar dapat berfungsi secara optimal; e. Membentuk dan mengefektifkan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) di wilayah sungai strategis nasional, paling lambat 1 (satu) tahun setelah Keputusan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai ditetapkan; f. Membentuk dan mengefektifkan fungsi TKPSDA di wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan intensitas permasalahan tinggi oleh pemerintah provinsi, paling lambat 1 (satu) tahun setelah Keputusan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai ditetapkan; dan g. Memberikan dukungan sumber daya untuk memperkuat peran TKPSDA wilayah sungai terhadap sinkronisasi program dan anggaran lintas sektor, lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota. 2. Pengembangan llmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya Terkait Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Membangkitkan dan membangun etika serta budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan manfaat air melalui pendidikan formal dan nonformal oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha; b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang sumber daya air serta menerapkan hasil-hasilnya dengan meningkatkan alokasi dana; c. Meningkatkan jaringan kerja sama penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang sumber daya air antarlembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi, lembaga penelitian tingkat nasional dan internasional; d. Memfasilitasi pengurusan Hak Atas Kekayaan Intelektual bagi penemuan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi terkait bidang sumber daya air; dan e. Menginventarisasi dan mengevaluasi keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagai dasar untuk pengukuhan dalam bentuk peraturan perundangundangan paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. 3. Peningkatan Pembiayaan Pengelolaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan sistem, instrumen, dan kelembagaan pembiayaan pengelolaan sumber daya air, yang berasal dari anggaran pemerintah; b. Meningkatkan kontribusi dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air; c. Meningkatkan hasil penerimaan dari biaya jasa pengelolaan sumber daya air dari penerima manfaat secara bertahap untuk membiayai pengelolaan sumber daya air paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; dan d. Memanfaatkan hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkesinambungan. 16

19 4. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Mewujudkan sistem pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan pengelolaan sumber daya air dengan meiibatkan peran masyarakat, paling lambat 2 (clua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; dan b. Mempercepat pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan hukum bidang sumber daya air pada setiap wilayah sungai paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan Kebijakan Peningkatan Konservasi Sumber Daya Air Secara Terus-Menerus Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus terdiri dari: 1. Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Memelihara daerah tangkapan air dan menjaga kelangsungan fungsi resapan air berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai oleh semua pemilik kepentingan, antara lain dengan: 1) Meningkatkan pengendalian budi daya pertanian terutama di daerah hulu sesuai dengan kemiringan lahan dan kaidah konservasi tanah dan air; 2) Meningkatkan tampungan air dengan membangun lebih banyak waduk, embung, sumur resapan, menambah ruang terbuka hijau; 3) Mengendalikan alih fungsi lahan untuk mencegah penurunan fungsi resapan air dan pembangunan permukiman, perkotaan dan industri; 4) Menentukan zona imbuhan dan zona pengambilan air tanah, yang hasilnya dapat diakses oleh masyarakat dan sebagai salah satu dasar penyusunan atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah paling lambat 2 (dua) tahun setelah Keputusan Presiden tentang Cekungan Air Tanah ditetapkan; 5) Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada daerah aliran sungai prioritas yang dilakukan secara partisipatif dan terpadu dengan capaian (dua juta lima ratus ribu) hektar paling lambat (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; 6) Menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan minimal 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai dan/atau pulau, dan tetap mempertahankan luas kawasan hutan yang masih memiliki luas lebih dari 30% (tiga puluh perseratus) dengan sebaran yang proporsional untuk menjamin keseimbangan tata air dan lingkungan; dan 7) Menambah luas kawasan hutan dan penutupan vegetasi pada daerah aliran sungai atau pulau yang mempunyai luas kawasan hutan dengan fungsi optimal kurang dari 30% (tiga puluh perseratus). b. Meningkatkan upaya perlindungan sumber air, pengaturan daerah sempadan sumber air, dan pengisian air pada sumber air antara lain untuk meningkatkan ketersediaan air baku dalam rangka mendukung pencapaian sasaran MDGs sekurang-kurangnya 69% (enam puluh sembilan perseratus) pada Tahun 2015, dengan cara: 1) Meningkatkan perlindungan dan pelestarian seluruh sumber air melalui pencegahan, pengaturan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik pada sumber air, pemanfaatan sumber air dan lahan, terutama yang berada di kawasan permukiman; 2) Meningkatkan pengendalian izin dan kegiatan penambangan pada kawasan lindung sumber air dan hutan lindung; 3) Menetapkan dan menata ulang daerah sempadan sumber air, terutama pada kawasan perkotaan dan mengatur penggunaannya untuk mengamankan dan 17

20 mempertahankan fungsi sumber air serta prasarana sumber daya air melalui peraturan perundang-undangan paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; dan 4) Meningkatkan kapasitas resapan air melalui pengaturan pengembangan kawasan, berupa penerapan persyaratan pembuatan kolam penampungan, sumur resapan, atau berbagai teknologi resapan air. c. Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air, dan pengaturan prasarana dan sarana sanitasi, dengan cara 1) Mengendalikan pemanfaatan sumber air sesuai dengan ketentuan pemanfaatan zona sumber air yang bersangkutan; dan 2) Menetapkan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan semua pengembang kawasan untuk menyediakan dan mengoperasikan prasarana dan sarana sanitasi agar tidak menambah beban pencemaran di kawasan hilir paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. 2. Peningkatan Upaya Pengawetan Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan upaya penyimpanan air yang berlebih di musim hujan oleh para pemilik kepentingan dengan cara: 1) Meningkatkan dan memelihara keberadaan sumber air dan ketersediaan air sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, melalui pemeliharaan dan pembangunan waduk dan embung; 2) Menjaga dan melindungi keberadaan dan fungsi serta merehabilitasi penampung air, baik alami maupun buatan, yaitu danau, rawa, waduk, dan embung serta cekungan air tanah; 3) Meningkatkan pemanenan air hujan melalui pembangunan dan pemeliharaan penampung air hujan; dan 4) Melaksanakan sosialisasi mengenai pengawetan air kepada masyarakat dan dunia usaha. b. Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian penggunaan air tanah oleh para pemilik kepentingan, dengan cara: 1) Menciptakan sistem insentif dan disinsentif melalui skema tarif progresif kepada pemakai air paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; 2) Mendorong penggunaan teknologi daur ulang air Iimbah untuk memanfaatkan kembali air daur ulang menjadi air baku; 3) Mendorong pengembangan dan penerapan teknologi hemat air untuk pertanian, rumah tangga, perkotaan dan industri; 4) Mengendalikan pengambilan air tanah pada cekungan air tanah yang kondisinya kritis dan sungai bawah tanah pada kawasan karst dengan membatasi pengambilan sesuai kapasitas spesifik; 5) Merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan sebagai kawasan imbuhan air tanah; dan 6) Membatasi penggunaan air tanah dengan mengatur ulang alokasi penggunaan air di berbagai sumber air untuk meningkatkan manfaat air baku yang berasal dari air permukaan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. 3. Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut: a. Menetapkan kelas air pada sungai prioritas dan menetapkan status tropik pada waduk, embung dan danau; b. Meningkatkan dan memulihkan kualitas air pada sumber air dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha untuk mencapai kelas air dan/atau status tropik yang telah ditetapkan; 18

21 c. Menetapkan beban maksimum limbah yang boleh di buang ke sungai dan saluran dari setiap kawasan permukiman dan industri paling Iambat 2 (dua) tahun setelah jaknas SDA ditetapkan; d. Membangun dan mengoperasikan sistem pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat di kawasan permukiman, serta kawasan industri dan industri di luar kawasan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha paling lambat 4 (empat) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; e. Mengembangkan dan menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk perbaikan kualitas air; f. Membangun dan meningkatkan sistem pemantauan limbah sebelum masuk ke dalam sumber air dan sistem pemantauan kualitas air pada sumber air paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; g. Mengendalikan budi daya perikanan karamba atau jaring apung di danau, waduk, dan rawa dengan mempertimbangkan fungsi sumber air dan daya tampung serta daya dukung sesuai dengan peruntukannya secara bertahap sampai Tahun 2014; dan h. Memfasilitasi penyediaan sarana sanitasi umum untuk kawasan permukiman yang berada di dekat dan/atau di atas badan air yang sesuai rencana tata ruang paling lambat 4 (empat) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan Kebijakan Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, terdiri dari : 1. Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menetapkan zona pemanfaatan sumber air untuk dijadikan acuan bagi penyusunan atau perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; b. Menetapkan peruntukan air pada sumber air untuk memenuhi berbagai kebutuhan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung sumber air yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; c. Melibatkan seluruh pemilik kepentingan dalam penyusunan rencana tindak pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim; dan d. Menetapkan alokasi ruang untuk pembangunan kawasan pemukiman, kawasan industri dan industri di luar kawasan guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian untuk mewujudkan kawasan ramah lingkungan. 2. Peningkatan Upaya Penyediaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air yang sudah ada dan yang baru sesuai dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai; b. Memastikan pengelolaan sumber daya air terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi; c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan pokok air sehari-hari serta kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang ada sebagai prioritas utama dalam penyediaan; dan d. Menetapkan standar layanan minimal kebutuhan pokok air sehari-hari secara nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air bagi penduduk dalam rencana penyediaan air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. 3. Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut: 19

22 a. Mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian penggunaan sumber daya air di wilayah sungai; b. Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan sumber daya air yang berlebihan di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; dan c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh para pengguna air irigasi dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional. 4. Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menyusun program pengembangan sumber daya air yang didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai paling lambat I (satu) tahun setelah rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan; b. Melaksanakan program pengembangan sumber daya air dengan memadukan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik-kepentingan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan; c. Mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, perkotaan, dan industri dengan mengutamakan pemanfaatan air permukaan; d. Melakukan upaya pengembangan sistem penyediaan air minum dalam rangka peningkatan layanan penyediaan air minum untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekurangkurangnya mencapai 78% (tujuh puluh delapan perseratus) layanan di perkotaan dan 62% (enam puluh dua perseratus) layanan di perdesaan pada Tahun 2015 e. Meningkatkan pengembangan sumber Jaya air termasuk sumber air irigasi alternatif dalam skala kecil dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan nasional, serta produksi pertanian lainnya; f. Mengembangkan fungsi sungai, danau, waduk, dan rawa untuk keperluan transportasi air, dan pembangkit listrik tenaga air pada wilayah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi; g. Menyediakan insentif bagi usaha swadaya masyarakat dalam pengembangan infrastruktur pembangkit listrik mikrohidro; h. Mendorong perseorangan atau kelompok masyaraka tuntuk mengem-bangkan teknologi pemenuhan kebutuhan air minum dari sumber air permukaan dalam upaya mengurangi penggunaan air tanah; dan i. Menerapkan teknologi modifikasi cuaca dalam kondisi luar biasa setelah mendapat pertimbangan dari wadah koordinasi amber daya air wilayah sungai dan/atau dewan sumber daya air provinsi. 5. Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Mengatur pengusahaan sumber daya air berdasarkan prinsip keselarasan antara kepentingan sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, dengan tetap memperhatikan asas keadilan dan kelestarian untuk, kesejahteraan masyarakat; b. Menyusun dan menerapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dalam pengusahaan sumber daya air yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan lokal paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; c. Meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha, dan lembaga swadaya masyarakat dalam pengusahaan sumber daya air dengan izin pengusahaan; d. Menyusun peraturan perundang-undangan daerah untuk mengendalikan penambangan bahan galian pada sumber air guna menjaga kelestarian sumber Jaya air dan lingkungan sekitar paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; e. Mengalokasikan kebutuhan air untuk pengusahaan sumber daya air sesuai dengan rencana alokasi air yang ditetapkan; dan 20

23 f. Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan dan pengawasan terhadap pengusahaan sumber daya air Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Dan Pengurangan Dampak Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak terdiri dari: 1. Peningkatan Upaya Pencegahan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut a. Memetakan dan menetapkan kawasan rawan bencana yang terkait air sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap wilayah sungai; b. Mengintegrasikan perencanaan, pembangunan dan pengelolaan drainase kawasan produktif, drainase perkotaan, drainase jalan, dan sungai ke dalam sistem pengendalian banjir; c. Meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan banjir dan kekeringan; d. Memprakarsai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara kawasan hulu dan kawasan hilir dalam pengendalian daya rusak air; e. Meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh para pemilik kepentingan; f. Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara 1) Mencegah dan membebaskan bantaran sungai dari hunian dan bangunan liar serta mengatur pemanfaatan bantaran sungai; 2) Menertibkan penggunaan sempadan sungai sesuai dengan rencana yang ditetapkan; 3) meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai kawasan retensi banjir dan kawasan rawan bencana yang terkait air; 4) Meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim global dan daya rusak air; g. Melakukan pengendalian aliran air di sumber air, dengan cara: 1) Meningkatkan resapan air ke dalam tanah untuk mengurangi aliran permukaan oleh para pemilik kepentingan; 2) Meningkatkan kapasitas pengaliran sungai dan saluran air oleh para pemilik kepentingan; 3) Menetapkan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali banjir paling lambat 3 (tiga) tahun setelah jaknas SDA ditetapkan; 4) Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali banjir oleh para pemilik kepentingan; dan 5) Menyediakan prasarana pengendalian banjir untuk melindungi prasarana umum, kawasan permukiman, dan kawasan produktif. 2. Peningkatan Upaya Penanggulangan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menetapkan mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya rusak air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; b. Melaksanakan sosialisasi mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya rusak air; c. Mengembangkan sistem prakiraaan dan peringatan dini untuk mengurangi dampak daya rusak air pada setiap kawasan rawan bencana terkait air; d. Meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan, dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana akibat daya rusak air, antara lain dengan melakukan simulasi dan peragaan mengenai cara-cara penanggulangan bencana oleh para pemilik kepentingan; e. Memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penanggulangan bencana akibat daya rusak air; 21

24 dan f. Menyusun sistem penganggaran yang sesuai dengan kondisi darurat untuk penanggulangan daya rusak air yang bersumber dari Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) serta sumber dana lain paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. 3. Peningkatan Upaya Pemulihan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut a. Merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumber daya air dan memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan mengalokasikan dana yang cukup dalam APBN/APBD, dan sumber dana lainnya; b. Mengembangkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan yang terkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya rusak air; dan c. Memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana terkait air oleh para pemilik kepentingan Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air terdiri dari : 1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Perencanaan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya keselarasan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari sumber daya air; b. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air; c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air di tingkat wilayah sungai; dan d. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan kepada masyarakat agar mampu berperan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan. 2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pelaksanaan Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menyampaikan masukan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; b. Memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan; c. Mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembiayaan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; d. Meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam konservasi sumber daya air dan pengendalian daya rusak air dengan cara memberikan insentif kepada yang telah berprestasi; e. Menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di setiap daerah paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; f. Mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan serta peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air; dan g. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan. 3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengawasan Strategi untuk 22

25 mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut: a. Membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air dalam bentuk pelaporan dan pengaduan; b. Menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air paling Iambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan; c. Menindaklanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat dan dunia usaha; dan d. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan Kebijakan Pengembangan jaringan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional Terpadu Kebijakan pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari : 1. Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola SISDA Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi dan lembaga pengelola data dan informasi sumber daya air paling lambat I (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan; b. Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/atau mengembangkan SISDA terutama mengenai c. Membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola data dan informasi sumber daya air terpadu di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai paling lambat 2 (dua) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan; d. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga pengelola SISDA oleh para pemilik kepentingan; dan e. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan data dan informasi sumber daya air. 2. Pengembangan Jejaring SISDA Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut: a. Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan SISDA paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan S11-13 ditetapkan; b. Membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan daerah serta antarsektor dan antarwilayah paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan SIH3 ditetapkan; dan c. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SISDA. 4. Pengembangan Teknologi Informasi Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan SISDA berbasis teknologi informasi hasil rancang bangun nasional oleh para pemilik kepentingan; b. Meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam SISDA, serta memfasilitasi pengoperasiannya; dan c. Memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi sumber daya air. 23

26 BAB IV. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 4.1. Pengertian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, maka disusun pola pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah (UU No.7/2004, ps 11, ayat 1 dan 2), yang dalam perencanaan alokasinya disusun dengan mempertimbangkan penggunaan dan ketersediaan air tanah dalam cekungan air tanah (CAT) pada wilayah sungai dengan tetap mengutamakan penggunaan air permukaan (PP No.42 Th 08, ps26, ayat3). Undang-Undang Sumber Daya Air, telah mengamanatkan bahwa untuk menjamin sumber daya air dapat memberikan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan maka dalam setiap Wilayah Sungai diperlukan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha. Keharusan Wilayah Sungai menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dipertegas lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sumber Daya Air) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai harus memuat; tujuan, dasar pertimbangan pengelolaan sumber daya air, skenario kondisi wilayah sungai pada masa yang akan datang, strategi pengelolaan sumber daya air, dan kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan (PP PSDA No.42/2008, pasal 5) dan dalam penyusunan pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara terbuka melalui pelibatan berbagai pihak yang berwenang agar pola pengelolaan sumber daya air mengikat berbagai pihak yang berkepentingan Pasal demi Pasal Landasan Hukum Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Landasan Pokok Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air Pasal 1, nomor 8 : Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Penjelasan : Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air. 24

27 Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air. Pasal 11, ayat 1 s/d 5 : (1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Penjelasan : Yang dimaksud dengan masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia baik sebagai perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan. (2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Penjelasan : Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (3) Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Penjelasan : Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan dari para pemilik kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan dalam arahan kebijakan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan melalui konsultasi publik yang diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap. Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna mendapatkan tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah sungai yang bersangkutan. Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi, badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dan swasta. (4) Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Penjelasan : Yang dimaksud dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan adalah perlakuan yang proporsional untuk kegiatan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. (5) Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 14, Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi: a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; Pasal 15, Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi: a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; 25

28 Pasal 16, Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi : a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; Peraturan Pemerintah RI No.42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan SDA WS Pasal 1, ayat 8 Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pasal 3, Lingkup pengaturan pengelolaan sumber daya air dalam peraturan pemerintah ini meliputi: a. proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan rencana pengelolaan sumber daya air; b. pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air, operasi dan pemeliharaan sumber daya air; dan c. konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air. Pasal 4, (1) Pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada: a. kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan c. pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai. Penjelasan : Kebijakan pengelolaan sumber daya air memuat visi, tujuan, dan prinsip pengelolaan sumber daya air. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air, Pasal 5 Kebijakan pengelolaan sumber daya air mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan sistem informasi sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing. Penjelasan : Kebijakan pengelolaan sumber daya air meliputi kebijakan pengelolaan air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Yang dimaksud dengan kondisi wilayah masing-masing, misalnya, kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, demografis, dan sosial budaya. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, Pasal 14 (1) Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan berdasarkan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. (2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kerangka dasar dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah serta keseimbangan antara upaya konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air. Penjelasan : Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah merupakan keterpaduan dalam pengelolaan yang diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan tanggung jawab instansi masing-masing sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pasal 15 (1) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai disusun sebagai berikut: 26

29 a. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan; b. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan; c. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi yang bersangkutan; d. rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional disusun dengan memperhatikan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan. (2) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air mengacu pada data dan/atau informasi mengenai: a. penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang bersangkutan; b. kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersangkutan; Penjelasan : Ketentuan ini dimaksudkan agar tercapai keterpaduan pengelolaan sumber daya air dalam rangka pemenuhan air baku untuk berbagai kebutuhan, misalnya, pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum, dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian. c. keberadaan masyarakat hukum adat setempat; Penjelasan : Keberadaan masyarakat hukum adat mencakup unsur masyarakat, unsur wilayah, dan unsur hubungan antara masyarakat tersebut dan wilayahnya. d. sifat alamiah dan karakteristik sumber daya air dalam satu kesatuan sistem hidrologis; e. aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumber daya air; dan f. kepentingan generasi masa kini dan mendatang serta kepentingan lingkungan hidup. (3) Rancangan pola pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Pasal 16, Rancangan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 memuat: a. tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan; b. dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air; Penjelasan : Dasar yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air, antara lain mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan kriteria. Asumsi, standar, dan kriteria tersebut perlu ditetapkan secara jelas sehingga analisis dan perhitungan yang dilakukan mempunyai dasar yang jelas. Kejelasan tersebut diperlukan dalam penyusunan skenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air. c. beberapa skenario kondisi wilayah sungai; Penjelasan : Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan iklim, atau perubahan politik. d. alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario sebagaimana dimaksud pada huruf c; dan Penjelasan : Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario kondisi wilayah sungai. e. kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air. 27

30 Penjelasan : Yang dimaksud dengan kebijakan operasional adalah arahan pokok untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air yang telah ditentukan, misalnya, arahan pokok yang harus dituangkan dalam substansi peraturan perundang-undangan yang harus disusun sebagai instrumen untuk: a. penghematan penggunaan air, antara lain, penerapan tarif progresif; dan b. mendukung upaya konservasi sumber daya air, antara lain, baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke perairan umum. Pasal 17 Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, Dst membicarakan prosedur Pasal 18 Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota. Dst membicarakan prosedur Pasal 19 Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi. Dst membicarakan prosedur Pasal 20 Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional. Dst membicarakan prosedur Pasal 21 Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional. Dst membicarakan prosedur Pasal 22 (1) Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan dievaluasi paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali. (2) Hasil peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pertimbangan bagi penyempurnaan pola pengelolaan sumber daya air. Pasal 23 Pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan peraturan Menteri Landasan Terkait Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai, meliputi: 1. Undang-Undang Dasar 1945, 2. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, 4. Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, 28

31 8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, 9. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, 12. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, 13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, 14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air 15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2008 tentang Air Tanah, 16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, 17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, 18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, 19. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, 20. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, 21. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, 22. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa, 23. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan, 24. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, 25. Peraturan Menteri PU Nomor11A Tahun 2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, 26. Peraturan Menteri PU Nomor 67/PRT/1993 tentang Panitia Tata Pengaturan Air ProvinsiDaerah Tingkat I, 27. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, 28. Peraturan Menteri PU Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Pengggunaan Air dan atau Sumber Air, 29. Keputusan Menteri PU Nomor 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai Dalam Hubungan Dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C Pedoman Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan penetapan telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Perumusan dan Penyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Perumusan dan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air telah ditetapkan dalam PP PSDA No.42/2008, mulai dari pasal 17 sampai pasal 21 sesuai status wilayah sungainya sebagai berikut: 1. Wilayah Sungai dalam Satu Kabupaten/Kota Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. Dinas pada tingkat kabupaten/kota membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air harus dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait. 29

32 2. Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota. Dinas pada tingkat provinsi membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait. 3. Wilayah Sungai Lintas Provinsi Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi. Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait. 4. Wilayah Sungai Lintas Negara Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional. Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai lintas negara membantu Dewan Sumber Daya Air Nasional dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait. 5. Wilayah Sungai Strategis Nasional Rancangan pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional. Unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air wilayah sungai strategis nasional membantu wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air (UU SDA No.7/2004, ps 85, ayat 2). Koordinasi dilakukan oleh suatu wadah koordinasi yang bernama dewan sumber daya air atau dengan nama lain (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 1). Wadah koordinasi mempunyai tugas pokok menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 2). Wadah koordinasi beranggotakan unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilan (UU SDA No.7/2004, ps 86, ayat 3. Wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air adalah institusi tempat segenap pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air melakukan koordinasi dalam rangka mengintegrasikan kepentingan 30

33 berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air (PP PSDA No.42, pasal 1, no.36) Peraturan Menteri PU Nomor 04/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Wilayah Sungai. Dewan sumber daya air adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air yang meliputi Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain, dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain, dan dewan sumber daya air wilayah sungai atau dengan nama lain. Dewan Sumber Daya Air Nasional yang selanjutnya disebut Dewan SDA Nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat nasional. Dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan sumber daya air provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat provinsi. Dewan sumber daya air kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut dewan sumber daya air kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat kabupaten/kota. Dewan sumber daya air wilayah sungai atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai atau TKPSDA WS adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai. Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Provinsi atau TKPSDA WS lintas provinsi adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi. Dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Strategis Nasional atau TKPSDA WS strategis nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai strategis nasional. Dewan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lintas Kabupaten/Kota atau TKPSDA WS lintas kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota. Dewan sumber daya air wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota atau dengan nama lain yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam satu Kabupaten/Kota atau TKPSDA WS dalam satu kabupaten/kota adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota Proses Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan penetapannya sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, maka proses tahapan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dapat digambarkan dalam bagan alir sebagai berikut: 31

34 Gambar 4.1. Bagan Alir Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Proses di atas secara umum meliputi kegiatan Input-Proses-Output sebagai berikut: UU & PP terkait RTRW Kebijakan Pem., Prop, Kab/Kota & Perda terkait INPUT 1. INVENTARISASI DATA 2. IDENTIFIKASI KONDISI LINGKUNGAN & PERMASALAHAN - Potensi/Keterse diaan SDA - Kebutuhan SDA - Permasalahan yang ada 3. ISU STRATEGIS; Isu nasional & isu lokal ANALISIS Menggunakan standar & kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan asumsi/prediksi kondisi 20 thn yad yang dimungkinkan dievaluasi setiap 5 tahun Analisis meliputi : 1. Konservasi SDA, 2. Pendayagunaan SDA, 3. Pengendalian Daya Rusak Air, 4. Ketersediaan Data dan Sistim Informasi SDA 5. Pemberdayaan, Peningkatan Peran Masyarakat, Dunia Usaha (Stake Holder) Skenario kondisi WS; tentang kondisi pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi. Alternatif Pilihan Strategi PSDA; merupakan rangkaian upaya atau kegiatan PSDA untuk mencapai tujuan PSDA sesuai dengan skenario kondisi wilayah sungai. Kebijakan Operasional; Arahan pokok untuk melaksanakan strategi PSDA yang telah ditentukan Yang secara comprehensive mengakomodasi keperntingan seluruh sektor terkait. Stakeholder (Pemerintah, Masyarakat & Dunia Usaha) Gambar 4.2. Bagan Alir Input-Analisis-Output Pola Pengelolaan SDA Sumber: Paparan Direktur BPSDA pada Fasilitasi Penetapan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai di Yogyakarta 11 Mei

35 Proses penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mulai dari tahap persiapan, penyusunan dan penetapannya sesuai sesuai dengan status wilayah sungainya diuraikan dalam diagram sebagai berikut: 1. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas negara BBWS/BWS (UPT) Menyusun Sbg. Inisiator MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT PKM DEWAN SDA NASIONAL, BUPATI/ WALIKOTA, GUB., MENLU, MENHAN Disesuaikan kembali Merumuskan Rancangan Pola PSDA Menyerahkan kpd. Menteri KETETAPAN MENTERI Sudah ada Perjanjian Pola PSDA yang telah ditetapkan TIDAK SESUAI perjanjian PSDA dg. Negara ybs. Pola PSDA yang telah ditetapkan SESUAI perjanjian PSDA dg. Negara ybs. Pola PSDA dpt dipakai Sbg. bhn penyusunan perjanjian pengelolaan SDA dg. neg. tetangga Belum ada Perjanjian Pengelolaan SDA dlm. Wil. RI mengacu pada Pola PSDA WS yg telah ditetapkan oleh Menteri Gambar 4.3. Skema proses penyusunan&penetapan wilayah sungai lintas negara 2. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas propinsi BBWS/BWS (UPT) Menyusun Sbg. Inisiator PKM MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT Gubernur A &Gubernur B (melibatkan bupati/walikota) konsultasi Wadah Koordinasi SDA WS ada WADAH KOORDINASI SDA WS Merumuskan Menyerahkan kpd. Menteri KETETAPAN MENTERI tidak Gubernur A & Gubernur B (melibatkan bupati/walikota) Gambar 4.4. Skema proses penetapan wilayah sungai lintas propinsi 33

36 3. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional BBWS/BWS (UPT) Menyusun Sbg. Inisiator MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT PKM Wadah Koordinasi SDA WS tidak ada WADAH KOORDINASI SDA WS Merumuskan Menyerahkan kpd. Menteri - Menteri - Gubernur - Bupati/Walikota KETETAPAN MENTERI Gambar 4.5. Skema proses penetapan wilayah sungai strategis nasional 4. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota DINAS PROV. (UPT) Menyusun Sbg. Inisiator MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT konsultasi PKM Wadah Koordinasi SDA WS tidak ada Merumuskan & menyerahkan kpd. GUBERNUR Membahas bersama Bupati/Walikota KETETAPAN GUBERNUR Gambar 4.6. Skema proses penetapan wilayah sungai lintas kabupaten/kota 34

37 5. Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam kabupaten/kota DINAS PROV. (UPT) Menyusun Sbg. Inisiator MASYARAKAT/ SEKTOR TERKAIT konsultasi PKM menyampaikan. Wadah Koordinasi SDA WS ada Bupati/Walikota KETETAPAN BUPATI/WALIKOTA tidak konsultasi Wadah Koordinasi SDA Kab. Apabila tidak ada dinas terkait lgsg. Menyerahkan kpd. Bupati/walikota Gambar 4.7. Skema proses penetapan wilayah sungai dalam kabupaten/kota 4.7. PKM Pertemuan Konsultasi Masyarakat dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap. Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) I adalah kegiatan untuk menampung aspirasi para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha. Tujuan dilaksanakannya PKM I adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air, terhadap data yang diinventarisasi, identifikasi kondisi lingkungan dan identifikasi masalah yang telah dilakukan untuk dibangun suatu kesepakatan-kesepakatan dari semua para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air. Instransi/lembaga yang diundang dalam PKM I, tercantum dalam pada tabel berikut : Tabel 4.1. Daftar Peserta Yang Di Undang Pada PKM 1 No. Instasi, Lembaga 1 Direktorat Bina PSDA, Direktorat Jenderal SDA 2 Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA 3 Balai Besar/Balai Wilayah Sungai 4 BPDAS 5 Bapeda Provinsi 6 Dinas PU Provinsi, Bid Pengairan 7 Balai PSDA Provinsi 8 Dinas Kehutanan Provinsi 9 Dinas Pertanian Provinsi 10 Dinas Perkebunan Provinsi 11 Dinas Perhubungan Provinsi 12 Dinas Provinsi yang terkait dengan SDA 13 Bappeda Kabupaten/Kota 14 Dinas PU Kabupaten/Kota, Bid Pengairan 15 Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota 35

38 Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota Dinas Kab./Kota yang terkait dengan SDA Pakar Pengelolaan Sumber Daya Air Organisasi Masyarakat Pengguna Air Organisasi Usaha Industri Pengguna Air Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat Adat Institusi Yang Bertanggung Jawab di Bidang SDA di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Pada PKM 1 akan disampaikan dan dibahas mengenai kondisi pengelolaan sumber daya air yang ada, hasil identifikasi masalah, hasil identifikasi potensi, isu isu strategis yang dapat digali dari daerah setempat serta konsep rumusan harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Hasil PKM 1 adalah rumusan masalah, potensi yang dapat dikembangakan terkait sumber daya air, harapan dan tujuan pengelolaan sumber daya air yang akan dicapai dalam jangka waktu 20 tahun. Tujuan dilaksanakannya PKM 2 adalah untuk memperoleh masukan, tanggapan, koreksi dari masyarakat, dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya terhadap skenario kondisi wilayah sungai, alterntif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air, konsep kebijakan operasional untuk dibangun suatu kesepakatan kesepakatan bersama dari semua para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya air untuk merumuskan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam jangka 20 tahun. Peserta yang diundang dalam PKM 2, sama seperti peserta yang diundang pada PKM 1. Pada PKM 2 akan disampaikan dan dibahas konsep rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai berupa skenario kondisi wilayah sungai, alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Hasil PKM 2 adalah rumusan strategi pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dan kebijakan operasional sumber daya air wilayah sungai dalam jangka waktu 20 tahun. Rumusan kebijakan operasional Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai dalam jangka 20 tahun yang telah disepakati dalam PKM II kemudian disiapkan sebagai Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah sungai mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya air serta pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha Muatan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Pasal 16, Rancangan pola pengelolaan sumber daya air memuat: a. tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan; b. dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air; Penjelasan : Dasar yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air, antara lain mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan kriteria. Asumsi, standar, dan kriteria tersebut perlu ditetapkan secara jelas sehingga analisis dan perhitungan yang dilakukan mempunyai dasar 36

39 yang jelas. Kejelasan tersebut diperlukan dalam penyusunan skenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air. c. beberapa skenario kondisi wilayah sungai; Penjelasan : Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan datang yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan iklim, atau perubahan politik. d. alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario sebagaimana dimaksud pada huruf c; Penjelasan : Strategi pengelolaan sumber daya air merupakan rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario kondisi wilayah sungai. e. kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air. Penjelasan : Yang dimaksud dengan kebijakan operasional adalah arahan pokok untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air yang telah ditentukan, misalnya, arahan pokok yang harus dituangkan dalam substansi peraturan perundang-undangan yang harus disusun sebagai instrumen untuk: - penghematan penggunaan air, antara lain, penerapan tarif progresif; dan - mendukung upaya konservasi sumber daya air, antara lain, baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke perairan umum Inventarisasi Data Pada tahap inventarisasi data, akan dikumpulkan macam dan jenis data tentang atau yang terkait dengan pengelolaan SDA khususnya pada usaha konservasi, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air, sistim informasi SDA dan pemberdayaan peran masyarakat dan dunia usaha. Data yang diinventarisasi dikelompokkan sebagai berikut : 1) Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah Data yang diinventarisasi meliputi semua Undang-Undang, Peraturan Pemerintah serta Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota yang terkait dengan Pengelolaan SDA WS. 2) Kebijakan Sumber daya Air Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota. Data yang diinventarisasi meliputi semua kebijakan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah yang terkait dengan Pengelolaan SDA WS. 3) Data Umum Meliputi ; RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota Dalam Angka, Peta Dasar, DEM ((Digital Elevation Mode), Laporan Hasil Studi, Kajian Teknis, Perencanaan terkait dengan Pengelolaan SDA WS. 4) Sumber Daya Air Meliputi : Iklim, Air Permukaan ( Hujan, Muka Air Sungai/Debit, Tampungan Air), Air Tanah, Peta Tematik terkait SDA, Sedimen Lahan dan Sungai, Muka Air Pasang surut, Kualitas Air Badan Air dan Sumber-sumber Air, Air Tanah (peta cekungan air tanah, peta geologi/permeabilitas, potensi air tanah) Prasarana/Infrastruktur SDA 5) Kebutuhan Air : Standar kebutuhan Air Minum, Irigasi, Industri, Perkotaan, Gelontor, Pertanian, Perkebunan (kelapa sawit), Perikanan, Pariwisata dan lain-lain sesuai penggunaannya di daerah yang bersangkutan. 6) Isu Strategis Penyusunan isu strategis dapat dikembangkan melalui tinjauan terhadap : 37

40 a. Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah. b. Millennium Development Goals (MDG) c. Ketahanan pangan. d. Penggalian dari potensi yang dimiliki daerah setempat. 7) Lain lain : a. Dinamika perubahan lingkungan, b. Dinamika perubahan sosial budaya, c. Dinamika perubahan sosial ekonomi, Secara teknis data yang akan diinventarisasi, ditentukan tahun tertentu (base year) sebagai tahun dasar atau kondisi sekarang, lalu periode dari data (panjang atau rentang data yang diperlukan), seperti diuraikan pada tabel beikut : Tabel 4.2. Pengumpulan Macam dan Jenis Data, Sumber Data dan Periode waktu No. DATA SUMBER PERIODE I. UNDANG-UNDANG dan PERATURAN PEMERINTAH Departemen yang terkait Terkini II. KEBIJAKAN SDA Kebijakan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota Tentang Pengelolaan SDA Pemerintah Pusat, Dep PU, Dep Dalam Negeri, Dep Kehutanan Terkini III DATA UMUM A. Kab. Dalam angka Data yang dibutuhkan diantaranya: - Dinamika Kependudukan - Dinamika PDRB BPS Tahunan (4 tahun terakhir) B. Laporan Tahunan Departemen terkait/dinas Tahunan (kondisi terkini) C. D. Rencana Tata Ruang Peta a. Peta Topografi b. Peta Tanah c. Peta Penggunaan Lahan Bappeda Tk. I & Bappeda Tk. II Bakorsurtanal BPN BPN; Bakosurtanal, LAPAN Sesuai jangka waktu/tahun berlakunya (kondisi terkini) Terkini Terkini Terkini,5-10Thn. Sebelumnya E. DEM (Digital Elevation Mode) Bakosurtanal / LAPAN Terkini IV. SUMBER DAYA AIR A. B. Air Permukaan (Hidroklimatologi) 1. Hujan - Hujan Maksimum - Hujan Rata-Rata Harian 2. Debit - Debit Maksimum - Debit Minimum - Sedimen dan Erosi 3. Iklim Air Tanah (hidrogeologi) : 1. Peta Cekungan Air Tanah 2. Peta Dinamika kondisi air tanah 3. Peta Geologi/ Permeabilitas BMG dan Dep PU/Dinas PSDA/BB/BWS Dep PU / Dinas PSDA / BB / BWS BMG / Dep PU / Dinas PU / BB / BWS GTL / ESDM GTL / ESDM GTL / ESDM Min 10 Tahun Min 10 Tahun 5 10 Tahun Terkini Terkini Terkini C. Peta - Peta Dinamika Genangan/Banjir - Peta Dinamika Kekeringan Dep PU / BB / BWS Dep PU / BB / BWS Terkini Terkini 38

41 D. Dinamika perubahan Kualitas Air Bappedalda Min 3 Tahun Terakhir E. Tampungan Air(Waduk/Embung): I. Data karakteristik waduk - kapasitas tampungan - sedimentasi - manfaat waduk - kapasitas tampungan aktual Pengelola Waduk / Dep PU Min 5 Tahun data F. G. H. Data Pasang Surut Salinitas di Sungai Gelombang Dinas PU Bakosurtanal/Dep Kelautan P/TNI AL Dinas PU/Bakosurtanal/Dep Kelautan P/TNI AL Dinas PU/Bakosurtanal/Dep Kelautan P/TNI AL Min 3 Tahun Terakhir Min 3 Tahun Terakhir Min 3 Tahun Terakhir V. A. B. DINAMIKA KEBUTUHAN AIR Untuk: Pertanian Irigasi Perikanan Rumah tangga, perkotaan dan Industri BBWS / BWS/Dinas PSDA Dinas Pertanian Dinas Perikanan PDAM, BPS dan Dep.Perindustrian; Data SIPA Tahunan (4 tahun terakhir) Tahunan (4 tahun terakhir) C. Data Lokasi Prasarana Sumber Daya Air (Aset SDA) dan daerah layanannya BBM / BW / Dinas PSDA Kondisi Terkini VI. PROGRAM PEMERINTAH A. Millennium Development Goals (MDG) 2015 Departemen Terkait Terkini B. Ketahanan Pangan Instansi Pemerintah Terkait Terkini VII. LAIN-LAIN - dinamika kondisi lingkungan - dinamika kondisi sosial budaya - dinamika kondisi ekonomi Bappedal/BPLH Dep. Kehutanan Pusat, Daerah tk I & tk. II BPS Pusat ; TK I ; TK II Tahunan (4 tahun terakhir) Tahunan (4 tahun terakhir) Tahunan (4 tahun terakhir) Macam dan jenis data yang belum masuk pada tabel di atas dapat diinventarisasi sesuai dengan kebutuhan analisis yang akan dilakukan pada masing-masing wilayah sungai Perumusan Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air Perumusan tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai diperoleh dari visi dan misi pembangunan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdapat dalam rencana strategi pembangunan daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan Yang Terjadi Pada Wilayah Sungai Pada masing-masing wilayah sungai mempunyai karakteristik permasalahan yang dihadapi, tahapan identifikasi masalah diharapkan dapat menginventarisasi setiap masalah yang ada di wilayah sungai, baik untuk permasalahan yang ada saat ini maupun potensi yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Beberapa aspek penting yang harus diidentifikasi meliputi : 1. Identifikasi terhadap Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah serta Kebijakan Sumber daya Air Nasional, Provinsi, Kabupaten / Kota atau kebijakan pemerintah 39

42 serta kebijakan daerah terkait pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai setempat, khususnya pada masing-masing aspek pengelolaan sumber daya air. 2. Iindentifikasi terhadap usaha konservasi sumber daya air, khususnya terhadap ; a. Tingkat kekritisan Daerah Aliran Sungai, meliputi ; prosentasi tutupan lahan terhadap luas Daerah aliran Sungai (DAS), angka erosi dan sedimentasi lahan dan angka sedimentasi sungai, rasio debit maksimum dan minimum, b. Tutupan vegetasi pada daerah sempadan sumber air, badan air, tepi/tebing sungai, tepi/tebing muara dan pesisir pantai yang terkait dengan ekosistem hidrologis daerah aliran sungai stempat, c. Erosi dan penggerusan garis pantai pada wilayah sungai setempat. d. Aset-aset untuk kepentingan konservasi SDA. 3. Identifikasi terhadap usaha pendayagunaan sumber daya air, khususnya terhadap : a. Ketersediaan air permukaan dan air tanah, b. Jaringan dan bangunan irigasi yang ada, meliputi luas daerah irigasi, neraca air irigasi, potensi lahan yang dapat dikembangkan, c. Sumber-sumber air untuk air baku dan kemampuan pelayanan air bersih, d. Sektor-sektor yang kebutuhan airnya mendominasi, e. Jumlah penggunaan air permukaan dan air tanah beserta komposisi penggunanya (meliputi Domestic, Municipal, Industri, Irigasi), f. Lokasi daerah yang mengalami kekurangan / kekeringan air dan daerah yang kelebihan air, g. Neraca air per daerah/distrik. h. Aset-aset untuk kepentingan pendayagunaan SDA serta pelaksanaan operasi dan pemeliharaannya. 4. Identifikasi terhadap usaha pengendalian daya rusak air, khususnya terhadap : a. Terjadinya Bencana, meliputi frekuensi kejadian bencana (banjir, longsor, gempa, tsunami, abrasi pantai), lokasi daerah yang rawan terhadap bencana, usaha-usaha pengendalian yang telah dilakukan, hambatan dan permasalahan yang dihadapi. b. Erosi tebing dan dasar sungai, c. Penutupan Muara Sungai, d. Pencemaran Sungai, meliputi kualitas air sungai, jenis, jumlah dan lokasi limbah yang dibuang ke sungai. e. Aset-aset untuk kepentingan pengendalian daya rusak air serta pelaksanaan operasi dan pemeliharaannya. 5. Identifikasi terhadap ketersediaan data dan sistim informasi sumber daya air, meliputi : a. Kerapatan, jumlah dan kondisi (berfungsi/rusak) dari stasiun hujan, muka air/debit, klimatologi, satsiun pengamatan kualitas air sumber dan badan air. b. Keberadaan data (panjang, lengkap), keakuratan data. c. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan dari stasiun pengamatan pada nomor a. di atas. d. Keberadaan sistim informasi data SDA. 6. Identifikasi terhadap usaha pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha serta kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Khususnya terhadap : a. Keberadaan & jumlah organisasi pengguna air, b. Kemandirian organisasi (kemampuan swadaya) c. Keberadaan & jumlah usaha yang sangat tergantung keberadaan air, peran dunia usaha tersebut terhadap pengelolaan SDA. d. Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air, meliputi landasan hukum dari keberadaan lembaga, jumlah kelembagaan yang terkait pengelolaan SDA, pelaksanaan kegiatan sesuai 40

43 tupoksi, duplikasi kegiatan, frekuensi koordinasi, koordinasi pada tingkat penyusunan kegiatan, pelaksanaan dan evaluasi. 7. Identifikasi terhadap aspirasi seluruh pemangku kepentingan dengan sumber daya air, khususnya mengenai harapan-harapannya terhadap pengelolaan sumber daya air wilayah sungai masa yang akan datang, melalui kuesioner yang diedarkan kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) dalam pengelolaan sumber daya air. 8. Indentifikasi Potensi Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap potensi yang pengembangannya terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Berikut diuraikan beberapa contoh potensi yang dapat diidentifikasi : a. Pengembangan transportasi sungai. b. Peningkatan pertumbuhan pada sektor sektor irigasi, industri, pariwisata, perkebunan dll yang didukung oleh keberadaan sumber daya air secara dominan. c. Pengembangan wisata air d. Pengembangan pengusahaan sumber daya air e. Dan lainnya. 9. Indentifikasi Isu Strategis Pada tahap ini dilakukan penyusunan isu strategis nasional maupun isu lokal yang dapat dikembangkan melalui tinjauan terhadap : a. Kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, b. Millennium Development Goals (MDG) 2015, c. Ketahanan Pangan Nasional, d. Pengaruh Ekonomi Global, e. Pengembangan Energi Alam, f. Perubahan Iklim Global, g. Penggalian dari potensi yang dimiliki daerah setempat. h. dan lainnya Analisis Sebagai Bahan Pertimbangan Pengelolaan SDA Analisis Pola Pengelolaan SDA Menurut PERMEN 22 Untuk mendapatkan dasar pertimbangan dalam menentukan skenario dan alternatif strategi pengelolaan sumber daya air maka dilakukan analisis kondisi wilayah sungai pada masing-masing aspek, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. No. 22/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Variabel-variabel pada masing-masing aspek pengeloaan sumber daya air yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.3. Variabel-Variabel Yang Dianalisis Pada Aspek Pengelolaan Sumber Daya Air No. Aspek Pengelolaan Sumber Variabel-Variabel Pokok Yang Dianalisis Daya Air 1 Konservasi Sumber Daya Air Tutupan lahan, Potensi erosi lahan, Angkutan sedimen dan lainnya. 2 Pendayagunaan SDA Ketersediaan air permukaan, Kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI), Kebutuhan irigasi dan lainnya, Neraca air tahunan, Neraca air 20 tahunan, Alokasi air dan lainnya. 3 Pengendalian Daya Rusak Air Genangan banjir, Debit banjir dan lainnya 41

44 Variabel-variabel yang dianalisis di atas dilakukan secara terpisah pada masing-masing aspek pengelolaan sumber daya air berdasarkan hasil identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan yang terjadi pada wilayah sungai. Hasil analisis merupakan prediksi atau asumsi kondisi yang akan datang serta target/sasaran penyelesaian masalah yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Hasil analisis ini kemudian digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun skenario dan strategi pengelolaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air Tutupan Lahan Tagaguna lahan setiap wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota terdapat baik yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, atau Provinsi Kabupaten/Kota Dalam Angka yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setempat akan menggambarkan kondisi tutupan lahan pada wilayah tersebut. Lahan yang memiliki tutupan berupa hutan akan memiliki kemampuan untuk menahan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah dalam jumlah yang lebih besar (dalam kondisi ini aliran permukaan/run off kecil) dibandingkan dengan lahan yang memiliki tutupan berupa tanaman semak-semak (pada kondisi ini aliran permukaan/runoff sangat besar) Potensi Erosi Lahan dan Angkutan Sedimen Untuk mengetahui tingkat kekritisan suatu DAS, salah satu indikatornya adalah besarnya erosi yang terjadi pada DAS tersebut. Dari sekian banyak rumusan yang dapat dipergunakan untuk memprediksi besarnya erosi, model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yang biasa dikenal dengan the Universal Soil Loss Equation (USLE) dianggap merupakan metode yang paling populer dan banyak digunakan untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erotion) termasuk di dalamnya erosi alur (rill erotion) pada suatu keadaan tertentu. Perlu dijelaskan di sini bahwa rumus ESLE dikembangkan untuk suatu bidang tanah dengan ukuran/luas kecil, sehingga bila ingin diterapkan pada suatu DAS dengan ukuran/luas besar, maka DAS tersebut perlu dibagi menjadi sejumlah luas-luasan kecil, yang disebut sebagai unit lahan. Erosi yang terjadi selanjutnya dihitung pada masing-masing unit lahan, dan besarnya erosi total pada DAS dapat diperoleh dengan cara menjumlah erosi yang terjadi pada seluruh unit lahan. Dengan menggunakan persamaan USLE dapat diprediksi laju rata-rata erosi dari suatu bidang tanah tertentu, pada suatu kecuraman lereng dan dengan pola hujan tertentu, untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang sedang atau yang mungkin dapat dilakukan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama. Persamaan USLE yang diusulkan adalah sebagai berikut: A = R K L S C P Dimana : A = adalah banyaknya tanah yang tererosi dalam [ton per hektar per tahun] R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan (erosivitas hujan), yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30 ) tahunan. K = adalah faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 ft (22,1 m) dan terletak pada lereng 9% tanpa tanaman. 42

45 L = adalah panjang lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 ft (22,1 m) di bawah keadaan yang identik. S = adalah kecuraman lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu bidang tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari suatu bidang tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman. P = adalah faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi khusus (seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam stripping atau terras) terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik. Secara skematik persamaan USLE dapat dijelaskan pada Gambar di bawah ini. Besar Erosi Hujan Erosive Erodibiltas Sifat Tanah Pengelolaan Intensitas Hujan Pengelolaan Lahan Pengelolaan Vegetasi A = R x K x LS x P x C Gambar 4.8. Skematik Persamaan Penduga Erosi USLE Dengan memasukkan parameter-parameter R, K, L, S, P dan C dalam rumus USLE, dapat diprediksi besarnya erosi tanah yang terjadi; parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari literatur (Kironoto dan Yulistiyanto, 2000). Besarnya erosi yang terjadi dapat memberikan gambaran tingkat erosi (kekritisan) yang terjadi pada suatu DAS, apakah dalam tingkatan yang membahayakan atau belum, sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3.3. berikut: Tabel 4.4. Klasifikasi Kelas Bahaya Erosi Kelas Tanah Hilang, Bahaya Erosi A [ton/ha/tahun] Keterangan I < 15 Sangat ringan II Ringan III Sedang IV Berat V > 480 Sangat Berat 43

46 Ketersediaan Air Permukaan Ketersediaan data debit aliran sungai pada umumnya sangat terbatas beberapa tahun saja, sedangkan data hujan pada suatu DAS pada umumnya tersedia cukup lengkap dalam rentang waktu yang panjang (lebih dari 10 tahun). Dengan mengingat kondisi yang demikian maka metoda analisis ketersediaan yang dikembangkan pada umumnya merupakan model pengalihragaman hujan menjadi limpasan langsung (debit) salah satunya adalah Model Mock. Mock (1973, dalam Bustomi, 2000) memperkenalkan model hujan aliran (lihat Gambar 2.2) yang dapat diterapkan di Indonesia yang kemudian sering disebut dengan Model Mock melalui beberapa persamaan berikut ini : AET = CF x PET ER = P AET SM = SMC ISM WS = ER - SM I = Cds x WS I = Cws x WS GWS = 0.5 x (1 + K) x I x IGWS S = GWS IGWS BF = I - S DRO = WS I TRO = DRO + BF QRO = A x TRO Dimana ; AET : Actual Evapotranspirasi (mm/hari) CF : Crop Factor PET (Eto) : Evapotranspirasi, evaporasi yang terjadi pada permukaan tanah, tanaman dan sungai (mm/hari) ER : Exces Rainfall, hujan langsung yang sampai permukaan tanah (mm/bulan) P : Hujan (mm/bulan) SM : Soil Moisture (mm) SMC : Soil Moisture Capacity (mm) ISM : Initial Soil Moisture (mm) WS : Water Surplus, sisa air dari air hujan setelah digunakan untuk memenuhi Soil Moisture (mm) I : Infiltrasi, sisa air yang meresap ke dalam tanah (mm) Cds, Cws : Koefisien infiltrasi musim kemarau dan musim penghujan GWS : Ground Water Storage (mm) IGWS : Initial Ground Water Storage (mm) BF : Base Flow (mm/bulan) DRO : Direct Run Off (mm/bulan) TRO : Total Run Off (mm/bulan) QRO : Debit Run Off (m 3 /det) A : Luas daerah aliran sungai (km 2 ) 44

47 P AET SMC ISM ER I WS SM DRO = WS I GWS IGWS S BF = I - S Gambar 4.9. Model Tangki Mock Ketersediaan Air Tanah Ketersediaan air tanah diperoleh dari peta CAT yang diterbitkan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kebutuhan Air 1. Kebutuhan Air Rumah Tangga Kebutuhan air domestik (rumah tangga) dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu yang direncanakan. Kriteria penentuan kebutuhan air domestik yang dikeluarkan oleh Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, menggunakan parameter jumlah penduduk sebagai penentuan jumlah air yang dibutuhkan perkapita per hari. Adapun kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini. Tabel 4.5. Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik Jumlah Penduduk > < Domestik (liter/kapita/hari) ,5 Non Domestik (liter/kapita/hari) Kehilangan Air (liter/kapita/hari) Jumlah dan distribusi penyebaran penduduk akan menentukan besar kebutuhan air baki (domestik dan non domestik). Untuk memproyeksikan jumlah penduduk akan sangat sulit diperhitungkan satu persatu. Kebiasaan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan semua faktor tersebut di atas ke dalam bentuk tingkat pertumbuhan penduduk, dimana termasuk didalamnya adalah faktor urbanisasi penduduk dari desa ke kota. Persamaan yang digunakan untuk proyeksi jumlah penduduk adalah: 45

48 Pt = Po (1 + r) t Dengan: Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t Po = jumlah penduduk pada tahun dasar hitungan (tahun ke-0) r = tingkat pertumbuhan penduduk t = jumlah tahun antara tahun proyeksi dan tahun dasar hitungan 2. Kebutuhan Air Perkotaan Kebutuhan perkotaan dideskripsikan sebagai kebutuhan untuk mengatasi kebakaran, taman dan penghijauan, serta kehilangan/kebocoran air. Menurut Direktorat Teknik Penyehatan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, kebutuhan air untuk umum, kehilangan air dan kebakaran diambil 45% dari kebutuhan air total domestik. Distribusi persentase kebutuhan sebagai berikut: 3% untuk umum yang berupa kebutuhan air untuk taman kota dan penghijauan, 28% untuk kehilangan air dan 14% untuk kebutuhan air pemadam kebakaran. 3. Kebutuhan Air Industri Kebutuhan air industri sangat dipengaruhi oleh proses industri yang dilakukan/dikerjakan serta jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut. Namun untuk mendapatkan kebutuhan yang sesuai tidak mudah, oleh karena itu digunakan pendekatan standar, sebagai berikut: 1) Kebutuhan air industri dihitung berdasarkan jumlah unit perusahaan/industri, yaitu sebesar 2000 liter/hari/unit (standar Cipta Karya), 2) Kebutuhan air industry dapat juga dihitung berdasarkan jumlah kapita/penduduk, yaitu liter/kapita/hari (Tchobanoglous dan Schroeder, 1985). 4. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi sebagian besar dicukupi dari air permukaan. Untuk lahan-lahan tertentu yang tidak dapat dioncori dengan air permukaan, karena jauh atau tidak adanya sumber air permukaan (sungai, waduk,dll), lahan diairi dengan irigasi pompa. Kebutuhan air irigasi dihitung dengan persamaan (Standar Perencanaan Irigasi 1986, KP-01): KAI Etc WLR P Re IE x A Dengan: KAI = Kebutuhan air irigasi, dalam liter/detik Etc = Kebutuhan air konsumtif, dalam mm/hr IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, dalam mm/hr WLR = Kebutuhan air untuk mengganti kebutuhan air, dalam mm/hr P = Perkolasi, dalam mm/hr Re = Hujan efektif, dalam mm/hr IE = Efisiensi irigasi, dalam % A = Luas areal irigasi, dalam luas (ha). 46

49 Neraca Air Tahunan Berdasarkan hasil analisis ketersediaan air di atas serta analsis kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI), dan kebutuhan lainnya pada WS, maka diperoleh tabel dan neraca air sebagai berikut : Berikut diberikan contoh hasil neraca air tahunan pada suatu WS Tabel 4.6. Contoh Tabel Neraca Air Tahunan (dalam juta m 3 ) Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Potensi Air Kebutuhan Air Potensi Kebutuhan jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des Gambar Contoh Grafik Neraca Air Tahunan (tahun 2012) Berdasarkan neraca air tahunan tersebut maka secara umum ketersediaan air di WS selalu berada di atas kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI), dan lainnya Neraca Air 20 Tahun Berdasar neraca air tahunan maka di dihitung neraca air selama 20 tahun, berikut diberikan contoh neraca air pada suatu WS. Kebutuhan air untuk Rumah tangga, Perkotaan, dan Industri (RKI), Pariwisata dan lainnya mulai tahun 2012, 2017, 2022, 2027 sampai dengan tahun 2032 terlihat meningkat. Potensi ketersediaan air tahun 2012 merupakan ketersediaan rata-rata pada tahun 2012 yang diperoleh dari neraca air tahunan (tahun 2012), yaitu sebesar = m3/det. Ketersediaan ini merupakan potensi air berdasarkan curah hujan yang diprediksi menjadi aliran limpasan. Ketersediaan air tahun 2012 sampai dengan tahun 2032 dianggap stabil dengan pertimbangan bahwa selama 20 tahun tidak tejadi perubahan iklim secara signifikan serta keberadaan tutupan hutan pada daerah recharge air serta lahan kritis pada wilayah sungai semakin berkurang. Tabel Contoh Neraca Air 20 Tahun URAIAN Th 2012 Th 017 Th 2022 Th 2027 Th 2032 Potensi Ketersediaan (m3/det) Kebutuhan (m3/det)

50 Potensi Ketersediaan (m3/det) Kebutuhan (m3/det) Gambar Contoh Grafik Neraca Air 20 Tahun Ketersediaan Air Nyata Pada Tahun 2012 Ketersediaan air nyata pada tahun 2012 adalah jumlah air atau debit air yang dapat disuplai / dilayani / disediakan / terpasang saat ini (eksisting) untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan, industri, irigasi, dan lainnya. Ketersediaan air nyata dihitung, seperti terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4.8. Ketersediaan Air Nyata No Ketersediaan Air Nyata Debit (m 3 /det) Keterangan 1. RKI melalui PDAM Kapasitas produksi PDAM 2. Irigasi / Rawa Berdasarkan luas areal daerah irigasi/rawa yang dapat dilayani (dapat air) 3. Danau, Embung Tampungan air yang ada (eksisting) 4. Perkebunan Luas areal perkebunan produktif 5. Tambak Luas tambak produktif 6. Lainnya - Jumlah Pengembangan Analisis Pola Pengelolaan SDA Dalam pola pengelolaan sumber daya air terdapat muatan, berupa: tujuan pengelolaan, dasar pertimbangan, skenario kondisi wilayah sungai, alternatif strategi untuk setiap skenario seperti diuraikan di atas, hal ini menunjukan : 1. bahwa analisis sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air merupakan bentuk decision support system (DSS) dalam pengelolaan sumbe daya air. 2. adanya hubungan yang berjenjang antara tujuan, kriteria yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dan alternatif strategi dalam beberapa skenario, seperti yang dikembangkan oleh Saaty 1988, yaitu metode pengambilan keputusan dari suatu kriteria majemuk (multi criteria) dalam suatu proses yang berkenjang (hierarchy process) yang kemudian dikenal dengan Analytical hierarchy process (AHP). Uraian di atas memunculkan ide bahwa analisis pengelolaan sumber daya air yang metodenya telah ditetapkan dalam PERMEN Pedoman Pola No.22/2009 masih dapat dikembangkan dengan metode 48

51 yang terkait dengan analisis multi kriteria dalam pengambilan keputusan tentang pola pengelolaan sumber daya air Model Simulasi Wilayah Sungai Pemodelan simulasi alokasi air di tingkat wilayah sungai akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kerapkali muncul dalam pengembangan sumberdaya air, antara lain sebagai berikut : a) Evaluasi alternatif dan potensi pengembangan sumberdaya air. - Untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketersediaan airnya yang berfluktuasi, sampai sejauh mana dapat dikembangkan jaringan irigasi dan pemasokan air baku tanpa menimbulkan kekurangan air atau merugikan pemakai air lainnya? Apakah akan terjadi benturan kepentingan (conflict of interests) antara para pemakai air (irigasi, listrik tenaga air, air baku, dan lainnya) di masa mendatang? Bilamana dan dimana? - Berapa potensi listrik tenaga air? Berapa debit andalan (reliable flow) dengan atau tanpa waduk? b) Pengkajian upaya-upaya pembangunan infrastruktur pengairan dan upaya-upaya pengelolaan air. - Seberapa efektif upaya pembangunan waduk terhadap pemenuhan kebutuhan air irigasi dan tambak? - Berapa ukuran waduk yang diperlukan, dan bagaimana pola pengoperasian yang optimal? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, maka suatu model simulasi wilayah sungai harus dapat melakukan perhitungan simulasi dengan baik, dan mudah dioperasikan. Artinya model harus mampu menirukan karakteristik penting dari wilayah sungai, terutama ketersediaan air, kebutuhan air, pengoperasian sistem tata air, dan kemungkinan alternatif pengembangan; disamping memberikan kemudahan pemasukan data dan keluaran informasi secara efisien, dalam format yang mudah disajikan, dan dampak alternatif pengembangan (dalam bentuk peta dan grafik) yang mudah dievaluasi dengan cepat. Dalam simulasi wilayah sungai terdapat dua hal penting, yaitu kondisi sistem tata air yang dinyatakan dalam Skematisasi Sistem Tata Air; dan Alternatif Pengembangan Sumberdaya Air yang direncanakan Beberapa Skenario Kondisi Wilayah Sungai Skenario kondisi wilayah sungai merupakan asumsi tentang kondisi pada masa yang akan datang dalam kurun waktu 20 tahun ke depan yang mungkin terjadi, misalnya, kondisi perekonomian, perubahan iklim, atau perubahan politik. (PPRI, No.42 Th 2008 Ttg Pengelolaan SDA, pasal 16, ayat b) Kondisi perubahan iklim dan perubahan politik yang mempengaruhi kondisi wilayah sungai sangat sulit diasumsikan pada masa 20 tahun yang akan datang, oleh karenanya skenario kondisi wilayah sungai diasumsikan berdasarkan kondisi perekonomian pada masa yang akan datang dengan melakukan tinjauan terhadap kondisi perkonomian rendah, sedang dan tinggi. Untuk menentukan asumsi kondisi perekonomian rendah, sedang dan tinggi pada masa yang akan datang (20 tahun) dapat digunakan beberapa pendekatan: 1. Analisis kecenderungan pertumbuhan ekonomi pada daerah provinsi, kabupaten/kota yang berada pada wilayah sungai berdasarkan pada pertumbuhan sektor-sektor dalam PDRB, 2. Perbandingan antara pertumbuhan ekonomi pada daerah provinsi, kabupaten/kota yang berada pada wilayah sungai dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Penentuan kondisi perekonomian menggunakan pendekatan no. 2 di atas, diuraikan sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun berkisar antara 6% sampai 6,7 %, rata pertumbuhan nasional adalah 6,35%, berdasarkan hal tersebut pertumbuhan ekonomi dikategorikan kedalam skenario pertumbuhan ekonomi rendah, sedang dan tinggi dengan kriteria sebagai berikut : 1) Skenario ekonomi rendah. 49

52 Skenario ekonomi rendah ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhah ekonomi nasional yaitu < 6,35% Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai akan mengalami kesulitan dalam pembiayaan, oleh karena itu target/sasaran dari strategi (rangkaian upaya dan kegiatan) pengelolaan sumber daya air pada masa 20 tahun tidak akan tercapai. 2) Skenario ekonomi sedang Skenario ekonomi sedang ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mendekati rata-rata pertumbuhah ekonomi nasional yaitu 6,35%. Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dapat dibiayai secara terbatas, oleh karena itu target/sasaran dari strategi (rangkaian upaya dan kegiatan) pengelolaan sumber daya air akan tercapai sebagian. 3) Skenario 3: pertumbuhan ekonomi tinggi apabila pertumbuhan ekonomi > 6,5% Skenario ekonomi tinggi ditetapkan dengan pertumbuhan ekonomi yang berada di atas rata-rata pertumbuhah ekonomi nasional yaitu > 6,35% Pada kondisi ini, pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dapat dibiayai sepenuhnya, oleh karena itu target/sasaran dari strategi (rangkaian upaya dan kegiatan) pengelolaan sumber daya air pada masa 20 tahun dapat tercapai sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan Neraca Air Pada Skenario Kondisi Ekonomi Berikut diberikan contoh penyusunan neraca air pada scenario kondisi ekonomi mulai dari rendah, sedang dan tinggi dengan target 20 tahun, yang dimulai pada tahun 2008 sampai dengan tahun Neraca Air Skenario Ekonomi Rendah Gambar Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Rendah Periode Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah sebesar 369,04 m 3 /det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3 /det, sehingga terdapat defisit air sebesar 12,53 m 3 /det. Dengan skenario pada kondisi ekonomi rendah, kemampuan untuk membangun prasarana sumber daya air sangat rendah. 50

53 Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 13,35 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013 dapat mencapai 382,39 m 3 /det. Pada kondisi ini masih terdapat defisit air sebesar 8,96 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 13,35 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 395,75 m 3 /det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada sungai), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8,39 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 404,14 m 3 /det. Pada saat ini terdapat surplus air sebesar 0.33 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8,39 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 412,54 m 3 /det. Pada saat ini diharapkan tidak terjadi defisit air. Neraca Air Skenario Ekonomi Sedang Gambar Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Sedang Periode Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah sebesar 369,04 m 3 /det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3 /det, sehingga terdapat defisit air sebesar 12,53 m 3 /det. 51

54 Dengan skenario pada kondisi ekonomi sedang, kemampuan untuk membangun prasarana sumber daya air cukup untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun Untuk itu disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 23,34 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013 dapat mencapai 392,38 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 4,03 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8,06 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 400,44 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 4,7 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 408,5 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 4,69 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8.06 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 416,56 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 4,03 m 3 /det. Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi Lihat Gambar Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi di bawah ini : Gambar Contoh Grafik Neraca Air Skenario Ekonomi Tinggi 52

55 Periode Pada tahun 2008, air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang untuk RKI, Irigasi/Rawa dan lainnya adalah sebesar 363,03 m 3 /det, sedangkan kebutuhan air pada tahun 2008 mencapai 381,5 m 3 /det, sehingga terdapat defisit air sebesar 12,53 m 3 /det. Dengan skenario pada kondisi ekonomi tinggi, kemampuan untuk membangun prasarana sumber daya air cukup tinggi oleh karena itu pemenuhan kebutuhan air pada tahun 2013 dapat mencukupi sampai tahun Untuk itu disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air) yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 25,32 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2013 dapat mencapai 395,74 m 3 /det. Pada kondisi ini tidak terdapat defisit air. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2018 disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2018 dapat mencapai 404,24 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 8,5 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2023 disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2023 dapat mencapai 412,74 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 8,93 m 3 /det. Periode Untuk memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2028 disusun strategi ; membangun embung, bendung dan intake (pengambilan air baku pada tampungan air), yang lokasinya menyebar sesuai water distrik dalam alokasi air dengan kapasitas 8.5 m 3 /det sehingga jumlah air yang dapat disuplai/dilayani/terpasang pada tahun 2028 dapat mencapai 421,24 m 3 /det. Pada kondisi ini terdapat surplus air sebesar 8,7 m 3 /det, diharapkan mampu mencukupi kebutuhan air 5 (lima) tahun ke depan. Catatan: Skenario alokasi air di atas diperoleh dari hasil trial dan error (sesuai kondisi ekonomi; kemampuan membangun tampungan air) menggunakan software Ribasim, namun apabila kesulitan dalam menggunakan software tersebut maka dapat dihitung secara manual. 53

56 4.16. Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Setiap Skenario dan Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air Aspek Konservasi Sumber Daya Air No. 1 Perlindun gan dan pelestari an SDA 2 Pengawe tan air Sub Aspek Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; Pengendalian pemanfaatan sumber air. Pengisian air pada sumber air; Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; Perlindungan sumber air Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; Pengaturan daerah sempadan sumber air; Rehabilitasi hutan dan lahan dan pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam Menyimpan Air Menghemat air Mengendalikan penggunaan air tanah. 3 Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Hasil Analisis Sasaran /Target Yang Akan Dicapai Jangka Pendek (5 tahun) Strategi Jangka Menengah (10 tahun) Jangka Panjang (20 tahun) Kebijakan Operasional Instasi /Lembaga Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air No. Sub Aspek 1 Penatagunaan SDA 2 Penyediaan sumber daya air 3 Penggunaan sumber daya air 4 Pengembangan sumber daya air 5 Pengusahaan sumber daya air Hasil Analisis Sasaran /Target Yang Akan Dicapai Jangka Pendek (5 tahun) Strategi Jangka Menengah (10 tahun) Jangka Panjang (20 tahun) Kebijakan Operasional Instasi /Lembaga 54

57 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air No. Sub Aspek 1 Pencegahan 2 Penanggulangan 3 Pemulihan Hasil Analisis Sasaran /Target Yang Akan Dicapai Jangka Pendek (5 tahun) Strategi Jangka Menengah (10 tahun) Jangka Panjang (20 tahun) Kebijakan Operasional Instasi /Lembaga Sistim Informasi Sumber Daya Air No. Sub Aspek 1 Peningkatan peran Pemerintah & Pemda. 2 Penyediakan Informasi yang akurat, benar dan tepat waktu serta dapat di akses oleh berbagai pihak. Hasil Analisis Sasaran /Target Yang Akan Dicapai Jangka Pendek (5 tahun) Strategi Jangka Menengah (10 tahun) Jangka Panjang (20 tahun) Kebijakan Operasional Instasi /Lembaga Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat No. Sub Aspek 1 Melibatkan peran masy dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan dan O&P SDA. Hasil Analisis Sasaran /Target Yang Akan Dicapai Jangka Pendek (5 tahun) Strategi Jangka Menengah (10 tahun) Jangka Panjang (20 tahun) Kebijakan Operasional Instasi /Lembaga 2 Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta pendampingan. 3 Peningkatan kemampuan swadaya masyarakat pengguna air atas prakarsa sendiri - Catatan: matriks strategi tersebut dilengkapi dengan peta tematik 55

58 Berikut diberikan contoh : Peta tematik Konservasi Sumber Daya Air dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo 56

59 Peta tematik Pendayagunaan Sumber Daya Air dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo 57

60 Peta tematik Pengendalian Daya Rusak Air dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo Peninjauan dan Evaluasi Pola Pengelolaan SDA Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 pasal 15 dan pasal 22, tentang Pengelolan Sumber Daya Air, disebutkan bahwa Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan dievaluasi paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali. Peninjauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dapat dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang akan dicapai serta bagaimana keberhasilannya. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan dari Pengelolaan Sumber Daya Air disusun untuk setiap aspek pengelolaan sumber daya air, menggunakan standar dan kriteria yang telah ditetapkan berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar dan kriteria yang jelas sumbernya, memiliki referensi, dan ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak-pihak terkait (stake holder). Berikut pada tabel 4.1. diberikan contoh beberapa indikator-indikator pada masing-masing aspek pengelolaan sumber daya air yang dapat digunakan untuk melakukan tinjauan dan evaluasi Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai. 58

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 12/PRT/M/2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DAN

Lebih terperinci

WILAYAH SUNGAI (WS) NO WILAYAH SUNGAI (WS) PROVINSI KETERANGAN 1. Meureudu Baro (I- IV/A/1) Nanggroe Aceh Darussalam

WILAYAH SUNGAI (WS) NO WILAYAH SUNGAI (WS) PROVINSI KETERANGAN 1. Meureudu Baro (I- IV/A/1) Nanggroe Aceh Darussalam PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 WILAYAH SUNGAI (WS) 1. Meureudu Baro (I- Nanggroe Aceh 2. Jambo Aye (I-

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21 /PRT/M/2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 21 /PRT/M/2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR LAMPIRAN A.1 : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM BALAI PEMETAAN TEMATIK DAN PRASARANA DASAR 110 LAMPIRAN A.2 : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM BALAI INFORMASI LITERAL 111 LAMPIRAN A.3 : PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 33 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JUNI 2011 KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA PRES IDEN LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2OO8 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL WTLAYAH SUNGAT (WS) 1. Aceh -

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BALAI PEMETAAN DAN INFORMASI INFRASTRUKTUR

BALAI PEMETAAN DAN INFORMASI INFRASTRUKTUR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 20 /PRT/M/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BALAI PEMETAAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR Lampiran VIII Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Tanggal 23/PRT/M/2008 30 Desember 2008 BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR NO. NAMA BALAI LOKASI WILAYAH KERJA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 48/PRT/1990 TENTANG PENGELOLAAN ATAS AIR DAN ATAU SUMBER AIR PADA WILAYAH SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 TENTANG PENETAPAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRIORITAS DALAM RANGKA RENCANA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN

BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN BAB IV INSTITUSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR KE DEPAN IV.1 HASIL KUESIONER Berdasarkan kuesioner yang disusun dan disampaikan kepada delapan responden di lingkungan Ditjen SDA, Balai Besar, Balai dan Dinas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.10/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN

Lebih terperinci

Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V

Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V Daftar Peta Wilayah Sungai : Lampiran II sampai dengan Lampiran V Lampiran II Kodefikasi Wilayah Sungai di Indonesia Lampiran III Peta WS per-pulau : Lampiran III.1 Lampiran III.2 Lampiran III.3 Lampiran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.79/MENLHK/SETJEN/OTL.0/9/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P. 10/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Heru Hendrayana, 2011 heruha@ugm.ac.id I. LATAR BELAKANG Airtanah merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan penting pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

Badan Air dan Peran Serta Kita. Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya

Badan Air dan Peran Serta Kita. Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya Badan Air dan Peran Serta Kita Silvita Jarsil Anwar Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya TUGAS dan FUNGSI CAPAIAN DAN TARGET PELAYANAN AIR MINUM NASIONAL ( 2019 ) ( 2013 ) % % % 100 0 100 67 12

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12/PRT/M/2006. TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI. MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PROVINSI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PROVINSI JAWA BARAT 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI JAWA BARAT,

Lebih terperinci

MATRIKS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH

MATRIKS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH MATRIKS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG MATRIKS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017 MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 914/KPTS/M/2017 TENTANG PENETAPAN UNIT LAYANAN PENGADAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS MS) merupakan salah satu Balai yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 04/PRT/M/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR DAN TATA PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN KEPALA DINAS PSDA PADA MUSRENBANG PROVINSI SUMATERA UTARA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 MEDAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN Mahasiswa mampu menjabarkan pengembangan DAS dan pengembangan potensi sumberdaya air permukaan secara menyeluruh terkait dalam perencanaan dalam teknik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA, bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI SUMBER DAYA AIR TAHUN 2011/2012. Status 31 Januari 2012

EVALUASI KONDISI SUMBER DAYA AIR TAHUN 2011/2012. Status 31 Januari 2012 EVALUASI KONDISI SUMBER DAYA AIR TAHUN 2011/2012 Status 31 Januari 2012 1. Prakiraan Musim Bulan Januari Tahun 2012 Puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember dan Januari. Prediksi jumlah curah hujan

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3065-1154-2414-8690 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis - PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 30 Juni 30 Juni 2008 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci