ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TELUR AYAM BURAS PADA PETERNAKAN AYAM BURAS CV TRIAS FARM, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TELUR AYAM BURAS PADA PETERNAKAN AYAM BURAS CV TRIAS FARM, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TELUR AYAM BURAS PADA PETERNAKAN AYAM BURAS CV TRIAS FARM, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 RINGKASAN MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Telur Ayam Buras Pada Peternakan Ayam Buras Cv Trias Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI). Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang menyediakan zat-zat makanan bergizi tinggi dari sumber hewani. Salah satu bagian didalam sektor peternakan adalah peternakan ayam petelur bukan ras (buras), rata-rata sektor ini mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Hal tersebut, disebabkan karena perubahan gaya konsumsi masyarakat. Melihat peluang dan kesempatan yang cukup baik di dalam memproduksi telur ayam buras tersebut menyebabkan banyak perusahaan yang mulai bergerak dalam bidang ini. Jenis ayam penghasil telur ayam buras yang lebih banyak digunakan oleh perusahaan adalah jenis ayam arab disebabkan karena kemampuan produksinya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ayam buras lainnya. CV. Trias Farm merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi telur ayam buras yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini telah memproduksi telur ayam buras selama kurang lebih enam tahun sejak perusahaan ini berbentuk badan usaha. Permasalahan yang dihadapi perusahaan ini adalah terjadinya penurunan produksi telur ayam buras pada tahun 2008 hingga tahun 2009 sebesar 0,3 persen. Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu produksi telur ayam menjadi menurun, yakni kualitas telur itu sendiri, mutu bibit, kecukupan nutrisi, kesehatan ayam, kondisi lingkungan, dan tatalaksana pemeliharaan. Namun mengingat perusahaan ini menggunakan bibit ayam dari jenis ayam arab yang pada saat ini termasuk jenis ayam petelur unggul dengan produktivitasnya yang tinggi menyebabkan faktor kualitas dan mutu bibit bukanlah faktor yang menyebabkan penurunan produksi tersebut, dan dilihat dari segi lingkungan, lokasi CV. Trias Farm yang berada di bawah kaki gunung Salak serta lingkungan yang ditumbuhi banyak tumbuhan dan jauh dari daerah pemukiman penduduk menyebabkan lokasi ini adalah lokasi yang strategis untuk beternak ayam. Hal ini menunjukan kemungkinan permasalahan di dalam usaha peningkatan produksi telur di perusahaan CV. Trias Farm terdapat pada penggunaan faktor produksinya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap penggunaan faktor produksinya. Oleh karena itu, diduga bahwa penurunan produksi telur ayam buras disebabkan karena faktor-faktor produksi yang digunakan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi telur dan menganalisis efisiensi produksi telur di perusahaan tersebut. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, untuk data primer digunakan sebagai untuk mengetahui gambaran dari perusahaan, mengetahui proses produksi yang dilakukan perusahaan dan untuk menentukan dugaan faktor-faktor produksi yang akan digunakan sebagai parameter pendugaan. Data sekunder digunakan untuk menganalisis faktor

3 produksi yang berpengaruh dan menganalisis efisiensi produksi telur di perusahaan CV.Trias Farm. Berdasarkan dari pengamatan dilapang dan pengkajian terhadap literatur, maka diperoleh dugaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi telur ayam buras (Y), ayam petelur (X 3 ), pakan layer (X 6 ), tenaga kerja (X 7 ) dan vaksinasi (X 8 ) Faktor-faktor produksi tersebut dianalisis dengan menggunakan model fungsi Linear Berganda untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam produksi telur. Setelah itu faktor-faktor produksi tersebut dianalisis efisiensi ekonominya dengan menggunakan rasio perbandingan dari nilai NPM dan BKM. Pengolahan data menggunakan software Minitab 4.0, dan Micorosoft Excel Hasil analisis fungsi produksi Linear Berganda menunjukan faktor-faktor produksi yang berpengaruh adalah faktor produksi ayam petelur, jumlah pakan layer yang diberikan perusahaan serta tenaga kerja yang digunakan, sedangkan faktor produksi vaksinasi tidak berpengaruh nyata. Skala usaha dari produksi telur ayam buras ini berada pada masa decreasing return to scale. Penggunaan faktorfaktor produksi tersebut belum efisien, hal ini dibuktikan dengan nilai NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Di dalam meramalkan kondisi optimal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan perusahaan CV.Trias Farm, tidak semua faktor produksi dapat diketahui disebabkan elastisitas produksi dari faktor produksi tersebut ada yang bernilai negatif dan untuk keuntungan usahatani yang mungkin diperoleh secara keseluruhan pada kondisi optimal juga tidak dapat diketahui. Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan dalam penggunaan pakan hendaknya perusahaan lebih memperhatikan jumlah kebutuhan pakan sesuai dengan jumlah ayam yang dipelihara, sehingga ayam akan dapat berproduksi dengan optimal. Pengambilan keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada proses budidaya harus direncanakan dengan baik oleh pengambil keputusan, disebabkan penggunaan kombinasi yang baik akan lebih meningkatkan penerimaan perusahaan. Pemberian vaksinasi pada ternak ayam hendaklah lebih memperhatikan dosis yang sesuai dengan banyaknya jumlah populasi ayam. Tenaga kerja yang digunakan perusahaan harus mempunyai keterampilan dan pengalaman yang cukup baik didalam membudidayakan ayam buras, oleh karena itu perlu adanya pelatihan kepada karyawan perusahaan di dalam beternak ayam petelur, karena penggunaan tenaga kerja yang tidak berpengalaman dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan..

4 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TELUR AYAM BURAS PADA PETERNAKAN AYAM BURAS CV TRIAS FARM, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Buras Pada Peternakan Ayam Buras CV. Trias Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Muhamad Ridho Syaffendi NIM : H Disetujui Pembimbing Dr.Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Buras Pada Peternakan Ayam Buras CV. Trias Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini Bogor, April 2010 Muhamad Ridho Syaffendi H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak dari pasangan H Legimin Syaffendi dan Hj Damrawaty Batubara. Dilahirkan pada tanggal 03 September 1986 di kota Rantau Prapat, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TKK) di Labuhan Batu Kecamatan Janji pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1992, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Medan pada tahun 1992 dan meluluskannya pada tahun 1998, dari Sekolah Dasar penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 19 Medan pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001, selanjutnya penulis melanjutkan ke SLTA Swasta Al-Azhar Medan dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi pendidikannya ke Perguruan Tinggi Negeri Program Diploma III Program Studi Pengelola Perkebunan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah lulus dari Program Diploma III Program Studi Pengelola Perkebunan penulis melanjutkan pendidikanya hingga ke Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor dengan memasuki Program Studi Ekstensi Agribisnis Fakultas Ekonomi.

8 KATA PENGANTAR Allhamdullilah puja dan puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan berupa kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi akhir yang berjudulkan Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Buras Pada Peternakan Ayam Buras CV. Trias Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini tepat pada waktunya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat keefisienan perusahaan CV. Trias Farm dalam menggunakan faktor-faktor produksi yang digunakannya dalam menghasilkan produk akhir yakni berupa telur ayam buras. Laporan penelitian in merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2010 Muhamad Ridho Syaffendi

9 UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Di dalam proses pembuatannya penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak yang mendukung. Sebagai bentuk tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing, atas segala saran, kritik dan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Ir. Harmini, MS sebagai dosen penguji utama dan Ibu Tintin Sarianti, SP, MM sebagai dosen komisi pendidikan, atas bimbingan dan saran yang diberikan. 3. Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator atas bimbingan dan saran yang diberikan. 4. Bapak Ir Budi Miharso selaku kordinator penanggung jawab perusahaan CV. Trias Farm atas ijin dan kesempatannya untuk mempelajari proses budidaya ayam petelur Arab selama penelitian berlangsung 5. Bapak Ir. Agustinus Widianto selaku kordinator produksi peternakan ayam Arab atas bimbingan, informasi dan saran-saran membangun yang diberikan selama proses penelitian berlangsung 6. Staf administrasi CV. Trias Farm atas kerjasamanya dalam memberikan informasi yang dibutuhkan 7. Ayahanda H Legimin Syaffendi, Ibunda tercinta Hj Dhamrawaty Batubara, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil yang sangat dibutuhkan oleh penulis selama penulis mengikuti pendidikan hingga akhir. 8. Teman-teman sehati dan sejalan di Corps Planter, Bakhtiar Afandi Tanshara, Zaggarudin Sagala, Roy Abhe, Iman Prio Utomo, Yogi Pura Detriyanto, Nope Gromikora, Hendra Kurniawan, Jhon Modesta

10 Sembiring, Deni Zaini Hakim dan Muhammad Firmansyah atas dukungan, kebersamaan dan keceriaan yang tidak pernah akan terlupakan sampai kapanpun. 9. Erita Puspita yang telah memberikan semangat dan dukungannya serta meluangkan waktunya dalam membantu penyelesaian skripsi ini. 10. Teman- teman sebimbingan Roy Abhe dan Lustri Sembiring atas dorongannya dan dukungannya. 11. Teman-teman angkatan tiga program studi agribisnis terima kasih atas persahabatannya. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dengan ikhlas dan sukarela yang tidak dapat dicantumkan semuanya. Terima kasih banyak.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Peternakan Ayam buras Usahatani Ayam Buras Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Peternakan Ayam Buras Siklus Bertelur pada Ayam Petelur Tanda-Tanda Ayam Akan Bertelur Tanda-Tanda Ayam pada Fase Moulting Pengambilan Telur Ayam Arab Karakteristik Ayam Arab Keunggulan Ayam Arab Hasil Penelitian Terdahulu Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Konsep Efisiensi Konsep Efisiensi Faktor Produksi Konsep Skala Usaha (Return to Scale) Kerangka Pemikiran Operasional v vi vii IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan Data Analisis Model Fungsi Produksi Linier Berganda Analisa Efisiensi Produksi iv

12 4.4 Definisi dan Batasan Operasional Hipotesis Penelitian V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Perusahaan Lokasi Perusahaan Struktur Organisasi Visi, Misi dan Tujuan Ketenagakerjaan Kegiatan Usahatani Ayam Buras Pemasaran... VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pemilihan Faktor Produksi Analisis Faktor-Faktor Produksi Analisis Skala Usaha Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Arab VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Telur Berdasarkan Jenis di Indonesia Tahun Kandungan Zat Per 100 g Bahan yang Dapat dimakan Produktivitas dari Berbagai Jenis Ayam Buras Nilai VIF dan Durbin-Watson Model Linear Berganda dalam Produksi Telur Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produksi Telur Ayam Arab Rasio NPM dan BKM Produksi Telur Ayam Buras di CV.Trias Farm Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi vi

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva produksi Kerangka Operasional Penelitian Bentuk Kandang Ayam Petelur Struktur Organisasi Perusahaan CV. Trias Farm Budidaya Ayam Umur Sehari Budidaya Ayam Umur 2 Bulan Budidaya Ayam Petelur vii

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Analisa Regresi Model Linear Berganda Untuk Produksi Telur Ayam Buras Hasil Analisa Regresi Model Cobb-Douglas Untuk Produksi Telur Ayam Buras Daftar produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Buras Gambar-Gambar Peternakan Ayam Arab Petelur di Perusahaan CV.Trias Farm Gambar-Gambar Peternakan Ayam Arab Petelur di Perusahaan CV.Trias Farm viii

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan ayam merupakan salah satu sektor di dalam sektor peternakan yang menyediakan zat-zat makanan bergizi tinggi dari sumber hewani. Di Indonesia sentra peternakan ayam khususnya untuk ayam petelur dapat dijumpai di seluruh pelosok, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera 1. Ayam petelur dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni ayam petelur ras yang berasal dari ayam luar negeri dan ayam bukan ras (buras) yang berasal dari ayam lokal (negeri). Produksi telur ayam buras di Indonesia dari tahun 2004 sampai 2008 mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 8,78 persen. Posisi peningkatan ini menunjukan jumlah produksi telur ayam buras terletak pada urutan pertama, apabila dibandingkan dengan peningkatan konsumsi telur yang juga mengalami peningkatan sebesar 4,68 persen menunjukan bahwa produksi telur ayam buras masih dapat lebih ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan dan peluang pasar yang masih luas. Berikut ini merupakan data produksi telur dan konsumsi telur unggas di Indonesia berdasarkan jenisnya, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Telur Berdasarkan Jenis di Indonesia Tahun Tahun Produksi (000) Konsumsi Telur Buras Pening katan Ras Pening katan Jumlah konsumsi peningkat an , , , , , , , , , , , ,5 Rata-rata , ,4 8, ,68 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2009 Dari Tabel 1 dapat dilihat rata-rata jumlah konsumsi telur meningkat, walaupun terjadi penurunan konsumsi telur tahun 2005 dan 2008 sebesar lima persen. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan konsumsi antara lain meningkatnya kesadaran akan pentingnya protein hewani dan perubahan gaya 1 Direktorat Jenderal Peternakan Produksi Hasil Ternak. Diambil dari 02/12/2009

17 hidup masyarakat Indonesia yang mulai menyukai mengkonsumsi makanan alami. Peningkatan konsumsi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Sujionohadi dan Ade (1993) peningkatan kesadaran konsumsi gizi, peningkatan pendapatan, tingkat pendidikan dan peningkatan jumlah penduduk. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Telur sebagai sumber protein hewani mempunyai banyak keunggulan yaitu kandungan asam amino yang lengkap dan gizi yang baik untuk tubuh manusia. Telur mempunyai cita rasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Dari beberapa jenis telur, seperti telur ayam buras, dan telur ayam ras. Kandungan gizi ayam kampung (buras) lebih baik dari ayam ras. Informasi akan kandungan nilai gizi dalam setiap 100 g bahan makanan telur ayam buras dan ayam ras yang akan dimakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Zat Per 100 g Bahan Telur yang Dapat dimakan Kandungan Ayam Buras Ayam Ras Bahan yang dapat dimakan 90,00 90,00 Energi (kal) 15,08 15,08 Energi (KJ) 667,00 667,00 Air (g) 70,72 74,00 Protein (g) 20,05 12,80 Lemak (g) 7,81 11,50 Karbohidrat (g) 2,33 0,70 Mineral(g) 1,00 1,00 Kalsium(mg) 54,0 54,00 Fosfor (mg) 180,00 180,00 Besi (mg) 2,70 2,70 Vitamin A (retinol) (mcg) 270,00 270,00 Vitamin B(tiamin) (mg) 0,10 1,10 Vitamin C (asam askorbat) (mg) 0,00 2,70 Sumber : Oey Kam Nio, 1992 Dilihat pada Tabel 2 telur ayam buras mempunyai keunggulan dari segi karbohidrat sebesar 2,33 gram dan protein sebesar 20,05 gram, sedangkan ayam 2

18 ras memiliki kandungan karbohidrat sebesar 12,80 gram dan protein sebesar 0,70 gram. Telur ayam buras mengandung gizi yang lebih baik, karena ayam buras pada umumnya mempunyai ketahanan tubuh yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras, sehingga penggunaan obat-obatan kimia untuk ayam buras relatif lebih sedikit, sehingga meyakinkan banyak orang bahwa telur ayam buras jauh lebih alami dibandingkan dengan telur ayam ras. Jenis-jenis ayam bukan ras (buras) yang dapat menghasilkan telur meliputi ayam arab, ayam kampung, ayam cemani, ayam berkisar, ayam hutan dan ayam pelung, Diantara berbagai jenis ayam di atas, untuk budidaya ayam buras petelur, pengusaha lebih menyukai dari jenis ayam arab yang disebabkan karena pemeliharaan ayam arab sangat praktis dan banyak manfaatnya, selain itu produktivitas ayam arab yang lebih tinggi dibandingkan jenis ayam lain. Produk afkir dari ayam petelur arab tersebut berupa daging masih dapat dijual, walaupun harga ayam afkir untuk per ekornya dihargai lebih murah dibandingkan dengan harga ayam yang dijual khusus untuk pedaging. Produktivitas dari berbagai jenis ayam buras dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produktivitas dari Berbagai Jenis Ayam Buras di Indonesia Jenis Ayam Produksi (butir/tahun) Ayam Arab Ayam Kampung Ayam Kedu hitam 215 Ayam Merawang 164 Ayam Wereng 150 Ayam Nunukan 140 Sumber : Darmawan dan Sitanggang (2003) Melihat peluang dan kesempatan yang cukup baik di dalam memproduksi telur ayam buras tersebutlah menyebabkan munculnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam buras petelur ini, mulai dari menyediakan telur produksi, indukan dan anak ayam. Salah satu perusahaan yang bergerak disektor industri ini adalah CV Trias Farm. Perusahaan ini merupakan 3

19 perusahaan yang bergerak dalam peternakan ayam buras petelur yang telah berdiri selama kurang lebih enam tahun. 1.2 Perumusan Masalah CV Trias Farm merupakan salah satu jenis perusahaan peternakan ayam buras di Jawa Barat yang sudah berdiri sejak tahun 2004 hingga kini, perusahaan ini mengkhususkan bidangnya pada peternakan ayam buras dari jenis ayam arab. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini adalah telur ayam, anak ayam dan daging ayam. Perusahaan CV Trias Farm dapat memproduksi rata-rata butir telur per bulan dengan rata-rata jumlah populasi ayam petelur sebanyak ekor per bulan. Hasil produksi telur perhari dapat langsung disalurkan kepada konsumen ditingkat pedagang pengumpul produksi. Naiknya harga berbagai faktor produksi ayam petelur seperti pakan, bibit DOC, listrik dan transportasi telah mendorong usaha peternakan untuk berproduksi lebih efisien guna mendapatkan hasil yang optimal. Dalam usaha untuk mencegah kerugian dan mengoptimalkan biaya produksi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas ternak atau menjaga produksi yang dihasilkan tidak mengalami penurunan produksi atau tetap. Menurut data penjualan yang diperoleh dari perusahaan Trias Farm, produksi telur perusahaan ini mengalami penurunan, pada tahun 2009 produksi telur ayam buras perusahaan CV. Trias Farm sebesar butir sedangkan pada tahun 2008 produksi telur sebesar butir, hal ini menunjukan perusahaan mengalami penurunan produksi sebesar butir telur atau 0,3 persen. Penurunan ini tidak sesuai dengan jumlah pertumbuhan populasi ayam petelur yang diusahakan oleh perusahaan CV. Trias Farm yang mengalami peningkatan dari tahun , dimana pada tahun 2008 populasi ayam petelur sebesar ekor dan tahun 2009 sebesar ekor atau meningkat sebesar 4,38 persen. Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu produksi telur ayam menjadi menurun, yakni kualitas telur itu sendiri, mutu bibit, kecukupan nutrisi, kesehatan ayam, kondisi lingkungan, dan tatalaksana pemeliharaan. Namun mengingat perusahaan ini menggunakan bibit ayam dari jenis ayam arab yang pada saat ini termasuk jenis ayam petelur unggul dengan 4

20 produktivitasnya yang tinggi menyebabkan faktor kualitas dan mutu bibit bukanlah faktor yang menyebabkan penurunan produksi tersebut, dan dilihat dari segi lingkungan, lokasi CV. Trias Farm yang berada di bawah kaki gunung Salak serta lingkungan yang ditumbuhi banyak tumbuhan dan jauh dari daerah pemukiman penduduk menyebabkan lokasi ini adalah lokasi yang strategis untuk beternak ayam. Hal ini menunjukan kemungkinan permasalahan di dalam usaha peningkatan produksi telur di perusahaan CV. Trias Farm terdapat pada penggunaan faktor produksinya. Permasalahan lain yang dihadapi perusahaan ini adalah persaingan dengan perusahaan sejenis. Perusahaan sejenis tersebut antara lain adalah Andika Agro Farm, Alam Lestari, Sayap Klurik dan Budis Farm. Perusahaan-perusahaan ini merupakan perusahaan yang mempunyai hasil produk yang sama dengan CV Trias Farm. Persaingan dengan perusahaan sejenis ini menyebabkan perusahaan CV Trias Farm harus mempunyai kemampuan untuk bersaing di pasar dengan cara dapat berproduksi baik dengan biaya yang lebih murah. Perusahaan CV. Trias Farm harus mengetahui tingkat efisiensi produksi dalam proses budidayanya untuk membantu pengambil keputusan di dalam menentukan kebijakan perusahaannya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor produksi apakah yang berpengaruh terhadap produksi telur di perusahaan peternakan CV Trias Farm? 2. Apakah tingkat produksi telur yang dilakukan di Perusahaan Trias Farm sudah efisien? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari uraian permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi telur di perusahaan peternakan CV. Trias Farm. 2. Menganalisis tingkat efisiensi produksi telur di perusahaan CV.Trias Farm. 5

21 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan seperti di bawah ini : a. Bagi Perusahaan 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen perusahaan untuk menilai kegiatan produksi yang dilaksanakan telah efisien. Hal ini penting dilakukan agar perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan daya saingnya. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi perusahaan peternakan untuk menentukan strategi yang nantinya akan mendukung keberhasilan organisasi dalam menghemat biaya dan meningkatkan produksi. 3. Lebih meyakinkan para pengambil keputusan dalam mempertimbangkan maupun mengambil keputusan dengan memiliki informasi yang memadai. b. Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat memperkuat teori-teori tentang telaah efisiensi produksi terhadap suatu kegiatan usaha yang berhubungan dengan pertanian. 2. Menambah referensi dan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya, baik secara teoritis maupun empiris sesuai dengan variabel-variabel yang diamati. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Mengingat ruang lingkup dari penelitian ini yang begitu luas maka peneliti hanya memfokuskan permasalahan kepada dugaan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam kegiatan proses produksi yang dilakukan pada lingkungan perusahaan CV. Trias Farm dalam memproduksi telur ayam buras. Penelitian ini hanya menganalisis efisiensi dari produksi telur dengan menggunakan alat analisis Cobb-Douglas dan menghitung efisiensi alokatif dengan rasio Nilai Marginal Produk (NPM) dan Biaya Korbanan Marginal (BKM). 6

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi kegiatan dalam bidang pertanian. Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Secara luas, agribisnis berarti bisnis berbasis sumber daya alam 2. Salah satu kegiatan agribisnis yang sedang dikembangkan pemerintah adalah agribisnis peternakan unggas. Peternakan unggas merupakan kegiatan yang memanfaatkan komoditi unggas sebagai kegiatan produksinya untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006), tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas yaitu : a. Membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, b. Meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, c. Menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan d. Meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara. Salah satu sektor agribisnis dengan komoditi unggas adalah peternakan ayam buras. Menurut Suharno (1996) ayam buras merupakan semua ayam yang berada di luar katagori ayam ras, misalnya ayam kampung, ayam hutan, ayam hias, ayam kedu, ayam pelung dan saat ini ayam arab termasuk ke dalam katagori sebagai ayam buras. 2.2 Usahatani Ayam Buras Usahatani ayam buras dapat dijabarkan sebagai suatu kegiatan memelihara ayam itu agar tetap hidup dan memberikan manfaat bagi petani pemelihara. Tujuan memelihara dan beternak ayam buras adalah untuk memproduksi ayam 2 Wikipidia Agribisnis. Dikutip dari

23 potong atau ayam pedaging, memproduksi ayam petelur, dan memproduksi bibit ayam. Beternak ayam buras merupakan kegiatan yang menggabungkan tindakantindakan pemeliharaan berupa penyediaan kandang, pemberian pakan, perawatan kesehatan, dan pengelolaan usaha yang berorientasi terhadap pasar dan keuntungan. Menurut Suharno (1996) materi yang baik adalah syarat pertama di dalam budidaya ayam buras, materi yang dimaksud dalam peternakan adalah kandang yang baik, lokasi yang tepat, bibit yang berkualitas, pakan yang cukup, obat-obatan, air, alat-alat dan keadaan lingkungan yang baik. Menurut Rasyaf (1986) kegiatan usahatani ayam buras terdapat tiga sistem pemeliharaan yang sudah dikenal yaitu : 1. Pemeliharaan secara ekstensif Pada cara ini tidak terdapat perlakuan khusus dari peternak sebagai pemiliknya. Ternak ini dibiarkan lepas dan akan datang dengan sendirinya pada malam hari. Pemilik tidak memberikan pakan secara teratur dan mengambil ternaknya ketika pemilik membutuhkan uang. 2. Pemeliharaaan semi intensif Pemeliharaan semi intensif adalah suatu metode pemeliharaan dengan menyediakan kandang dengan memiliki pagar disekeliling kandang, tujuan dari pemagaran tersebut adalah memberikan kesempatan untuk ayam tetap bebas tetapi dalam lingkup yang dibatasi. Pada pemeliharaan ini peternak sudah mulai menerapkan pengetahuannya untuk meningkatkan produksi ternak yang dipelihara. Peternak sudah mulai memberikan pakan tambahan pada anak ayam. 3. Pemeliharaan secara intensif Pemeliharaan secara intensif dilakukan dengan memasukan ternak ayam di dalam kandang selama hidupnya. Pemberian pakan, minum dan kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh peternak. Kekurangan dan kelebihan makanan dan minuman berakibat langsung terhadap produksi ayam yang dipelihara. Pada sistem peternakan ini, manusia sepenuhnya sangat berperan dalam kehidupan ternak. Mulai dari kecil hingga afkir, mulai dari 8

24 kebutuhan yang kecil hingga besar semuanya menyertakan campur tangan manusia. 2.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Peternakan Ayam buras Di dalam kegiatan usahataninya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi di dalam kegiatan produksi pada ternak ayam, faktor-faktor tersebut menurut Suharno (1996) yakni : a) Bibit Bibit yang baik berasal dari induk yang produktif, untuk memperolehnya dapat melalui pengalaman atau menanyakan kepada orang lain yang berpengalaman. b) Pakan Pakan yang baik tentu yang memenuhi kebutuhan gizi dari ayam tersebut. Pakan tersebut dapat diperoleh dari pabrik atau hasil membuat sendiri. Dalam menentukan suatu pakan yang baik harus diketahui dulu kebutuhan gizi ayam. Bahan-bahan tadi terdiri dari sumber protein, lemak karbohidrat, vitamin, dan mineral. Dari bahan-bahan tersebut kemudian di susun formulasi bahan pakan agar sesuai dengan gizi ayam. c) Obatan-obatan dan vaksin Seperti halnya pakan dan bibit, vaksin harus tersedia dalam keadaan yang baik. Dibandingkan pakan, syarat penyimpanan obat-obatan dan vaksin umumnya lebih berat, vaksin harus di simpan dalam kondisi dingin. d) Air minum Tubuh ayam mengandung air kira-kira sebanyak 70 persen, air merupakan unsur yang amat penting bagi jaringan tubuh karena berperan dalam metabolisme tubuh dan pengaturan suhu tubuh. e) Kandang Kandang yang baik bagi ternak sama hakekatnya dengan rumah yang nyaman bagi manusia. Bagaimanapun bentuk kandang yang digunakan harus merupakan tempat yang nyaman untuk hidup. Udara yang segar dan 9

25 tidak kekurangan sinar matahari, serta terdapat ruang gerak yang leluasa merupakan kriteria kandang yang baik. 2.4 Siklus Bertelur Pada Ayam Petelur Ayam buras betina siap bertelur pada usia 4-5 bulan. Periode bertelur ayam buras sama dengan ayam ras, yakni tiga kali periode produksi selama 30 bulan. Setelah periode bertelur, apabila ayam telah berumur bulan, ayam buras akan mengalami fase moulting yang pertama dan berjalan selama hari. Siklus ini akan terus berulang, selama hidupnya ayam buras mengalami fase moulting sebanyak tiga kali. Yakni, moulting pertama umur 14 atau 16 bulan, kedua umur 24 bulan, dan ketiga umur 30 bulan atau 32 bulan. Selama fase moulting tersebut ayam buras akan berhenti bertelur selama 80 hari untuk bertelur kembali. Biasanya, setelah moulting kedua ayam buras langsung dijual karena produktivitas telurnya sudah menurun. Pada saat bertelur pertama kali, umumnya telur masih relatif kecil, dan mulai pada periode bertelur kedua berat telur mulai normal yakni seberat gram/butir. Telur yang baik dapat disimpan selama kurang lebih dua minggu, apabila lewat dari waktu tersebut maka telur akan mengalami kerusakan Tanda-Tanda Ayam Akan Bertelur. Ayan betina dewasa yang sudah kawin dan siap bertelur, penampilannya sangat periang. Sepanjang hari kelihatan sibuk mencari sarang untuk bertelur dan rajin mencari makan di sekitar kandang. Ciri-ciri fisik yang dapat dilihat antara lain bulu badannya rapat satu sama lainnya, terlihat rapi dan mengkilat. Temboloknya penuh berisi makanan, tetapi tidak keras kalau dirasakan, jengkernya membesar kaku, tebal, berdiri tegak atau miring ke samping, warnanya merah menyala, kalau dirasakan terasa hangat. Badan bagian belakang membesar dan menonjol ke bawah sehingga seolah-olah berbentuk pundi. Dinding paruhnya agak tipis karena lapisan lemaknya berkurang. Telur yang masih berada dalam tubuh terasa menonjol, apabila dirasaka dari luar duburnya terasa basah dan berbentuk bulat panjang agak membusung. 10

26 2.4.2 Tanda-Tanda Ayam pada Fase Moulting. Biasanya setelah bertelur butir ayam buras menunjukan tanda-tanda akan mengeram sepanjang siang dan malam duduk dalam sarangnya. Bulu dadanya rontok sehingga menjadi botak kulitnya, serta sering bersuara khas kok kok kok, jengger tampak kusut dan berwarna pucat. Berat badannya menyusut, kotorannya menjadi encer, bulu leher menjadi tegak seolah marah kalau didekati orang Pengambilan Telur. Hasil utama dari usaha budidaya ayam petelur bagi perusahaan adalah berupa telur yang dihasilkan oleh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur yang disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul , pengambilan kedua pukul , pengambilan ketiga sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul Ayam Arab Karakteristik Ayam Arab Menurut Darmawan dan Sitanggang (2003) ayam arab merupakan ayam pendatang. Ayam ini merupakan keturunan dari ayam jenis silver braekels. Pemberian nama ayam arab karena dua hal, yakni pejantannya memiliki daya seksual yang tinggi dan keberadaannya di Indonesia melalui telur yang dibawa oleh seorang jemaah haji yang menunaikan ibadah haji dari Mekah. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam kampung menjadikannya jarang dimanfaatkan sebagai pedaging. Ciri - ciri ayam arab adalah pada sepanjang leher berwarna putih mengkilap, bulu punggung putih berbintik hitam, bulu sayap hitam bergaris putih dan bulu ekor dominan hitam bercampur putih, jenggernya berbentuk kecil berwarna merah muda dan mata hitam dengan dilingkari warna kuning, pejantannya pada umur seminggu sudah tumbuh jengger, dan betina induk tidak memiliki sifat mengeram, tinggi ayam arab dewasa mencapai 35 cm dengan bobot 1,5-2 kg dan kepalanya mempunyai jengger berbentuk tunggal dan bergerigi. Ayam arab betina dewasa 11

27 tingginya mencapai 25 cm dengan bobot 1,0-1,5 kg. Kepalanya berjengger tipis, bergerigi. Badannya berbulu tebal. Selama usia produktif antara 5 bulan hingga 2 tahun, betina arab terus-menerus bertelur, sehingga hampir setiap hari menghasilkan telur. Secara genetis ayam arab tergolong galur ayam buras disebabkan karena bentuk telur yang kecil seperti ayam kampung, ayam ini termasuk ke dalam jenis ayam petelur unggul karena memiliki kemampuan produksi telur yang tinggi, hampir menyerupai produksi ayam ras. Bentuk dan warna telurnya sama dengan ayam lokal. Hal ini merupakan daya tarik yang menyebabkan banyak peternak mulai membudidayakan ayam ini secara serius (Hesty et al. 2004) Keunggulan Ayam Arab Ayam arab ini mempunyai beberapa keunggulan di dalam usaha pembudidayaannya. Keunggulan ayam arab yaitu ayam arab memiliki produksi telur tinggi, mencapai butir per tahun dengan berat telur 42,3 gram. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2 persen dari total berat telur. Bentuk ayam kecil sehingga konsumsi pakan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien, libido seksualitas jantan lebih tinggi, mudah dikawinkan dengan ayam jenis lain, dalam 15 menit bisa tiga kali kawin, dapat untuk perbaikan genetik ayam buras, harga day old chicken (DOC) yang berfluktuasi, kadang lebih tinggi atau rendah, harga induk tergolong tinggi (pullet mencapai harga Rp per ekor), konsumsi pakan relatif kecil karena termasuk tipe kecil dan ayam betina tidak mempunyai sifat mengeram sehingga masa bertelurnya panjang. 2.6 Hasil Penelitian terdahulu Penelitian Sitorus (1994) menganalisis efisiensi penggunaan faktor produksi usahaternak ayam buras petelur pada kelompok tani peserta program INTAB. Penelitian ini menggunakan alat analisis Cobb-Douglas. Di dalam penelitiannya faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi telur adalah ayam dara, ayam petelur, pakan dedak, pakan grower, pakan layer, tenaga kerja, vaksin dan pendidikan non formal petani, hasil penelitian menunjukan bahwa 12

28 pengaruh ayam dara dan pakan grower terhadap produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh faktor lainnya. Pada usaha ternak ayam buras yang proses produksinya berada pada tahap decreasing return to scale, faktor produksi yang penggunaannya sudah tidak efisien secara teknis adalah pakan dedak, pakan grower dan vaksin. Namun dilihat dari segi efisiensi ekonomisnya, faktor produksi yang masih dapat ditingkatkan adalah ayam dara, ayam petelur, pakan layer dan tenaga kerja. Penelitian Pratomo (2007) menganalisis efisiensi produksi usaha ternak ayam buras ramah lingkungan yang dilakukan di peternakan P4S Eka Jaya Jakarta Selatan mengemukakan produksi ayam buras ramah lingkungan di peternakan P4S Eka Jaya ditinjau dari konsumsi faktor dengan bobot badan yang dihasilkan secara menyeluruh, telah efisien secara teknis dalam penggunaan input yang ditunjukan dari nilai elastisitas produksi selama periode yaitu sebesar 0,967; tetapi belum efisien secara ekonomis karena nilai rasio NPM dan BKM secara keseluruhan pada masa finisher tidak sama dengan satu. Peternakan P4S Eka Jaya memperoleh keuntungan paling besar apabila ayam dipanen pada umur 12 minggu, karena nilai rasio penerimaannya dengan biaya pakan dan bibit menunjukan nilai terbesar yaitu 2,21 dengan nilai sebesar Rp ,67/ekor. Penelitian Kusuma (2005) menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak ayam probiotik dan non-probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging pada perusahaan Sunan Kudus Farm. Model yang digunakan adalah model Cobb-Douglas, dengan faktor-faktor produksi yang digunakan antara lain bibit, pakan, pemanas, tenaga kerja dan obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa bibit, pakan dan pemanas lebih menunjukan responsif di dalam meningkatkan produksi telur pada peternak yang menggunakan probiotik, sedangkan tenaga kerja dan obat-obatan lebih responsif terhadap peningkatan produksi telur pada peternakan yang non-probiotik. Penelitian ini juga menunjukan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada peternakan Sunan Kudus Farm belum efisien, hal tersebut ditunjukan dengan tidak adanya rasio perbandingan antara NPM dengan BKM yang bernilai sama dengan satu. 13

29 Penelitian Pakarti (2000) menganalisis pendapatan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan peternak ayam broiler dengan mengambil studi kasus pada pada peternakan inti-plasma Poultry Shop Jaya broiler, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat berhasil menyimpulkan bahwa keragaan teknis menunjukan tingkat mortalitas yang tinggi terutama pada peternakan skala usaha dan , hal ini kemungkinan besar karena disebabkan oleh terjadinya serangan penyakit dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai penduga dalam analisis adalah hasil produksi (Y), pakan stater (X 1 ), pakan finisher (X 2 ), tenaga kerja (X 3 ) dan mortalitas sebagai faktor dummy (D). Hasil penganalisisan dengan taraf kepercayaan sebesar satu persen menunjukan faktor produksi pakan stater dan pakan finisher mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan lima persen. Pada saat penelitian kombinasi optimal faktor-faktor produksi pakan stater, pakan finisher dan tenaga kerja belum mencapai efisiensi karena rasio perbandingan antara NPM dan BKM tidak ada yang sama dengan satu. Kombinasi opimal penggunaan faktor produksi pakan stater dan pakan finisher dicapai dengan meningkatkan pemberian pakan stater dan mengurangi pemberian pakan finisher. Penelitian Nur (2004) menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usaha ternak ayam broiler, studi kasus pada Hajral Harahap Farm, mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan bagaimana usaha peternakan tersebut dalam memanfaatkan faktor produksi yang dimilikinya untuk mencapai hasil produksi yang diharapkan, menduga model produksi yang sesuai dengan usaha kemudian menganalisis faktor-faktor produksi yang diharapkan, menganalisis efisiensi teknis maupun ekonomi. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah DOC (X 1 ), jumlah pakan (X 2 ), Tenaga Kerja (X 3 ), umur panen (X 4 ), mortalitas (X 5 ), rasio konfersi pakan (X 6 ), obat, vaksin dan disenfektan (X 7 ), bahan penolong produksi (X 8 ), berat rataan panen (X 9 ), dummy penggunaan strain ayam (D s ), dan dummy penggunaan jenis pakan (D j ). dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang memiliki pengaruh nyata dengan taraf kepercayaan 95 persen 14

30 adalah X 1,X 5,X 6,X 7 dan X 9. Sedangkan X 8 berpengaruh pada taraf kepercayaan 90 persen, X 2 berpengaruh pada taraf kepercayaan 80 persen, X 3 dan X 4 tidak berpengaruh nyata. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi diketahui belum efisien disebabkan karena perbandingan antara rasio NPM/BKM tidak sama dengan satu. Skala usaha dalam tahap increasing return to scale. Untuk kombinasi optimal tidak dapat diramalkans secara tepat disebabkan karena terdapat nilai rasio yang benilai negatif. 2.7 Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jika dilihat dari komoditas yang dijadikan penelitian dan tempat penelitian serta fungsi produksinya, pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi Linear Berganda. Selain itu jika dibandingkan dengan penelitian Sitorus (1994) lebih menekankan efisiensi pada produksi telur yang dikaitkan dengan program pemerintah, Pratomo (2007) lebih menekankan efisiensi dengan perbandingan jumlah konsumsi pakan ternak dengan bobot badan, Kusuma (2005) lebih menekankan pada penggunaan probiotik dan non-probiotik, penelitian dari Pakarti (2000) dan Nur (2004) cenderung penganalisisan efisiensi penggunaan faktor produksi pada komoditi ayam pedaging dari jenis ayam ras. Penelitian ini lebih ditekankan pada produksi telur ayam buras yang dibudidayakan dengan menggunakan sistem peternakan secara intensif dan penelitian ini dalam melakukan analisis usahataninya tidak terlalu dalam dan tidak mencakup keuntungan pendapatan dari usahatani tersebut dan lebih terfokus kepada efisiensi produksi pada komoditas telur buras. Sementara itu, persamaan dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah persamaan dalam menggunakan alat analisis untuk menghitung efisiensi ekonomi yaitu dengan menggunakan perbandingan NPM dan BKM. 15

31 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Dalam menghasilkan produk dibutuhkan faktor-faktor produksi yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi, sedangkan yang dimaksud fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Menurut Sudarsono (1995) fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi, sering disebut pula masukan (input) dan hasil produksinya (output), disebut produksi karena adanya bersifat mutlak supaya produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan produk. Menurut Soekartawi (1986) fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan hasil, masukan seperti tanah, produksi, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Fungsi produksi selain dapat dinyatakan secara sistematis juga dapat digambarkan dalam bentuk grafis. Grafik ini menggambarkan hubungan fisik faktor produksi dengan hasil produksinya. Asumsi yang dimiliki bahwa hanya satu produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam usaha untuk memahami pendekatan pada Gambar 1, haruslah dipahami terlebih dahulu konsep hubungan antara input dan output. Hubungan fisik antara input dan output ini sering disebut dengan fungsi produksi. Hubungan fisik antara input (X) dan output (Y) ini sering disebut dengan istilah Faktor Relationship (FR). FR ini dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut : Y = f(x1,x2,x3,x4,x5,..xn)..(1) Berdasarkan persamaan diatas, petani/produsen dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara sebagai berikut :

32 a. Menambah jumlah salah-satu dari input yang digunakan, dan b. Menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari input yang digunakan. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum ini menjelaskan bahwa variabel faktor produksi dengan jumlah tertentu apabila ditambahkan secara terus menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akan mencapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit variabel faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya berkurang. Menurut Soekartawi (1986) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi yaitu : a. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. b. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. c. Fungsi produksi harus mudah diukur, dalam hitungan secara statistik untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, dimana pengukuran suatu tingkat produktivitas dapat dilihat dari dua tolak ukur yang digunakan yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). Pengertian dari Produk Marginal (PM) adalah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan faktor yang digunakan. Produk Rata-rata (PR) adalah hasil produk (output) dibagi jumlah unit faktor produksi masukan (input) yang digunakan untuk memproduksinya. Dalam bentuk sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : = = Menurut Soekartawi (2003) PM dan PR mempunyai hubungan satu sama lain apabila PM lebih besar dari pada PR, maka PR dalam posisi meningkat sebaliknya apabila PM lebih kecil dari pada PR, maka PR dalam keadaan 17

33 menurun dan apabila PM sama dengan PR maka PR dalam keadaan maksimum. Berikut adalah penggambaran secara grafik dari PM dan PR. y EP>1 0<Ep>1 Ep<0 B C TP A y X 1 X 2 X PR Keterangan : A = Titik balik B = Titik produksi optimum C = Titik produksi maksimum Y = Jumlah produk (Output) X = Faktor produksi (Input) PT = Produk total (Total Product) PR = Produk rata-rata (Advarage Marginal Product) PM = Produk marginal (Marginal Product) PM Gambar 1. Kurva Produksi Sumber : Soekartawi (2002) 18

34 Hukum PM dan PR dapat juga dikaitkan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input atau produk marginal dibagi dengan produk ratarata, hubungan antara PM dan PR serta elastisitas tersebut menjadikan suatu fungsi dibagi menjadi tiga daerah produksi. Pembagian tiga daerah produksi ini juga berhubungan dengan faktor produksi. Tiga daerah tersebut yakni : a. Daerah Produksi I Daerah ini mempunyai elastisitas lebih dari satu (Ep>1) yang terletak antara titik awal dan X, daerah ini disebut tidak rasional (irrational region or irrational stage production) karena pada daerah ini penggunaan faktor produksi masih bisa ditingkatkan. Elastisitas di daerah ini lebih dari satu yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output (hasil produksi) lebih besar dari satu persen. Penambahan pemakaian faktor produksi masih bisa meningkatkan produksi yang mengindikasikan bahwa keuntungan maksimum belum tercapai. Pada daerah ini Produk Marginal (PM) belum mencapai titik maksimum dan mengalami penurunan namun PM masih lebih besar dari produk rata-rata (PR). PR meningkat selama berada pada daerah ini dan mencapai maksimum pada akhir daerah II. Karena itu masih terdapat kemungkinan menambah penggunaan faktor produksi dalam proses memproduksi output. b. Daerah produksi II Daerah ini terletak antara X 1 dan X 2 dimana elastisitas produksinya antara nol dan satu (0<Ep>1). Nilai elastisitasnya tersebut mengandung arti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan berdampak pada penambahan output paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini produk marginal mengalami penurunan lebih rendah daripada produk rata-rata namun lebih dari nol. Pada awal daerah II ketika PM sama dengan PR, merupakan penggunaan minimum dari faktor produksi yang memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah rasional (rational region). 19

35 c. Daerah Produksi III Pada daerah ini produk total mengalami penurunan yang ditunjukan oleh PM yang bernilai negatif dimana setiap tambahan input yang diberikan akan menghasilkan tambahan output yang lebih kecil dari tambahan inputnya. Daerah ini juga dicirikan oleh nilai elastisitasnya yang kurang dari nol (Ep<0) yang berarti bahwa penambahan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Karena itu, daerah produksi III, disebut sebagai daerah tidak irasional (irrational region) pada umumnya seorang produsen belum tentu menggunakan faktor-faktor produknya sama tepat, pada kondisi demikian maka keuntungan belum tercapai Konsep Efisiensi Efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Suatu metode produksi dikatakan lebih efisien dibandingkan metode produksi lainnya apabila menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk tingkat korbanal marjinal yang sama atau dapat mengurangi input untuk memperoleh output yang sama. Oleh karena itu konsep efisiensi merupakan konsep yang bersifat relatif (Soekartawi,1990). Prinsip memaksimumkan penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu : a. Efisien teknis b. Efisien alokatif (efisien harga) c. Efisien ekonomi Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum atau jika usahatani tersebut menghasilkan jumlah produksi yang lebih banyak dari pada usahatani lainnya dengan menggunakan sejumlah faktor produksi yang sama, pengertian lainnya suatu usahatani menghasilkan sejumlah produksi tertentu dengan menggunakan sejumlah faktor produksi yang sama atau 20

36 suatu usahatani menghasilkan sejumlah produksi tertentu dengan menggunakan faktor produksi lebih sedikit daripada usahatani lainnya. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginalnya sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan, sehingga pada kondisi ini akan tercapai keuntungan maksimum, dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga Konsep Efisiensi Faktor Produksi Suatu usaha dikatakan mencapai efisiensi ekonomis apabila telah memaksimumkan keuntungannya. Keuntungan maksimum akan diperoleh jika produsen/petani menggunakan pilihan kombinasi faktor-faktor produksi yang optimal, sehingga pada saat keuntungan maksimum dicapai, berarti faktor-faktor produksi telah digunakan secara efisien (Doll & Orazem 1984). Keuntungan maksimum dicapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol, atau : = Hy. - Hxi = 0 : I = 1,2,3,..n Dimana adalah Produk Marginal faktor produksi I, sehingga Hy. PMxi = Hxi.. (2) Dimana Hy.PMxi = Nilai Produk Marginal Xi (NPMxi) Hxi = Harga faktor produksi, Biaya Korbanan Marjinal Xi (BKMxi) Maka apabila harga input tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian input, persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut : NPMxi = BKMxi... (3) 1.. (4) Penggunaan lebih dari satu faktor produksi, misalnya n faktor produksi, maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila : 1 (5) 21

37 Berdasarkan dari rumus syarat kecukupan diatas, suatu faktor produksi dikatakan telah dialokasikan secara optimal apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) yang dihasilkan sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapai keuntungan maksimum produsen harus menggunakan sejumlah faktor produksi sedemikian rupa sehingga nilai produk marginalnya sama dengan biaya korbanal mariginal yang dikeluarkan untuk faktor produksi yang digunakan tersebut. Hal ini berarti tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan sejumlah yang sama dengan nilai produk marjinalnya. Persamaan bagi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal dapat juga ditulis dalam bentuk : (6) Dimana : b = Elastisitas faktor produksi ke-i Xi = Jumlah faktor produksi ke-i Pxi = Harga faktor produksi ke-i Py = Harga hasil produksi (produk) Y Y = Jumlah hasil Produksi i = 1,2,3,..,n Rasio NPMxi dengan BKMxi yang lebih kecil dari satu menunjukan penggunaan faktor produksi yang telah melampui batas optimal, karena setiap penambahan penggunaan faktor produksi itu akan menghasilkan nilai produk marjinal yang lebih kecil dari tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk faktor produksi tersebut. Pada kondisi ini, produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksinya sampai mencapai kondisi optimal. Sebaliknya, apabila nilai rasio NPMxi dengan BKMxi lebih besar dari satu, penggunaan faktor produksi belumlah optimal sehingga produsen dapat memperbesar penggunaan faktor produksinya hingga mencapai kondisi optimal. 22

38 3.1.4 Konsep Skala Usaha (Return to Scale) Konsep skala usaha sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui apakah hasil produksi masih dapat lebih besar, tetap atau lebih kecil secara proposional terhadap perubahan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Suatu produksi memiliki kemungkinan berada dalam salah satu dari tiga bentuk skala usaha dalam suatu proses produksi yaitu decreasing return to scale, constan return to scale dan increasing return to scale (Soekartawi, 2002). Suatu proses dikatakan pada fase decreasing return to scale apabila semua faktor produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama, akan meningkatkan hasil produksi lebih kecil daripada proporsi kenaikan faktor produksi. Elastisitas produksi total untuk skala usaha ini adalah kurang dari satu. Fase constan return to scale ditunjukan dengan elastisitas yang bernilai sama dengan satu. Hal ini berarti bahwa peningkatan penggunaan semua faktor produksi secara proporsional akan meningkatkan hasil produksi tepat sama dengan proporsi kenaikan faktor produksi tersebut. Skala usaha ini mempunyai elastisitas yang sama dengan satu. Fase terakhir yaitu increasing return to scale yaitu apabila semua faktor produksi ditingkatkan penggunaannya dalam proporsi yang sama maka akan meningkatkan hasil produksi yang lebih besar daripada proporsi kenaikan faktor produksi tersebut. Pada fase ini elastisitas produksi totalnya lebih dari satu. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional CV Trias farm merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di dalam budidaya ayam buras petelur, kendala yang dihadapi CV. Trias Farm antara lain adalah peningkatan jumlah populasi ayam petelur yang dilakukan oleh perusahaan tidak disertakan dengan peningkatan produksi telur yang diperoleh. Peningkatan jumlah populasi ayam petelur seharusnya meningkatkan jumlah produksi telur perusahaan Trias Farm. Rendahnya produksi ini diduga karena penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Oleh karena itu, efisiensi faktor produksi diperlukan untuk mengetahui penggunaan faktor produksi yang tepat. Jenis faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi kegiatan dalam budidaya ayam petelur buras adalah jumlah ayam dara yang dipelihara, jumlah ayam petelur 23

39 yang dimiliki, penggunaan pakan grower, penggunaan pakan layer, penggunaan tenaga kerja dan pemberian vaksin kepada ayam dara dan petelur. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi linier berganda. Hasil dari regresi akan membentuk model yang akan diuji dengan menggunakan uji multikolonearitas dan autokorelasi untuk menentukan kelayakan model sebagai model penelitian. Kemudian dilakukan pengujian secara statistik meliputi koefisien determinasi (R 2 ), pengujian keseluruhan parameter (Uji F), pengujian parameter (uji T). Setelah itu dilakukan penghitungan efisiensinya dengan menggunakan rasio antara Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM). Maka setelah di dapat faktor-faktor yang berpengaruh dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi ke perusahaan. Bagan kerangka operasional penelitian dapat dilihat sebagai berikut : CV Trias Farm Terjadinya Penurunan Produksi Telur Ayam Buras Faktor-Faktor Produksi yang digunakan 1. Ayam Petelur (X3) 2. Pakan Layer (X6) 3. Tenaga Kerja (X7) 4. Vaksinasi (X8) Analisis produksi dengan Linear Berganda Uji Multikorelasi, Uji Autokorelasi, Uji p-value dan Uji F Efisiensi Produksi dengan rasio NPM/BKM Faktor-faktor produksi yang berpengaruh Rekomendasi Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian 24

40 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini telah berproduksi selama kurang lebih enam tahun yaitu semenjak tahun 2004, hal tersebut menyebabkan perusahaan ini telah memiliki pengalaman dalam pembudidayaan ayam petelur arab, memiliki pasar yang telah pasti, telah memiliki manajemen perusahaan dan CV. Trias Farm telah berhasil membuat anakan ayam yang memiliki kualitas yang baik. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan Desember Waktu tersebut digunakan untuk pengambilan informasi dan data dari pihak CV. Trias Farm. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk menggambarkan proses produksi telur perusahaan CV.Trias Farm, data ini berasal dari perusahaan melalui kegiatan observasi langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data primer yang dikumpulkan meliputi sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, visi dan misi perusahaan, ketenaga kerjaan, proses budidaya dan pemasaran hasil. Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk menganalisis proses produksi telur perusahaan, diperoleh melalui data-data administrasi yang dimiliki oleh perusahaan CV.Trias Farm, dan didukung dengan literatur-literatur lainnya. Data yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh adalah data faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Data faktor-faktor produksi tersebut yaitu jumlah ayam petelur, pakan layer, tenaga kerja dan vaksinasi yang tercatat oleh perusahaan selama dua tahun yakni tahun Sedangkan untuk menganalisis efisiensi faktor-faktor produksi data yang digunakan adalah data biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing faktor tersebut.

41 4.3 Metode Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berbentuk time series dari produksi telur ayam Buras, faktor-faktor produksi, biaya pembudidayaan dan harga yang dikeluarkan dalam proses produksi telur. Pengolahan data menggunakan program software Minitab 14 dan Microsoft Excel Alat analisis digunakan untuk menganalisis data meliputi analisis kelayakan model fungsi produksi, analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan analisis efisiensi faktor-faktor produksi. Analisis-analisis tersebut dilakukan untuk menghitung nilai efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi perusahaan CV.Trias Farm Analisis Model Fungsi Produksi Linier Berganda Penelitan ini menggunakan fungsi produksi Linear Berganda. Fungsi Linear Berganda melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel tak bebas (Y) dan yang lain disebut variabel bebas (X). Secara matematis fungsi produksi Linear Berganda ditulis sebagai berikut : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X b n X n. (7) Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi produksi dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor produksi telur. Penggunaan regresi Linear Berganda disebabkan karena regresi ini memiliki kemudahan di dalam penganalisisannya. Tahap-tahap dalam menganalisis produksi adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi variabel bebas dan terikat Dalam mengidentifikasi variabel dilakukan dengan mendaftarkan faktorfaktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi telur. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ayam petelur, pakan layer, tenaga kerja dan vaksinasi. Variabel-variabel tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi telur. 26

42 2. Analisis regresi Dalam menganalisis dengan regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Linear Berganda, dimana model untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3+ b 4 X 4 Dimana : Y X 1 X 2 X 3 X 4 b 1,b 2,b 3,b 4 a = Hasil Produksi telur selama dua tahun (butir) = Jumlah ayam petelur (ekor) = Pakan Layer (kg) = Vaksinasi (ml) = Tenaga Kerja (HKP) = Besaran parameter = Konstanta/intersep, merupakan besaran parameter 3. Pengujian hipotesis Hubungan antara faktor-faktor produksi dan hasil produksi digunakan analisis regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT), karena itu, suatu model fungsi produksi terbaik harus memenuhi beberapa asumsi MKT antara lain tidak ada gejala multikolinearitas dan tidak ada autokorelasi. Pemenuhan asumsi MKT dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian terhadap asumsi-asumsi tersebut, yakni : a) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel-variabel bebas satu dengan yang lainnya di dalam fungsi produksi. Suatu model yang baik adalah jika tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas. Adanya gelaja multikolinearitas dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Faktor). Nilai VIF dapat diperoleh melalui persamaan :... (8) Keterangan : R 2 = Koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke j dengan variabel bebas lainnya. 27

43 Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 menunjukan adanya gejala multikolinearitas variabel tersebut. b) Uji Autokorelasi Suatu model dikatakan baik apabila tidak terdapat autokorelasi diantara disturbance termnya (cov (ei,ej) = 0, i j).pengujian terhadap ada atau tidaknya autokorelasi dalam model pengujiannya sebagai berikut : Hipotesa : H o = tidak terjadi korelasi H 1 = terjadi korelasi Kriteria uji : Tolak H 0 jika : d<dl atau d>4-dl Terima H 1 jika : du <d<4-du Tidak ada keputusan : dl<d<du atau 4-du<d<4-dl Pada output komputer dapat dilihat apabila nilai Durbin-watson (DW) mendekati dua maka tidak terjadi masalah korelasi. Apabila pengujian terhadap asumsi MKT terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap statistika. Pengujian secara statistika dibedakan menjadi dua antara lain : a) Pengujian terhadap keseluruh parameter Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model telah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi Hipotesis : H 0 = koefisien sama dengan 0 H 1 = paling tidak ada satu koefisien 0, dengan i =1,2,3,4 Uji statistik yang digunakan adalah uji F : Keterangan : R 2 k n = koefisien determinasi = jumlah variabel = jumlah data.. (9) Kriteria pengujian: F hitung > Ftabel (k,n-k-1) maka tolak Ho F hitung < Ftabel (k,n-k-1) maka terima Ho 28

44 Apabila H o ditolak berarti secara bersama-sama variabel dugaan yang dimasukan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Pengujian terhadap keseluruhan parameter juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probability (p-value) pada output komputer hasil dari metode kuadrat terkecil. Apabila p-value kurang dari taraf nyata (α) yang digunakan maka variabel dugaan yang dimasukan ke dalam model berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Koefisien determinasi (R 2 ) yang digunakan dalam uji F menunjukan besarnya keragaman produksi yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang telah dipilih Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : (10) Model terbaik secara statistik adalah model yang mempunyai p-value kurang dari taraf nyata (α) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi. Semakin tinggi nilai dari R 2, maka model yang digunakan semakin baik dalam menduga variabel dan fungsi produksi. b) Pengujian untuk masing-masing parameter Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Karena itu, dapat diketahui variabel bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis : Ho = bi = 0 Hi = bi > 0 Rumus dasar uji statistik T dapat dilihat pada persamaan 11 berikut ini : 29

45 Keterangan : bi = Koefisien regresi dugaan ke-i Se(bi) = Simpangan baku koefisien dugaan kriteria uji : T hitung < t tabel (α/2,n-k) maka terima H 0 T hitung > t tabel (α/2,n-k) maka tolak H 1 (11) Dimana : n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel termasuk konstanta Apabila H 0 ditolak berarti suatu variabel yang di uji dalam hal ini adalah faktor-faktor produksi, berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas yaitu hasil produksi. Sebaliknya, jika H 0 diterima maka suatu faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. 4. Analisis Skala Usaha (Return to Scale) Analisa skala usaha dapat dilakukan dengan melakukan uji terhadap skala usaha. Cara melakukan pengujian untuk skala usaha menurut Soekartawi (2002) dapat dilakukan seperti berikut ini. Hipotesa sebagai berikut : H 0 : (b 1 +b 2 + +b n ) = 1; terjadi konstan H 1 : (b 1 +b 2 + +b n ) 1; tidak terjadi konstan Kalau misalnya koefisien regresi yang akan diuji adalah b 1 dan b 2, maka untuk mendapatkan informasi apakah terjadi konstan skala usaha atau tidak, maka perlu dibuat hipotesa. Bila dilakukan pendugaan regresi dengan melakukan manipulasi bahwa b 1 + b 2 = 1, maka model pendugaan seperti ini disebut constrained regression. Di dalam penentuan skala usaha dalam penelitian ini maka nilai koefisien dirubah ke dalam bentuk logaritma sehingga dapat diketahui elastisitas dari keseluruhan faktor produksi, oleh karena itu maka pada penentuan skala usaha menggunakan alat analisis Cobb-Douglas. Untuk model Cobb-Douglas secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : Y = ax 1 b1 X 2 b2 X 3 b3 X 4 b4 Xe u (12) 30

46 Model pada persamaan 12 tersebut dapat ditransormasikan ke dalam bentuk linier logaritmatik yang dapat ditulis sebagai berikut : Ln Y t = ln b 0 + b 1 ln X t1 + b 2 ln X t2 + b 3 ln X t3 + b 4 ln X t4 +u Dengan parameter dugaan b 1,b 2,b 3,b 4 > 0 Dimana : Y = Hasil Produksi telur selama dua tahun (butir) X 1 = Jumlah ayam petelur (ekor) X 2 = Pakan Layer (kg) X 3 = Vaksinasi (ml) X 4 = Tenaga Kerja (HKP) b 1,b 2,b 3,b 4 = Besaran parameter a = Konstanta/intersep, merupakan besaran parameter e = bilangan natural (2,7182) u = sisa (residual) t = data time series Analisa Efisiensi Produksi Dalam model fungsi produksi, kondisi efisiensi yang sering dijadikan patokan adalah efisiensi harga, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor-faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Kondisi efisiensi harga menghendaki NPM xi sama dengan faktor produksi X (BKM xi). Dengan kondisi harga input tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : NPMx i = BKMx i Pmx i. P y = Px i atau Maka untuk penggunaan faktor produksi lebih dari satu, keuntungan maksimum tercapai apabila :... (13) Apabila rasio NPMxi/BKMxi <1, dapat dikatakan penggenaan faktor produksi tidak optimal, oleh karena itu, penggunaan input harus dikurangi hingga mencapai kombinasi optimal. Sedangkan jika rasio NPMxi / BKMxi > 1, dapat 31

47 dikatakan penggunaan faktor produksi tersebut belum optimal, oleh karena itu pemakainya harus ditambahkan dalam proses produksi (Soekartawi 1993). Kemudian apabila penggunaan input tersebut belum atau tidak optimal, maka kombinasi penggunaan input yang optimum dapat dicari, yaitu dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. 4.4 Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi operasional mengenai faktor-faktor produksi dan produksi serta satuan masing-masing, diperlukan untuk mempermudah dan memperjelas hubungan antara variabel-variabel yang dipilih dalam penelitian. Pengukuran periode produksi untuk penelitian ini menggunakan data selama 24 bulan atau dua tahun produksi terakhir sampai penelitian dilakukan. Variabel yang dipilih untuk menduga fungsi produksi telur dan efisiensi ekonomi usahaternak pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel tidak bebas (dependent variable). Produksi telur sebagai variabel tidak bebas adalah peubah yang mempengaruhi pemakaian faktor-faktor produksi. Variabel bebas adalah variabel-variabel yang secara bersama-sama mempengaruhi produksi telur. Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Produksi (Y) Produksi dalam usahatani ternak ayam buras adalah jumlah telur yang dihasilkan selama dua tahun yakni tahun Nilai Produk Marjinal dari harga produksi telur ini adalah harga jual telur ayam dalam rupiah. Satuan yang digunakan adalah butir. 2. Ayam Petelur (X 1 ) Ayam petelur adalah ayam betina dewasa atau ayam yang telah berusia lebih dari 5 bulan yang dipelihara untuk memproduksi telur. Jumlah ayam petelur diukur dalam ekor.biaya Korbanan Marjinal ayam petelur adalah harga jual ayam dalam satuan rupiah per ekor. 3. Pakan Layer (X 2 ) 32

48 Pakan Layer merupakan jumlah pakan yang diberikan pada ayam petelur. Jumlah yang diberikan diukur dalam kilogram, dengan Biaya Korbanan Marjinalnya berupa harga pakan per kilogramnya. 4. Vaksin (X 3 ) Vaksin merupakan vaksin jenis ND-EDS dan ND-IB untuk mencegah penyakit Tetelo yang diberikan pada ayam dara dan ayam petelur selama kegiatan periode penelitian yakni dua tahun. Variabel ini dimasukan ke dalam model karena vaksin mempunyai fungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap penyakit dan memperkecil angka kematian ayam. Dengan menggunakan asumsi berkurangnya ayam yang sakit dan mati akan meningkatkan produksi telur. Jumlah pemberian vaksin diukur dalam satuan milliliter (ml). Satu mililiter vaksin sama dengan satu kali suntikan dan satu kali pemberian minum. 5. Tenaga Kerja (X 4 ) Tenaga kerja merupakan jumlah curahan kerja yang diberikan pada kegiatan-kegiatan usahatani ternak ayam buras. Curahan kerja diukur dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP). Satu hari kerja pria adalah tujuh jam kerja per hari. Biaya korbanan marjinal untuk tenaga kerja adalah upah yang dikeluarkan dalam rupiah per HKP. 4.5 Hipotesis Penelitian Hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini diduga sebagai berikut : 1. Jumlah ayam petelur yang dimiliki pada periode produksi Jumlah ayam petelur yang dipelihara pada periode produksi diduga akan berpengaruh positif terhadap produksi, sampai batas tertentu dimana peningkatan jumlah ayam petelur tidak akan berpengaruh lagi terhadap telur. 2. Jumlah pemberian pakan ayam petelur Hubungan antara jumlah pakan yang diberikan kepada ayam dengan produksi telur yang dihasilkan akan berkorelasi positif sampai batas 33

49 tertentu dimana peningkatan pemberian pakan akan menurunkan produksi telur. 3. Jumlah pemberian vaksin Kegiatan pemberian vaksin diperuntukan untuk menurunkan tingkat kematian ayam dengan memperkecil kemungkinan ayam terserang penyakit. Oleh karena itu hubungan antara pemberian vaksin dengan produksi telur akan berkorelasi positif sampai batas jumlah pemberian vaksin tertentu dimana peningkatan pemberian vaksin yang lebih besar lagi justru akan menurunkan produksi telur ayam yang dihasilkan. 4. Jumlah tenaga kerja Hubungan antara penggunaan tenaga kerja dengan produksi akan berkorelasi positif. Peningkatan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan produksi, sampai batas efisiensi tertentu karena menyangkut produktivitas kerja dalam suatu skala usaha. 34

50 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya, budidaya ayam, budidaya padi dan budidaya durian. Pendirian perusahaan menggunakan modal pribadi dari Bapak Purwadi tetapi untuk pengelolaan manajemen dan pemasaran perusahaan dipertanggungjawabkan kepada Bapak Budi yang merupakan adik kandung dari pemilik modal. Perusahaan ini mulai mengarahkan usahanya ke peternakan ayam beberapa tahun kemudian yakni pada tahun Sejak tahun tersebut CV. Trias Farm lebih mengembangkan usahanya pada komoditi ayam dan menspesialisasikan usahanya pada ayam buras dengan jenis ayam arab, mulai dari anak ayam umur sehari (DOC), telur dan dagingnya. Keberhasilan Bapak Budi dalam mengembangkan usahanya dibuktikan dengan semakin berkembangnya daerah pemasaran yang semula hanya mencakup daerah Bogor kini telah mencakup ke pasar di luar daerah tersebut, antara lain Jakarta dan Bandung. Dengan perkembangan pemasaran tersebut menyebabkan Bapak Budi perlu mengubah bentuk perusahaan dari semula hanya sebagai perusahaan keluarga yang tidak berbentuk badan usaha maupun hukum menjadi perusahaan yang berbadan usaha yakni Commanditer Venootschap (CV). 5.2 Lokasi Perusahaan Perusahaan ini berlokasi di Kampung Kandang Sapi, Desa Leuwimekar, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas area yang dimiliki perusahaan pada saat ini sebesar 16 ha yang merupakan lahan dengan status hak milik pribadi. Lahan tersebut digunakan untuk kantor administrasi, kandang ayam, tempat budidaya pertanian (manggis, pepaya, jambu batu, dan padi), gudang penyimpanan telur, perumahan karyawan, ruangan penetasan telur dan lahan parkiran mobil perusahaan. Dilihat berdasarkan aspek sosial dan ekonomi dari lokasi perusahaan ini berdiri telah sesuai dengan syarat ideal dalam mendirikan peternakan, menurut Darmawan dan Sitanggang (2003)

51 apabila dilihat dari segi sosial salah satu syarat dalam membangun peternakan ayam yang harus dipertimbangkan adalah berjauhan dari pemukiman penduduk karena bau kotoran ayam dapat mengganggu penduduk disekitar lokasi peternakan. Sedangkan apabila dilihat dari segi ekonomi lokasi CV. Trias Farm yang berdekatan dengan sumber pakan dan pasar sangatlah menguntungkan serta sumber daya manusia yang melimpah disekitar perusahaan juga turut memberikan keuntungan didalam peningkatan produksi dari perusahaan ini. Kantor CV. Trias Farm digunakan untuk kegiatan administrasi dan tempat penyambutan tamu perusahaan. Dalam mendukung proses kegiatan produksi telurnya, perusahaan mengalokasikan lahan sebesar enam hektar yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan dan pembibitan ayam buras petelur, dilahan tersebut berdiri 19 unit kandang dengan ukuran kandang yang terkecil sebesar 10 m x 5 m, sedang 36 m x 10 m dan yang terbesar mencapai 100 m x 10 m. Kandang tersebut dibagi kembali dalam dua bagian yakni kandang untuk indukan (parent stock) sebanyak empat unit kandang, kandang pembibitan sebanyak tujuh unit kandang dan kandang pembudidayaan (grower) sebanyak delapan unit kandang. Gambar 3. Bentuk Kandang Ayam Petelur 36

52 5.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan sarana yang digunakan untuk mempermudah suatu perusahaan dalam mendelegasikan pekerjaan kepada beberapa orang yang sesuai dengan ketrampilan, keahlian dan pengalaman yang dimilikinya yang digambarkan dalam suatu bentuk gambar bagan organisasi. CV. Trias Farm dipimpin oleh seorang direktur yang bertugas mengelola perusahaan secara keseluruhan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Direktur dibantu oleh tiga orang kordinator yang mempunyai tugas sebagai pemimpin didalam teknis budidaya peternakan, teknis budidaya tanaman dan administrasi. a. Pemilik Modal Mengawasi kinerja usaha dan kegiatan pekerjaan b. Direktur Perusahaan Direktur bertugas dan bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas pekerjaan di perusahaan dan memasarkan produk hasil dari perusahaan. c. Kordinator produksi peternakan Kordinator ini bertugas dan bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap kegiatan proses produksi di peternakan. Tugas dari kordinator ini antara lain mengawasi kegiatan pekerjaan dan aktivitas anak kandang serta melakukan kordinasi terhadap direktur didalam menetapkan harga penjualan. d. Kordinator produksi tanaman Kordinator ini bertugas dan bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap kegiatan proses produksi dari tanaman yang ada di lingkungan perusahaan. Tugas dari kordinator ini antara lain mengawasi pekerjaan dari karyawan kebun perusahaan. e. Kordinator administrasi dan gudang Kordinator ini mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan terhadap proses keuangan dan gudang perusahaan. f. Karyawan Administrasi Karyawan yang diperuntukan untuk mengurus kegiatan administrasi dan pencatatan semua kegiatan perusahaan. 37

53 g. Karyawan Peternakan Karyawan yang diperuntukan untuk mengurus kegiatan produksi peternakan ayam. h. Karyawan Pertanian Karyawan yang diperuntukan untuk mengurus kegiatan produksi kebun pertanian g. karyawan Transportasi Karyawan yang diperuntukan untuk mengurus transportasi hasil peternakan dan pertanian ke pasar. Untuk lebih jelasnya struktur organisasi dari perusahaan CV. Trias Farm dapat dilihat pada Gambar 4. Pemilik Modal Direktur Koordinator Produksi Kordinator Administrasi dan Gudang Kordinator Produksi Tanaman Karyawan Karyawan Peternakan Karyawan Transportasi Karyawan Tanaman Gambar 4. Struktur Organisasi Perusahaan CV. Trias Farm 5.4 Visi, Misi dan Tujuan Visi merupakan suatu sasaran jangka panjang yang ingin dicapai oleh suatu individu atau sekelompok individu yang terjalin di dalam suatu wadah organisasi. Oleh karena itu visi utama perusahaan CV. Trias Farm adalah : 38

54 Memperluas dan membuka lapangan kerja untuk menekan pengangguran, khususnya di wilayah sekitar perusahaan berdiri dengan mengembangkan pasar dan penjualan ke berbagai daerah di Indonesia. Sehingga hadirnya perusahaan ini dengan kegiatan pertaniannya, diharapkan dapat mensejahterakan banyak pihak, yakni masyarakat sebagai karyawan dan keluarga dari karyawan itu sendiri serta membantu pemerintah dari sektor pajak yang dihasilkan. Pengertian misi ialah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Misi pada dasarnya bukan sekedar usaha formal untuk memperjelas apa yang dikehendaki, namun misi merupakan tahap aksi yang akan dilaksanakan dari visi yang telah ada, guna mencapai suatu tujuan. Misi yang diemban oleh CV. Trias Farm adalah : Pengenalan dan penyelamatan plasma nutfah asli Indonesia. Mengingat bahwa ayam ini digolongkan ke dalam jenis ayam buras yang pada saat ini telah diakui sebagai satwa asli Indonesia dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, menyebabkan perlu dilakukan suatu pemeliharaan atau pembudidayaan untuk melestarikannya, sehingga perusahaan mengambil langkah serta kebijakan untuk membudidayakannya dan memperkenalkan keunggulan hasil produk dari ayam ini kepada masyarakat. Tujuan merupakan sasaran jangka pendek perusahaan untuk dapat mencapai visi organisasi. Tujuan dari perusahaan adalah : Berusaha membuka pasar baru dengan memberikan alternatif penghasilan bagi masyarakat dan meningkatkan penjualan produksi, sehingga menguntungkan semua pihak dan bagi perusahaan dapat memberikan sumbangan tersendiri dalam bertahannya kelangsungan hidup dari kegiatan perusahaan. 5.5 Ketenagakerjaan. Pada mulanya perusahaan ini hanya memiliki sebanyak tiga orang tenaga kerja. Namun sekarang jumlah pekerja yang ada telah mencapai 54 orang dengan tingkat pendidikan yang beragam. Tenaga kerja ini dibagi ke dalam beberapa bagian, tenaga kerja staff terdapat empat orang termasuk pimpinan perusahaan dan selebihnya merupakan tenaga kerja untuk kegiatan produksi. Khusus untuk tenaga kerja bagian produksi peternakan ayam buras terdapat 14 orang yang 39

55 merupakan harian tetap dan diposisikan sesuai dengan bidang masing-masing, yakni sebanyak tiga orang diposisikan pada bagian budidaya penetasan dan pemeliharaan ayam sebelum produksi (DOC dan ayam dara) serta sisanya yakni 11 orang diposisikan sebagai tenaga kerja pada bagian produksi telur (ayam layer). Tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan ini sebagian besar berasal dari masyarakat yang terdapat di sekitar tempat usaha berdiri, dan sebagian lagi berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hari kerja yang berlaku di CV. Trias Farm yakni enam hari kerja untuk masing-masing pekerja. Tenaga kerja mempunyai hak untuk mengajukan libur dalam masa kerjanya. Pada umumya pengajuan libur maksimum yang dapat diambil adalah satu minggu. Sistem kerja yang diterapkan oleh perusahaan CV. Trias Farm terdiri dari satu shiff kerja, waktu kerjanya dimulai dari pukul WIB hingga pukul WIB itu berarti jam kerja tenaga kerja adalah sebanyak tujuh jam, dimana pada pukul WIB hingga pukul WIB pekerja dapat beristirahat dari pekerjaannya. Upah tenaga kerja minimal yang diterapkan CV. Trias Farm adalah sesuai dengan Upah Minimum Regional Bogor (UMR) tahun 2009 yakni sebesar Rp ,-. Pekerja juga mendapatkan beberapa fasilitas yang diberikan oleh perusahaan seperti makan pekerja, tempat tinggal karyawan beserta fasilitasnya dan jaminan kesehatan dari perusahaan. 5.6 Kegiatan Usahatani Ayam Buras Proses kegiatan peternakan di perusahaan ini dibagi ke dalam beberapa tahapan yakni pembibitan (Stater), pertumbuhan (Grower) dan produksi (Layer). Tahapan-tahapan bagian budidaya peternakan ayam Arab di CV Trias Farm adalah sebagai berikut : 1. Budidaya pada Periode Stater Periode stater adalah periode pemeliharaan anak ayam yang baru berumur tiga hari (Day old chicken) yang dipelihara pada kandang pembibitan. Pemeliharaan dilakukan secara intensif dengan menggunakan pemanas buatan yang berbahan bakar gas dan budidaya diperuntukan untuk membesarkan anak ayam. Periode stater berlangsung sampai ayam 3 [Apindo] Asosiasi Pengusaha Indonesia Upah Minimum Regional Dikutip dari 40

56 berumur 8 minggu (2 bulan). Pada periode ini sebelum ayam dipindahkan ke budidaya grower, DOC akan diseleksi terlebih dahulu, yakni ayam jantan akan dipisahkan untuk menjadi ayam pedaging dan ayam betina akan dipelihara menjadi ayam petelur. Pada ayam betina juga akan dilakukan seleksi kembali untuk dijadikan sebagai ayam indukan, kemudian sisanya dibudidayakan sebagai ayam dara untuk produksi telur. Gambar 5. Budidaya Ayam Umur Sehari (DOC) 2. Budidaya pada Periode Grower Periode grower adalah periode untuk membesarkan anak ayam hingga siap berproduksi. Anak ayam setelah umur 2 bulan sudah memerlukan kandang yang lebih luas yaitu 8-16 ekor per meter (tergantung besarnya ayam). Pada masa ini anak ayam diberikan pakan secara kontinyu setiap hari dengan jumlah pakan yang terus ditambahkan, pada masa ini juga dilakukan penyeleksian anak ayam yang akan digunakan sebagai indukan, pedaging (ayam pejantan) dan produksi telur. Pemeliharaan periode ini dilakukan mulai pada saat ayam berumur 2 bulan hingga berumur 5 bulan. Biasanya pada berumur 5 bulan ayam mulai berkotek-kotek yang 41

57 menandakan ayam sudah siap untuk bertelur, sehingga dikatagorikan sebagai ayam dewasa. Gambar 6. Budidaya Ayam Umur 2 Bulan (Ayam Dara). 3. Budidaya pada Periode Layer Pada saat ayam telah siap berproduksi maka ayam dipindahkan ke kandang produksi, kandang ini berbentuk battery yaitu kandang yang dibuat dengan besaran sesuai dengan ukuran ayam produktif. Biasanya ayam yang siap dipindahkan ke kandang ini adalah ayam yang telah berumur lebih dari 5 bulan. Pemeliharaan pada ayam produktif dilakukan hingga ayam memasuki masa afkir atau tidak berproduksi lagi, biasanya ayam yang telah berumur kurang lebih 24 bulan atau dua tahun telah tergolong dalam jenis ayam afkir tersebut dan kemampuan produksi telur telah berkurang, 42

58 untuk ayam afkir terdapat segmen pasar tersendiri yang bersedia menerima ayam ini. Gambar 7. Budidaya Ayam Petelur atau Ayam Layer 5.7 Pemasaran Perusahaan ini telah mempunyai pasar tetap untuk produksi telurnya yang mencapai pasar induk Jakarta, Bandung dan Bogor. Selain itu pemasaran juga dilakukan langsung kepada konsumen yang memesan ke perusahaan ini. Harga yang ditetapkan perusahaan adalah sebesar Rp 1200,- per butir untuk telur, harga ini tidaklah selalu tetap, harga akan berubah sesuai dengan kondisi dan keadaan pasar. 43

59 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pemilihan Faktor Produksi Pengujian analisis faktor yang akan digunakan nantinya berdasarkan dari data sekunder yakni data yang di dokumentasikan oleh perusahaan. Fungsi produksi menggambarkan suatu hubungan antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksinya. Parameter-parameter model yang digunakan dalam penelitian masih merupakan pendugaan, oleh karena itu masih harus dilakukan pengujian terhadap model. Pada penelitian ini, fungsi produksi yang dipakai adalah faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi telur pada perusahaan CV. Trias Farm. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi telur ayam buras adalah jumlah ayam petelur yang dipelihara perusahaan selama kurang lebih dua tahun terdahulu, pakan layer, banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk kegiatan budidaya dan vaksinasi. Hasil analisis regresi model fungsi produksi Linear Berganda dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Tabel 5. Model regresi Linear Berganda dari produksi telur ayam buras ini dapat dilihat sebagai berikut : Produksi = ,55 Ayam Petelur + 1,21 Pakan layer Tenaga Kerja - 0,077 vaksin Informasi mengenai hubungan antara faktor-faktor produksi dengan besarnya produksi dapat dilihat dari model fungsi dugaan yang diperoleh. Setelah diperoleh hasil regresi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam suatu bentuk model yakni berupa model fungsi produksi dugaan, maka perlu dilakukan pengujian kelayakan terhadap model fungsi produksi yang digunakan. Mengingat salah satu kelemahan dari fungsi Linear Berganda adalah sering terjadinya kolinearitas ganda (multikolinearitas). Maka pengujian terhadap model perlu dilakukan. Berikut akan dilakukan pengujian terhadap multikolinearitas, uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen

60 lain di dalam satu model. Kemiripan antarvariabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen lainnya, selain itu deteksi multikolinearitas juga bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Nugroho (2005) mendeteksi multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (variance inflation factors), nilai VIF lebih dari 10 menunjukan terjadinya multikolinearitas. Pada model Linear Berganda dapat dilihat bahwasannya nilai VIF dari masing-masing faktor produksi menunjukan angka kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam model (Tabel 4). Tabel 4. Nilai VIF dan Durbin-Watson Model Linear Berganda dalam Produksi Telur Variabel VIF Ayam Petelur 1,6 Pakan Layer 1,7 Tenaga Kerja 1,2 Vaksinasi 1,3 Durbin-Watson 1,94342 Pengujian berikutnya yang dilakukan adalah pengujian terhadap autokorelasi model. Pengujian ini sangat penting dilakukan karena data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data yang berupa time series. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Berdasarkan dari Tabel 4 dapat diketahui bahwasannya nilai DW yang dihasilkan dari penghitungan regresi pada Lampiran 1 dari model Linear Berganda adalah sebesar 1, Nilai DW yang mendekati angka dua tersebut mengansumsikan tidak terdapat masalah autokorelasi pada model tersebut. Berdasarkan hasil dari pengujian multikolinear dan autokorelasi yang telah dilakukan sebelumnya terhadap hasil faktor-faktor produksi, tidak terdapat permasalahan yang dapat mengganggu kesesuaian model. Maka dapat dikatakan bahwa model fungsi produksi yang diajukan cukup baik dan dapat digunakan untuk analisa selanjutnya. Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah 45

61 pengujian secara statistik. Pengujian statistik dilakukan dengan melihat nilai dari koefisien determinannya (R square atau R 2 ). Menurut Nugroho (2005) nilai determinasi dikatakan baik jika di atas 0,5 atau 50 persen karena nilai determinan berkisar antara 0 sampai 1. Berdasarkan dari pendugaan model Linear Berganda diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,708 atau 70,8 persen (dapat dilihat pada Tabel 5). Nilai R 2 sebesar 0,708 menunjukan bahwa 70,8 persen dari produksi telur ayam dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti ayam dara, ayam petelur, pakan grower, pakan layer, tenaga kerja dan vaksinasi sedangkan sisanya sebesar 29,2 persen ditunjukan oleh faktor lain diluar faktorfaktor produksi diatas, faktor-faktor produksi tersebut seperti jumlah vitamin dan obat-obatan yang diberikan, jumlah pakan dedak yang diberikan, jumlah penggunaan air minum untuk ayam dan faktor-faktor lain yang tidak memiliki data sehingga tidak dapat terekam dalam model yang digunakan. Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Model Linear Berganda Produksi Telur Ayam Arab. Variabel Koefisien T-Hitung P-Value Regresi Konstanta ,000 2,390 0,028 Ayam Petelur 6,551 3,580 0,002 a Pakan Layer 1,207 2,070 0,052 b Tenaga Kerja -764,600-2,570 0,019 a Vaksinasi -0,077-0,250 0,803 R 2 0,708 R-Adj 0,646 F-hitung 11,51 P-value 0,000 F-Tabel 2,770 Keterangan : a = berpengaruh nyata pada taraf 95 persen dengan T-Tabel sebesar 2,101 b = berpengaruh nyata pada taraf 90 persen dengan T-Tabel sebesar 1,734 c = berpengaruh nyata pada taraf 85 persen dengan T-Tabel sebesar 1,330 Pada Tabel 7 tersebut memiliki juga nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan, nilai tersebut dapat dilihat pada R 2 adjustednya, nilai R 2 adjusted dari model linear berganda ini adalah sebesar 64,6 persen, perbedaan sangat jauh disebabkan karena faktor-faktor produksi yang digunakan dalam model cukup banyak, namun nilai yang dihasilkan masih tetap diatas 50 persen, hal ini berarti 46

62 sebagian besar dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat digambarkan oleh variabel yang digunakan. Berdasarkan dari uji F, model regresi berpengaruh nyata dengan nilai F-hitung sebesar 11,51 dengan tingkat kepercayaan hingga 95 persen dilihat dari nilai p-value sebesar 0,000 dapat mengindikasikan bahwasannya faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi telur ayam buras. Berdasarkan dari nilai T-hitung masing-masing faktor produksi menunjukan bahwa jumlah ayam petelur, pakan layer dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam buras, sedangkan faktor produksi lainnya seperti vaksinasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam buras. 6.2 Analisis Faktor-Faktor Produksi Telur Berdasarkan dari analisis regresi yang dilakukan sebelumnya, maka dapat diketahui pengaruh dari masing-masing faktor-faktor produksi terhadap produksi telur ayam buras di perusahaan CV. Trias Farm. Pengaruh dari masing-masing faktor produksi dapat diketahui dari nilai koefisien masing-masing faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang diteliti didalam penelitian ini antara lain adalah jumlah ayam petelur, pakan layer, tenaga kerja dan penggunaan vaksin. Pengaruh masing-masing faktor produksi dapat diuraikan sebagai berikut : a. Ayam Petelur Uji statistik memperlihatkan bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap produksi telur pada selang kepercayaan 95 persen. Pengaruh yang sangat nyata ini dapat dijelaskan oleh jenis bibit (strain) ayam petelur yang digunakan oleh perusahaan telah cukup baik sehingga produktivitasnya tinggi. Koefisien regresi yang diperoleh faktor produksi ini adalah sebesar 6,551. Produksi berada pada daerah yang rasional (daerah II) dan angka koefisien tersebut menunjukan bahwa penambahan satu satuan ayam petelur yakni penambahan satu ekor ayam petelur akan meningkatkan produksi sebesar 6,551 butir telur dengan menggunakan asumsi ceteris paribus, yakni faktor produksi lain dianggap tetap. 47

63 b. Pakan Layer Ayam petelur pada masa produksinya dikandangkan selama hidupnya sehingga sangat tergantung pada makanan yang diberikan oleh peternak. Hasil pengujian statistik menunjukan faktor produksi ini berpengaruh nyata terhadap produksi telur hingga selang kepercayaan 95 persen. Hubungan yang nyata ini dapat dijelaskan dari kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan layer (pakan ayam petelur) dan pemberian yang intensif pada ayam, baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga ayam tercukupi kebutuhannya dan mampu berproduksi dengan baik. Koefisien untuk faktor produksi ini adalah sebesar 1,2065 yang mempunyai arti peningkatan satu satuan faktor produksi ini akan meningkatkan produksi sebesar 1,2065 butir telur dengan asumsi ceteris paribus. Nilai koefisien yang menunjukan nilai lebih kecil dari satu dan lebih besar dari nol, menunjukan bahwa proses produksi berada pada tahap rasional (daerah II). Pada daerah proses produksi yang rasional ini, setiap penambahan faktor produksi pakan layer akan memberikan tambahan faktor produksinya. Pengaruh yang nyata ini juga berkaitan erat dengan hasil regresi yang menunjukan bahwa penggunaan ayam petelur masih dapat ditingkatkan dalam rangka mencapai hasil produksi yang lebih besar. c. Tenaga kerja. Tenaga kerja yang dicurahkan pada usahatani ternak ayam buras ini meliputi kegiatan pemberian pakan dan minum pada ayam, membersihkan dan merawat kandang, mengumpulkan hasil dan pencatatan administrasi kandang. Berdasarkan dari pengujian statistik yang dilakukan terhadap faktor produksi ini menunjukan bahwa tenaga kerja berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen, perusahaan Trias Farm didalam kegiatan budidayanya menggunakan tenaga kerja murni di luar tenaga kerja keluarga. Koefisien regresi yang dihasilkan ternyata bernilai negatif yakni sebesar 764,6. Nilai koefesien tersebut menunjukan bahwa apabila terjadi penambahan tenaga kerja satu satuan akan menyebabkan produksi turun sebesar 764,6 butir telur ayam buras dengan asumsi ceteris paribus. Nilai 48

64 koefisien yang relatif tinggi tersebut disebabkan karena perusahaan menggunakan tenaga kerja tetap di dalam proses produksinya. d. Vaksinasi. Vaksin pada peternakan ayam buras diberikan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit, serta mengurangi tingkat kematian ayam. Vaksin yang umum diberikan adalah vaksin Tetelo (ND) yang umumnya menyerang ayam dan menimbulkan kerugian bagi peternak. Berdasarkan dari uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya menunjukan bahwa faktor produksi vaksin tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam buras. Hal tersebut disebabkan karena vaksin merupakan virus yang dilemahkan dengan tujuan untuk menimbulkan kekebalan pada ayam, pada ayam produksi penggunaan vaksin harus lebih hati-hati (Rasyaf 1983). Di dalam pelaksanaan vaksinasi, perusahaan CV. Trias Farm melakukan vaksin berdasarkan dari perkiraan jumlah populasi ayam sehingga dikhawatirkan di dalam penentuan jumlah dosis yang diberikan kurang atau berlebih sehingga berdampak kepada kesehatan ayam tersebut dan mengganggu produksi telur. Koefisien dari faktor produksi ini bernilai negatif senilai - 0,0774, nilai tersebut menunjukan bahwa penambahan satu satuan faktor produksi ini akan mengurangi produksi sebesar 0,0774 butir telur dengan asumsi ceteris paribus. Nilai koefisien yang bernilai negatif menunjukan bahwa pemberian faktor produksi vaksin sudah berlebihan dalam penggunaanya karena proses produksi berada pada daerah yang tidak rasional (daerah III). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Regresi Linear Berganda yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilihat bahwa faktor produksi ayam petelur, tenaga kerja dan pakan layer menunjukan bahwa kedua faktor produksi ini berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam buras, sedangkan faktor produksi vaksin menunjukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi telur ayam buras di perusahaan peternakan CV. Trias Farm. 49

65 6.3 Analisis Skala Usaha Analisis skala usaha perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Yang dimaksud dengan increasing return scale adalah apabila kenaikan produksi lebih besar dari pertambahan faktor produksi yang dimasukan, decreasing return to scale apabila kenaikan produksi lebih kecil dari pertambahan faktor produksi yang dimasukan dan terakhir adalah constan return to scale apabila kenaikan produksi konstan atau stabil tidak ada kenaikan maupun penurunan walaupun faktor produksi ditambahkan. Dalam menghitung nilai skala usahanya menggunakan analisis Cobb-Douglas, disebabkan karena untuk mengetahui skala usaha suatu kegiatan budidaya harus dilihat dari nilai elastisitasnya,. Berdasarkan hasil penganilisisan dengan menggunakan alat analisis Cobb-Douglas diperoleh nilai sebesar -0,21463, dimana nilai tersebut di dapatkan dari penambahan seluruh koefisien faktor-faktor produksinya. Nilai tersebut menunjukan bahwasannya produksi telur ayam buras CV. Trias Farm berada pada tahap decreasing return of scale. Hal ini berarti kenaikan masing-masing faktor produksi sebesar satu persen tidak akan terlalu mempengaruhi peningkatan produksi, disebabkan karena proposi dari penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi itu sendiri. Analisis dengan menggunakan Cobb-Douglas dapat dilihat pada Lampiran Analisis Efisiensi Ekonomi Faktor Produksi Telur Ayam Buras Berdasarkan dari efisiensi teknis pada analisa sebelumnya, produksi masih dapat ditingkatkan untuk mencapai keuntungan maksimum. Namun secara ekonomis efisiensi proses produksi tersebut masih harus dianalisa lebih lanjut. Menurut Doll dan Orazem (1984) produsen harus memenuhi syarat keharusan dan kecukupan untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Pemenuhan kedua syarat tersebut terjadi jika Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) atau rasio keduanya sama dengan satu. Keadaan inilah yang menjadi tolak ukur efisiensi suatu produksi. Hal ini berarti tambahan dari 50

66 biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama. NPM merupakan hasil kali antara harga produk dengan produk marginalnya, sedangkan BKM adalah harga dari rataan masing-masing faktor produksi. Tingkat efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dlihat dari besarnya rasio NPM / BKM. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor produksi yang bersifat fisik dan dapat dinilai dengan uang, jika rasio NPM dibagi dengan BKM lebih besar dari sama dengan satu maka hal tersebut berarti belum efisien, jika NPM dibagi BKM lebih kecil dari sama dengan satu maka produksi telah melampui batas optimalnya dan perlu dikurangi. Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan Trias Farm, diketahui ratarata produksi dari telur ayam buras selama tahun 2008 hingga 2009 mencapai sekitar butir telur dengan harga jual per butir rata-rata sebesar Rp 1.200,-. Analisis regresi yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi telur adalah faktor produksi ayam petelur, tenaga kerja dan pakan layer. Sedangkan untuk vaksinasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur ayam buras. Dalam usaha untuk memaksimalkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut maka perlu dilakukan analisis efisiensi ekonomi dengan menggunakan perbandingan rasio antara NPM dan BKM terhadap faktor-faktor produksi di perusahaan CV. Trias Farm. Pada Tabel 6 dapat dilihat perbandingan rasio NPM/BKM produksi telur ayam buras di perusahaan Trias Farm. Tabel 6. Rasio NPM dan BKM Produksi Telur Ayam Buras di CV. Trias Farm. Faktor Produksi Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Koefisien Regresi NPM BKM Rasio NPM dan BKM Ayam Petelur ,00 6, ,79 Pakan layer ,00 1, ,68 Tenaga Kerja 286,00-764, ,60 Vaksin ,00-0, ,48 Tabel 6 memperlihatkan penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio NPM dan BKM pada proses kegiatan produksi telur. Rasio NPM dan BKM dari 51

67 setiap faktor produksi menunjukan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi telur ayam buras di CV. Trias Farm tidak efisien secara ekonomi karena rasio perbandingan NPM dan BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio ini juga menunjukan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada proses produksi telur belum optimal dari jumlah produksi yang sama. Jumlah ayam petelur yang dipelihara oleh perusahaan rata-rata sebesar ekor. Harga jual ayam petelur atau ayam yang siap bertelur adalah sebesar Rp ,- per ekor, sehingga diperoleh nilai NPM / BKM sebesar 1,79. Secara teknis penggunaan ayam petelur sudah baik karena proses produksi berada pada daerah rasional. Namun secara ekonomi rasio NPM/BKM yang dihasilkan lebih besar dari pada satu dan menunjukan bahwa faktor produksi ini masih belum optimal, karena tambahan manfaat lebih besar dari pada tambahan biayanya. Ini berarti bahwa penambahan faktor produksi ayam petelur pada awal periode produksi masih akan menguntungkan. Pakan layer yang diberikan oleh perusahaan untuk usahataninya rata-rata sebesar kilogram. Harga pakan layer per kilogramnya sebesar Rp 3.510,-, dari harga tersebut apabila dicari rasio NPM / BKMnya maka didapat nilai sebesar 1,68. Rasio NPM/BKM yang menunjukan lebih besar dari pada satu tersebut menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini belum optimal karena tambahan manfaat akibat penambahan pakan layer ke dalam proses produksi masih jauh lebih besar dari tambahan biaya yang ditimbulkannya. Secara ekonomis penggunaan pakan layer ini masih belum optimal karena untuk mencapai keuntungan maksimum perusahaan masih bisa meningkatkan penggunaan faktor produksi ini. Jumlah pakan yang akan diberikan pada ayam dipengaruhi oleh jumlah ayam yang dipelihara. Pemberian pakan layer yang dianjurkan menurut Darmawan dan Sitanggang (2002) adalah 90 hingga 100 gram per ekor per hari untuk ayam produksi. Sedangkan rata-rata perusahaan masih memberikan pakan layer untuk ayam petelurnya sebesar 74 gram per hari. Rata-rata curahan kerja yang diberikan perusahaan pada usahataninya adalah sebesar 286 Hari Kerja Pria (HKP). Upah tenaga kerja rataan yang diperhitungkan untuk kegiatan-kegiatan usahatani ternak tersebut adalah sebesar Rp per HKP, sehingga rasio NPM / BKM faktor produksi ini bernilai 52

68 negatif, yakni -11,60. Nilai NPM/BKM yang bernilai negatif tersebut menunjukan bahwa letak rasio dari faktor produksi ini berada di bawah satu artinya tambahan terhadap faktor produksi ini akan mengakibatkan penurunan pada nilai produk marjinal dari produksi telur yang dihasilkannya. Jumlah penggunaan faktor produksi tenaga kerja yang optimal tidak dapat ditentukan secara tepat karena rasio NPM/BKM bernilai negatif. Rata-rata penggunaan faktor produksi vaksin yang diberikan pada ayam adalah sebesar ml (dosis). Biaya penggunaan vaksin adalah sebesar Rp 130,- per dosis dan diperoleh nilai elastisitas produksinya sebesar - 11,47. Rasio NPM/BKM yang lebih kecil dari nol (negatif) menunjukan bahwa penambahan faktor produksi vaksin tidak efisien secara ekonomi karena setiap peningkatan penggunaan vaksin justru akan menurunkan nilai produk marjinal dari produksi yang dihasilkan. Jumlah penggunaan faktor produksi vaksin yang optimal tidak dapat ditentukan secara tepat karena rasio NPM/BKM produksi vaksin yang bernilai negatif. Belum optimalnya penggunaan vaksin disebabkan karena perusahaan memberikan dosis vaksin untuk ayamnya secara berlebih, dikhawatirkan pemberian vaksin yang melebih dosis yang dianjurkan perusahaan pembuat vaksin dapat menyebabkan produksi menjadi menurun. Kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi di perusahaan CV.Trias Farm dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data pada analisa pendugaan fungsi produksi sebelumnya, tingkat efisiensi ekonomi agar proses produksi mencapai keuntungan maksimum, tidak dapat diramalkan secara tepat dan lengkap. Nilai koefisien regresi untuk tenaga kerja dan vaksinasi yang bernilai negatif menyebabkan nilai produk marjinalnya akan selalu lebih kecil dari biaya korbanan marjinalnya. Oleh karena itu, rasio NPM/BKM dengan syarat sama dengan satu untuk semua faktor produksi tidak dapat dipenuhi. Tabel 7. Kombinasi Optimal Faktor-Faktor Produksi Faktor NPM BKM Rasio NPM Kondisi 53

69 Produksi dan BKM Optimal Ayam Petelur , Pakan layer , Tenaga Kerja Vaksin Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa untuk mencapai kondisi optimalnya ratarata faktor produksi ayam petelur harus ditambah sebesar 18,579 ekor, yakni dari sebelumnya berjumlah menjadi ekor ayam petelur. Rataan dari faktor produksi pakan layer juga perlu ditambah sebesar kg, yakni dari kg menjadi kg pakan layer untuk mendapatkan kondisi yang optimal. penurunan produksi terjadi diduga disebabkan karena penambahan jumlah populasi yang dilakukan perusahaan CV.Trias Farm tidak diikuti dengan penambahan jumlah pakan layer yang diberikan. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yang telah dianalisis dapat berubah sesuai dengan perubahan harga-harga faktor produksi dan harga produk. Harga-harga yang sering mengalami fluktuasi adalah harga pakan. Harga produk pakan yang terjadi dipasaran memang fluktuatif, namun dengan sistem kerjasama antara perusahaan dengan produsen pakan ayam menyebabkan fluktuatif dari harga produk tersebut dapat diperkecil. 54

70 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Faktor-Faktor poduksi yang penggunaannya dianggap mempengaruhi variasi produksi adalah faktor ayam petelur, pakan layer, vaksin dan tenaga kerja. Berdasarkan analisis diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi telur adalah faktor produksi ayam petelur, pakan layer dan tenaga kerja. Sedangkan untuk faktor produksi vaksinasi, tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur. Berdasarkan penganalisisan dengan membandingkan antara rasio NPM dan BKM diketahui bahwa efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani di perusahaan Trias Farm belum tercapai, karena tingkat penggunaannya belum optimal, disebabkan karena tidak terdapat rasio perbandingan yang sama dengan satu. Tidak efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi akan sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Pada proses produksi telur ayam buras perusahaan CV. Trias Farm penggunaan faktor-faktor produksi yang belum mencapai efisiensi ekonomi. Penghitungan kombinasi ekonomi tidak dapat dilakukan disebabkan karena nilai koefisien regresi tenaga kerja dan vaksinasi yang bernilai negatif menyebabkan nilai produk marjinalnya akan selalu lebih kecil dari biaya korbanan marjinalnya. Oleh karena itu, tingkat efisiensi ekonomi untuk mendapatkan proses produksi yang optimal tidak dapat diramalkan secara tepat disebabkan rasio NPM/BKM dengan syarat sama dengan satu untuk semua faktor produksi tidak dapat dipenuhi. 8.2 Saran Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan : 1. Di dalam penggunaan pakan hendaknya perusahaan lebih memperhatikan jumlah kebutuhan pakan sesuai dengan jumlah ayam yang dipelihara, sehingga ayam akan dapat berproduksi dengan optimal. 2. Pengambilan keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi pada proses budidaya harus direncanakan dengan baik oleh pengambil

71 keputusan, disebabkan penggunaan kombinasi yang baik akan lebih meningkatkan penerimaan perusahaan. 3. Pemberian vaksinasi pada ternak ayam hendaklah lebih memperhatikan dosis yang sesuai dengan banyaknya jumlah populasi ayam. 4. Tenaga kerja yang digunakan perusahaan harus mempunyai ketrampilan dan pengalaman yang cukup baik didalam membudidayakan ayam buras, oleh karena itu perlu adanya pelatihan kepada karyawan perusahaan di dalam beternak ayam petelur, karena penggunaan tenaga kerja yang tidak berpengalaman dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan. 56

72 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Struktur PDB Nasional. Jakarta : Badan pusat Statistik. [BP3] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107l-unggas.pdf bytes.[02 Februari 2010]. Daniel M Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara. Darmawan W dan Sitanggang M Meningkatkan produktivitas Ayam Arab Petelur. Jakarta : Agro Media Pustaka. Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Perternakan Tahun Jakarta : Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Doll dan Orazem Production Economics Theory with Aplications Second Edition. Canada : Jhon Wiley and Sons. Hesty D et al Pengembangan Ayam Arab. Departemen Pertanian, Direktur Jendral, Bina produksi Peternakan. Balai Pembibitan Ternak Unggas Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa, Palembang. Irawan N dan Septin PA Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta. Kusuma Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak ayam probiotik dan non-probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging pada perusahaan Sunan Kudus Farm. Skripsi. Fakultas pertanian. Institut pertanian Bogor. Mulianti FM Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Kayu Olahan Sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nio OK Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Nugroho BA Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS.Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta. Nur AL Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler, Studi Kasus Pada Hajrul Harahap Farm, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

73 Pratomo Analisis Efisiensi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Ramah Lingkungan di Peternakan P4S Eka Jaya Jakarta Selatan. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pakarti SIB. (2000). Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Tingkat Pendapatan Peternak Ayam Broiler, Studi Kasus pada Peternakan Inti-Plasma Poultry Shop Jaya Broiler, Kecamatan Kuningan Jawa Barat. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Putong I Pengantar Ekonomi Makro dan Mikro Edisi Ke-2.Jakarta : Ghalia Indonesia. Rasyaf M Beternak Ayam Kampung Edisi Revisi.Jakarta : Penebar Swadaya. Sitorus W Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Buras Petelur Pada Kelompok Tani Peserta Program INTAB. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Soekartawi Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian; Teori dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sudarsono Pengantar Ekonomi Mikro Edisi Revisi. Jakarta : LP3ES. Suharno B Agribisnis Ayam Buras Cetakan keenam. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Sujionohadi K, Ade IS Ayam Kampung Petelur Perencanaan dan Pengelolaan Usaha Skala Rumah Tangga. Jakarta : Penebar Swadaya. Winardi Pengantar Linear Programming.Bandung : Penerbit Alumni. 58

74 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisa Regresi Model Linear Berganda Untuk Produksi Telur Ayam Buras

75 The regression equation is produksi = ,55 Ayam Petelur + 1,21 Pakan layer Tenaga Kerja - 0,077 vaksin Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant ,39 0,028 Ayam Petelur 6,551 1,830 3,58 0,002 1,6 Pakan layer 1,2066 0,5826 2,07 0,052 1,7 Tenaga Kerja -764,6 297,3-2,57 0,019 1,2 vaksin -0,0774 0,3054-0,25 0,803 1,3 S = 17595,2 R-Sq = 70,8% R-Sq(adj) = 64,6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,51 0,000 Residual Error Total Durbin-Watson statistic = 1,94342 Lampiran 2. Hasil Analisa Regresi Model Cobb-Douglas Untuk Menentukan 60

76 Skala Usaha Produksi Telur Ayam Buras The regression equation is ln Produksi = 3,97 + 0,721 ln Ayam Petelur + 0,223 ln Bulan produksi Ayam Petelur Pakan layer Pakan Layer vaksinasi Tenaga Kerja - 1,16 ln Tenaga Kerja - 0,00063 ln vaksin Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 3,970 1,170 3,39 0,003 ln Ayam Petelur 0,7215 0,2075 3,48 0,003 2,0 ln Pakan Layer 0,2233 0,1363 1,64 0,118 2,1 ln Tenaga Kerja -1,1588 0,4286-2,70 0,014 1,2 ln vaksinasi -0, , ,17 0,869 1,3 S = 0, R-Sq = 71,6% R-Sq(adj) = 65,6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 4 0, , ,95 0,000 Residual Error 19 0, , Total 23 0, Durbin-Watson statistic = 1,91254 Dalam Menghitung Skala Usaha, dilakukan penambahan dari masing-masing keofisien dari faktor produksi diatas : Rumus : Skala Usaha = b1+b2+b3+b4 Hipotesis : H 0 = b 1 +b 2 + +b 4 = 1; terjadi konstan H 1 = b 1 +b 2 + +b 4 1; tidak terjadi konstan Skala Usaha Penelitian : Skala usaha = 0, ,2233-1,1588-0, = - 0,21463 Hasil yang diperoleh tidak sama dengan satu, sehingga tolak H 0 61

77 Jan februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total rata-rata Lampiran 3. Daftar produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Telur Ayam Buras. Lampiran 4. Gambar-Gambar Peternakan Ayam Arab Petelur di Perusahaan CV.Trias Farm 1 62

78 Lampiran 4. Gambar-Gambar Peternakan Ayam Arab Petelur di Perusahaan CV.Trias Farm 2 63

79 64

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ayam Pedaging BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Komoditas Sejarah Ayam Petelur. Ayam liar atau ayam hutan adalah ayam yang pertama kali dipelihara oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Komoditas Sejarah Ayam Petelur. Ayam liar atau ayam hutan adalah ayam yang pertama kali dipelihara oleh 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Komoditas 2.1.1. Sejarah Ayam Petelur Ayam liar atau ayam hutan adalah ayam yang pertama kali dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Ayam liar tersebut merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI SKRIPSI MUHAMAD SOLIHIN H34067016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A14105621 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal Penyusun: Arnold P Sinurat Sofjan Iskandar Desmayati Zainuddin Heti Resnawati Maijon Purba BADAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam ras petelur yang banyak dipelihara saat ini adalah ayam ras petelur yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras petelur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total cost. Terjadinya titik pulang pokok tergantung pada lama arus penerimaan sebuah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI NOPE GROMIKORA H34076111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NOPE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR

ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR DWIPANCA PRABUWISUDAWAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KAYU OLAHAN SENGON DI CV. CIPTA MANDIRI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Oleh : FITRI MEGA MULIANTI A14104042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Desa Sukadamai Usaha peternakan ayam ras petelur ini terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Desa Sukadamai merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir ayam ras (Sudaryani dan Santoso, 2002). Ayam petelur dibagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir ayam ras (Sudaryani dan Santoso, 2002). Ayam petelur dibagi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk menghasilkan telur dan tidak boleh disilangkan kembali karena merupakan produk akhir ayam ras (Sudaryani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci