6. KOMODITAS DAN AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN ACEH BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. KOMODITAS DAN AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN ACEH BARAT"

Transkripsi

1 6. KOMODITAS DAN AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN ACEH BARAT 6.1. Analisis Komoditi Agroindustri Unggulan di Kabupaten Aceh Barat Sektor pertanian merupakan sektor strategis yang perlu dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang bergantung hidup pada sektor tersebut, besarnya potensi lahan yang dapat dikembangkan dan besarnya sumbangan terhadap PDRB pada Kabupaten Aceh Barat. Untuk pengembangan sektor pertanian itu perlu dipilih subsektor pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dilihat dari sisi potensi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembentukan PDRB. Subsektor perkebunan merupakan subsektor pertanian yang berpotensi dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat. Besarnya potensi subsektor perkebunan untuk dikembangkan dapat dilihat dari besarnya alokasi lahan yang tersedia untuk perkebunan dan besarnya potensi pembentukan nilai tambah dengan pengembangan industri hilir perkebunan. Pengembangan subsektor perkebunan dimulai dengan memilih komoditi perkebunan yang unggul untuk dikembang di Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan komoditi unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Dalam analisis LQ, komoditi dikelompokan dalam dua kategori, yaitu komoditi basis apabila komoditi tersebut memiliki nilai LQ>1 dan komoditi non basis apabila memiliki nilai LQ<1. Suatu komoditi dikategorikan sebagai komoditi unggulan apabila komoditi itu menjadi komiditi basis pada daerah tersebut. Hasil analisis LQ yang disajikan pada Tabel 6.1 menunjukkan komoditi karet dan kelapa hibrida merupakan komoditi basis di Kabupaten Aceh Barat. Komoditi basis tersebut selanjutnya merupakan komoditi unggulan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Dari kedua komoditi basis tersebut, komoditi karet memiliki prospek lebih tinggi untuk pengembangan industri hilirnya. Selain analisis LQ penetapan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat juga diperkuat dengan analisis menggunakan pendapat responden menggunakan metode

2 60 perbandingan eksponensial (MPE) berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Tabel 6.1. Nilai LQ untuk berbagai komoditi perkebunan No Komoditas Nilai LQ Luas Area Produksi 1 Sawit 1,434 0,804 2 Karet 3,291 4,187 3 Kakao 0,291 0,133 4 Kelapa 0,515 0,512 5 Kelapa Hibrida 1,278 2,283 6 Kopi 0,164 0,158 7 Cengkeh 0,056 0,027 8 Pala 0,143 0,072 9 Nilam 0,888 0, Kemiri 0,013 0, Lada 0,316 0, Tebu 0,213 0, Pinang 0,297 0, Kapok Randu 1,050 0, Tembakau 0,000 0, Mete 0,287 0,000 Penentuan urutan prioritas tingkat kepentingan kriteria digunakan metode perbandingan berpasangan dan penetapan komoditi unggulan dilakukan dengan metode MPE melalui pendapat responden, yaitu pendapat dari Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perindustrian Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, praktisi dan masyarakat setempat. Langkah awal yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan kriteria pemilihan alternatif adalah menentukan tingkat kepentingan (rangking) untuk tiap kriteria. Komoditi unggulan yang akan dipilih merupakan komoditi yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat. Selain itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah daerah terhadap program pengembangan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Komoditi unggulan yang akan dipilih terdiri dari komoditi karet, sawit, kakoa, nilam dan jernang. Hasil penentuan tingkat kepentingan masing-masing kriteria disajikan pada Tabel 6.2 (metode penghitungan disajikan pada Lampiran 4).

3 61 Tabel 6.2. Tingkat kepentingan kriteria penentuan komoditi unggulan Kriteria Tingkat kepentingan A. Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah 9 B. Luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya 12 C. Dukungan/kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan 7 D. Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan pengolahan pascapanen 8 E. Kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah 11 F. Kebutuhan biaya investasi untuk pengembangannya (modal kerja) 4 G. Nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya. 2 H. Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar 1 I. Minat investor yang tinggi terhadap komoditi yang ada 3 J. Ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi yang ada 6 K. Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada 5 L. Peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung 10 Berdasarkan data responden tersebut, kemudian dilakukan pembobotan untuk masing masing kriteria yang merupakan gabungan dari semua responden. Bobot untuk masing masing kriteria secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Nilai kriteria alternatif komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat Kriteria Nilai kriteria alternatif komoditi unggulan Karet Kelapa sawit Kakao Jernang Nilam A 8,8 7,9 7 6,4 6,9 B 8,9 6,6 8 6,5 7,4 C 9,1 6,6 7 4,9 7,0 D 6,1 4,7 7,5 4,1 5,7 E 8,4 7,8 7,5 5,7 6,6 F 7,1 5,8 7 5,3 5,9 G 7,9 7,5 7 6,9 7,6 H 8,6 8,1 7,5 6,6 6,9 I 7,9 8,4 6,5 5,4 6,1 J 7,1 6,7 3 4,4 6,4 K 5,4 5,7 7,5 2,9 7,0 L 8,4 8,2 8 5,4 6,4

4 62 Analisis menggunakan MPE dimulai dengan mengindentifikasikan berbagai aspek pendukung pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Barat seperti uraian berikut : (1) Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah Kesesuaian komoditi terhadap topografi daerah menggambarkan faktor daya dukung alam terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Selain akan mempermudah dan dapat meminimalisasi biaya di sektor budidaya, topografi yang sesuai juga mempunyai peran penting dalam optimalisasi produktivitas tanaman. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada daerah rendah sampai dengan ketinggian 200 m dpl, suhu optimal 28 o C dengan kondisi topografi maksimum 40 o. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada ketinggian ideal berkisar antara m dpl dengan kondisi topografi sebaiknya tidak lebih dari 15 o. Untuk tanaman kakao dapat tumbuh sampai ketinggian tempat maksimum 1200 m dpl, ketinggian tempat optimum adalah m dpl dengan kondisi topografi kemiringan lereng maksimum 40 o. Wilayah Kabupaten Aceh Barat sebagian besar merupakan wilayah dataran berada pada ketinggian meter dpl, sedangkan dataran yang berada pada ketinggian di atas 500 meter dpl hanya terdapat pada daerah daerah tertentu dengan luasan yang relatif kecil. Berdasarkan tingkat kelerengannya, sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan lahan datar dengan kelerengan (0 8%) dan datar bergelombang (8 25%). Dilihat dari kondisi topografi Kabupaten Aceh Barat dapat disimpulkan wilayah Kabupaten Aceh Barat sangat cocok untuk dibudidayakan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan kakao. (2) Luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya Salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan agroindustri adalah ketersedian bahan baku secara kontinu. Kontinuitas bahan baku industri yang

5 63 berbasis agro sangat dipengaruhi oleh luasan lahan budidaya dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya. Ketersediaan lahan untuk pengembangan agroindustri harus disesuaikan dengan tata guna lahan yang telah ada, sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan di masa yang akan datang. Ketersediaan lahan untuk tanaman pangan dan kawasan hutan lindung dengan flasma nutfahnya merupakan bagian penting yang harus tetap mendapat perhatian dari semua pihak. Dalam arahan pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Barat luas lahan yang dialokasikan untuk perkebunan seluas ha atau 16,81 persen. Hingga tahun 2006 lahan perkebunan yang telah diusahakan seluas ha, masih terdapat ha lagi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan. Berdasarkan arahan penggunaan lahan pertanian yang disampaikan oleh Badan Penelitian Tanah Departemen Pertanian (Gambar 6.1) dapat dilihat luas lahan yang cocok untuk dibudidayakan sesuai dengan karakteristik lahan yang ada di Kabupaten Aceh Barat. Dilihat dari karakteristik lahan, tanaman karet sesuai untuk dibudidayakan pada 35,7 persen lahan yang ada, kelapa sawit 24,0 persen, dan kakao 6,6 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanaman karet merupakan komoditi yang paling tinggi kesesuaiannya untuk dibudidayakan pada lahan yang ada di Aceh Barat.

6 Gambar 6.1. Peta arahan penggunaan lahan pertanian, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 64

7 65 (3) Dukungan/kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan Kriteria ini memiliki peran penting, terutama untuk komoditi yang berbasis pertanian rakyat. Dukungan kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan komoditi unggulan akan memudahkan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku dan perluasan skala produksi serta dapat meminimalisasi biaya pra budidaya. Dengan demikian kegiatan penyuluhan atau bimbingan masyarakat dapat difokuskan pada upaya perbaikan mutu tanaman melalui intensifikasi pertanian dan penggunaan teknologi tepat guna dalam proses pengolahannya. Secara umum, sebagian besar masyarakat di wilayah Kabupaten Aceh Barat menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan. Jumlah tenaga kerja yang terlibat pada sektor perkebunan mencapai 85 % dari total seluruh keluarga yang ada di Aceh Barat, yaitu sekitar keluarga. Komoditi yang paling dominan diusahakan masyarakat adalah tanaman karet dan sawit. Secara rinci keterlibatan masyarakat Kabupaten Aceh Barat dalam pengembangan sektor perkebunan per komoditi dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Keterlibatan masyarakat Kab. Aceh Barat dalam pengembangan komoditi perkebunan No Komoditi Jumlah Petani (KK)) Persentase 1 Karet 12,474 47% 2 Kelapa sawit 4,273 16% 3 Kakao 1,251 5% 4 Nilam 803 3% 5 Lainnya 7,558 29% Total 26, % Sumber : Dinas kehutanan dan perkebunan Aceh Barat (2007) (4) Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan pengolahan pascapanen Dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna memiliki peranan penting dalam penentuan komoditi unggulan. Adanya kegiatan research and development yang dilakukan oleh lembaga penelitian terhadap komoditi pertanian unggulan dan teknik budidaya tepat guna mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas tanaman dalam kegiatan budidaya. Dukungan dan penguasaan

8 66 teknologi pengolahan pasca panen akan mempengaruhi keunggulan suatu komoditas sebagai produk antara maupun produk akhir yang dapat diterima pasar. Berkaitan dengan aspek teknologi budidaya, masyarakat Kabupaten Aceh Barat lebih berpengalaman dalam membudidaya karet dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya mengingat tanaman ini sudah cukup lama dikenal dalam masyarakat. Masyarakat Aceh Barat lebih mengusai teknologi pasca panen karet walaupun masih relatif sederhana, yaitu terbatas pada kegiatan remilling. Salah satu teknologi tepat guna yang dikuasai masarakat Aceh Barat adalah penyadapan karet dan pengolahan awal lateks menjadi cup/lump-slab, sit angin dan sleb (Gambar 6.2). Lateks Penggumpalan Lump-slab Sit angin Sleb tipis produksi Sleb tebal di pabrik Gambar 6.2. Teknologi pengolahan pasca panen komoditi karetn di Aceh Barat (5) Kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah Untuk mengetahui berapa besar kontribusi suatu komoditi terhadap perekonomian daerah dapat dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal yang paling mudah untuk melihat

9 67 kontribusi komoditi dalam perekonomian dapat dilihat dari penyerapan komoditi terhadap tenaga kerja. Berdasarkan data tahun 2007 komoditi karet mampu menyerap tenaga kerja sebanyak kk, kelapa sawit sebanyak 4,273 kk, dan kakao sebanyak 1,251 kk. Berdasarakan besar penyerapan tenaga kerja tersebut tersebut terihat bahwa komoditi karet, sawit dan kakao merupakan komoditi perkebunan yang memberikan kontribusi besar dalam perekomian Kabupaten Aceh Barat. (6) Kebutuhan biaya untuk pengembangannya (modal kerja) Kebutuhan biaya investasi pengembangan komoditas unggulan dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kebutuhan biaya investasi di bagian hulu (budidaya) dan investasi di bagian hilir (industri pengolahan). Investasi untuk industri pengolahan relatif lebih besar dibandingkan dengan pengembangan budidaya. Pengembangan budidaya komoditi berbasis perkebunan rakyat lebih mudah dilakukan dan tidak memerlukan investasi dalam jumlah besar. Pengembangan perkebunan dengan sistem inti-plasma merupakan salah satu langkah tepat dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri berbasis pertanian. Kebutuhan investasi komoditi karet lebih rendah dibandingkan dengan kelapa sawit dan kakao. Untuk luasan yang sama (1 ha), pengembangan komoditi karet membutuhkan biaya sekitar Rp 9-10 juta (SI- Imuk Bank Indonesia, 2007). Kelapa sawit sekitar Rp. 22 juta per ha dan kakao sekitar Rp juta/ha ( Selain lebih mudah dalam perawatan, budidaya tanaman karet juga tidak memerlukan penanganan khusus seperti halnya kelapa sawit dan kakao, karena produk yang diambil adalah getahnya. Kelapa sawit dan kakao menghasilkan buah, sehingga memerlukan pemeliharaan intensif agar proses pertumbuhan buahnya optimal. (7) Nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya Komoditi unggulan harus memiliki nilai ekonomis tinggi dalam arti mampu memberikan keuntungan maksimal jika dikembangkan dan memiliki nilai tambah

10 68 tinggi (high added value) jika diolah menjadi produk turunannya. Upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis dan nilai tambah (added value) komoditi unggulan merupakan salah satu tujuan utama pengembangan agroindustri. Pada umumnya komoditi pertanian bersifat mudah rusak (perishiable) dan voluminus (kamba). Hal ini menyebabkan nilai ekonomisnya menjadi rendah karena memerlukan biaya penanganan yang tinggi. Oleh karena itu upaya peningkatan nilai tambah melalui pengembangan agroindustri merupakan unit yang terintegrasi dalam pengembangan komoditi unggulan. Nilai tambah yang tinggi dapat diketahui dengan banyaknya produk hilir yang dapat diolah dari produk primer yang ada. Dibandingkan dengan komoditi kakao dan karet, kelapa sawit memiliki produk turunan yang paling banyak, yaitu mencapai 60 lebih produk turunan dari komoditi kelapa sawit. (8) Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar Permintaan pasar merupakan kriteria penting dalam menentukan komoditi unggulan suatu daerah. Komoditi unggulan yang memiliki pangsa pasar yang jelas lebih mudah dikembangkan dibanding komoditi yang belum memiliki kejelasan pasar. Kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar sangat diperlukan dalam menentukan kapasitas produksi dan program pengembangannya di masa yang akan datang. Semakin menipisnya cadangan sumberdaya alam tak terbarukan (unrenewable resource) dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat dunia untuk kembali ke produk alami (back to nature) serta berbagai isu lingkungan (global warming) yang timbul akibat eksploitasi sumberdaya alam secara terus menerus memberikan harapan baru terbukanya pasar potensial bagi produk produk berbasis komoditi unggulan daerah, diantaranya komoditi karet, kelapa sawit dan kakao. Untuk melihat gambaran kuantititas dan kontinuitas permintaan pasar khususnya komoditi karet dapat dilihat dari pertumbuhan konsumsi karet dunia yang disajikan pada Tabel 6.5. Pada Tabel ini terlihat bahwa pertumbuhan permintaan karet alam dunia setiap tahunnya meningkat sebesar 3,4 persen. Peningkatan

11 69 konsumsi karet alam ini mengindikasikan bahwa kuantititas dan kontinuitas permintaan pasar karet alam tetap ada. Tabel 6.5. Pertumbuhan konsumsi karet alam dunia Konsumsi (000 ton) Pertumbuhan Negara pertahun (%) China ,0 USA ,1 India ,7 Malaysia (2,2) Korea ,3 Indonesia ,0 Lain-lain ,6 Dunia ,4 Sumber: International Rubber Study Group (2007) (9) Minat investor yang tinggi terhadap komoditi yang ada Minat investor yang tinggi terhadap suatu komoditi menunjukkan prospek pengembangannya di masa yang akan datang. Selain dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, faktor lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial merupakan salah satu pertimbangan bagi para investor dalam menanamkan investasinya. Perubahan trend pasar produk-produk pertanian akibat gejolak harga minyak bumi telah memberikan peluang berkembangnya sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Komoditi karet, kelapa sawit dan kakao merupakan komoditas unggulan Indonesia dan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam perolehan devisa negara. Berdasarkan fenomena tersebut, kalangan investor sudah mulai menanamkan investasinya di bidang perkebunan dan industri pengolahannya. Secara umum pembangunan di wilayah Kabupaten Aceh Barat masih terfokus pada perbaikan infrastruktur akibat gempa bumi dan gelombang tsunami. Keberadaan NGO lokal, maupun INGO asing di Aceh Barat dapat dimanfaatkan dalam pengembangan komoditi unggulan. INGO dapat bekerjasama dengan pihak lokal dalam melanjutkan program yang tersisa dan melakukan monitoring melalui laporan kemajuan (progress report) dan kunjungan berkala. Pada program revitalisasi tanaman karet di Aceh Barat, diharapkan keterlibatan INGO trust fund atau soft loan dalam bentuk technical assistance. Dengan demikian peluang bagi

12 70 para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan komoditi unggulan semakin besar. (10) Ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi yang ada Ketersediaan infrastruktur pendukung yang dimaksud adalah infrastruktur perhubungan, penerangan dan telekomunikasi. Infrastruktur pendukung merupakan salah satu poin penting dalam usaha pengembangan komoditi pertanian. Pada umumnya komoditi pertanian bersifat kamba (bulky) dan mudah rusak, sehingga ketersediaan sarana transportasi menjadi faktor kritis dalam penanganan bahan baku. Ketersedian infrastruktur, telekomunikasi dan listrik juga mempunyai peran penting, terutama jika komoditi tersebut diolah menjadi produk olahan yang melibatkan peralatan/mesin industri. Pada umumnya infrastruktur pendukung pengembangan komoditi karet sudah cukup tersedia dan terus ditingkatkan. Bencana alam gelombang tsunami di Aceh menyebabkan kerusakan infrastruktur pendukung yang ada. Oleh karena itu kegiatan pembangunan beberapa tahun terakhir lebih terfokus pada perbaikan infrastruktur pendukung seperti jalan raya, jembatan dan pelabuhan yang rusak akibat tsunami. Dalam upaya peningkatan prasarana transportasi darat, pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan donatur dari berbagai negara terus berupaya membangun jalan-jalan baru dan memperbaiki kondisi jalan yang ada. Total panjang jalan di Kabupaten Aceh Barat adalah 680,65 km dengan kondisi 183,40 km (26,94 %) dalam keadaan rusak dan 345,30 (49,27%) dalam keadaan rusak berat. Sebagian besar jalan di Kabupaten Aceh Barat masih menggunakan jenis lapisan lapen yaitu 92 ruas jalan dengan panjang 236,2 Km, dari total 306 ruas jalan hanya 22 ruas jalan yang menggunakan lapisan hotmix dengan panjang jalan 30,5 Km, sedangkan sisanya masih kerikil dan tanah. Selain transportasi darat, di Aceh Barat juga terdapat transportasi laut, yaitu pelabuhan barang dengan kapasitas ton yang dapat digunakan untuk pengangkutan barang hasil komoditi perkebunan seperti karet dan CPO kelapa sawit.

13 71 (11) Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada Sampai saat ini belum terdapat industri pengolahan menjadi produk turunan untuk komoditi karet, sawit dan kakao di Kabupaten Aceh Barat. Komoditi tersebut diperdagangkan masih dalam bentuk bahan mentah atau bahan setengah jadi, sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Keberadaan industri pengolahan sangat penting dalam pengembangan komoditi unggulan, terutama dalam menjaga stabilitas harga, baik bahan baku, maupun produk turunannya. Keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi yang ada harus dijadikan agenda pembangunan dalam mengembangkan komoditi unggulan. Sampai saat ini belum ada industri pengolahan berbasis komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Barat. Walaupun ada usaha berbasis karet di Wilayah Aceh Barat, usaha tersebut hanya terbatas pada kegiatan remilling, yaitu perbaikan mutu bokar sesuai dengan spesifikasi mutu industri pengolahan karet. Sebaran pelaku usaha berbasis karet di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6.3. Sumber : Deperin (2007) Gambar 6.3. Sebaran pelaku usaha berbasis karet di tiap daerah Untuk komoditi karet, sebagian besar hasil komoditi karet (bokar) dijual ke indutri pengolahan karet yang ada di Medan melalui pedagang perantara. Kondisi

14 72 tersebut menyebabkan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah serta rentan terhadap perubahan harga, karena tidak memiliki posisi tawar yang baik. Sebagian petani telah membentuk kelompok pemasaran bokar dengan pabrik karet yang ada di Medan dengan harga yang telah disepakati bersama. Sistem ini dapat memberikan keuntungan lebih baik, walaupun pembayarannya dilakukan setelah 1 minggu dari penyerahan karet ke pabrik. Oleh karena itu industri pengolahan karet merupakan bagian penting dalam pengembangan komoditi unggulan karet. Diharapkan dengan adanya kegiatan pengembangan komoditi unggulan karet, industri pengolahannya akan segera terwujud. (12) Peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung Pemerintah sebagai penyelenggara pembangunan memiliki peran penting dalam memacu dan menjadi fasilitator pembangunan industri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan jaminan keamanan investasi dalam perkembangan industri berbasis komoditi pertanian. Oleh karena itu pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya dituntut untuk dapat memberikan respon positif terhadap kebutuhan regulasi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya dalam bidangan agroindustri. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat memberikan perhatian cukup serius terhadap pengembangan komoditi perkebunan. Salah satu bentuk nyata dukungan kebijakan pemerintah adalah program yang tertuang dalam Peraturan Bupati Aceh Barat untuk meningkatkan pendapatan penduduk melalui revitalisasi perkebunan karet. Program revitalisasi tanaman karet ini adalah program yang telah dirancang di Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bappeda telah melakukan survey potensi per wilayah di masing-masing kabupaten dan menyarankan kepada kabupaten-kabupaten agar fokus di komoditi tertentu, sehingga tercipta spesialisasi wilayah. Pengembangan komoditi perkebunan Kabupaten Aceh Barat dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Program tersebut difokuskan pada kegiatan revitalisasi, peremajaan dan perluasan tanaman karet, kelapa sawit dan kakao. Penentuan urutan prioritas tingkat kepentingan kriteria digunakan metode perbandingan berpasangan dan penetapan agroindustrii unggulan dilakukan

15 73 dengan metode MPE melalui pendapat responden, yaitu pendapat dari Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perindustrian Kabupaten Aceh Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, praktisi, peneliti, akademisi dan masyarakat setempat. Langkah awal yang dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan kriteria pemilihan alternatif adalah menentukan tingkat kepentingan (rangking) untuk tiap kriteria. Selanjutnya berdasarkan nilai tingkat kepentingan dan nilai kriteria alternatifnya dilakukan analisis komoditi unggulan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE). Matrik analisis penentuan komoditi unggulan di Kabupaten Aceh Barat disajikan pada Tabel 6.6. Tabel 6.6. Matriks keputusan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat Alternatif komoditi unggulan Kriteria Karet Kelapa sawit Kakao Jernang Nilam A B C D E F G H I J K L Nilai keputusan Urutan prioritas keputusan I II III V IV Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE), maka diperoleh urutan prioritas keputusan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat berturut-turut adalah karet, kelapa sawit, kakao, nilam dan jernang. Dari hasil tersebut dapat ditetapkan komoditi karet sebagai komoditi agroindustri unggulan di Kabupaten Aceh Barat. Hasil analisis ini memperkuat hasil analisis LQ yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga tidak diragukan lagi bahwa komoditi karet merupakan komoditi agroindustri unggulan di Aceh Barat.

16 Analisis Pengembangan Agroindustri Unggulan Berbasis Karet Komoditi karet sebagai komoditi unggulan Kabupaten Aceh Barat memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan komoditi karet secara terintegrasi antara sektor hulu dan hilir dapat dijadikan komoditi unggulan dalam perekonomian Kabupaten Aceh Barat di masa yang akan datang. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam pencapaian kemajuan ekonomi daerah berbasis komoditi unggulan diperlukan proses pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Produk utama dari tanaman karet adalah getah atau lateks yang dipasarkan dalam bentuk bahan mentah ke industri pengolahan karet dengan harga rendah. Agroindustri sebagai industri berbasis pertanian merupakan salah satu opsi dalam meningkatkan pengembangan komoditi pertanian. Berdasarkan outputnya, industri pengolahan dapat dikelompokan menjadi industri intermediet dan industri final. Sebagian besar industri karet yang ada di Indonesia termasuk ke dalam industri intermediet, yaitu menghasilkan produk yang akan digunakan industri lain. Beberapa produk olahan karet tersebut antara lain lateks pekat, karet sheet dan crumb rubber Lateks pekat Produk lateks pekat dapat dibuat dengan menggunakan metode sentrifugasi, pendadihan, penguapan, atau elektrodekantasi. Metode pembuatan lateks pekat yang sering digunakan secara komersial adalah metode sentrifugasi dan pendadihan. Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan sentrifuge berkecepatan rpm. Adanya putaran sentrifuge menimbulkan gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak brown, sehingga terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Lateks pekat mengandung karet kering mencapai 60 %, sedangkan lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8 % dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm 3. Pemekatan lateks dengan metode pendadihan dilakukan dengan menambahkan bahan pendadih seperti natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl

17 75 cellulosa, carboxy methylcellulosa, fenilhidrazin, hidroksiamin sulfat dan tepung iles-iles. Bahan pendadih menyebabkan partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil dari serum akan bergerak ke atas untuk membentuk lapisan, sedang yang di bawah adalah serum. Diagram alir proses pengolahan lateks pekat/lateks alam cair dapat dilihat pada Gambar 6.4. Lateks kebun KOH Fenilhidrain, hidroksilamin sulfat, air sulung Stabilisasi, 24 jam 28 o C Depolimerisasi Penggumpalan Pencucian Pengeringan 60 0 C Lateks pekat Liquid Natural Rubber Gambar 6.4. Diagram alir proses pengolahan lateks alam cair Karet sheet Karet sheet merupakan produk karet yang dikeringkan dengan metode pengasapan. Getah karet disaring dan dimasukkan ke dalam loyang ukuran 2-3 liter. Selanjutnya, ditambahkan air dan cuka kemudian diaduk sampai mengental. Setelah beku, karet ditipiskan dengan gulungan kayu hingga berbentuk lembaran, kemudian lembaran karet dimasukkan ke dalam ruang pengasapan. Diagram alir proses pengolahan karet sheet dapat dilihat pada Gambar 6.5.

18 76 Asam format Lateks kebun Diencerkan Na-bisulfit Koagulasi Penggilingan Pengasapan dan pengeringan 5 hari Sortasi Ribbed Smoked Sheet Gambar 6.5. Diagram alir proses pengolahan karet sheet Crumb rubber Proses pengolahan crumb rubber pada prinsipnya adalah proses pembersihan bahan olah karet yang dilanjutkan dengan proses pengeringan. Permbersihan dilakukan melalui proses pengecilan ukuran, sehingga kontak permukaan karet menjadi lebih luas. Ukuran partikel karet juga menentukan waktu pengeringannya. Setelah dikeringkan, karet dikempa sehingga dihasilkan bongkahan karet kering. Bongkahan karet kering selanjutnya dibungkus dalam plastik polietilen. Bahan baku industri crumb rubber dapat berasal dari lateks kebun, koagulum atau sisa potongan karet sheet dan crepe. Bahan baku yang paling dominan adalah koagulum (lump dan slab). Pengolahan crumb rubber bertujuan untuk meningkatkan mutu bahan olah karet dengan berbagai mutu menjadi produk yang lebih seragam mutunya. Diagram alir proses produksi crumb rubber dapat dilihat pada Gambar 6.6.

19 77 Lump & koagulum sisa pengolahan sheet & crops Perendaman dan pencucian 24 jam Air Pencucian Pemotongan Penggilingan Gulungan lembaran kompo Penyimpanan, minimal 7 hari Peremahan Perendaman dalam asam fosfat 0,1 % Pengeringan Pengepresan Crumb Rubber Gambar 6.6. Diagram alir proses produksi crumb rubber Penentuan agroindustri unggulan berbasis karet di Kabupaten Aceh Barat didasarkan pada asumsi-asumsi kiteria yang berperan terhadap pengembangan agroindustri karet. Adapun gambaran deskriptif terhadap kriteria yang telah ditentukan seperti uraian berikut :

20 78 (1) Kuantitas dan kontinuitas bahan baku Kriteria ini memiliki peran penting dalam pengembangan agroindustri karet. Industri berbasis komoditi pertanian memiliki kerentanan terhadap pasokan bahan baku. Berdasarkan levelnya, industri berbasis hasil pertanian dapat di kelompokan menjadi beberapa level. Semakin level suatu industri (industri hilir), maka pasokan bahan baku untuk industri pertanian cenderung menyerupai industri manufaktur, yaitu tidak terlalu dipengaruhi oleh pasokan bahan baku. Pada level rendah, dimana pasokan bahan baku utama adalah produk pertanian secara langsung, proses produksi suatu industri sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kontinuitas bahan baku. Penjadwalan masa panen, penanganan pasca panen, pengangkutan dan hal hal lain yang berkaitan dengan usaha mempertahankan mutu bahan baku merupakan kendala utama bagi pihak industri pertanian. Kendala kuantitas dan kontinuitas bahan baku bagi industri pertanian berkaitan erat dengan karakteristik komoditi pertanian yang mudah rusak (perishable) dan kamba (bulky), sehingga membutuhkan penanganan khusus sebelum diolah menjadi produk turunannya. Berkaitan dengan komoditi karet, sebagian besar pasokan bahan baku industri pengolahan karet berasal dari perkebunan rakyat (80 %) dengan mutu yang beragam. Hal ini menyebabkan pihak industri harus bersikap bijak dalam penetapan harga dasar karet rakyat, sehingga proses produksi tetap optimal walaupun mutu bahan baku tidak standar. Kebutuhan bahan baku industri pengolahan ditentukan oleh kapasitas industri yang akan dikembangkan. Bahan baku produk karet pekat berasal dari lateks kebun yang dipekatkan, sedangkan bahan baku untuk industri karet sheet dan crumb rubber berasal dari lateks kebun yang telah digumpalkan (cup lump). Selain dapat meningkatkan nilai tambah, pengolahan karet menjadi crumb rubber juga dapat mengolah karet berkualitas rendah menjadi komoditi yang memiliki nilai jual tinggi sesuai grade mutunya. Potensi pengembangan agroindustri berbasis karet Kabupaten Aceh Barat sangat besar, terutama jika ditunjang dengan program intensifikasi perkebunan. Pasokan

21 79 bahan karet olahan rakyat untuk industri pengolahan karet di wilayah Aceh Barat mencapai ton per tahun dengan luas lahan mencapai ha. Produksi karet rakyat Kabupaten Aceh Barat merupakan produksi terbesar di Provinsi NAD. Luas area dan produksi karet per ha di Propinsi NAD dapat dilihat pada Tabel 6.7. Kebijakan revitalisasi perkebunan karet melalui perbaikan teknik budidaya dan penyadapan, penggunaan bibit unggul, perluasan dan peremajaan tanaman karet diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perkebunan karet hingga mencapai kg/ha (saat ini produktivitas karet rakyat rata-rata hanya kg/ha). Suplai bahan baku karet untuk industri crumb rubber juga dapat menggunakan karet dari kabupaten lain di Provinsi NAD. Tabel 6.7. Luas areal dan produksi karet tiap kabupaten di Propinsi NAD Kabupaten Areal (ha) Produksi (Tons) Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Tenggara Aceh Jaya Aceh Barat Nagan Raya Aceh Singkil Lainnya Total Sumber : Haris (2007) (2) Jenis produk turunan yang dihasilkan Kriteria ini berkaitan dengan kegunaan produk yang dihasilkan. Semakin tinggi ragam produk turunan yang dapat dihasilkan, maka semakin tinggi potensi produk tersebut untuk dikembangkan. Jenis produk turunan yang dihasilkan juga berkaitan dengan besarnya pangsa pasar dari produk agroindustri berbasis karet yang akan dikembangkan.

22 80 Produk turunan industri crumb rubber dan karet sheet lebih luas dibandingkan industri lateks pekat. Crumb rubber dan karet sheet pada umumnya digunakan untuk produk moulded and extruded, pengikat, penghubung, selang, pipa, segel cairan dan pack, penyekat, hard rubber product, industrial sheting and linings, produk seluler dan reinforced fabrics. Sedangkan lateks pekat terbatas hanya pada industri balon, karet busa, dan sarung tangan. Detail produk turunan karet dapat dilihat pada Gambar 6.7. Lateks Pohon Karet Hevea Lateks Pekat Lateks Dadih Ribbed Smoked Sheets (RSS) Pale Crepes SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3WF SIR 10, SIR 20 Karet busa Sarung tangan medis Karet untuk peralatan medis Sarung tangan untuk industri Sarung tangan untuk rumah tangga Kondom Benang karet Balon dll Koagulum Lapangan Thin Brown Crepes Estate Brown Crepes (Compo) Thick Blanket Crepes (Ambers) Flat Bark Crepes Ban dan ban dalam Alas kaki Komponen karet untuk otomotif Komponen karet untuk barang elektronik Produk karet untuk industri Selang dan pipa karet Karet penggunaan umum Keterangan : Jenis produk latek pekat Jenis produk crumb rubber Jenis produk karet sheet Gambar 6.7. Produk turunan karet (Haris, 2007) (3) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Kondisi sosial budaya masyarakat menggambarkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap keberadaan industri yang akan dikembangkan. Lingkungan

23 81 sosial budaya masyarakat yang mendukung pengembangan industri berbasis karet akan menjadi salah satu poin penting kelangsungan industri di masa yang akan datang. Perkebunan karet telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar penduduk di wilayah Kabupaten Aceh Barat. Jumlah keluarga yang memiliki mata pencaharian sebagai petani karet mencapai keluarga atau mencapai 40 persen dari seluruh keluarga yang ada di Kabupaten Aceh Barat. Pada umumnya masyarakat di wilayah Aceh Barat memperoleh penghasilan dari penjualan koagulum lateks (cup lump). Hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Para petani tidak memiliki harga tawar dalam transaksi karet lump. Harga sepenuhnya ditentukan para pedagang sesuai kriteria mutu yang telah ditetapkan. Selanjutnya bahan olah karet tersebut dibawa ke tempat penggilingan (remilling) sebelum dibawa ke pabrik pengolahan karet. Panjangnya rantai tataniaga karet, menyebabkan pendapatan petani karet relatif kecil, walaupun terjadi peningkatan harga produk karet di pasar dunia. Berdasarkan kondisi tersebut adanya pengembangan industri pengolahan karet rakyat di wilayah Aceh Barat akan memberikan dampak terhadap tata kehidupan sosial budaya masyarakat. Pengembangan industri crumb rubber di wilayah Aceh Barat akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat, selama mampu memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kesejahteraan mereka. (4) Peluang pasar dan pemasaran Kriteria ini menunjukan prospek agroindustri yang akan dikembangkan pada masa yang akan datang. Pada umumnya peluang pasar untuk produk olahan karet sangat potensial. Meningkatnya harga minyak bumi menyebabkan terjadinya kenaikan harga produk turunannya, termasuk karet sintesis. Kondisi tersebut merupakan salah satu peluang dalam pengembangan komoditas karet. International Rubber Study Grup (IRSG) dalam studi Rubber Eco-Project (2005) memperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam dua dekade ke depan. Oleh karena itu dalam kurun waktu , diperkirakan harga karet alam akan stabil

24 82 sekitar US $ 2.00/kg. Hal ini menunjukkan peluang pasar dan potensi pemasaran komoditi karet masih terbuka. Peluang pasar dan pemasaran produk agroindustri karet sangat prospektif, terutama dengan adanya gejolak harga minyak bumi dunia sebagai bahan baku utama karet sintetik. Crumb rubber memiliki peluang pasar dan pemasaran yang lebih luas dibandingkan dengan karet sheet dan lateks pekat. Salah satu industri turunan karet yang berkembang pesat adalah industri ban. Bahan baku utama industri tersebut adalah karet remah (crumb rubber). Pemanfaatan karet alam di luar industri ban kendaraan masih relatif kecil, yakni kurang dari 30 persen. Selain itu industri karet di luar ban umumnya dalam skala kecil atau menengah. Sementara itu industri berbasis lateks pada saat ini nampaknya belum berkembang karena banyak menghadapi kendala. Kendala utama adalah rendahnya daya saing produk-produk industri lateks Indonesia bila dibandingkan dengan produsen lain, terutama Malaysia. Sebagai contoh kontribusi Indonesia dalam memproduksi sarung tangan karet ASEAN hanya mencapai 10 persen, yaitu 12 miliar pasang dari 120 miliar pasang. Produksi terbesar masih dikuasai Malaysia (66 %) dan Thailand (25 %). Oleh karena itu industri crumb rubber mendominasi industri pengolahan karet di Indonesia. Pada saat ini jumlah sarana pengolahan karet berbasis lateks di Indonesia mencapai 23 unit dengan kapasitas sebesar ton/tahun, dan pengolahan crumb rubber swasta di luar PTPN sebanyak 75 unit dengan kapasitas ton/tahun. Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi "Standard Indonesian Rubber" (SIR). Permintaan produk karet diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan gaya hidup dan standar hidup manusia. Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet.

25 83 (5) Nilai tambah produk Agroindustri adalah industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan bakunya. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan, industri peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa pertanian. Salah tujuan utama agroindustri adalah meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui kegiatan pengolahan atau transformasi hasil pertanian. Keselarasan dan keterpaduan antara input (investasi modal dan manajemen) dan output akan menjamin pembentukan nilai tambah secara wajar dan bekesinambungan. Pada umumnya semakin tinggi dan komplek proses produksi yang digunakan, maka semakin tinggi penambahan nilai tambah produk tersebut. Indusri crumb rubber, karet sheet dan lateks pekat berada pada level industri yang sama, yaitu menghasilkan produk setengah jadi. Nilai tambah produk juga dapat dilihat pada tingginya pemanfaatan produk yang bersangkutan. Uraian nilai tambah produk olahan karet dapat dilihat pada Tabel 6.8. Tabel 6.8. Uraian nilai tambah produk olahan karet Uraian Crumb rubber Karet sheet Latek pekat Penggunaan Industri otomotif, rumah tangga dan untuk barang Pembuatan industri berupa mouled and extruded, balon, sarung pengikat/penghubung, selang, pipa, segel cairan dan tangan dan busa pack, penyekat, hard rubber product, industrial sheting and linings, produk seluler dan reinforced fabrics. Nilai tambah Rp Rp Bahan baku Lateks dan lump sisa Lateks kebun pengolahan karet sheet Sumber : Deprin (2007) (diolah) (6) Teknologi produksi yang ada Kriteria teknologi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek ketersediaan teknologi pengolahannya dan aspek operasionalnya. Teknologi produksi untuk komoditas karet yang akan dikembangkan sudah dapat dipenuhi, baik teknologi pengolahannya maupun operasionalnya. Teknologi pengolahan lateks pekat merupakan teknologi paling sederhana dalam pengolahan karet alam, sehingga dapat dibuat dalam skala kecil dengan

26 84 menggunakan peralatan sederhana. Walaupun demikian, industri ini tidak berkembang pesat, karena kecilnya pangsa pasar dan tingginya tingkat kesulitan dalam penanganan bahan. Industri berbasis lateks juga kurang berkembang di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk negara lain, terutama Malaysia dan Thailand. Pengolahan crumb rubber merupakan pengolahan karet paling komplek dibandingkan lateks pekat dan karet sheet. Pengolahan crumb rubber juga dapat memperbaiki mutu karet menjadi produk yang lebih bermutu dan memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kompleksitas proses produksi crumb rubber juga sangat penting dalam pengembangan sumberdaya manusia, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan. (7) Penyerapan tenaga kerja Salah satu input yang diperlukan dalam kegiatan agroindustri adalah tenaga kerja. Kemampuan menyerapan tenaga kerja dari suatu industri merupakan bentuk nyata peran serta industri tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyerapan tenaga kerja industri berbasis produk pertanian terdiri dari tenaga kerja langsung (staf/karyawan/buruh pabrik) dan tenaga kerja tidak langsung (petani/plasma/buruh tani dan lain lain). Berdasarkan kriteria penyerapan tenaga kerja, industri crumb rubber dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan industri intermediet lainnya yang berbasis karet. Industri crumb rubber merupakan industri skala besar dan termasuk industri pada karya. Penyerapan tenaga kerja meliputi tenaga operasioal pabrik, staf/karyawan tetap dan para petani karet dan pedagang pengumpul bokar sebagai salah satu mitra industri. Pengembangan agroindustri berbasis karet juga akan menjadi stimulan berkembangnya bidang-bidang usaha lain, seperti jasa rumah makan, penginapan, transportasi dan jenis usaha lain yang bersifat padat karya. (8) Dampak ekonomi terhadap pembangunan daerah Kegiatan industri pengolahan memiliki peran penting dalam pembangunan daerah. Selain berbasis pada sumberdaya alam (komoditi unggulan daerah) yang bersifat

27 85 renewable, industri pertanian (agroindustri) memiliki keunggulan komparatif, yaitu bersifat forward linkages /multiplier effect. Efek ke depan yaitu pengembangan agroindustri akan turut meningkatkan pengembangan bidang lain, seperti transportasi, sosial, pendidikan dan lain lain. Efek ke belakang yaitu pengembangan agroindustri dapat meningkatan nilai tambah produk pertanian (added value) dan pengembangan bidang lain yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku. Agroindustri memiliki peran penting dalam pembangunan daerah. Wilayah Aceh Barat memiliki berbagai komoditi unggulan termasuk karet. Pada umumnya komoditi tersebut langsung dijual tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan kontribusi komoditas unggulan sangat kecil terhadap pembangunan daerah. Berdasarkan fakta tersebut keberadaan industri crumb rubber di wilayah Aceh Barat akan memiliki dampak positif terhadap pembangunan daerah, baik pembangunan fisik, sumberdaya manusia, ekonomi maupun sosial. Sektor pajak, retribusi dan lain-lain sebagai salah satu sumber pendapatan daerah juga akan meningkat dengan adanya pengembangan industri pengolahan karet tersebut. Industri crumb rubber memiliki dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan industri karet sheet dan lateks pekat karena dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi, menyerap tenaga kerja lebih banyak dan memiliki potensi pasar yang lebih luas. (9) Dampak lingkungan Seiring dengan perubahan zaman, kesadaran masyarakat dunia terhadap pentingnya kelestarian lingkungan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai isu lingkungan seperti efek rumah kaca, pemanasan global dan lain lain. Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan besar dalam kerusakan lingkungan. Beberapa negara maju bahkan telah menerapkan peraturan yang ketat mengenai masalah lingkungan dengan melakukan seleksi ketat terhadap produk-produk impor yang merusak lingkungan.

28 86 Produk samping atau limbah merupakan konsekuensi logis dari kegiatan industri, termasuk industri pengolahan karet. Berdasarkan bentuknya, jenis limbah industri dapat dibedakan ke dalam limbah padat, cair dan gas. Semua jenis limbah dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak ditangani secara tepat. Industri karet sheet dan lateks pekat berpotensi dalam menghasilkan limbah cair berupa serum hasil sisa pemisahan lateks. Pada umumnya industri lateks pekat dan karet sheet termasuk industri dalam skala rumah tangga, sehingga tidak mempunyai sarana IPAL yang memadai. Limbah cair yang dihasilkan dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang berarti, sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Industri crumb rubber merupakan industri yang paling mapan dibandingkan industri karet sheet dan lateks pekat. Hal ini menyebabkan pengembangan industri tersebut harus mempertimbangkan semua aspek secara rinci dan terintegrasi, termasuk aspek lingkungan. Pada umumnya industri crumb rubber termasuk dalam industri skala menengah dan besar, sehingga sarana IPAL merupakan salah satu prasyarat dalam proses perizinannya. Limbah utama yang dihasilkan industri crumb rubber terdiri dari limbah padat dan cair. Limbah padat terdiri dari sisa kotoran yang berasal dari bokar yang tidak bersih atau berkualits rendah. Limbah tersebut pada umumnya terdiri dari padatan kayu, tanah, kerikil dan lain-lain, sehingga dapat dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk pupuk kompos. Industri crumb rubber memerlukan air dalam jumlah banyak untuk proses pencucian. Proses tersebut menghasilkan limbah air cucian yang mengandung padatan, koagulum dan lost product. Limbah cair yang dihasilkan relatif tidak berbahaya, sehingga dengan teknologi pengolahan limbah yang sesuai dapat dikembalikan ke lingkungan atau dipakai ulang (reused) dalam proses pencucian selanjutnya. Dengan demikian beban pencemaran lingkungan industri crumb rubber lebih kecil dibandingkan industri pengolahan karet lainnya. (10) Infrastruktur pendukung Pengembangan agroindustri membutuhkan infrastruktur pendukung, baik dalam kegiatan pengadaan bahan baku, proses produksi maupun pemasaran produk yang

29 87 dihasilkannya. Karakteristik komoditi pertanian yang mudah rusak dan voluminus serta tersebarnya lokasi perkebunan memerlukan infrastruktur pendukung yang memadai, sehingga kerusakan bahan dapat diminimalisasi selama pengangkutan. Ketersediaan sumber energi dan sarana telekomunikasi juga sangat diperlukan dalam pengembangan industri berbasis pertanian. Infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan industri crumb rubber meliputi infrastruktur transportasi, telekomunikasi dan sumber energi. Secara umum infrastruktur pendukung pengembangan agroindustri berbasis karet di wilayah Aceh Barat masih dalam tahap pembangunan. Pasca tahap rehabilitasi dan rekontruksi, ketersedian sarana transportasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun suatu wilayah. Infrastruktur utama di wilayah Kabupaten Aceh Barat untuk menjangkau wilayah-wilayah di seluruh kecamatan adalah perhubungan darat (jalan raya), yang masih banyak terjadi kerusakan akibat musibah gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan Nias. Walaupun demikian perkembangan transportasi darat di Wilayah Kabupaten Aceh Barat dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam upaya peningkatan prasarana transportasi darat, pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan donatur dari berbagai negara terus berupaya membangun jalan-jalan baru dan memperbaiki kondisi jalan yang ada. (11) Investor/Modal investasi Besarnya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan industri berbasis komoditas karet ditentukan oleh kapasitas produksi dan tingkat penggunan teknologi pengolahannya. Sedangkan minat investor untuk menamkan investasinya ditentukan oleh margin dan prospek industri di masa yang akan datang. Sesuai dengan prinsip ekonomi, usaha yang memiliki margin tinggi dengan nilai investasi yang wajar akan memiliki rangking investasi yang tinggi. Investasi industri crumb rubber ditentukan oleh kapasitas produksi industri yang akan dikembangkan. Kegiatan investasi lebih terfokus pada pengadaan mesin dan peralatan produksi, lahan dan bangunan pabrik dan beberapa biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi, sedangkan suplai bahan baku dapat dipenuhi

30 88 dari perkebunan rakyat dengan melakukan kerjasama (contract farming) dengan petani karet. Hal ini dapat berlaku karena bahan baku industri crumb rubber dapat berupa lateks kebun atau koagulum (cup dan lump), sedangkan kebutuhan bahan baku industri karet sheet dan lateks pekat harus berupa lateks segar. Pada umumnya lateks segar yang telah disadap mudah mengalami kerusakan jika tidak segera diolah. Pengolahan lateks menjadi lump karet merupakan teknologi sederhana yang paling banyak digunakan oleh para petani karet di Kabupaten Aceh Barat. Selain memerlukan penanganan khusus, lokasi perkebunan rakyat yang tersebar juga menjadi kendala dalam pengumpulan bahan baku lateks segar. Oleh karena itu modal investasi pengembangan industri karet sheet dan lateks pekat harus disertai dengan investasi di sektor perkebunan karet (plantation). (12) Kebijakan pemerintah/pemda Pemerintah memiliki peran penting dalam pengembangan agroindustri. Kepastian dan jaminan hukum bagi para investor merupakan agenda utama bagi pemerintah yang harus segera dibenahi untuk meningkatkan minat para investor. Kemudahan dan transparansi dalam pengurusan perizinan di berbagai lembaga pemerintahan akan memacu pengembangan agroindustri unggulan. Pemerintah daerah melalui dinas dinas terkait harus mampu menjadi fasilitator pengembangan agroindustri yang tangguh dan dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional. Pemerintah mempunyai peran penting dalam pengembangan agroindustri berbasis karet. Pada umumnya kapasitas terpasang industri crumb rubber yang ada saat ini di Indonesia berada di atas kapasitas real. Kondisi tersebut dapat menimbulkan persaingan tidak sehat di antara para pelaku usaha dalam memperoleh bahan baku. Sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri pengolahan karet di Kabupaten Aceh Barat. Kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Barat baru pada tahap pengembangan perkebunan karet. Kebijakan tersebut merupakan langkah awal pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam mengembangkan komoditi karet. Berdasarkan uraian tersebut prospek pembangunan industri crumb rubber cukup cerah, karena kesesuaian kebijakan pemerintah dalam pengembangan perkebunan karet rakyat.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH ADINDA PUTRI SIAGIAN / NRP. 3609100701 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

pennasalahan-permasalahan yang diteliti.

pennasalahan-permasalahan yang diteliti. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lokasi ~enelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengumpulan data di dalam negeri maupun di luar negeri dari berbagai sumber yang diduga dapat memberikan jawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahap I Indonesia telah mengubah struktur perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer dalam PDB masih sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan 13 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16 Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar didunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN PEMETAAN DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : NANANG DWI WAHYONO *) ABSTRAK Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6)

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dewasa ini tidak lagi bagaimana meningkatkan produksi, tetapi bagaimana sebuah komoditi mampu diolah sehingga diperoleh nilai tambah (value added)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Desa Asam Jawa merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki ketinggian

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOLAHAN, PEMASARAN DAN PENGAWASAN BAHAN OLAH KARET BERSIH YANG DIPERDAGANGKAN DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i ii BAB. I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud..... 1 1.3. Tujuan....

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM Sistem agribisnis : Rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Sub-sistem agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

sebagian besar masih dipasarkan sebagai bahan mentah atau nilailharga pada kondisi tersebut masih sangat rendah. Selain ini

sebagian besar masih dipasarkan sebagai bahan mentah atau nilailharga pada kondisi tersebut masih sangat rendah. Selain ini AGROINDUSTRI Sasaran utama pembangunan jangka panjang negara ini adalah pencapaian struktur ekonomis yang seimbang yaitu terdapatnya kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kemampuan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci